You are on page 1of 15

See, Listen, and Feel

Home Sweet Home


Isi

Rabu, 11 Januari 2012
GAMBARAN FAKTORFAKTOR PREDISPOSISI KEJADIAN PRE-EKLAMPSIA BERAT
DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT KHUSUS IBU DAN ANAK KOTA BANDUNG
TAHUN 2010
Oleh:
Switta Widyawati, S.Kep
Email : cheriwis@yahoo.com
ABSTRAK
Pre-eklampsia berat merupakan penyebab kedua kematian ibu di dunia dan di Rumah Sakit
Khusus Ibu dan Anak Kota Bandung, Pre-eklampsia Berat termasuk kasus penyakit terbanyak.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran faktor-faktor predisposisi pre-eklampsia
berat. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan pendekatan retrospektif
yang menggunakan data sekunder yaitu status pasien. Metode pengambilan sample secara total
sampling. Jumlah sample yang ada hanya 147 status yang diperoleh dari rekam medis di Rumah
Sakit Ibu dan Anak Kota Bandung periode 2010.
Hasil penelitian yang berkaitan dengan faktor-faktor predisposisi pre-eklampsia berat
pada ibu hamil diperoleh: 47,61% ibu dengan usia <18 atau >35 tahun, 100% ibu dengan usia
kehamilan >20 minggu, 31,98% ibu dengan primigravida dan didominasi oleh G2P2A0, 24,5%
ibu dengan riwayat penyakit yang menyebabkan pre-eklampsia berat dan didominasi oleh
penyakit hipertensi, dan 4,76% ibu dengan kondisi obstetri seperti kehamilan multipel, janin
besar, hidrop janin, polihidroamnion, kehamilan mola hidatidosa dan didominasi oleh kehamilan
multipel. Kesimpulannya, penyebab pre-eklampsia berat pada hasil penelitian yaitu usia
kehamilan >20 minggu, olehkarena itu sebaiknya menjelang trimester II-III ibu hamil harus lebih
berhati-hati untuk mencegah komplikasi yang berbahaya dan screening kesehatan sejak awal
kehamilan penting untuk dilakukan.
Kata Kunci : ibu hamil-faktor predisposisi-pre-eklampsia berat
Kepustakaan : 31, 1994-2011
PENDAHULUAN
Indikator derajat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat ditandai dengan besarnya
jumlah kematian ibu, jumlah kematian bayi, dan usia harapan hidup. Sampai saat ini, kematian
ibu masih merupakan salah satu masalah prioritas di bidang kesehatan ibu dan anak di Indonesia
(Nurmalis, dkk, 2007).
Angka kematian ibu merupakan masalah kesehatan yang cukup tinggi dan merupakan
tolak ukur untuk menilai keadaan pelayanan obstetrik, bila angka kematian ibu masih tinggi
berarti pelayanan obstetrik masih buruk sehingga memerlukan perbaikan (Depkes RI, 2005).
Angka Kematian Ibu (AKI) juga merupakan salah satu indikator untuk melihat derajat kesehatan
perempuan dan dijadikan acuan juga dalam penggolongan suatu negara dikatakan negara maju
atau negara berkembang. AKI ini menjadi salah satu target yang telah ditentukan dalam tujuan
pembangunan millineum (tujuan ke-5) yaitu meningkatkan kesehatan ibu (Jakarta -ANTARA
News, 2005).
Indonesia merupakan negara yang mempunyai AKI tertinggi di ASEAN. Tahun 2010,
AKI menjadi 228 per-100.000 (Depkes, 2010) dan ditargetkan pada tahun 2015 turun menjadi
104 per-100.000 kelahiran dan berdasarkan distribusi presentase penyebab kematian ibu
melahirkan diketahui bahwa penyebab kematian ibu yaitu sebesar 28% perdarahan, 24%
eklampsia, 11% Infeksi, 5% abortus, 5% persalinan lama, 3% emboli obat, 8% komplikasi masa
puerperium, 11 % lain lain. Di Provinsi Jawa Barat, angka kematian ibu pada tahun 2010
relatif tinggi yaitu 321 per 100.000 kelahiran (Dinkes Pem.Prov Jabar, 2010).
Pre-eklampsia dan gangguan hipertensi lainnya selama kehamilan menyebabkan 76.000
kematian ibu dan bayi 500.000 setiap tahun. Pada saat diobati pre-eklampsia dapat menyebabkan
hal yang serius, fatal, bahkan komplikasi, bagi ibu dan bayi. Kondisi ini memberikan kontribusi
yang siginifikan terhadap morbiditas neonatal dan penyebab kedua kematian ibu (Yayasan Pre-
eklampsia, 2009) dan pada penelitian Brosnihan (2009) pre-eklampsia memengaruhi tujuh
sampai sepuluh persen dari seluruh kehamilan di Amerika Serikat. Sementara di negara-negara
berkembang seperti Indonesia, kematian ibu yang disebabkan oleh eklampsia dan pre-eklampsia
mencapai 12% dari semua kematian ibu (WHO, 2009). Jadi, dapat dikatakan Pre-eklampsia dan
Eklampsia merupakan penyebab utama kedua kematian ibu yang sampai saat ini belum diketahui
secara pasti etiologinya (Neville, 2001).
Pre-eklampsia merupakan suatu kondisi spesifik kehamilan dimana hipertensi muncul
setelah minggu ke-20 pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan darah normal (Bobak,
Lowdermilk & Jensen, 2005), dengan hasil tekanan darah lebih dari 160/ 110 mmHg, adanya
edema, dan proteinuria lebih dari +2 (Cunningham, 2005). Gangguan ini terjadi hanya selama
kehamilan dan setelah melahirkan dan merupakan kondisi cepat progresif bahwa dampak
beberapa sistem menyebabkan tekanan darah tinggi, penurunan fungsi hati, dalam kasus yang
paling parah dapat mempengaruhi aktivitas otak (kejang) kondisi yang sangat serius (eklampsia).
Pre-eklampsia di bagi menjadi dua bagian, yaitu pre-eklampsia ringan dan berat. Dimana
pre-eklampsia berat merupakan komplikasi dari pre-eklampsia ringan, dan nantinya akan
berisiko untuk kematian janin dan neonatus, dan menyebabkan kematian ibu hamil (Bobak,
Lowdermilk & Jensen, 2005). Pre-eklampsia berat merupakan suatu kondisi dimana tekanan
darah meningkat (sistole 160 mmHg dan diastole ( 110 mmHg) setelah minggu ke 20, disertai
proteinuria dan edema (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2005).
Etiologi dari pre-eklampsia berat belum pasti, tetapi ada beberapa faktor yang
memengaruhi terjadinya pre-eklampsia berat yaitu ibu primigravida, dimana pre-eklampsia
terjadi pada kehamilan pertama. Fierlie (1992) menerangkan bahwa pada kehamilan pertama
pembentukan blocking antibodies terhadap antigen placenta tidak sempurna, dan semakin
sempurna pada kehamilan berikutnya sehingga pre-eklampsia tidak timbul lagi pada kehamilan
berikutnya. Wanita yang baru saja menjadi ibu atau ibu dengan pasangan baru ternyata enam
sampai delapan kali lebih muda berisiko terkena pre-eklampsia dari pada ibu multipara
(Consesus Report, 1990 dalam Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2005), lalu faktor usia, dimana
>35 tahun atau <18 tahun berpengaruh pada kejadian pre-eklampsia berat (Saftlas, 1990 dalam
Bobak, Lowdermilk & Jensen 2005). Faktor penyakit medis yang menyertai kehamilan atau
riwayat seperti: diabetes melitus, hipertensi, penyakit ginjal, penyakit pembuluh darah, penyakit
pembuluh darah kolagen, pre-eklampsia pada kehamilan sebelumnya juga berpengaruh pada
kejadian pre-eklampsia berat (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2005).
Faktor-faktor seperti paritas dan kondisi obstetri perlu dipertimbangkan, apalagi yang
berkaitan dengan peningkatan masa plasenta, komplikasi kehamilan: kehamilan multipel, janin
besar, hidrop janin, polihidroamnion, kehamilan mola hidatidosa (Roberts, 1990 dalam Bobak,
Lowdermilk & Jensen, 2005). Oleh karena itu, wanita perlu dikaji saat kunjungan prenatal dan
tiap kunjungan berikutnya untuk memeriksa apakah ibu mengalami gejala yang mengarah ke
terjadinya peristiwa pre-eklampsia (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2005).
Berdasarkan Utama (2008) tentang Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian
Preeklampsia Berat Pada Ibu Hamil di RSD Raden Mattaher Jambi Tahun 2007, adapun faktor
yang diteliti adalah usia, usia kehamilan, status gravida, dan riwayat penyakit yang diambil dari
medical record, dengan hasil: terdapat hubungan antara usia, usia kehamilan, riwayat penyakit
dengan kejadian pre-eklampsia berat kecuali faktor status gravida dinyatakan tidak ada hubungan
dengan pre-eklampsia berat. Kehamilan mola hidatidosa, hidrop janin, gestasi multijanin
merupakan faktor predisposisi kejadian pre-eklampsia berat (Wiknjosastro, 2005 dalam Utama,
2008). Penelitian Rozikhan (2008) tentang Faktor-Faktor Risiko Terjadinya Preeklampsia Berat
Di Rumah Sakit Dr. H. Soewondo Kendal, diketahui faktor yang berhubungan dengan pre-
eklampsia berat salah satunya adalah paritas sebesar 4,75 kali. Pada penelitiannya, faktor
kenaikan berat badan tidak diteliti karena dapat dikurangi atau dicegah dengan diagnosis dini
(Cunningham, 2005 dalam Utama, 2008). Ibu yang memiliki pre-eklampsia ringan sebelumnya
juga dapat menjadi faktor penyebab terjadinya pre-eklampsia berat, tetapi hal ini pasti terjadi
karena pre-eklampsia berat merupakan perkembangan penyakit dari pre-eklampsia ringan
(Cunningham, 2005). Akibat dari pre-eklampsia berat adalah kematian intrauterin dan mortalitas
perinatal yaitu insufisiensi plasenta dan solusio plasenta. Retardasi dalam rahim (IUGR) juga
sering dijumpai pada bayi yang ibunya menderita pre-eklampsia (Robert, 1990 dalam Bobak,
Lowdermilk & Jensen, 2005). Menurut Cunningham (2005) sejumlah gangguan hasil perinatal
secara substantif meningkat pada kehamilan yang mengalami penyulit kehamilan dan pada janin,
pre-eklampsia bisa menyebabkan berat badan lahir rendah, keguguran, dan lahir prematur. Pre-
eklampsia berat juga dapat menyebabkan sindrom anti fosfolipid dan penyakit periodontal
(Boggess and other, 2003). Hasil penelitian Setyorini (2007) di Rumah Sakit Panti Rapih
Yogyakarta dalam kurun waktu 1 Januari 2000 sampai dengan 31 Desember 2006, menyatakan
bahwa ibu dengan pre-eklampsia ringan memiliki risiko untuk terjadi kelahiran preterm sebesar
3,33 kali, sedangkan pre-eklampsia berat/eklampsia sebesar 3,66 kali dan 95% CI risiko pre-
eklampsia/eklampsia terhadap kelahiran preterm dibanding dengan ibu yang tidak
preeklampsia/eklampsia.
Tindakan untuk menyembuhkan preeklampsia biasanya dengan persalinan bayi, namun
apabila janin/ bayi belum cukup bulan terdapat kecenderungan untuk menunda persalinan. Hal
ini membahayakan pada preeklampsia berat, karena dapat menyebabkan kematian janin.
Padahal, bagi janin yang masih muda ada kemungkinan untuk bisa hidup jika dikelola dengan
baik di unit perawatan intensif khusus neonatal dan dapat lebih besar kemungkinan hidupnya bila
janin dibiarkan dalam uterus (Cunningham, 1995).
Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak Kota Bandung, Kelurahan Nyengseret, Kecamatan
Astana Anyar Bandung merupakan salah satu rumah sakit bersalin Pemerintah Jawa Barat dan
terdaftar dalam Depkes. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit bersalin yang berada di bawah
RSUP Hasan Sadikin dan memiliki tujuan, salah satunya adalah menurunkan angka kematian ibu
dan angka kematian bayi.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan November 2010-Januari
2011, didapatkan bahwa menurut buku profil Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak Kota Bandung
tahun 2008, preeklampsia berat masih masuk dalam peringkat ke tujuh dari sepuluh besar kasus
terbanyak dan pada tahun 2009 juga, pre-eklampsia berat masuk ke dalam peringkat ke lima dari
10 penyakit terbanyak pada pasien jamkesmas dan masuk dalam peringkat ke sembilan penyebab
kematian bayi. Dimana pada tahun 2009 juga pre-eklampsia berat masuk dalam peringkat ke
tujuh dan sembilan dari 10 kasus terbanyak dari ruang rawat inap yang ada di RS tersebut.
Berdasarkan data yang diambil dari medical record, status pasien, dan buku registrasi
mengenai kejadian pre-eklampsia berat di Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak Kota Bandung
selama tahun 2010, didapatkan bahwa dari 2.794 orang pasien dalam kota dan luar kota yang
dirawat di Ruang Rawat Inap terdapat 225 orang dirawat karena kejadian pre-eklampsia berat,
dari 3561 yang bersalin Di Ruang VK terdapat 125 pasien yang mengalami persalinan dengan
preeklampsia berat, dan dari 4099 pasien yang ditangani di Ruang Instalasi Gawat Darurat
didapatkan bahwa di ada 349 pasien yang datang karena kejadian pre-eklampsia berat. Dilihat
dari perkembangan setiap bulan (bulan Januari-Desember 2010), ternyata setiap bulannya terjadi
kekonsistenan jumlah pasien yang datang karena pre-eklampsia berat ataupun bisa dikatakan
tidak ada penurunan yang drastis.
Dilihat dari data statistik ruang rawat inap saja, didapatkan bahwa angka kejadian pre-
eklampsia ringan jauh lebih rendah dibandingkan dengan persalinan dengan pre-eklampsia berat,
perbandingan persalinan pre-eklampsia ringan dengan pre-eklampsia berat dari tahun 2010
(Januari-Desember) adalah 42 : 184 = 21 : 92. Perbandingan kehamilan pre-eklampsia ringan
dengan kehamilan pre-eklampsia berat dari tahun 2010 (Januari-Desember) adalah 13 : 41.
Dimana sangat diharapkan bahwa saat terjadinya kehamilan dengan pre-eklampsia ringan, pasien
dapat tertangani sehingga pre-eklampsia berat tidak terjadi. Dari perawat setempat menyatakan
setiap pasien berisiko untuk mengalami peningkatan tekanan darah kira-kira satu bulan setelah
melahirkan, maka dari itu setiap pasien diberi dopamet ketika mau pulang. Pre-eklampsia dilihat
dari protein urine, jika protein urine-nya negatif (-) pasien boleh pulang, tetapi jika protein urine
positif dua (++), pasien masih harus dirawat inap. Jika memungkinkan, pasien melahirkan
dengan cara spontan, tetapi jika tidak biasanya sectio saecar.
Dari hasil pengamatan yang tertera pada medical record, diperoleh data bahwa sebagian
besar para ibu yang mengalami pre-eklampsia berat berada pada usia >35 tahun ada 32,2%, usia
<18 tahun ada 8,4%, usia 18-35 tahun ada 59,4%. Hampir seluruh (100%) ibu hamil mengalami
saat usia kehamilan 9 bulan, sebagian besar primigravida, dan hanya sedikit ibu memiliki riwayat
penyakit dan kondisi obstetri komplikasi yang mungkin menjadi beberapa faktor yang
memengaruhi kejadian pre-eklampsia berat. Berdasarkan wawancara dengan tenaga kesehatan
setempat, didapatkan informasi belum ada laporan terperinci mengenai faktor penyebab pre-
eklampsia.
Berdasarkan fenomena di lapangan, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang faktor-
faktor predisposisi terjadinya pre-eklampsia berat dari ruang lingkup ruang rawat inap di Rumah
Sakit Khusus Ibu dan Anak Kota Bandung bulan JanuariDesember 2010, karena etiologinya
belum pasti dan ketika dilihat dari data statistik angka kejadian ini masih ada, sehingga hasil
penelitian dapat dijadikan data pencegahan oleh pihak rumah sakit dan ibu hamil agar kejadian
pre-eklampsia berat tidak meningkat jauh lebih tinggi lagi dengan cara menghindari faktor
predisposisinya. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk membuat suatu penelitian dengan judul :
Gambaran Faktor-Faktor Predisposisi Kejadian Pre-Eklampsia Berat di Ruang Rawat Inap,
Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak Kota Bandung Tahun 2010 dengan mengambil data dari
medical record saja.
BAHAN DAN CARA
Jenis Penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah DeskriptifKuantitatif, yaitu metode
penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang
suatu keadaan secara objektif (Notoadmodjo, 2005), dimana penelitian ini untuk mencari
gambaran faktor-faktor kejadian Pre-eklampsia berat baik pada saat kehamilan maupun pada saat
persalinan. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan penelitian
Berdasarkan data yang diambil dari medical record, status pasien, dan buku registrasi
mengenai kejadian pre-eklampsia berat di Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak Kota Bandung
selama tahun 2010, didapatkan bahwa dari 2.794 orang pasien dalam kota dan luar kota yang
dirawat di Ruang Rawat Inap terdapat 225 orang dirawat karena kejadian pre-eklampsia berat,
dari 3561 yang bersalin Di Ruang VK terdapat 125 pasien yang mengalami persalinan dengan
preeklampsia berat, dan dari 4099 pasien yang ditangani di Ruang Instalasi Gawat Darurat
didapatkan bahwa di ada 349 pasien yang datang karena kejadian pre-eklampsia berat. Dalam
penelitian ini, sample ada 225 status pasien yang pernah mengalami kejadian pre-eklampsia
berat. Ruang Lingkup: Ruang Rawat Inap, Tahun 2010 dan peneliti menggunakan teknik total
sampling.
Peneliti mengumpulkan data dengan suatu instrumen yaitu kuesioner tertutup, dimana
peneliti menulis langsung data pada kolom yang tersedia dengan membuka status pasien. Peneliti
mengisi sendiri kuesioner. Setelah itu, jawaban dibuat dengan memberikan koding yaitu nilai 1
untuk jawaban ya (berisiko), dan nilai 0 untuk jawaban tidak (tidak berisiko). Hasilnya, akan
dipresentasikan faktor-faktor yang menyebabkan kejadian pre-eklampsia berat (Sugiyono, 2003).
Namun, sebelumnya diuji dulu kevaliditasannya. Instrumen yang telah dinyatakan baku ini,
diperbanyak sesuai dengan jumlah sample yaitu 225 status (dengan memakai total sample).
Kemudian kuesioner yang telah diisi dikumpulkan dan dicek kelengkapannya oleh peneliti untuk
diolah dan dianalisis dalam analisa univariat. Setelah penelitian dilakukan, peneliti melakukan
analisis dan membuat laporan hasilnya di Bab IV.
Adapun tahap penelitian terdiri dari:
Tahap persiapan:
1. Pemilihan Lahan Penelitian
2. Pendekatan instansi
3. Study Pendahuluan
4. Study Kepustakaan
5. Penyusunan Proposal Penelitian
6. Seminar Proposal
7. Perbaikan Proposal berdasarkan saran seminar
8. Uji Instrumen

Tahap Pelaksanaan Penelitian:
1. Mencatat semua nomor status Ibu yang pernah dirawat di ruang rawat inap karena kejadian pre-
eklampsia berat selama tahun 2010
2. Pencarian status oleh pihak medical record
3. Mencatat data dari status-status tersebut (pengisian kuesioner)
4. Pengolahan data dan analisa data
5. Pembahasan

Tahap Akhir:
1. Penyusunan laporan Penelitian
2. Penyajian hasil penelitian
3. Sidang
4. Perbaikan lapotan berdasarkan sidang
Etika penelitian dalam penelitian ini:
1. Pengantar kegiatan riset ke pihak rumah sakit
2. Pernyataan tujuan riset
3. Pemilihan tujuan riset
4. Penjelasan prosedur penelitian
5. Jaminan anomity (confidentiality), dimana peneliti menjanjikan untuk menjaga kerahasiaan dan
identitas responden
(Burns dan Grove, 1996 dalam Hamid, 2007)

Penelitian dilakukan dari awal bulan Maret sampai dengan awal bulan April 2011 di
Ruang Medical Record Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak Kota Bandung dengan mencatat 225
nomor medrek terlebih dahulu di Ruang Rawat Inap.
HASIL

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Faktor Usia Pada Pre-eklampsia Berat di Ruang Rawat Inap,
RSKIA Kota Bandung Tahun 2010
Usia
Total

f


%
<18 atau >35 70 47,61%
18-35 tahun 77 52,39%
Jumlah 147 100,0%

Berdasarkan tabel 1 diatas diketahui bahwa dari 147 ibu yang mengalami kejadian pre-
klampsia berat terdapat sebagian besar dari responden berusia 18-35 tahun yaitu 77 orang
(52,39%).
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Faktor Usia Kehamilan Pada Pre-eklampsia Berat di Ruang Rawat
Inap, RSKIA Kota Bandung Tahun 2010
Usia
Total
f %
>20minggu 147 100,0% <20
minggu 0 0%
Jumlah 147 100,0 %

Pada tabel 2 dinyatakan bahwa faktor predisposisi kejadian pre-eklampsia berat dilihat
dari usia kehamilan adalah keseluruhan responden. 147 orang (100%) ibu hamil mengalami
kejadian pre-eklampsia berat saat usia kehamilan >20 minggu atau trimester II/III.

Tabel 3 Distribusi Frekuensi Faktor Status Gravida Pada Preeklampsia Berat di Ruang Rawat
Inap, RSKIA Kota Bandung Tahun 2010

Status Gravida
Total

f
%
Primigravida 47 31,98%
Multigravida 100 68,02%
Jumlah 147 100,0%
Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa sebagian besar ibu hamil yaitu sebanyak 100 orang
(68,02%) yang mengalami kejadian pre-eklampsia berat, berstatus multigravida.

Tabel 3.1 Distribusi Frekuensi Faktor Status Gravida Paling Dominan Pada Pre-eklampsia Berat
di Ruang Rawat Inap, RSKIA Kota Bandung Tahun 2010
Status Gravida
Total
f %
G2P1A0 33 22,44%
G3P2A0 31
21,08% G4P3A0
16 10,88% G5P4A0
8 5,44% G6P5A0
6 4,08% G7P6A0 2
1,36% G8P6A0 4
2,72%
Jumlah 100 68,02%

Pada tabel 3.1 dapat diketahui kejadian pre-eklampsia berat didominasi oleh ibu berstatus
G2P1A0, sebanyak 33 orang (22,44%).

Tabel 4 Distribusi Frekuensi Faktor Riwayat Penyakit Pada Pre-eklampsia Berat di Ruang Rawat Inap,
RSKIA Kota Bandung Tahun 2010
Riwayat Penyakit
Total
f %
Riwayat Penyakit yang
menyebabkan Pre-eklampsia Berat 36 24,50%

Tidak memiliki Riwayat
Penyakit yang menyebabkan 111 75,5%
Pre-eklampsia Berat
Jumlah 147 100,0%

Berdasarkan tabel 4 diketahui bahwa sebagian besar ibu hamil yang mengalami kejadian
pre-eklampsia berat yaitu 111 orang (75,5%) tidak memiliki riwayat penyakit seperti diabetes
melitus, hipertensi, penyakit ginjal, penyakit pembuluh darah, penyakit pembuluh darah kolagen.




Tabel 4.1 Distribusi Penyakit yang Paling Dominan Pada Kejadian Pre eklampsia Berat di
Ruang Rawat Inap, RSKIA Kota Bandung Tahun 2010







Pada tabel 4.1
diketahui bahwa penyakit paling dominan yang ada pada kejadian pre-eklampsia berat adalah
penyakit hipertensi sebanyak 34 orang (23,12%), dapat dilihat pada lampiran 5.

Tabel 5 Distribusi Frekuensi Faktor Kondisi Obstetri Pada Pre-eklampsia Berat di Ruang Rawat
Inap, RSKIA Kota Bandung Tahun 2010
Kondisi Obstetri
Total
f %
Kondisi Obstetri yang
menyebabkan Pre-eklampsia berat 7 4,76%
Tidak memiliki Kondisi
Obstetri yang menyebabkan pre-
eklampsia berat 140 95,24%
Jumlah 147 100,0%

Riwayat Penyakit
Total


f %
Hipertensi 34 23,12% Diabetes
melitus 1 0,68% Penyakit
Jantung 1 0,68%
Jumlah 36 24,50%
Berdasarkan tabel 5 diketahui bahwa hampir seluruh ibu hamil yang mengalami kejadian
pre-eklampsia berat tidak memiliki kondisi kehamilan multipel, janin besar, hidrop janin,
polihidroamnion, kehamilan mola hidatidosa yaitu 121 orang (82,32%) dari 147 ibu hamil pre-
eklampsia berat.

Tabel 5.1 Distribusi Penyakit yang Paling Dominan Pada Kejadian Pre-eklampsia Berat di
Rawat Inap, RSKIA Kota Bandung Tahun 2010
Kondisi Obstetri
Total
f %
Gemeli/ Kehamilan
Multipel
7 4,76%
Jumlah 7 4,76%

Pada tabel 5.1 diketahui bahwa kondisi obstetri yang paling dominan adalah ibu dengan
kehamilan multipel (gemeli), yaitu sebanyak 7 orang (4,76%), dapat dilihat pada lampiran 5.
DISKUSI
Gangguan hipertensi kehamilan menjadi komplikasi medis yang paling umum dilaporkan
selama kehamilan (Martin, 2002). Salah satu penyakit yang paling berkontribusi secara
signifikan untuk menyebabkan morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal, adalah pre-
eklampsia. Pre-eklampsia umumnya memengaruhi 5% sampai 10% dari seluruh kehamilan
(American Academy of Pediatrics and American College of Obstetricians and Gynecologists,
2007). Tidak ada profil yang mengidentifikasi wanita yang akan menderita pre-eklampsia.
Tetapi, ada beberapa risiko tertentu yang dikatakan berkaitan dengan perkembangan penyakit,
seperti primigravida, grand multi gravida, janin besar, kehamilan dengan janin lebih dari satu,
dan morbid obesitas dan faktor- faktor seperti usia, paritas, dan lokasi geografis perlu diwaspadai
(Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2005).
Faktor risiko yang pertama adalah faktor usia. Hasil penelitian ini menyatakan 52,39%
ibu yang mengalami pre-eklampsia berat berusia 1835 tahun, sedangkan yang berusia <18
tahun atau >35 tahun berjumlah 47,61%. Hasil penelitian ini berbeda dengan pernyataan Saftlas
(1990) dalam Bobak, Lowdermilk & Jensen (2005) bahwa wanita yang berumur <18 tahun atau
>35 tahun mempunyai insidensi pre-eklampsia yang lebih tinggi secara bermakna. Dimana usia
yang <18 tahun dan >35 tahun memang masuk dalam kategorik kehamilan berisiko tinggi. Salah
satu hal yang mungkin menyebabkan perbedaan ini adalah adanya faktor predisposisi lainnya
yang menyebabkan kejadian pre-eklampsia berat, selain faktor usia.
Dalam penelitian Dly (2011) tentang Angka Kejadian dan Karakteristik Pasien Pre-
eklampsia Berat Berulang di Bagian Obstetri dan Ginekologi RSMH (Rumah Sakit Umum
Mohammad Hoesin) Palembang Periode Januari 2009-September 2010, dinyatakan bahwa usia
20-35 tahun (usia produktif) memiliki jumlah terbanyak yang menderita pre-eklampsia berat.
Dalam penelitian Arfian (2002) tentang Perbandingan Indeks Pulsasi Arteri Umbilikalis Pada Ibu
Normal dan Ibu Pre-Eklampsia Berat dinyatakan bahwa kejadian pre-eklampsia berat didominasi
oleh usia 21-34 (79,2%), usia 20 tahun sebesar 2,1% dan 35 tahun sebesar 18,8% dan tidak
disebutkan penyebab dari perbedaan hasil penelitian dengan teori yang dipakainya (pre-
eklampsia terjadi pada usia 20 tahun dan 35tahun). Menurut American College of
Obstetricians and Gynecologist (2002), ditemukan teori lain yang menyatakan bahwa pre-
eklampsia terjadi pada saat usia <19 tahun atau >40 tahun.
Usia terlalu muda dan terlalu tua merupakan faktor risiko terjadinya pre-eklampsia berat,
dan hal ini akan meningkatkan kejadian pre-eklampsia berat. Usia yang muda belum siap secara
psikis karena adanya faktor imunologis, sedangkan pada usia lanjut terdapat adanya hubungan
dengan hipertensi esssensial. Dimana usia ini juga berhubungan dengan teori iskemia implantasi
plasenta, bahwa trofoblas diserap ke dalam sirkulasi, lalu sensitivitas terhadap angiotensin II,
rennin, aldosteron meningkat, lalu terjadi spasme pembuluh darah, dan tahanan terhadap garam
dan air (Dly, 2011).
Usia merupakan faktor yang cukup penting. Utama (2008) juga menyatakan bahwa ibu
hamil yang masih berusia muda mengalami ketidakteraturan tekanan darah dan cenderung tidak
memperhatikan kehamilannya, ditambah psikis yang belum siap, sehingga akan meningkatkan
tekanan darah dan terjadi hipertensi. Ibu hamil dengan usia >35 cenderung mengalami
penurunan fungsi organ tubuh, seperti fungsi hati, ginjal, jantung, dan akan lebih mudah
mendapatkan penyakit-penyakit. Pada usia 35 tahun ini, berisiko tinggi baik dalam kehamilan,
maupun persalinan. Untuk itu diperlukan konseling, dan pemeriksaan antenatal care yang teratur
(Utama, 2008).
Faktor yang kedua adalah usia kehamilan, dimana pada penelitian ini, pre-eklampsia
berat terjadi di usia kehamilan >20 minggu pada keseluruhan responden yaitu: 100%. Hasil
penelitian ini sejalan dengan teori Bobak, Lowdermilk dan Jensen (2005) yaitu Pre-eklampsia
biasanya terjadi pada usia kehamilan setelah minggu ke 20 atau lebih dari 5 bulan (Trimester II-
III)
Pada kondisi kehamilan normal terjadi proses apoptosis yang berperan dalam pergantian
sitotrofoblas dan pembaruan permukaan sinsitium dari villi korialis, lalu dikeluarkan protein Bcl-
2 yang berperan untuk menghambat apoptosis. Tetapi karena eksresi protein Bcl-2 menurun,
maka proses apoptosis pada sel sinsitiotrofoblas plasenta meningkat, sehingga terjadi pre-
eklampsia berat atau dapat dikarenakan oleh penyempitan arteri spiralis sampai 200, sedangkan
pada kehamilan normal arteri spiralis, yaitu 500, menyebabkan penghambatan respon yang
adekuat terhadap peningkatan aliran darah, jadi perfusi plasenta yang menurun akan berdampak
lepasnya radikal bebas dan iskemia plasenta yang merangsang peningkatan apoptosis. Semua
kejadian yan disebutkan diatas terjadi seiring dengan makin tuanya usia kehamilan (Arfian,
2002). Hal ini menyebabkan pre-eklampsia sering terjadi pada kehamilan aterm Wiknjosastro
(2002) dalam Utama (2008).
Pelaporan Parkland Hospital dalam Arfian (2002) menyatakan bahwa pre-eklampsia
terjadi pada kelompok usia kehamilan 32 minggu (preterm), sebanyak 10%, sedangkan sisanya
terjadi pada kelompok usia kehamilan 36 minggu (aterm). Ibu yang mengalami pre-eklampsia
berat berisiko 26,270 kali ketika usia kehamilan 28 minggu daripada yang berusia kehamilan
28 minggu (Utama, 2008). Oleh karena itu, menurut ACOG (2002), Report (2000), Group
(2000) dalam Bobak, Lowdermilk & Jensen (2005), sebaiknya menjelang trimester II-III ibu
hamil harus lebih berhati-hati untuk mencegah komplikasi yang lebih berbahaya lagi, karena pre-
eklampsia berkontribusi signifikan untuk intra uterin fetal death (IUFD), dan mortalitas perinatal.
Faktor selanjutnya adalah status gravida, hasil penelitian ini didapatkan kejadian pre-
eklampsia berat pada ibu primigravida sebesar 31,88 %, sedangkan pada ibu multigravida
sebesar 68,02%. Dimana, pada kehamilan yang kedua paling dominan ditemukan daripada
kehamilan selanjutnya. Hal ini berbeda dengan teori yang menyatakan bahwa insidensi pre-
eklampsia terjadi pada kehamilan pertama sebesar 85% (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2005).
Menurut Consesus Report (1990), dalam Bobak, Lowdermilk & Jensen (2005) Ibu dengan
pasangan baru atau wanita yang baru menjadi ibu ternyata dikatakan memiliki risiko enam kali
sampai delapan kali lebih mudah terkena pre-eklampsia daripada ibu multipara. Insidensi untuk
kejadian pre-eklampsia berat pada kehamilan pertama hanya 3,9%, kehamilan kedua 1,7 %, dan
kehamilan ketiga 1,8%.
Namun dari penelitian Dly (2011) tentang Angka Kejadian dan Karakteristik Pasien Pre-
eklampsia Berat Berulang di Bagian Obstetri dan Ginekologi RSMH (Rumah Sakit Mohammad
Hoesin) Palembang Periode Januari 2009-September 2010, didapatkan hasil pre-eklampsia berat
paling banyak terjadi pada ibu dengan multigravida yaitu sebanyak 69 orang (69,7%). Lalu,
penelitian Utama (2008) tentang Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian
Preeklampsia Berat Pada Ibu Hamil di RSD Raden Mattaher Jambi Tahun 2007, didapatkan hasil
bahwa dari 85 ibu yang mengalami kejadian pre-eklampsia berat terdapat 61,2% ibu
multigravida, sedangkan dari 85 ibu yang tidak mengalami kejadian pre-eklampsia berat terdapat
63,5% terjadi pada multigravida, dan berdasarkan uji chi square dinyatakan tidak terdapat
hubungan bermakna antara status gravida dengan kejadian pre-eklampsia berat. Menurut
penelitian Artikasari (2009) tentang Hubungan antara Primigravida dengan Angka Kejadian Pre-
eklampsia/Eklampsia Di RSUD Dr. Moewardi Surakarta Periode 1 Januari 31 Desember 2008
didapatkan hasil bahwa primigravida hanya memiliki peluang sebesar 1,458 kali terkena pre-
eklampsia/ eklampsia dibandingkan dengan yang bukan primigravida.
Teori Bobak, Lowdermilk dan Jensen (2000) dalam Utama (2008) menyatakan pre-
eklampsia sering terjadi pada primigravida, khususnya primigravida muda, tetapi teori Bobak,
Lowdermilk, dan Jensen (2005) juga mengatakan bahwa pre-eklampsia bisa terjadi pada
multiparitas berusia lebih tua (>35 tahun). Jadi, tidak semua primigravida mengalami pasti pre-
eklampsia, karena dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor predisposisi lainnya (Manuaba, 1998
dalam Utama, 2008).
Oleh karena itu, ibu yang mengalami kehamilan, baik itu primigravida ataupun
multigravida sebaiknya melakukan pemeriksaan antenatal care secara teratur untuk mendeteksi
diri secara dini tanda-tanda dari pre-eklampsia berat, sehingga memperoleh penanganan yang
semestinya (Utama, 2008).
Faktor yang ke-empat adalah faktor riwayat penyakit, dimana hasil penelitian ini terdapat
24,5% ibu yang mengalami pre-eklampsia berat memiliki riwayat penyakit, sedangkan yang
tidak memiliki riwayat penyakit sebesar 75,5%. Dimana riwayat penyakit yang paling dominan
dialami pada kejadian pre-eklampsia berat adalah hipertensi. Hasil penelitian ini berbeda dengan
teori yang menyatakan bahwa proses penyakit penyakit pembuluh darah kolagen, penyakit
pembuluh darah, penyakit ginjal, ibu yang mempunyai riwayat penyakit hipertensi, dan ibu yang
pernah mengalami pre-eklampsia berat pada kehamilan sebelumnya dapat menjadi faktor risiko
terjadinya pre-eklampsia berat (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2005). Perbedaan ini terjadi
mungkin karena ibu tidak pernah melakukan pemeriksaan kesehatan sebelumnya (screening
penyakit) yang menyebabkan sang ibu tidak tahu penyakit yang dialaminya atau kecenderungan
masyarakat Indonesia yang akan datang ke pelayanan kesehatan jika telah mengalami tanda dan
gejala penyakit, selain itu relatif penyakit akan timbul pada usia tua, maka ketika perawat
bertanya dan mencatat dalam status pasien, sang ibu mengatakan tidak memiliki salah satu di
antara riwayat penyakit ginjal, jantung, diabetes mellitus, dan sebagainya (Bobak, Lowdermilk &
Jensen, 2005).
Menurut Utama (2008), riwayat penyakit hanya memiliki 2,786 kali untuk
menyebabkan kejadian pre-eklampsia berat. Maka dari itu, sebaiknya perawat memulai
wawancara secara detail untuk mengklarifikasi, memperluas, atau melengkapi formulir. Riwayat
kesehatan dapat ditanyakan kembali, khususnya jika terdapat diabetes mellitus, penyakit ginjal,
dan hipertensi, juga riwayat keluarga perlu sekali untuk digali, untuk mengetahui adanya riwayat
pre-eklampsia atau penyakit hipertensi, diabetes mellitus, dan penyakit kronis lain sebagai
pencetus pre-eklampsia berat (Rozikhan, 2007).
Faktor yang kelima adalah kondisi obstetri. Dalam penelitian ini kejadian pre-eklampsia
berat dialami oleh 4,76% ibu hamil yang memiliki kondisi obstetri yang berisiko (seperti
kehamilan multipel, janin besar, hidrop janin, polihidroamnion, kehamilan mola hidatidosa) dan
yang tidak berisiko sebesar 95,24%. Dimana, kondisi obstetri yang paling dominan adalah
kehamilan multipel (gemeli). Hasil penelitian ini berbeda dengan teori Roberts (1990) dalam
Bobak, Lowdermilk & Jensen (2005) yang menyatakan bahwa kondisi obstetri yang berkaitan
dengan peningkatan massa plasenta, seperti kehamilan multipel, janin besar, hidrop janin,
polihidroamnion, kehamilan mola hidatidosa membuat risiko gejala pre-eklampsia menjadi lebih
tinggi. Perbedaan ini terjadi karena faktor risiko yang ada pada ibu hamil tidak selalu sama, tidak
semua ibu yang mengalami pre-eklampsia berat datang dengan kondisi obstetri yang mengalami
komplikasi, mungkin ada faktor predisposisi yang lainnya, tetapi ibu yang mengalami kondisi
obstetri yang komplikasi pasti berisiko mengalami kejadian pre-eklampsia berat. Hal ini
didukung oleh pernyataan ACOG (2002), Egerman & Sinbai (1999), Walker (2000), dalam
Bobak, Lowdermilk dan Jensen (2005) bahwa insidensi pre-eklampsia terjadi pada ibu yang
mengalami anomaly rahim yang berat hanya ada 25%-30%, sedangkan ibu hamil dengan janin
lebih dari satu hanya ada 14 sampai 20%. Oleh karena itu, sebaiknya ibu hamil melakukan
pendeteksian secara dini agar tidak terjadi komplikasi pada kondisi obstetri yang menyebabkan
terjadinya pre-eklampsia berat

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian pada ibu dengan kejadian pre-eklampsia berat di ruang rawat
inap, Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak Kota Bandung tahun 2010 dapat disimpulkan bahwa:
- Sebagian besar dari ibu yang mengalami kejadian pre-eklampsia berat berusia 18-35 tahun
- Seluruh ibu yang mengalami kejadian pre-eklampsia berat, mengalami kejadian saat usia
kehamilan >20 minggu
- Sebagian besar ibu yang mengalami kejadian pre-eklampsia berat berstatus multigravida, dengan
didominasi oleh kehamilan kedua (G2P1A0)
- Sebagian besar ibu yang mengalami kejadian pre-eklampsia berat, tidak memiliki riwayat
penyakit, dengan didominasi oleh penyakit hipertensi
- Hampir seluruh ibu yang mengalami kejadian pre-eklampsia berat, tidak memiliki kondisi
obstetri yang berkomplikasi untuk meningkatkan kejadian pre-eklampsia berat, dengan
didominasi oleh kehamilan ganda (Gemeli)
Jadi, faktor yang paling tinggi presentasinya dan mendukung terhadap teori adalah usia
kehamilan yaitu >20 minggu.

SARAN

Bagi Masyarakat
- Deteksi dini atau screening perlu dilakukan ibu hamil untuk mengetahui sejak dini ibu yang
berpotensi tinggi berisiko terjadi pre-eklampsia berat agar dapat berada pada wilayah binaan atau
pengawasan tenaga kesehatan.
- Bagi ibu hamil yang telah didiagnosa mengalami hipertensi/ pre-eklampsia ringan diharapkan
melakukan antenatal care lebih sering agar tidak terjadi pre-eklampsia berat atau komplikasi
selanjutnya.

Bagi Rumah Sakit
- isarankan bahwa tenaga kesehatan dapat mengetahui kelompok ibu yang mempunyai faktor
predisposisi terjadinya pre-eklampsia berat.
- Pelayanan kesehatan yang lebih baik diharapkan dapat menangani pencegahan pre-eklampsia
berat yang akan menekan angka kematian ibu dan bayi, karena terapi yang paling efektif adalah
pencegahan, jadi perawat dapat berperan juga sebagai advokat, untuk meningkatkan pendidikan
masyarakat dan mempermudah untuk mendapatkan perawatan antenatal. Peran perawat sebagai
pendidik penting untuk memberi informasi kepada ibu tentang kondisi ibu dan
tanggungjawabnya dalam memberi penanganan pada pre-eklampsia, baik di rumah maupun di
rumah sakit.

Bagi Penelitian Selanjutnya
- Peneliti selanjutnya dapat menggali lagi faktor-faktor lain seperti faktor eksternal (geografis,
nutrisi, dan lain sebagainya) yang mungkin dapat menyebabkan kejadian pre-eklampsia berat.

DAFTAR PUSTAKA
Al Rasyid, H. 1994. Teknik Penarikan Sampel dan Penyusunan Skala Program Pascasarjana.
Bandung: Universitas Padjadjaran
Arfian, S. 2002. Perbandingan Indeks Pulsasi Arteri Umbilikalis pada Pre-eklampsia dan Kehamilan
Normal. Surabaya: Fak.Universitas Airlangga, RSUD Dr.Soetomo (diakses dari
www.scribd.com/Perbandingan-Indeks-Pulsasi-Arteri-Umbilikus-Pada-Preeklampsia-dan
kehamilan Normal tanggal 16 Juni 2011)
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka
Cipta
. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka
Cipta
Artikasari, K. 2009. Hubungan Antara Primigravida Dengan Angka Kejadian Preeklampsia/Eklampsia
Di RSUD Dr. Moewardi Surakarta Periode 1 Januari 31 Desember 2008. Surakarta: Fakultas
Kedokteran-Univ. Muhammadiyah

Bobak, Lowdermilk dan Jensen. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Edisi 4. Jakarta: EGC
Boyle, M. 2007. Kedaruratan dalam Persalinan (Buku Saku Bidan). EGC: Jakarta
Cuningham, et al. 2005. Obstetri Williams. Edisi 21. Jakarta: EGC
Dly, I.N.M. 2011. Angka Kejadian dan Karakteristik Pasien Pre-eklampsia Berat Berulang di Bagian
Obstetri dan Ginekologi RSMH Palembang Periode Januari 2009-September 2010. Universitas
Sriwijaya: Fakultas Kedokteran (diakses dari http://www.scribd.com/doc/54865543/skripsi-PEB-
Berulang tanggal 23 Juni 2011)
Elizabeth, et al. 2003. High Risk Faktor (Maternity Text Book)
Hacker, N.F. 2001. Esensial Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Hipokrates
Hamid, A. 2007. Buku Ajar riset Keperawatan: Konsep, Etika, Instrumentasi. Jakarta: EGC
Lowdermik, D.L. 2006. Maternity and Womens Health Care Eight Edition. Mosby
London, M.L. 2006. Buku Saku Asuhan Keperawatan Ibu-Bayi Baru Lahir. Jakarta: EGC
Mary, M.P. 1995. Dasar dasar Keperawatan Maternitas Edisi 6. Jakarta: EGC
Murray, S.S. 2006. Foundations of Maternal-Newborn and Womens Health
Nursing. Fifth Edition. Missouri: Saunders Elsevier
Nazir, M. 1999. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia
Notoadmojo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Old, S.B. 2000. Maternal Newborn Nursing A Family Community-Based Approach Sixth
edition. Prentice Hall Health Upper Saddle River: Menlo Park, California
Perry, S.E., et al. 2006. Maternal Child Nursing Care Third Edition. Philadelphia, USA: Mosby
Elsevier
Rozikhan. 2007. Faktor-Faktor Risiko Terjadinya Preeklampsia Berat Di Rumah Sakit Dr. H.
Soewondo Kendal. Masters thesis, Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro.
Saiffudin, A.B., dkk. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal
Edisi 1. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Sastrawinata, S., et al. 2005. Ilmu Kesehatan Reproduksi: Obstetri Patologi Edisi 2. Jakarta:
EGC
Setiadi. 2007. Konsep dan Penelitian Riset Keperawatan. Edisi 1. Yogyakarta: Graha Ilmu
Setyorini, A. 2007. Preeklamsia/Eklamsia dan Risiko Kelahiran Preterm di RS Panti Rapih
Yogyakarta. Yogyakarta: Thesis-Universitas Gajah Mada
( diakses dari http://etd.ugm.ac.id/index.php tanggal 1 Mei 2011)
Sullivan, A., et al. 2006. Midwifes Guide To Antenatal Investigation. Elsevier: London
Utama, S.Y. 2008. Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Preeklampsia Berat Pada Ibu
Hamil di RSD Raden Mattaher Jambi Tahun 2007. Jambi: Universitas Batanghari Jambi Vol.8
No 2 Juli 2008
Yulianti, D. 2006. Manajemen Komplikasi Kehamilan dan Persalinan. Jakarta: EGC
Yussianto. 2011. Kebijakan Penyusunan Pedoman Pelayanan Kesehatan Ibu di
FasilitasKesehatan,http://www.kesehatanibu.depkes.go.id/,diakses tanggal 14 Januari 2011
Wheeler, L. 2003. Buku Saku Perawatan Pranatal dan Pasca Partum. Jakarta: EGC
WHO. 2001. Safe Motherhood, Modul Eklampsia Materi Pendidikan Kebidanan. Jakarta:EGC

You might also like