You are on page 1of 25

http://wayanardhana.staff.ugm.ac.id/materi_orto1_pem.

pdf
buku IPD
http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/_lupus!"#eritematosus.pdf
2.2.1 Definisi
SLE merupakan penyakit radang atau inflamasi multisistem yang disebabkan oleh
banyak faktor (Isenberg and Horsfall,1!" dan dikarakterisasi oleh adanya gangguan disregulasi
sistem imun berupa peningkatan sistem imun dan produksi autoantibodi yang
berlebihan (#lbar, 2$$%".
&erbentuknya autoantibodi terhadap dsD'#, berbagai ma(am ribonukleoprotein intraseluler, sel)
sel darah, dan fosfolipid dapat menyebabkan kerusakan *aringan (#lbar, 2$$%" melalui
mekanisme pengakti+an komplemen (Epstein, 1!".
2.2.2 Epidemiologi
SLE lebih banyak ter*adi pada ,anita daripada pria dengan perbandingan 1$ - 1. .erbandingan
ini menurun men*adi % - 2 pada lupus yang diinduksi oleh obat. .enyakit SLE *uga
menyerang penderita usia produktif yaitu 1/ 0 12 tahun. 3eskipun begitu,
penyakit ini dapat ter*adi pada semua orang tanpa membedakan usia dan *enis kelamin
(Delafuente, 2$$2". .re+alensi SLE berbeda 0 beda untuk tiap etnis yaitu etnis #frika 0 #merika
mempunyai pre+alensi sebesar 1 kasus per 2$$$ populasi, 4ina 1 dalam 1$$$ populasi, 12 kasus
per 1$$.$$$ populasi ter*adi di Inggris, % kasus dalam 1$$.$$$ populasi terdapat di S,edia. Di
'e, 5ealand, ter*adi perbedaan pre+alensi antara etnis Polynesian sebanyak /$ kasus per
1$$.$$$ populasi dengan orang kulit putih sebesar 12,1 kasus dalam 1$$.$$$ populasi (6artels,
2$$1".
2.2.% Etiologi
7aktor genetik mempunyai peranan yang sangat penting dalam kerentanan dan ekspresi penyakit
SLE. Sekitar 1$8 0 2$8 pasien SLE mempunyai kerabat dekat (first degree relative" yang
menderita SLE. #ngka ke*adian SLE pada saudara kembar identik (22)18" lebih tinggi
daripada saudara kembar non)identik (2)8". .enelitian terakhir menun*ukkan bah,a
banyak gen yang berperan antara lain haplotip 3H4 terutama HL#)D92 dan HL#)
D9%, komponen komplemen yang berperan pada fase a,al reaksi pengikatan komplemen yaitu
41:, 41r, 41s, 4%, 42, dan 42, serta gen)gen yang mengkode reseptor sel &, imunoglobulin, dan
sitokin (#lbar, 2$$%" .
7aktor lingkungan yang menyebabkan timbulnya SLE yaitu sinar ;< yang mengubah
struktur D'# di daerah yang terpapar sehingga menyebabkan perubahan sistem imun di daerah
tersebut serta menginduksi apoptosis dari sel keratonosit. SLE *uga dapat diinduksi oleh obat
tertentu khususnya pada asetilator lambat yang mempunyai gen HL# D9)2 menyebabkan
asetilasi obat men*adi lambat, obat banyak terakumulasi di tubuh sehingga memberikan
kesempatan obat untuk berikatan dengan protein tubuh. Hal ini direspon sebagai benda asing
oleh tubuh sehingga tubuh membentuk kompleks antibodi antinuklear (#'#" untuk menyerang
benda asing tersebut (Herfindal et al., 2$$$". 3akanan seperti ,i*en (alfafa sprouts" yang
mengandung asam amino L-cannavine dapat mengurangi respon dari sel limfosit & dan 6
sehingga dapat menyebabkan SLE (Delafuente, 2$$2". Selain itu infeksi +irus dan bakteri *uga
menyebabkan perubahan pada sistem imun dengan mekanisme menyebabkan peningkatan
antibodi anti+iral sehingga mengakti+asi sel 6 limfosit nonspesifik yang akan memi(u ter*adinya
SLE (Herfindal et al., 2$$$".
2.2.2 =lasifikasi
.enyakit Lupus dapat diklasifikasikan men*adi % ma(am yaitu discoid lupus, systemic lupus
erythematosus, dan lupus yang diinduksi oleh obat.
Discoid Lupus
Lesi berbentuk lingkaran atau (akram dan ditandai oleh batas eritema yang meninggi,
skuama, sumbatan folikuler, dan telangiektasia. Lesi ini timbul di kulit kepala, telinga,
,a*ah, lengan, punggung, dan dada. .enyakit ini dapat menimbulkan ke(a(atan karena lesi ini
memperlihatkan atrofi dan *aringan parut di bagian tengahnya serta hilangnya apendiks kulit
se(ara menetap (Hahn, 2$$/".
Systemic Lupus Erythematosus
SLE merupakan penyakit radang atau inflamasi multisistem yang disebabkan oleh banyak faktor
(Isenberg and Horsfall,1!" dan dikarakterisasi oleh adanya gangguan disregulasi sistem imun
berupa peningkatan sistem imun dan produksi autoantibodi yang berlebihan (#lbar, 2$$%".
&erbentuknya autoantibodi terhadap dsD'#, berbagai ma(am ribonukleoprotein intraseluler, sel)
sel darah, dan fosfolipid dapat menyebabkan kerusakan *aringan (#lbar, 2$$%" melalui
mekanime pengakti+an komplemen (Epstein, 1!".
Lupus yang diinduksi oleh obat
Lupus yang disebabkan oleh induksi obat tertentu khususnya pada asetilator lambat yang
mempunyai gen HL# D9)2 menyebabkan asetilasi obat men*adi lambat, obat banyak
terakumulasi di tubuh sehingga memberikan kesempatan obat
untuk berikatan dengan protein tubuh. Hal ini direspon sebagai benda asing oleh tubuh
sehingga tubuh membentuk kompleks antibodi antinuklear (#'#" untuk menyerang benda asing
tersebut (Herfindal et al., 2$$$".
&abel II.1 >bat yang menginduksi SLE (Herfindal et al.,2$$$".
Definitely Possible Unlikely
Hidrala?in #ntikon+ulsan .ropitiourasil @riseoful+in
.rokainamid
Isonia?id
=lorproma?in
3etildopa
7enitoin 3etima?ol
=arbama?epin .enisilinamin
#sam +alproat Sulfasala?in
Etosuksimid Sulfonamid
A)bloker 'itrofurantoin
.ropranolol Le+odopa
3etoprolol Litium
Labetalol Simetidin
#(ebutolol &akrolimus
=aptropil
Lisinopril
Enalapril
=ontrasepsi oral
.enisilin
@aram emas
=et - definitely - tinggi, possible - sedang, unlikely - rendah
2.2./ .atofisiologi
.ada pasien SLE ter*adi gangguan respon imun yang menyebabkan akti+asi sel 6, peningkatan
*umlah sel yang menghasilkan antibodi, hipergamaglobulinemia, produksi autoantibodi, dan
pembentukan kompleks imun (3ok dan Lau, 2$$%". #kti+asi sel & dan sel 6 disebabkan karena
adanya stimulasi antigen spesifik baik yang berasal dari luar seperti bahan)bahan kimia, D'#
bakteri, antigen +irus, fosfolipid dinding sel atau yang berasal dari dalam yaitu protein D'# dan
9'#. #ntigen ini diba,a oleh antigen presenting cells (#.4s" atau berikatan dengan antibodi
pada permukaan sel 6. =emudian diproses oleh sel 6 dan #.4s men*adi peptida dan diba,a ke
sel & melalui molekul HL# yang ada di permukaan. Sel & akan terakti+asi dan mengeluarkan
sitokin yang dapat merangsang sel 6 untuk membentuk autoantibodi yang patogen. Interaksi
antara sel 6 dan sel & serta #.4s dan sel & ter*adi dengan bantuan sitokin, molekul 4D 2$,
4&L#)2 (Epstein, 1!".
@b.2.1 .atofisiologi SLE (Epstein, 1!"
6erdasarkan profil sitokin sel & dibagi men*adi 2 yaitu &h1 dan &h2. sel &h1 berfungsi
mendukung cell-mediated immunity, sedangkan &h2 menekan sel tersebut dan membantu sel 6
untuk memproduksi antibodi. .ada pasien SLE ditemukan adanya IL)1$ yaitu sitokin yang
diproduksi oleh sel &h2 yang berfungsi menekan sel &h1 sehingga mengganggu cell-mediated
immunity.
Sel & pada SLE *uga mengalami gangguan berupa berkurangnya produksi IL)2 dan hilangnya
respon terhadap rangsangan pembentukan IL)2 yang dapat membantu meningkatkan ekspresi sel
&.
#bnormalitas dan disregulasi sistem imun pada tingkat seluler dapat berupa gangguan fungsi
limfosit & dan 6, '=4, dan #.4s. Hiperakti+itas sel 6 ter*adi seiring dengan limfositopenia sel
& karena antibodi antilimfosit &. .eningkatan sel 6 yang terakti+asi menyebabkan ter*adinya
hipergamaglobulinemia yang berhubungan dengan reakti+itas self)antigen. .ada sel 6, reseptor
sitokin, IL)2, mengalami peningkatan sedangkan 491 menurun (Sil+ia and Isenberg, 2$$1". Hal
ini *uga meningkatkan heat shock protein $ (hsp $" pada sel 6 dan 4D2B. =elebihan hsp $
akan terlokalisasi pada permukaan sel limfosit dan akan menyebabkan ter*adinya respon imun.
Sel & mempunyai 2 subset yaitu 4D!B (supresorCsitotoksik" dan 4D2B (inducerChelper". SLE
ditandai dengan peningkatan sel 6 terutama berhubungan dengan subset 4D2B dan 4D2/9B.
4D2B membantu menginduksi ter*adinya supresi dengan menyediakan signal bagi 4D!B
(Isenberg and Horsfall, 1!". 6erkurang *umlah total sel & *uga menyebabkan berkurangnya
subset tersebut sehingga signal yang sampai ke 4D!B *uga berkurang dan menyebabkan
kegagalan sel & dalam menekan sel 6 yang hiperaktif. 6erkurangnya kedua subset sel & ini yang
umum disebut double negative (4D2)4D!)" mengaktifkan sintesis dan sekresi autoantibodi
(3ok and Lau, 2$$%". 4iri khas autoantibodi ini adalah bah,a mereka tidak spesifik pada satu
*aringan tertentu dan merupakan komponen integral dari semua *enis sel sehingga menyebabkan
inflamasi dan kerusakan organ se(ara luas (#lbar, 2$$%" melalui % mekanisme yaitu pertama
kompleks imun (misalnya D'#)anti D'#" ter*ebak dalam membran *aringan dan mengaktifkan
komplemen yang menyebabkan kerusakan *aringan. =edua, autoantibodi tersebut mengikat
komponen *aringan atau antigen yang ter*ebak di dalam *aringan, komplemen akan terakti+asi
dan ter*adi kerusakan *aringan. 3ekanisme yang terakhir adalah autoantibodi menempel pada
membran dan menyebabkan akti+asi komplemen yang berperan dalan kematian sel atau
autoantibodi masuk ke dalam sel dan berikatan dengan inti sel dan menyebabkan menurunnya
fungsi sel tetapi belum diketahui mekanismenya terhadap kerusakan *aringan (Epstein, 1!".
@angguan sistem imun pada SLE dapat berupa gangguan klirens kompleks imun, gangguan
pemrosesan kompleks imun dalam hati, dan penurunan up-take kompleks imun pada limpa
(#lbar, 2$$%". @angguan klirens kompleks imun dapat disebabkan berkurangnya 491 dan *uga
fagositosis yang inadekuat pada Ig@2 dan Ig@% karena lemahnya ikatan reseptor 7(D9II# dan
7(D9III#. Hal ini *uga berhubungan dengan defisiensi komponen komplemen 41, 42, 42.
#danya gangguan tersebut menyebabkan meningkatnya paparan antigen terhadap sistem imun
dan ter*adinya deposisi kompleks imun (3ok dan Lau, 2$$%" pada berbagai ma(am organ
sehingga ter*adi fiksasi komplemen pada organ tersebut. .eristi,a ini menyebabkan akti+asi
komplemen yang menghasilkan mediator)mediator inflamasi yang menimbulkan reaksi radang.
9eaksi radang inilah yang menyebabkan timbulnya keluhanCge*ala pada organ atau tempat yang
bersangkutan seperti gin*al, sendi, pleura, pleksus koroideus, kulit, dan sebagainya (#lbar, 2$$%".
.ada pasien SLE, adanya rangsangan berupa ;<6 (yang dapat menginduksi apoptosis sel
keratonosit" atau beberapa obat (seperti klorproma?in yang menginduksi apoptosis sel
limfoblas" dapat meningkatkan *umlah apoptosis sel yang dilakukan oleh makrofag. Sel dapat
mengalami apoptosis melalui kondensasi dan fragmentasi inti serta kontraksi sitoplasma.
Phosphatidylserine (.S" yang se(ara normal berada di dalam membran sel, pada saat apoptosis
berada di bagian luar membran sel. Selan*utnya ter*adi ikatan dengan 49., &S., S#., dan
komponen komplemen yang akan berinteraksi dengan sel fagosit melalui reseptor membran
seperti transporter #641, complement receptor (491, %, 2", reseptor E<A%, 4D%1, 4D12, lektin,
dan mannose receptor (39" yang menghasilkan sitokin antiinflamasi. Sedangkan pada SLE
yang ter*adi adalah
ikatan dengan autoantibodi yang kemudian akan berinteraksi dengan reseptor 7(D9 yang akan
menghasilkan sitokin proinflamasi. Selain gangguan apoptosis yang dilakukan oleh makrofag,
pada pasien SLE *uga ter*adi gangguan apoptosis yang disebabkan oleh gangguan 7as dan b(l)2
(6i*l et al., 2$$1".
@b.2.2 3ekanisme apoptosis pada patofisiologi SLE (6i*l et al., 2$$1"
2.2.1 =riteria SLE
.ada tahun 1!2, merican !heumatism ssociation (#9#" menetapkan kriteria baru untuk
klasifikasi SLE yang diperbarui pada tahun 1F. =riteria SLE ini mempunyai selekti+itas 18.
Diagnosa SLE dapat ditegakkan *ika pada suatu periode pengamatan ditemukan 2 atau lebih
kriteria dari 11 kriteria yaitu -
(1" 9uam malar - eritema persisten, datar atau meninggi, pada daerah hidung dan pipi.
(2" 9uam diskoid - ber(ak eritematosa yang meninggi dengan sisik keratin yang melekat
dan sumbatan folikel, dapat ter*adi *aringan parut.
(%" 7otosensiti+itas - ter*adi lesi kulit akibat abnormalitas terhadap (ahaya matahari.
(2" ;lserasi mulut - ulserasi di mulut atau nasofaring, umumnya tidak nyeri.
(/" #rtritis - artritis nonerosif yang mengenai 2 sendi perifer ditandai oleh nyeri, bengkak, atau
efusi.
(1" Serositis
a. .leuritis - adanya ri,ayat nyeri pleural atau terdengarnya bunyi gesekan pleura atau adanya
efusi pleura.
b..erikarditis - diperoleh dari gambaran E=@ atau terdengarnya bunyi gesekan perikard atau
efusi perikard.
(F" =elainan gin*al
a. .roteinuria yang lebih besar $,/ gCdL atau lebih dari %B
b.Ditemukan eritrosit, hemoglobin granular, tubular, atau (ampuran.
(!" =elainan neurologis - ke*ang tanpa sebab atau psikosis tanpa sebab.
(" =elainan hematologik - anemia hemolitik atau leukopenia (kurang dari
2$$Cmm
%
" atau limfopenia (kurang dari 1/$$Cmm
%
", atau trombositopenia (kurang dari
1$$.$$$Cmm
%
" tanpa ada obat penginduksi ge*ala tersebut.
(1$" =elainan imunologik - anti ds)D'# atau anti)Sm positif atau adanya antibodi
antifosfolipid
(11" #ntibodi antinukleus - *umlah #'# yang abnormal pada pemeriksaan imunofluoresensi
atau pemeriksaan yang ekui+alen pada setiap saat dan tidak ada obat yang menginduksi
sindroma lupus (Delafuente, 2$$2".
2.2.F Data laboratorium
#nti ds)D'#
6atas normal - F$ 0 2$$ I;CmL
'egatif - G F$ I;CmL
.ositif - H 2$$ I;CmL
#ntibodi ini ditemukan pada 1/8 0 !$8 penderita dengan SLE aktif dan *arang
pada penderita dengan penyakit lain. Iumlah yang tinggi merupakan spesifik untuk SLE
sedangkan kadar rendah sampai sedang dapat ditemukan pada penderita dengan penyakit
reumatik yang lain, hepatitis kronik, infeksi mononukleosis, dan sirosis bilier. Iumlah antibodi
ini dapat turun dengan pengobatan yang tepat dan dapat meningkat pada penyebaran penyakit
terutama lupus glomerulonefritis. Iumlahnya mendekati negatif pada penyakit SLE yang tenang
(dorman".
#ntibodi anti)D'# merupakan subtipe dari #ntibodi antinukleus (#'#". #da dua tipe dari
antibodi anti)D'# yaitu yang menyerang double-stranded D'# (anti ds)D'#" dan yang
menyerang single-stranded D'# (anti ss)D'#". #nti ss)D'# kurang sensitif dan spesifik
untuk SLE tapi positif untuk penyakit autoimun yang lain. =ompleks antibodi)antigen pada
penyakit autoimun tidak hanya untuk diagnosis sa*a tetapi merupakan konstributor yang besar
dalam per*alanan penyakit tersebut. =ompleks tersebut akan menginduksi sistem komplemen
yang dapat menyebabkan ter*adinya inflamasi baik lokal maupun sistemik (.agana
and .agana, 2$$2".
.
ntinuclear antibodies (#'#"
Harga normal - nol
#'# digunakan untuk diagnosa SLE dan penyakit autoimun yang lain. #'# adalah sekelompok
antibodi protein yang bereaksi menyerang inti dari suatu sel. #'# (ukup sensitif untuk
mendeteksi adanya SLE, hasil yang positif ter*adi pada /8 penderita SLE. &etapi
#'# tidak spesifik untuk SLE sa*a karena #'# *uga berkaitan dengan penyakit reumatik yang
lain. Iumlah #'# yang tinggi berkaitan dengan kemun(ulan penyakit dan keaktifan penyakit
tersebut.Setelah pemberian terapi maka penyakit tidak lagi aktif sehingga *umlah #'#
diperkirakan menurun. Iika hasil tes negatif maka pasien belum tentu negatif terhadap SLE
karena harus dipertimbangkan *uga data klinik dan tes laboratorium yang lain, tetapi *ika hasil
tes positif maka sebaiknya dilakukan tes serologi yang lain untuk menun*ang diagnosa bah,a
pasien tersebut menderita SLE. #'# dapat meliputi anti)Smith (anti)Sm", anti)9'. (anti)
ribonukleoprotein", dan anti)SS# (9o" atau anti)SS6 (La" (.agana and .agana, 2$$2".
&es Laboratorium lain
&es laboratorium lainnya yang digunakan untuk menun*ang diagnosa serta untuk monitoring
terapi pada penyakit SLE antara lain adalah antiribosomal ., antikardiolipin, lupus antikoagulan,
"oombs test, anti)histon, marker reaksi inflamasi (Erythrocyte Sedimentation !ateCES9 atau "-
!eactive ProteinC49.", kadar komplemen (4% dan 42", "omplete #lood "ount (464",
urinalisis, serum kreatinin, tes fungsi hepar, kreatinin kinase (.agana and .agana, 2$$2".
2.2.! 3anifestasi klinis
3anifestasi klinik se(ara umum yang sering timbul pada pasien SLE adalah rasa lelah, malaise,
demam, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan (Hahn, 2$$/". @e*ala
muskuloskeletal berupa artritis, atralgia, dan mialgia umumnya timbul mendahului ge*ala yang
lain. Jang paling sering terkena adalah sendi interfalangeal proksimal diikuti oleh lutut,
pergelangan tangan, metakarpofalangeal, siku, dan pergelangan kaki (Delafuente, 2$$2".
@e*ala di kulit dapat berupa timbulnya ruam kulit yang khas dan banyak menolong dalam
mengarahkan diagnosa SLE yaitu ruam kulit berbentuk kupu)kupu (butterfly rash"
berupa eritema yang agak edematus pada hidung dan kedua pipi. Dengan pengobatan yang tepat,
kelainan ini dapat sembuh tanpa bekas. .ada bagian tubuh yang terkena sinar matahari dapat
timbul ruam kulit yang ter*adi karena hipersensiti+itas (photohypersensitivity". Lesi (akram
ter*adi pada 1$8 0 2$8 pasien SLE. @e*ala lain yang timbul adalah +askulitis eritema
periungual, li+ido retikularis, alopesia, ulserasi, dan fenomena 9aynaud (Delafuente,
2$$2".
@e*ala SLE pada *antung sering ditandai adanya perikarditis, miokarditis, gangguan katup
*antung (biasanya aorta atau mitral" termasuk ge*ala endokarditis Libman-Sachs. .enyakit
*antung pada pasien umumnya dipengaruhi oleh banyak faktor seperti hipertensi, kegemukan,
dan hiperlipidemia. &erapi dengan kortikosteroid dan adanya penyakit gin*al *uga dapat
meningkatkan resiko penyakit *antung pada pasien SLE (Delafuente, 2$$2".
@e*ala lain yang *uga sering timbul adalah ge*ala pada paru yang meliputi
pleuritis dan efusi pleura. .neumonitis lupus menyebabkan demam, sesak napas, dan batuk.
@e*ala pada paru ini *arang ter*adi namun mempunyai angka mortalitas yang tinggi. 'yeri
abdomen ter*adi pada 2/8 kasus SLE. @e*ala saluran pen(ernaan (gastrointestinal" lain yang
sering timbul adalah mual, diare, dan dispepsia. Selain itu dapat pula ter*adi +askulitis, perforasi
usus, pankreatitis, dan hepatosplenomegali (Delafuente, 2$$2".
@e*ala SLE pada susunan saraf yaitu ter*adinya neuropati perifer berupa gangguan sensorik dan
motorik yang umumnya bersifat sementara (#lbar,2$$%". @e*ala lain yang *uga timbul adalah
disfungsi kognitif, psikosis, depresi, ke*ang, dan stroke (Delafuente, 2$$2".
@e*ala hematologik umumnya adalah anemia yang ter*adi akibat inflamasi kronik pada sebagian
besar pasien saat lupusnya aktif. .ada pasien dengan u*i "oombs)nya positif dapat mengalami
anemia hemolitik. Leukopenia (biasanya limfopenia" sering ditemukan tetapi tidak memerlukan
terapi dan *arang kambuh. &rombositopenia ringan sering ter*adi, sedangkan trombositopenia
berat disertai perdarahan dan purpura ter*adi pada /8 pasien dan harus diterapi dengan
glukokortikoid dosis tinggi. .erbaikan *angka pendek dapat di(apai dengan pemberian
gamaglobulin intra+ena. 6ila hitung trombosit tidak dapat men(apai kadar yang memuaskan
dalam 2 minggu, harus dipertimbangkan tindakan splenektomi (Delafuente, 2$$2".
#ntikoagulan lupus (#L" termasuk dalam golongan antibodi antifosfolipid.
#ntikoagulan ini diketahui berdasarkan perpan*angan ,aktu tromboplastin parsial (.&&" dan
kegagalan penambahan plasma normal untuk memperbaiki perpan*angan ,aktu tersebut.
#ntibodi terhadap kardiolipin (a4L" dideteksi dengan pemeriksaan ELIS#. 3anifestasi klinis
#L dan a4L adalah trombositopenia, pembekuan darah pada +ena atau arteri yang berulang,
keguguran berulang, dan penyakit katup *antung. 6ila #L disertai dengan hipoprotombinemia
atau trombositopenia, maka dapat ter*adi perdarahan.
Jang lebih *arang timbul adalah antibodi terhadap faktor pembekuan (<III, IK"L adanya antibodi
tersebut tidak dapat menyebabkan pembekuan darah sehingga perdarahan ter*adi terus)menerus
(Hahn, 2$$/".
.ada ,anita dengan SLE yang mengalami kehamilan maka dikha,atirkan akan memper(epat
penyebaran penyakit selama kehamilan dan pada periode a,al setelah melahirkan. Selain itu
*uga dapat ter*adi aborsi se(ara spontan atau kelahiran prematur. =emungkinan ter*adinya
preeklamsia atau hipertensi yang disebabkan kehamilan *uga dapat memperparah penyakitnya
(Delafuente, 2$$2". @e*ala klinik pada kerusakan gin*al dapat dilihat dari
tingginya serum kreatinin atau adanya proteinuria. .enyakit gin*al pada pasien SLE sering
disebut lupus nefritis. 3enurut MH>, lupus nefritis dapat dibagi men*adi beberapa kelompok
berdasarkan biopsi gin*alnya yaitu kelas I (normalCminimal mesangial", kelas II (mesangial",
kelas III (focal proliferative", kelas I< (diffuse proliferative", dan kelas < (membranous
glomerulonephritis". Selama per*alanan penyakit pasien dapat mengalami progesi+itas dari satu
kelas ke kelas yang lain. .ada pasien dengan lupus nefritis terutama ras #frika 0 #merika dapat
ter*adi peningkatan serum kreatinin, penurunan respon terhadap obat)obat imunosupresan,
hipertensi, dan sindrom nefrotik yang persisten (Delafuente, 2$$2".
2.3 Tinjauan Tentang Pengobatan SLE
&u*uan dari pengobatan SLE adalah untuk mengurangi ge*ala penyakit, men(egah ter*adinya
inflamasi dan kerusakan *aringan, memperbaiki kualitas hidup pasien, memperpan*ang ketahanan
pasien, memonitor manifestasi penyakit, menghindari penyebaran penyakit, serta memberikan
edukasi kepada pasien tentang manifestasi dan efek samping dari terapi obat yang diberikan.
=arena banyaknya +ariasi dalam manifestasi klinik setiap indi+idu maka pengobatan yang
dilakukan *uga sangat indi+idual tergantung dari manifestasi klinik yang mun(ul. .engobatan
SLE meliputi terapi nonfarmakologi dan terapi farmakologi (Herfindal et al., 2$$$".
2.%.1 &erapi nonfarmakologi
@e*ala yang sering mun(ul pada penderita SLE adalah lemah sehingga diperlukan keseimbangan
antara istirahat dan ker*a, dan hindari ker*a yang terlalu berlebihan. .enderita SLE sebaiknya
menghindari merokok karena hidrasin dalam tembakau diduga *uga merupakan faktor
lingkungan yang dapat memi(u ter*adinya SLE. &idak ada diet yang spesifik untuk penderita
SLE (Delafuente, 2$$2". &etapi penggunaan minyak ikan pada pasien SLE yang
mengandung +itamin E F/ I; and /$$ I;Ckg diet dapat menurunkan produksi sitokin
proinflamasi seperti IL)2, IL)1, &'7)a, IL)1$, dan menurunkan kadar antibodi anti)D'#
(<enkatraman et al., 1". .enggunaan sunblock (S.7 1/" dan menggunakan pakaian tertutup
untuk penderita SLE sangat disarankan untuk mengurangi paparan sinar ;< yang terdapat pada
sinar matahari ketika akan berakti+itas di luar rumah (Delafuente, 2$$2".
2.%.2 &erapi farmakologi
&erapi farmakologi untuk SLE ditu*ukan untuk menekan sistem imun dan mengatasi inflamasi.
;mumnya pengobatan SLE tergantung dari tingkat keparahan dan lamanya pasien menderita
SLE serta manifestasi yang timbul pada setiap pasien.
2.%.2.1 'S#ID
3erupakan terapi utama untuk manifestasi SLE yang ringan termasuk salisilat dan 'S#ID yang
lain (Delafuente, 2$$2". 'S#ID memiliki efek antipiretik, antiinflamasi, dan analgesik ('eal,
2$$2". 'S#ID dapat dibedakan men*adi nonselektif 4>K inhibitor dan selektif 4>K)2 inhibitor.
'onselektif 4>K inhibitor menghambat en?im 4>K)1 dan 4>K)2 serta memblok asam
arakidonat. 4>K)2 mun(ul ketika terdapat rangsangan dari mediator inflamasi termasuk
interleukin, interferon, serta tumor necrosing factor sedangkan 4>K)1 merupakan en?im yang
berperan pada fungsi homeostasis tubuh seperti produksi prostaglandin untuk melindungi
lambung serta keseimbangan hemodinamik dari gin*al. 4>K)1 terdapat pada mukosa lambung,
sel endotelial +askular, platelet, dan tubulus collecting renal (=at?ung, 2$$2". Efek samping
penggunaan 'S#ID adalah perdarahan saluran (erna, ulser, nefrotoksik, kulit kemerahan, dan
alergi
lainnya. 4ele(oNib merupakan inhibitor selektif 4>K)2 yang memiliki efekti+itas seperti
inhibitor 4>K non selektif, tapi ke*adian perforasi lambung dan perdarahan menurun hingga
/$8 ('eal, 2$$2".
&erapi pada SLE didasarkan pada kesesuaian obat, toleransi pasien terhadap efek samping yang
timbul, frekuensi pemberian, dan biaya. .emberian terapi pada pasien SLE dilakukan selama 1
sampai 2 minggu untuk menge+aluasi efikasi 'S#ID. Iika 'S#ID yang digunakan tidak efektif
dan menimbulkan efek samping maka dipilih 'S#ID yang lain dengan periode 1 sampai 2
minggu. .enggunaan lebih dari satu 'S#ID tidak meningkatkan efikasi tetapi malah
meningkatkan efek samping toksisitasnya sehingga tidak direkomendasikan. #pabila terapi
'S#ID gagal maka dapat digunakan imunosupresan seperti kortikosteroid atau antimalaria
tergantung dari manifestasi yang mun(ul (Herfindal et al., 2$$$".
Efek antiinflamasi dan analgesik aspirin dapat digunakan untuk pengobatan demam, artritis,
pleuritis, dan perikarditis. Dosis yang digunakan adalah 1,/ g sehari. Selain itu dosis rendah
aspirin (1$0!$ mg sehari selama kehamilan minggu ke)1%021" yang dikombinasikan dengan
heparin dapat digunakan pada pasien SLE yang mengalami kehamilan dengan sindrom
antifosfolipid antibodi melalui hambatan pembentukan tromboksan)#
2
.emberian aspirin dapat
dilakukan bersama dengan makanan, air dalam *umlah besar, atau susu untuk mengurangi efek
samping pada saluran (erna. #spirin diabsorpsi di dalam saluran (erna sebesar !$)1$$8 dari
dosis oral. Di dalam tubuh, aspirin mengalami hidrolisis men*adi metabolitnya yaitu salisilat.
>bat ini didistribusikan se(ara (epat dan luas ke dalam *aringan dan (airan tubuh dan
mempunyai ikatan yang lemah dengan protein plasma. t
1C2
aspirin 1/ 0 2$ menit. #pirin
diekskresi di dalam urin dalam bentuk metabolit salisilat, hanya 18 dari dosis oral yang
diekskresikan sebagai aspirin tidak terhidrolisis melalui urin (3(E+oy,2$$2".
En?im fosfolipase
Dihambat kortikosteroid
#sam arakidonat
En?im siklooksigenase
En?im lipoksigenase
Hidroperoksid
Leukotrien
Endoperoksid
.@@
2
C.@H
.@E
2
,.@7
2
,.@D
2
&romboksan #
2
.rostasiklin
Dihambat 'S#ID
&raumaCluka pada sel
@angguan pada membran sel
7osfolipd
Gambar 2-3. 6iosintesis prostaglandin (@anis,arna, 1/"
'S#ID mempunyai efek samping nefrotoksik karena 'S#ID dapat menghambat prostaglandin
.@E2 dan prostasiklin .@I2 yang merupakan +asodilator kuat yang disintesa di dalam medulla
dan glomerolus gin*al berfungsi mengontrol aliran darah gin*al serta ekskresi garam dan air.
#danya hambatan dalam sintesis prostaglandin di gin*al menyebabkan retensi natrium,
penurunan aliran darah gin*al dan kegagalan gin*al. 'S#ID *uga dapat menyebabkan interstitial
nefritis dan hiperkalemia ('eal, 2$$2". >leh karena itu penggunaan 'S#ID sebaiknya
dihentikan pada pasien yang diduga lupus nefritis. Selain itu 'S#ID dapat merusak mukosa
gastrointestinal, kerusakan ini lebih disebabkan oleh hambatan sintesa prostaglandin oleh
'S#ID daripada mekanisme lokal se(ara langsung. Dengan menghambat prostaglandin, 'S#ID
merusak barier perlindungan mukus sehingga mukosa terpapar oleh asam lambung dan
menyebabkan ulserasi. ('eal, 2$$2". =arena efek samping tersebut di atas maka pemberian
'S#ID sebaiknya dikombinasi dengan obat gastroprotektif (9ahman, 2$$1".
&abel II.2 'S#ID lain yang digunakan pada SLE (Herfindal et al., 2$$$L
6urnham et al., 2$$1"
>bat Dosis sehari
(mg"
7rekuensi 6ioa+ai
labilitas
(8"
$alf life
%hours&
Ikatan
.rotein
(8"
Eks.
9enal
(8"
Eks.
7eses
(8"
Diklofenak
Etodola(
7enoprofen
7lurbipro+en
Ibuprofen
Indometasin
=etoprofen
=etolora(
3eklofenamat
'abumeton
'aproNen
>Naprosin
.iroksikam
1$$)2$$
2$$)$$
12$$)%2$$
2$$)%$$
12$$)%2$$
/$)2$$
1/$)%$$
2$)2$
2$$)2$$
/$$)2$$$
/$$)11$$
1$$)1!$$
1$)2$
6ID)OID
6ID)OID
&ID)OID
6ID)&ID
&ID)OID
6ID)OID
&ID)OID
&ID)OID
OID
6ID)OID
6ID
OID
OID
/$)1$
H !$
'S
'S
H !$
!
$
1$$
'S
H !$
/
/
'S
2
F,%
%
/,F
1,!)2
2./
2,1
/)1
1,%
22,/
12)1F
22)/$
/$
H
$

H
$
H

H
H
H
!,/
1/
1$
$
H F$
2/)F
1$
!$
1
F$
!$
/
1/
'S
/$
)
%%
)
)
)
%%
)
1
%$

)
%/
'S
2/
Sulinda(
&olmetin
4ele(oNib
2$$)2$$
1$$)2$$$
2$$)2$$
6ID
OID
6ID)OID
$
'S
'S
F,!
2)F
11
H %
'S
F
P 1$$
2F
)
/F
=eterangan - 'S Q 'ot Studied
2.%.2.2 #ntimalaria
#ntimalaria efektif digunakan untuk manifestasi ringan atau sedang (demam, atralgia, lemas atau
serositis" yang tidak menyebabkan kerusakan organ)organ penting. 6eberapa mekanisme
aksi dari obat antimalaria adalah stabilisasi membran lisosom sehingga menghambat pelepasan
en?im lisosom, mengikat D'#, mengganggu serangan antibodi D'#, penurunan produksi
prostaglandin dan leukotrien, penurunan akti+itas sel &, serta pelepasan IL)
1 dan tumor necrosing factor E (&'7) E".
.emberian antimalaria dilakukan pada 1 sampai 2 minggu a,al terapi dan kebanyakan
pasien mengalami regresi eritema lesi kulit pada 2 minggu pertama. Iika pasien memberikan
respon yang baik maka dosis diturunkan men*adi /$8 selama beberapa bulan sampai
manifestasi SLE teratasi. Sebelum pengobatan dihentikan sebaiknya dilakukan tapering
dosis dengan memberikan obat malaria dosis rendah dua atau tiga kali per minggu.
Sekitar $8 pasien kambuh setelah % tahun penghentian obat (Herfindal et al.,
2$$$".
>bat malaria yang sering digunakan adalah -
=lorokuin
=lorokuin mempunyai indeks terapetik yang sempit sehingga tidak dian*urkan pemberian se(ara
parenteral untuk anak)anak. Dosis yang digunakan 1/$ mg (2/$ mg klorokuin fosfat" per hari.
Efek samping yang ter*adi meliputi ocular toksisitas (keratopati dan retinopati", saluran (erna,
SS., kardio+askular, dll. Sebaiknya diberikan bersama dengan makanan karena
bioa+ailabilitasnya bagus (absorpsi meningkat". Se(ara luas didistribusikan di seluruh tubuh,
mengikat sel)sel yang mengandung melanin yang terdapat dalam kulit dan mata, /$8 0 1/8
terikat dengan protein plasma. Diekskresi se(ara lambat di gin*al dan yang tidak terabsorpsi
diekskresi dalam feses (3(E+oy, 2$$2".
Hidroksiklorokuin
Dosis yang digunakan 1// 0 %1$ mg (2$$ 0 2$$ mg hidroksiklorokuin sulfat". Efek samping
yang ter*adi sama dengan klorokuin tetapi kardiomiopati *arang ter*adi. Didistribusikan ke dalam
air susu ibu (#SI" (3(E+oy, 2$$2".
2.%.2.% =ortikosteroid
.enderita dengan manifestasi klinis yang serius dan tidak memberikan respon terhadap
penggunaan obat lain seperti 'S#ID atau antimalaria diberikan terapi kortikosteroid. 6eberapa
pasien yang mengalami lupus eritematosus pada kulit baik kronik atau subakut lebih
menguntungkan *ika diberikan kortikosteroid topikal atau intralesional. =ortikosteroid
mempunyai mekanisme ker*a sebagai antiinflamasi melalui hambatan en?im fosfolipase yang
mengubah fosfolipid men*adi asam arakidonat sehingga tidak terbentuk mediator 0 mediator
inflamasi seperti leukotrien, prostasiklin, prostaglandin, dan tromboksan)#2 serta menghambat
melekatnya sel pada endotelial ter*adinya inflamasi dan meningkatkan influks neutrofil sehingga
mengurangi *umlah sel yang bermigrasi ke tempat ter*adinya inflamasi. Sedangkan efek
imunomodulator dari kortikosteroid dilakukan dengan mengganggu siklus sel pada tahap akti+asi
sel limfosit, menghambat fungsi dari makrofag *aringan dan #.4s lain sehingga mengurangi
kemampuan sel tersebut dalam merespon antigen, membunuh mikroorganisme, dan
memproduksi interleukin)1, &'7)E, metaloproteinase, dan akti+ator plasminogen (=at?ung,
2$$2". &u*uan pemberian kortikosteroid pada SLE adalah untuk antiinflamasi, imunomodulator,
menghilangkan ge*ala, memperbaiki parameter laboratorium yang abnormal, dan memperbaiki
manifestasi klinik yang timbul. .enderita SLE umumnya menerima kortikosteroid dosis tinggi
selama % sampai 1 hari (pulse therapy" untuk memper(epat respon terhadap terapi dan
menurunkan potensi efek samping yang timbul pada pemakaian *angka pan*ang. Jang sering
digunakan adalah metil prednisolon dalam bentuk intra+ena (1$ 0 %$ mgCkg 66 lebih dari %$
menit". &erapi ini diikuti dengan pemberian prednison se(ara oral selama beberapa minggu.
.enggunaan kortikosteroid se(ara intra+ena pada F/8 pasien menun*ukkan perbaikan yang
berarti dalam beberapa hari meskipun pada a,alnya marker yang menun*ukkan penyakit gin*al
(serum kreatinin, blood urea nitrogen" memburuk. .roteinuria membaik pada 2 sampai 1$
minggu pemberian glukokortikoid. =adar komplemen dan antibodi D'# dalam
serum menurun dalam
1 sampai % minggu. 6eberapa manifestasi seperti +askulitis, serositis, abnormalitas hematologik,
abnormalitas 4'S umumnya memberikan respon dalam / sampai 1 hari.
>ral prednison lebih sering digunakan daripada deksametason karena ,aktu paronya lebih
pendek dan lebih mudah apabila akan diganti ke alternate-day therapy. Iika tu*uan terapi sudah
ter(apai maka untuk terapi selan*utnya didasarkan pada pengontrolan ge*ala yang timbul dan
penurunan toksisitas obat. Setelah penyakit terkontrol selama paling sedikit 2 minggu maka
dosisnya diubah men*adi satu kali sehari. Iika penyakitnya sudah asimtomatik pada 2 minggu
berikutnya maka dilakukan tapering dosis men*adi alternate-day dan adanya kemungkinan untuk
menghentikan pemakaian. Jang perlu diperhatikan adalah ketika akan melakukan tapering
dosis prednison 2$ mg per hari atau kurang dan penggantian men*adi alternate-day sebaiknya
berhati)hati karena dapat ter*adi insufisiensi kelen*ar adrenal yang dapat menyebabkan supresi
hipotalamus)pituitari)adrenal (H.#".
.ada penyebaran penyakit tanpa kerusakan organ)organ besar ((ontoh demam,
atralgia, lemas atau serositis", tapering dosis dapat dilakukan dengan mudah yaitu dengan
penambahan 'S#ID atau hidroksiklorokuin. Sedangkan untuk kerusakan organ)organ besar
selama penyebaran ((ontoh nefritis" tidak selalu dipertimbangkan untuk melakukan
tapering dosis karena penggunaan dosis tinggi lebih efektif untuk mengontrol ge*ala (Herfindal
et al., 2$$$".
.enggunaan kortikosteroid dosis tinggi dapat menyebabkan diabetes melitus atau hipertensi
sehingga diperlukan monitoring terhadap tekanan darah dan kadar glukosa darah selama
penggunaan obat ini. =ortikosteroid dapat mensupresi sistem imun sehingga dapat meningkatkan
kerentanan terhadap infeksi yang merupakan salah satu penyebab kematian pada pasien SLE.
>steoporosis *uga ter*adi pada pasien yang menerima kortikosteroid karena kortikosteroid dapat
menyebabkan penurunan absorpsi kalsium dan peningkatan ekskresi kalsium dalam urin
sehingga kalsium diambil dari tulang dan tulang kehilangan kalsium, oleh karena itu pada pasien
SLE terapi kortikosteroid sering dikombinasikan dengan suplemen kalsium dan +itamin D
(9ahman, 2$$1".
2.2.%.2 Siklofosfamid
Digunakan untuk pengobatan penyakit yang berat dan merupakan obat sitotoksik bahan
pengalkilasi. >bat ini beker*a dengan mengganggu proliferasi sel, akti+itas mitotik, diferensiasi
dan fungsi sel. 3ereka *uga menghambat pembentukan D'# yang menyebabkan kematian sel 6,
sel &, dan neutrofil yang berperan dalam inflamasi. 3enekan sel limfosit 6 dan menyebabkan
penekanan se(ara langsung pembentukan antibodi (Ig @" sehingga mengurangi reaksi inflamasi.
&erapi dosis tinggi dapat berfungsi sebagai imunosupresan yang meningkatkan resiko ter*adinya
neutropenia dan infeksi. >leh karena itu dilakukan monitoring se(ara rutin terhadap M64,
hematokrit, dan platelet count. Jang perlu diperhatikan adalah dosis optimal, inter+al pemberian,
rute pemberian, durasi pulse therapy, ke(epatan kambuh, dan durasi remisi penyakit.
Siklofosfamid *uga menurunkan proteinuria, antibodi D'#, serum kreatinin dan meningkatkan
kadar komplemen (4%" sehingga dapat mengatasi lupus nefritis. .enggunaan siklofosfamid yang
dikombinasi dengan steroid dosis tinggi pada penderita lupus nefritis yang refrakter
menun*ukkan penurunan progesi+itas end-stage dari penyakit gin*al dan mengurangi dosis
steroid.
>bat ini mengalami absorpsi sebesar F2 R 228 dari dosis oral. Siklofosfamid dimetabolisme
oleh hepatic microsomal mi(ed-function o(idase men*adi bahan yang aktif. >bat ini
mempunyai ikatan dengan protein plasma
sebesar 1%8, sedangkan metabolitnya /$8. Eliminasi melalui gin*al untuk obat dalam bentuk
utuh sebesar 1,/ R 2,%8 dan 1$8 dalam bentuk metabolit. t
1C2
F,2 R 2 *am.
Efek samping lain pada penggunaan siklofosfamid adalah mual, muntah, diare, dan alopesia.
.engobatan mual dan muntah dapat dilakukan dengan (ara pemberian obat antiemetik.
.emakaian *angka pan*ang dapat menyebabkan kegagalan o+arian pada ,anita yang produktif
dan penurunan produksi sperma (Herfindal et al., 2$$$".
2.%.2./ >bat lain
>bat)obat lain yang digunakan pada terapi penyakit SLE antara lain adalah a?atioprin,
intra+ena gamma globulin, monoklonal antibodi, terapi hormon, mikofenolat mofetil dan
pemberian antiinfeksi.
#?atioprin
.enggunaan a?atioprin pada pengobatan pasien SLE ditu*ukan apabila pasien mengalami
intoleran siklofosfamid. Dosis yang digunakan pada pasien SLE 2 0 % mgCkg 66 per hari.
3ekanisme ker*a a?atioprin meliputi menurunkan limfosit sel 6 dan sel & dalam sirkulasi,
sintesis Ig3 dan Ig@, sekresi IL)2, serta gangguan ribonukleotida adenin dan guanin melalui
supresi sintesis asam inosinat (4lements and 7urst, 12". .ada penggunaannya dapat
dikombinasikan dengan steroid (9ahman, 2$$1". #pabila penyakitnya sudah terkontrol maka
dilakukan tapering steroid sampai dosis serendah mungkin setelah itu baru dilakukan tapering
a?atioprin. .asien dengan terapi a?atioprin harus dimonitor toksisitas limforetikuler atau
hemopoitik setiap 2 minggu pada % bulan pertama terapi sambil dilakukan penyesuaian dosis.
Selain itu *uga dilakukan monitoring fungsi hati setiap 1 bulan (Herfindal et al., 2$$$".
#?atioprin diserap baik di saluran (erna dan dimetabolisme men*adi merkaptopurin. Efek
imunosupresan dari a?atioprin mun(ul dalam beberapa hari sampai beberapa minggu dan masih
berlan*ut ketika obat sudah dihentikan. &idak ada hubungan antara konsentrasi dalam serum
dengan efeti+itas atau toksisitasnya. 3erkaptopurin dan se*umlah ke(il obat dalam bentuk utuh
diekskresikan melalui urin. t
1C2
a?atioprin ,1 R 2,2 menit, sedangkan merkaptopurin $, R $,%F
*am (=at?ung, 6.@., 2$$1". #?atioprin mempunyai efek samping pada saluran (erna dan supresi
sumsum tulang. #pabila supresi sumsum tulang sudah mun(ul maka pengobatan dihentikan atau
dosisnya dikurangi. #lood count harus dimonitor se(ara rutin. .ada pemakaian kronik dapat
meningkatkan resiko hematopoitik dan kanker limforetikuler. Efek samping lain yaitu infeksi
herpes ?oster, kemandulan, hepatotoksik (Herfindal et al., 2$$$".
3etotreksat
3erupakan analog asam folat yang dapat mengikat dehidrofolat reduktase, memblok
pembentukan D'#, dan menghambat sintesis purin. .ada terapi SLE, digunakan dosis F,/ 0 1/
mg se(ara oral satu kali seminggu (Herfindal et al., 2$$$". .ada pemakaian oral absorpsi obat
ber+ariasi dan tergantung dosis tetapi rata)rata %$8. >bat ini didistribusikan se(ara luas ke
dalam *aringan melalui mekanisme transpor aktif dengan konsentrasi terbesar berada dalam
gin*al, limpa, hati, kulit, dan saluran kemih. Lebih dari $8 dari dosis oral diekskresikan
melalui gin*al dengan mekanisme transpor aktif dan filtrasi glomerolus dalam ,aktu 22 *am. t
1C2
metotreksat pada terapi dosis rendah (kurang dari %$ mgCm2" adalah %)1$ *am sedangkan pada
terapi dosis tinggi !)1/ *am (3(E+oy, 2$$2". Efek samping metotreksat meliputi defisiensi asam
folat, gangguan gastrointestinal dengan stomatitis atau dispepsia, teratogenik (6rooks, 1/".
Intra+ena gamma globulin
Intra+ena gamma globulin digunakan purpura trombositopenia idiopatik, sindroma @illae)6arre,
miastenia gra+is, sindroma =a,asaki, dan penyakit autoimun lain. 3ekanisme ker*a gamma
globulin sangat kompleks meliputi perubahan ekspresi dan fungsi reseptor 7(, menganggu
akti+asi komplemen dan sitokin, menyediakan antibodi antiidiopatik, dan mempengaruhi
akti+asi, diferensiasi, dan fungsi efektor dari sel & dan sel 6. =omponen)komponen dalam
intra+ena gamma globulin yaitu molekul Ig@ yang utuh, Ig#, 4D2, 4D!, molekul HL#, dan
sitokin (=a?at(hkine and =a+eri, 2$$1". Dosis yang digunakan 1)2 gCkg 66 (=at?ung, 2$$1".
Intra+ena gamma globulin mempunyai t
1C2
21)2 hari (3(E+oy, 2$$2". Efek samping intra+ena
imunoglobulin adalah mual, muntah, mialgia, letih, sakit kepala, urtikaria, hipertensi, dll.
(3(E+oy, 2$$2".
&erapi hormon
Dehidroepiandrosteron (DHE#" merupakan hormon pada pria yang diproduksi
pada saat masih fetus dan berhenti setelah dilahirkan. Hormon ini kembali aktif
diproduksi pada usia F tahun, men(apai pun(ak pada usia %$ tahun, dan menurun seiring
bertambahnya usia. .asien SLE mempunyai kadar DHE# yang rendah. .emberian hormon ini
memberikan respon pada penyakit yang ringan sa*a dan mempunyai efek samping
*era,at dan pertumbuhan rambut (Isenberg and Horsfall, 1!". Se(ara in +itro,
DHE# mempunyai mekanisme menekan pelepasan IL)1, IL)1, dan &'7)E serta meningkatkan
sekresi IL)2 yang dapat digunakan untuk mengakti+asi sel & pada murine. 3eskipun demikian
mekanisme se(ara in +i+o belum diketahui ()D rthritis dvisory "omittee, 2$$1".
#ntiinfeksiC#nti*amurC#nti+irus
.emberian imunosupresan dapat menurunkan sistem imun sehingga dapat menyebabkan tubuh
mudah terserang infeksi. Infeksi yang umum menyerang adalah +irus herpes *oster, Salmonella,
dan "andida (Isenberg and Horsfall, 1!". ;ntuk herpes *oster dapat diatasi dengan pemberian
anti+irus asiklo+ir atau +idarabin se(ara oral !$$ mg lima kali sehari selama / 0 F hari.
Salmonella dapat diterapi dengan antibiotik golongan kuinolon, ampisilin, kotrimoksa?ol, dan
kloramfenikol (=at?ung, 2$$2". Sedangkan golongan penisilin dan sefalosporin tidak digunakan
karena menyebabkan rash yang sensitif sehingga
dapat memperparah rash SLE (Isenberg and Horsfall, 1!". #danya infeksi dari "andida dapat
diatasi dengan pemberian amfoterisin 6, flukona?ol, dan itrakona?ol (=at?ung, 2$$2".
3ikofenolat mofetil
Efektif pada lupus nefritis terutama pada pasien yang tidak menun*ukkan respon dan intoleran
terhadap siklofosfamid. 3ikofenolat mofetil mempunyai mekanisme ker*a antara lain menekan
se(ara selektif proliferasi limfosit & dan 6, pembentukan antibodi, menghambat sintesis purin
dan deplesi monosit dan limfosit (4han et al., 2$$$". Selain itu mikofenolat mofetil merupakan
selektif, re+ersibel, dan inhibitor nonkompetitif dari en?im inosine monophosphate
dehydrogenase (I3.DH" yaitu en?im yang berperan dalam sintesis de no+o nukleotida guanosin
dari limfosit sel 6 dan & (San:uer, et al., 1". &oksisitas dari mikofenolat mofetil meliputi
gangguan saluran (erna (mual dan muntah, diare, dan nyeri abdomen" dan supresi myeloid
(terutama neutropenia" (=at?ung, 2$$2" tetapi efek samping yang dimiliki tetap lebih rendah
daripada siklofosfamid serta tidak mempunyai efek mutagenik (4han et al., 2$$$". Dosis yang
diberikan dua kali sehari sebesar 1 g dan setelah 12 bulan pemakaian dihentikan, diganti dengan
a?atioprin (9ahman, 2$$1".
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL AN OPERASIONAL
3.! Kerang"a Kon#e$tua%
SLE disebabkan oleh berbagai faktor yang mempengaruhi kerentanan indi+idu melalui
mekanisme yang berbeda. 7aktor)faktor yang berpengaruh antara lain faktor genetik, hormonal,
lingkungan, ras dan induksi obat tertentu. 7aktor genetik mempunyai peran yang signifikan
dalam perkembangan penyakit autoimun. Hal ini disebabkan adanya gangguan pada haplotip
3H4 terutama HL#)D92 dan HL#)D9%, komponen komplemen yang berperan pada fase a,al
reaksi pengikatan komplemen serta gen)gen yang mengkode reseptor sel &, imunoglobulin, dan
sitokin. Hormonal *uga dapat menyebabkan ter*adinya penyakit autoimun melalui hormon
estrogen dengan mekanisme menekan imunitas yang diperantarai oleh sel & dan menyebabkan
proliferasi sel 6 limfosit. 7aktor lingkungan yang menyebabkan timbulnnya SLE yaitu sinar ;<
yang mengubah struktur D'# di daerah yang terpapar dan dapat menyebabkan apoptosis dari sel
keratonosit sehingga menyebabkan perubahan sistem imun di daerah tersebut. Infeksi +irus dapat
menyebabkan peningkatan antibodi anti+iral sehingga mengakti+asi sel 6 limfosit nonspesifik.
#danya induksi obat tertentu khususnya pada asetilator lambat yang mempunyai gen HL# D9)2
menyebabkan asetilasi obat men*adi lambat, obat banyak terakumulasi di tubuh sehingga
memberikan kesempatan obat untuk berikatan dengan protein tubuh. Hal ini direspon sebagai
benda asing oleh tubuh sehingga tubuh membentuk kompleks antibodi antinuklear (#'#" untuk
menyerang benda asing tersebut. 9as pada etiologi SLE berkaitan dengan kerentanan genetik dan
induksi obat.
Semua mekanisme tersebut dapat mengakibatkan abnormalitas dari sistem imun berupa
proliferasi autoimun yang menyebabkan te*adinya produksi autoantibodi. .roduksi tersebut *uga
dapat disebabkan karena ter*adinya defek pada apoptosis sehingga te*adi kematian sel se(ara
besar)besaran. #utoantibodi yang terbentuk akan berikatan dengan antigen membentuk
kompleks imun. @angguan klirens kompleks imun yang dapat disebabkan oleh defisiensi
komplemen mengakibatkan kompleks imun semakin lama berada di dalam tubuh dan terdeposisi
sehingga dapat mengaktifkan komplemen dan menimbulkan kerusakan *aringan. Hal ini memi(u
lepasnya mediator)mediator inflamasi yang dapat menyebabkan ter*adinya inflamasi yang
bersifat kronik. Inflamasi inilah yang menimbulkan penyakit SLE. =arena sistemik, maka
penyakit ini mempunyai manifestasi yang sangat luas meliputi muskuloskeletal, kulit, gin*al,
saluran (erna, hati dan limpa, kelen*ar getah bening, kelen*ar parotis, dll. >leh sebab itu terapi
yang diberikan *uga sangat kompleks meliputi 'S#ID, kortikosteroid, imunosupresan,
antimalaria, alternatif lain seperti antibodi monoklonal, anti)D'#, intra+ena gamaglobulin, dll.
6anyaknya obat yang diberikan menuntut peran farmasis yang lebih besar dalam melakukan
asuhan kefarmasian. >leh karena itu dilakukan penelitian studi penggunaan obat (drug
utili*ation study" untuk mengetahui pola penggunaan obat dalam aplikasi praktis dalam rangka
peningkatan peran farmasis klinik di pelayanan.
&tt$'(())).$e*iatri".+om(i#i,3.$&$-
$age.&tm%/&"ategori.$*t/*ire"tori.$*t/0i%e$*0.,/$*0./&tm%.,1!!,-2%jr22,.&tm
PATO3ISIOLOGI
&idak diketahui etiologi pasti. #da faktor keluarga yang kuat terutama pada keluarga dekat.
9esiko meningkat 2/0/$8 pada kembar identik dan /8 pada kembar di*ygotic, menun*ukkan
kaitannya dengan faktor genetik. 7akta bah,a sebagian kasus bersifat sporadis tanpa diketahui
faktor predisposisi genetiknya, menun*ukkan faktor lingkungan *uga berpengaruh. Infeksi dapat
menginduksi respon imun spesifik berupa molecular mimicry yang menga(au regulasi sistem
imun. 7aktor lingkungan yang men(etuskan LES, bisa dilihat pada tabel berikut -

Tabel 1. Faktor Lingkungan yang mungkin berperan dalam patogenesis Lupus
Eritematous Sistemik (dikutip dari Ruddy: Kelley's Textbook o R!eumatology"
#t! ed $%%1
e0inite
;ltra+iolet 6 light
Probab%e
Hormon seN
rasio penderita ,anita - pria Q -1L rasio penderita menar(he - menopause Q %-1
Po##ib%e
7aktor diet
lfalfa sprouts dan sprouting foods yang mengandung L)(ana+anineL .ristane atau bahan yang
samaL Diet tinggi saturated fats
7aktor Infeksi
D'# bakteriL Human retro+irusesL Endotoksin, lipopolisakarida bakteri
7aktor paparan dengan obat tertentu -
Hidrala?inL .rokainamidL Isonia?idL HidantoinL =lorproma?inL 3ethyldopaL D).eni(illamineL
3inoksiklinL #ntibodi anti)&'7 L Interferon)

GE4ALA KLINIK(S56PTO6
+ulit.
Sebesar 2 sampai %8 lupus dis(oid ter*adi pada usia diba,ah 1/ tahun. Sekitar F8 Lupus
diskoid akan men*adi LES dalam ,aktu / tahun, sehingga perlu dimonitor se(ara rutin Hasil
pemeriksan laboratorium menun*ukkan adanya antibodi antinu(lear (#'#" yang disertai
peningkatan kadar Ig@ yang tinggi dan lekopeni ringan.
Serositis %pleuritis dan perikarditis&.
@e*ala klinisnya berupa nyeri ,aktu inspirasi dan pemeriksaan fisik dan radiologis
menun*ukkan efusi pleura atau efusi parikardial.
,in-al
.ada sekitar 2C% dari anak dan rema*a LES akan timbul ge*ala lupus nefritis. Lupus nefritis
akan diderita sekitar $8 anak dalam tahun pertama terdiagnosanya LES. 6erdasarkan
klasifikasi MH>, urutan *enis lupus nefritis yang ter*adi pada anak berdasarkan
pre+alensinya adalah - (1" =las I<, diffuse proliferative glomerulonephritis (D.@'" sebesar
2$8)/$8L (2" =las II, mesangial nephritis %.'& sebesar 1/8)2$8L (%" =las III, focal
proliferative %)P& sebesar 1$8)1/8L dan (2" =las <, membranous pada H 2$8.
$ematologi
=elainan hematologi yang sering ter*adi adalah limfopenia, anemia, trombositopenia, dan
lekopenia.
Pneumonitis interstitialis
3erupakan hasil infiltrasi limfosit. =elainan ini sulit dikenali dan sering tidak dapat
diidentifikasi. 6iasanya terdiagnosa setelah men(apai tahap lan*ut.
Susunan Saraf Pusat %SSP&
@e*ala SS. ber+ariasi mulai dari disfungsi serebral global dengan kelumpuhan dan ke*ang
sampai ge*ala fokal seperti nyeri kepala dan kehilangan memori. Diagnosa lupus SS. ini
membutuhkan e+aluasi untuk mengeksklusi ganguan psikososial reaktif, infeksi, dan
metabolik. &rombosis +ena serebralis bisanya terkait dengan antibodi antifosfolipid. 6ila
diagnosa lupus serebralis sudah diduga, konfirmasi dengan 4& S(an perlu dilakukan.
rthritis
Dapat ter*adi pada lebih dari $8 anak dengan LES. ;mumnya simetris, ter*adi pada
beberapa sendi besar maupun ke(il. 6iasanya sangat responsif terhadap terapi dibandingkan
dengan kelainan organ yang lain pada LES. 6erbeda dengan I9#, arthritis LES umumnya
sangat nyeri, dan nyeri ini tak proporsional dengan hasil pemeriksaan fisik sendi.
.emeriksaan radiologis menun*ukkan osteopeni tanpa adanya perubahan pada tulang sendi.

#nak dengan I9# polyarti(ular yang beberapa tahun kemudian dapat men*adi LES.
)enomena !aynaud
Ditandai oleh keadaan pu(at, disusul oleh sianosis, eritema dan kembali hangat. &er*adi
karena disposisi kompleks imun di endotelium pembuluh darah dan akti+asi komplemen
lokal.

7ARA PE6ERIKSAAN(IAGNOSIS
&idak ada ge*ala atau tanda)tanda tunggal yang (ukup untuk menegakkan diagnosa. 6ila seorang
anak diduga LES, pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah- darah lengkap dan hitung *enis,
trombosit, LED, #'#, urinalisis, serta pemeriksaan laboratorium tambahan lainnya seperti sel
LE, antibodi anti)ds D'#, dan sebagainya. 3endiagnosa LES pada anak bisa memakai kriteria
#9#, seperti berikut -
Kriteria'
malar rash
discoid rash
fotosensiti+itas
ulkus oral dan nasofaring
artritis non erosif pada 2 atau lebih dengan (iri)(iri bengkak atau efusi
serositis (pleuritis atau perikarditis atau efusi perikardial"
kelainan gin*al (proteinuria (H $./ gCd atau H %B" atau adanya cellular casts
kelainan neurologis, ke*ang tanpa sebab lain, atau psikosa tanpa sebab lain
kelainan hematologi -
anemia hemolitik
lekopenia (G 2$ per SL"L limfopenia (G 1/$$ per SL"L trombositopenia (G 1$$$ per SL"
yang bukan karena obat)obatan
kelainan imunologis
sel LE positifL antibodi anti)ds D'# Canti)Sm positifL antinu(lear antibodies (#'#". &iter
#'# abnormal yang bukan karena obat yang menginduksi peningkatan #'#.
Inter$reta#i'
6ila 2 kriteria atau lebih didapatkan, diagnosa LES bisa ditegakkan dengan spesifitas !8 dan
sensiti+itas F8.

KO6PLIKASI
=omplikasi LES pada anak meliputi-
Hipertensi (218"
@angguan pertumbuhan (%!8"
@angguan paru)paru kronik (%18"
#bnormalitas mata (%18"
=erusakan gin*al permanen (2/8"
@e*ala neuropsikiatri (228"
=erusakan muskuloskeleta (8"
@angguan fungsi gonad (%8".

PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksanaan
Ienis penatalaksanaan ditentukan oleh beratnya penyakit. Luas dan *enis gangguan organ harus
ditentukan se(ara hati)hati. Dasar terapi adalah kelainan organ yang sudah ter*adi. #danya
infeksi dan proses penyakit bisa dipantau dari pemeriksaan serologis. 3onitoring dan e+aluasi
bisa dilakukan dengan parameter laboratorium yang dihubungkan dengan akti+itas penyakit.
Lupus diskoid
&erapi standar adalah fotoproteksi, anti)malaria dan steroid topikal. =rim luo(inonid /8 lebih
efektif dibadingkan krim hidrokrortison 18. &erapi dengan hidroksiklorokuin efektif pada 2!8
pasien dan a(itrenin efektif terhadap /$8 pasien.
Serositis lupus %pleuritis, perikarditis&
Standar terapi adalah 'S#IDs (dengan penga,asan ketat terhadap gangguan gin*al", antimalaria
dan kadang)kadang diperlukan steroid dosis rendah.
rthritis lupus
;ntuk keluhan muskuloskeletal, standar terapi adalah 'S#IDs dengan penga,asan ketat
terhadap gangguan gin*al dan antimalaria. Sedangkan untuk keluhan myalgia dan ge*ala depresi
diberikan serotonin reuptake inhibitor antidepresan (amitriptilin".
.iositis lupus
Standar terapi adalah kortikosteroid dosis tinggi (dimulai dengan prednison dosis 1)2 mgCkgChari
dalam dosis terbagi, bila kadar komplemen meningkat men(apai normal, dosis di tapering off
se(ara hati)hati dalam 2)% tahun sampai men(apai dosis efektif terendah. 3etode lain yang
digunakan untuk men(egah efek samping pemberian harian adalah dengan (ara pemberian
prednison dosis alternate yang lebih tinggi (/ mgCkgChari, tak lebih 1/$)2/$ mg", metrotreksat
atau a?athioprine.
)enomena !aynaud
Standar terapinya adalah (al(ium (hannel blo(kers, misalnya nifedipinL alfa 1 adrenergi()
re(eptor antagonist dan nitrat, misalnya isosorbid mononitrat.
Lupus nefritis
&idak ada terapi khusus pada klas I dari klasifikasi MH>. Lupus nefritis kelas II (mesangial"
mempunyai prognosis yang baik dan membutuhkan terapi minimal. .eningkatan proteinuria
harus di,aspadai karena menggambarkan perubahan status penyakit men*adi lebih parah. Lupus
nefritis kelas III (fo(al proliferati+e 'efritisC7.@'" memerlukan terapi yang sama agresifnya
dengan D.@', khususnya bila ada lesi fo(al ne(roti?ing. .ada Lupus nefritis kelas I< (D.@'"
kombinasi kortikosteroid dengan siklofosfamid intra+ena ternyata lebih baik dibandingkan bila
hanya dengan prednison. Siklofosfamid intra+ena telah digunakan se(ara luas baik untuk D.@'
maupun bentuk lain dari lupus nefritis. #?atioprin telah terbukti memperbaiki outcome *angka
pan*ang untuk tipe D.@'. .rednison dimulai dengan dosis tinggi harian selama 1 bulan, bila
kadar komplemen meningkat men(apai normal, dosis di tapering off se(ara hati)hati selama 2)1
bulan. Siklofosfamid intra+ena diberikan setiap bulan, setelah 1$)12 hari pemberian, diperiksa
kadar lekositnya. Dosis siklofosfamid selan*utnya akan dinaikkan atau diturunkn tergantung pada
*umlah lekositnya (normalnya %.$$$)2.$$$Cml". .ada Lupus nefritis kelas < regimen terapi yang
biasa dipakai adalah (1". monoterapi dengan kortikosteroid. (2". terapi kombinasi kortikosteroid
dengan siklosporin #, (%". sikofosfamid, a?athioprine,atau klorambusil. .roteinuria sering bisa
diturunkan dengan #4E inhibitor. .ada Lupus nefritis kelas < tahap lan*ut. pilihan terapinya
adalah dialisis dan transplantasi renal.
,angguan hematologis
;ntuk trombositopeni, terapi yang dipertimbangkan pada kelainan ini adalah kortikosteroid,
imunoglobulin intra+ena, anti D intra+ena, +inblastin, dana?ol dan splenektomi. Sedangkan
untuk anemi hemolitik, terapi yang dipertimbangkan adalah kortikosteroid, siklfosfamid
intra+ena, dana?ol dan splenektomi.
Pneumonitis interstitialis lupus
>bat yang digunakan pada kasus ini adalah kortikosteroid dan siklfosfamid intra+ena.
/askulitis lupus dengan keterlibatan organ penting
>bat yang digunakan pada kasus ini adalah kortikosteroid dan siklfosfamid intra+ena.
.enurunan densitas mineral berhubungan dengan dosis dan lamanya pengobatan
steroid. .enggunaan dosis rendah harian kortikosteroid dengan dosis tinggi intermitten
intra+ena disertai suplementasi +itamin D dan kalsium bisa mempertahankan densitas mineral
tulang. 7raktur patologis *arang ter*adi pada anak SLE. 9esiko fraktur bisa di(egah dengan
intake kalsium dan program e(ercise yang lebih baik. 3elalui program alternate, efek samping
steroid pada pertumbuhan bisa dikurangi. Sebelum menetapkan efek obat, penyebab endokrin
seperti tiroiditis dan defisiensi hormon pertumbuhan harus dieksklusi. 'ekrosis a+askuler bisa
ter*adi pada 1$)1/8 pasien LES anak yang mendapat steroid dosis tinggi dan *angka
pan*ang.

Tabel 2. : Obat-obat yang sering digunakan pada penderita LES
ntimalaria
8i*ro"#i"%oro"in %)F mgCkgChari .> sebagai garam sulfat (maksimal 2$$ mgChari"
+ortiko-steroid
Pre*ni#on
Dosis harian(1 mgCkgChari"L prednison dosis alternate yang lebih tinggi (/ mgCkgChari, tak lebih
1/$)2/$ mg"L prednison dosis rendah harian ($./ mgCkg"Chari yg digunakan bersama
met&2%$re*ni#o%one dosis tinggi intermitten (%$ mgCkgCdosis, maksimum mg" per minggu
0bat imuno-supresif
Si"%o0o#0ami*
/$$)F/$ mgCm
2
I< % kali sehari selama % minggu. maksimal 1 gCm
2
. Harus diberikan I<
dengan infus terpasang, dan dimonitor. 3onitor lekosit pada !)12 hari mengikuti setiap dosis
(lekosit dimaintenan(e H 2$$$)%$$$Cmm
%
"
A9at&io$rine
1)% mgCkgChari .> 2 kali sehari
'on-steroidal anti-inflam-matory drugs %'S1Ds&
Na$ro:en
F)2$ mgCkgChari .> dibagi 2)% dosis maksimal /$$)1$$$ mgChari
To%metin
1/)%$ mgCkgChari .> dibagi 2)% dosis maksimal 12$$)1!$$ mgChari
Diclofenac
G 12 tahun - tak dian*urkan
H 12 tahun - 2)% mgCkgChari .> digagi 2 dosis maksimal 1$$)2$$ mgChari
Suplemen +alsium dan vitamin D
Ka%#ium "arbonat
G 1 bulan - %1$ mgChari
1)12 bulan - /2$ mgChari
1)1$ bulan - !$$ mgChari
11)1! bulan - 12$$ mgChari
7a%+i0e*io%
G %$ kilogram - 2$ m(g .> % kaliCminggu
H %$ kilogram - /$ m(g .> % kaliCminggu
nti-hipertensi
Ni0e*i$in
$.2/)$./ mgCkgCdosis .> dosis a,al, tak lebih dari 1$ mg, diulang tiap 2)! *am.
Ena%a$ri%
$.1 mgCkgChari .> 2 kali sehari atau 2 kali sehari bisa ditingkatkan bila perlu, maksimum $./
mgCkgChari
Pro$rano%o%
$./)1 mgCkgChari .> dibagi 2)% dosis, dapat ditingkatkan bertahap dalam %)F hari dengan dosis
biasa 1)/ mgCkgChari

PROGNOSIS
LES memiliki angka sur+i+al untuk masa 1$ tahun sebesar $8. .enyebab kematian dapat
langsung akibat penyakit lupus, yaitu karena gagal gin*al, hipertensi maligna, kerusakan SS.,
perikarditis, sitopenia autoimun. Data dari beberapa penelitian tahun 1/$)11$, menun*ukkan
2-year survival rates sebesar 1F./8)18. Sedangkan tahun 1!$)1$, 2-year survival rates
sebesar !%8)%8. 6eberapa peneliti melaporkan bah,a F18)!/8 pasien LES dapat hidup
selama 1$ tahun sebesar !!8 dari pasien mengalami sedikitnya (a(at dalam beberapa organ
tubuhnya se(ara *angka pan*ang dan menetap.

You might also like