AGUNG YULIANTO Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang
Abstract The study evaluates interbank performance of 5 conventional banks and 3 islamic banks in Indonesia on solvability, earning asset quality, rentability, efficiency and liquidity for the period 2006-2009. With the scope of the study period was divided into two, the period before the global crisis (in 2006-2007) and the during global crisis (in 2008-2009). Financial ratios are applied in measuring these performances. T-test are used in determining their significance. The study found that islamic banks are proven to maintain its performance at the time of global financial crisis occurred in 2008-2009, and relatively more liquid compared to the conventional banks. And the results of a comparative analysis of financial performance with conventional banking and islamic banking showed that there were significant differences in financial solvability, efficiency and liquidity in the periode before and during the global financial crisis of 2006-2009. Based on these findings, so it can be concluded that islamic banking will be able to compete with conventional banking industry is not just the days of crisis but also in the future.
Gejolak krisis keuangan global telah mengubah tatanan perekonomian dunia. Krisis finansial global yang berawal di Amerika Serikat pada tahun 2007, semakin dirasakan dampaknya ke seluruh dunia, terutama negara- negara berkembang pada tahun 2008 termasuk Indonesia yang merupakan negara small open economy sehingga dampak dari krisis finansial global sangat mempengaruhi kondisi perkonomian dalam negeri. Sejumlah kebijakan perekonomian di tingkat global telah dilakukan untuk memulihkan perekonomian Amerika Serikat sebagai sumber terjadinya krisis. Hal tersebut menjadi faktor positif yang dapat mengurangi resesi ekonomi dan risiko terjadinya depresi. Sementara itu, keikutsertaan negara- negara industri maju lainnya untuk berkoordinasi dalam kebijakan pemulihan ekonomi juga diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan para pelaku pasar. (Laporan Perekonomian Indonesia tahun 2008, www.bi.go.id) Di Indonesia, dampak krisis finansial global mulai terasa terutama tahun 2008. Hal itu ditandai dengan terjadinya perlambatan pertumbuhan ekonomi yang mencapai 6,1% pada tahun 2008 lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2007 sebesar 6,3%. Penurunan pertumbuhan tersebut dapat terus berlanjut jika terjadi krisis finansial global yang berangsur berkepanjangan. Neraca Pembayaran Indonesia mengalami peningkatan defisit dan nilai tukar rupiah mengalami pelemahan signifikan. Di pasar keuangan, terjadi peningkatan risk spread dari surat-surat berharga yang cukup signifikan sehingga mendorong arus modal keluar dari investasi asing di bursa saham, Surat Utang Negara, dan Sertifikat Bank Indonesia. (Purna, 2009)
Perbankan merupakan sektor keuangan yang tidak terlepas dari dampak krisis finansial global. Perbankan di Indonesia menganut dual bank system terdiri dari perbankan konvensional dan perbankan syariah. Pada krisis moneter tahun 1998 tidak sedikit jumlah bank-bank konvensional di Indonesia yang terpaksa harus dilikuidasi karena tidak mampu lagi beroperasi. Berbeda dengan kondisi pada saat krisis finansial global tahun 2008, jumlah bank-bank konvensional di Indonesia meskipun mengalami kesulitan dalam kegiatan operasionalnya tidak sampai dilikuidasi tetapi mengalami pengurangan dengan melakukan proses merger atau akuisisi.
Enam bank diantaranya yang melakukan merger di tahun 2008 yaitu Lippo Bank dan Bank Niaga menjadi CIMB Niaga, akuisisi yaitu Rabobank dengan Bank Haga dan Hagakita menjadi Bank Rabobank Internasional yang sekarang berfokus pada usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dan sektor riil di Indonesia dan bank-bank lainnya. Data perbankan Bank Indonesia pada Agustus 2008 menyebutkan bahwa jumlah bank umum konvensional berjumlah 125 bank berkurang dari posisi Juli 2008 yang masih tercatat 127 bank. (Hermana, 2009)
Ada beberapa hal yang terjadi pada bank konvensional dan perekonomian Indonesia ketika krisis finansial global melanda. Pertama, perbankan konvensional tidak memiliki ketersediaan dana liquid yang cukup untuk kegiatan operasionalnya. Nasabah peminjam mengalami ketidakmampuan untuk mengembalikan dana pinjaman karena tingginya nilai suku bunga. Kemacetan pengembalian dana pinjaman dari pihak nasabah ke perbankan berimplikasi pada ketidakmampuan pihak perbankan untuk mengembalikan dana pinjaman kepada Bank Indonesia. Sehingga pada saat nilai suku bunga melonjak tinggi, kondisi ini mengakibatkan goncangan pada sistem manajemen moneter perbankan konvensional.
Kedua, perbankan konvensional berbasis sistem ekonomi kapitalis. Dalam sistem ekonomi yang berbasis kapitalis, prinsip dasarnya adalah interest base yang menempatkan uang sebagai komoditi yang diperdagangkan. Hal ini ternyata memberikan implikasi yang serius terhadap kerusakan hubungan ekonomi yang adil dan produktif. Ketiga, perbankan konvensional juga cenderung kurang dalam pengembangan sektor riil dan lebih bermain pada transaksi yang spekulatif berdasarkan nilai suku bunga. Ketiga faktor tersebut merupakan celah yang sangat rentan pada saat krisis. (Milana, 2010)
Sementara itu, perbankan yang menerapkan sistem syariah dapat tetap eksis dan mampu bertahan di tengah-tengah krisis baik krisis moneter 1998 ataupun krisis finansial global 2008. Ketahanan bank syariah dalam menghadapi krisis ekonomi adalah karena perbankan syariah mengharamkan faktor-faktor terjadinya krisis ekonomi global. Faktor-faktor yang membuat bank syariah mempunyai ketahanan dalam menghadapi krisis ekonomi antara lain sebagai berikut:
1. Faktor pertama yaitu Riba. Riba merupakan faktor utama penyebab krisis. Hal ini dijelaskan dalam buku Krisis Ekonomi Global dan Solusi Ekonomi Islam. Riba (bunga) merupakan penyebab masalah utama ekonomi dunia dan sebagai point utama pembeda bank syariah dengan bank konvensional. Menurut Wasilah (76-77; 2008), Riba dibedakan menjadi tiga, yaitu: a. Riba Fald Riba yang terjadi apabila pertukaran barang sejenis tidak memenuhi kriteria yang sama secara kualitas, kuantitas dan waktu penyerahan. b. Riba Nasiah Riba yang disebabkan karena hutang piutang yang ditentukan sebagai persyaratan pada pelunasan (tambahan pembayaran). c. Riba Jahiliah Riba yang terjadi apabila hutang yang dibayar melebihi pokok karena si peminjam tidak mampu mengembalikan hutangnya tepat waktu.
2. Faktor kedua yaitu Perjudian di Bursa Saham Perjudian dalam sistem syariah dilarang untuk menghindari unsur spekulasi yang cenderung bersifat maysir yaitu gambling (judi), data dan informasi komoditi yang jelas baik yang menyangkut satuannya, kualitasnya, kriteria, jenis dan karakteristiknya serta harga dan penyerahannya, nilai guna yang membawa maslahat dan tidak membahayakan.
Transaksi jual beli surat berharga sebagai instrument investasi sesuai atau tidak sesuai dengan sistem syariah menyangkut tiga hal yang menjadi kriteria pasar modal syariah, yaitu: 1. Investasi dengan trading yang diantaranya dengan cara spekulasi yang gambling. 2. Investasi yang tidak sesuai dengan sistem syariah dari segi struktur instrumennya. 3. Investasi yang tidak sesuai dengan sistem syariah dari segi asset/operasional yang bersangkutan.
3. Faktor ketiga yaitu Kebebasan Pasar Penyebab terjadinya krisis diantaranya adalah dimana setiap lembaga keuangan bebas dalam membuat produk tanpa diikuti dengan aturan maupun norma yang jelas. Sehingga berbagai produk diciptakan tanpa terikat dengan norma. Sedangkan bank syariah selalu tunduk dengan ketentuan Allah dan Rasul-Nya dalam semua praktek dan produk yang ditawarkan.
Pada penghujung akhir tahun 2008 lembaga keuangan syariah kembali membuktikan daya tahannya dari terpaan krisis finansial global yang terjadi. Lembaga-lembaga keuangan syariah tetap stabil dan memberikan keuntungan, kenyamanan serta keamanan bagi para pemegang sahamnya, pemegang surat berharga, peminjam dan para penyimpan dana. Hal ini dapat dibuktikan dari keberhasilan Bank Muamalat Indonesia melewati krisis moneter tahun 1998 dengan menunjukkan kinerja yang semakin meningkat dan tidak menerima sepeser pun bantuan dari pemerintah. (cintasyariah.wordpress.com)
METODA Untuk mengukur kinerja bank Islam, Haron (1996) menggunakan tiga indikator kinerja bank Islam, yaitu Total income yang diterima oleh bank (TITA), the banks portion of income after payment to depositors (BITA), dan net profit before tax (BTTA).
Sarker (1999), menggunakan Banking Efficiency Model untuk mengevaluasi kinerja bank Islam di Bangladesh. Banking Efficiency model menggunakan lima kriteria tes untuk mengukur efisiensi sistem perbankan Islam. Kelima kriteria tes tersebut antara lain Investment Opportunity Utilisation Test, Profit Maximisation Test, Project Efficacy Test, Loan Recovery test dan Test of Elasticity in Loan Financing.
Samad dan Hassan (1999) melakukan pengukuran kinerja perbankan Islam Malaysia antara 1984-1997. Indikator yang dipakai untuk melakukan pengukuran kinerja bank Islam adalah profitability, liquidity, risk and solvency dan commitment to community.
Studi ini menganalisis perbandingan kinerja 5 Bank Konvensional dengan 3 Bank Islam (Bank Syariah) di Indonesia. Pertama, Bank Konvensional dibandingkan kinerjanya periode sebelum (2006-2007) dengan periode saat krisis (2008-2009). Kedua, Bank Syariah dibandingkan kinerjanya periode sebelum (2006-2007) dengan periode saat krisis (2008-2009). Ketiga, Bank Konvensional dibandingkan kinerjanya dengan Bank Syariah baik periode sebelum (2006-2007), periode saat krisis (2008-2009) dan periode sebelum dan saat krisis finansial (2006-2009).
Analisis mengenai kinerja antar-bank ini, pertama kali dilakukan Sabi (1996). Dalam pasar keuangan yang sangat kompetitif, kinerja suatu bank dapat lebih baik dipahami dengan menggunakan analisis antar bank (Samad dan Hassan, 2000).
Studi ini menggunakan 6 rasio keuangan untuk kinerja bank. Rasio-rasio ini dikelompokkan dalam lima kategori, yaitu: a.solvability. b.earning asset quality, c.rentability, d.efficiency, e.liquidity.
Solvability Ratios: CAR (Capital Adequacy Ratio) adalah minimum modal yang harus disediakan untuk menjamin dana deposan. Tujuannya adalah agar kemampuan membayar kepada deposan cukup terjamin. Modal bank tidak hanya berperan sebagai dana yang siap dioperasikan tetapi juga merupakan faktor yang kritis dalam mempertimbangkan hubungan antara risiko dan hasil. (Wahyu, 2002) Faktor utama yang mempengaruhi jumlah modal bank adalah jumlah modal minimum yang ditentukan oleh bank sentral yaitu 8%. Semakin tinggi nilai CAR semakin kuat kemampuan bank tersebut untuk menanggung resiko dari setiap kredit/aktiva produktif yang berisiko. Solvability dapat diukur menggunakan:
Earning Asset Quality Pengertian aktiva produktif dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 31/147/KEP/DIR tanggal 12 November 1998 tentang Kualitas Aktiva Produktif adalah penanaman dana bank baik dalam rupiah maupun valuta asing dalam bentuk kredit, surat berharga, penempatan dana antar bank, penyertaan, komitmen dan kontijensi pada transaksi rekening administratif. Kualitas Aktiva Produktif dinilai berdasarkan: 1. Prospek usaha. 2. Kondisi keuangan dengan penekanan pada arus kas debitur. 3. Kemampuan membayar.
Berdasarkan analisis terhadap faktor penilaian mengenai prospek usaha, kinerjadebitur, kemampuan membayar dengan mempertimbangkan komponen-komponen, kualitas kredit ditetapkan menjadi: a. Lancar (Pass) b. Dalam perhatian khusus (special mention) c. Kurang lancar (sub standard) d. Diragukan (doubtful) e. Macet (loss) CAR = Jumlah Modal x 100% Jumlah ATMR Kredit bermasalah adalah kelompok debitur yang masuk dalam golongan debitur yang kurang lancar, diragukan dan macet. NPL yang baik adalah NPL yang memiliki nilai dibawah 5%. Rasio NPL (Non Performing Loan) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: NPL = Pembiayaan Bermasalah x 100% Total Pembiayaan yang Disalurkan Efficiency Rasio Beban Operasional (BOPO), yaitu perbandingan antara beban operasional dengan pendapatan operasional. Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat efesiensi bank dalam melakukan kegiatan operasinya (Rindawati, 2007). Semakin kecil BOPO menunjukkan semakin efisien bank dalam menjalankan aktivitas usahanya, karena biaya operasi yang harus ditanggung lebih kecil dari pendapatan operasinya sehingga aktivitas operasional bank menghasilkan keuntungan, dimana hal tersebut mampu meningkatkan modal bank dan dan meminimumkan tingkat resikonya. Standar pengukuran BOPO yang baik adalah memiliki nilai 92% (Jurnal Dikta Ekonomi, 2006). Rasio BOPO dirumuskan sebagai berikut: BOPO= Total Beban Operasional x 100% Total Pendapatan Operasional
Rentability Rasio rentabilitas sering disebut profitabilitas usaha yaitu kemampuan bank dalam mencari keuntungan atau laba dan kemampuan bank dalam efisiensi usaha yang dicapai (Kasmir, 2010). Hasil pengukuran tersebut dapat dijadikan alat evaluasi efektifitas kinerja manajemen. Rasio rentabilitas yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 1) Return on Assets (ROA) Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan. Semakin besar ROA suatu bank, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan posisi bank dari segi penggunaan asset juga semakin baik. Standar ROA berdasarkan ketentuan Bank Indonesia adalah lebih dari 1,5%. Dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: ROA = Laba Sebelum Pajak x 100% Rata-rata Total Aset 2) Return on Equity (ROE) Rasio ini digunakan untuk mengukur kinerja manajemen bank dalam mengelola modal yang tersedia untuk menghasilkan laba setelah pajak. Semakin besar ROE, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, standar ROE adalah lebih dari 12%. Dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: ROE = Laba Setelah Pajak x 100% Rata-rata Ekuitas
Likuidity Rasio likuiditas adalah rasio yang digunakan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam memenuhi utang jangka pendeknya (Kasmir, 2010). Suatu bank dikatakan likuid apabila bank tersebut dapat memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendeknya dan dapat membayar kembali semua deposannya serta dapat memenuhi permintaan kredit yang diajukan tanpa terjadi penangguhan. Perkiraan kebutuhan likuiditas tersebut sangat dipengaruhi oleh perilaku penarikan nasabah, sifat dan jenis sumber dana yang dikelola bank. Rasio yang sering digunakan untuk menilai tingkat likuiditas adalah Loan to Deposit Ratio (LDR).
Rasio LDR memberikan gambaran mengenai jumlah dana pihak ketiga yang disalurkan dalam bentuk kredit dibagi dengan pembiayaan (Hidayah dan Sahara, 2006). Semakin tinggi rasio LDR menunjukkan indikasi semakin rendahnya likuiditas suatu bank hal ini disebabkan jumlah dana yang diperuntukkan untuk membiayai kredit menjadi semakin besar dan jika terjadi penurunan LDR dibawah standar ketentuan BI menunjukkan indikasi bahwa terjadi penurunan kemampuan perbankan dalam membayar kewajiban jangka pendeknya. Standar nilai LDR berdasarkan ketentuan Bank Indonesia adalah antara 85%-90%. LDR dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: LDR = Total Pembiayaan yang Disalurkan x 100% Dana Pihak Ketiga
PEMBAHASAN
1. Perbandingan Kinerja Perbankan Konvensional:
Tabel 1.1 Paired Sample T-Test Perbankan Konvensional 2006-2009 Ratio Sebelum Krisis Saat Krisis Statistical Test Mean Std. Dev Mean Std. Dev Corre lation Sig. t Sig.2- tailed CAR 20,74 3,96 16,27 3,38 0,5 0,141 3,806 0,004 NPL 3,33 2,57 2,26 1,26 0,62 0,056 1,651 0,133 BOPO 66,2 11,11 61,74 6,03 0,94 0,000 2,437 0,038 ROA 2,51 1,11 2,43 0,85 0,66 0,034 0,285 0,782 ROE 17,21 6,91 18,55 7,08 0,68 0,028 -0,76 0,467 LDR 61,08 15,01 70,2 14,58 0,934 0,000 -5,349 0,000
Dari hasil analisis perbandingan kinerja perbankan konvensional sebelum krisis (2006-2007) dan saat krisis finansial global (2008-2009) dapat diketahui ada perbedaan signifikan pada rasio CAR, BOPO, dan LDR yang dimana masing-masing nilai signifikansi dibawah 0,05. Pada saat terjadi krisis, perbankan konvensional cenderung mengalami ketidakstabilan pada aspek Solvability/Capital, Efficiency dan Liquidity. Ketiga aspek tersebut merupakan celah yang sangat rentan pada saat krisis karena sifatnya tergantung pada aktivitas sektor moneter dan fiskal.
Perbedaan rasio CAR menunjukkan bahwa kinerja perbankan konvensional pada tahun 2006-2009 dilihat dari rasio kecukupan modalnya mengalami sedikit gangguan dalam penyediaan dana untuk menjamin dana para deposan atau dengan kata lain tidak cukup terjaminnya kemampuan bank dalam membayar dana deposan diakibatkan jumlah modal minimum yang mengalami penurunan nilai rata-rata CAR pada saat krisis dibandingkan sebelum krisis. Meskipun demikian nilai rata-rata rasio CAR masih berada diatas nilai standar yang ditetapkan bank sentral yaitu 8% sehingga masih dalam keadaan aman/sehat. Perbedaan rasio BOPO menunjukkan bahwa pada saat krisis, perbankan konvensional mengalami ketidakpastian resiko operasional yang cukup tinggi sehingga terjadi penurunan keuntungan yang dipengaruhi oleh struktur biaya operasional bank. Hal itu ditunjukkan dengan penurunan nilai rata-rata BOPO saat krisis jauh dibawah standar yang ditetapkan bank sentral yaitu 92%.
Perbedaan rasio LDR menunjukkan bahwa pada saat krisis terjadi, perbankan konvensional tidak memiliki ketersediaan dana liquid yang cukup untuk operasionalnya. Nasabah peminjam mengalami ketidakmampuan untuk mengembalikan dana pinjaman karena tingginya nilai suku bunga. Kemacetan pengembalian dana pinjaman dari pihak nasabah ke perbankan berimplikasi pada ketidakmampuan pihak perbankan untuk mengembalikan dana pinjaman kepada Bank Indonesia. Sehingga pada saat nilai suku bunga melonjak tinggi, kondisi ini mengakibatkan goncangan pada sistem manajemen moneter perbankan konvensional. (Milana, 2010)
2. Perbandingan Kinerja Perbankan Syariah Tabel 1.2 Paired Sample T-Test Perbankan Syariah 2006-2009 Ratio Sebelum Krisis Saat Krisis Statistical Test Mean Std. Dev Mean Std. Dev Correl ation Sig. t Sig.2- tailed CAR 11,96 2,01 12,02 0,97 -0,727 0,101 -0,054 0,959 NPL 3,69 2,5 3,48 1,76 0,95 0,004 0,521 0,625 BOPO 40,75 8,67 51,32 7,88 -0,643 0,168 -1,724 0,145 ROA 2,22 1,37 1,5 0,75 0,073 0,890 1,161 0,298 ROE 19,17 9,61 14,45 6,81 -0,087 0,870 0,943 0,389 LDR 94,19 5,28 87,08 9,19 0,18 0,732 1,787 0,134
Dari hasil analisis perbandingan kinerja perbankan syariah sebelum krisis (2006-2007) dan saat krisis finansial global (2008-2009) dapat diketahui tidak ada perbedaan signifikan dari setiap rasio yang dibandingkan karena masing-masing nilai signifikansi berada diatas 0,05. Kinerja perbankan syariah tidak terlalu mengalami gangguan pada saat terjadinya krisis dikarenakan penerapan prinsip syariah yaitu kegiatan usaha bank syariah tidak banyak terkait dengan nilai tukar mata uang dan tidak mengenal sistem bunga (Riba) dengan kata lain menganut metode suku bunga nol persen. Disaat krisis finansial terjadi, tingkat nilai tukar mata uang dan tingkat suku bunga cenderung mengalami ketidakstabilan, hal tersebut tidak mempengaruhi kinerja perbankan syariah karena ketahanan bank syariah dalam menghadapi krisis ekonomi adalah karena perbankan syariah mengharamkan faktor-faktor terjadinya krisis ekonomi global yaitu pengharaman riba, pengharaman perjudian di bursa saham, pengharaman kebebasan pasar. (Nina, 2009) Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Winarso (2008) yang meneliti perbandingan kinerja keuangan bank syariah sebelum dan pada masa krisis ekonomi tahun 1997, hasil penelitian menunjukan tidak ada perbedaan yang signifikan dari masing-masing rasio keuangan bank syariah sebelum dan saat krisis ekonomi.
3. Perbandingan Kinerja Perbankan Konvensional dengan Perbankan Syariah Tabel 1.3 Independent Sample T-Test Perbankan Konvensional dengan Perbankan Syariah Periode Sebelum Krisis (2006-2007)
Ratio Perbankan Konvensional Perbankan Syariah Statistical Test Mean Std. Dev Mean Std. Dev Levene's Test for Equality of Variance t-test for equality of Mean df=70, confidence interval=95% F Sig. t Sig.2- tailed Mean Diff CAR 20.74 3.96 11.96 2.01 3.439 0.085 4.996 0.000 8.77 NPL 3.33 2.57 3.69 2.5 0.006 0.937 -0.272 0.789 -0.35 BOPO 66.17 11.12 40.75 8.67 0.073 0.791 4.774 0.000 25.42 ROA 2.51 1.11 2.22 1.37 0.021 0.888 0.450 0.660 0.28 ROE 17.21 2.18 19.17 3.92 0.561 0.466 -0.475 0.642 -1.95 LDR 61.08 15.01 94.19 5.28 4.995 0.042 -6.348 0.000 -33.1
Tabel 1.4 Independent Sample T-Test Perbankan Konvensional dengan Perbankan Syariah Periode Saat Krisis (2008-2009) Ratio Perbankan Konvensional Perbankan Syariah Statistical Test Mean Std. Dev Mean Std. Dev Levene's Test for Equality of Variance t-test for equality of Mean df=70, confidence interval=95% F Sig. t Sig.2- tailed Mean Diff CAR 16.27 3.38 12.02 0.97 1.864 0.194 2.964 0.010 4.24 NPL 2.26 1.26 3.48 1.76 0.931 0.351 -1.611 0.129 -1.21 BOPO 61.73 6.04 51.32 7.88 1.299 0.274 2.983 0.010 10.41 ROA 2.43 0.85 1.5 0.75 0.347 0.565 2.185 0.046 0.92 ROE 18.55 7.08 14.45 6.81 0.065 0.802 1.135 0.276 4.09 LDR 70.20 14.58 87.08 9.19 3.194 0.096 -2.529 0.024 -16.87
Tabel 1.5 Independent Sample T-Test Perbankan Konvensional dengan Perbankan Syariah Periode Sebelum dan Saat Krisis (2006-2009)
Ratio Perbankan Konvensional Perbankan Syariah Statistical Test Mean Std. Dev Mean Std. Dev Levene's Test for Equality of Variance t-test for equality of Mean df=70, confidence interval=95% F Sig. t Sig.2- tailed Mean Diff CAR 18,51 4,25 11,99 1,51 14,29 0,001 6,218 0,000 6,51 NPL 2,80 2,05 3,59 2,07 0,19 0,665 -1,049 0,303 -0,78 BOPO 63,95 9,00 46,03 9,64 0,02 0,879 5,217 0,000 17,92 ROA 2,47 0,96 1,86 1,12 0,36 0,553 1,614 0,117 0,605 ROE 17,88 6,84 16,81 8,31 0,001 0,973 0,395 0,696 1,069 LDR 65,64 15,14 90,63 8,05 5,31 0,028 -6,082 0,000 -24,99 Dari hasil analisis perbandingan kinerja perbankan konvensional dengan perbankan syariah baik periode sebelum krisis (2006-2007), periode saat krisis (2008-2009) dan periode sebelum dan saat krisis finansial global (2006-2009).Perbandingan kinerja perbankan konvensional dengan perbankan syariah periode sebelum krisis (2006-2007) menunjukkan ada perbedaan pada rasio CAR, BOPO, dan LDR, perbandingan saat krisis finansial global (2008-2009) menunjukkan ada perbedaan pada rasio CAR, BOPO, ROA, dan LDR. Perbandingan kinerja perbankan konvensional dengan perbankan syariah periode sebelum dan saat krisis finansial global (2006-2009) menunjukkan ada perbedaan rasio CAR, BOPO dan LDR.
Perbedaan rasio CAR antara perbankan konvensional dengan perbankan syariah menunjukkan perbankan konvensional masih berada diatas perbankan konvensional dalam aspek permodalan mengingat perbankan konvensional sudah cukup lama berdiri di Indonesia. Perbedaan rasio BOPO menunjukkan manajemen perbankan konvensional masih lebih efisien dalam pengelolaan dana dibandingkan perbankan syariah. Perbedaan rasio LDR menunjukkan bahwa perbankan konvensional masih kurang liquid jika dibandingkan dengan perbankan syariah pada saat krisis finansial global terjadi. Hal tersebut dikarenakan tingkat suku bunga yang tinggi dan perkiraan kebutuhan likuiditas yang dipengaruhi oleh perilaku penarikan nasabah, sifat dan jenis sumber dana yang dikelola bank sangat berpengaruh pada kinerja perbankan konvensional. Sedangkan pada perbankan syariah tidak secara langsung mempengaruhi kinerjanya karena lebih cenderung pada keadaan sektor riil. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Deni (2006) yang menganalisis perbandingan kinerja Bank Muamalat Indonesia dengan empat bank konvensional pada periode krisis moneter tahun 1997 bahwa ada perbedaan signifikan yaitu pada kinerja rasio keuangan CAR, BOPO dan LDR. PENUTUP Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa kinerja perbankan syariah terbukti cenderung lebih stabil dan mampu bertahan disaat krisis finansial global lain halnya dengan perbankan konvensional yang cenderung mengalami ketidakstabilan disaat krisis.
DAFTAR PUSTAKA Ananda, Yulina. 2009. Analisis Dampak Krisis Keuangan Global Terhadap Profitabilitas Bank Syariah di PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk. Makalah disajikan dalam Makalah Seminar 4 th Mes Goes to Campus di Jakarta. Jakarta: Universitas Islam As-Syafiiyah. Anwaruddin, Ibnu. 2009. Beda Bank Syariah dengan Bank Konvensional. http://nuansaonline.net/index.php?option=com_content&task=view&i d=132&Itemid=30. ( 26 Agustus 2010). Arikunto, Suharsini. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Edisi Revisi VI. Jakarta: Rineka Cipta. Bastian, Indra dan Suhardjono. 2006. Akuntansi Perbankan. Jakarta: Salemba Empat. Deni, Surya dan Nasution, Dewi Mustafa. 2006. Analisis Perbandingan Kineja Keuangan Bank Syariah dengan Bank Umum Konvensional Sebelum dan Sesudah Deregulasi Financial dan Krisis Moneter Studi Kasus BMI dan 4 (empat) Bank Umum Konvensional. Dalam Jurnal Dikta Ekonomi, Volume 3 No. 3. Jakarta: Universitas Indonesia. Ermayanti, Dwi. 2009. Kinerja Keuangan Perusahaan. http://dwiermayanti.wordpress.com/2009/10/15/kinerja-keuangan- perusahaan/. (30 Juli 2010). Halim, Abdul dan Hanafi, M. Mamduh. 2007. Analisis Laporan Keuangan. Yogyakarta: UPP STIM YKPN. Hassan, M, Kabir dan Samad, Abdus. 2000. The Performance of Malaysian Islamic Bank During 1984-1997: An Exploratory Study. Dalam International Journal of Islamic Financial Services, Volume 1 No. 3. Hermana, Budi. 2009. Struktur Pasar Bank Umum. http://nustaffsite.gunadarma.ac.id/blog/bhermana/2009/06/28/struktur- pasar-bank-umum/. (11 Juli 2010). Hidayah, Nurul dan Sahara, Ratna. 2006. Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Bank Muamalat Indonesia Periode 1992-1998 dan 1999- 2006. Skripsi. Jakarta: Universitas Al Azhar Indonesia. Ikatan Akuntan Indonesia. 2002. Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Bank Syariah. Jakarta: IAI. Ikatan Akuntan Indonesia. 2002. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah. Jakarta: IAI.
Kasmir. 2010. Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: Rajawali Pers. Laporan Perekonomian Indonesia Tahun 2008. http://www.bi.go.id/web/id/Publikasi/Laporan+Tahunan/Laporan+Per ekonomian+Indonesia/lpi_2008.htm. (9 Juni 2010). Loen, Boy dan Ericson Sony. 2007. Manajemen Aktiva Pasiva Bank Devisa. Jakarta: PT.Grasindo. Milana, Robby. 2010. http://ib-bloggercompetition.kompasiana.com/2010/06/21/perbankan- syariah-kebal-di-tengah-krisis/. (9 Agustus 2010) Muhammad. 2002. Pengantar Akuntansi Syariah. Jakarta: Salemba Empat. Munawir, S. 2001. Analisis Laporan Keuangan. Yogyakarta: Liberty. Mulyadi. 2001. Akuntansi Manajemen: Konsep, Manfaat dan Rekayasa. Jakarta: Salemba Empat. Moin, Shehzad Muhammad. 2008. Performance of Islamic Banking and Conventional Banking in Pakistan: A Comparative Study. Dalam International Journal of Islamic. Pakistan: University Of Skovde. Nurhayati, Sri dan Wasilah. 2008. Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat. Peraturan Dekan N0:17/PP/2009. Pedoman Penulisan Skripsi. Semarang: Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang. Peraturan Bank Indonesia Nomor: 10/17/PBI/2008 tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah. Jakarta: Bank Indonesia. PSAK No.31. 2002. Akuntansi Perbankan Konvensional. Jakarta. PSAK No.101. 2002. Akuntansi Perbankan Syariah. Jakarta. Purna, Ibnu. 2009. Perekonomian Indonesia Tahun 2008 Tengah Krisis Keuangan Global.http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task =view&id=3698&Itemid=29. (20 Agustus 2010). Rindawati, Ema. 2007. Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Perbankan Syariah dengan Perbankan Konvensional. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Ekonomi UII. Rashid, Hassan. 2006. The Performance of Pakistani Islamic Bank During 1999-2006. Dalam Jurnal an Exploratory Study. Islamabad: Mohammad Ali Jinnah Universty. Rustendi, Tendi. 2008. Analisis Laporan Keuangan. http://tedirustendi32.files.wordpress.com/2009/02/2008-analisis- laporan-keuangan.doc. (9 Agustus 2010). Suyanto, M. 2004. Perbandingan Kinerja Bank Islam terhadap Bank Persero, Bank Asing dan Bank Umum di Indonesia pada 2000-2004. Skripsi. Yogyakarta: STMIK AMIKOM. Statistik Perbankan Indonesia. 2009. Jakarta: Bank Indonesia. Statistik Perbankan Syariah. 2009. Jakarta: Bank Indonesia. Surat Edaran BI No.6/23/DPNP. 2004. Jakarta: Bank Indonesia.
Susilo, Sri.Y, Triandaru, Sigit, dan Santoso, Budi Totok.A. 2000. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Jakarta: Salemba Empat. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 2008. Jakarta: Bank Indonesia. Wahyu. 2002. http://www.mail- archive.com/itb@itb.ac.id/msg29291.html.(12 Agustus 2010) Wibisono, Dermawan. 2003. Riset Bisnis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Wahana, Andi. 2006. 10 Model Penelitian dan Pengolahannya dengan SPSS 14 Edisi IV. Yogyakarta: Andi. Wild, John. J, Subramanyan, KR dan Halsey, Robert F. 2005. Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: Salemba Empat. Winarso, Beni Suhendra. 2008. Perbandingan Kinerja Keuangan Bank Syariah Sebelum dan Pada Masa Krisis Ekonomi: Pendekatan Metode Camel. Dalam Jurnal LOGOS, Volume 6 No.1. Hal 20-36. Yogyakarta: Universitas Ahmad Dahlan.
Ekonomi makro menjadi sederhana, berinvestasi dengan menafsirkan pasar keuangan: Cara membaca dan memahami pasar keuangan agar dapat berinvestasi secara sadar berkat data yang disediakan oleh ekonomi makro