You are on page 1of 14

1

TUGASAN
Nama : Nuraihan Bt Mohd Jalaludin
NIM : 11.2012.061
FK UKRIDA
Pembimbing : dr.Juliana Sp.KK

a) Lampu wood
Lampu Wood merupakan alat diagnostik non-invasif yang dapat memberikan
fluoresensi tertentu. Fluoresensi merupakan pancaran cahaya ketika terpapar cahaya.
Lampu Wood dapat memberikan fluoresensi dengan cara sinar yang diarahkan ke lesi
akan dipantulkan berdasarkan perbedaan berat molekul metabolit organisme penyebab
sehingga menimbulkan indeks bias berbeda yang dapat menghasilkan pendaran warna
tertentu. Emisi gelombang panjang dari lampu Wood dihasilkan oleh merkuri bertekanan
tinggi yang cocok dengan filter yang sudah dicampurkan oleh barium silikat dan 9 % nikel
oksida yang diberi nama filter Wood. Filter ini tidak tembus cahaya kecuali untuk cahaya
ukuran 320 dan 400 nm dengan puncaknya pada 365 nm. Fluoresensi jaringan terjadi
ketika cahaya dari panjang gelombang lebih pendek. dalam hal ini 340-400 nm, awalnya
dipancarkan oleh lampu wood, diserap dan radiasi dari panjang gelombang cahaya
biasanya terlihat dan dipancarkan.
Penggunaan lampu Wood tidak memerlukan keahlian khusus. Namun, beberapa hal
praktis yang harus diingat untuk menghindari hasil positif palsu, yaitu menegakkan
diagnosis yang salah akibat salah mengelompokkan individu kedalam suatu penyakit:
1. lampu sebaiknya dipanaskan dahulu selama lima menit.
2. Ruangan pemeriksaan harus sepenuhnya gelap (ruangan tanpa jendela)
3. Pemeriksa harus beradaptasi pada kegelapan agar dapat melihat kontras dengan
jelas.
4. Kurang akurat pada orang kulit hitam.
5. Obat topikal, kassa, dan residu sabun harus dibersihkan karena dapat menimbulkan
fluoresensi.
6. Sumber cahaya berjarak 4 5 inci dari lesi.
2

7. Tidak membersihkan daerah yang akan diperiksa karena dapat menimbulkan
negatif palsu akibat dilusi pigmen.

b) Floresensi pada penyakit kulit dan warnanya
Pemeriksaan sinar wood pertama kali ditemukan untuk kepentingan medis
dimanfaatkan untuk mendeteksi infeksi jamur. Pemeriksaan sinar wood bisa digunakan
pada beberapa kondisi dibawah ini:

1. Deteksi tinea capitis

Tabel 1. Karakteristik fluoresensi pada tinea kapitis.
Organisme Warna Fluoresens
Microsporum audonii
Microsporum canis
Microsporum ferrugineum
Microsporum distortum
Microsporum gypseum
Trichophyton schoenleinii
Biru-hijau
Biru-hijau
Biru-hijau
Biru-hijau
Kuning-tidak mengkilat
Biru-tidak mengkilat

2. Deteksi infeksi jamur lainnya
Tinea versicolor yang disebabkan oleh pytirosporum orbiculare memperlihatkan
warna kuning keemasan

3. Deteksi infeksi bakteri
Erythrasma, infeksi intertriginosa disebabkan Corynebacterium minutissimum.
Fluoresensi kerang merah terang (coral red) atau pink orange disebabkan oleh
Coproporphyrin III yang dihasilkan oleh C. Minutissimum.Porphyrin merupakan
substansi yang larut dalam air, oleh karena itu tidak akan terlihat jika sebelum
dilakukan pemeriksaan sudah dibersihkan dengan air.Infeksi Pseudomonas aeruginosa
mengeluarkan fluoresensi kuning kehijauan akibat piosianin.




3

4. Gambaran kelainan pigmentasi
Long-wave ultraviolet light (UVL) di transmisikan ke lapisan dermis, maka
akan memperlihatkan fluoresensi berwarna putih hingga putih kebiruan. Melanin yang
terdapat pada lapisan epidermis (bukan pada lapisan dermis) bekerja untuk
mengabsorbsi long-wave UVL dan dengan demikian dapat menghalangi warna putih
tersebut. Dibawah sinar wood, bermacam-macam pigmentasi epidermal (freckles,
vitiligo, melasma) dapat dilihat lebih jelas, sedangkan pada pigmentasi dermis
(Mongolian spot, beberapa contoh hiperpigmentasi pasca inflamasi) tidak terlihat jelas
atau tidak terlihat perubahan warna yang jelas dibandingkan dengan sinar yang visible.
Sinar wood memperjelas antara kulit yang pigmentasi dan non pigmentasi tetapi yang
lebih utama adalah untuk membedakan hipopigmentasi dari area amelanotic total.
Sinar wood juga digunakan untuk memeriksa pasien dengan vitiligo, albinisme,
leprosy, dan gangguan hipopigmentasi lainnya.



c) Obat antijamur sistemik dan topikal
Obat antijamur sistemik
Golongan azol
Diperkenalkan untuk pertama kalinya pada tahun 1944, antijamur azol
berperanan penting dalam penatalaksanaan infeksi jamur. Kelompok azol dapat dibagi
menjadi dua kelompok berdasarkan jumlah nitrogen pada cincin azol. Kelompok
imidazol (ketokonazol, mikonazol, dan klotrimazol) terdiri dari dua nitrogen dan
kelompok triazol (itrakonazol, flukonazol, varikonazol, dan posakonazol)
mengandung tiga nitrogen.Kedua kelompok ini memiliki spektrum dan mekanisme
aksi yang sama.
Ketokonazole
Dosis ketokonazol yang diberikan pada dewasa 400 mg/hari sedangkan dosis
untuk anak-anak 3,3-6,6 mg/kgBB dosis tunggal. Lama pengobatan untuk tinea
korporis dan tinea kruris selama 2-4 minggu, 5 hari untuk kandida vulvovaginitis, 2
minggu untuk kandida esofagitis, tinea versikolor selama 5-10 hari, 6-12 bulan untuk
mikosis dalam.


4

Itrakonazole
Dewasa Anak-anak
Onikomikosis Kuku tangan : 200 mg 2xsehari 1
minggu/bulan , 2 dosis pulse
Kuku kaki : 200 mg/harix12
minggu
Atau
200 mg 2xsehari x 1minggu/bulan,
3 dosis pulse
Kuku tangan : 5 mg/kg/hari x 1
minggu/bulan, 2 dosis pulse
a
Kuku kaki : 5 mg/kg/hari x 1
minggu/bulan, 3 dosis pulse
Tinea kapitis 250 mg/hari x 2-8 minggu Infeksi Trichophyton : 5
mg/kg/hari x 2-4 minggu
Infeksi Mikrosporum : 5
mg/kg/hari x 4-8 minggu
Tinea korporis, tinea kruris, tinea
pedis
200 mg 2xseharix1 minggu Dosis berdasarkan berat x 1-4
minggu
Pitiriasis versikolor 200 mg/hari x 5-7 hari, untuk
pencegahan rekuren dengan 200
mg 2xsehari dosis tunggal/bulan
Tidak ada penelitian

Flukonazole
Flukonazol digunakan sebagai lini pertama terapi kandidiasis mukotan.Pada
pediatrik digunakan untuk terapi tinea kapitis yang disebabkan Tinea tonsurans
dengan dosis 6 mg/kg/hr selama 20 hari, dan 5 mg/kg/hr selama 30 hari. Tetapi
diberikan lebih lama pada infeksi Mycoplasma canis.

Flukonazol tersedia sediaan
tablet 50 mg, 100 mg, 150 mg, dan 200mg; sediaan oral solusio 10 mg/ml dan 40
mg/ml dan dalam bentuk sediaan intravena. Direkomendasikan pada anak-anak <6
bulan.

Penggunaan untuk orang dewasa dan kandidiasis vagina adalah 150 mg dosis
tunggal. Pada kandidiasis vulvovaginal rekuren 150 mg tiap minggu selama 6 bulan
atau lebih. Tinea pedis dengan 150 mg tiap minggu selama 3-4 minggu, dengan 75%
perbaikan pada minggu ke-4. Pada terapi onikomikosis, terbinafin 250 mg sehari
selama 12 minggu lebih utama dibandingkan flukonazol 150 mg tiap minggu selama
24 minggu. Pada pitiriasis versikolor digunakan 400 mg dosis tunggal. Pada suatu
penelitian open label randomized meneliti pitiriasis versikolor yang diterapi dengan
400 mg flukonazol dosis tunggal dibandingkan dengan 400 mg itrakonazol, ternyata
flukonazol lebih efektif dibandingkan itrakonazol dengan dosis sama.







5

Varikonazole
Pemberian pada kandidiasis esofageal dimulai dengan dosis oral 200 mg setiap
12 jam untuk berat badan > 40 kg dan 100 mg setiap 12 jam untuk berat badan < 40
kg. Untuk aspergilosis invasif dan penyakit jamur, lainnya yang disebabkan
Scedosporium asiospermum dan Fussarium spp, direkomendasikan loading dose 6
mg/kg IV setiap 12 jam untuk 24 jam pertama, diikuti dengan dosis pemeliharaan 4
mg/kgBB setiap 12 jam dengan pemberian intravena atau 200 mg setiap 12 jam per
oral.

Posakonazol
Posakonazol hanya tersedia dalam bentuk suspensi oral, dapat diberikan
dengan rentang dosis 50-800 mg. Pemberian awal posakonazol dibagi menjadi empat
dosis guna mencapai level plasma adekuat. Pemberian posakonazol dapat juga
diberikan dua kali sehari pada keadaan tidak membahayakan jiwa. Absorbsi
posakonazol lebih baik bila diberikan bersama dengan makanan atau suplemen nutrisi.

Golongan alilamin
Terbinafin
Dewasa Anak-anak
Onikomikosis Kuku tangan : 250 mg/hr x 6
minggu
Kuku kaki : 250 mg/hr x 12
minggu
3-6 mg/khg/hr x 6-12 minggu
a

Tinea kapitis 250 mg/hr x 2-8 minggu Infeksi Trichophyton : 3-6
mg/kg/hr x 2-4 minggu
a

Infeksi Microsporum : 3-6
mg/kg/hr x 6-8 minggu
a

Tinea korporis, tinea kruris 250 mg/hr x 1-2 minggu 3-6 mg/kg/hr x 1-2 minggu
Tinea pedis (mokasin) 250 mg/hr x 2 minggu
b

Dermatitis seboroik 250 mg/hr x 4-6 minggu
b


Golongan polien
Amfoterisin B
Kebanyakan pasien dengan infeksi mikosis dalam diberikan dosis 1-2 gr
amfoterisin B deoksikolat selama 6-10 minggu. Orang dewasa dengan fungsi ginjal
yang normal diberikan dosis 0,6-1,0 mg/kg BB. Sebelum pemberian obat, terlebih
dahulu dites dengan dosis 1 mg amfoterisin B di dalam 50 ml cairan dextrose dan
diberikan selama 1-2 jam (anak-anak dengan berat badan kurang dari 30 kg diberikan
dosis 0,5 mg) kemudian diobservasi dan dimonitor suhu, denyut jantung dan tekanan
darah setiap 30 menit oleh karena pada beberapa pasien dapat timbul reaksi hipotensi
6

berat atau reaksi anafilaksis. Dosis obat dapat ditingkatkan > 1mg/kgBB, tetapi tidak
melebihi 50 mg. Setelah 2 minggu pengobatan, konsentrasi di dalam darah akan stabil
dan kadar obat di jaringan makin bertambah dan memungkinkan obat diberikan pada
interval 48 atau 72 jam.

Pemberian liposomal amfoterisin B biasanya dimulai dengan
dosis 1,0 mg/kg BB dapat ditingkatkan menjadi 3,0-5,0 mg.kgBB atau lebih. Formula
ini harus diberikan intravena dalam waktu 2 jam, jika ditoleransi baik maka waktu
pemberian dapat dipersingkat menjadi 1 jam. Obat ini berikan pada individu selama 3
bulan dengan dosis kumulatif 15 g tanpa efek samping toksik yang signifikan. Dosis
yang dianjurkan adalah 3 mg/kbBB/hari.Dosis yang direkomendasikan untuk
pemberian amfoterisin B lipid kompleks yaitu 5 mg/kgBB dan diberikan intravena
dengan rata-rata 2,5 mg/kbBB/jam. Obat ini pernah diberikan pada individu selama 11
bulan dengan dosis kumulatif 50 g tanpa efek samping toksik yang signifikan.

Dosis
awal amfoterisin B dispersi koloid yaitu 1,0 mg/kgBB diberikan intravena dengan
rata-rata 1 mg/kgBB/jam dan jika dibutuhkan dosis dapat ditingkatkan menjadi 3,0-
4,0 mg/kgBB. Obat ini pernah diberikan pada individu dengan dosis kumulatif 3 g
tanpa efek samping toksik yang signifikan.

Nistatin
Nistatin merupakan antibotik yang digunakan sebagai antijamur, diisolasi dari
Streptomyces nourse pada tahun 1951. Untuk pengobatan kandidiasis oral, nistatin
diberikan tablet nistatin 500.000 unit setiap 6 jam. Suspensi nistatin oral terdiri dari
100.000 unit/ml yang diberikan 4 kali sehari dengan dosis pada bayi baru lahir 1 ml,
infant 2 ml dan dewasa 5 ml.

Golongan ekinokandin
Kaspofungin
Pada pasien aspergilosis, dosis yang dianjurkan 70 mg pada hari pertama dan 50 mg/hari
untuk hari selanjutnya. Setiap dosis harus diberikan intravena melalui infus dalam periode 1
jam. Pasien dengan kerusakan hepar sedang, direkomendasikan dosis kaspofungin diturunkan
menjadi 35 mg.

Mikafungin
Mikafungin diberikan 50 mg/hari atau flukonazol 400 mg/hari secara acak selama enam
minggu.


7

Golongan lain
Flusitosin
Pada orang dewasa dengan fungsi ginjal yang normal, pemberian flusitosin diawali
dengan dosis 100 mg/kg BB perhari, dibagi dalam 4 dosis dengan interval 6 jam namun jika
terdapat gangguan ginjal pemberian flusitosin diawali dengan dosis 25 mg/kgBB


Griseofulvin
Griseofulvin terdiri atas 2 bentuk yaitu microsize (mikrochryristallin) dan
ultramicrosize (ultramicrochrystallin). Bentuk ultramicrosize penyerapannya pada saluran
pencernaan 1,5 kali dibandingkan dengan bentuk microsize.Pada saat ini, griseofulvin lebih
sering digunakan untuk pengobatan tinea kapitis. Tinea kapitis lebih sering dijumpai pada
anak-anak disebabkan oleh Trychopyton tonsurans. Dosis pada anak-anak 20-25 mg/kg/hari
(mikrosize), atau 15-20 mg/kg/hari (ultrasize) selama 6-8 minggu.Dosis griseofulvin
(pemberian secara oral) yaitu dewasa 500-1000 mg/ hari (microsize) dosis tunggal atau
terbagi dan 330-375 mg/hari (ultramicrosize) dosis tunggal atau terbagi.
10
Lama pengobatan
untuk tinea korporis dan kruris selama 2-4 minggu, untuk tinea kapitis paling sedikit selama
4-6 minggu, untuk tinea pedis selama 4-8 minggu dan untuk tinea unguium selama 3-6 bulan.


Anti jamur topikal
Obat anti jamur topikal digunakan untuk pengobatan infeksi lokal pada kulit tubuh yang tidak
berambut (glabrous skin), namun kurang efektif untuk pengobatan infeksi pada kulit kepala
dan kuku, infeksi pada tubuh yang kronik dan luas, serta infeksi pada stratum korneum yang
tebal seperti telapak tangan dan kaki.
Jenis obat topikal yang sering digunakan yaitu :
1. azol-imidazol : ketokonazol, klotrimazol, mikonazol, ekonazol, sulkonazol,
oksikonazol, terkonazol, tiokonazol, sertakonazol
2. alilamin dan benzilamin : naftifin, terbinafin, butenafin
3. polien: nystatin
Beberapa obat topikal tidak termasuk dalam golongan ini namun dapat digunakan untuk
terapi non spesifik seperti golongan keratolitik (asam salisilat) atau antiseptik (gentian violet),
siklopiroks, haloprogin, serta amorolfin.

8

Ekonazol - Ekonazol dapat digunakan untuk pengobatan dermatofitosis dan kandidiasis oral,
kutaneus dan genital. Untuk pengobatan kandidiasis vaginalis diberikan dosis 150 mg yang
dimasukkan ke dalam vagina selama 3 hari berurut-turut. Untuk pengobatan infeksi jamur
pada kulit digunakan ekonazol krim 1 %, dosis.
Mikonazol - Pengobatan infeksi jamur pada kulit digunakan mikonazol krim 2%, dosis dan
lamanya pengobatan tergantung dari kondisi pasien, biasanya diberikan selama 2-4 minggu
dan dioleskan 2 kali sehari.
Ketokonazol - Pengobatan infeksi jamur pada kulit digunakan krim ketokonazol 1%, dosis
dan lamanya pengobatan tergantung dari kondisi pasien, biasanya diberikan selama 2-4
minggu dan dioleskan sekali sehari sedangkan pengobatan dermatitis seboroik dioleskan 2
kali sehari. Pengobatan pitiriasis versikolor menggunakan ketokonazol 2% dalam bentuk
shampoo sebanyak 2 kali seminggu selama 8 minggu.

Sulkonazol - Pengobatan infeksi jamur pada kulit digunakan sulkonazol krim 1%.
Terkonazol - Pengobatan kandidiasis vaginalis yang disebabkan Candida albicans, digunakan
terkonazol krim vagina 0,4% (20 gr terkonazol) yang dimasukkan ke dalam vagina
menggunakan aplikator sebelum waktu tidur, 1 kali sehari selama 3 hari berturut-turut dan
vaginal supositoria dengan dosis 80 mg terkonazol, dimasukkan ke dalam vagina, 1 kali sehari
sebelum waktu tidur selama 3 hari berturut-turut.

Tiokonazol - Untuk infeksi pada kulit digunakan tiokonazol krim 1%, dosis dan lamanya
pengobatan tergantung kondisi pasien
Sertakonazol - dapat digunakan untuk pengobatan dermatofitosis dan candida sp, digunakan
sertakonazol krim 2%, dioleskan 1-2 kali sehari selama 4 minggu.


Golongan alilamin
Naftifin - dapat digunakan untuk pengobatan dermatofitosis dan Candida sp., Untuk
pengobatan digunakan krim naftifin hidroklorida krim 1% dioleskan 1 kali sehari selama 1
minggu.

Terbinafin - Digunakan terbinafin krim 1% yang dioleskan 1 atau 2 kali sehari.

Golongan polien
Nistatin - Untuk pengobatan kandidiasis vaginalis diberikan 1 atau 2 vaginal suppossitoria
(100.000 setiap unitnya) yang diberikan selama kurang lebih 14 hari.
Golongan antijamur topikal lain
9

Asam Undesilenat - Tersedia dalam bentuk salep, krim, bedak spray powder, sabun, dan
cairan. Salep asam undesilenat mengandung 5% asam undesilenat dan 20% zinc undesilenat.
Salep Whitefield - Pada tahun 1970, Arthur Whitefield membuat preparat salep yang
mengandung 12% asam benzoate dan 6% asam salisilat. Kombinasi ini dikenal dengan salep
Whitefield.
Amorolfin - Untuk infeksi jamur pada kulit amorolfin dioleskan satu kali sehari selama 2-3
minggu sedangkan untuk tinea pedis selama 6 bulan. Amorolfin 5% nail lacquaer diberikan
sebagai monoterapi pada onikomikosis ringan tanpa adanya keterlibatan matriks.
Siklopiroks olamin - Untuk pengobatan infeksi jamur pada kulit harus dioleskan 2 kali sehari
selama 2-4 minggu.
Haloprogin - Efektif untuk pengobatan tinea korporis, tinea kruris, tinea pedis dan pitiriasis
versikolor, dengan konsentrasi 1% dioleskan 2 kali sehari selama 2-4 minggu.
Timol - Tidak tersedia preparat komersil; ahli farmakologi mencampur 2-4% timol ke dalam
larutan dasar seperti etanol 95% dan mengendap di dasar botol.
Castellanis paint (carbol fuchsin paint) - Digunakan sebagai terapi tinea pedis, dermatitis
seboroik, tinea imbrikata.
Alumunium Chloride 30% - terapi tinea pedis
Gentian Violet - Solusio gentian violet dengan konsentrasi 0,5-2% digunakan pada infeksi
jamur mukosa.
Potassium Permanganat - Pada pengenceran 1:5000 sering digunakan untuk meredakan
inflamasi akibat kandidiasi intertriginosa.
Selenium Sulphide - Losio 2,5% selenium sulphide untuk terapi pitiriasis versikolor dan
dermatitis seboroik.
Zinc Pyrithione - Sampo zinc pyrithione 1% efektif pada terapi pitiriasis versikolor yang
dioleskan setiap hari selama 2 minggu.
Sodium Thiosulfate dan Salicylic Acid - Solusio 25% sodium thiosulfate dikombinasi dengan
1% salicylic acid tersedia preparat komersial dan digunakan pada tinea versikolor.
Prophylen Glycol - Prophylen glycol (50% dalam air) telah digunakan untuk mengatasi
pitiriasis versikolor.


10

d) Kandidiasis mukokutan kronik
Kandidiasis mukokutan kronis (CMC) mengacu pada sekelompok gangguan
heterogen yang ditandai oleh infeksi superfisial berulang atau persisten pada kulit,
membran mukosa, dan kuku yang disebabkan oleh Candida albicans. Penyakit ini
timbul karena adanya kekurangan fungsi leukosit atau sistem hormonal, biasanya
terdapat pada penderita dengan bermacam-macam defisiensi yang bersifat genetik,
umumnya terdapat pada anak anak. Gambaran klinisnya mirip dengan penderita
dengan defek poliendokrin. Terdapat berbagai macam kondisi yang telah dihubungkan
dengan kandidiasis mukokutan kronik yaitu seperti endokrinopati ( biasanya
hipoparatiroid, hipoadrenalin, dan hipotiroid ), diabetes melitus, vitiligo, dan defisiensi
besi.
Pada pasien dengan kandidiasis mukokutan kronik terdapat defisiensi sel T
yang berfungsi efektif dalam mencegah perkembangan candida, meskipun sel T yang
defisit tidak selalu terdeteksi dalam in vitro. Data penelitan menunjukkan adanya
perubahan dalam produksi sitokin sebagai respon terhadap
antigen Candida. Perubahan ini termasuk penurunan interleukin 2 dan level interferon-
gamma (T
h
1 sitokin) dan peningkatan interleukin 10 dalam beberapa kasus.
Penderita yang kekurangan imunitas sel-T (misalnya, dengan sindrom
defisiensi imun berat) atau pasien dengan sangat terganggu fungsi sel T-nya
(misalnya, pasien dengan AIDS) yang rentan terhadap infeksi kandida kronis. Defek
dalam imunitas humoral tidak umum diamati pada pasien dengan kandidiasis
mukokutan kronik. Terdapat 25-35% dari penderita memiliki imunitas humoral yang
normal, dimana tidak memiliki defek imunitas terhadap terjadinya kandidiasis
mukokutan kronik. Akan tetapi kebanyakan dari penderita kandidiasis mukokutan
kronik memiliki hubungan dengan sindrom APECED (autoimmune
plyendocrinopathy candidiasis ectodermal distrophy ).
Pasien dengan kandidiasis mukokutaneus kronis memiliki infeksi yang
berulang dan progresif terhadap kulit, kuku dan membran mukosa. Manifestasi klinis
nya berupa penebalan pada kuku, terfragmentasi, dan berubah warna, dengan edema
dan eritema yang signifikan dari jaringan periungual sekitarnya. Pada kulit lebih
sering terjadi pada daerah akral dimana ditandai dengan plakat serpiginous,
eritematosa, hiperkeratotik serpiginous.
11

No Syndrome
klinis
Usia Distribusi Lesi Gangguan Endokrin Penyakit Terkait
yang ditemukan
1 Kronik oral
kandidiasis
Semua Mukosa pada lidah,
bibir,rongga bukal,
dan tidak mengenai
kulit dan kuku
Tidak ada Esophagitis
2 Kronik
kandidiasis
dengan
endokrinopati
anak anak Membran mukosa,
kulit,dan kuku
Sering
(hipoadrenal,hipoparatiroid,
atau poliendokrinopati )
Alopesia totalis,
tiroiditis, kronik
hepatis, diabetes
melitus
3 Kandidiasis
Mukokutaneus
kronis
terlokalisasi
anak anak Membran mukosa,
kuku, dan kulit
Tidak ada Infeksi pada paru
paru, esophagitis
4 Kronik difus
kandidiasis
anak anak Mukosa mebran,
kulit, dan kuku
Tidak ada Tidak ada
5 Kronik
kandidiasis
dengan timoma
Dewasa
(setelah
dekade ke 3
)
Membran mukosa,
kuku, dan kulit
Tidak ada Timoma, miastenia
grafis,anemia
aplastik, neutropenia
6 Kronik
kandidiasis
tanpa
endokrinopati
Anak anak Membran
mukosa,kuku,jarang
mengenai kulit
Tidak ada Esophagits, laringitis
Pengobatan untuk kandidiasis mukokutan kronik kurang berespon dalam
penyembuhan dengan menggunakan pengobatan topikal. Lesi yang disebabkan oleh
kandida pada pasien kandidiasis mukokutan kronik pada umumnya berespon terhadap
pengobatan golongan antifungal azole sistemik (itraconazole, fluconazole) atau
terbinafrin. Pengobatan jangka panjang dengan menggunakan ketokonazole dan
itrakonazole telah berhasil dalam mengobati kandidiasis mukokutan kronik. Penderita
yang yang sudah resisten biasanya berespon terhadap amphotericine B dengan atau
tanpa flucytosine. Rekurens bisa saja terjadi dan penggunaan anti fungal harus
digunakan terus menerus.Obat tersebut tidak akan berefek pada imunitas sel mediator
yang abnormal.

12

Fluconazole merupakan standar terapi untuk kandidiasis mukokutan kronik
dengan dosis 100-400mg/ hari. Jika resisten terhadap fluconazole dapat digunakan
voriconazole (200-400mg/hari).

Setiap pasien dengan kandidiasis mukokutan kronik
harus mendapatkan pemeriksaan endokrin sehingga pasien dengan riwayat
endokrinopathy atau memiliki riwayat keluarga terhadap APECED harus dimonitor
secara ketat.


e) Penularan jamur
Cara penularan jamur dapat secara langsung dan secara tidak langsung. Penularan
langsung dapat secara fomitis, epitel, rambut-rambut yang mengandung jamur baik
dari manusia, binatang atau dari tanah. Penularan tak langsung dapat melalui tanaman,
kayu yang dihinggapi jamur, barang-barang atau pakaian, debu atau air.Disamping
cara penularan tersebut diatas, untuk timbulnya kelainan-kelainan di kulit tergantung
dari beberapa faktor :
a) Faktor virulensi dari dermatofita
Virulensi ini tergantung pada afinitas jamur itu, apakah jamur Antropofilik,
Zoofilik atau Geofilik. Dermatofit dapat dibagi menjadi organisme geofilik,
zoofilik dan antropofilik. Organisme geofilik merupakan organisme yang berada di
tanah dan secara sporadik menginfeksi manusia secara kontak langsung dengan
tanah. Infeksi akibat organisme ini biasanya menimbulkan inflamasi. Contohnya
adalah Microsporum gypseum. Zoofilik, spesies yang ditemukan di hewan, juga
ditransmisikan ke manusia.Transmisinya dapat langsung maupun tidak langsung.
Contohnya M. canis pada kucing dan anjing. Infeksi ini juga menimbulkan
inflamasi. Antropofilik menjadikan manusia sebagai host nya, ditransmisikan dari
manusia ke manusia secara kontak langsung. Infeksi geofilik dan zoofilik
menyebabkan lesi yang lebih iritatif dan inflamatif dibandingkan dengan yang
bertransmisi secara antropofili.Selain afinitas ini masing-masing jenis jamur ini
berbeda pula satu dengan yang lain dalam afinitas terhadap manusia maupun
bagian-bagian dari tubuh Misalnya : Trikofiton rubrum jarang menyerang rambut,
Epidermatofiton flokosum paling sering menyerang lipat pada bagian dalam.
b) Faktor trauma
Kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil, lebih susah untuk terserang jamur.

13

c) Faktor-suhu dan kelembaban
Kedua faktor ini sangat jelas berpengaruh terhadap infeksi jamur, tampak pada
lokalisasi atau lokal, di mana banyak keringat seperti lipat paha dan sela-sela jari
paling sering terserang penyakit jamur ini.
d) Keadaan sosial serta kurangnya kebersihan
Faktor ini memegang peranan penting pada infeksi jamur di mana terlihat insiden
penyakit jamur pada golongan sosial dan ekonomi yang lebih rendah, penyakit ini
lebih sering ditemukan dibanding golongan sosial dan ekonomi yang lebih baik.
e) Faktor umur dan jenis kelamin
Penyakit Tinea kapitis lebih sering ditemukan pada anak-anak dibandingkan orang
dewasa, dan pada wanita lebih sering ditemukan infeksi jamur di sela-sela jari
dibanding pria dan hal ini banyak berhubungan dengan pekerjaan. Di samping
faktor-faktor tadi masih ada faktor-faktor lain seperti faktor perlindungan tubuh
(topi, sepatu dan sebagainya) , faktor transpirasi serta pemakaian pakaian yang
serba nilan, dapat mempermudah penyakit jamur ini.

f) Pengobatan pada komplikasi gonore
Pada infeksi gonore yang tidak diobati , bakteri dapat menyebar ke
dalam saluran reproduksi , atau lebih jarang , dapat menyebar ke dalam aliran
darah dan menginfeksi sendi , katup jantung , atau otak .Komplikasi yang
paling umum dari gonorrhea yang tidak diobati adalah penyakit radang
panggul (PID) .PID gonokokal sering muncul segera setelah masa menstruasi .
PID menyebabkan jaringan parut terbentuk di saluran tuba . Jika tuba fallopi
terluka , telur yang dibuahi tidak dapat masuk ke dalam rahim . Jika ini terjadi,
dapat menyebabkan kehamilan ektopik. Komplikasi serius ini dapat
mengakibatkan keguguran dan dapat menyebabkan kematian ibu .Pada pria ,
gonore menyebabkan epididimitis , suatu kondisi yang menyakitkan dari testis
yang dapat menyebabkan infertilitas jika tidak ditangani.Juga , gonore
mempengaruhi kelenjar prostat dan dapat menyebabkan jaringan parut di
saluran urin .
Pada kasus GO dengan komplikasi, pilihan pengobatan yang dapat
diberikan adalah pengobatan oral selama 5 hari sedangkan obat injeksi
diberikan selama 3 hari. Pilihan pengobatan oral tersebut antara lain:
14

tiamfenikol 3,5 gram sekali sehari, atau ofloksasin 400 mg sekali sehari, atau
siprofloksasin 500 mg sekali sehari, atau sefiksim 400 mg peroral sekali sehari.
Sedangkan untuk obat injeksi, preparat yang dapat dipilih adalah kanamisin 2 g
intramuskuler sekali sehari, atau spektinomisin 2 g intramuskuler sekali sehari,
atau seftriakson 1 gr intramuskuler sekali sehari.










Semua rejimen sebelumnya harus dilanjutkan selama 24-48 jam setelah perbaikan dimulai, di
mana terapi waktu dapat beralih ke cefixime 400 mg secara oral dua kali sehari untuk minimal
1 minggu terapi antimikroba.





Terapi untuk meningitis harus dilanjutkan selama 10-14 hari; terapi endokarditis harus
dilanjutkan setidaknya selama 4 minggu. Pengobatan DGI harus dilakukan dalam konsultasi
dengan spesialis penyakit menular.
Disseminated gonococcol infection (DGI)
Recommended regimen
Ceftriaxone 1g IM or IV every 24 hour
Alternative regimen
Cefotaxime 1 g every 8 hours or ceftizoxime 1 g IV
every 8 hours

Gonococcal meningitis or endocarditis
Recommended regimen
Ceftriaxone 1-2 g IV every 12 hours

You might also like