You are on page 1of 5

1.

Batch Process
a). Pengertian Batch Process
Menurut Iman, 2008 (2008) Batch Process merupakan fermentasi dengan cara memasukan
media dan inokulum secara bersamaan ke dalam bioreactor dan pengambilan produk
dilakukan pada akhir fermentasi. Pada system batch, bahan media dan inokulum dalam waktu
yang hampir bersamaan di masukan ke dalam bioreactor, dan pada saat proses berlangsung
akan terjadi terjadi perubahan kondisi di dalam bioreactor (nutrient akan berkurang dan
produk serta limbah).
b). Contoh produk Sistem Batch Process
Adapun contoh produk yang dapat menggunakan system Batch Process, diantaranya : yang
mungkin dilakukan untuk skala kecil adalah fermentasi batch. untuk pembuatan Bioetanol :
Food Grade dan Industrial ( Kosmetika , kesehatan dsb). Tidak direkomendasikan
menambahkan UREA,NPK dan Bahan Kimia lainya kecuali : Ragi ( Mikroba etanol )
(Bambang, 2010).
Pada penelitian yang dilakukan Tri Supriyanto (2010), tentang Fermentasi Etanol dari
Molases dengan Zymomonas mobilis A3 yang Diamobilisasi pada K-Karagenan juga dapat
dilakukan dengan cara Batch. Ragi yang dapat digunakan dalam proses fermentasi etanol
adalah Saccharomyces cerivisiae, Saccharomyces uvarum (tadinya Saccharomyces
carlsbergensis), Candida utilis, Saccharomyces anamensis, Schizosccharomyces pombe.
Hasil penelitian lainnya juga dilakukan oleh Caylak dan Vardar (1998), dalam Widjaja
(2010), Penelitian ini membandingkan produksi etanol dengan berbagai proses fermentasi
yaitu, batch, kontinyu, fed-batch, dan semi-kontinyu menggunakan glukosa sebagai substrat
dengan konsentrasi substrat 220 g/L dan bakteri Saccharomyces cerevisiae baik yang
freecells maupun immobilisasi sel.
c). Alasan menggunakan System Batch Process
Pada system fermentasi Batch, pada pasarnya prinsipnya merupakan sistem tertutup, tidak ada
penambahan media baru, ada penambahan oksigen (-O2) dan aerasi, antifoam dan
asam/basa dengan cara kontrol pH (Iman, 2008).
Batch Fermentation banyak diterapkan dalam dunia industri, karena kemudahan dalam proses
sterilisasi dan pengontrolan alat (Minier and Goma, 1982) dalam Setiyo Gunawan (2010).
Selain itu juga, pada cara batch menurut penelitian yang dilakukan Hana Silviana (2010),
mengatakan bahwa cara batch banyak diaplikasikan di industri etanol karena dapat
menghasilkan kadar etanol yang tinggi.
Kendala menggunakan System Batch Process:
Pada fermentasi secara batch untuk fermentasi etanol terjadi kendala yaitu produktivitas
etanol rendah. Rendahnya produktivitas etanol karena pada kondisi tertentu etanol yang
dihasilkan akan menjadi inhibitor, yang akan meracuni mikroorganisme sehingga
mengurangi aktivitas enzim, hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan Reksowardojo (2007) tentang produksi etanol menggunakan cara batch. Hal ini
juga diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Minier dan Goma (1982) dalam Hakim
(2010), bahwa fermentasi cara ini mempunyai kendala bahwa konsentrasi etanol yang
dihasilkan sangat rendah karena produksi etanol yang terakumulasi akan meracuni
mikroorganisme pada proses fermentasi. Akumulasi dari produk terlarut yang bersifat racun
akan menurunkan secara perlahan-lahan dan bahkan dapat menghentikan pertumbuhan serta
produksi dari mikroorganisme.
Kendala lain yang terjadi pada cara batch adalah pada proses batch hanya satu siklus dimana
pertumbuhan bakteri dan produksi gas metan semakin lama semakin menurun karena tidak
ada substrat baru yang diumpankan dalam reactor (Aprilianto, 2010). Hal ini juga diperkuat
dengan adanya penelitian yang dilakukan oleh Natalia Hariani (2010), proses batch
mempunyai kendala, membutuhkan waktu fermentasi yang lama, konsentrasi etanol yang
dihasilkan rendah akibat akumulasi produk etanol yang dapat meracuni mikroorganisme pada
proses fermentasi. Akumulasi dari produk terlarut yang bersifat racun akan menurunkan
secara perlahan-lahan dan selanjutnya menghentikan pertumbuhan mikroorganisme serta
produksi etanol.
Pada system batch, jumlah bakteri akan terus bertambah sedangkan tidak ada substrat yang
ditambahkan dalam reaktor sehingga glukosa yang terkonversi menjadi etanol akan semakin
besar (Hana, 2010).
Keuntungan menggunakan System Batch Process :
Menurut Rommy (2010), Bioreaktor tipe batch Tipe batch memiliki keuntungan lain yaitu
dapat digunakan ketika bahan tersedia pada waktu waktu tertentu dan bila memiliki
kandungan padatan tinggi (25%). Bila bahan berserat/ sulit untuk diproses, tipe batch akan
lebih cocok dibanding tipe aliran kontinyu (continuos flow), karena lama proses dapat
ditingkatkan dengan mudah. Bila proses terjadi kesalahan, misalnya karena bahan beracun,
proses dapat dihentikan dan dimulai dengan yang baru.
d). Prinsip (prosedur/SOP) System Batch Process
Sebagai contoh, merupakan cara batch yang digunakan adalah cara batch anaerob dari
penelitian Soewondo (2010). Reaktor yang digunakan dalam dalam hal ini adalah reaktor
batch anaerob dengan volume operasional sebesar 4 L. Pada penutup reaktor, terdapat 2 buah
selang silikon untuk sampling gas dan penambahan substansi (penetralan pH dengan basa),
termometer, serta pengaduk. Untuk reaktor cair, digunakan magnetic stirrer sebagai
pengaduk. Substrat yang telah dicampurkan dengan inokulum dimasukkan ke dalam reaktor.
Setelah reaktor ditutup dengan rapat, nitrogen dialirkan untuk mengusir oksigen yang berada
dalam reaktor supaya tercipta suasana anaerob. Reaktor dioperasikan selama 65 hari.
2. Proses sinambung (Continues Process)
a). Pengertian Sinambung (Continues Process)
Pada cara Sinambung (Continues Process), pengaliran subtrat dan pengambilan produk
dilakukan secara terus menerus (sinambung) setiap saat setelah diperoleh konsentrasi produk
maksimal atau subtract pembatasnya mencapai konsentrasi yang hampir tetap (Rusmana,
2008). Dalam hal ini subtrat dan inokulum dapat ditambahkan bersama-sama secara terus
menerus sehingga fase eksponensial dapat diperpanjang.
Ada 2 tipe siste, yaitu : homogenously mixed bioreactor dan Plug flow reactor. Pada tipe
Homogenously mixed bioreactor dapat dibagi menjadi 2 macam diantaranya Chemostat
dan Turbidostat (Rusmana, 2008).
b). Contoh produk System Sinambung (Continues Process)
Adapun contoh produk yang dapat menggunakan system sinambung (Continues Process)
diantaranya : protein sel tunggal, antibiotic, pelarut organic, kultur starter, dekomposisi
selulosa, pengolahan limbah cair, beer, glukosa isomerase, etanol (Rusmana, 2008).
Selain itu juga pembuatan etanol dapat digunakan cara System Sinambung (Continues
Process), hal ini juga diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Soehadi
Reksowardojo (2010) Produksi etanol dari molases secara fermentasi menggunakan yeast
Saccharomyces cereviceae dalam fermentor kontinyu. Proses fermentasi secara kontinyu
menggunakan yeast Saccharomyces cereviceae dengan Immobilized Cell dalam Ca-Alginate
di dalam Bioreactor Packed-bed.
Peneliti Katherin (2010), juga telah melakukan fermentasi dengan bioreactor System
Sinambung (Continues Process) pada fermentasi limbah cair tahu, bioreaktor ini digunakan
untuk mengolah limbah cair tahu yang dikondisikan terlebih dahulu derajat keasamannya dan
dicampur dengan bakteri starter EM4 dengan rasio 0.02%.
c). Alasan menggunakan System Sinambung (Continues Process)
Pada System Sinambung (Continues Process), pada pasarnya prinsipnya merupakan
fermentasi kontinyu dimana pada fermentor sistem terbuka, ada penambahan media baru, ada
kultur yg keluar, volume tetap dan fase fisiologi sel konstan (Iman, 2008).
Hal yang sama juga dikemukakan oleh Reksowardojo (2007), bahwa pada sistem kontinyu
dengan dilution rate yang lebih kecil (waktu tinggal yang lebih besar) memberikan hasil
konsentrasi etanol yang lebih mendekati sistem batch sehingga apabila waktu tinggal dalam
reaktor diperpanjang, memungkinkan konsentrasi etanol yang dihasilkan lebih mendekati
sistem batch.
Dalam hasil penelitian yang sama, menurut Reksowardjo (2007), dikatakan bahwa proses
fermentasi kontinyu dengan mmobilisasi sel akan memberikan hasil yang lebih baik
dibandingkan fermentasi batch. Pada fermentasi secara batch untuk fermentasi etanol terjadi
kendala yaitu produktivitas etanol rendah. Rendahnya produktivitas etanol karena pada
kondisi tertentu etanol yang dihasilkan akan menjadi inhibitor, yang akan meracuni
mikroorganisme sehingga mengurangi aktivitas enzim. Untuk mencari solusi terhadap
kelemahan tersebut dari hasil penelitian Abdul Hakim (2010), maka pada produksi etanol dari
molases ini dilakukan proses fermentasi secara kontinyu dalam bioreaktor packed bed
menggunakan teknik immobilized cell dengan K-Karaginan sebagai supporting matrice. Hal
ini juga dapat kita lihat secara jelas dalam penelitian yang dilakukan Darmawan (2010), yaitu
dengan melakukan proses fermentasi secara kontinyu dalam bioreaktor packed bed secara
immobilisasi sel dengan Zymomonas mobilis termutasi menggunakan Ca-Alginat yang
bertujuan untuk mengetahui pengaruh perubahan konsentrasi glukosa terhadap konsentrasi,
yield, dan produktivitas etanol. Hasil penelitian Hana Silviana (2010), juga memperkuat hasil
penelitian sebelumnya. Pada penelitian yang dilakukan, fermentasi dengan sistem kontinyu
memberikan konsentrasi etanol yang lebih kecil dari pada sistem batch yaitu 58,82 g/L untuk
sistem kontinyu pada dilution rate 0,18/jam dan 59,44 g/L untuk sistem batch. Hal ini dapat
terjadi karena waktu tinggal pada sistem kontinyu lebih pendek yaitu 5,55 jam dan 3,33 jam
dari pada sistem batch yaitu 48 jam. Hal ini dapat terjadi karena pada sistem batch, jumlah
bakteri akan terus bertambah sedangkan tidak ada substrat yang ditambahkan dalam reaktor
sehingga glukosa yang terkonversi menjadi etanol akan semakin besar. Pada sistem kontinyu
dengan dilution rate yang lebih kecil (waktu tinggal yang lebih besar) memberikan hasil
konsentrasi etanol yang lebih mendekati sistem batch sehingga apabila waktu tinggal dalam
reaktor diperpanjang, memungkinkan konsentrasi etanol yang dihasilkan lebih mendekati
sistem batch.
d). Prinsip (prosedur/SOP) System Sinambung (Continues Process)
Bioreaktor yang dibuat adalah jenis one stage kontinyu, yang terdiri dari tiga komponen
utama (penampung sementara, reaktor dan gas kolektor) (Katherin, 2010). Pada tipe aliran
kontinyu bahan dimasukkan ke dalam digester secara teratur pada satu ujung dan setelah
melalui jarak tertentu, keluar di ujung yang lain. Tipe ini mengatasi masalah pada proses
pemasukan dan pengosongan pada tipe batch. Menurut Aprilianto (2010), terdapat dua jenis
dari tipe aliran kontinyu:
Vertikal, dikembangkan oleh Gobar Gas Institute, India
Horisontal, dikembangkan oleh Fry di Afrika Selatan dan California, selain itu
dikembangkan oleh Biogas Plant Ltd. dengan bioreaktor yang terbuat dari karet Butyl (butyl
ruber bag).
Dalam penelitian Tontowi (2010), yang telah terapkan pada proses fermentasi kontinyu
dilakukan dalam mixed flow reactor yang bervolume 1 L dengan kecepatan putar 100 rpm.
Proses fermentasi ini diawali dengan melakukan fermentasi semibatch selama 16 jam.
Sebelum fermentasi dimulai, reaktor terlebih dahulu diisi dengan bead sampai volume
mencapai 1/5 volume reaktor. Setelah 16 jam, proses fermentasi kontinyu mulai dilakukan
dengan mengalirkan feed dalam fermentor menggunakan pompa peristaltik. Laju alir feed
(media molasses) disesuaikan dengan variabel dilution rate yang dipakai.
3. Gabungan system batch dan kontinyu (Fed-Batch Process)
a). Pengertian Fed-Batch Process
Sistem fed-batch adalah suatu sistem yang rnenambahkan media baru secara teratur pada
kultur tertutup, tanpa mengetuarkan cairan kultur yang ada di dalam fermentor sehingga
volume kultur makin lama makin bertambah Tri Widjaja (2010. Menurut Rusmana (2008),
pada cara fed-batch yaitu memasukan sebagian sumber nutrisi (sumber C, N dan lain-lain) ke
dalam bioreactor dengan volume tertentu hingga diperoleh produk yang mendekati
maksimal, akan tetapi konsentrasi sumber nutrisi dibuat konstan.
Pada system fermentasi Fed-Batch Process, menurut Bambang (2010), merupakan
pengembangan sistem batch, adanya penambahan media baru, tidak ada kultur yg keluar dan
yield lebih tinggi dari batch.
b). Contoh produk System Fed-Batch Process
Contoh produk yang dapat diperoleh pada system Fed-Batch Process adalah Dekstranase, hal
ini juga telah dilakukan penelitian oleh Satia Wihardja (2010) yang berjudul Proses
Fermentasi Fed-Batch untuk Produksi Dekstranase dengan Streptococcus sp. B7 Fed-Batch
Fermentation Processes to Produce Dextranase from of Streptococcus sp. B7
Penelitian yang serupa tentang etanol menggunakan Fed-Batch Process juga dilakukan oleh
Caylak dan Vardar (1998) dalam Tri Widjaja (2010), penelitian ini membandingkan produksi
etanol dengan berbagai proses fermentasi yaitu, batch, kontinyu, fed-batch, dan semi-kontinyu
menggunakan glukosa sebagai substrat dengan konsentrasi substrat 220 g/L dan bakteri
Saccharomyces cerevisiae baik yang freecells maupun immobilisasi sel.
c). Alasan menggunakan System Fed-Batch Process
Proses fed-batch telah diterapkan secara luas dalam berbagai industni fermentasi dan relatif
lebih mudah digunakan untuk perbaikan proses batch dibandingkan dengan proses kontinyu.
Apabila pada fermentasi kontinyu dihasilkan keluaran secara terus-menerus maka pada fed-
batch diperoleh keluaran tunggal pada akhir inkubasi sehingga dapat ditangani dengan cara
yang sama seperti pada proses batch Sinclair & Kristiansen (1987) dalam Budiatman (2009).
Kendala menggunakan System Fed-Batch Process :
Pada fermentasi sistem batch Winarni (1995), profit produksi dekstranase sebanding dengan
biomassa. Tetapi pada proses batch produksi dektranase yang dicapai lebih tinggi. Pada
penelitian yang dilakukan Budiatman (2009) menggunakan sistem fed-batch ini produksi
dekstnanase yang tinggh sebanding dengan nilai biomassa yang rendah dan sebaliknya. Pada
sistem fed-batch sulit untuk meiihat fase eksponensial dan fase stasionei kecuali fase
eksponensial pertama.
Keuntungan menggunakan System Fed-Batch Process :
Keuntungan sistem fed-batch ini menurut penelitian yang dilakukan Rachman (1989) dalam
Budiatman (2009), ialah konsentrasi sisa substrat terbatas dan dapat dipertahankan pada
tingkat yang sangat rendah sehingga dapat mencegah fenomena represi katabolit atau inhibisi
substrat.
d). Prinsip (prosedur/SOP) System Fed-Batch Process
System Fed-Batch Process merupakan penelitian yang dilakukan oleh Budiatman (2009).
Proses Fermentasi. Kultur inokulum yang digunakan untuk proses utama sejumlah 100 ml.
Kultun inokulum tersebut diinokulasikan ke dalam 700 ml media fermentasi dalam fermentor.
Fermentasi berlangsung selama tiga kali 24 jam, dengan tiga kali pengambilan contoh setiap
hari. Pada 24 jam pertama fermentasi berlangsung secara batch sedangkan 2 kali 24 jam
berikutnya benlangsung secara fed-batch. Awal penambahan substrat dilakukan pada jam ke-
24. Volume substrat yang ditambahkan selama proses fed-batch sekitar 900 ml dengan laju
penambahan 19 mL/jam. Pada penelitian mi fermentasi berlangsung dalam fermentor
kapasitas dua liter dengan pengaturan pH pada pH 7 dan 8 serta kecepatan putaran 300 dan
500 rpm. Secara keseluruhan hasil penelitian produksi enzim dengan fermentasi sistem fed-
batch pada penlakuan kecepatan putaran 500 rpm mempunyai kecenderungan yang sama
dengan fermentasi sistem batch.

You might also like