You are on page 1of 12

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan komoditi
perdagangan utama. Gula paling banyak diperdagangkan dalam bentuk kristal sukrosa padat.
Gula digunakan untuk mengubah rasa menjadi manis dan keadaan makanan atau minuman.
Gula sederhana, seperti glukosa (yang diproduksi dari sukrosa dengan enzim atau hidrolisis
asam), menyimpan energi yang akan digunakan oleh sel. Gula sebagai sukrosa diperoleh dari
nira tebu, bit gula, atau aren. Meskipun demikian, terdapat sumber-sumber gula minor lainnya,
seperti kelapa. Sumber-sumber pemanis lain, seperti umbi dahlia, anggir, atau jagung, juga
menghasilkan semacam gula/pemanis namun bukan tersusun dari sukrosa..
Pabrik gula di Indonesia pada tahun 2007 berjumlah 59 pabrik. Produksi tebu tahun
2008 untuk daerah Jawa Timur saja mencapai 17 juta ton. Selain menghasilkan gula,
pengolahan tebu juga menghasilkan pucuk tebu, ampas, blotong dan tetes sebagai produk
sampingnya. Khusus untuk ampas pada umumnya digunakan sebagai bahan bakar ketel
(boiler). Salah satu cara untuk melakukan diversifikasi produk pabrik gula adalah pengolahan
hasil samping (limbah) tersebut menjadi produk yang lebih tinggi nilainya.
1.2 Definisi Limbah
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri
maupun domestik (rumah tangga). Dimana masyarakat bermukim, disanalah berbagai jenis
limbah akan dihasilkan. Ada sampah, ada air kakus (black water), dan ada air buangan dari
berbagai aktivitas domestik lainnya (grey water). Limbah padat lebih dikenal sebagai sampah,
yang seringkali tidak dikehendaki kehadirannya karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila
ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia Senyawa organik dan Senyawa
anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak
negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan
penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah
tergantung pada jenis dan karakteristik limbah.
Buangan limbah pabrik gula mengakibatkan timbulnya pencemaran air sungai yang
dapat merugikan masyarakat yang tinggal di sepanjang aliran sungai, seperti berkurangnya
hasil produksi pertanian, menurunnya hasil tambak, maupun berkurangnya pemanfaatan air
sungai oleh penduduk. Buangan berupa asap menyebabkan meningkatnya kasus infeksi
saluran pernafasan pada masyarakat sekitar kawasan industri. Sikap sejumlah perusahaan
yang hanya berorientasi Profit motive tanpa memikirkan dampak lingkungan dan lemahnya
penegakan peraturan terhadap pelanggaran pencemaran berakibat timbulnya beberapa kasus
pencemaran oleh industri dan tuntutan-tuntutan masyarakat sekitar industri hingga perusahaan
harus mengganti kerugian kepada masyarakat yang terkena dampak.
Sejumlah kasus pengaduan masyarakat disekitar pabrik gula yang berkaitan dengan
limbah diantaranya seperti debu yang sering mengotori rumah mereka, asap yang menggangu
kesehatan, limbah cair yang dibuang ke sungai, bau tak sedap dan lain-lain. Jika kasus seperti
ini tetap dibiarkan, suatu saat nanti bisa menjadi boomerang bagi keberlanjutan usaha pabrik
tersebut. Sebenarnya limbah pabrik gula dapat itu sendiri dapat dikelola dengan menjadikanya
sebagai barang lain yang manfaat. Disini dibutuhkan suatu usaha dan komitmen dari
perusahaan untuk mengelola limbahnya agar tidak merusak lingkungan, bahkan akan lebih baik
memberikan nilai tambah bagi masyarakat disekitar, seperti dimanfaatkan sebagai pupuk
pertanian.











BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Proses produksi di dalam pabrik gula
2.1.1 Pemilihan bahan baku
Sebelum melakukan proses produksi, hal pertama yang dilakukan adalah proses
pemilihan bahan baku. Bahan baku salah satunya diperoleh melalui perkebunan sendiri
yang dikelola oleh perusahaan yang bekerjasama dengan masyarakat. Perkebunan
tersebut diawasi mulai dari proses penanaman, pemanenan, serta pengolahannya
sebelum diolah menjadi gula.
Adapun cara pemilihan bahan baku yang baik adalah tebu yang layak dijadikan
bahan produksi , persyaratannya antara lain:
Tebu yang tua
Rasanya Manis
Mempunyai kadar gula yang tinggi, yaitu maksimal 9% dan minimal 7%
2.1.2 Proses produksi gula
Ada beberapa tahapan dalam proses produksi gula, yaitu :
a. Ekstraksi
Tahap pertama pengolahan adalah ekstraksi jus atau sari tebu. Pada proses ini, tebu
dihancurkan dalam sebuah serial penggiling putar yang berukuran besar. Cairan tebu
manis dikeluarkan dan serat tebu dipisahkan, untuk selanjutnya digunakan di mesin
pemanas (boiler).
b. Pengendapan (liming) kotoran dengan kapur.
Liming adalah proses pembersihan jus hasil ekstraksi dengan menggunakan semacam
kapur (slaked lime) yang akan mengendapkan sebanyak mungkin kotoran untuk
kemudian kotoran ini dapat dikirim kembali ke lahan.
c. Penguapan/ evaporasi
Setelah mengalami proses liming, jus dikentalkan menjadi sirup dengan cara
menguapkan air menggunakan uap panas dalam suatu proses yang dinamakan
evaporasi.
d. Pendidihan/ kristalisasi
e. Pada tahap akhir pengolahan, sirup ditempatkan ke dalam panci yang sangat besar
untuk dididihkan. Di dalam panci ini sejumlah air diuapkan sehingga kondisi untuk
pertumbuhan kristal gula tercapai.
f. Penyimpanan
Gula kasar yang dihasilkan akan membentuk gunungan coklat lengket selama
penyimpanan dan terlihat lebih menyerupai gula coklat lunak yang sering dijumpai di
dapur-dapur rumah tangga. Gula ini sebenarnya sudah dapat digunakan, tetapi karena
kotor dalam penyimpanan dan memiliki rasa yang berbeda maka gula ini biasanya tidak
diinginkan orang. Oleh karena itu gula ini dimurnikan lebih lanjut.
g. Afinasi.
Tahap pertama pemurnian gula yang masih kasar adalah pelunakan dan pembersihan
lapisan cairan induk yang melapisi permukaan Kristal.
h. Karbonatasi
Tahap ini bertujuan untuk membersihkan cairan dari berbagai padatan yang
menyebabkan cairan gula keruh. Pada tahap ini beberapa komponen warna juga akan
ikut hilang. Karbonatasi dapat diperoleh dengan menambahkan kapur/ lime [kalsium
hidroksida, Ca(OH)2]
i. Penghilangan warna/ Decolorization
Salah satunya dengan menggunakan karbon teraktivasi granular activated carbon,
(GAC) yang mampu menghilangkan hampir seluruh zat warna.
j. Pendidihan
Sejumlah air diuapkan di dalam panci sampai pada keadaan yang tepat untuk
tumbuhnya kristal gula. Kristal-kristal tersebut kemudian dikeringkan dengan udara
panas sebelum dikemas dan/ atau disimpan siap untuk didistribusikan.
k. Pengolahan sisa/ Recovery
Proses ini bertujuan untuk membuat gula dengan mutu yang setara dengan gula kasar
hasil pembersihan setelah afinasi. Proses ini menghasilkan Produk yang biasanya
diolah lebih lanjutmenjadi pakan ternak atau dikirim ke pabrik fermentasi seperti
misalnya pabrik penyulingan alkohol.
2.2 Limbah yang dihasilkan pabrik gula
Tebu merupakan salah satu jenis tanaman yang hanya dapat ditanam di daerah
yang memiliki iklim tropis. Di Indonesia, perkebunan tebu menempati luas areal + 232 ribu
hektar, yang tersebar di Medan, Lampung, Semarang, Solo, dan Makassar. Tanaman ini
merupakan sumber bahan baku perusahaan gula. Dalam suatu produksi barang, pastilah
didapat hasil samping (limbah). Begitu pula halnya dengan produksi pada pabrik gula.
Berikut adalah limbah yang dihasilkan dari produksi gula yang berasal dati
tanaman tebu:
Pucuk Tebu
Pucuk tebu adalah ujung atas batang tebu berikut 5-7 helai daun yang dipotong dari
tebu giling ataupun bibit. Diperkirakan dari 100 ton tebu dapat diperoleh sekitar 14 ton
pucuk tebu segar. Pucuk tebu segar maupun dalam bentuk awetan, sebagai silase atau
jerami dapat menggantikan rumput gajah yang merupakan pakan ternak yang sudah
umum digunakan di Indonesia.
Ampas Tebu
Tebu diekstrak di stasiun gilingan menghasilkan nira dan bahan bersabut yang disebut
ampas. Ampas terdiri dari air, sabut dan padatan terlarut. Komposisi ampas rata-rata
terdiri dari kadar air : 46 52 %; Sabut 43 52 %; padatan terlarut 2 6 %. Umumnya
ampas tebu digunakan sebagai bahan bakar ketel (boiler) untuk pemenuhan kebutuhan
energi pabrik. Pabrik gula yang efisien dapat mencukupi kebutuhan bahan bakar
boilernya dari ampas, bahkan berlebih. Ampas yang berlebih dapat dimanfaatkan untuk
pembuatan briket, partikel board, bahan baku pulp dan bahan kimia seperti furfural,
xylitol, methanol, metana, dll.
Blotong
Pada proses pemurnian nira yang diendapkan di clarifier akan menghasilkan nira kotor
yang kemudian diolah di rotary vacuum filter. Di alat ini akan dihasilkan nira tapis dan
endapan yang biasanya disebut blotong (filter cake). Blotong dari PG Sulfitasi rata-rata
berkadar air 67 %, kadar pol 3 %, sedangkan dari PG. Karbonatasi kadar airnya 53 %
dan kadar pol 2 %. Blotong dapat dimanfaatkan antara lain untuk pakan ternak, pupuk
dan pabrik wax. Penggunaan yang paling menguntungkan saat ini adalah sebagai
pupuk di lahan tebu.
Tetes
Tetes (molasses) adalah sisa sirup terakhir dari masakan (massecuite) yang telah
dipisahkan gulanya melalui kristalisasi berulangkali sehingga tak mungkin lagi
menghasilkan gula dengan kristalisasi konvensional. Penggunaan tetes antara lain
sebagai pupuk dan pakan ternak dan pupuk. Selain itu juga sebagai bahan baku
fermentasi yang dapat menghasilkan etanol, asam asetat, asam sitrat, MSG, asam
laktat dll.
Asap
Telah disebutkan di atas hasil sampingan (limbah) pabrik gula cukup beragam. Agar
limbah ini tidak menjadi masalah bagi lingkungan sekitar, maka diperlukan suatu
pengelolaan terhadap limbah tersebut. Cara- cara yang bisa digunakan dalm
pengolahan limbah yaitu menetralkan limbah sehingga tidak berbahaya bagi lingkungan
dan dengan merubah limbah menjadi barang lain yang lebih bernilai tinggi.
Pengolahan dan pemanfaatan kembali limbah pabrik gula.
Secara umum pengelolaan limbah seperti limbah cair, yang dikeluarkan pabrik gula
merupakan limbah organik dan bukan Limbah B3 (bahan beracun dan berbahaya).
Limbah cair ini dikelola melalui dua tahapan, yaitu:
Pertama, penanganan di dalam pabrik (in house keeping). Sistem ini dilakukan
dengan cara mengefisienkan pemakaian air dan penangkap minyak (oil trap)
serta pembuatan bak penangkap abu bagasse (ash trap).
Kedua, penanganan setelah limbah keluar dari pabrik, melalui Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL). IPAL dibangun di atas tanah seluas lebih dari 8
ha, terdiri dari 13 kolam dengan kedalaman bervariasi dari 2 m (kolam aerasi)
sampai 7 m (kolam anaerob). Total daya tampung lebih dari 240.000 m3,
sehingga waktu inap (retention time) dapat mencapai 60 hari.
2.3 Analisis Amdal
Jika diltinjau dari limbah yang dihasilkan dan dampak yang terjadi maka industry
gula perlu melakukan analisis amdal. Hal yang harus dilakukan salah satunya yatu
dengan melakukan pengolahan limbah pabrik gula. Pemanfaatan limbah pabrik tebu
bisa berupa pembuatan bioetanol, pemanfaatan pucuk tebu sebagai bahan pakan
ternak, ampas tebu untuk pakan ternak dan pembuatan senyawa furfural beserta
turunannya, serta pembuatan pupuk kompos dari blotong. Sedangkan untuk limbah
berupa asap dapat dikelola dengan jalan menekan pengeluarannya diudara bebas.
Berikut adalah sejumlah hal tentang pemanfaatan dan pengelolaan hasil
samping pabrik gula yang dapat digunakan untuk menekan tingkat pencemaran:
1. Pembuatan Bioetanol
Pada dasarnya unit pembuatan etanol dari tebu terdiri dari 4 bagian, yaitu:
a. Unit gilingan
b. Unit preparasi bahan baku
c. Unit fermentasi
d. Unit destilasi.
Unit gilingan berfungsi untuk menghasilkan nira mentah dari tebu. Komponen unit
gilingan terdiri dari pisau pencacah dan tandem gilingan. Sebelum masuk gilingan, tebu
dipotong-potong terlebih dulu dengan pisau pencacah. Cacahan tebu selanjutnya masuk
kedalam tandem gilingan 3 rol yang biasanya terdiri atas 4 atau 5 unit gilingan yang disusun
secara seri. Pada unit gilingan pertama, tebu diperah menghasilkan nira perahan pertama
(npp). Ampas tebu yang dihasilkan diberi imbibisi, kemudian digiling oleh unit gilingan kedua.
Nira yang terperah ditampung, ampasnya kembali ditambah air imbibisi dan digiling lebih lanjut
oleh unit gilingan ketiga, dan demikian seterusnya. Semua nira yang keluar dari setiap unit
gilingan dijadikan satu dan disebut nira mentah.
Unit preparasi berfungsi untuk menjernihkan dan memekatkan nira mentah yang
dihasilkan unit gilingan. Klarifikasi bisa dilakukan secara fisik dengan penyaringan atau secara
kimiawi. Klarifikasi terutama bertujuan untuk menghilangkan beberapa impurities yang bisa
mengganggu proses fermentasi. Nira yang dihasilkan dari proses ini disebut nira jernih.
Selanjutnya tahap ini dilanjutkan untuk memproduksi gula dan sisanya berupa molase bisa
dilanjutkan masuk ke tahapan pembuatan etanol.
Unit fermentasi berfungsi untuk mengubah molase menjadi etanol, melalui aktivitas
fermentasi ragi. Jumlah unit fermentasi biasanya terdiri dari beberapa unit (batch) atau system
kontinyu tergantung kepada kondisi dan kapasitas pabrik. Beberapa nutrisi ditambahkan untuk
optimalisasi proses. Etanol yang terbentuk dibawa ke dalam unit destilasi. Unit destilasi
berfungsi untuk memisahkan etanol dari cairan lain khususnya air. Unit ini juga terdiri dari
beberapa kolom destilasi. Etanol yang dihasilkan biasanya memiliki kemurnian sekitar 95-96%.
Proses pemurnian lebih lanjut akan menghasilkan etanol dengan tingkat kemurnian lebih tinggi
(99%/ethanol anhydrous), yang biasanya digunakan sebagai campuran unleaded gasoline
menjadi gasohol.
Selain dari nira, ampas yang dihasilkan sebagai hasil ikutan dari unit gilingan dapat
diproses lebih lanjut menjadi etanol, dengan menambahkan unit pretreatment dan sakarifikasi.
Unit pretreatment berfungsi untuk mendegradasi ampas menjadi komponen selulosa, lignin, dan
hemiselulosa. Dalam unit sakarifikasi, selulosa dihidrolisa menjadi gula (glukosa) yang akan
menjadi bahan baku fermentasi, selanjutnya didestilasi menghasilkan etanol. Pembuatan etanol
selain dari molase juga dari ampas tebu. Ampas tebu sebagian besar mengandung ligno-
cellulose. Bahan lignoselulosa dapat dimanfaatkan untuk memproduksi bioetanol.
Limbah dari pabrik gula yaitu tetes, dapat dipakai sebagai bahan baku pabrik alcohol.
Limbah cair yang dikeluarkan pabrik merupakan limbah organik dan bukan Limbah B3 (bahan
beracu dan berbahaya). Limbah cair ini dikelola melalui dua tahapan. Pertama, penanganan di
dalam pabrik (in house keeping). Sistem ini dilakukan dengan cara mengefisienkan pemakaian
air dan penangkap minyak (oil trap) serta pembuatan bak penangkap abu bagasse (ash trap).
Penanganan setelah limbah keluar dari pabrik, melalui Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL). IPAL dibangun di atas tanah seluas lebih dari 8 ha, terdiri dari 13 kolam dengan
kedalaman bervariasi dari 2 m (kolam aerasi) sampai 7 m (kolam anaerob). Total daya tampung
lebih dari 240.000 m3, sehingga waktu inap (retention time) dapat mencapai 60 hari.
2. Pemanfaatan Ampas Tebu
Limbah padat berupa ampas tebu (bagasse) dapat dijadikan bubur pulp dan dipakai untuk
pabrik kertas, untuk makanan ternak, bahan baku pembuatan pupuk, particle board, bioetanol,
dan sebagai bahan bakar ketel uap (boiler) sehingga mengurangi konsumsi bahan-bakar
minyak oleh pabrik. Selain itu semua, adanya kandungan polisakarida dalam ampas tebu dapat
dikonversi menjadi produk atau senyawa kimia yang digunakan untuk mendukung proses
produksi sektor industri lainnya. Salah satu polisakarida yang terdapat dalam ampas tebu
adalah pentosan, dengan persentase sebesar 20-27%. Kandungan pentosan yang cukup tinggi
tersebut memungkinkan ampas tebu untuk diolah menjadi Furfural.
Furfural memiliki aplikasi yang cukup luas dalam beberapa industri dan juga dapat
disintesis menjadi turunan-turunannya seperti : Furfuril Alkohol, Furan, dan lain-lain. Kebutuhan
(demand) Furfural dan turunannya di dalam negeri meski tidak terlalu besar namun jumlahnya
terus meningkat . Hingga saat ini seluruh kebutuhan Furfural untuk dalam negeri diperoleh
melalui impor. Impor terbesar diperoleh dari Cina yang saat ini menguasai 72% pasar Furfural
dunia.
3. Pemanfaatan Blotong untuk pembuatan kompos
Pembuatan kompos dilakukan dengan pencampuran bahan baku asal limbah pabrik
gula, antara lain ; serasah, blotong dan abu ketel, serta menambahkan bahan aktivator
berupa mikroorganisme, yang terdiri dari ; campuran bakteri, fungi, aktinomisetes, kotoran
ayam dan kotoran sapi. Proses pengolahan ini dilakukan secara biologis karena
memanfaatkan mikroorganisme sebagai agen pengurai limbah.
Contoh Prosedur pembuatan pupuk kompos adlah sebgai berikut: Bahan pupuk
terdiri dari tumpukan berisi 60 kg serasah, 300 kg blotong , dan 100 kg abu ketel. Bahan-
bahan tersebut dimasukkan ke dalam cetakan berbentuk kotak dengan ukuran bawah 1,5 x
1,5 m; ukuran atas 1 m x 1 m serta tinggi 1,25 m. Sebelum dicetak, daun tebu dipotong-
potong sehingga panjangnya kurang dari 5 cm. Semua bahan dicampur rata, kemudian
ditambah 5 kg TSP dan 10 kg Urea. Untuk menjaga kelembaban dilakukan penambahan
air.
Pemberian aktivator pada setiap tumpukan masing-masing sebanyak 10 kg
campuran mikroorganisme selulolitik,yaitu 5 kg fungi; 2,5 kg bakteri dan 2,5 kg
aktinomisetes. Aktivator ditabur bersamaan dengan saat memasukkan bahan kompos ke
dalam cetakan. Setelah tercetak, kemudian di setiap tumpukan diberi lubang aerasi pada
masing-masing sisi dan bagian atas tumpukan dengan cara menusukkan sebatang bambu.
Pembalikan tumpukan kompos dilakukan dua minggu sekali. Hal ini dimaksudkan
untuk membantu memperlancar sirkulasi udara ke bagian tengah kompos, sehingga dapat
mempercepat pertumbuhan mikroorganisme selulolitik. Setiap dua minggu dengan
menganalisa nisbah C/N dan pH sampai diperoleh nisbah C/N sekitar 12-20 dan pH
mendekati netral.
Limbah pabrik gula berupa blotong juga dapat dijadikan pupuk organik dengan cara
mencampurkannya dengan limbah pabrik etanol berupa vinace dan ditambah sejumlah
mikroba. Seorang peneliti pupuk mengungkapkan, kandungan unsur karbon (C) dan
Nitrogen (N) pupuk ini mencapai 12 persen. Sementara tanah yang sehat punya kandungan
unsur C dan N antara 10-15 persen. Mikroba yang ada di pupuk ini antara lain Celulotic
bacteria, Pseudomonas, Bacyllus, dan Lactobacyllus. Dikatakan pula bahwa bakteri itu ada
yang berfungsi melarutkan fosfat. Seperti diketahui, fosfat jika dipakai untuk pupuk harus
dalam keadaan terlarut, dan yang melarutkan itu mikroba. Pupuk organik ini mampu
memperbaiki tekstur dan mampu menyehatkan tanah kritis akibat pupuk kimia (anorganik).
Pupuk kompos yang dihasilkan dapat dimanfaatkan kembali untuk perkebunan tebu.
Pemberian kompos yang berasal dari limbah industri gula ini telah dicoba pada tanaman
tebu di berbagai wilayah pabrik gula di Indonesia. Secara umum kompos dapat
meningkatkan produksi dan produktivitas gula. Pemberian kompos blotong dan kompos
ampas pada lahan tebu di pabrik gula Cintamanis Palembang, masing-masing dengan
takaran 30 ton/ha mampu meningkatkan bobot tebu. Bobot tebu yang diberikan pupuk
kompos ini pada tanaman pertama, berturut-turut lebih tinggi 26,5 dan 8,1 ton/ha
dibandingkan dengan kontrol.
4. Pengelolaan asap dan debu
Senyawa pencemar udara itu sendiri digolongkan menjadi (a) senyawa
pencemar primer, dan (b) senyawa pencemar sekunder. Senyawa pencemar primer
adalah senyawa pencemar yang langsung dibebaskan dari sumber sedangkan
senyawa pencemar sekunder ialah senyawa pencemar yang baru terbentuk akibat
antar-aksi dua atau lebih senyawa primer selama berada di atmosfer. Dari sekian
banyak senyawa pencemar yang ada, lima senyawa yang paling sering dikaitkan
dengan pencemaran udara ialah: karbonmonoksida (CO), oksida nitrogen (NOx),
oksida sulfur (SOx), hidrokarbon (HC), dan partikulat (debu).
Pencemaran udara dari pada pabrik gula berupa asap dan debu, yang dapat
menyebabkan sejumlah penyakit pernafasan seperti infeksi saluran pernafasan pada
manusia disekitar pabrik tersebut, iritasi mata dan lain-. Untuk menanggulanginya
dibutuhkan pengendalian pencemaran udara. Pengendalian ini dapat dilakukan dengan
dua cara yaitu pengendalian pada sumber pencemar dan pengenceran limbah gas.
Pengendalian pada sumber pencemar merupakan metode yang lebih efektif karena hal
tersebut dapat mengurangi keseluruhan limbah gas yang akan diproses dan yang pada
akhirnya dibuang ke lingkungan. Di dalam sebuah pabrik kimia, pengendalian
pencemaran udara terdiri dari dua bagian yaitu penanggulangan emisi debu dan
penanggulangan emisi senyawa pencemar. Idealnya demikian pula yang harus
dilakukan oleh pabrik tebu.
Guna menekan tingkat pencemaran udara, pabrik tebu dapat mengelola asap
dan debu tersebut dengan jalan memisahkan partikel padatanya yang berada di asap.
Nantinya partikel-partikel ini dalam jumlah yang cukup, bisa diolah menjadi pupuk.
Karenanya suatu pabrik gula seharusnya dilengkapai dengan alat-alat pemisah debu
untuk memisahkan debu dari alirah gas buang. Debu dapat ditemui dalam berbagai
ukuran, bentuk, komposisi kimia, densitas, daya kohesi, dan sifat higroskopik yang
berbeda.







BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan.
Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan komoditi
perdagangan utama. Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik
industri maupun domestik (rumah tangga). Dimana masyarakat bermukim, disanalah berbagai
jenis limbah akan dihasilkan. Ada sampah, ada air kakus (black water), dan ada air buangan
dari berbagai aktivitas domestik lainnya (grey water). Tahapan-tahapan dalam proses
pembuatan gula dimulai dari penanaman tebu, proses ektrasi, pembersihan kotoran,
penguapan, kritalisasi, afinasi, karbonasi, penghilangan warna, dan sampai proses pengepakan
sehingga sampai ketangan konsumen. Pada pemrosesan gula dari tebu menghasilkan limbah
atau hasil samping, antara lain:
Ampas berasal dari tebu yang digiling dan digunakan sebagai bahan bakar ketel uap.
Blotong atau filter cake adalah endapan dari nira kotor yang di tapis di rotary vacuum
filter.
Tetes merupakan sisa sirup terakhir dari masakan yang telah dipisahkan
gulanya melalui kristalisasi berulangkali sehingga tak mungkin lagi menghasilkan Kristal.








DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 2009. Penelitian Gula. http://www.ipard.com/ penelitian /penelitian_gula.asp#atas.
Diakses 22 Mei 2014.
Arifin. 2009. Pengaplikasian-Bioaktivator. http://arifinbits.wordpress.com. Diakses 22 Mei 2014.
Fadjari. 2009. Memanfaatkan Blotong, Limbah Pabrik Gula. http://kulinet.com/baca/
memanfaatkan-blotong-limbah-pabrik-gula/536. Diakses . 22 Mei 2014.
Mucharomah. 2007. Pemanfaatan Bagasse. http://ejournal.unud.ac.id/abstrak /mucharomah
%20pra. %20100102007.pdf. diakses 22 Mei 2014.
Purwani. 2008. Fermentasi Etanol dari Tetes (molasse). http://bioindustri.blogspot.com/
fermentasi-etanol-dari-tetes-molasse.html. Diakses 22 Mei 2014.
Riswan. 2009. Blotong Filter Cake. http://www.risvank.com/?p=307. Diakses 22 Mei 2014.
Source: http://www.kaskus.us/showthread.php?t=6639144
Wahyu. 2009. Membuat Bioetanol dari Tetes. http://www.bioethanol. yolasite.com/index/
membuat-bioetanol-dari-tetes-tebu. Diakses 22 Mei 2014.

You might also like