Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Mengembang dan mengerut salah satu sifat fisik tanah. Dimana sifat
mengembang ditandai dengan terisinya semua ruang pori-pori tanah baik makro
maupun mikro oleh molekul-molekul air dan gejala ini terjadi ketika tanah dalam
keadaan basah. Sedang sifat mengerut tanah terjadi ketika tanah dalam keadaan
kering setelah basah yang ditandai dengan semakin mengecilnya pori-pori tanah pada
waktu mengerut.
Sifat mengembang pada tanah, selain pori-pori tanah yang terisi oleh air, juga
pori-pori tanah makro dan retakan tanah, mengakibatkan tanah kurang mampu
menyerap air sehingga kelebihan air hujan akan menimbulkan aliran permukaan yang
besar dan akibat yang lebih besar adalah terjadinya banjir yang dapat membahayakan
Retakan – retakan tanah yang terjadi akibat adanya pengerutan tanh dapat
memperbaiki aerasi tanah dibagian yang lebih dalam. Namun, retakan-retakan yang
pengerutan tanah yang tidak sama dapat menyebabkan retaknya pondasi gedung-
tanah menjadi tertutup bila tanah basah. Tertutupnya retakan tanah ini
kelebihan air hujan akan menimbulkan aliran permukaan yang besar. Berdasarkan
pemaparan di atas maka praktikum Sifat Mengembang dan Mengerut sangat perlu
adalah sebagai bahan informasi mengenai kemampuan tanah dalam menyerap air
tanah disebabkan oleh kandungan mineral dari monmorilonit yang tinggi dan rendah.
Mineral dibedakan menjadi dua yaitu mineral primer dan mineral sekunder. Mineral
primer adalah mineral asli yang terdapat dalam batuan yang melapuk yang terdiri dari
fraksi-fraksi pasir dan debu. Mineral sekunder adalah mineral primer yang
menghasilkan mineral baru yang esensial untuk perkembangan dan penyuburan yang
umunya terdapat dalam fraksi liat yang sering ditemukan dalam tanah antara lain
kaolinit, haloisit, montmorillonit, gibsit (Al Oksida), Fe Oksida dan lain-lain. Mineral
liat sekunder besar pengaruhnya terhadap sifat-sifat fisik tanah seperti kapasitas tukar
kation, daya mengembang dan mengerut tanah dan lain-lain (Hardjowigeno, 2003).
lempung silikat. Sifat ini menyebabkan oleh kandungan air relatif, terutama yang
berada diantara satuan-satuan struktur misel. Mengembang dan mengerut, kohesi dan
plastisitas berhubungan erat satu sama lain. Ciri-ciri ini tergantung tidak hanya pada
campuran lempung dalam tanah dan kation diadsorpsi yang menguasai akan tetapi
juga sifat dan jumlah humus yang terdapat bersama koloida anorganik
(Buckman, 1982).
Tanah Alfisol memiliki horizon argilik dan terletak di kawasan yang tanahnya
paling dari 35% di dalam horizon argilik. Alfisol berarti bahwa basa-basa dilepaskan
ke dalam tanah oleh pengikisan hampir secepat basa-basa yang terlepas karena tercuci
dengan demikian Alfisol menempati peringkat yang hanya sedikit lebih rendah dari
pada Millisol untuk pertanian. Pada tanah Alfisol yang bertekstur liat akan
mengandung pori mikro yang lebih banyak sehingga tanah tersebut mampu
memegang air lebih banyak yang akan mempengaruhi tingkat pengerutan tanah.
Tanah yang mengandung mineral liat mempunyai sifat mengembang dan mengerut.
Tanah Alfisol mempunyai sifat mengembang bila basah dan mengerut bila kering.
Akibatnya pada musim karena tanah mengerut akan terjadi pecah-pecah, sifat
mengembang dan mengerutnya tanah disebabkan oleh kandungan mineral liat dan
Mineral liat dibagi menjadi dua golongan besar yaitu liat silikat dan liat
oksida. Tanah yang mengandung mineral liat mempunyai sifat mengembang bila
basah dan mengerut bila kering. Akibatnya pada kering karena tanah mengerut akan
kandungan mineral liat dan montmorilonit. Mineral liat juga dapat dikelompokkan ke
dalam empat jenis tipe yaitu : 1 : 1 adalah struktur mineral liat yang tersusun atas
silikat tetrahedral dan satu lempeng oktahedral seperti Kaolinit dan Haloisit.
Tipe 2 : 1 yaitu struktur mineralnya tersusun atas dua lapisan Silikat tetrahedral dan
satu alumina, Oktahedron, seperti montmorilonit, mika dan illit. Tipe campuran yang
teratur dimana struktur liatnya tersusun atas lapisan-lapisan yang berlainan secara
bergantian. Dan tipe yang terakhir yaitu dengan struktur rantai yang tersusun atas
lempung silikat. Sifat ini menyebabkan oleh kandungan air relatif, terutama yang
berada diantara satuan-satuan struktur misel. Mengembang dan mengerut, kohesi dan
plastisitas berhubungan erat satu sama lain. Ciri-ciri ini tergantung tidak hanya pada
campuran lempung dalam tanah dan kation diadsorpsi yang menguasai akan tetapi
juga sifat dan jumlah humus yang terdapat bersama koloida anorganik
(Buckman, 1982).
Montmorilonit terdiri dari dua lapis silika dengan lapisan alumina terikat erat
oleh atom oksigen yang dimana struktur terikat begitu lepas oleh penghubung
oksigen yang sangat lemah, sehingga kisi hablur seperti puputan mengembang sangat
mudah. Akibat hablur montmorilonit dapat mudah pecah menjadi butir-butir yang
pengerutan tanah berkaitan erat dengan tipe dan jumlah liat dalam tanah. Tanah
mengembang pada waktu basah karena kation-kation dan molekul air mudah masuk
pada rongga antara kristal mineral. Tanah yang mengembang selalu banyak liat,
dimana mungkin saja mempunyai kemampuan yang tinggi menyimpan air, akan
tetapi peredaran udara dalam tanah atau aerase tidak baik, penambahan bahan organik
akan mengurangi masalah kekurangan air pada tanah berpasir. Bahan organik
membantu mengikat butiran liat dan membentuk ikatan yang lebih besar sehingga
oleh musim kering dan terjadi pengerutan yang ditemukan pada daerah debu Alopan.
Pada daerah tropika yang lebih basah Inceptisol dijumpai secara lokal berasosiasi
dengan ordo tanah lainnya yang lebih berkembang dan terdapat pada posisi
geomorfik khusus yang berhubungan dengan kegiatan erosi aktif dan sedimentasi
(Lopulisa, 2004).
Pada musim kering tanah inceptisol terbentuk baik pada permukaan erosi dan
lereng curam dan pada endapan baru. Kebanyakan bahan induk tanah Inceptisol kaya
akan mineral liat sehingga mudah mengalami pengembangan dan pengerutan tanah.
Kesuburan tanah amat bergantung dengan bahan induk dan iklim. Suatu
kecenderungan bahwa di daerah yang beriklim basah P dan K relatif rendah dan pH
lebih rendah dari 6,5. Daerah-daerah yang curah hujan rendah didapati kandungan P
Jumat, 3 April 2009, pukul 11.00 – 14.00 WITA, di Laboratorium Fisika Tanah,
dan Mengerut pada tanah jenis Alfisol dan Inceptisol adalah tabung reaksi, gelas
Mengerut pada tanah jenis Alfisol dan Inceptisol adalah sampel tanah Inseptisol dan
3.3 Prosedur
Pengerutan Tanah
diolesi dengan gemuk atau jeli. Padatkan pasta tanah dengan jalan
agar sedikit mungkin udara yang terperangkat di dalam pasta tanah. Ratakan
dalam oven untuk dikeringkan lebih lanjut pada suhu 105oC selama
24 jam.
Pengembangan Tanah
volume tanah 15,0 mm. Gelas ukur ini dihentak-hentakkan beberapa kali
lain.
masukkan lagi tanah sedikit demi sedikit hingga semua masuk ke dalam air.
Air di dalam gelas ditambah bila ada bagian tanah yang belum basah.
dan Inceptisol pada lapisan I, II dan III maka diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 4.1. Hasil Perhitungan Cole Pada Tiap Lapisan Tanah Alfisol
Pengembangan Pengerutan
Lapisan
(%) (%)
I 33.3 1.5
II 30 2.1
III 26.7 1.4
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2006.
Tabel 4.1. Hasil Perhitungan Cole Pada Tiap Lapisan Tanah Inceptisol
Pengembangan Pengerutan
Lapisan
(%) (%)
I 73.3 3.4
II 146.7 2.7
III 66.7 9.4
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2006.
4.2 Pembahasan
dan persentase pengerutan sebesar 1,5 %. Berdasarkan data yang terlihat maka
dapat dikatakan bahwa tanah pada lapisan I ini mengalami pengembangan dan
pengeringan pada tanah yang telah mengembang dan akan retak apabila
maupun lapisan III. Pengerutan seharusnya lebih tinggi pada lapisan I karena
lapisan I mendapat penyinaran yang lebih banyak daripada lapisan II. Akan
tetapi pada percobaan ini justru lapisan II yang memiliki persentase pengerutan
yang lebih tinggi dari kedua lapisan. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Foth
sebagai silikat dari proses penguapan air tanah yang tinggi pada lapisan.
pengembangan dan pengerutan pada lapisan III ini lebih kecil bila
dibandingkan dengan persentase pengembangan dan pengerutan pada II lapisan
di atasnya. Ini terjadi karena kandungan bahan organik pada lapisan III sangat
rendah yang bisa menyebabkan mengecilnya ruang pori tanah pada lapisan III.
Hal ini sesuai dengan pendapat Buckman (1982) yang menyatakan bahwa sifat
dalam tanah dan kation diadsorpsi yang menguasai akan tetapi juga sifat dan
persentase pengerutan sebesar 3,4 %. Hal ini terjadi karena pada lapisan I
biasanya memiliki tekstur liat berpasir sehingga pada lapisan ini menunjukkan
persentase pengembangan yang sedikit lebih rendah dari lapisan II. Ini terjadi
pengembangan karena kurang menyerap air. Hal ini sesuai dengan pendapat
Foth (1994) yang menyatakan bahwa sifat mengembang dan mengerut tidak
hanya disebabkan oleh sifat dan jumlah humus yang terdapat bersama koloida
lapisan II tanah Inceptisol menunjukkan suatu data yang tidak mungkin terjadi.
Hal ini terjadi mungkin disebabkan oleh kesalahan dalam prosedur kerja yaitu
tanah pada lapisan II kurang dipadatkan sehingga masih banyak udara yang
sebenarnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Anonim (2006) yang menyatakan
adalah karena udara yang terperangkat di dalam pori mikro ketika memasuki
pori tanah.
lebih rendah dari kedua lapisan yang ada di atasnya, sedangkan persentase
pengerutan lebih tinggi dari kedua lapisan yang lain. Ini terjadi karena
pengaruh kandungan air pada lapisan III. Hal ini sesuai dengan pendapat
mengikat butiran liat dan membentuk ikatan yang lebih besar sehingga
memperbesar ruang-ruang udara diantara ikatan butiran. Oleh karena itu terjadi
pengembangan yang tinggi pada saat basah dan pengerutan yang tinggi pula
ketika kering.
pengerutan ini disebabkan oleh kandungan liat pada kedua jenis tanah, dimana
tanah Inceptisol lebih banyak mengandung liat daripada tanah Alfisol sehingga
lebih banyak mengikat air. Kemampuan tanah mengikat air merupakan salah
atas sesuai dengan pendapat Pairunan (1997) yang menyatakan bahwa tanah
5.1 Kesimpulan
tanah Alfisol.
air tanah dan banyaknya udara yang terpeerangkat dalam pori mikro tanah
5.2 Saran
prosedur agar tidak terjadi kesalahan data, sehingga hasil yang didapatkan pun
tidak akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Foth, H.D., 1988. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Gajah Mada University Press,
Yogyakarta.
Lapisan I
13 .5 − 13 .3
= x 100 %
13 .3
= 1.5 %
20 − 15
= x 100 %
15
= 33.3 %
Lapisan II
14 .3 − 14
= x 100 %
14
= 2.1 %
19 .5 − 15
= x 100 %
15
= 30 %
Lapisan III
P. Tanah Basah − P. Tanah Kering
% Pengerutan Tanah = x 100 %
P. Tanah Kering
14 .7 − 14 .5
= x 100 %
14 .5
= 1.4 %
19 − 15
= x 100 %
15
= 26.7 %
6.1 − 5.9
= x 100 %
5.9
= 3.4 %
26 − 15
= x 100 %
15
= 73.3 %
Lapisan II
7.5 − 7.3
= x 100 %
7.3
= 2.7 %
37 − 15
= x 100 %
15
= 146.7 %
Lapisan III
= 9.4 %
25 − 15
= x 100 %
15
= 66.7 %