You are on page 1of 21

1

MAKALAH
BISNIS INTERNASIONAL
SISTEM MONETER INTERNASIONAL
Dosen Pembimbing : M Ervan Arif SE, MM









Oleh :
Mahardhyan Dwiki 201110160311330
Rahdi Noor Hayat 201110160311331
Aqsha Rochmanir Z 201110160311354


JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
TAHUN AJARAN 2013 / 2014
2

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.
Dengan mengucap rasa syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan
rahmat dan taufiknya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul
Memahami Sistem Moneter Internasional.
Penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih yang sebesar-besarnya kepada
kedua orang tua yang selalu mendoakan dan memberi dukungan moral dan materi,
Bapak M. Erfan Arif, SE, MM selaku dosen pembimbing mata kuliah Bisnis
Internasional, dan seluruh pihak yang telah memberikan motivasi serta doanya dalam
proses penyelesaian makalah ini.
Segala daya dan upaya penulis curahkan demi penyusunan makalah ini
sebaik-baiknya. Penulis menyadari atas kemampuan yang terbatas dan tidak lepas dari
kesalahan dan kekurangan. Semoga makalah ini bermanfaat bagi siapa saja yang
ingin mengetahui lebih detail materi tentang Memahami Sistem Moneter
I nternasional.
Namun demikian makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, segala kritik
dan saran yang bersifat membangun sangat saya harapkan untuk di masa yang akan
datang

Wassalamualaikum Wr.Wb


3

DAFTAR ISI
Kata Pengantar ........................................................................................................... ii
Daftar Isi .................................................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................ 2
1.3 Tujuan dan Manfaat ............................................................................................. 2
BAB II. PEMBAHASAN ......................................................................................... 3
2.1 Pengertian Sistem Moneter Internasional ........................................................... 3
2.2 Sejarah dan Perkembangan Moneter Internasional .............................................. 4
2.3 Sistem Penetapan Kurs ........................................................................................ 8
2.4 Cara Melakukan Transaksi Internasional ............................................................. 10
2.5 Fenomena Aktual Ekonomi Internasional ........................................................... 12
2.6 Faktor penhambat non ekonomi penerapan Mata Uang Tunggal di Asean ......... 17
BAB III PENUTUP .................................................................................................. 19
Daftar Pustaka ............................................................................................................ 19



4

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Sistem moneter internasional merupakan sistem keuangan yang berlaku untuk
semua Negara di dunia yang membahas tentang pembayaran atas transaksi lintas
negara dilaksanakan. Sistem ini menentukan bagaimana kurs tukar asing ditentukan
dan bagaimana pemerintah dapat mempengaruhi kurs tukar. Sistem moneter
internasional yang berfungsi dengan baik akan memfasilitasi perdagangan
internasional dan investasi, serta mempermudah adaptasi terhadap perubahan.
Pembahasan inti dari sistem moneter internasional adalah menentukan pengaturan
sistem kurs tukar.

Untuk itu dalam penulisan makalah ini penulis akan membahas terkait dengan
pengertian sistem moneter internasional, sejarah terbentuknya system moneter
internasional, fenomena aktual yamg terkait moneter, serta Faktor penghambat non
ekonomi penerapan Mata uang tunggal di asean

Semenjak dimulainya sistem standar emas hingga abad ke 20, sistem moneter
internasional telah mengalami pasang surut. Perubahan dari sistem ke sistem yang lain
diakibatkan oleh gejolak ekonomi pada saat itu.

Sampai saat ini pun sistem moneter internasional masih menjadi perhatian semua
negara dan masih ingin merubah sistemnya menjadi lebih berfungsi optimal. Belum
lagi rencana anggota Negara-negara asean untuk merumuskan kebijakan
pemberlakuan mata uang bersama yang hanya berlaku tunggal di kawasan asean. Oleh
karena itu penulis tertarik untuk mengangkat tema sistem moneter internasional.





5

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang tersebut, maka dapat diambil beberapa aspek
permasalahan yang dapat dijadikan sebagai rumusan masalah, diantaranya adalah:
1. Apakah pengertian sistem moneter interasional ?
2. Bagaimanakah sejarah dan perkembangan sistem moneter internasional ?
3. Bagaimanakah sistem penetapan kurs mata uang ?
4. Bagaimana cara melakukan transaksi internasional ?
5. Apakah fenomena aktual ekonomi moneter internasional saat ini ?
6. Apakah Faktor penghambat non ekonomi penerapan Mata uang tunggal di asean ?

1.3 Tujuan dan Manfaat
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, maka penulis menentukan beberapa
tujuan dan manfaat makalah ini sebagai berikut:
1. Memahami penggunaan emas dimasa lalu dan saat ini daya tariknya
2. Menjelaskan perkembangan pembentukan sistem moneter di dunia dan akhir Perang
Dunia II sampai saat ini
3. Memahami neraca pembayaran
4. Membandingkan kekuatan dan kelemahan relative mata uang dan alasannya
5. Mengidentifikasi bursa-bursa valuta asing utama di dunia
6. Memahami perubahan yang terjadi dalam bursa valuta asing yang disebabkan oleh
mesin perdagangan valuta asing elektroni











6

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sistem Moneter Internasional
Dalam ekonomi internasional dikenal suatu sistem yang memungkinkan suatu
negara dapat saling berhubungan satu dangan yang lain. Sistem tersebut disebut
sebagai sistem moneter internasional. Sistem moneter internasional menunjukkan
seperangkat kebijakan, institusi, praktik, peraturan dan mekanisme yang menentukan
tingkat dimana suatu mata uang diitukarkan dengan mata uang lain.(Shapiro, 1992).
Sistem keuangan internasional dari sejarahnya telah mengalami begitu banyak
perkembangan dan transpormasi dari masa ke masa. Perkembangan ini disebabkan
oleh adanya perubahan ekonomi dan politik domestik serta internasional pada masing-
masing masa.
Jika dalam skala domestik atau nasional problema ketidakseimbangan
pembayaran antar daerah dapat disesuaikan melaui pergerakan modal ataupun
kebijakan fiskal dan moneter, dalam skala internasional akan sedikit lebih rumit.
Pembayaran yang tidak seimbang antar negara dapat diselesaikan melalui financing,
perubahan kebijakan domestik untuk menggeser pola perdagangan dan investasi,
melalui kontrol devisa untuk melakukan penjatahan pasokan devisa, atau dengan cara
membiarkan nilai tukar mata uang berubah sesuai situasi dan kondisi. Sehingga yang
terpenting dalam sistem moneter internasional adalah tersedianya alat atau cara untuk
menyesuaikan ketidakseimbangan pembayaran internasional.

2.2 Sejarah dan Perkembangan Sistem Moneter Internasional
2.2.1 Sistem Standar Emas
Pada tanggal 22 Deember 1717, Sir Isaac Newton, pencetak uang logam
Inggris, menetapkan harga emas dengan 3 pounds, 17 shillings, 10.5 pence per ons.
Inggris pada waktu itu mengggunakan standar emas itu dan bersedia menkonversi
emas dengan mata uang, atau sebaliknya hingga perang dunia I, KEcuali selama
Perang Napoleon. Selama Periode itu London merupakan pusat keuangan
internasional yang dominan. Diperkirakan bahwa lebih dari 90 persen perdagangan
dunia di danai di London.
7

Kebanyakan Negara-negara bperdagangan atau industri mengambil Standar
Emas. Tiap-tiap Negara menetapkan jumlah unit tertentu dari mata uang manapun
berdasarkan standar emas.
Beban keuangan Perang Dunia I telah memaksa Inggris menjual suatu bagian
yang cukup besar dari emasnya dan standar emas berakhit. Antara Perang Dunia I dan
II, aa perhatian singkat terhadap standar emas, tetapi tidak berhasil dibangun kembali.
Sistem standar emas internasional muncul mulai tahun 1870 di Inggris.
Pemerintah Inggris menetapkan nilai pounsterling dengan emas. Perkembangan
industri yang terjadi di Inggris serta perdagangan dunia yang makin berkembang pada
abad 19 menambah kepercayaan dunia terhadap emas. Kepercayaan ini diperkuat
dengan ditemukannya tambang emas di Amerika dan Afrika Utara. Dengan kejadian-
kejadian tersebut sistem standar emas merupakan suatu sistem yang dipakai oleh
banyak negara semenjak 1970 hingga perang dunia pertama.
Perdagangan yang semakin meningkat membuat kebutuhan sistem pertukaran
yang lebih formal menjadi semakin terasa. Standar emas pada dasarnya menetapkan
nilai tukar mata uang negara berdasarkan emas. Pemerintah atau Negara yang
bersangkutan harus menjaga persediaan emas yang cukup untuk menjamin jual-beli
emas. Jika pemerintah negara lain juga menetapkan nilai mata uangnya berdasarkan,
maka kurs antar dua mata uang bisa ditentukan. Nilai emas terhadap barang lain tidak
banyak berubah dalam jangka panjang, stabilitas nilai uang dan kurs mata uang tidak
banyak berfluktuasi dalam jangka panjang.
Standar emas berbeda dengan mata uang fiat (fiat money). Dalam mata uang
fiat, nilai mata uang ditentukan berdasarkan kepercayaan terhadap kemauan
pemerintah menjaga integritas menjag mata uang tersebut. Seringkali kepercayaan
tersebut disalahgunakan. Pemerintah kadang tergoda menerbitan uang baru, karena
biaya produksi penerbitan tersebut adalah 0 rupiah. Dengan menggunakan standar
emas, nilai mata uang didasarkan pada emas. Pemerintah tidak bisa seenaknya
menambah jumlah uang yang beredar , karena suplai uang dibatasi oleh suplai emas.
Dengan proses tersebut kurs mata uang bisa terjaga selama negara-negara di
dunia memakai emas sebagai standar mata uangnya. Inflasi yang berkepanjangan
tidak akan terjadi di dalam situasi semacam itu.
8

Dengan adanya Perang Dunia I (1919-1923) serta depresi dunia (1931-1934)
negara-negara di Eropa dilanda inflasi serta ketidaksetabilan politik. Sistem moneter
Internasional menjadi kacau. Kekacauan ini menimbulkan kurang kepercayaan dunia
terhadap pounsterling yang masih dikaikan dengan emas. Ponsterling makin lama
makin lemah posisinya. Kelemahan ini ditambah keharusan Inggris untuk memberi
bantuan kepada Jerman. Pada tahun 1931 Inggris menanggalkan standar emas dan
pounsterlling jatuh nilainya, diikuti oleh dolar Amerika.

2.2.2 Periode Perang Dunia (1914-1994)
Perang dunia I mengakhiri standar emas klasik. Periode antara kedua perang
dunia secara umum ditandai oleh kekacauan perdagangan dan keuangan internasional.
Terjadinya fluktuasi kurs sejak akhir perang sampai tahun 1925 (kecuali di Amerika
Serikat, yang kembali ke standar emas dalam tahun 1919). Mulai tahun 1925, suatu
usaha dilakukan untuk menetapkan kembali standar emas, akan tetapi runtuh tahun
1991 pada waktu Depresi Besar. Kemudian disusul dengan periode persaingan
Devaluasi, ketika negara-negara mencoba untuk mengekspor pengangguran mereka
(kebijakan mengemis tetangga mereka). Tarif, kuota dan pengawasan nilai tukar juga
meluas, dengan akibat volume perdagangan dunia berkurang hampir setengahnya.
Kecenderungan devlasioner dapat diatasi sepenuhnya suaktu negara-negara
dipersenjatai kembali untuk perang dunia II.

2.2.3 Periode Kurs Tetap
Periode ini dimulai dengan perjanjian Bretton Woods. Melalui perjanjian ini,
semua negara menetapkan nilai tukar mata uangnya melaui emas, tetapi tidak
diharuskan memenuhi konverbilitas mata uang mereka dalam emas. Negara anggota
diminta menjaga kursnya dalam batas 1% (naik atau turun) dan bersedia menjaga kurs
tersebut. IMF membantu negara anggotanya dalam rangka menjaga kurs mata
uangnya.
Tekanan spekulasi menyebabkan sistem kurs tetap tidak layak lagi
dipertahankan. Pasar keuangan dunia sempat tutup selama beberpa minggu dalam
bulan Maret 1973. Ketika pasar tersebut dibuka, kurs mata uang dibiarkan
mengambang sampai ke kurs yang ditentukan oleh kekuatan pasar.
9

2.2.4 Post Bretton Woods
Pada tanggal 22 Juli 1944 diadakan suatu konferensi moneter Internasional,
yang dikenal dengan The Bretton Woods Conference, yang dihadiri oleh 44 negara.
Konferensi tersebut bertujuan untuk menyusun rencana pembuatan sistem moneter.
Dua tahun setelah konferensi tersebut, didirikan IMF dan Bank Dunia untuk
mengawasi sistem tersebut. .
Selama periode 1944-1973 dolar merupakan mata uang yang sangat penting
dalam lalu lintas pembayaran Internasional. Peranan dolar ini timbul setelah perang
dunia II, dusebabkan saat itu terjadi kekurangan dolar. Negara-negara Eropa yang
sangat memerlukan uang /dana untuk memulihkan keadaan ekonominya. Satu-satunya
sumber adalah Amerika Serikat, sehingga dolar banyak diminta. Konsekuensinya,
emas menjadi tergeser oleh dolar. Sebab, disamping memiliki tenaga beli yang kuat di
Amerika, reserves dalam bentuk dolar akan membelikan penghasilan bunga. Dengan
semakin pentingnya fungsi dolar, maka setiap anggota menetapkan perbandingan
mata uangnya terhadap dolar, yang kemudian apabila perlu dapat ditukarkan dengan
emas.
DMI beranggotakan 134 negara, diantaranya 10 negara maju mempunyai posisi
yang sangat kuat di dalam mengambil keputusan. Setiap anggota memperoleh
jatah/quota, yang harus dibayar 25% dengan emas dan sisanya 75% dengan mata
uangnya. Besarnya quota menentukan hak suaranya serta jumlah pinjaman yang dapat
diperoleh dari DMI. Dana pertama DMI dengan sendirinya 25% terdiri dari emas dan
75% berbagai mata uang negara anggota. Pinjaman diberikan kepada dalam mata
uang negara lain yang harus di tukar dengan mata uang negara peminjam.

2.2.5 Sistem semenjak 1973
Semenjak 1973 sistem moneter internasional merupakan campuran antara kurs
tetap dengan kurs berubah-ubah. Mata uang Yen, dolar Kanada, franc Perancis, dan
Swiss berfluktuas tergantung dari permintaan dan pernawaran. Sering juga penguasa
moneter negara-negara tersebut melakukan campur tangan di pasar valuta asing untuk
mengurangi fluktuasi kurs yang berlebihan. Caranya apabila negara mengalami defisit
dalam neraca pembayaran, kurs valuta asing cenderung naik. Untuk mencegah hal ini
bank Central menjual valuta asing. Demikian juga apabila surplus di dalam neraca
10

pembayaran, bank sentral membeli valuta asing di pasar untuk mengurangi penurunan
kurs. Sisitem kurs demikian di sebut managed atau dirty float, sebagai lawan dari
clean floatt di mana bank Sentral sama sekali tidak campur tangan di dalam pasar
valuta asing.
Lima negara Eropa (Jerman Barat, Belgia, Luxembrug, Swedia, Netherlan dan
Norwegia) mengadakan pengaturan secara tersendiri. Krus tetap berlaku di antara
mereka, tetapi berubah-ubah secara bersama-sama terhadap mata uang negara lain.
Sisten krus semacam ini (mengambang bersama-sama) menghasilakan fluktuasi yang
menyerupai ular, yang kemudian disebut Snake like.
Negara-negara Eropa dan Jepang telah melepaskan ikatan mata uangnya dengan
dolar Amerika Serikat. Dengan demikian, telah merupakan mata uang yang
mengambang. Namun demikian Dolar masih memegang peranan penting dalam lalu
lintas pembayaran internasiolal. Pembayaran luar negeri, kebijakan campur tangan
dalam valuta asing oleh Bank Sentral, serta catatan-catatan statistik Dana Moneter
Internasional dan Perserikatan Bangsa-Bangsa masih menggunakan dasar mata uang
Dolar.

2.3 Sistem Penetapan Kurs

Mekanisme penentuan kurs bisa dikategorikan menjadi beberapa kelompok:

2.3.1 Free Float (Mengambang Bebas)

Berdasarkan sistem ini, kurs mata uang dibiarkan mengambang bebas
tergantung kekuatan pasar. Beberapa faktor yang mempengaruhi kurs, misal inflasi,
pertumbuhan ekonomi, inflasi akan digunakan oleh pasar dalam mengevaluasi kurs
mata uang negara yang bersangkutan. Jika variable tersebut berubah, atau
penghargaan terhadap variable tersebut berubah, kurs mata uang akan berubah. Sistem
mengambang bebas juga disebut sebagai clean float.
2.3.2 Float yang dikelola(Managed Float)
11

Sistem mengambang bebas mempunyai kerugian karena ketidakpastian kurs
cukup tinggi. Sistem float yang dikelola, yang sering disebut juga sebagai dirty float,
dilakukan melalui campur tangan Bank Sentral yang cukup aktif.
Bank Sentral kemudian akan melakukan intervensi jika kurs yang terjadi di luar
batasan yang telah ditetapkan. Beberapa bentuk intervensi:
a) Menstabilkan fluktuasi harian. Bank Sentral melakukan cara ini dengan tujuan
menjaga stabilasisasi kurs agar perubahan atau pergerakan kurs tetap teratur.
b) Menunda kurs (leaning against the wind). Melalui cara ini bank sentral melakukan
intervensi dengan tujuan mencegah atau mengurangi fluktuasi jangka pendek yang
cukup tajam, yang diakibatkan oleh kejadian yang sifatnya sementara.
c) Kurs tetap secara tidak resmi (unofficial pegging). Melalui cara ini Bank Sentral
melawan kekuatan pasar dengan menetapkan (secara resmi) kurs mata uangnya.

2.3.3 Perjanjian zona target tertentu
Melalui perjanjian ini, beberapa negara sepakat untuk menentukan kurs mata
uangnya secara bersama dalam wilayah kurs tertentu. Jika kurs melewati batas atas
atau batas bawah, Bank Sentral negara yang bersangkutan akan melakukan intervensi.

2.3.4 Dikaitkan dengan mata uang lain
Sekitar 62 negara dari 162 negara anggota IMF mengkaitkan nilai mata uangnya
terhadap mata uang lainnya. Sebagian mengkaitkan nilai mata uangnya terhadap mata
uang negara tetangga.

2.3.5 Dikaitkan dengan kelompok mata uang lain
Sekitar 21 negara mengkaitkan mata uangnya terhadap kelompok mata uang
lainnya. Basket, kelompok, atau portofolio mata uang tersebut biasanya terdiri dari
mata uang partner dagang yang penting. 19 negara mengkaitkan nilai mata uangnya
terhadap portofolio yang mereka buat sendiri.




12

2.3.6 Dikaitkan dengan indikator tertentu
Dua negara, Chili dan Nikaragua, mengkaitkan mata uangnya terhadap indikator
tertentu, seperti kurs riil efektif, kurs yang telah memasukkan inflasi terhadap partner
dagang mereka yang penting.

2.3.7 Sistem kurs tetap
Di bawah sistem kurs tetap, pemerintah atau Bank Sentral menetapkan kurs
secara resmi. Kemudian Bank Sentral akan selalu melakukan intervensi secara aktif
untuk menjaga kurs yang telah ditetapkan tersebut.

Jika kurs resmi dirasakan sudah tidak sesuai dengan kondisi fundamental
ekonomi negara tersebut, devaluasi atau revaluasi dilakukan. Cara yang bisa
dilakukan selain devaluasi adalah :
1. pinjaman asing
2. pengetatan
3. pengendalian harga dan upah
4. pembatasan aliran modal keluar


2.4 Cara Melakukan Transaksi Internasional
Adapun cara untuk melakukan pembayaran internasional yang timbul akibat
perdagangan dan pemipnjaman internasional antara lain sebagai berikut:
a. Pembayaran dengan surat wesel dagang (Commercial Bill of Exchange atau
Commercial draft atau Trade Bill)
Surat wesel dagang adalah pembayaran yang dilakukan dengan cara eksportir
menarik surat wesel atas importir sejumlah harga barang-barang beserta biaya-biaya
pengirimannya.
Dalam surat wesel tersebut harus dilampiri dokumen-dokumen berupa:
- faktur (invoice),
- konosemen atau surat muatan (bill of lading),
- daftar isi barang (packing list),
- surat keterangan asal barang (certificate of origin),
13

- surat keterangan pabean,
- surat asuransi (insurence).
Cara pembayaran semacam ini sekarang masih banyak digunakan dalam lalu
lintas pembayaran internasional. Dengan surat wesel, apabila eksportir membutuhkan
uang sebelum jatuh tempo, maka ia dapat menjualnya kepada pihak lain, yang kelak
akan menukarkannya kepada importir setelah wesel itu jatuh tempo.


b. Kompensasi pribadi
Kompensasi pribadi adalah adalahcara pembayaran dengan mengalihkan
penyelesaian utang piutang pada seorang penduduk dalam satu negara tempat
penduduk tersebut tinggal.
Cara pembayaran ini digunakan di Indonesia sekitar tahun 1960-an, namun
sekarang sudah tidak banyak lagi digunakan dalam perdagangan internasional.

c. Pembayaran tunai
Pembayaran tunai atau pembayaran di muka adalah pembayaran yang
dilakukan dengan menggunakan uang tunai atau cek, yang dilakukan bersama-sama
dengan surat pesanan atau menunggu diterimanya kabar bahwa barang yang telah
dipesan dikapalkan oleh eksportir. Cara pembayaran ini mempunyai risiko yang besar.

d. Pembayaran dengan letter of kredit
Letter of credit atau commercial letter of credit adalah surat yang dikeluarkan
oleh bank atas permintaan pembelian sejumlah barang di mana bank sendiri yang
mengakseptir (menyetujui) dan membayar surat wesel yang ditarik oleh eksportir.
Transaksi yang menggunakan fasilitas L/C terdiri atas:

- L/C biasa, artinya L/C dimana seorang importir bisa langsung membayar sesuai
dengan harga barang melalui bank yang ditunjuk

14

- Merchant L/C, artinya L/C dimana seorang importir dapat memasukkan barang
terlebih dahulu dengan melakukan pembayaran sebagian, sedangkan sisanya dibayar
kemudian.

- Indutrial L/C, artinya impor banang-barang industri atau barang modal secara cepat
dan tidak dipakai untuk barang konsumsi.

- Red Clause L/C, artinya L/C yang mencantumkan instruksi kepada Advising Bank
(bank yang ditunjuk) untuk melaksanakan pembayaran sebagian dari jumlah L/C
kepada eksportin sebelum mengapalkan barang-barang ekspor.

- Usance L/C, artinya L/C yang pembayarannya baru dilakukan dengan tenggang
waktu tertentu, misalnya 1 bulan dari pengapalan barang atau 1 bulan setelah
penunjukan dokumen.

e. Pembayaran Kemudian atau Rekening Terbuka (Open Account)
Pembayaran kemudian atau rekening terbuka adalah cara membiayai transaksi
perdagangan internasional di mana eksportir mengirimkan barang kepada importir
tanpa adanya dokumen-dokumen untuk meminta pembayaran. Pembayaran dilakukan
setelah barang laku dijual atau satu sampai dengan tiga bulan setelah tanggal
pengiriman, sesuai dengan penjanjian yang disepakati bersama. Sistem ini sangat
membantu pengimpor melakukan transaksi perdagangan, akan tetapi berisiko besar
bagi pengekspor.

f. Pembayaran dengan Konsinyasi (Consign 4311`ment)
Pembayararan secara konsinyasi dilakukan setelah barang yang dikirim sudah
terjual seluruhnya atau sebagian. Metode ini biasanya dilakukan kepada orang yang
telah dikenal dengan baik. Jadi, barang yang akan dijual merupakan barang titipan
untuk jangka waktu tertentu dan pembayaran dengan termin waktu. Untuk
memperkecil risiko penjual, sebaiknya menggunakan jasa bank dalam pengiriman
dokumen penagihan dan bonded warehouse untuk penitipan barangnya. Apabila
barang sudah terjual, pembeli membayar kepada bank sejumlah uang atas nilai barang
15

dan sebagai gantinya bank akan menyerahkan delivery instruction kepada bonded
warehouse untuk mengeluarkan barangnya.

2.5 Fenomena Aktual Ekonomi internasional
Fenomena yang terjadi saat ini khususnya di kawasan asean adalah penyatuan
mata uang di antara Negara asean, atau pencanangan mata uang tunggal. Hal tersebut
di lakukan kerena mengingat adanya keberhasilan kawasan ekonomi eropa
memberlakukan kebijakan mata uang bersama.Dari sisi ekonomi jika sekelompok
negara ternyata memiliki mata uang yang berkorelasi sangat erat, maka secara implisit
kelompok negara tersebut dapat menggabungkan mata uangnya.
Dengan kata lain negara tersebut dapat melepaskan kekuasaan moneternya dan
memberikan kepada suatu badan supra nasional (dalam wadah ekonomi
bersama).Salah satu contoh yang paling sukses dari proses penggabungan ini adalah
keberadaan European Monetary Union, (EMU) dan mata uang tunggal dengan
European Central Bank (ECB) sebagai bank sentralnya. Namun demikian proses
kearah penggabungan moneter sebenarnya telah berlangsung cukup lama. Treaty Of
Rome (1957) dapat dikatakan titik tolak yang meletakkan dasar atau fase yang harus
ditempuh dalam rangka pembentukan komunitas ekonomi Eopa.Salah satu studi
penting yang melakukan penelitian terhadap kesiapan prasyarat optimum current area
atau OCA di ASEAN dan perbandingan versus Uni Eropa dilakukan oleh Bayoumi
dan Mauro. Mereka berpendapat bahwa negara-negara ASEAN telah mencapai level
yang sama dengan Uni Eropa sebelum traktat Maastricth 1991 pada beberapa aspek.

Aspek tersebut adalah:

1. Perdagangan intra wilayah (yang diukur oleh share perdagangan internal
terhadap GDP).
2. Komposisi perdagangan berdasarkan type produk. Dengan berlangsungnya
transisi ekonomi, negara-negara di wilayah ini (kecuali Singapura) memiliki tendensi
sebagai Negara manufaktur.
3. Pola goncangan ekonomi. Meskipun dampak goncangan adalah lebih besar di
ASEAN tetapi kecepatan pemulihan lebih tinggi di wilayah ini. Dengan demikian
16

dapat dikatakan hasil bersih dari pola goncangan ekonomi semacam ini adalah
cenderung netral.

Namun demikian mereka juga menemukan beberapa faktor yang dianggap dapat
mengurangi daya tarik penyatuan moneter bagi wilayah ASEAN.

Faktor-faktor ini adalah :

a) Diversifikasi budaya dan system politik di ASEAN cenderung lebih tinggi
dibandingkan Uni Eropa
b) Diversifikasi perdagangan yang signifikan.

Meskipun US, Jepang dan Zona Eropa adalah rekan dagang utama, namun
proporsi masing-masing adalah heterogen. Hal ini berimplikasi Pergerakan Bersama
Mata Uang ASEAN 4 Periode 1997-2005: Suatu Aplikasi Teori Optimal Currency
Area Dengan Menggunakan Model Vector Error Correction bahwa setiap negara
ASEAN memiliki suatu goncangan spesifik pada level tertentu.
3.OCA index (Eichengreen dan Bayoumi, 1996) menunjukkan kesiapan negara
ASEAN masih kalah dengan negara Eropa pra traktat Maastricth.
Disini ditunjukkan divergennya arah keterkaitan mata uang ASEAN terhadap
salah satu mata uang utama dunia. Singapura,Malaysia dan Philipina misalnya, lebih
cocok masuk sebagai blok USD. Sedangkan Indonesia dan Thailand cenderung
kepada blok JPY. Hasil ini mengkonfirmasi temuan empiris Frankel dan Wei (1994),
Kim dan Ryou (2001) dan Alesina et al (2002) bahwa permasalahan yang dihadapi
dalam penyatuan keuangan Negara-negara ASEAN adalah tidak adanya suatu mata
uang anchor yang tunggal bagi mata uang negara ASEAN tersebut.
Dari sisi institusi, aktivitas ditingkat ofisial tentang keberadaan OCA dapat
dikatakan langka. Beberapa lembaga kerjasama regional telah ada diwilayah ini,
misalnya ASEAN, AFTA dan SEACEN, ASEAN misalnya bahkan telah berdiri sejak
1967.
Namun demikian diskursus mengenai suatu kerjasama regional yang lebih erat
melalui kerjasama moneter (dan mata uang bersama) baru terdengar pasca krisis
17

keuangan Asia 1997. Era sebelum ini suatu kerjasama moneter yang lebih serius
tampaknya terkendala oleh keberadaan rezim nilai tukar yang heterogen diwilayah
Asia (Wilson, 2002).
Tahun 1997, Jepang menawarkan ide Asian Monetary Fund (AMF). Hal ini
merupakan wujud dari kesadaran terhadap perlunya suatu dana emergency yang siap
digunakan ketika dibutuhkan.
Tampaknya ini juga merupakan reaksi kecewa terhadap sikap lamban IMF
dalam mengatasi krisis Asia. Ide ini memperoleh resistensi keras dari IMF (dan stake
holder utamanya, sehingga akhirnya gagal diwujudkan. Sebagai pengganti, dalam
kerangka ASEAN+3 suatu kesepakatan dalam hal penyediaan dana emergency
diwujudkan dalam bentuk pejanjian swap. Inisiatif ini dikenal sebagai Chiang Mai
Initiatives. Dari forum ini tampaknya terlihat adanya perkembangan kearah suatu
instrument obligasi Asia. Dari sisi upaya penyatuan mata uang, negara-negara
diwilayah ini terlihat jauh lebih kaku Meskipun dibawah Hanoi Plan Action dibulan
Desember 1998, pemimpin wilayah ASEAN sepakat untuk memulai suatu studi
kelayakan atas adopsi mata uang bersama. Namun baru Januari 2001, suatu proyek
resmi untuk penelitian ini dimulai (Wilson, 2002). Proyek ini dikenal dengan nama
Kobe Research Project. Meskipun ditingkat pengambil kebijakan arah penyatuan
moneter adalah bergerak lamban, pra kondisi bagi negara Asia sebenarnya telah ada.
Eichengreen dan Bayoumi (1996) dalam suatu studinya berkesimpulan bahwa
wilayah Asia Timur telah memenuhi persyaratan standar OCA serta telah memiliki
kesiapan yang sama dengan wilayah zona Eropa. Bayoumi dan Mauro
Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010 (1999) juga
mengusulkan hal yang serupa, namun dengan mesyaratkan perlunya suatu komitmen
politik untuk memastikan bahwa proyek ini akan berhasil. Proposal lainnya dapat
dilihat misalnya Wilson (2002), Mundel (2003), dan Branson dan Healy (2005).
Syarat dan kondisi teoritis dimana penyatuan mata uang adalah menguntungkan
merupakan subyek dari teori Optimum Currency Area (OCA). Teori OCA modern
secara komprehensif diuraikan oleh Robert Mundell (1961) dalam seminal paper nya
yang berjudul A Theory Of Optimum Currency Areas.
Secara ringkas teori tersebut menguraikan bahwa sekelompok negara dapat
memperoleh manfaat yang lebih besar dengan melepaskan penggunaan mata uang
18

sendiri dan (secara bersama) mengadopsi mata uang lain atau menerapkan rezim nilai
tukar tetap (khususnya antar mata uang negara anggota OCA.
Manfaat yang lebih besar ini dapat terjadi karena berbagai hal misalnya
signifikannya transaksi perdagangan internal anggota OCA, mobilitas faktor produksi
yang tinggi, korelasi siklus bisnis. Dalam kondisi ini manfaat yang diperoleh dengan
tetap menggunakan mata uang sendiri (berupa seignorage dan independensi kebijakan
moneter) lebih kecil dari manfaat yang diperoleh dari penyatuan mata uang (berupa
biaya transaksi yang rendah, stabilitas dan kredibilitas kebijakan). Untuk mencapai
optimalitas wilayah mata uang bersama perlu dipenuhi beberapa karakteristik tertentu.
Karakteristik ini menunjukkan kondisi yang diperlukan agar manfaat OCA yang
diperoleh para anggotanya dapat maksimal. dibawah ini merangkum karakteristik
OCA dimaksud (Mongeli, 2002).
Pada satu dekade belakangan ini berkembang suatu pemikiran kontemporer
didalam teori OCA. Berbeda dengan pola pemikiran sebelumnya dimana wilayah
moneter bersama akan optimal jika negara-negara anggotanya memenuhi syarat
karakteristik OCA, Frankel dan Rose (1998), justru berpendapat sebaliknya:
karakteristik OCA adalah bersifat endogen. Dengan kata lain sekelompok negara
dapat saja tidak memenuhi satu-lebih karakteristik OCA.

2.5.1 Persyaratan Optimum Currency Area
1. Fleksibilitas harga dan upah
2. Mobilitas faktor produksi
3. Integrasi pasar keuangan
4. Tingkat keterbukaan ekonomi
5. Diversifikasi produksi dan konsumsi
6. Kesamaan tingkat inflasi
7. Integrasi fiscal
8. Integrasi politis

2.5.2 Karakteristik OCA Persyaratan Untuk OCA
Fleksibilitas harga dan upah didalam dan diantara negara OCA memperkecil
penyesuaian nilai tukar apabila terjadi kejutan. Mobilitas faktor produksi, termasuk
19

tenaga kerja, antar negara OCA memperkecil penyesuaian harga factor produksi dan
nilai tukar terhadap kejutan Integrasi finansial dalam bentuk mobilitas modal (FDI,
portfolioinvestment, pinjaman) antar negara OCA memungkinkan penyesuian kejutan
melalui aliran modal. Keterbukaan ekonomi antara negara OCA yang tinggi akan
memperbesar transmisi harga internasional ke harga domestik.
Keberagaman tenaga kerja, sektor ekonomi dan produksi antar negaraOCA
memperkecil penyesuaian Term Of Trade Kesamaan inflasi (dalam arti rendah dan
stabil) antar negara OCA mendorong stabilitas term of trade dan
menyeimbangkan current account. Sistem transfer fiskal antar negara OCA
memungkinkan distribusi dana ke negara yang membutuhkan. Kemauan politik
memperkuat kepatuhan komitmen bersama, kerjasama berbagai kebijakan ekonomi,
dan hubungan kelembagaan antar Negara OCA.

2.5.3 Manfaat dan Biaya Integrasi Ekonomi
1. Peningkatan efisiensi mikro karena penggunaan uang yang lebih luas.
2. Perbaikan stabilitas makro dan pertumbuhan karena stabilitas harga dan
Akses dana yang lebih besar dari integrasi finansial.
3. Positive externality dari biaya transaksi dan cadangan devisa yang lebih
rendah serta koordinasi kebijakan yang lebih efektif.

2.6 Faktor penghambat non ekonomi penerapan Mata uang tunggal di asean

2.6.1 Heterogenitas kultur masyarakat di kawasan asean
Masyarakat asean terdiri dari berbagai etnis, ras, budaya, bahasa, serta adat
istiadat yang berbeda-beda antar berbagai Negara, bahkan dalam satu lingkup negara
pun masih terdapat heterogenitas masyarakat di dalahnya, seperti yang terjadi di
indonesia. Hal tersebut menjadi salah satu penghambat penerapan mata uang tunggal
di kawasan asean, dari hal tersebut kemngkinan akan terjadi permasalahan di
dalamnya, diantaranya konflik-konflik kerena latarbalakang yang berbeda-beda.



20

2.6.2 Masih rendahnya tingkat pendidikan masyarakat di kawasan asean
Dengan masih rendahnya tingkat pendidikan masyarakat di kawasan asean
terutama yang terdapat di Negara-negara seperti indonesia, Timor leste, dan Negara
lain yang masih tergolong Negara berkembang menjadi salah satu penghambat dari
peneapan mata uang tunggal di kawasan asean. Karna faktor pendidikan sangat
domonan dalam melakukan transformasi-transformasi di sebuah kawasan atau
Negara.

2.6.3 Kondisi dan letak geografis kawasan asean
Kondisi serta letak geografis Negara-negara di kawasan asean yang terdiri dari
ribuan pulau yang masing-masing di pisahkan oleh laut, menjadikan arus mobilitas,
baik dari segi ekonomi maupun social agak terganggu. Karena keberhasilan arus
mobolitas sebuah kawasan faktor yang utama di dukung oleh akses lalulintas ekonomi
yang baik, serta mudah di jangkau.hal tersebut menjadi salah stu masalah dalam
memberlakukan penerapan mata uang tunggal asean.

2.6.4 Kondisi keamanan yang belum setabil
Konflik-konflik yang terjadi di kawasan asean baik konflik horizontal.vertikal,
maupun diagonal yang terjadi di dalam Suatu Negara atau sengketa antar
Negara belum dapat di minimalisir secara optimal oleh pemerintah masing-masing
Negara di kawasan asean, contohnya konflik yang terjadi di Filipina Antara
pemerintah flipin, Indonesia, Myanmar, Thailand, serta Kamboja. Faktor tersebut
menjadi salah satu penghambat penerapan mata uang tunggal di asean.






21

BAB III
PENUTUP

Daftar Pustaka
Ball Donald dkk, Internasional Bussines, Buku 1 edisi 9. Salemba Empat, Jakarta
http://Devaluasi%20%20Wikipedia%20bahasa%20Indonesia,%20ensiklopedia%20bebas.htm

You might also like