You are on page 1of 63

1

KIMIA KLINIK 1









Disusun oleh :
Tim Kimia Klinik



Akademi Analis Kesehatan Manggala
Yogyakarta
2010/2011


2

KATA PENGANTAR
Petunjuk Praktikum Kimia Klinik 1 ini dibuat untuk praktikum Kimia Klinik bagi
mahasiswa Analis Kesehatan semester tiga (III) Akademi Analis Kesehatan Manggala
Yogyakarta. Praktikum Kimia Klinik 1 merupakan kegiatan yang terkait dengan mata kuliah
keahlian Kimia Klinik.
Petunjuk Praktikum ini terdiri dari sebelas pemeriksaan yang masing-masing
menguraikan tentang tujuan, prinsip, dasar teori, alat dan bahan, cara kerja pemeriksaan dan
interpretasi hasil pemeriksaan.
Sajian dalam buku petunjuk ini berdasar pada buku Petunjuk Praktikum Kimia Klinik 1
Akademi Analis Kesehatan Manggala Yogyakarta (2002) dengan beberapa revisi, semoga buku
ini dapat merupakan petunjuk praktikum yang lebih lengkap.
Dalam kesempatan ini, penyusun mengucapkan terimakasih kepada staf Laboratorium
Kimia Klinik Akademi Analis Kesehatan Manggala Yogyakarta yang telah membantu
memberikan ide mengenai isi buku ini. Kepada para pembaca kami sangat berterimakasih atas
koreksi dan masukkan yang telah diberikan.

Yogyakarta, Agustus 2011

Penyusun






3

TATA TERTIB PRAKTIKUM KIMIA KLINIK 1
Semua mahasiswa yang menjalankan praktikum (praktikan) Kimia Klinik 1 di Akademi Analis
Kesehatan Manggala (AAKM) Yogyakarta diwajibkan mengetahui dan mentaati tata tertib
sebagai berikut :
1. Tiga puluh menit sebelum jam praktikum yang telah ditetapkan, praktikan tidak
diperkenankan memasuki ruang praktikum.
2. Para praktikan harus datang tepat sesuai jam praktikumnya, jika terlambat lebih dari 15
menit tanpa alasan yang dapat diterima, praktikan tidak diperkenankan mengikuti
praktikum pada hari itu.
3. Pre-tes diadakan setiap kali akan praktikum dari materi acara praktikum hari itu, jika
tidak lulus (nilai kurang dari 50%), praktikan tidak diperkenankan praktikum dan wajib
mengulang lagi pada hari praktikum berikutnya.
4. Rencana kerja praktikum wajib dibuat terlebih dahulu setiap kali akan praktikum, dan
bila sudah selesai praktikum, laporan harus disahkan pada Dosen praktikum atau asisten
5. Didalam laboratorium, para praktikan harus memakai jas laboratorium dengan rapi dan
sopan.
6. Selama praktikum, para praktikan tidak diperbolehkan meninggalkan ruangan praktikum
tanpa seijin Dosen praktikum atau asisten.
7. Apabila praktikan merusakkan atau memecahkan peralatan laboratorium, dengan alasan
apapun diwajibkan melapor dan mengganti alat tersebut.
8. Praktikan yang tidak menjalankan praktikum pada harinya karena berhalangan atau tidak
lulus tes atau gagal dalam menjalankan praktikum hari itu, harus mengulang pada hari
lain yang ditentukan.
9. Bila 3 (tiga) kali berturut-turut praktikan tidak datang untuk menjalankan praktikum
tanpa ada keterangan yang sah, maka dianggap mengundurkan diri.

Yogyakarta, Agustus 2011

Koordinator Laboratorium Kimia Klinik 1
AAK Manggala Yogyakarta
4

PETUNJUK PEMBUATAN LAPORAN
PRAKTIKUM KIMIA KLINIK 1

Laporan praktikum Kimia Klinik 1 mengikuti sistematika penulisan sebagai berikut :
1. Halaman Judul (Cover)
Memuat :
a. Judul Acara Praktikum
b. Logo AAK Manggala Yogyakarta
c. Nama Praktikan
d. NIM
e. Kelompok

2. Halaman Isi
a. Metode pemeriksaan :
b. Tujuan :
Berisi pernyataan yang menjelaskan tujuan acara praktikum yang telah
dikerjakan.
Contoh :
Mengetahui berat jenis urin, warna dan kekeruhan urin dan pH urin
c. Prinsip pemeriksaan :
Berisi pernyataan yang mendasari acara praktikum.
Contoh :
Dalam suasana alkalis dan panas, glukosa mereduksi ion Cu menjadi CuO yang
akan mengendap dan berwarna merah bata
d. Dasar Teori :
Berisi kajian materi yang relevan dengan acara praktikum yang dikerjakan.
e. Alat dan Reagen :
Ditulis dalam format paragraf dan kalimat pasif
f. Bahan pemeriksaan :
Ditulis dalam format paragraf dan kalimat pasif

5

g. Cara kerja :
Ditulis dalam format paragrat (bukan bagan alir) dan kalimat pasif
h. Hasil pemeriksaan dan Pembahasan :
1. Hasil
Berupa tabel atau gambar
2. Pembahasan
Berisi uraian hasil praktikum dan diskusi/ kajian dari pustaka lain.
i. Kesimpulan :
Berupa pernyataan (paragraf) yang merupakan simpulan dari hasil dan
pembahasan.
Pernyataan kesimpulan harus sesuai dengan tujuan.
j. Daftar Pustaka :
Berisi pustaka acuan yang digunakan dalam penyusunan laporan. Daftar ini
memuat minimal 3 pustaka acuan. Pustaka acuan yang digunakan adalah pustaka
ilmiah (bukan pustaka populer, misalnya hasil searching dengan wikipedia).
Sistematika penulisan mengikuti format ilmiah dan disusun dengan urutan
alfabetik (sesuai anjad), contoh :
Sumber buku :
Anna Poedjiadi, Dasar-Dasar Biokimia, UI Press, Jakarta, 1994
Frances K. Widmann, alih bahasa : S. Boedina Kresno, dkk., Tinjauan
Klinis Atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium, EGC, Jakarta, 1992.
Joyce LeFever Kee, Pedoman Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik,
edisi 6, EGC, Jakarta, 2007.






6

DAFTAR ISI

Kata Pengantar
Tata Tertib Praktikum Kimia Klinik
Petunjuk Pembuatan Laporan Praktikum Kimia Klinik 1
Daftar Isi
Bab I Pemeriksaan Berat Jenis Urin dan Makroskopis urin
Bab II Pemeriksaan Reduksi Urin (Glukosuria)
Bab III Pemeriksaan Protein Urin (Proteinuria)
Bab IV Pemeriksaan Benda Keton
Bab V Pemeriksaan Billirubin
Bab VI Pemeriksaan Urobilinogen
Bab VII Pemeriksaan Calsium
Bab VIII Pemeriksaan Kadar Chlorida
Bab IX Pemeriksaan Urin Stick dan Sedimen Urin (mikroskopis)

Daftar Pustaka











7

BAB I
PEMERIKSAAN BERAT JENIS URIN
DAN MAKROSKOPIS URIN

1. Metode pemeriksaan : Urinometer
2. Tujuan pemeriksaan :
Mengetahui cara pemeriksaan makroskopis urin yang meliputi pemeriksaan warna
urin,pH urin,kejernihan/kekeruhan urin, suhu urin dan Berat Jenis urin.
3. Prinsip pemeriksaan :
- Urin dimasukkan kedalam tabung urinometer, kemudian masukkan tangkai
urinometer dan putar dengan ibu jari dan telunjuk setelah tangkai urinometer
mengapung dibaca skala berat jenis urin tersebut.
- Masukkan kertas pH kedalam tabung urinometer yang berisi urin.
- Mengukur suhu dengan menggunakan termometer.
- Mengamati kejernihan dan warna
- urin
4. Dasar Teori :
Urinalisis dimulai dengan mengamati penampakan makroskopik : warna dan
kekeruhan. Urine normal yang baru dikeluarkan tampak jernih sampai sedikit berkabut
dan berwarna kuning oleh pigmen urokrom dan urobilin. Intensitas warna sesuai dengan
konsentrasi urine; urine encer hampir tidak berwarna, urine pekat berwarna kuning tua
atau sawo matang. Kekeruhan biasanya terjadi karena kristalisasi atau pengendapan urat
(dalam urine asam) atau fosfat (dalam urine basa). Kekeruhan juga bisa disebabkan oleh
bahan selular berlebihan atau protein dalam urin.
Volume urine normal adalah 750-2.000 ml/24hr. Pengukuran volume ini pada
pengambilan acak (random) tidak relevan. Karena itu pengukuran volume harus
dilakukan secara berjangka selama 24 jam untuk memperoleh hasil yang akurat.



8

Kelainan pada warna, kejernihan, dan kekeruhan dapat mengindikasikan
kemungkinan adanya infeksi, dehidrasi, darah di urin (hematuria), penyakit hati,
kerusakan otot atau eritrosit dalam tubuh. Obat-obatan tertentu juga dapat mengubah
warna urin. Kencing berbusa sangat mungkin mewakili jumlah besar protein dalam urin
(proteinuria).
Beberapa keadaan yang menyebabkan warna urine adalah :
Merah : Penyebab patologik : hemoglobin, mioglobin, porfobilinogen, porfirin.
Penyebab nonpatologik : banyak macam obat dan zat warna, bit, rhubab (kelembak),
senna.
Oranye : Penyebab patologik : pigmen empedu. Penyebab nonpatologik : obat untuk
infeksi saliran kemih (piridium), obat lain termasuk fenotiazin.
Kuning : Penyebab patologik : urine yang sangat pekat, bilirubin, urobilin. Penyebab
nonpatologik : wotel, fenasetin, cascara, nitrofurantoin.
Hijau : Penyebab patologik : biliverdin, bakteri (terutama Pseudomonas). Penyebab
nonpatologik : preparat vitamin, obat psikoaktif, diuretik.
Biru : tidak ada penyebab patologik. Pengaruh obat : diuretik, nitrofuran.
Coklat : Penyebab patologik : hematin asam, mioglobin, pigmen empedu. Pengaruh
obat : levodopa, nitrofuran, beberapa obat sulfa.
Hitam atau hitam kecoklatan : Penyebab patologik : melanin, asam homogentisat,
indikans, urobilinogen, methemoglobin. Pengaruh obat : levodopa, cascara,
kompleks besi, fenol.

Pemeriksaan BJ
Berat jenis (yang berbanding lurus dengan osmolalitas urin yang mengukur konsentrasi
zat terlarut) mengukur kepadatan air seni serta dipakai untuk menilai kemampuan ginjal
untuk memekatkan dan mengencerkan urin.
Spesifik gravitasi antara 1,005 dan 1,035 pada sampel acak harus dianggap wajar jika
fungsi ginjal normal. Nilai rujukan untuk urine pagi adalah 1,015 1,025, sedangkan
dengan pembatasan minum selama 12 jam nilai normal > 1,022, dan selama 24 jam bisa
mencapai 1,026. Defek fungsi dini yang tampak pada kerusakan tubulus adalah
kehilangan kemampuan untuk memekatkan urine.
9

BJ urine yang rendah persisten menunjukkan gangguan fungsi reabsorbsi tubulus.
Nokturia dengan ekskresi urine malam > 500 ml dan BJ kurang dari 1.018, kadar glukosa
sangat tinggi, atau mungkin pasien baru-baru ini menerima pewarna radiopaque
kepadatan tinggi secara intravena untuk studi radiografi, atau larutan dekstran dengan
berat molekul rendah. Kurangi 0,004 untuk setiap 1% glukosa untuk menentukan
konsentrasi zat terlarut non-glukosa.

5. Alat :
- Tabung urinometer
- Termometer
- Kertas pH
6. Bahan :
- Urin segar
7. Cara kerja :
Pemeriksaan Berat Jenis Urin :
a. Masukkan urin yang diperiksa ke dalam gelas Urinometer 2/3 bagian atau
secukupnya.
b. Busa yang terjadi dihilangkan dengan kertas saring.
c. Masukkan tangkai Urinometer ke dalam gelas tersebut.
d. Tangkai Urinometer harus diputar dulu dengan ibu jari dan jari telunjuk supaya tidak
menempel pada dinding gelas Urinometer.
e. Karena putaran tadi , tangkai Urinometer akan terapung ditengah kemudian dibaca.
f. Suhu urin diperiksa dengan Termometer saat itu juga.

Pemeriksaan Makroskopis :
1. pH
a. Celupkan kertas pH ke dalam urin yang akan diperiksa.
b. Angkat dan cocokkan warna yang terjadi dengan warna standar yang
terdapat pada kertas pH.
c. Batas normal pH urin 4,6 8,5

10

2. Warna
a. Warna urin diuji pada tebal lapisan tabung 7 10 cm dengan cahaya
tembus.
b. Tabung reaksi diisi dengan urin sampai penuh dan miringkan, diamati
warna yang terbentuk.
c. Nyatakan warna urin dengan hasil : tidak berwarna, kuning muda, kuning,
kuning tua, kuning bercampur merah, dsb.
d. Urin normal antara kuning muda kuning tua.

3. Kejernihan
a. Kejernihan urin diuji pada tebal lapisan 7 10 cm dengan cahaya tembus.
b. Tabung reaksi diisi dengan urin sampai penuh dan miringkan, diamati
kejernihan urin tersebut.
c. Nyatakan kejernihan dengan hasil : jernih, agak keruh, keruh atau sangat
keruh.
d. Urin normal jernih.

8. Koreksi hasil :
a. Terhadap suhu
1. Jika suhu lebih tinggi dari suhu tera Urinometer, maka tiap 3
0
perbedaan diatas
suhu tera ditambah 0,001 atau 1 dan dapat dirumuskan :
( suhu urin suhu tera )
Bj sesungguhnya = Hasil pembacaan + ------------------------------ X 0,001/1
3

2. Jika suhu lebih rendah dari suhu tera Urinometer, maka tiap 3
0
perbedaan
dibawah suhu tera dikurangi 0,001 atau 1 dan dapat dirumuskan :
( suhu urin suhu tera )
Bj sesungguhnya = Hasil pembacaan + ------------------------------ X 0,001/1
3


11

b. Terhadap protein
Tiap 0,4 gram protein dalam 100 ml ( 0,4 gr % ) dikurangi 0,001 atau 1. Jadi
( gram % protein )
Bj sesungguhnya = Hasil pembacaan - ------------------------ X 0,001/1
0,4
c. Terhadap glukosa
Tiap 0,3 gram glukosa dalam 100 ml ( 0,3 gr % ) dikurangi 0,001 atau 1. Jadi
( gram % glukosa )
Bj sesungguhnya = Hasil pembacaan - ------------------------ X 0,001/1
0,3
9. Kesimpulan :
Dari pemeriksaan/praktikum yang dilakukan praktikan dapat mengetahui cara
pemeriksaan berat jenis urin dan makroskopis urin diperoleh warna urin .,
pH urin ., kejernihan/kekeruhan urin, suhu urin.. dan Berat
Jenis urin.
10. Daftar pustaka :
a. Frances K. Widmann, alih bahasa : S. Boedina Kresno dkk., Tinjauan Klinis Atas
Hasil Pemeriksaan Laboratorium, edisi 9, cetakan ke-1, EGC, Jakarta, 1992.
b. Ronald A. Sacher & Richard A. McPherson, alih bahasa : Brahm U. Pendit dan
Dewi Wulandari, editor : Huriawati Hartanto, Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan
Laboratorium, Edisi 11, EGC, Jakarta, 2004






12

BAB II
PEMERIKSAAN GLUKOSA URIN
(GLUKOSURIA)

1. Metode pemeriksaan :
a. Fehling
b. Benedict
c. Nylander
2. Tujuan pemeriksaan :
Mengetahui cara pemeriksaan glukosa urin (glukosuria) metode fehling, benedict dan
nylander.
3. Prinsip pemeriksaan :
a. Metode Fehling :
Dalam suasana alkalis dan panas, glukosa mereduksi ion Cu (kupri) menjadi CuO
(kupro) yang akan mengendap dan berwarna merah bata.
b. Metode Benedict :
Dalam suasana alkalis dan panas, glukosa mereduksi ion Cu menjadi Cuo yang akan
mengendap dan berwarna merah bata.
c. Metode Nylander :
Bismut nitrat akan direduksi oleh glukosa dan beberapa senyawa lain yang
mereduksi, selanjutnya bismut mengendap dan berwarna hitam.

4. Dasar teori :
Darah disaring oleh jutaan nefron, sebuah unit fungsional dalam ginjal. Hasil
penyaringan (filtrat) berisi produk-produk limbah (mis. urea), elektrolit (mis. natrium,
kalium, klorida), asam amino, dan glukosa. Filtrat kemudian dialirkan ke tubulus ginjal
untuk direabsorbsi dan diekskresikan; zat-zat yang diperlukan (termasuk glukosa) diserap
kembali dan zat-zat yang tidak diperlukan kembali diekskresikan ke dalam urin.
Kurang dari 0,1% glukosa yang disaring oleh glomerulus terdapat dalam urin (kurang
dari 130 mg/24 jam). Glukosuria (kelebihan gula dalam urin) terjadi karena nilai ambang
13

ginjal terlampaui (kadar glukosa darah melebihi 160-180 mg/dl atau 8,9-10 mmol/l), atau
daya reabsorbsi tubulus yang menurun.

Prosedur
Uji glukosa urin konvensional menggunakan pereaksi Benedict atas dasar sifat
glukosa sebagai zat pereduksi. Cara ini tidak spesifik karena beberapa pereduksi lain
dapat mengacaukan hasil uji. Beberapa gula lain bisa menyebabkan hasil uji reduksi
positif misalnya fruktosa, sukrosa, galaktosa, pentose, laktosa, dsb. Beberapa zat bukan
gula yang dapat mengadakan reduksi seperti asam homogentisat, alkapton, formalin,
glukoronat. Pengaruh obat : streptomisin, salisilat kadar tinggi, vitamin C, dsb.
Metode carik celup (dipstick) dinilai lebih bagus karena lebih spesifik untuk glukosa
dan waktu pengujian yang amat singkat. Reagen strip untuk glukosa dilekati dua enzim,
yaitu glukosa oksidase (GOD) dan peroksidase (POD), serta zat warna (kromogen)
seperti orto-toluidin yang akan berubah warna biru jika teroksidasi. Zat warna lain yang
digunakan adalah iodide yang akan berubah warna coklat jika teroksidasi.
Prosedur uji yang akan dijelaskan di sini adalah uji dipstick. Kumpulkan spesimen acak
(random)/urin sewaktu. Celupkan strip reagen (dipstick) ke dalam urin. Tunggu selama
60 detik, amati perubahan warna yang terjadi dan cocokkan dengan bagan warna.
Pembacaan dipstick dengan instrument otomatis lebih dianjurkan untuk memperkecil
kesalahan dalam pembacaan secara visual.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil uji dipstick adalah :
Hasil uji positif palsu dapat disebabkan oleh : bahan pengoksidasi (hidrogen
peroksida, hipoklorit, atau klorin) dalam wadah sampel urin, atau urine yang
sangat asam (pH di bawah 4)
Hasil negatif palsu dapat disebabkan oleh : pengaruh obat (vitamin C, asam
hogentisat, salisilat dalam jumlah besar, asam hidroksiindolasetat), berat jenis
urine > 1,020 dan terutama bila disertai dengan pH urine yang tinggi, adanya
badan keton dapat mengurangi sensitivitas pemeriksaan, infeksi bakteri.
Nilai Rujukan
Uji glukosa urin normal = negatif (kurang dari 50mg/dl)

14

5. Alat :
Tabung reaksi
Pipet ukur
Pipet tetes
Lampu spiritus
Penjepit tabung
Rak tabung

6. Reagen :
Reagen Fehling A (34,7 gram CuSO
4
.5H
2
O dilarutkan dalam 1 liter aquadest) &
Fehling B (173 gram K.Na.Tartrat + 50 gram NaOH dilarutkan dalam 1 liter aquades)
Reagen Benedict (25 gram CuSO
4
.5H
2
O + asam sitrat 100 gram + Natrium karbonat
anhidrat 143,8 gram dilarutkan dalam 1 liter aquades)
Reagen Nylander (2 gram Bismuth nitrat + 4 gram K.Na.Tartrat dilarutkan dalam 1
liter aquades)

7. Bahan : Urin

8. Cara kerja :
Metode Fehling
1. Tabung reaksi diisi 2 ml reagen fehling A, ditambah 2 ml reagen fehling B,
kemudian dipanaskan sambil digoyang/ dicampur.
2. Tambahkan 1 ml urin, dicampur
3. Panaskan sampai mendidih selama 3 menit, diamati perubahan yang terjadi

Metode Benedict
1. Tabung reaksi diisi 5 ml reagen benedict
2. Tambahkan 8 tetes urin dengan menggunakan pipet ukur 1 ml
3. Campur, dipanaskan selama 3 menit
4. Amati perubahan warna yang terjadi

15

Metode Nylander
1. Tabung reaksi diisi 0,5 ml reagen nylander
2. Tambah 5 ml urin, dicampur
3. Panaskan selama 3 menit dan amari peribahan yang terjadi.

9. Interpretasi hasil :
Metode Fehling
a. Tetap biru jernih = negatif (-)
b. Hijau tanpa endapan = positif 0,5 (+0,5)
c. Hijau dengan endapan kuning/ hijau lebih banyak/ hijau kuning keruh = positif 1
(+1)
d. Kuning keruh/ kuning kehijauan/ kuning lebih banyak = positif 2 (+2)
e. Jingga/ warna lumpur = positif 3 (+3)
f. Merah bata = positif 4 (+4)
Metode Benedict
a. Tetap biru jernih = negatif (-)
b. Hijau tanpa endapan = positif 0,5 (+0,5)
c. Hijau dengan endapan kuning/ hijau lebih banyak/ hijau kuning keruh = positif 1
(+1)
d. Kuning keruh/ kuning kehijauan/ kuning lebih banyak = positif 2 (+2)
e. Jingga/ warna lumpur = positif 3 (+3)
Metode Nylander
a. Tidak terbentuk endapan hitam = negatif (-)
b. Terbentuk endapan hitam = positif (+)

10. Kesimpulan :
Dari pemeriksaan atau praktikum yang dilakukan praktikan dapat mengetahui cara
pemeriksaan glukosuria serta diperoleh tingkat positif glukosuria metode fehling
................, metode benedict ..................dan metode nylander.................


16

11. Daftar pustaka :
a. Anna Poedjiadi, Dasar-Dasar Biokimia, UI Press, Jakarta, 1994
b. Frances K. Widmann, alih bahasa : S. Boedina Kresno, dkk., Tinjauan Klinis Atas
Hasil Pemeriksaan Laboratorium, EGC, Jakarta, 1992.
c. Joyce LeFever Kee, Pedoman Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik, edisi 6,
EGC, Jakarta, 2007.
d. Ronald A. Sacher & Richard A. McPherson, alih bahasa : Brahm U. Pendit & Dewi
Wulandari, Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Edisi 11, EGC,
Jakarta, 2004.
e. D.N. Baron, alih bahasa : P. Andrianto, J. Gunawan, Kapita Selekta Patologi Klinik
(A Short Text Book of Clinical Pathology), Edisi 4, EGC, Jakarta, 1990.
f. E.N. Kosasih & A.S. Kosasih, Tafsiran Hasil Pemeriksaan Laboratorium Klinik,
Edisi 2, Tangerang, 2008.














17

BAB III
PEMERIKSAAN PROTEIN URIN
(PROTEINURIA)

1. Metode pemeriksaan :
a. Asam asetat
b. Bang
c. Asam sulfosalisilat
2. Tujuan pemeriksaan :
Mengetahui cara pemeriksaan protein urin (proteinuria) metode asam asetat, bang dan
asam sulfosalisilat.
3. Prinsip pemeriksaan :
a. Metode Asam asetat :
Pemberian Asam Asetat untuk mencapai titik iso elektrik protein. Dengan pemanasan
mengakibatkan denaturasi dan terjadi presipitasi. Proses presipitasi dibantu oleh
garam-garam yang telah ada dalam urin.
b. Metode Bang :
Pemberian asam asetat untuk mencapai titk iso elektrik protein. Dengan pemanasan
mengakibatkan denaturasi dan terjadi presipitasi . Proses presipitasi dibantu dengan
pemberian garam natrium asetat.
c. Metode Asam sulfosalisilat :
Protein dalam suasana asam kuat akan mengalami denaturasi dan terjadi presipitasi.

4. Dasar teori :
Biasanya, hanya sebagian kecil protein plasma disaring di glomerulus yang diserap
oleh tubulus ginjal dan diekskresikan ke dalam urin. Dengan menggunakan spesimen urin
acak (random) atau urin sewaktu, protein dalam urin dapat dideteksi menggunakan strip
reagen (dipstick). Normal ekskresi protein biasanya tidak melebihi 150 mg/24 jam atau
10 mg/dl urin. Lebih dari 10 mg/dl didefinisikan sebagai proteinuria.

18

Sejumlah kecil protein dapat dideteksi pada urin orang yang sehat karena perubahan
fisiologis. Selama olah raga, stres atau diet yang tidak seimbang dengan daging dapat
menyebabkan proteinuria transien. Pra-menstruasi dan mandi air panas juga dapat
menyebabkan proteinuria. Bayi baru lahir dapat mengalami peningkatan proteinuria
selama usia 3 hari pertama.

Prosedur
1. Spesimen urin acak (random)
Kumpulkan spesimen acak (random)/urin sewaktu. Celupkan strip reagen (dipstick)
ke dalam urin. Tunggu selama 60 detik, amati perubahan warna yang terjadi dan
cocokkan dengan bagan warna. Pembacaan dipstick dengan instrument otomatis
lebih dianjurkan untuk memperkecil kesalahan dalam pembacaan secara visual.
Dipstick mendeteksi protein dengan indikator warna Bromphenol biru, yang sensitif
terhadap albumin tetapi kurang sensitif terhadap globulin, protein Bence-Jones, dan
mukoprotein.
2. Spesimen urin 24 jam
Kumpulkan urin 24 jam, masukkan dalam wadah besar dan simpan dalam lemari
pendingin. Jika perlu, tambahkan bahan pengawet. Ukur kadar protein dengan
metode kolorimetri menggunakan fotometer atau analyzer kimiawi otomatis.

Nilai Rujukan
Urin acak : negatif (15 mg/dl)
Urin 24 jam : 25 150 mg/24 jam.

Masalah Klinis
Pengukuran proteinuria dapat dipakai untuk membedakan antara penderita yang memiliki
risiko tinggi menderita penyakit ginjal kronik yang asimptomatik dengan yang sehat.
Proteinuria yang persistent (tetap +1, dievaluasi 2-3x / 3 bulan) biasanya menunjukkan
adanya kerusakan ginjal. Proteinuria persistent juga akan memberi hasil +1 yang
terdeteksi baik pada spesimen urine pagi maupun urine sewaktu setelah melakukan
aktivitas.
19

Protein terdiri atas fraksi albumin dan globulin. Peningkatan ekskresi albumin
merupakan petanda yang sensitif untuk penyakit ginjal kronik yang disebabkan karena
penyakit glomeruler, diabetes mellitus, dan hipertensi. Sedangkan peningkatan ekskresi
globulin dengan berat molekul rendah merupakan petanda yang sensitif untuk beberapa
tipe penyakit tubulointerstitiel.
Proteinuria positif perlu dipertimbangkan untuk analisis kuantitatif protein dengan
menggunakan sampel urine tampung 24 jam. Jumlah proteinuria dalam 24 jam digunakan
sebagai indikator untuk menilai tingkat keparahan ginjal. Proteinuria rendah (kurang dari
500mg/24jam). Pengaruh obat : penisilin, gentamisin, sulfonamide, sefalosporin, media
kontras, tolbutamid (Orinase), asetazolamid (Diamox), natrium bikarbonat.
Proteinuria sedang (500-4000 mg/24 jam) dapat berkaitan dengan glomerulonefritis
akut atau kronis, nefropati toksik (toksisitas obat aminoglikosida, toksisitas bahan kimia),
myeloma multiple, penyakit jantung, penyakit infeksius akut, preeklampsia.
Proteinuria tinggi (lebih dari 4000 mg/24 jam) dapat berkaitan dengan sindrom nefrotik,
glomerulonefritis akut atau kronis, nefritis lupus, penyakit amiloid.

Faktor yang Dapat Mempengaruhi Temuan Laboratorium
Hasil positif palsu dapat disebabkan oleh hematuria, tingginya substansi molekular,
infus polivinilpirolidon (pengganti darah), obat (lihat pengaruh obat), pencemaran
urine oleh senyawa ammonium kuaterner (pembersih kulit, klorheksidin), urine yang
sangat basa (pH > 8)
Hasil negatif palsu dapat disebabkan oleh urine yang sangat encer, urine sangat asam
(pH di bawah 3)

5. Alat :
Tabung reaksi
Pipet ukur
Pipet tetes
Lampu spiritus
Penjepit tabung
Rak tabung
20

6. Reagen :
Larutan Asam Asetat 6% (6 ml Asam asetat pekat dilarutkan dalam 100 mililiter
aquadest)
Larutan Bang (118 gram natrium asetat dilarutkan 56,5 ml asam asetat glasial
kemudian diencerkan dalam 1 liter aquades)
Larutan Asam Sulfosalisilat 20% (20 gram asam sulfosalisilat dilarutkan dalam 100
mililiter aquades)

7. Bahan : Urin

8. Cara kerja :
Metode Asam asetat
1. Tabung reaksi diisi 5ml urin kemudian dipanaskan sampai mendidih sambil
digoyang.
2. Jika timbul kekeruhan mungkin disebabkan oleh Ca.Fosfat; Ca Karbonat atau
protein.
3. Tambahkan 5 tetes larutan asam asetat 6% (pipet ukur 1ml).
4. Jika kekeruhan tetap, proten positif
5. Panaskan lagi sampai mendidih
Metode Bang
1. Tabung reaksi diisi 5ml urin
2. Tambahkan 0,5 ml Larutan Bang
3. Panaskan sampai mendidih sambil digoyang
Metode Asam sulfosalisilat
1. Tabung reaksi diisi 3ml urin.
2. Tambahkan 1 ml larutan asam sulfosalisilat 20%
3. Diamkan 2-3 menit, amati, bandingkan dengan urin tanpa penambahan reagen.




21

9. Interpretasi hasil :
Metode Asam asetat
a. Tidak ada kekeruhan = negatif (-)
b. Kekeruhan tanpa butir-butir = positif 1 (+1)
c. Kekeruhan dengan butir-butir halus = positif 2(+2)
d. Gumpalan dengan keping-keping = positif 3(+3)
e. Gumpalan besar atau memadat = positif 4 (+4)
Metode Bang
a. Tidak ada kekeruhan = negatif (-)
b. Kekeruhan tanpa butir-butir = positif 1 (+1)
c. Kekeruhan dengan butir-butir halus = positif 2(+2)
d. Gumpalan dengan keping-keping = positf 3 (+3)
e. Gumpalan besar atau memadat= positif 4(+4)
Metode Asam sulfosalisilat
a. Tidak terjadi kekeruhan = negatif (-)
b. Terjadi kekeruhan = positif (+)

10. Kesimpulan :
Dari pemeriksaan atau praktikum yang dilakukan praktikan dapat mengetahui cara
pemeriksaan proteinuria serta diperoleh tingkat positif proteinuria metode asam asetat
......................, metode bang ................... dan metode asam sulfosalisilat .................

11. Daftar pustaka :
a. Anna Poedjiadi, Dasar-Dasar Biokimia, UI Press, Jakarta, 1994
b. Frances K. Widmann, alih bahasa : S. Boedina Kresno, dkk., Tinjauan Klinis Atas
Hasil Pemeriksaan Laboratorium, EGC, Jakarta, 1992.
c. Joyce LeFever Kee, Pedoman Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik, edisi 6,
EGC, Jakarta, 2007.
d. Ronald A. Sacher & Richard A. McPherson, alih bahasa : Brahm U. Pendit & Dewi
Wulandari, Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Edisi 11, EGC,
Jakarta, 2004.
22

e. D.N. Baron, alih bahasa : P. Andrianto, J. Gunawan, Kapita Selekta Patologi Klinik
(A Short Text Book of Clinical Pathology), Edisi 4, EGC, Jakarta, 1990.
f. E.N. Kosasih & A.S. Kosasih, Tafsiran Hasil Pemeriksaan Laboratorium Klinik,
Edisi 2, Tangerang, 2008.





















23

BAB IV
PEMERIKSAAN BENDA KETON
(KETONURIA)

1. Metode pemeriksaan :
a. Rothera
b. Gerhardt
2. Tujuan pemeriksaan :
Mengetahui cara pemeriksaan benda keton urin (ketonuria) metode rothera dan gerhardt.
3. Prinsip pemeriksaan :
a. Metode Rothera :
Natrium nitroprusid akan bereaksi dengan asam aseto asetat dan aseton dalam
suasana basa akan membentuk senyawa berwarna ungu.
b. Metode Gerhardt :
FeCl
3
dengan asam aceto asetat akan menimbulkan zat warna merah anggur.
4. Dasar teori :
Badan keton terdiri dari 3 senyawa, yaitu aseton, asam aseotasetat, dan asam -
hidroksibutirat, yang merupakan produk metabolisme lemak dan asam lemak yang
berlebihan. Badan keton diproduksi ketika karbohidrat tidak dapat digunakan untuk
menghasilkan energi yang disebabkan oleh : gangguan metabolisme karbohidrat (mis.
diabetes mellitus yang tidak terkontrol), kurangnya asupan karbohidrat (kelaparan, diet
tidak seimbang : tinggi lemak rendah karbohidrat), gangguan absorbsi karbohidrat
(kelainan gastrointestinal), atau gangguan mobilisasi glukosa, sehingga tubuh mengambil
simpanan asam lemak untuk dibakar.
Peningkatan kadar keton dalam darah akan menimbulkan ketosis sehingga dapat
menghabiskan cadangan basa (mis. bikarbonat, HCO3) dalam tubuh dan menyebabkan
asidosis. Pada ketoasidosis diabetik, keton serum meningkat hingga mencapai lebih dari
50 mg/dl. Keton memiliki struktur yang kecil dan dapat diekskresikan ke dalam urin.
Namun, kenaikan kadarnya pertama kali tampak pada plasma atu serum, kemudian baru
urin. Ketonuria (keton dalam urin) terjadi akibat ketosis. Benda keton yang dijumpai di
urine terutama adalah aseton dan asam asetoasetat.
24

Prosedur
Kumpulkan spesimen urine secara acak (urin random atau urin sewaktu). Urin harus
segar dan ditampung dalam wadah tertutup rapat. Pengujian harus segera dilakukan,
karena penundaan pengujian lebih lama dapat menyebabkan temuan negatif palsu. Hal ini
dikarenakan keton mudah menguap. Uji ketonuria dapat dilakukan dengan menggunakan
tablet Acetest, atau strip reagen (dipstick) Ketostix atau strip reagen multitest (mis.
Combur, Multistix, Arkray, dsb).
Uji ketonuria dengan tablet Acetest digunakan untuk mendeteksi dua keton utama, yaitu
aseton dan asam asetoasetat. Letakkan tablet Acetest di atas kertas saring atau tissue, lalu
teteskan urin segar di atas tablet tersebut. Tunggu selama 30 detik. Amati perubahan
warna yang terjadi pada tablet tersebut; jika berubah warna menjadi berwarna lembayung
terang gelap, maka uji keton dinyatakan positif.
Uji ketonuria dengan strip reagen (Ketostix atau strip reagen multitest) lebih sensitif
terhadap asam asetoasetat daripada aseton. Celupkan strip reagen ke dalam urin. Tunggu
selam 15 detik, lalu amati perubahan warna yang terjadi. Bandingkan dengan bagan
warna. Pembacaan dipstick dengan instrument otomatis lebih dianjurkan untuk
memperkecil kesalahan dalam pembacaan secara visual.
Nilai Rujukan
Dewasa dan anak : uji keton negatif (kurang dari15 mg/dl)
Masalah Klinis
Uji keton positif dapat dijumpai pada : Asidosis diabetic (ketoasidosis), kelaparan atau
malnutrisi, diet rendah karbohidrat, berpuasa, muntah yang berat, pingsan akibat panas,
kematian janin. Pengaruh obat : asam askorbat, senyawa levodopa, insulin, isopropil
alkohol, paraldehida, piridium, zat warna yang digunakan untuk berbagai uji
(bromsulfoftalein dan fenosulfonftalein).






25

5. Alat :
Tabung reaksi
Pipet ukur
Pipet tetes
Lampu spiritus
Penjepit tabung
Rak tabung

6. Reagen :
Metode Rothera :
Pereaksi Rothera : Natrium nitroprusid 5 gram + (NH
4
)
2
SO
4
/ buffer basa 200
gram campur dengan cara menggerus dalam mortar dan disimpan dalam botol
berwarna coklat tertutup rapat.
NH
4
OH pekat
Metode Gerhardt : FeCl
3
10%

7. Bahan : Urin

8. Cara kerja :
Metode Rothera
1. Tabung reaksi diisi 5ml urin
2. Tambah 1gram (sepucuk pisau) reagen Rothera dan campur sampai larut.
3. Tambahkan 1-2 ml NH
4
OH pekat melalui dinding tabung secara hati-hati
sehingga menyusun lapisan atas dari cairan didalam tabung.
4. Letakkan tabung dalam sikap tegak lurus, diamkan 5 menit.
5. Amati perbatasan kedua larutan.
Metode Gerhardt
1. Tabung reaksi diisi 5ml urin.
2. Tambah beberapa tetes FeCl
3
10%,dicampur.
3. Amati perubahan warna yang terjadi.

26

9. Interpretasi hasil :
Metode Rothera : Positif (+) bila timbul cincin ungu kemerahan pada perbatasan
kedua lapisan cairan.
Metode Gerhardt : Positif (+) terjadi warna merah anggur.

10. Kesimpulan :
Dari pemeriksaan atau praktikum yang dilakukan praktikan dapat mengetahui cara
pemeriksaan benda keton metode Rothera dan Gerhardt serta diperoleh hasil benda keton
metode Rothera ..................................., metode Gerhardt ...............................

11. Daftar pustaka :
a. Anna Poedjiadi, Dasar-Dasar Biokimia, UI Press, Jakarta, 1994
b. Frances K. Widmann, alih bahasa : S. Boedina Kresno, dkk., Tinjauan Klinis Atas
Hasil Pemeriksaan Laboratorium, EGC, Jakarta, 1992.
c. Joyce LeFever Kee, Pedoman Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik, edisi 6,
EGC, Jakarta, 2007.
d. Ronald A. Sacher & Richard A. McPherson, alih bahasa : Brahm U. Pendit & Dewi
Wulandari, Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Edisi 11, EGC,
Jakarta, 2004.
e. D.N. Baron, alih bahasa : P. Andrianto, J. Gunawan, Kapita Selekta Patologi Klinik
(A Short Text Book of Clinical Pathology), Edisi 4, EGC, Jakarta, 1990.
f. E.N. Kosasih & A.S. Kosasih, Tafsiran Hasil Pemeriksaan Laboratorium Klinik,
Edisi 2, Tangerang, 2008.


.



27

BAB V
PEMERIKSAAN BILIRUBIN URIN
(BILIRUBINURIA)

1. Metode pemeriksaan :
a. Harrison
b. Rosin
2. Tujuan pemeriksaan :
Mengetahui cara pemeriksaan bilirubin metode harrison dan rosin.
3. Prinsip pemeriksaan :
a. Metode Harrison :
Barium klorida (BaCl
2
) bereaksi dengan sulfat dalam urin membentuk endapan
BaSO
4
dan bilirubin menempel pada molekul ini. FeCl
3
mengoksidasi bilirubin
menjadi bliverdin yang berwarna hijau.
b. Metode Rosin :
Iodium akan mengoksidasi bilirubin menjadi biliverdin yang berwarna hijau
4. Dasar teori :
Secara normal, bilirubin tidak dijumpai di urin. Bilirubin terbentuk dari penguraian
hemoglobin dan ditranspor ke hati, tempat bilirubin berkonjugasi dan diekskresi dalam
bentuk empedu. Bilirubin terkonjugasi (bilirubin direk) ini larut dalam air dan
diekskresikan ke dalam urin jika terjadi peningkatan kadar di serum. Bilirubin tak
terkonjugasi (bilirubin indirek) bersifat larut dalam lemak, sehingga tidak dapat
diekskresikan ke dalam urin.

Prosedur
Uji bilirubinuria dapat menggunakan reaksi diazo (dengan tablet atau dipstick), atau uji
Fouchet (Harison spot test) dengan feri klorida asam (FeCl
2
). Uji bilirubinuria dengan
reaksi diazo banyak dipakai karena lebih praktis dan lebih sensitif.


28

Di antara dua macam uji diazo, uji tablet (mis. tablet Ictotest) lebih sensitif daripada
dipstick.
1. Reaksi diazo
Kumpulkan spesimen urin pagi atau urin sewaktu/acak (random). Celupkan stik
reagen (dipstick) atau tablet Ictotest. Tunggu 30 detik, lalu bandingkan warnanya
dengan bagan warna pada botol reagen. Pembacaan dipstick dengan instrument
otomatis lebih dianjurkan untuk memperkecil kesalahan dalam pembacaan secara
visual.
2. Uji Fouchet
Ke dalam 12 ml urin, tambahkan 3 ml barium klorida dan 3 tetes ammonium sulfat
jenuh. Centrifuge selama 5 menit dengan kecepatan 3500 rpm. Buang supernatant,
tambahkan 2 tetes larutan Fouchet pada endapan. Amati perubahan warna yang
terjadi.Reaksi negatif jika tidak tampak perubahan warna. Reaksi positif jika terjadi
perubahan warna : hijau atau biru.
Pengujian harus dilakukan dalam waktu 1 jam, dan urin harus dihindarkan dari pajanan
sinar matahari (sinar ultraviolet) langsung agar bilirubin tidak teroksidasi menjadi
biliverdin.

Nilai Rujukan
Normal : negatif (kurang dari 0.5mg/dl)

5. Alat :
Tabung reaksi
Pipet ukur
Pipet tetes
Rak tabung
Kertas saring




29

6. Reagen :
Metode Harrison :
Pereaksi Fouchet : 0,9 gram FeCl
3
dilarutkan dalam Trikloasetat 25% sampai
volume 100 ml
BaCl
2
10%
Metode Rosin : Larutan Iodium 1% (1 gram Iodium dilarutkan dalam 100 ml
aquadest)

7. Bahan : Urin

8. Cara kerja :
Metode Harrison
1. Tabung reaksi diisi 5ml urin.
2. Tambah 5ml BaCl
2
10%,dicampur kemudian disaring dengan kertas saring.
3. Kertas saring dibuka,presipat pada kertas saring dibiarkan sampai kering.
4. Tambah 1 tetes reagen fouchet pada presipitat.
Metode Rosin
1. 2 ml urin dalam tabung reaksi
2. Tambah 1 ml Iodium 1% lewat dinding tabung sehingga terbentuk dua lapisan
larutan.
3. Amati perbatasan kedua lapisan larutan.

9. Interpretasi hasil :
Metode Harrison : Positif (+) bila timbul warna hijau atau biru kehijauan
Metode Rosin : Positif (+) bila terbentuk warna hijau pada perbatasan kedua lapisan
larutan





30

10. Kesimpulan :
Dari pemeriksaan atau praktikum yang dilakukan praktikan dapat mengetahui cara
pemeriksaan bilrubin metode Harrison dan Rosin serta diperoleh hasil Bilirubin metode
Harrison ..................................., metode Rosin...............................

11. Daftar pustaka :
a. Anna Poedjiadi, Dasar-Dasar Biokimia, UI Press, Jakarta, 1994
b. Frances K. Widmann, alih bahasa : S. Boedina Kresno, dkk., Tinjauan Klinis Atas
Hasil Pemeriksaan Laboratorium, EGC, Jakarta, 1992.
c. Joyce LeFever Kee, Pedoman Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik, edisi 6,
EGC, Jakarta, 2007.
d. Ronald A. Sacher & Richard A. McPherson, alih bahasa : Brahm U. Pendit & Dewi
Wulandari, Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Edisi 11, EGC,
Jakarta, 2004.
e. D.N. Baron, alih bahasa : P. Andrianto, J. Gunawan, Kapita Selekta Patologi Klinik
(A Short Text Book of Clinical Pathology), Edisi 4, EGC, Jakarta, 1990.
f. E.N. Kosasih & A.S. Kosasih, Tafsiran Hasil Pemeriksaan Laboratorium Klinik,
Edisi 2, Tangerang, 2008.

.


.







31

BAB VI
PEMERIKSAAN UROBILINOGEN

1. Metode pemeriksaan :
a. Ehrlich (urobilinogen)
b. Schlesinger (urobilin)
2. Tujuan pemeriksaan :
Mengetahui cara pemeriksaan urobilinogen metode Ehrlich (urobilinogen) dan
Schlesinger (urobilin)
3. Prinsip pemeriksaan :
a. Metode Ehrlich (urobilinogen):
Urobilinogen dengan para dimetilaminobenzaldehid akan membentuk komplek
berwarna merah anggur
b. Metode Schlesinger (urobilin) :
Urobilin dengan regen Schlesinger membentuk suatu komplek dengan memberikan
fluorescensi hijau.

4. Dasar teori :

Empedu, yang sebagian besar dibentuk dari bilirubin terkonjugasi mencapai area
duodenum, tempat bakteri usus mengubah bilirubin menjadi urobilinogen. Sejumlah
besar urobilinogen berkurang di faeses, sejumlah besar kembali ke hati melalui aliran
darah; di sini urobilinogen diproses ulang menjadi empedu, dan kira-kira sejumlah 1%
diekskresikan oleh ginjal ke dalam urin. Ekskresi urobilinogen ke dalam urine kira-kira 1-
4 mg/24jam. Ekskresi mencapai kadar puncak antara jam 14.00 16.00, oleh karena itu
dianjurkan pengambilan sampel dilakukan pada jam-jam tersebut.





32

Prosedur
1. Spesimen urin sewaktu
Urine harus dalam keadaan masih segar dan harus segera diperiksa. Uji dapat
dilakukan sebagai bagian dari analisis urin rutin, menggunakan strip reagen
(dipstick) atau pereaksi Erlich. Celupkan strip reagen ke dalam urin, tunggu 30 detik.
Amati perubahan warna dan bandingkan dengan bagan warna. Pembacaan dipstick
dengan instrument otomatis lebih dianjurkan untuk memperkecil kesalahan dalam
pembacaan secara visual.
2. Spesimen urin 2 jam
Kumpulkan specimen urin di antara jam 13.00 15.00, atau antara jam 14.00
16.00, karena urobilinogen mencapai puncaknya di siang hari pada jam-jam tersebut.
Urin harus disimpan dalam lemari pendingin dan tempat yang gelap; urin harus
segera diperiksa dalam 30 menit karena urobilinogen dapat teroksidasi menjadi
urobilin (zat oranye). Uji dapat dilakukan dengan menggunakan strip reagen
(dipstick).
3. Spesimen urin 24 jam
Kumpulkan urin 24 jam, masukkan dalam wadah besar dan simpan dalam lemari
pendingin. Jika perlu tambahkan bahan pengawet. Jauhkan urin dari pajanan cahaya.
Tunda pemberian obat yang dapat mempengaruhi hasil uji selama 24 jam atau
sampai uji selesai dilakukan. Jika obat memang harus diberikan, cantumkan nama
obat tersebut pada formulir laboratorium. Uji dilakukan dengan menggunakan strip
reagen (dipstick).

Nilai Rujukan
Urin acak : negatif (kurang dari 2mg/dl>
Urin 2 jam : 0.3 1.0 unit Erlich
Urin 24 jam : 0.5 4.0 unit Erlich/24jam, atau 0,09 4,23 mol/24 jam (satuan SI)




33

Masalah Klinis
Peningkatan ekskresi urobilinogen dalam urine terjadi bila fungsi sel hepar menurun atau
terdapat kelebihan urobilinogen dalam saluran gastrointestinal yang melebehi batas
kemampuan hepar untuk melakukan rekskresi.
Urobilinogen meninggi dijumpai pada : destruksi hemoglobin berlebihan (ikterik
hemolitika atau anemia hemolitik oleh sebab apapun), kerusakan parenkim hepar (toksik
hepar, hepatitis infeksiosa, sirosis hepar, keganasan hepar), penyakit jantung dengan
bendungan kronik, obstruksi usus, mononukleosis infeksiosa, anemia sel sabit.
Hasil positif juga dapat diperoleh setelah olahraga atau minum atau dapat disebabkan oleh
kelelahan atau sembelit. Orang yang sehat dapat mengeluarkan sejumlah kecil
urobilinogen.
Urobilinogen urine menurun dijumpai pada ikterik obstruktif, kanker pankreas, penyakit
hati yang parah (jumlah empedu yang dihasilkan hanya sedikit), penyakit inflamasi yang
parah, kolelitiasis, diare yang berat.

Faktor yang Dapat Mempengaruhi Temuan Laboratorium
1. Reaksi positif palsu
o Pengaruh obat : fenazopiridin (Pyridium), sulfonamide, fenotiazin, asetazolamid
(Diamox), kaskara, metenamin mandelat (Mandelamine), prokain, natrium
bikarbonat, pemakaian pengawet formaldehid.
o Makanan kaya karbohidrat dapat meninggikan kadar urobilinogen, oleh karena itu
pemeriksaan urobilinogen dianjurkan dilakukan 4 jam setelah makan.
o Urine yang bersifat basa kuat dapat meningkatkan kadar urobilinogen; urine yang
dibiarkan setengah jam atau lebih lama akan menjadi basa.
2. Reaksi negatif palsu
o Pemberian antibiotika oral atau obat lain (ammonium klorida, vitamin C) yang
mempengaruhi flora usus yang menyebabkan urobilinogen tidak atau kurang
terbentuk dalam usus, sehingga ekskresi dalam urine juga berkurang.
o Paparan sinar matahari langsung dapat mengoksidasi urobilinogen menjadi
urobilin.
o Urine yang bersifat asam kuat.
34

5. Alat :
Tabung reaksi
Pipet ukur
Pipet tetes
Rak tabung
Kertas saring
Corong

6. Reagen :
Metode Ehrlich :
Pereaksi Ehrlich : dimetil aminobenzaldehid 2 gram dilarutkan dalam 50 ml HCl 37%
dan tambah aquadest ad 100 ml
Metode Rosin :
Pereaksi Schlesinger (10 gram Zn.acetat disuspensikan dalam 100 ml alcohol
96%)
Pereaksi Lugol (0,5 gram Iodium dan 1 gram KI dilarutkan dalam air, setelah
larut ditambahkan air sampai 150 ml)

7. Bahan : Urin

8. Cara kerja :
Metode Ehrlich (urobilinogen)
1. Tabung reksi diisi 5ml urin
2. Tambah 3 tetes reagen Ehrlich
3. Amati perubahan warna yang terjadi
Metode Schlesinger (urobilin)
1. Tabung reaksi diisi 5ml urin
2. Tambah 2 tetes pereaksi lugol
3. Tambah 5ml reagen schlinger,dicampur
4. Saring sampai didapat filtrat yang jernih
5. Filtrat diperiksa/dilihat dengan latar belakang gelap.
35

9. Interpretasi hasil :
Metode Ehrlich (urobilinogen) : Positif (+), bila timbul warna merah anggur
Metode Schlesinger (urobilin): Positif (+), bila dapat fluorescensi hijau pada filtrat

10. Kesimpulan :
Dari pemeriksaan atau praktikum yang dilakukan praktikan dapat mengetahui cara
pemeriksaan urobilinogen metode Ehrlich dan Schlesinger serta diperoleh hasil
Urobilinogen metode Ehrlich......................., metode Schlesinger...............................

11. Daftar pustaka :
a. Anna Poedjiadi, Dasar-Dasar Biokimia, UI Press, Jakarta, 1994
b. Frances K. Widmann, alih bahasa : S. Boedina Kresno, dkk., Tinjauan Klinis Atas
Hasil Pemeriksaan Laboratorium, EGC, Jakarta, 1992.
c. Joyce LeFever Kee, Pedoman Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik, edisi 6,
EGC, Jakarta, 2007.
d. Ronald A. Sacher & Richard A. McPherson, alih bahasa : Brahm U. Pendit & Dewi
Wulandari, Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Edisi 11, EGC,
Jakarta, 2004.
e. D.N. Baron, alih bahasa : P. Andrianto, J. Gunawan, Kapita Selekta Patologi Klinik
(A Short Text Book of Clinical Pathology), Edisi 4, EGC, Jakarta, 1990.
f. E.N. Kosasih & A.S. Kosasih, Tafsiran Hasil Pemeriksaan Laboratorium Klinik,
Edisi 2, Tangerang, 2008.







36

BAB VII
PEMERIKSAAN CALCIUM URIN

1. Metode pemeriksaan : Sulkowitch
2. Tujuan pemeriksaan :
Mengetahui cara pemeriksaan calcium urin metode sulkowitch
3. Prinsip pemeriksaan :
Reagen sulkowitch mengendapkan calsium dalam bentuk calcium oxalat tanpa calcium
fosfat oleh pH reagen.
4. Dasar teori :
Ekskresi kalsium dalam urin berbeda-beda tergantung pada kadar kalsium dalam
serum dan total kalsium dalam cairan tubuh. Dengan diit yang mengandung 0,5-1 gram
kalsium sehari, orang normal mengekresi 200-400 mg perhari. Kalau kalsium dalam
makanan ditingkatkan, ekskresi juga meningkat, tetapi mengurangi kalsium tidak banyak
berpengaruh terhadap banyaknya kalsium dalam urin. Penetapan kalsium dalam urin
penting untuk menilai pasien dengan batu ginjal dan pada pasien yang disangka
menderita kelainan paratiroid.
Test Sulkowitch adalah suatu test kualitatif terhadap kalsium dalam urin dan kadang-
kadang berguna untuk menemukan perubahan pada metabolisme mineral . kalau asam
asetat dan oksalat ditambahkan pada urin, terjadi kekeruhan yang derajatnya kira-kira
sepadan dengan banyaknya kalsium dalam urin. Pada kadar kalsium yang lebih dari 7,5
mg/dl serum urin biasanya mengandung cukup banyak kalsium sehingga test sulkowitch
mendatangkan kekeruhan ringan. Kalau kekeruhan itu sangat ringan dan tidak sama
sekali, kesimpulan yang diperoleh bahwa kadar kalsium dalam serum kurang dari 7,5
mg/dl. Presipitat berat menunjukkan hiperkalsemia. Test sulkowitch merupakan cara
praktis untuk memantau metabolisme kalsium pada pasien yang diketahui menderita
kelainan paratiroid atau tulang. Ekskresi kalsium paling banyak terjadi sesudah bersantap
dan paling sedikit sepanjang malam.


37

Specimen :
Kalau ada persangkaan ke arah hiperkalsemia progresif , sebaiknya menggunakan
sampel urin pagi untuk pemeriksaan yaitu urin yang mengandungsedikit kalsium
Pada pasien yang terdiagnosa hipokalsemia, sebaiknya pemeriksaan menggunakan
sampel urin post prandial yang dalam keadaan normal berisi banyak kalsium
Kalsium merupakan komponen essensial dalam banyak fungsi sel. Kalsium berperan
dalam pergerakan otot, mineralisasi tulang, mencegah osteoporosis, berperan dalam
pembekuan darah dan transmisi impuls. Dalam plasma kalsium terdapat dalam bentuk
bebas, dan terikat dalam protein. Pemeriksaan kalsium dalam urin dapat membantu dalam
mendiagnosa batu ginjal/ skrining batu ginjal, penyakit hati, osteoporosis, dan gangguan
absorpsi intestinal.
5. Alat :
Tabung reaksi
Pipet ukur
Pipet tetes
Rak tabung

6. Reagen :
Reagen Sulkowitch (asam oksalat 2,5 gram + ammonium oksalat 2,5 gram + asam
asetat glacial 5,0 ml + aquadest 150 ml)
7. Bahan : Urin

8. Cara kerja :
1. Tabung reaksi diisi 3 ml urine
2. Tambah 3 ml reagen sulkowitch, dicampur diamkan selama 2-3 menit.
3. Baca, bandingkan dengan blangko yang berisi 3 ml urine tanpa ditambah reagen.



38

9. Interpretasi hasil :
a. Negatif : tidak terjadi kekeruhan
b. Positif 1 (+) : terjadi kekeruhan
c. Positif 2 (++) : kekeruhan sedang
d. Positif 3 (+++) : kekeruhan agak berat, timbul dalam waktu kurang dari 20
detik
e. Positif 4 (++++) : kekeruhan berat yang terjadi seketika

10. Nilai normal : positif1 (+) untuk urin 24 jam

11. Kesimpulan :
Dari pemeriksaan atau praktikum yang dilakukan praktikan dapat mengetahui cara
pemeriksaan calcium urin metode Sulkowitch serta diperoleh hasil calcium urin ..

12. Daftar pustaka :
a. Frances K. Widmann, alih bahasa : S. Boedina Kresno dkk., Tinjauan Klinis Atas
Hasil Pemeriksaan Laboratorium, edisi 9, cetakan ke-1, EGC, Jakarta, 1992.
b. Ronald A. Sacher & Richard A. McPherson, alih bahasa : Brahm U. Pendit dan Dewi
Wulandari, editor : Huriawati Hartanto, Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan
Laboratorium, Edisi 11, EGC, Jakarta, 2004.
c. Kit insert Diasys, 2010, Pemeriksaan Kalsium








39

BAB VIII
PEMERIKSAAN KADAR CHLORIDA

1. Metode pemeriksaan : Fantus
2. Tujuan pemeriksaan :
Mengetahui cara pemeriksaan kadar chloride metode fantus
3. Prinsip pemeriksaan :
Metode ini di lakukan dengan mengunakan perak nitrat dengan ion kromat sebagai
indikator.
Ion chlorida berikatan dengan perak nitrat membentuk kompleks perak chlorida
warna putih, kelebihan nitrat dengan indikator kromat terbentuk ikatan perak kromat
berwarna merah coklat.

4. Dasar teori :
Klorida merupakan anion yang paling banyak ditemukan di cairan ekstraselular.
Klorida berperan penting dalam mempertahankan keseimbangan cairan tubuh,
osmolalitas cairan tubuh (dengan natrium), serta keseimbangan asam-basa. Ion ini
bergabung dengan ion hidrogen untuk menghasilkan kadar keasaman (asam hidroklorida
) di lambung.
Untuk mempertahankan keseimbangan asam-basa, klorida bersaing dengan
bikarbonat untuk mendapatkan natrium. Apabila cairan tubuh menjadi lebih asam, ginjal
mengompensasinya dengan mengekskresikan klorida dan natrium, sedangkan bikarbonat
diabsorpsi. Sebagai tambahan klorida saling masuk dan keluar dari sel darah merah untuk
bertukar dengan bikarbonat.
Tujuan Pemeriksaan klorida dalam urin adalah untuk memantau pengeluaran klorida
dari hari ke hari. Metode pemeriksaannya adalah fantus . menggunakan titrasi
argentometri. Urin yang digunakan adalah urin 24 jam . Jumlah klorida dalamurin
tergantung pada makanan , minuman, dan aktivitas . Makin banyak konsumsi menuman
berion maka jumlah klorida dalam urin akan meningkat. Hal in juga tergantung pada
aktivitas.

40

5. Alat :
Tabung reaksi
Pipet ukur
Pipet tetes
Rak tabung

6. Reagen :
AgNO
3
2,9% (2,9 gram dilarutkan dengan aquadest sampai 100 ml)
K
2
CrO
4
20% (20 gram K
2
CrO
4
dilarutkan dengan aquadest sampai 100 ml)

7. Bahan : Urin

8. Cara kerja :
1. Tabung reaksi diisi 10 tetes urin menggunakan pipet tetes 1 ml.
2. Tambahkan 1-2 tetes larutan K
2
CrO
4
20% dengan pipet ukur 1ml, dicampur.
3. Tambah tetes demi tetes (titrasi) dengan pipet ukur 1 ml,larutan AgNO
3
sampai
terbentuk warna merah coklat yang meratap.
4. Hitung kadar chlorida jumlah tetes larutan perak nitrat yang di pakai sama dengan
gram NaCl/liter urin

9. Perhitungan :
Kadar Cl =

( )

10. Nilai normal : 90 150 meq/l

11. Kesimpulan :
Dari pemeriksaan atau praktikum yang dilakukan praktikan dapat mengetahui cara
pemeriksaan kadar chloride urin metode Fantus serta diperoleh kadar chlorida urin
..


41

12. Daftar pustaka :
a. Frances K. Widmann, alih bahasa : S. Boedina Kresno dkk., Tinjauan Klinis Atas
Hasil Pemeriksaan Laboratorium, edisi 9, cetakan ke-1, EGC, Jakarta, 1992.
b. Ronald A. Sacher & Richard A. McPherson, alih bahasa : Brahm U. Pendit dan
Dewi Wulandari, editor : Huriawati Hartanto, Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan
Laboratorium, Edisi 11, EGC, Jakarta, 2004.
c. Kit insert Diasys, 2010, Pemeriksaan Klorida
























42

BAB IX
PEMERIKSAAN URIN STICK DAN SEDIMEN URIN

1. Metode pemeriksaan : Stick (urin strip) dan mikroskopis
2. Tujuan pemeriksaan :
Mengetahui cara pemeriksaan urin stick dan sedimen urin
3. Prinsip pemeriksaan :
Endapan urine yang diperoleh setelah dipusing diperiksa dibawah mikroskop dan
dihitung unsur sel dan torak.
4. Dasar teori
Urinalisis Stick
Dipstick adalah strip reagen berupa strip plastik tipis yang ditempeli kertas seluloid yang
mengandung bahan kimia tertentu sesuai jenis parameter yang akan diperiksa. Urine Dip
merupakan analisis kimia cepat untuk mendiagnosa berbagai penyakit.
Uji kimia yang tersedia pada reagen strip umumnya adalah : glukosa, protein, bilirubin,
urobilinogen, pH, berat jenis, darah, keton, nitrit, dan leukosit esterase.

Prosedur Tes


Ambil hanya sebanyak strip yang diperlukan dari wadah dan segera tutup wadah.
Celupkan strip reagen sepenuhnya ke dalam urin selama dua detik. Hilangkan kelebihan
urine dengan menyentuhkan strip di tepi wadah spesimen atau dengan meletakkan strip di
atas secarik kertas tisu. Perubahan warna diinterpretasikan dengan membandingkannya
dengan skala warna rujukan, yang biasanya ditempel pada botol/wadah reagen strip.
Perhatikan waktu reaksi untuk setiap item. Hasil pembacaan mungkin tidak akurat jika
membaca terlalu cepat atau terlalu lambat, atau jika pencahayaan kurang. Pembacaan
dipstick dengan instrument otomatis lebih dianjurkan untuk memperkecil kesalahan
dalam pembacaan secara visual.
43

Pemakaian reagen strip haruslah dilakukan secara hati-hati. Oleh karena itu harus
diperhatikan cara kerja dan batas waktu pembacaan seperti yang tertera dalam leaflet.
Setiap habis mengambil 1 batang reagen strip, botol/wadah harus segera ditutup kembali
dengan rapat, agar terlindung dari kelembaban, sinar, dan uap kimia. Setiap strip harus
diamati sebelum digunakan untuk memastikan bahwa tidak ada perubahan warna.

Glukosa
Kurang dari 0,1% dari glukosa normal disaring oleh glomerulus muncul dalam urin
(kurang dari 130 mg/24 jam). Glukosuria (kelebihan gula dalam urin) terjadi karena nilai
ambang ginjal terlampaui atau daya reabsorbsi tubulus yang menurun. Glukosuria
umumnya berarti diabetes mellitus. Namun, glukosuria dapat terjadi tidak sejalan dengan
peningkatan kadar glukosa dalam darah, oleh karena itu glukosuria tidak selalu dapat
dipakai untuk menunjang diagnosis diabetes mellitus.
Untuk pengukuran glukosa urine, reagen strip diberi enzim glukosa oksidase (GOD),
peroksidase (POD) dan zat warna.

Protein
Biasanya, hanya sebagian kecil protein plasma disaring di glomerulus yang diserap oleh
tubulus ginjal. Normal ekskresi protein urine biasanya tidak melebihi 150 mg/24 jam atau
10 mg/dl dalam setiap satu spesimen. Lebih dari 10 mg/ml didefinisikan sebagai
proteinuria.
Sejumlah kecil protein dapat dideteksi dari individu sehat karena perubahan fisiologis.
Selama olah raga, stres atau diet yang tidak seimbang dengan daging dapat menyebabkan
protein dalam jumlah yang signifikan muncul dalam urin. Pra-menstruasi dan mandi air
panas juga dapat menyebabkan jumlah protein tinggi.
Protein terdiri atas fraksi albumin dan globulin. Peningkatan ekskresi albumin merupakan
petanda yang sensitif untuk penyakit ginjal kronik yang disebabkan karena penyakit
glomeruler, diabetes mellitus, dan hipertensi. Sedangkan peningkatan ekskresi globulin
dengan berat molekul rendah merupakan petanda yang sensitif untuk beberapa tipe
penyakit tubulointerstitiel.
44

Dipsticks mendeteksi protein dengan indikator warna Bromphenol biru, yang sensitif
terhadap albumin tetapi kurang sensitif terhadap globulin, protein Bence-Jones, dan
mukoprotein.

Bilirubin
Bilirubin yang dapat dijumpai dalam urine adalah bilirubin direk (terkonjugasi), karena
tidak terkait dengan albumin, sehingga mudah difiltrasi oleh glomerulus dan
diekskresikan ke dalam urine bila kadar dalam darah meningkat. Bilirubinuria dijumpai
pada ikterus parenkimatosa (hepatitis infeksiosa, toksik hepar), ikterus obstruktif, kanker
hati (sekunder), CHF disertai ikterik.

Urobilinogen
Empedu yang sebagian besar dibentuk dari bilirubin terkonjugasi mencapai area
duodenum, tempat bakteri dalam usus mengubah bilirubin menjadi urobilinogen.
Sebagian besar urobilinogen berkurang di faeses; sejumlah besar kembali ke hati melalui
aliran darah, di sini urobilinogen diproses ulang menjadi empedu; dan kira-kira sejumlah
1% diekskresikan ke dalam urine oleh ginjal.
Peningkatan ekskresi urobilinogen dalam urine terjadi bila fungsi sel hepar menurun atau
terdapat kelebihan urobilinogen dalam saluran gastrointestinal yang melebehi batas
kemampuan hepar untuk melakukan rekskresi. Urobilinogen meninggi dijumpai pada :
destruksi hemoglobin berlebihan (ikterik hemolitika atau anemia hemolitik oleh sebab
apapun), kerusakan parenkim hepar (toksik hepar, hepatitis infeksiosa, sirosis hepar,
keganasan hepar), penyakit jantung dengan bendungan kronik, obstruksi usus,
mononukleosis infeksiosa, anemia sel sabit. Urobilinogen urine menurun dijumpai pada
ikterik obstruktif, kanker pankreas, penyakit hati yang parah (jumlah empedu yang
dihasilkan hanya sedikit), penyakit inflamasi yang parah, kolelitiasis, diare yang berat.
Hasil positif juga dapat diperoleh setelah olahraga atau minum atau dapat disebabkan
oleh kelelahan atau sembelit. Orang yang sehat dapat mengeluarkan sejumlah kecil
urobilinogen.


45

Keasaman (pH)
Filtrat glomerular plasma darah biasanya diasamkan oleh tubulus ginjal dan saluran
pengumpul dari pH 7,4 menjadi sekitar 6 di final urin. Namun, tergantung pada status
asam-basa, pH kemih dapat berkisar dari 4,58,0. pH bervariasi sepanjang hari,
dipengaruhi oleh konsumsi makanan; bersifat basa setelah makan, lalu menurun dan
menjadi kurang basa menjelang makan berikutnya. Urine pagi hari (bangun tidur) adalah
yang lebih asam. Obat-obatan tertentu dan penyakit gangguan keseimbangan asam - basa
juga dapat mempengaruhi pH urine.
Urine yang diperiksa haruslah segar, sebab bila disimpan terlalu lama, maka pH akan
berubah menjadi basa. Urine basa dapat memberi hasil negatif atau tidak memadai
terhadap albuminuria dan unsure-unsur mikroskopik sedimen urine, seperti eritrosit,
silinder yang akan mengalami lisis. pH urine yang basa sepanjang hari kemungkinan oleh
adanya infeksi. Urine dengan pH yang selalu asam dapat menyebabkan terjadinya batu
asam urat.
Berikut ini adalah keadaan-keadaan yang dapat mempengaruhi pH urine :
pH basa : setelah makan, vegetarian, alkalosis sistemik, infeksi saluran kemih
(Proteus atau Pseudomonas menguraikan urea menjadi CO
2
dan ammonia), terapi
alkalinisasi, asidosis tubulus ginjal, spesimen basi.
pH asam : ketosis (diabetes, kelaparan, penyakit demam pada anak), asidosis sistemik
(kecuali pada gangguan fungsi tubulus, asidosis respiratorik atau metabolic memicu
pengasaman urine dan meningkatkan ekskresi NH
4+
), terapi pengasaman.

Berat Jenis (Specific Gravity, SG)
Berat jenis (yang berbanding lurus dengan osmolalitas urin yang mengukur konsentrasi
zat terlarut) mengukur kepadatan air seni serta dipakai untuk menilai kemampuan ginjal
untuk memekatkan dan mengencerkan urin.
Spesifik gravitasi antara 1,005 dan 1,035 pada sampel acak harus dianggap wajar jika
fungsi ginjal normal. Nilai rujukan untuk urine pagi adalah 1,015 1,025, sedangkan
dengan pembatasan minum selama 12 jam nilai normal > 1,022, dan selama 24 jam bisa
mencapai 1,026. Defek fungsi dini yang tampak pada kerusakan tubulus adalah
kehilangan kemampuan untuk memekatkan urine.
46

BJ urine yang rendah persisten menunjukkan gangguan fungsi reabsorbsi tubulus.
Nokturia dengan ekskresi urine malam > 500 ml dan BJ kurang dari 1.018, kadar glukosa
sangat tinggi, atau mungkin pasien baru-baru ini menerima pewarna radiopaque
kepadatan tinggi secara intravena untuk studi radiografi, atau larutan dekstran dengan
berat molekul rendah. Kurangi 0,004 untuk setiap 1% glukosa untuk menentukan
konsentrasi zat terlarut non-glukosa.

Darah (Blood)
Pemeriksaan dengan carik celup akan memberi hasil positif baik untuk hematuria,
hemoglobinuria, maupun mioglobinuria. Prinsip tes carik celup ialah mendeteksi
hemoglobin dengan pemakaian substrat peroksidase serta aseptor oksigen. Eritrosit yang
utuh dipecah menjadi hemoglobin dengan adanya aktivitas peroksidase. Hal ini
memungkinkan hasil tidak sesuai dengan metode mikroskopik sedimen urine.
Hemoglobinuria sejati terjadi bila hemoglobin bebas dalam urine yang disebabkan karena
danya hemolisis intravaskuler. Hemolisis dalam urine juga dapat terjadi karena urine
encer, pH alkalis, urine didiamkan lama dalam suhu kamar. Mioglobinuria terjadi bila
mioglobin dilepaskan ke dalam pembuluh darah akibat kerusakan otot, seperti otot
jantung, otot skeletal, juga sebagai akibat dari olah raga berlebihan, konvulsi. Mioglobin
memiliki berat molekul kecil sehingga mudah difiltrasi oleh glomerulus dan diekskresi ke
dalam urine.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
Hasil positif palsu dapat terjadi bila urine tercemar deterjen yang mengandung
hipoklorid atau peroksida, bila terdapat bakteriuria yang mengandung
peroksidase.
Hasil negatif palsu dapat terjadi bila urine mengandung vitamin C dosis tinggi,
pengawet formaldehid, nitrit konsentrasi tinggi, protein konsentrasi tinggi, atau
berat jenis sangat tinggi. Urine dari wanita yang sedang menstruasi dapat
memberikan hasil positif.



47

Keton
Badan keton (aseton, asam aseotasetat, dan asam -hidroksibutirat) diproduksi untuk
menghasilkan energi saat karbohidrat tidak dapat digunakan. Asam aseotasetat dan asam
-hidroksibutirat merupakan bahan bakar respirasi normal dan sumber energi penting
terutama untuk otot jantung dan korteks ginjal. Apabila kapasitas jaringan untuk
menggunakan keton sudah mencukupi maka akan diekskresi ke dalam urine, dan apabila
kemampuan ginjal untuk mengekskresi keton telah melampaui batas, maka terjadi
ketonemia. Benda keton yang dijumpai di urine terutama adalah aseton dan asam
asetoasetat.
Ketonuria disebabkan oleh kurangnya intake karbohidrat (kelaparan, tidak seimbangnya
diet tinggi lemak dengan rendah karbohidrat), gangguan absorbsi karbohidrat (kelainan
gastrointestinal), gangguan metabolisme karbohidrat (mis. diabetes), sehingga tubuh
mengambil kekurangan energi dari lemak atau protein, febris.

Nitrit
Di dalam urine orang normal terdapat nitrat sebagai hasil metabolisme protein, yang
kemudian jika terdapat bakteri dalam jumlah yang signifikan dalam urin (Escherichia
coli, Enterobakter, Citrobacter, Klebsiella, Proteus) yang megandung enzim reduktase,
akan mereduksi nitrat menjadi nitrit. Hal ini terjadi bila urine telah berada dalam kandung
kemih minimal 4 jam. Hasil negative bukan berarti pasti tidak terdapat bakteriuria sebab
tidak semua jenis bakteri dapat membentuk nitrit, atau urine memang tidak mengandung
nitrat, atau urine berada dalam kandung kemih kurang dari 4 jam. Disamping itu, pada
keadaan tertentu, enzim bakteri telah mereduksi nitrat menjadi nitrit, namun kemudian
nitrit berubah menjadi nitrogen.
Spesimen terbaik untuk pemeriksaan nitrit adalah urine pagi dan diperiksa dalam keadaan
segar, sebab penundaan pemeriksaan akan mengakibatkan perkembang biakan bakteri di
luar saluran kemih, yang juga dapat menghasilkan nitrit.




48

Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
Hasil positif palsu karena metabolisme bakteri in vitro apabila pemeriksaan
tertunda, urine merah oleh sebab apapun, pengaruh obat (fenazopiridin).
Hasil negatif palsu terjadi karena diet vegetarian menghasilkan nitrat dalam
jumlah cukup banyak, terapi antibiotik mengubah metabolisme bakteri, organism
penginfeksi mungkin tidak mereduksi nitrat, kadar asam askorbat tinggi, urine
tidak dalam kandung kemih selama 4-6 jam, atau berat jenis urine tinggi.

Lekosit esterase
Lekosit netrofil mensekresi esterase yang dapat dideteksi secara kimiawi. Hasil tes lekosit
esterase positif mengindikasikan kehadiran sel-sel lekosit (granulosit), baik secara utuh
atau sebagai sel yang lisis. Limfosit tidak memiliki memiliki aktivitas esterase sehingga
tidak akan memberikan hasil positif. Hal ini memungkinkan hasil mikroskopik tidak
sesuai dengan hasil pemeriksaan carik celup.
Temuan laboratorium negatif palsu dapat terjadi bila kadar glukosa urine tinggi
(>500mg/dl), protein urine tinggi (>300mg/dl), berat jenis urine tinggi, kadar asam
oksalat tinggi, dan urine mengandung cephaloxin, cephalothin, tetrasiklin. Temuan positif
palsu pada penggunaan pengawet formaldehid. Urine basi dapat mempengaruhi hasil
pemeriksaan.

Pemeriksaan mikroskopis urin
Pemeriksaan mikroskopik diperlukan untuk mengamati sel dan benda berbentuk partikel
lainnya. Banyak macam unsur mikroskopik dapat ditemukan baik yang ada kaitannya
dengan infeksi (bakteri, virus) maupun yang bukan karena infeksi misalnya perdarahan,
disfungsi endotel dan gagal ginjal.
Metode pemeriksaan mikroskopik sedimen urine lebih dianjurkan untuk dikerjakan
dengan pengecatan Stenheimer-Malbin. Dengan pewarnaan ini, unsur-unsur mikroskopik
yang sukar terlihat pada sediaan natif dapat terlihat jelas.



49

Prosedur
Sampel urin dihomogenkan dulu kemudian dipindahkan ke dalam tabung pemusing
sebanyak 10 ml. Selanjutnya dipusingkan dengan kecepatan relatif rendah (sekitar 1500 -
2000 rpm) selama 5 menit. Tabung dibalik dengan cepat (decanting) untuk membuang
supernatant sehingga tersisa endapan kira-kira 0,2-0,5 ml. Endapan diteteskan ke gelas
obyek dan ditutup dengan coverglass. Jika hendak dicat dengan dengan pewarna
Stenheimer-Malbin, tetesi endapan dengan 1-2 tetes cat tersebut, kemudian dikocok dan
dituang ke obyek glass dan ditutup dengan coverglass, siap untuk diperiksa.
Endapan pertama kali diperiksa di bawah mikroskop dengan perbesaran rendah
menggunakan lensa obyektif 10X, disebut lapang pandang lemah (LPL) atau low power
field (LPF) untuk mengidentifikasi benda-benda besar seperti silinder dan kristal.
Selanjutnya, pemeriksaan dilakukan dengan kekuatan tinggi menggunakan lensa obyektif
40X, disebut lapang pandang kuat (LPK) atau high power field (HPF) untuk
mengidentifikasi sel (eritrosit, lekosit, epitel), ragi, bakteri, Trichomonas, filamen lendir,
sel sperma. Jika identifikasi silinder atau kristal belum jelas, pengamatan dengan lapang
pandang kuat juga dapat dilakukan.
Karena jumlah elemen yang ditemukan dalam setiap bidang dapat berbeda dari satu
bidang ke bidang lainnya, beberapa bidang dirata-rata. Berbagai jenis sel yang biasanya
digambarkan sebagai jumlah tiap jenis ditemukan per rata-rata lapang pandang kuat.
Jumlah silinder biasanya dilaporkan sebagai jumlah tiap jenis yang ditemukan per lapang
pandang lemah.
Cara melaporkan hasil adalah sebagai berikut :
Dilaporkan Normal + ++ +++ ++++
Eritrosit/LPK 0-3 4-8 8-30 lebih dari 30 penuh
Leukosit/LPK 0-4 5-20 20-50 lebih dari 50 penuh
Silinder/Kristal/LPL 0-1 1-5 5-10 10-30 lebih dari 30
Keterangan :
Khusus untuk kristal Ca-oxallate : + masih dinyatakan normal; ++ dan +++ sudah
dinyatakan abnormal.
50

Eritrosit



Eritrosit dalam air seni dapat berasal dari bagian manapun dari saluran kemih. Secara
teoritis, harusnya tidak dapat ditemukan adanya eritrosit, namun dalam urine normal
dapat ditemukan 0 3 sel/LPK. Hematuria adalah adanya peningkatan jumlah eritrosit
dalam urin karena: kerusakan glomerular, tumor yang mengikis saluran kemih, trauma
ginjal, batu saluran kemih, infeksi, inflamasi, infark ginjal, nekrosis tubular akut, infeksi
saluran kemih atas dan bawah, nefrotoksin, dll.
Hematuria dibedakan menjadi hematuria makroskopik (gross hematuria) dan hematuria
mikroskopik. Darah yang dapat terlihat jelas secara visual menunjukkan perdarahan
berasal dari saluran kemih bagian bawah, sedangkan hematuria mikroskopik lebih
bermakna untuk kerusakan glomerulus.
Dinyatakan hematuria mikroskopik jika dalam urin ditemukan lebih dari 5 eritrosit/LPK.
Hematuria mikroskopik sering dijumpai pada nefropati diabetik, hipertensi, dan ginjal
polikistik. Hematuria mikroskopik dapat terjadi persisten, berulang atau sementara dan
berasal dari sepanjang ginjal-saluran kemih. Hematuria persisten banyak dijumpai pada
perdarahan glomerulus ginjal.
Eritrosit dapat terlihat berbentuk normal, membengkak, krenasi, mengecil, shadow atau
ghost cells dengan mikroskop cahaya. Spesimen segar dengan berat jenis 1,010-1,020,
eritrosit berbentuk cakram normal. Eritrosit tampak bengkak dan hampir tidak berwarna
pada urin yang encer, tampak mengkerut (crenated) pada urine yang pekat, dan tampak
mengecil sekali dalam urine yang alkali. Selain itu, kadang-kadang eritrosit tampak
seperti ragi.



Eritrosit dismorfik tampak pada ukuran yang heterogen, hipokromik, terdistorsi dan
sering tampak gumpalan-gumpalan kecil tidak beraturan tersebar di membran sel.
Eritrosit dismorfik memiliki bentuk aneh akibat terdistorsi saat melalui struktur
glomerulus yang abnormal. Adanya eritrosit dismorfik dalam urin menunjukkan penyakit
51

glomerular seperti glomerulonefritis.

Leukosit



Lekosit berbentuk bulat, berinti, granuler, berukuran kira-kira 1,5 2 kali eritrosit.
Lekosit dalam urine umumnya adalah neutrofil (polymorphonuclear, PMN). Lekosit
dapat berasal dari bagian manapun dari saluran kemih.
Lekosit hingga 4 atau 5 per LPK umumnya masih dianggap normal. Peningkatan jumlah
lekosit dalam urine (leukosituria atau piuria) umumnya menunjukkan adanya infeksi
saluran kemih baik bagian atas atau bawah, sistitis, pielonefritis, atau glomerulonefritis
akut. Leukosituria juga dapat dijumpai pada febris, dehidrasi, stress, leukemia tanpa
adanya infeksi atau inflamasi, karena kecepatan ekskresi leukosit meningkat yang
mungkin disebabkan karena adanya perubahan permeabilitas membran glomerulus atau
perubahan motilitas leukosit. Pada kondisi berat jenis urin rendah, leukosit dapat
ditemukan dalam bentuk sel Glitter merupakan lekosit PMN yang menunjukkan gerakan
Brown butiran dalam sitoplasma. Pada suasana pH alkali leukosit cenderung
berkelompok.
Lekosit dalam urine juga dapat merupakan suatu kontaminan dari saluran urogenital,
misalnya dari vagina dan infeksi serviks, atau meatus uretra eksterna pada laki-laki.


Sel Epitel

Sel Epitel Tubulus










Sel epitel tubulus ginjal berbentuk bulat atau oval, lebih besar dari leukosit,
mengandung inti bulat atau oval besar, bergranula dan biasanya terbawa ke urin
dalam jumlah kecil. Namun, pada sindrom nefrotik dan dalam kondisi yang mengarah
ke degenerasi saluran kemih, jumlahnya bisa meningkat. Jumlah sel tubulus 13 /
52

LPK atau penemuan fragmen sel tubulus dapat menunjukkan adanya penyakit ginjal
yang aktif atau luka pada tubulus, seperti pada nefritis, nekrosis tubuler akut, infeksi
virus pada ginjal, penolakan transplnatasi ginjal, keracunan salisilat.











Sel epitel tubulus dapat terisi oleh banyak tetesan lemak yang berada dalam lumen
tubulus (lipoprotein yang menembus glomerulus), sel-sel seperti ini disebut oval fat
bodies / renal tubular fat / renal tubular fat bodies. Oval fat bodies menunjukkan
adanya disfungsi disfungsi glomerulus dengan kebocoran plasma ke dalam urin dan
kematian sel epitel tubulus. Oval fat bodies dapat dijumpai pada sindrom nefrotik,
diabetes mellitus lanjut, kerusakan sel epitel tubulus yang berat karena keracunan
etilen glikol, air raksa. Selain sel epitel tubulus, oval fat bodies juga dapat berupa
makrofag atau hisiosit.
Sel epitel tubulus yang membesar dengan multinukleus (multinucleated giant cells)
dapat dijumpai pada infeksi virus. Jenis virus yang dapat menginfeksi saluran kemih
adalah Cytomegalovirus (CMV) atau Herpes simplex virus (HSV) tipe 1 maupun tipe
2.
Sel epitel transisional
Sel epitel ini dari pelvis ginjal, ureter, kandung kemih (vesica urinaria), atau uretra,
lebih besar dari sel epitel tubulus ginjal, dan agak lebih kecil dari sel epitel skuamosa.
Sel epitel ini berbentuk bulat atau oval, gelendong dan sering mempunyai tonjolan.
Besar kecilnya ukuran sel epitel transisional tergantung dari bagian saluran kemih
yang mana dia berasal. Sel epitel skuamosa adalah sel epitel terbesar yang terlihat
pada spesimen urin normal. Sel epitel ini tipis, datar, dan inti bulat kecil. Mereka
mungkin hadir sebagai sel tunggal atau sebagai kelompok dengan ukuran bervariasi.












53

Sel skuamosa
Epitel skuamosa umumnya dalam jumlah yang lebih rendah dan berasal dari
permukaan kulit atau dari luar uretra. Signifikansi utama mereka adalah sebagai
indikator kontaminasi.

Silinder

Silinder (cast) adalah massa protein berbentuk silindris yang terbentuk di tubulus ginjal
dan dibilas masuk ke dalam urine. Silinder terbentuk hanya dalam tubulus distal yang
rumit atau saluran pengumpul (nefron distal). Tubulus proksimal dan lengkung Henle
bukan lokasi untuk pembentukan silinder. Silinder dibagi-bagi berdasarkan gambaran
morfologik dan komposisinya. Faktor-faktor yang mendukung pembentukan silinder
adalah laju aliran yang rendah, konsentrasi garam tinggi, volume urine yang rendah, dan
pH rendah (asam) yang menyebabkan denaturasi dan precipitasi protein, terutama
mukoprotein Tamm-Horsfall. Mukoprotein Tamm-Horsfall adalah matriks protein yang
lengket yang terdiri dari glikoprotein yang dihasilkan oleh sel epitel ginjal. Semua benda
berupa partikel atau sel yang terdapat dalam tubulus yang abnormal mudah melekat pada
matriks protein yang lengket.

Konstituen selular yang umumnya melekat pada silinder adalah eritrosit, leukosit, dan sel
epitel tubulus, baik dalam keadaan utuh atau dalam berbagai tahapan disintegrasi.
Apabila silinder mengandung sel atau bahan lain yang cukup banyak, silinder tersebut
dilaporkan berdasarkan konstituennya. Apabila konstituen selular mengalami disintegrasi
menjadi partikel granuler atau debris, biasanya silinder hanya disebut sebagai silinder
granular.

1. Silinder hialin









Silinder hialin atau silinder protein terutama terdiri dari mucoprotein (protein Tamm-
Horsfall) yang dikeluarkan oleh sel-sel tubulus. Silinder ini homogen (tanpa struktur),
tekstur halus, jernih, sisi-sisinya parallel, dan ujung-ujungnya membulat. Sekresi
protein Tamm-Horsfall membentuk sebuah silinder hialin di saluran pengumpul.
Silinder hialin tidak selalu menunjukkan penyakit klinis. Silinder hialin dapat dilihat
bahkan pada pasien yang sehat. Sedimen urin normal mungkin berisi 0 1 silinder
hialin per LPL. Jumlah yang lebih besar dapat dikaitkan dengan proteinuria ginjal
(misalnya, penyakit glomerular) atau ekstra-ginjal (misalnya, overflow proteinuria
seperti dalam myeloma).
54

Silinder protein dengan panjang, ekor tipis terbentuk di persimpangan lengkung Henle's
dan tubulus distal yang rumit disebut silindroid (cylindroids).

2. Silinder Eritrosit



Silinder eritrosit bersifat granuler dan mengandung hemoglobin dari kerusakan eritrosit.
Adanya silinder eritrosit disertai hematuria mikroskopik memperkuat diagnosis untuk
kelainan glomerulus. Cedera glomerulus yang parah dengan kebocoran eritrosit atau
kerusakan tubular yang parah menyebabkan sel-sel eritrosit melekat pada matriks
protein (mukoprotein Tamm-Horsfall) dan membentuk silinder eritrosit.


3. Silinder Leukosit



Silinder lekosit atau silinder nanah, terjadi ketika leukosit masuk dalam matriks
Silinder. Kehadiran mereka menunjukkan peradangan pada ginjal, karena silinder
tersebut tidak akan terbentuk kecuali dalam ginjal. Silinder lekosit paling khas untuk
pielonefritis akut, tetapi juga dapat ditemukan pada penyakit glomerulus
(glomerulonefritis). Glitter sel (fagositik neutrofil) biasanya akan menyertai silinder
lekosit. Penemuan silinder leukosit yang bercampur dengan bakteri mempunyai arti
penting untuk pielonefritis, mengingat pielonefritis dapat berjalan tanpa keluhan
meskipun telah merusak jaringan ginjal secara progresif.




55



4. Silinder Granular



Silinder granular adalah silinder selular yang mengalami degenerasi. Disintegrasi sel
selama transit melalui sistem saluran kemih menghasilkan perubahan membran sel,
fragmentasi inti, dan granulasi sitoplasma. Hasil disintegrasi awalnya granular kasar,
kemudian menjadi butiran halus.


5. Silinder Lilin (Waxy Cast)




Silinder lilin adalah silinder tua hasil silinder granular yang mengalami perubahan
degeneratif lebih lanjut. Ketika silinder selular tetap berada di nefron untuk beberapa
waktu sebelum mereka dikeluarkan ke kandung kemih, sel-sel dapat berubah menjadi
silinder granular kasar, kemudian menjadi sebuah silinder granular halus, dan akhirnya,
menjadi silinder yang licin seperti lilin (waxy). Silinder lilin umumnya terkait dengan
penyakit ginjal berat dan amiloidosis ginjal. Kemunculan mereka menunjukkan
keparahan penyakit dan dilasi nefron dan karena itu terlihat pada tahap akhir penyakit
ginjal kronis.
Yang disebut telescoped urinary sediment adalah salah satu di mana eritrosit, leukosit,
oval fat bodies, dan segala jenis silinder yang ditemukan kurang lebih sama-sama
berlimpah. Kondisi yang dapat menyebabkan telescoped urinary sediment adalah: 1)
lupus nefritis 2) hipertensi ganas 3) diabetes glomerulosclerosis, dan 4)
glomerulonefritis progresif cepat.
Pada tahap akhir penyakit ginjal dari setiap penyebab, sedimen saluran kemih sering
menjadi sangat kurang karena nefron yang masih tersisa menghasilkan urin encer.


56

Bakteri

Bakteri yang umum dalam spesimen urin karena banyaknya mikroba flora normal
vagina atau meatus uretra eksternal dan karena kemampuan mereka untuk cepat
berkembang biak di urine pada suhu kamar. Bakteri juga dapat disebabkan oleh
kontaminan dalam wadah pengumpul, kontaminasi tinja, dalam urine yang dibiarkan
lama (basi), atau memang dari infeksi di saluran kemih. Oleh karena itu pengumpulan
urine harus dilakukan dengan benar (lihat pengumpulan specimen urine)
Diagnosis bakteriuria dalam kasus yang dicurigai infeksi saluran kemih memerlukan tes
biakan kuman (kultur). Hitung koloni juga dapat dilakukan untuk melihat apakah
jumlah bakteri yang hadir signifikan. Umumnya, lebih dari 100.000 / ml dari satu
organisme mencerminkan bakteriuria signifikan. Beberapa organisme mencerminkan
kontaminasi. Namun demikian, keberadaan setiap organisme dalam spesimen
kateterisasi atau suprapubik harus dianggap signifikan.


Ragi



Sel-sel ragi bisa merupakan kontaminan atau infeksi jamur sejati. Mereka sering sulit
dibedakan dari sel darah merah dan kristal amorf, membedakannya adalah bahwa ragi
memiliki kecenderungan bertunas. Paling sering adalah Candida, yang dapat
menginvasi kandung kemih, uretra, atau vagina.

Trichomonas vaginalis


Trichomonas vaginalis adalah parasit menular seksual yang dapat berasal dari
urogenital laki-laki dan perempuan. Ukuran organisme ini bervariasi antara 1-2 kali
diameter leukosit. Organisme ini mudah diidentifikasi dengan cepat dengan melihat
adanya flagella dan pergerakannya yang tidak menentu.


57

Kristal
Kristal yang sering dijumpai adalah kristal calcium oxallate, triple phosphate, asam
urat. Penemuan kristal-kristal tersebut tidak mempunyai arti klinik yang penting.
Namun, dalam jumlah berlebih dan adanya predisposisi antara lain infeksi,
memungkinkan timbulnya penyakit "kencing batu", yaitu terbentuknya batu ginjal-
saluran kemih (lithiasis) di sepanjang ginjal saluran kemih, menimbulkan jejas, dan
dapat menyebabkan fragmen sel epitel terkelupas. Pembentukan batu dapat disertai
kristaluria, dan penemuan kristaluria tidak harus disertai pembentukan batu.

1. Kalsium Oksalat









Kristal ini umum dijumpai pada spesimen urine bahkan pada pasien yang sehat. Mereka
dapat terjadi pada urin dari setiap pH, terutama pada pH yang asam. Kristal bervariasi
dalam ukuran dari cukup besar untuk sangat kecil. Kristal ca-oxallate bervariasi dalam
ukuran, tak berwarna, dan bebentuk amplop atau halter. Kristal dapat muncul dalam
specimen urine setelah konsumsi makanan tertentu (mis. asparagus, kubis, dll) dan
keracunan ethylene glycol. Adanya 1 5 ( + ) kristal Ca-oxallate per LPL masih
dinyatakan normal, tetapi jika dijumpai lebih dari 5 ( ++ atau +++ ) sudah dinyatakan
abnormal.

2. Triple Fosfat



Seperti halnya Ca-oxallate, triple fosfat juga dapat dijumpai bahkan pada orang yang
sehat. Kristal terlihat berbentuk prisma empat persegi panjang seperti tutup peti mati
(kadang-kadang juga bentuk daun atau bintang), tak berwarna dan larut dalam asam
cuka encer. Meskipun mereka dapat ditemukan dalam setiap pH, pembentukan mereka
lebih disukai di pH netral ke basa. Kristal dapat muncul di urin setelah konsumsi makan
tertentu (buah-buahan). Infeksi saluran kemih dengan bakteri penghasil urease (mis.
Proteus vulgaris) dapat mendukung pembentukan kristal (dan urolithiasis) dengan
meningkatkan pH urin dan meningkatkan amonia bebas.
58


3. Asam Urat



Kristal asam urat tampak berwarna kuning ke coklat, berbentuk belah ketupat (kadang-
kadang berbentuk jarum atau mawar). Dengan pengecualian langka, penemuan kristal
asam urat dalam urin sedikit memberikan nilai klinis, tetapi lebih merupakan zat
sampah metabolisme normal; jumlahnya tergantung dari jenis makanan, banyaknya
makanan, kecepatan metabolisme dan konsentrasi urin. Meskipun peningkatan 16%
pada pasien dengan gout, dan dalam keganasan limfoma atau leukemia, kehadiran
mereka biasanya tidak patologis atau meningkatkan konsentrasi asam urat.

4. Sistin (Cystine)



Cystine berbentuk heksagonal dan tipis. Kristal ini muncul dalam urin sebagai akibat
dari cacat genetic atau penyakit hati yang parah. Kristal dan batu sistin dapat dijumpai
pada cystinuria dan homocystinuria. Terbentuk pada pH asam dan ketika
konsentrasinya > 300mg. Sering membingungkan dengan kristal asam urat. Sistin
crystalluria atau urolithiasis merupakan indikasi cystinuria, yang merupakan kelainan
metabolisme bawaan cacat yang melibatkan reabsorpsi tubulus ginjal tertentu termasuk
asam amino sistin.










59


5. Leusin dan Tirosin



Leusin dan tirosin adalah kristal asam amino dan sering muncul bersama-sama dalam
penyakit hati yang parah. Tirosin tampak sebagai jarum yang tersusun sebagai berkas
atau mawar dan kuning. Leusin muncul-muncul berminyak bola dengan radial dan
konsentris striations. Kristal leucine dipandang sebagai bola kuning dengan radial
konsentris. Kristal ini kadang-kadang dapat keliru dengan sel-sel, dengan pusat nukleus
yang menyerupai. Kristal dari asam amino leusin dan tirosin sangat jarang terlihat di
sedimen urin. Kristal ini dapat diamati pada beberapa penyakit keturunan seperti
tyrosinosis dan "penyakit Maple Syrup". Lebih sering kita menemukan kristal ini
bersamaan pada pasien dengan penyakit hati berat (sering terminal).

6. Kristal Kolesterol



Kristal kolesterol tampak regular atau irregular , transparan, tampak sebagai pelat tipis
empat persegi panjang dengan satu (kadang dua) dari sudut persegi memiliki takik.
Penyebab kehadiran kristal kolesterol tidak jelas, tetapi diduga memiliki makna klinis
seperti oval fat bodies. Kehadiran kristal kolesterol sangat jarang dan biasanya disertai
oleh proteinuria.








60



7. Kristal lain
Berbagai macam jenis kristal lain yang dapat dijumpai dalam sedimen urin misalnya
adalah :
Kristal dalam urin asam :
Natirum urat : tak berwarna, bentuk batang ireguler tumpul, berkumpul
membentuk roset.
Amorf urat : warna kuning atau coklat, terlihat sebagai butiran, berkumpul.

Kristal dalam urin alkali :










Amonium urat (atau biurat) : warna kuning-coklat, bentuk bulat tidak teratur,
bulat berduri, atau bulat bertanduk.
Ca-fosfat : tak berwarna, bentuk batang-batang panjang, berkumpul membentuk
rosset.
Amorf fosfat : tak berwarna, bentuk butiran-butiran, berkumpul.
Ca-karbonat : tak berwarna, bentuk bulat kecil, halter.

Secara umum, tidak ada intepretasi klinis, tetapi jika terdapat dalam jumlah yang
banyak, mungkin dapat menimbulkan gangguan.
Banyak obat diekskresikan dalam urin mempunyai potensi untuk membentuk kristal,
seperti :



kristal Sulfadiazin dan kristal Sulfonamida



61

5. Alat :
Tabung sentrifuge
Sentrifuge
Pipet tetes
Rak tabung
Mikroskop
6. Reagen : Stick urin
7. Bahan : Urin
8. Cara kerja :
a. Botol berisi urin digoyangkan agar memperoleh sampel yang tercampur (homogen)
b. Ambil sebanyak 15 ml urin dan tuang ke dalam tabung sentrifuge.
c. Masukkan stik urin dan bandingkan dengan standart pemeriksaan biokimiawi pada
botol stik urin
d. Catat hasil pengamatan pada buku hasil pemeriksaan
e. Pusingkan dengan alat sentrifuge selama 3-5 menit dengan kecepatan 1.500 2.000
rpm.
f. Isi tabung dituang habis ke tabung lain (gerakan satu kali dan cepat)
Dasar tabung pertama diketok beberapa kali agar sisa urine dan endapan tercampur.
g. Letakkan setetes campuran tersebut di atas kaca objek bersih dan tutup dengan kaca
penutup.
h. Periksa di bawah mikroskop dengan cahaya rendah lensa objektif kecil (10x) =
Lapangan Pandang Kecil (LPK). Periksa seluruh sediaan, perhatikan adanya jenis
torak. Laporkan jumlah torak terlihat dalam 10 LPK, misalnya 0-3 torak hialin/LPK.
i. Pindah lensa sedang (40x) = Lapangan Pandang Besar (LPB) untuk menghitung
jumlah leukosit, eritrosit dan glitter celll yang dijumpai dalam 10 LPB serta bagi
dengan angka 10.
j. Laporkan juga adanya jenis kristal, jamur, sperma, parasit dan lain-lain.




62

9. Interpretasi hasil :
1. Lapang Pandang Kecil (LPK):
a. Epithel
b. Silinder
c. Kristal
d. Kristal Patologis
e. Mikroorganisme
2. Lapang Pandang Besar (LPB):
a. Sel Eritrosit
b. Sel Lekosit
c. Sel Glitter ( Lekosit Ginjal)
d. Oval Fat Bodies
10. Pengamatan hasil
Urobilinogen :
Glukosa :
Keton :
Bilirubin :
Protein :
Nitrit :
pH :
Blood :
Berat Jenis :
Leukosit :
Epithel :
Silinder :
Kristal :
Kristal Patologis :
Mikroorganisme :
Sel Eritrosit :
Sel Lekosit :
63


11. Kesimpulan :
Dari pemeriksaan atau praktikum yang dilakukan praktikan dapat mengetahui cara
pemeriksaan urin metode stick dan sedimen urin (mikroskopis urin)

12. Daftar pustaka :
a. Anna Poedjiadi, Dasar-Dasar Biokimia, UI Press, Jakarta, 1994
b. Frances K. Widmann, alih bahasa : S. Boedina Kresno, dkk., Tinjauan Klinis Atas
Hasil Pemeriksaan Laboratorium, EGC, Jakarta, 1992.
c. Joyce LeFever Kee, Pedoman Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik, edisi 6,
EGC, Jakarta, 2007.
d. Ronald A. Sacher & Richard A. McPherson, alih bahasa : Brahm U. Pendit & Dewi
Wulandari, Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Edisi 11, EGC,
Jakarta, 2004.
e. D.N. Baron, alih bahasa : P. Andrianto, J. Gunawan, Kapita Selekta Patologi Klinik
(A Short Text Book of Clinical Pathology), Edisi 4, EGC, Jakarta, 1990.
f. E.N. Kosasih & A.S. Kosasih, Tafsiran Hasil Pemeriksaan Laboratorium Klinik,
Edisi 2, Tangerang, 2008.
g. Riswanto, Urinalisis, Diunduh dari www.labkesehatan.blogspot.com.Yogyakarta.
2010

You might also like