You are on page 1of 104

Tujuan Intruksional

1. Memahami dan menjelaskan Konsep dasar


Pemeriksaan Kinerja
2. Memahami dan menjelaskan Perencanaan
Pemeriksaan Kinerja
3. Memahami dan menjelaskan Program Kerja
Perorangan
4. Memahami dan menjelaskan Pengumpulan dan
analisis data
5. Memahami dan menjelaskan Penyusunan Temuan
PENDAHULUAN
Sebagaimana kita ketahui, akhir-akhir ini tuntutan masyarakat
dan perhatian publik terhadap kinerja pemerintah dalam
bidang-bidang yang menyentuh kebutuhan masyarakat umum
seperti pelayanan publik semakin besar.
Menanggapi hal tersebut, BPK sebagai satu-satunya lembaga
pemeriksa independen pemerintah perlu mengembangkan
metodologi pemeriksaan kinerja dan menyeragamkan
pemahaman para pemeriksanya, sehingga hasil pemeriksaan
BPK dapat menjadi bahan pertimbangan untuk mengevaluasi
kinerja pemerintah saat ini.
Salah satu jenis pemeriksaan yang menjadi kewenangan BPK
sesuai dengan Undangundang No. 15 tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan tanggung Jawab Keuangan
Negara dan Undang-undang No. 15 tahun 2006 tentang
Badan Pemeriksa Keuangan adalah Pemeriksaan Kinerja

Lanjutan
Pemeriksaan kinerja adalah:
Pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggungjawab
keuangan negara yang terdiri atas pemeriksaan
aspek ekonomi, aspek efisiensi serta aspek
efektivitas.
Pengujian terhadap ketentuan perundang-
undangan dan pengendalian internal juga perlu
dilaksanakan oleh pemeriksa dalam pelaksanaan
pemeriksaan kinerja.
Pemeriksaan kinerja dikenal dengan beberapa istilah
yakni performance audit, comprehensive audit, value-for-
money audit, management audit, operational audit, 3E
audit.

Pengertian Pemeriksaan Kinerja
1. The US Government Accountability Office (U.S. GAO)
Performance audits are defined as engagements that provide
assurance or conclusions based on an evaluation of sufficient,
appropriate evidence against stated kriteria, such as specific
requirements, measures, or defined business practices.
Performance audits provide objective analysis so that
management and those charged with governance and
oversight can use the information to improve program
performance and operations, reduce costs, facilitate decision
making by parties with responsibility to oversee or initiate
corrective action, and contribute to publik accountability.
Performance audit objectives may vary widely and include
assessments of program effectiveness, economy, and
efficiency; internal control; compliance; and prospective
analyses. These overall objectives are not mutually exclusive.
Thus, a performance audit may have more than one overall
objective.
Lanjutan
2. The Australian National Audit Office
A review or examination of any aspect of the operations of a
person or body. The aim of a performance audit is to examine
the economy, efficiency and effectiveness of the operations of
government administration and to recommend ways in which
these may be improved.
3. The Auditor General of Pakistan
Performance Audit is an independent appraisal of an audit
entity to determine the extent to which resources were
managed with due regard to economy, efficiency and
effectiveness, and in conformity with applicable regulations,
rules and procedures.
4. INTOSAI Auditing Standard
INTOSAI mendefinisikan performance audit sebagai an
independent examination of the efficiency and effectiveness of
government undertakings, programs or organizations, with due
regard to economy, and the aim of leading to improvements.
Lanjutan
5. Standar Pemeriksaan Keuangan Negara Paragraf 15
Pendahuluan Standar Pemeriksaan
Pemeriksaan kinerja adalah pemeriksaan atas pengelolaan
keuangan negara yang terdiri atas pemeriksaan aspek ekonomi dan
efisiensi serta pemeriksaan aspek efektivitas.
Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang No. 15 Tahun 2004
tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab
Keuangan Negara
Pemeriksaan kinerja adalah:
pemeriksaan atas pengelolaan keuangan Negara yang terdiri atas
pemeriksaan aspek ekonomi dan efisiensi serta pemeriksaan
aspek efektivitas.
Berdasarkan beberapa definisi diatas secara umum inti dari
pemeriksaan kinerja adalah:
penilaian terhadap aspek ekonomi, efisiensi dan efektivitas atas
suatu program/kegiatan/organisasi yang dilakukan oleh pihak
yang independen dengan tujuan untuk memperbaiki kinerja.
Tujuan Pemeriksaan Kinerja
Tujuan dari pemeriksaan kinerja adalah sebagai berikut.
1. Melakukan pemeriksaan yang independen atas aspek ekonomi, efisiensi
atau efektivitas pelaksanaan program atau kebijakan pemerintah.
Pemeriksaan kinerja dapat ditujukan untuk memeriksa salah satu, dua
diantaranya / ketiga aspek tsb
2. Melakukan analisis yang independen atas validitas dan reliabilitas system
pengukuran kinerja atau laporan kinerja yang dibuat oleh pemerintah;
3. Melakukan analisis yang independen untuk mengetahui permasalahan
yang terkait dengan aspek ekonomi, efisiensi dan efektivitas atas
pelaksanaan program/kegiatan/entitas dengan maksud untuk
memperbaiki kinerja pemerintah;
4. Melakukan penilaian independen terhadap keberhasilan program yang
dilaksanakan pemerintah serta mengidentifikasi penyebab jika program
yang dilaksanakan tersebut tidak dapat mencapai tujuan yang
diharapkan.
Secara umum pemeriksaan kinerja dimaksudkan untuk menilai
pelaksanaan program/kegiatan/organisasi pemerintah dengan
harapan dapat memperbaiki dan meningkatkan kinerja pemerintah
melalui rekomendasi yang diberikan.
E. Objek Pemeriksaan Kinerja
Pemeriksaan kinerja merupakan jenis pemeriksaan yang unik, salah
satu keunikannya terletak pada bervariasinya objek pemeriksaan
kinerja.
Objek pemeriksaan kinerja dapat berupa:
organisasi atau entitas pemerintah,
program atau
kegiatan.
Penjelasan sebagai berikut.
1. Organisasi dapat berupa entitas:
Pemerintah Pusat/Daerah,
Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/D),
Badan Layanan Umum (BLU), dsb.
Dalam praktiknya, mengingat begitu luas dan kompleksnya suatu organisasi,
maka pemeriksaan kinerja atas suatu organisasi sangat jarang dilakukan.
Sebagai konsekuensinya, pemeriksaan kinerja atas organisasi dilakukan
hanya terhadap fungsi, kegiatan atau program yang dilaksanakan oleh
organisasi tersebut.
E. Objek Pemeriksaan Kinerja Lanjutan
2. Program
Program merupakan
bentuk instrument
atau kebijakan yang
berisi satu atau lebih
kegiatan yang
dilaksanakan oleh
instansi pemerintah/
lembaga atau
masyarakat yang
dikoordinasi oleh
instansi pemerintah
untuk mencapai
sasaran dan tujuan
yang ditetapkan.
Contoh :
pemeriksaan kinerja
atas program wajib
belajar sembilan
tahun, kinerja
pemekaran daerah
dan pemeriksaan
kinerja atas program
distribusi pupuk
bersubsidi.
E. Objek Pemeriksaan Kinerja Lanjutan
3. Kegiatan
Kegiatan adalah bagian dari program yang dilaksanakan oleh
satu atau beberapa satuan kerja sebagai bagian dari
pencapaian sasaran terukur dari suatu program dan terdiri dari
sekumpulan tindakan pengerahan sumber daya baik yang
berupa personal (sumber daya manusia), barang modal
termasuk peralatan dan teknologi, dana, atau kombinasi dari
beberapa atau kesemua jenis sumber daya tersebut sebagai
masukan (input) untuk menghasilkan keluaran (output) dalam
bentuk barang/jasa.

Contoh pemeriksaan kinerja atas kegiatan antara lain: pemeriksaan
kinerja atas kegiatan pembangunan jalan, pemerksaan kinerja atas
pelayanan pembuatan KTP dan pemeriksaan kinerja atas kegiatan
pengadaan buku pelajaran
F. Standar Pemeriksaan Kinerja
Di Indonesia standar pemeriksaan pada sektor publik
adalah Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN)
yang ditetapkan dengan Peraturan BPK RI No. 1 Tahun
2007. Berdasarkan SPKN, dalam pemeriksaan kinerja
berlaku:
standar umum,
standar pelaksanaan, dan
standar pelaporan.
Standar umum berlaku bagi setiap jenis
pemeriksaan baik itu pemeriksaan keuangan,
pemeriksaan kinerja maupun pemeriksaan dengan
tujuan tertentu.
Sedangkan standar pelaksanaan dan standar
pelaporan adalah spesifik untuk setiap jenis
pemeriksaan.
Lanjutan
1. Standar Umum
Standar umum terdiri atas empat pernyataan yang berkaitan dengan persyaratan :
kemampuan dan keahlian pemeriksa,
independensi organisasi dan individual pemeriksa,
kemahiran professional berupa kecermatan dan keseksamaan, serta
pengendalian mutu pemeriksaan.
Pernyataan standar umum pertama adalah:
Pemeriksa secara kolektif harus memiliki kecakapan professional yang memadai
untuk melaksanaan tugas pemeriksaan.
Pernyataan standar umum ke dua adalah:
Dalam semua hal yang berkaitan dengan pekerjaan pemeriksaan, organisasi
pemeriksa dan pemeriksa, harus bebas dalam sikap mental dan penampilan dari
gangguan pribadi, ekstern, dan organisasi yang dapat memengaruhi
independensinya.
Pernyataan standar umum ke tiga adalah:
Dalam pelaksanaan pemeriksaan serta penyusunan laporan hasil pemeriksaan,
pemeriksa wajib menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan
seksama.
Pernyataan standar umum ke empat adalah:
Setiap organisasi pemeriksa yang melaksanakan pemeriksaan berdasarkan standar
pemeriksaan harus memiliki system pengendalian mutu yang memadaidan system
pengendalian mutu tersebut harus direviu oleh pihak lain yang kompeten (pengendalian
mutu eksternal).
Lanjutan
2. Standar Pelaksanaan
Standar pelaksanaan terdiri dari empat pernyataan yang berkaitan dengan syarat-
syarat bagi pemeriksa dalam merencanakan dan mengawasi pekerjaan dilapangan.
Pernyataan standar pelaksanaan yang pertama adalah:
Pekerjaan harus direncanakan secara memadai
Pernyataan standar pelaksanaan ke dua adalah:
Staf harus disupervisi dengan baik
Pernyataan standar pelaksanaan yang ke tiga adalah:
Bukti yang cukup, kompeten, dan relevan harus diperoleh untuk menjadi dasar
yang memadai bagi temuan dan rekomendasi pemeriksa.
Pernyataan standar pelaksanaan yang ke empat adalah:
Pemeriksa harus mempersiapkan dan memelihara dokumen pemeriksaan
dalam bentuk kertas kerja pemeriksaan. Dokumen pemeriksaan yang berkaitan
dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan pemeriksaan harus berisi
informasi yang cukup untuk memungkinkan pemeriksa yang berpengalaman
tetapi tidak mempunyai hubungan dengan pemeriksaan tersebut dapat
memastikan bahwa dokumen pemeriksaan tersebut dapat menjadi bukti yang
mendukung temuan, simpulan, dan rekomendasi pemeriksa.
Lanjutan
3. Standar Pelaporan
Pernyataan standar pelaporan pertama adalah:
Pemeriksa harus membuat laporan hasil pemeriksaan untuk
mengomunikasikan setiap hasil pemeriksaan.
Pernyataan standar pelaporan ke dua adalah:
Laporan hasil pemeriksaan harus mencakup: (a) pernyataan bahwa
pemeriksaan dilakukan sesuai dengan Standar Pemeriksaan;(b) tujuan, lingkup,
dan metodologi pemeriksaan; (c) hasil pemeriksaan berupa temuan
pemeriksaan, simpulan, dan rekomendasi; (d) tanggapan pejabat yang
bertanggung jawab atas hasil pemeriksaan; (e) pelaporan informasi rahasia
apabila ada.
Pernyataan standar pelaporan ke tiga adalah:
Laporan hasil pemeriksaan harus tepat waktu, lengkap, akurat, objektif,
meyakinkan, serta jelas dan seringkas mungkin.
Pernyataan standar pelaporan ke empat adalah:
Laporan hasil pemeriksaan diserahkan kepada lembaga perwakilan, entitas
yang diperiksa, pihak yang mempunyai kewenangan untuk mengatur entitas
yang diperiksa, pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan tindak lanjut
hasil pemeriksaan, dan kepada pihak lain yang diberi wewenang untuk
menerima laporan hasil pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
G. Perbedaan Pemeriksaan Kinerja dengan Pemeriksaan
Keuangan dan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu
Perbedaan antara pemeriksaan kinerja dengan
pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan dengan tujuan
tertentu dapat dilihat dari delapan aspek, yakni:
1. tujuan pemeriksaan,
2. fokus pemeriksaan,
3. orientasi,
4. dasar akademis yang diperlukan,
5. keahlian yang dibutuhkan,
6. metode pemeriksaan,
7. kriteria pemeriksaan dan
8. laporan hasil pemeriksaan.
Untuk lebih jelas perbedaan dari ketiga jenis
pemeriksaan tersebut dapat ditunjukkan pada tabel
dibawah ini.
Tabel
Perbedaan antar Jenis Pemeriksaan
Aspek Pemeriksaan
Kinerja
Pemeriksaan
Keuangan
Pemeriksaan
dengan Tujuan
Tertentu
Tujuan Menilai aspek
ekonomi, efisiensi
dan efektivitas
Menilai kewajaran
laporan keuangan
Memberikan
simpulan atas
suatu
hal yang diperiksa
dan dapat bersifat
eksaminasi
(pengujian), reviu,
atau prosedur
yang
disepakati
(agreed
upon procedures)
Fokus
Pemeriksaan
Kebijakan,
program,
organisasi,
aktivitas
dan system
manajemen
Transaksi
keuangan,
laporan keuangan
dan prosedur
pengendalian
kunci
Dapat berupa
program,
prosedur,
bagian dari
system
akuntansi dan
sistem
manajemen
Tabel lanjutan
Aspek Pemeriksaan Kinerja Pemeriksaan
Keuangan
Pemeriksaan
dengan Tujuan
Tertentu
Orientasi Urusan operasional
kegiatan/ program,
yang sudah lalu,
sekarang dan yang
akan datang
Urusan keuangan
dalam periode
yang
sudah lampau
Urusan keuangan
atau non
keuangan
yang sudah
lampau
Dasar
akademis
Yang
diperlukan
Ekonomi, ilmu
politik, ilmu social,
dsb.
Akuntansi dan
hukum
Ekonomi, ilmu
hukum, ilmu
politik, ilmu social,
Dsb
Keahlian
yang
dibutuhkan
Investigasi
professional, analisis,
evaluasi dan
pemahaman terhadap
metode-metode yang
diaplikasikan dalam
ilmu sosial
Profesional audit Investigasi
professional,
analisis dan
evaluasi
Tabel lanjutan
Aspek Pemeriksaan Kinerja Pemeriksaan
Keuangan
Pemeriksaan
dengan Tujuan
Tertentu
Metode
Pemeriksaan
Bervariasi antara satu
penugasan dengan
penugasan lainnya
Relatif sudah
terstandarisasi
Bervariasi
tergantung dari
sifat
pemeriksaan
apakah
eksaminasi
(pengujian), reviu,
atau prosedur
yang
disepakati
(agreed
upon procedures).
Kriteria
Pemeriksaan
Spesifik untuk setiap
penugasan
Prinsip akuntansi
yang berlaku
umum
Spesifik untuk
setiap penugasan
Tabel lanjutan
Aspek Pemeriksaan
Kinerja
Pemeriksaan
Keuangan
Pemeriksaan
dengan Tujuan
Tertentu
Laporan
Hasil
Pemeriksaan
Struktur dan isi
laporan
bervariasi
Dipublikasikan
secara tidak
tetap
(ad hoc basis)
Bentuk
laporan
terstandarisasi

Dipublikasikan
secara
berkala
Bentuk laporan tergantung
pada jenis pemeriksaan,
yaitu:
o Eksaminasi: simpulan
yang berupa pernyataan
Positif
o Reviu: simpulan yang
berupa Pernyataan
Negative
o Agreed upon
procedures: simpulan
yang berupa temuan
atas Penerapan
prosedur
Dipublikasikan secara
tidak tetap (ad hoc basis)
H. Konsep Ekonomi Efisiensi dan Efektivitas
Konsep Contoh
Input sumberdaya dalam
bentuk sdm, peralatan,
waktu, uang dan lain-
lain yang digunakan
untuk menghasilkan
ouput.
dokter di rumah sakit, tanah untuk
gedung kantor, material membangun
jalan, dan sebagainya. Input dapat
dinyatakan secara kuantitas, misalnya:
jumlah dokter, luas tanah, jumlah bahan
material, dan sebagainya. Selain itu
input juga dapat dinyatakan dengan nilai
uang, misalnya: gaji dokter, harga tanah,
harga bahan material dan sebagainya
Proses kegiatan-kegiatan
operasional yang
menggunakan input
untuk menghasilkan
output.
Penanganan pasien di rumah sakit,
pembangunan gedung, pembangunan
jalan, dan sebagainya.
H. Konsep Ekonomi Efisiensi dan Efektivitas
lanjutan
Outptu barang-barang yang
diproduksi; jasa yang
diserahkan/diberikan,
atau hasil-hasil lain
dari proses atas input
(what is produced).
layanan konsultasi dokter yang
diterima pasien, gedung, jalan, dan
sebagainya.
Outomes tujuan atau sasaran
yang akan dicapai
melalui output (why
output are produced).
Contoh outcome adalah: menurunnya
tingkat kematian ibu dan bayi,
menurunnya tingkat kemacetan, dan
sebagainya.

Hubungan antar Elemen
Cost Of
Input
Input Proses Output Outcome
Ekono
mi
Efisiensi
Efektivita
s
Gambar : hubungan antar input, proses, output dan
outcome.
Konsep ekonomi, efisiensi dan efektivitas
Aspek Ekonomi
Aspek ekonomi meliputi perolehan sumber daya dalam proses
dengan biaya, waktu, tempat, kualitas dan kuantitas yang
tepat (right time, right cost, right place, right quality and
quantity).
Ekonomi berarti meminimalkan biaya perolehan input untuk
digunakan dalam proses, dengan tetap menjaga kualitas
sejalan dengan prinsip dan praktik administrasi yang sehat
dan kebijakan manajemen.
Pemeriksaan atas aspek ekonomi dapat memberikan jawaban
atas pertanyaan berikut.
1. Apakah input yang diperlukan telah diperoleh dengan
menggunakan dana publik secara ekonomi?
2. Apakah input telah digunakan secara ekonomi?
3. Apakah kegiatan manajemen dilaksanakan sesuai dengan
prinsip administrative dan kebijakan manajemen yang baik?
Contoh Penilaian Aspek Ekonomi
Untuk menilai penggunaan dana publik dalam
rangka perolehan input yang dibutuhkan adalah:
Barang A dapat dibeli di toko B seharga
Rp200.000.000,00.
Dengan cara pembayaran, kualitas dan layanan
purnajual yang sama Barang A dapat dibeli di toko C
denganharga Rp180.000.000,00.
Jika entitas membeli di toko B maka dikatakan
entitas tersebut telah melakukan pemborosan atau
ketidakekonomisan sebesar Rp20.000.000,00.
Konsep ekonomi, efisiensi dan efektivitas
lanjutan
Aspek efisiensi
Efisiensi merupakan hubungan yang optimal antara input dan
output. Suatu entitas dikatakan efisien apabila mampu
menghasilkan output maksimal dengan jumlah input tertentu
atau mampu menghasilkan output tertentu (kuantitas maupun
kualitas) dengan memanfaatkan input minimal.
Untuk menilai efisiensi, maka pertanyaan-pertanyaan berikut
perlu dipertimbangkan dalam melakukan pemeriksaan:
1. Apakah input yang tersedia telah dipakai secara optimal?
2. Apakah output yang sama dapat diperoleh dengan lebih
sedikit input?
3. Apakah output yang terbaik dalam ukuran kuantitas dan
kualitas dapat diperoleh dari input yang digunakan?
Temuan atas efisiensi dapat dirumuskan menggunakan
perbandingan dengan aktivitas/industri yang sejenis, periode
lain, standar, dan best practices yang secara tegas telah
diadopsi oleh entitas.
Contoh Efisiensi
Contoh: Untuk memproduksi suatu jenis output tertentu dengan
jumlah tertentu yang sama terdapat tiga cara:
1. Cara 1 membutuhkan 5 unit material A dan 2 jam kerja sebagai
input.
2. Cara 2 membutuhkan 6 unit material A dan 3 jam kerja sebagai
input.
3. Cara 3 membutuhkan 7 unit material A dan 4 jam kerja sebagai
input.
Maka dikatakan bahwa cara 1 lebih efisien dari cara 2 dan 3. Karena
rasio input dan output (i/o) pada cara 1, lebih kecil dibandingkan
dengan rasio input dan output (i/o) pada cara 2 dan cara 3.
Untuk mengetahui tingkat efisiensi suatu entitas, pemeriksa juga
dapat menggunakan konsep cost-effectiveness sebagai alat analisis
dalam melakukan pemeriksaan.
Pemeriksaan atas efisiensi meliputi aspek, apakah:
1. Program, aktivitas, fungsi, dan kegiatan telah dikelola, diatur,
diorganisasikan, dan dilaksanakan secara efisien;
2. Jasa yang diberikan pemerintah telah ditentukan waktunya dengan
memadai.
Konsep ekonomi, efisiensi dan efektivitas
lanjutan
Aspek efektivitas
Efektivitas merupakan tingkat pencapaian hasil program dengan
target yang ditetapkan. Efektivitas berkaitan dengan hubungan
antara output yang dihasilkan dengan tujuan yang dicapai
(outcome). Efektivitas berarti output yang dihasilkan telah memenuhi
tujuan yang telah ditetapkan.
Contoh: Pemerintah Daerah X memiliki program pelayanan bus
yang bertujuan untuk mengurangi tingkat penggunaan kendaraan
pribadi di dalam kota. Outputnya pelayanan bus yang diukur dengan
jumlah kilometer pelayanan bus. Dalam rangka pelaksanaan
program tersebut, Pemerintah Daerah X melakukan pembelian bus
baru.
Misalnya, Biaya pengoperasian setahun bus merek A
Rp1.000.000.000, sedangkan biaya pengoperasian bus merek B
juga Rp1.000.000.000. Kilometer yang dilayani bus A 250.000 km
setahun, sedangkan bus B 225.000 km setahun. Tetapi, dengan bus
A penggunaan kendaraan pribadi turun sebesar 10%. Sedangkan
dengan bus B, penggunaan kendaraan pribadi turun sebesar 30%.
Kesimpulannya dari sisi efektivitas (hubungan antara output dan
outcome) penggunaan bus B lebih efektif (tetapi tidak lebih efisien)
Lanjutan
Untuk melakukan pemeriksaan atas efektivitas suatu
entitas, maka pertanyaanpertanyaan berikut perlu
dipertimbangkan:
1. Apakah output yang dihasilkan telah dimanfaatkan
sebagaimana diharapkan?
2. Apakah output yang dihasilkan konsisten dengan
tujuan?
3. Apakah dampak yang dinyatakan berasal dari
output yang dihasilkan dan bukan dari pengaruh
lingkungan luar?
I. Tahapan Pemeriksaan Kinerja
Pemeriksaan kinerja terbagi dalam tiga tahap, yaitu tahap perencanaan pemeriksaan,
pelaksanaan pemeriksaan dan pelaporan pemeriksaan.
1. Perencanaan Pemeriksaan
Tujuan perencanaan pemeriksaan adalah mempersiapkan suatu program
pemeriksaan yang akan digunakan sebagai dasar bagi pelaksanaan pemeriksaan
sehingga pemeriksaan dapat berjalan secara efisien dan efektif.
Perencanaan pemeriksaan terdiri dari lima tahap, yaitu:
a. Pengidentifikasian masalah
Tujuan dari tahap ini adalah untuk mengidentifikasi permasalahan yang ada dalam
organisasi, program, dan fungsi pelayanan publik yang diperiksa. Dua kegiatan utama
yang dilakukan dalam tahap pengidentifikasian masalah adalah pemahaman atas
rencana strategis dan kebijakan Badan tentang pemeriksaan kinerja dan pemahaman
atas entitas yang akan diperiksa.
b. Penentuan area kunci
Tujuan dari tahap ini adalah untuk memilih area, bidang atau kegiatan yang akan
menjadi fokus dalam pemeriksaan. Penentuan area kunci yang tepat akan
memungkinkan penggunaan sumber daya pemeriksaan secara lebih efisien dan
efektif. Beberapa factor yang dapat dipertimbangkan dalam penentuan area kunci
adalah risiko terhadap manajemen, signifikansi suatu program, dampak pemeriksaan
dan auditabilitas.
Lanjutan
c. Penentuan objek, tujuan, dan lingkup pemeriksaan
Tujuan penentuan objek pemeriksaan adalah untuk memilih area-area pemeriksaan
yang memiliki risiko yang tinggi. Tujuan dari penentuan tujuan pemeriksaan adalah
agar pemeriksaan menjadi lebih terarah dan menghindari prosedur-prosedur
pemeriksaan yang tidak diperlukan. Sedangkan tujuan dari penentuan lingkup
pemeriksaan adalah untuk menentukan prosedur-prosedur apa yang akan dilakukan
agar dapat menjawab tujuan pemerikasaan.
d. Penetapan kriteria pemeriksaan
Kriteria adalah standar-standar kinerja yang masuk akal dan bisa dicapai untuk
menilai aspek ekonomi, efisiensi dan efektivitas dari kegiatan yang dilaksanakan oleh
entitas yang diperiksa. Tujuan penetapan kriteria adalah sebagai dasar dalam
membandingkan apakah praktik-praktik yang dilaksanakan telah mencapai standar
yang ditetapkan.
e. Penyusunan program pemeriksaan dan program kerja perorangan
Program pemeriksaan adalah kumpulan dari prosedur pemeriksaan yang akan
dilakukan dan dibuat secara tertulis. Program kerja perorangan merupakan
penjabaran dari program pemeriksaan yang akan dilakukan oleh masing-masing
pemeriksa dalam suatu tim pemeriksaan. Tujuan penyusunan program pemeriksaan
dan program kerja perorangan adalah untuk menetapkan hubungan antara tujuan
pemeriksaan, metodologi pemeriksaan, dan kemungkinankemungkinan pekerjaan
lapangan yang harus dikerjakan, mengidentifikasikan dan mendokumentasikan
prosedur-prosedur pemeriksaan yang harus dilaksanakan serta sebagai media
supervisi dan riviu.
2. Pelaksanaan Pemeriksaan
Tujuan tahap pelaksanaan pemeriksaan adalah untuk
mengumpulkan bukti-bukti dan menguji apakah bukti-
bukti tersebut telah lengkap dan tepat serta menentukan
apakah bukti yang dikumpulkan telah cukup untuk
menilai kinerja suatu entitas dengan membandingkannya
terhadap kriteria yang telah ditetapkan.
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap pelaksanaan
pemeriksaan meliputi:
a. Memeroleh dan menguji data untuk menjawab tujuan
pemeriksaan;
b. Menyusun dan menyampaikan konsep temuan
pemeriksaan;
c. Memeroleh tanggapan resmi dan tertulis atas konsep
temuan pemeriksaan; dan
d. Menyampaikan temuan pemeriksaan.
3. Pelaporan pemeriksaan
Penyusunan laporan pemeriksaan bertujuan untuk
memberikan informasi, rekomendasi, dan penilaian
yang independen bagi pengguna laporan atas
kegiatan yang dilakukan oleh entitas yang diperiksa
dengan harapan agar teradi perubahan positif bagi
kinerja entitas tersebut di masa datang.
Kegiatan yang dilakukan pada tahap pelaporan
adalah:
a. Penyusunan konsep laporan hasil pemeriksaan
b. Perolehan tanggapan atas rekomendasi
c. Penyusunan dan penyampaian laporan hasil
pemeriksaan
Secara ringkas tahap pemeriksaan kinerja dapat
digambarkan pada skema dibawah ini.
1. Identifikasi
masalah
2. Penentuan area
Kunci
3. Penentuan obyek,
tujuan & lingkup
Pemeriksaan Kinerja
4. Penetapan Kriteria
5. Penyusunan P2
dan PKP
6. Pengujian Data
7. Penyusunan
Temuan Pemeriksaan
8. Perolehan
Tanggapan Resmi
9. Penyampaian Temuan
Pemeriksaan pada
Entitas
10. Penyusunan
Konsep LHP
11. Perolehan
Tanggapan Atas
Rekomendasi
12. Penyusunan dan
Penyampaian LHP
Perencanaan Pelaksanaan Pelaporan
Identifikasi Masalah
Tahap identifikasi masalah terdiri dari dua kegiatan
utama yaitu pemahaman atas rencana strategis dan
kebijakan badan tentang pemeriksaan kinerja dan
pemahaman atas entitas yang akan diperiksa.
Beberapa Konsep Dasar yang ada dalam tahap
identifikasi masalah:
1. Entitas adalah suatu organisasi yang didirikan untuk mencapai
tujuan tertentu dengan menggunakan sumber daya yang
dimiliki;
2. Input adalah sumber daya yang dimiliki dan digunakan entitas
untuk menghasilkan output antara lain berupa dana, sumber
daya manusia, peralatan dan material;
3. Proses adalah kegiatan-kegiatan operasional yang
menggunakan input untuk menghasilkan output;
4. Output adalah barang-barang diproduksi; jasa
yang diserahkan/diberikan, atau hasil-hasil lain
dari proses atas input (what is produced).
Lanjutan
Secara garis besar, pemahaman terhadap entitas yang diperiksa meliputi dua hal,
yaitu:
1. Gambaran umum entitas, yang terdiri dari:
a. Visi, misi dan strategi entitas
b. Peraturan terkait (legal mandate)
c. Lingkungan internal, eksternal dan pihak terkait (stakeholders)
d. Tugas pokok dan fungsi entitas
e. Struktur organisasi
f. Anggaran dan realisasi
g. Key Performance Indikators (KPI) yang digunakan
h. Hasil pemeriksaan yang lalu.
2. Memahami input, proses dan output entitas.
Pemahaman terhadap input, proses dan output entitas dimaksud agar
pemeriksa dapat memahami bagaimana proses produksi yang dilakukan
oleh entitas, yaitu sumber daya apa yang digunakan sebagai input,
bagaimana sumber daya tersebut diproses untuk menghasilkan output dan
output (barang atau jasa) apa yang dihasilkan dari proses produksi tersebut.
Pemahaman input, proses dan output akan memudahkan pemeriksa untuk
mengidentifikasi permasalahan apa yang akan timbul pada ketiga hal tersebut dan
apa akibat dari permasalahan tersebut.
Sumber informasi yang dapat membantu pemeriksa dalam proses identifikasi masalah, antara lain:
a. Rencana strategis BPK dan kebijakan Badan tentang pemeriksaan kinerja;
b. Hasil pemeriksaan terdahulu;
c. Peraturan perundang-undangan yang berlaku;
d. Pernyataan-pernyataan dan atau keputusan pemerintah;
e. Pendapat publik yang direflesikan dalam keputusan-keputusan dan atau risalahrisalah
sidang/rapat DPR;
f. Strategi dan rencana kerja, dan laporan tahunan entitas;
g. Anggaran entitas;
h. Struktur organisasi;
i. Kebijakan-kebijakan yang ditetapkan entitas;
j. Petunjuk pelaksanaan intern dan pedoman operasional yang ada;
k. Evaluasi program entitas dan rencana periksa intern;
l. Hasil evaluasi dan laporan internal periksa entitas;
m. Notulen rapat pimpinan/manajemen;
n. Hasil-hasil diskusi dengan manajemen dan stakeholders;
o. Hasil studi yang dilakukan oleh industri, professional atau kelompok-kelompok yang mempunyai
kepentingan dengan entitas yang diperiksa;
p. Hasil-hasil penelitian akademis;
q. Hasil liputan media massa.
Lanjutan
Pengumpulan informasi dalam rangka identifikasi masalah dapat dilakukan dengan prosedur
sebagai berikut:
a. Pelajari rencana strategis BPK dan Kebijakan Badan tentang pemeriksaan kinerja;
b. Pahami entitas yang akan diperiksa, bila diperlukan lakukan observasi singkat di lapanan dan
wawancara dengan manajemen;
c. Reviu peraturan-peraturan yang mendasari program yang diperiksa, laporan kemajuan
pelaksanaan program serta hambatan-hambatan dalam pelaksanaan program;
d. Identifikasi dan reviu tujuan dan program yang diperiksa;
e. Teliti apakah telah ada tolak ukur, standar atau KPI untuk mengukur keberhasilan program;
f. Teliti kemungkinan adanya hambatan yang dialami entitas dalam melaksanakan
kewenangannya, yang mungkin disebabkan oleh adanya kewenangan serupa yang dimiliki oleh
entitas lain;
g. Teliti kemungkinan adanya penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh entitas yang
diperiksa;
h. Teliti kemungkinan adanya peraturan atau kebijakan pemerintah yang menghambat pencapaian
tujuan dari program yang telah ditetapkan;
i. Pelajari kemungkinan adanya batasan-batasan, berdasarkan peraturan atau kebijakan institusi
di atasnya yang diberlakukan terhadap entitas yang diperiksa;
j. Lakukan reviu atas hasil-hasil studi yang telah dilakukan kelompok industri, kelompok
profesional dan kelompok-kelompok lain yang mempunyai kepentingan terhadap entitas
tersebut.
k. Inventarisasi isu-isu mutakhir tentang permasalahan yang dihadapi oleh entitas, yang dapat
diperoleh dari media massa dan sumber-sumber lainnya.
Prosedur Penetapan Area Kunci
Area kunci adalah area, bidang, program, atau kegiatan yang merupakan
fokus pemeriksaan dalam entitas yang diperiksa. Penentuan area kunci
sangat penting agar pelaksanaan pemeriksaan dapat lebih fokus pada
tujuan pemeriksaan, sehingga memungkinkan penggunaan sumber daya
pemeriksaan yang lebih efisien dan efektif.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari identifikasi masalah, yang di
dalamnya terdapat informasi tentang visi, misi, proses bisnis, dan tugas
utama dari entitas, pemeriksa dapat menentukan beberapa area potensial
yang dapat dikembangkan dalam pemeriksaan. Area potensial yang telah
teridentifikasi tersebut, selanjutnya akan dipilih berdasarkan urutan
prioritasnya untuk ditentukan sebagai fokus utama objek pemeriksaan yang
disebut area kunci. Untuk menentukan urutan prioritas area kunci yang akan
dipilih, digunakan suatu pendekatan faktor-faktor pemilihan (selection
factors) yang terdiri atas (1) risiko manajemen, (2) signifikansi, (3) dampak
pemeriksaan, dan (4) auditabilitas.
1. Risiko Manajemen
Pendekatan pemeriksaan berbasis risiko dalam pemeriksaan laporan
keuangan diartikan sebagai suatu pendekatan dengan menggunakan
analisis risiko untuk menentukan area penting yang seharusnya menjadi
fokus pemeriksaan. Pada pemeriksaan laporan keuangan berfokus pada
risiko terjadinya salah saji material dalam penyajian laporan keuangan.
Pendekatan pemeriksaan berbasis risiko dalam pemeriksaan kinerja, lebih
ditekankan pada risiko yang ditanggung manajemen terkait dengan aspek
ekonomi, efisiensi, dan efektivitas.
Lanjutan
Beberapa hal yang dapat digunakan untuk menilai kemungkinan terjadinya risiko manajemen dari sisi ekonomi,
efisiensi, dan efektivitas antara lain :
a. Pengeluaran di bawah/di atas anggaran dalam jumlah yang signifikan;
b. Tidak tercapainya tujuan yang telah ditetapkan;
c. Tingginya mutasi pegawai;
d. Manajemen tidak bereaksi atas kelemahan yang ditemukan;
e. Ekspansi program secara mendadak;
f. Hubungan tanggung jawab yang tumpang tindih, tidak jelas atau membingungkan;
g. Aktivitas yang bersifat kompleks dalam suatu lingkungan yang penuh dengan ketidakpastian. Beberapa indikator
yang mengakibatkan ketidakpastian tersebut antara lain:
1. Kegiatan yang amat terdesentralisasi dengan banyak pihak yang berkepentingan;
2. Penggunaan teknologi yang berkembang amat pesat dan canggih;
3. Lingkungan yang dinamis dan kompetitif;
4. Melibatkan berbagai macam instansi/lintas sektoral, dan;
5. Proyek atau aktivitas yang baru.
Penentuan risiko manajemen sangat dipengaruhi oleh penilaian pemeriksa atas pengendalian internal.
Pengendalian yang lemah atas suatu program/kegiatan mengandung risiko yang tinggi. Pengendalian yang lemah
atas suatu
program/kegiatan mengakibatkan tujuan program/kegiatan (meliputi efektifitas, efisiensi, atau ekonomi) semakin
sulit tercapai. Pemahaman mengenai Sistem Pengendalian Internal (SPI) dari entitas dapat diperoleh dari hasil
pengujian SPI pada pemeriksaan keuangan. Apabila belum terdapat data mengenai hasil pengujian SPI dari
pemeriksaan keuangan maka pemeriksa dapat melakukan pemeriksaan SPI khusus atas area-area potensial yang
akan menjadi area kunci.
Lanjutan,
2. Signifikansi
Konsep signifikansi dalam pemeriksaan kinerja hampir sama dengan
materialitas dalam pemeriksaan keuangan. Signifikansi suatu area
pemeriksaan berkaitan dengan dampak yang dihasilkan area tersebut
terhadap objek pemeriksaan secara keseluruhan. Signifikansi bergantung
pada apakah suatu kegiatan dalam suatu area pemeriksaan secara
komparatif memiliki pengaruh yang besar terhadap kegiatan lainnya dalam
objek pemeriksaan secara keseluruhan. Penentuan signifikansi merupakan
penilaian profesional dimana seorang pemeriksa harus mempertimbangkan
faktor-faktor seperti materialitas keuangan, batas kritis keberhasilan, dan
visibilitas.
a. Aspek materialitas keuangan
Materialitas keuangan adalah salah satu aspek dari signifikansi. Faktor ini
didasarkan atas penilaian terhadap aset yang dikuasai, jumlah penerimaan
dan pengeluaran yang dikelola oleh entitas yang diperiksa. Makin material
nilaiaset/uang yang dikelola suatu kegiatan/program, makin tinggi
kemungkinan menjadi area kunci yang akan dipilih sebagai objek
pemeriksaan. Materialitas dalam audit keuangan dan audit kinerja dapat
berbeda. Objek yang sama bisa dipandang secara berbeda sehingga ada
kemungkinan material menurut audit kinerja tapi menurut audit keuangan
tidak material.
Lanjutan
b. Aspek batas kritis keberhasilan
Aspek batas kritis keberhasilan menunjukkan pentingnya
suatu area dalam menentukan keberhasilan suatu
entitas. Apabila perbaikan yang ditimbulkan akan
memberikan dampak yang signifikan terhadap operasi
entitas maka signifikansinya akan tinggi. Sebaliknya
terhadap suatu pekerjaan yang bersifat rutin dan
perbaikan kinerja suatu objek tidak berdampak luas
terhadap kinerja entitas secara keseluruhan maka tingkat
signifikansinya relatif rendah.
c. Visibilitas
Visibilitas atau kejelasan suatu area, berhubungan erat
dengan dampak eksternal dari kegiatan/program
tersebut. Hal ini berkaitan dengan faktor sosial, ekonomi
dan lingkungan, serta pentingnya kegiatan tersebut
terhadap program pemerintah atau masyarakat.
Lanjutan
3. Dampak Audit
Dampak audit merupakan nilai tambah yang diharapkan dari audit
tersebut, yaitu suatu perubahan dan perbaikan yang dapat
meningkatkan 3E dari area yang diperiksa. Nilai tambah yang
dihasilkan dari suatu audit merupakan hal penting dalam
menentukan area kunci yang akan diperiksa secara terinci.

Contoh dampak audit yang diharapkan :
a. Aspek ekonomi
1) Pengurangan biaya sebagai hasil dari pengadaan yang lebih baik;
2) Pengurangan biaya akibat pemanfaatan sumber daya yang lebih
ekonomis.
b. Aspek efisiensi
1) Peningkatan output pada tingkat input yang sama.
2) Perbaikan atas pekerjaan ganda dan kurang koordinasi.
c. Aspek efektivitas
1) Perbaikan analisis kebutuhan.
2) Memperjelas tujuan dan kebijakan.
Lanjutan
4. Auditabilitas
Auditabilitas berhubungan dengan kemampuan BPK RI (AKN dan Kantor
Perwakilan) untuk melaksanakan audit sesuai dengan standar profesi
(SPKN). Berbagai keadaan dapat terjadi, yang menyebabkan pemeriksa
memutuskan untuk tidak melakukan audit dalam area tertentu walaupun hal
tersebut amat signifikan.
Berbagai situasi mungkin terjadi sehingga menyebabkan pemeriksa
memutus kan untuk tidak melaksanakan pemeriksaan pada beberapa area
tertentu walaupun hal itu signifikan. Dalam memutuskan hal tersebut,
pemeriksa dapat mempertimbangkan hal-hal berikut:
a. Sifat kegiatan yang tidak memungkinkan untuk diaudit, misalnya untuk melakukan
audit atas pertimbangan-pertimbangan teknis suatu fasilitas penelitian.
b. Bila pemeriksa tidak memiliki atau mendapatkan keahlian yang dipersyaratkan.
c. Area tersebut sedang dalam perubahan yang signifikan dan mendasar.
d. Kriteria yang cocok/pantas tidak tersedia untuk menilai kinerja.
e. Lokasi dimana pekerjaan lapangan tidak dapat dijangkau sehubungan dengan
bencana alam atau alasan lain.
Apabila hal di atas ditemukan, maka pemeriksa perlu mempertimbangkan
untuk tidak melanjutkan pemeriksaan ke pemeriksaan terinci.
Lanjutan
Matrik Pembobotan Area Kunci
Untuk melakukan penilaian terhadap faktor-faktor pemilihan yaitu
faktor risiko manajemen, signifikansi, dampak pemeriksaan, dan
auditabilitas, pemeriksa dapat melakukan pembobotan berdasarkan
pertimbangan profesionalnya (professional judgment). Pertimbangan
pembobotan yang dilakukan oleh pemeriksa harus dituangkan dalam
matrik penentuan area kunci. Dalam rangka pelaksanaan quality
control (QC) dan informasi yang lengkap bagi pemeriksa berikutnya
maka pertimbangan pembobotan per selection factor dilakukan
dalam bentuk deskripsi.
Pembobotan dilakukan dengan menggunakan matriks pembobotan
dengan skor terhadap faktor-faktor pemilihan sebagai berikut:
Tinggi = skor 3
Sedang = skor 2
Rendah = skor 1
Contoh penentuan area kunci pada suatu kantor pertanahan setelah
dilakukan analisa terhadap masing-masing selection factors dapat
dilihat sebagai berikut:
Kesimpulan:
Dari tabel di atas terlihat area potensial pengelolaan pelayanan kepada
pemohon mendapatkan skor tertinggi sebesar 11 (sebelas), sehingga tim
pemeriksa memutuskan area ini sebagai area kunci
Lanjutan
Analisa untuk pemilihan area kunci di atas adalah
sebagai berikut:
E. Menetapkan Tujuan dan Ruang Lingkup
Pemeriksaan
Setelah area kunci ditetapkan, langkah berikutnya adalah
menentukan tujuan dan ruang lingkup pemeriksaan. Tujuan
pemeriksaan dirumuskan untuk setiap area kunci yang terpilih.
Sangat penting untuk menetapkan tujuan pemeriksaan secara jelas
karena hal ini memberikan arah kepada pemeriksa dalam melakukan
kegiatan pemeriksaan.
Sesuai dengan SPKN paragraf 4 dan 5 disebutkan bahwa tujuan
pemeriksaan adalah pernyataan apa yang ingin dicapai dan/atau
pertanyaan apa yang dijawab dalam suatu pemeriksaan. Sedangkan
lingkup pemeriksaan adalah batas pemeriksaan dan harus terkait
langsung dengan tujuan pemeriksaan.
Pemeriksaan kinerja pada umumnya ditujukan untuk menilai aspek
ekonomi, efisiensi, dan efektivitas (3E) atas suatu objek
pemeriksaan. Namun dalam pelaksanaannya suatu pemeriksaan
kinerja tidak harus mencakup seluruh aspek 3E. Dengan kata lain
pemeriksaan kinerja dapat dilakukan hanya untuk menilai aspek
ekonomi atau aspek efisiensi atau aspek efektivitas. Pembatasan
aspek yang diperiksa akan memungkinkan
BPK untuk mengalokasikan sumber daya yang ada dengan lebih
optimal dan rekomendasi yang diberikan akan lebih fokus.
Lanjutan
Seperti sudah disebutkan sebelumnya setiap
kesimpulan pemeriksaan harus dibuat sesuai
dengan tujuan pemeriksaannya.
Misalnya tujuan pemeriksaan untuk menentukan
efisiensi proses suatu tugas tertentu seakurat
mungkin, maka pemeriksa dapat membuat
kesimpulan sebagai berikut:
1. Ya, tugas tersebut dilaksanakan secara efisien dengan
memperhatikan kualitas; atau
2. Tidak, proses tugas tersebut tidak dilakukan secara
efisien dengan memperhatikan akurasi; atau
3. Ya, proses tugas tersebut dilakukan secara efisien,
namun keakuratannya tidak diperhitungkan dalam
pelaksanaannya.
Lingkup Pemeriksaan
Lingkup pemeriksaan adalah suatu rerangka atau
batasan dan subjek suatu pemeriksaan. Hal ini biasanya
dilakukan dengan menyebutkan hal-hal yang akan
dicakup dalam pemeriksaan dalam suatu jangka waktu
tertentu, atau hal-hal yang tidak akan dicakup dalam
suatu pemeriksaan. Penentuan lingkup pemeriksaan
harus terkait dengan tujuan pemeriksaan yang telah
ditetapkan dan merupakan hal yang penting dalam
proses perencanaan.
Beberapa parameter yang dapat digunakan untuk
menetapkan lingkup pemeriksaan, antara lain:
1. Segmen-segmen organisasional;
2. Program, sub-program dan/atau komponen-komponennya;
3. Jasa atau lini produk;
4. Aspek-aspek khusus dalam kinerja entitas, misalnya
kegiatan pemasaran, asetorganisasi, dan lain-lain.
F. Pendekatan Pemeriksaan Kinerja
Ada dua pendekatan pemeriksaan kinerja yaitu pendekatan
pemeriksaan berdasarkan masalah dan pendekatan pemeriksaan
berdasarkan hasil.
Pendekatan berbasis masalah atau proses berkaitan dengan cara
kerja dan sumber daya yang seharusnya digunakan dalam suatu
program atau kegiatan. Kegiatan utama dalam pendekatan ini
adalah dengan melakukan verifikasi masalah dan analisis masalah
yang pada umumnya tanpa melalui proses pendefinisian kriteria
pemeriksaan terlebih dahulu.
Dalam pendekatan berorientasikan problem atau proses, langkah
yang dilakukan adalah dengan merumuskan suatu hipotesis yang
teruji terhadap penyebab permasalahan yang muncul dalam
pemeriksaan yang dilakukan.
Dalam pendekatan ini, kelemahan dan permasalahan yang
ditemukan merupakan dasar dari dilakukannya pemeriksaan kinerja
dan bukan sebagai kesimpulan pemeriksaan itu sendiri. Tugas pokok
dalam kegiatan pemeriksaan ini adalah untuk melakukan verifikasi
atas adanya permasalahan-permasalahan yang telah ditetapkan dan
untuk melakukan analisis terhadap penyebab masalah tersebut dari
perspektif yang berbeda (tingkat ekonomis, efisiensi, atau efektifitas
program entitas).
Lanjutan
Pendekatan berbasis hasil berkaitan dengan
tercapainya ekonomi, efisiensi, dan efektivitas
sesuai dengan standar yang ditetapkan.
Pendekatan ini pada dasarnya terkait dengan
beberapa permasalahan seperti:
1. Kinerja atau hasil seperti apakah yang telah dicapai
oleh entitas?
2. Apakah tujuan program telah tercapai?
3. Apakah persyaratan atau tujuan yang ditetapkan
sebelumnya telah terpenuhi?
4. Apa hasil yang telah dicapai oleh program?
G. Menetapkan Kriteria Pemeriksaan
SPKN PSP 04 Paragraf 27 menyatakan "Kriteria adalah standar ukuran
harapan mengenai apa yang seharusnya terjadi, praktik terbaik, dan
benchmark. Kriteria disusun untuk setiap tujuan pemeriksaan dan dapat
terdiri dari kriteria utama dan beberapa sub kriteria.
Kriteria adalah standar-standar kinerja yang masuk akal dan bisa dicapai
untuk menilai kehematan, efisiensi dan efektivitas dari kegiatan yang
dilaksanakan oleh entitas yang diperiksa. Kriteria merefleksikan suatu model
pengendalian yang bersifat normatif mengenai hal-hal yang sedang direviu.
Kriteria merepresentasikan praktik-praktik yang baik, yaitu suatu harapan
yang masuk akal mengenai "apa yang seharusnya
Kriteria mempunyai peranan penting dalam pelaksanaan pemeriksaan,
antara lain:
1. Menghubungkan tujuan pemeriksaan dengan program pemeriksaan yang
dilaksanakan selama tahap pelaksanaan pemeriksaan;
2. Memberikan dasar pada tahap pengumpulan data dan penyusunan prosedur
pemeriksaan;
3. Memberikan dasar dalam menyusun temuan pemeriksaan;
4. Memberikan dasar yang baik sebagai alat komunikasi dengan entitas yang
diperiksa.
Lanjutan
Kriteria yang tepat (suitable criteria) adalah kriteria yang memenuhi karakteristik berikut
ini:
1. Dapat dipercaya (Reliability): Kriteria yg dapat dipercaya menghasilkan kesimpulan
yg konsisten jika digunakan oleh pemeriksa lain dalam keadaan yg sama.
2. Objektif: kriteria yang objektif adalah yang bebas dari bias baik oleh pemeriksa
maupun auditee.
3. Bermanfaat (Usefullness): Kriteria yang bermanfaat menghasilkan temuan dan
keputusan yg memenuhi kebutuhan pengguna informasi.
4. Dapat dimengerti (Understandability): Kriteria yg dapat dimengerti adalah yg
dinyatakan dgn jelas & tidak memiliki perbedaan persepsi yg signifikan.
5. Dapat diperbandingkan (Comparability): Kriteria yang dapat diperbandingkan
adalah yang konsisten dengan kriteria yang digunakan dalam pemeriksaan kinerja
pada entitas atau aktivitas yang sejenis dan kriteria yang digunakan dalam
pemeriksaan kinerja sebelumnya dalam entitas.
6. Lengkap (Completeness) : Berkaitan dengan perkembangan seluruh kriteria yang
signifikan dalam menilai kinerja.
7. Dapat diterima (Acceptability): Kriteria yang dapat diterima adalah yang diterima
oleh auditee, penguasa hukum, media, dan publik. Semakin tinggi tingkat
diterimanya suatu kriteria, semakin efektif pemeriksaan kinerja yang dilakukan.
Lanjutan
Sumber untuk menentukan kriteria adalah sebagai berikut:
1. Output dari Kegiatan Memahami Entitas, antara lain:
a. Gambaran umum dari kegiatan/program dari entitas yang diperiksa yang antara
lain meliputi input, proses, output, dan outcome;
b. Hasil reviu peraturan perundang-undangan yang meliputi kewenangan, maksud
dan tujuan, dan struktur organisasi;
c. Informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja entitas.
2. Standar atau norma yang dikembangkan sendiri secara teknis oleh entitas;
3. Pendapat ahli dan organisasi profesional dan institusi penentu standar
(lembaga pembuat standar);
4. Kriteria yang telah digunakan pada pemeriksaan sejenis sebelumnya;
5. Kriteria yang digunakan oleh institusi pemeriksa lain;
6. Kinerja tahun-tahun sebelumnya;
7. Dokumen perencanaan awal seperti studi kelayakan dan rencana yang telah
disetujui;
8. Anggaran entitas yang diperiksa;
9. Kinerja entitas lain yang sejenis.
Informasi tentang kriteria tersebut di atas dapat
diperoleh melalui:
1. Tenaga ahli;
2. Laporan pemeriksaan sebelumnya;
3. Laporan kinerja entitas tahun lalu;
4. Dokumen anggaran, seperti RKAP;
5. Laporan kinerja dari entitas lain yang sejenis;
6. Laporan hasil studi kelayakan dan rencana yang telah
disetujui;
7. Jurnal ilmiah, internet, buku teks.
Lanjutan
Tahapan dibawah ini dapat menjadi pedoman dalam mengembangkan suatu
kriteria.
1.Mengidentifikasi apakah entitas telah memiliki kriteria yang dapat digunakan untuk
mengukur kinerja program/ kegiatan yang dilaksanakan;
2. Menguji apakah kriteria yang dimiliki entitas relevan dengan tujuan pemeriksaan
dan memenuhi karakteristik kriteria yang baik;
3. Mengembangkan kriteria pemeriksaan sendiri jika entitas tidak memiliki kriteria atau
dari hasil pengujian, kriteria yang ada ternyata tidak relevan dengan tujuan
pemeriksaan dan belum memenuhi karakteristik kriteria; Langkah-langkah yang
dapat dilakukan dalam mengembangkan kriterianya sendiri:
a. Dapatkan & pelajari sumber-sumber kriteria dalam rangka pengidentifikasian kriteria yang relevan
dan memadai.
b. Lakukan studi atau observasi atas operasional entitas. Misalnya, dengan melakukan analisis tren
kinerja tahun-tahun sebelumnya dan melakukan perbandingan kinerja entitas yang diperiksa dengan
organisasi lain yang mirip (jenis organisasi maupun ukurannya) atau disebut benchmarking.
c. Bicarakan hasil pengembangan kriteria tersebut dengan pihak berwenang dari entitas yang
diperiksa untuk memperoleh kesepakatan.
4. Mengkomunikasikan kriteria dengan entitas yang diperiksa. Dalam hal terdapat
kriteria yang tidak disetujui oleh entitas maka pemeriksa tetap dapat menggunakan
kriteria tersebut;
5. Sebelum pemeriksaan dilaksanakan, maka kriteria yang akan digunakan harus
dikomunikasikan kepada entitas yang diperiksa. Hal ini dilakukan agar diperoleh
kesepakatan antara entitas yang diperiksa dengan pemeriksa, sehingga nantinya
tidak ada penolakan terhadap hasil pemeriksaan.
6. Menerapkan kriteria yang telah ditetapkan dalam pemeriksaan
Program Kerja Pemeriksaan dan Program
Perorangan
Output dari kegiatan perencanaan yang telah
dipelajari dari sesi sebelumnya adalah Program
Pemeriksaan (P2). Program Pemeriksaan adalah
pedoman dalam tahap pelaksanaan pemeriksaan.
Program Pemeriksaan menjabarkan prosedur terinci
untuk efektivitas biaya pengumpulan data.
Berdasarkan P2 tersebut Ketua Tim akan membagi
langkah-langkah pemeriksaan kepada setiap
anggota tim. Anggota tim diharuskan
menerjemahkan langkah tersebut ke dalam kegiatan
individu yang lebih rinci dan relevan, sesuai dengan
batasan dan tanggung jawab yang ditetapkan dalam
P2.
Lanjutan
Program Kerja Perorangan (PKP) merupakan alokasi kegiatan
pemeriksaan yang akan dilaksanakan berdasarkan P2, yang
disusun oleh Anggota Tim dan diajukan kepada Ketua Tim
untuk direviu dan disetujui oleh Ketua Tim, setelah
memperhatikan pertimbangan pengendali teknis.
Manfaat PKP antara lain:
1. Untuk memperjelas prosedur atau langkah-langkah pemeriksaan
yang harus dilakukan oleh anggota tim;
2. Untuk memastikan kelengkapan data yang harus diperoleh dalam
kurun waktu pemeriksaan;
3. Sebagai dasar Ketua Tim dan Pengendali Teknis untuk memantau
pekerjaan lapangan yang dilakukan/tidak dilakukan oleh Anggota
Tim;
4. Sebagai batasan tanggung jawab Anggota Tim terhadap hasil
pemeriksaan;
5. Sebagai bahan pembelajaran bagi pemeriksa lain yang
memeriksa entitas/program/kegiatan sejenis;
6. Sebagai bahan penilaian kinerja individu pemeriksa terkait tugas
pemeriksaan.
Lanjutan
Penyusunan Program Kerja Perorangan
Sampai dengan saat ini, BPK belum memiliki format
standar dalam menyusun PKPPemeriksaan Kinerja.
Praktik yang dilakukan adalah dengan
menerjemahkan langkahlangkah pemeriksaan ke
dalam kegiatan yang spesifik yang harus dilakukan
Anggota Tim, seperti kriteria pemeriksaan yang
harus diuji, teknik pemerolehan dan pengujian data,
sumber bukti yang harus dikunjungi/dianalisa dan
waktu pelaksanaannya.
Ilustrasi kondisi tersebut, dapat dilihat dalam format
PKP adalah sebagai berikut:
Lanjutan
Keterangan atas format PKP tersebut adalah:
a) Kriteria Pemeriksaan adalah standar, ukuran, harapan dan praktik terbaik yang seharusnya
dilakukan atau dihasilkan oleh entitas yang diperiksa. Kriteria tersebut dapat diperoleh di
dokumen P2 pada sub judul Kriteria Pemeriksaan.
b) Prosedur Pemeriksaan adalah langkah, pengujian, instruksi dan rincian yang termasuk dalam
program pemeriksaan untuk dilaksanakan secara sistematis dan masuk akal. Prosedur
Pemeriksaan tersebut dapat diperoleh di dokumen P2 pada sub judul Prosedur Pemeriksaan.
c) Teknik Pemeriksaan mengacu pada teknik yang digunakan auditor untuk mengumpulkan data.
Teknik Pemeriksaan tersebut dapat diperoleh di dokumen P2 pada sub judul Teknik
Pemeriksaan.
d) Kegiatan Individu merupakan langkah konkrit dari teknik pemeriksaan yang dilakukan oleh
anggota tim, misalnya melakukan pengamatan atas suatu kegiatan.
e) Bukti Pemeriksaan adalah informasi yang dikumpulkan dan digunakan untuk mendukung
temuan pemeriksaan, yang meliputi bukti fisik, bukti dokumenter, bukti kesaksian dan bukti
analisa.
f) Sumber Bukti dapat berupa dokumen, orang atau bukti fisik lainnya. Berdasarkan langkah yang
harus dilakukan, Pemeriksa diharapkan dapat mengidentifikasi sumber bukti yang relevan
dengan langkah yang dilakukan dan bukti pemeriksaan yang dibutuhkan.
g) Pihak Terkait dapat berupa pelaksana atau pejabat di entitas yang diperiksa maupun instansi
lainnya.
h) Waktu merupakan jadwal pelaksanaan kegiatan atau lamanya penyelesaian kegiatan. Waktu
yang ditetapkan harus mempertimbangkan kompleksitas permasalahan dan kemampuan
anggota tim.
Pengumpula dan analisis Data
Pengumpulan dan analisis data merupakan bagian yang penting di
dalam pelaksanaan pemeriksaan kinerja karena kesimpulan dan
rekomendasi pemeriksaan diberikan berdasarkan data yang dapat
dikumpulkan dan dianalisis oleh pemeriksa.
Laporan hasil pemeriksaan tidak akan diterima dengan baik jika tidak
didasari oleh data pemeriksaan.
Teknik pengumpulan data yang tepat harus diterapkan pada setiap
tahapan pemeriksaan yang sesuai sehingga bukti pemeriksaan yang
dikumpulkan memenuhi persyaratan utama yaitu relevan, mencukupi
(sufficient), dan kompeten.
Relevansi menunjukkan adanya hubungan yang jelas dan logis
antara bukti audit dengan tujuan dan kriteria audit.
Pemeriksaan yang dilakukan harus memperoleh bukti audit yang
cukup, kompeten dan memadai sehingga suatu kesimpulan yang
diambil mendukung kondisi yang sebenarnya dan rekomendasi yang
diberikan benar-benar sesuai untuk perbaikan atas kinerja entitas
yang diperiksa.
Definisi Bukti Pemeriksaan
Definisi bukti pemeriksaan menurut The INTOSAIs Code
of Ethics and Auditing Standards adalah sebagai berikut:
Audit evidence is information collected and used to
support audit findings. The conclusions and
recommendations in the audit report stand or fall on the
basis of such evidence.
Secara lengkap dapat dikatakan bahwa bukti
pemeriksaan adalah informasi yang dikumpulkan dan
digunakan untuk mendukung temuan audit yang meliputi
bukti fisik, bukti dokumenter, bukti kesaksian dan bukti
analisa.
Secara umum tidak ada perbedaan konsep dasar antara
bukti pemeriksaan pada pemeriksaan keuangan,
pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan
tertentu.
Konsep dasar atas bukti pemeriksaan di ketiga jenis
pemeriksaan tersebut pada dasarnya sama, tetapi
berbeda dalam detil dan penekanan penggunaannya
Lanjutan
Dalam pemeriksaan keuangan, pemeriksa memerlukan bukti
pemeriksaan untuk memverifikasi asersi atas laporan keuangan.
Sementara itu, dalam pemeriksaan kinerja, perhatian utama
pemeriksa bukan untuk memverifikasi asersi laporan keuangan,
tetapi dengan menggunakan semua data yang ada, baik berupa data
keuangan maupun data operasional, pemeriksa dapat
menyimpulkan bahwa :
1. Sumber daya telah dihasilkan dengan cara yang ekonomis;
2. Sumber daya telah dipakai dengan efisien;
3. Tujuan dari organisasi, program atau proyek telah tercapai dengan
cara yang efektif.
Dengan demikian, bukti pemeriksaan tidak semata-mata hanya
untuk membuktikan ketidakwajaran dalam penyajian di dalam
laporan keuangan yang merupakan aspek utama dalam
pemeriksaan keuangan, tetapi juga memperhatikan aspek
operasional/manajemen dari suatu entitas/program/kegiatan/proyek
dengan memberikan penilaian terhadap aspek ekonomi, efisiensi
maupun efektivitas atas program/kegiatan/proyek yang
dilaksanakan.
Kewajiban Pemeriksa Terkait Bukti Pemeriksaan
Pemeriksa wajib mengumpulkan bukti yang
memenuhi persyaratan utama yaitu relevan,
mencukupi (sufficient), dan kompeten, sehingga
dapat menjadi dasar simpulan pemeriksaan dan
rekomendasi. Pemeriksa juga wajib
mendokumentasikan bukti-bukti pemeriksaan yang
sudah diperoleh.
Karakteristik Bukti
Karakteristik bukti pemeriksaan dalam Standar Pemeriksaan Keuangan
Negara (SPKN) pada pernyataan standar pelaksanaan ketiga dinyatakan
sebagai berikut:
Bukti yang cukup, kompeten, dan relevan harus diperoleh untuk
menjadi dasar yang memadai bagi temuan dan rekomendasi.
Berikut ini akan dijelaskan masingmasing karakteristik yang disebutkan
dalam SPKN.
1. Bukti harus cukup untuk mendukung temuan pemeriksaan. Dalam
menentukan cukup tidaknya suatu bukti, pemeriksa harus yakin bahwa
adanya bukti-bukti tersebut akan bisa meyakinkan seseorang bahwa temuan
pemeriksa adalah valid.
2. Bukti kompeten terkait erat dengan keandalan baik data akuntansi
maupun informasi penguat lainnya. Keandalan data akuntansi berhubungan
langsung dengan efektifitas pengendalian intern. Keandalan informasi
penguat tergantung pada beberapa faktor seperti relevansi, sumber
informasi penguat, ketepatan waktu, dan objektivitas.
3. Bukti disebut relevan apabila bukti tersebut mempunyai hubungan
yang logis dengan tujuan pemeriksaan. Seandainya tujuan pemeriksaan
untuk menentukan keberadaan persediaan, maka pemeriksa dapat
memperoleh bukti dengan melakukan perhitungan fisik persediaan.
F. Jenis Bukti Pemeriksaan Kinerja
Terdapat empat jenis bukti pemeriksaan yaitu:
1. Fisik (Physical)
2. Testimonial/Lisan (Oral)
3. Dokumen (Documentary)
4. Analisis (Analysis)
1. Bukti Fisik (Physical Evidence)
Jenis bukti ini dapat diperoleh dari beberapa hal
sebagai berikut:
a. Pengamatan langsung, misalnya: terhadap
aktivitas dari orang, suatu kejadian, maupun kondisi
aset tertentu;
b. Pengamatan terhadap proses atau prosedur yang
sedang berjalan;
c. Verifikasi fisik dari uang kas, kunjungan lapangan
ke suatu proyek, verifikasi persediaan, dan lain-lain.
Sumber-sumber diatas dapat didukung dengan foto,
dokumen lain seperti peta, dan deskripsi tertulis dari
hasil pengamatan yang telah dilakukan.
2. Testimonial/Lisan (Oral)
Bukti testimonial/lisan merupakan pernyataan
diperoleh secara lisan melalui wawancara, diskusi,
atau dalam bentuk pernyataan tertulis sebagai
respon dari pertanyaan atau wawancara. Bukti
testimonial/lisan dapat didokumentasikan dalam
bentuk dokumen hasil wawancara, rekaman
percakapan yang disimpan dalam tape recorder atau
magnetic tape beserta transkripnya.
3. Dokumen (Documentary)
Bukti dokumen adalah bukti dalam bentuk fisik, dapat
berupa dokumen resmi ataupun barang elektronik. Bukti
ini adalah yang paling umum diperoleh dari seluruh jenis
bukti pemeriksaan. Bukti dokumen dapat diperoleh dari
dalam maupun luar entitas yang diperiksa. Hal-hal yang
termasuk bukti dokumen adalah perundang-undangan,
dokumen terkait organisasi (rencana strategis organisasi,
visi dan misi organisasi, struktur organisasi), surat-surat,
notulen rapat, dokumen kontrak, arsip, laporan-laporan
dari manajemen, dokumen instruksi untuk staf,
Standard Operating and Procedure (SOP), manual
operasional, laporan pengendalian internal, email dan
rekaman telepon, faktur-faktur, data-data dari sistem
komputer, informasi manajemen terkait kinerja, hasil
reviu dan evaluasi.
4. Analisis (Analysis)
Jenis bukti pemeriksaan ini tidak tersedia dalam
format yang siap digunakan. Bukti analisis dapat
diperoleh dari entitas (dan sangat mungkin
memerlukan verifikasi) atau dikembangkan oleh
pemeriksa sendiri. Bukti analisis dapat mencakup
analisa rasio dan tren, perbandingan prosedur dan
standar dengan ketentuan yang dipersyaratkan,
perbandingan kinerja dengan organisasi sejenis,
analisis dari pengujian terinci atas transaksi-
transaksi, dan analisis biaya-manfaat.
G. Sumber Bukti
Bukti-bukti pemeriksaan kinerja dapat diperoleh melalui sumber-
sumber sebagai berikut:
1. Internal
2. Eksternal
Bukti disebut internal jika berasal dari dalam entitas, sedangkan
bukti eksternal berasal dari luar entitas. Bukti/dokumen internal
bersumber dari dalam organisasi auditee, mencakup catatan
akuntansi, fotokopi surat keluar, deskripsi tugas, rencana, anggaran,
laporan dan memorandum internal, rangkuman kinerja, prosedur dan
kebijakan internal.
Dokumen eksternal mencakup surat atau memorandum yang
diterima oleh auditee, faktur dari supplier, dokumen leasing, kontrak,
laporan pemeriksaan internal dan eksternal, serta konfirmasi pihak
ketiga.
Pada umumnya bukti eksternal memiliki derajat keandalan yang
lebih tinggi daripada bukti internal.
H. Teknik Pengumpulan Bukti Pemeriksaan
Ada hubungan yang sangat erat antara tujuan audit, kriteria dan
bukti-bukti yang diperlukan untuk pemeriksaan kinerja. Sebelum
pemeriksa menentukan teknik yang akan digunakan, pemeriksa
harus memahami tujuan dari pemeriksaan.
Selanjutnya tujuan pemeriksaan dijabarkan melalui pertanyaan riset
atau kriteria yang akan dijawab dan data apa saja yang diperlukan.
Setelah itu pemeriksa dapat menentukan teknik atau kombinasi
teknik pengumpulan data yang sesuai untuk menjawab kriteria
pemeriksaan tersebut.
Langkah-langkah pengumpulan data dalam pemeriksaan kinerja
adalah sebagai berikut:
1. Menjelaskan tujuan pemeriksaan kinerja.
2. Memformulasikan pertanyaan riset atau kriteria.
3. Menentukan data yang diperlukan untuk menjawab kriteria.
4. Mengidentifikasi sumber dan jenis data.
5. Merencanakan pengumpulan data
Ada beberapa teknik pengumpulan data yang dapat
digunakan dalam pemeriksaan kinerja, yaitu:
1. Observasi/pengamatan
2. Riset literatur/reviu dokumen
3. Reviu database
4. Benchmarking
5. Kuesioner/Survey
6. Wawancara (interview)
7. Kelompok terfokus (Focus group)
8. Menggunakan pendapat ahli
9. Reviu dan memakai hasil pemeriksaan
sebelumnya
Tabel teknik pengumpulan data
No Tenik Keuntungan Kelemahan
1 Reviu
dokumen/
riset
literatur
a. Memberikan data yang
lebih komprehensif
sesuai dokumen masa
lalu
b. Tidak akan
menghalangi kegiatan
rutin pelaksanaan
program oleh entitas
c. Informasi telah tersedia
d. Semakin kecil bias
yang timbul dalam
interpretasi Informasi
a. Proses lebih lama
b. Informasi yang diperoleh
kemungkinan dapat tidak
lengkap
c. Pemilik dokumen harus
mengerti dokumen yang
diinginkan
d. Tidak fleksibel dalam
memperoleh
data,kemungkinan resistensi
dari pemilik data
Tabel teknik pengumpulan data lanjutan
No Tenik Keuntungan Kelemahan
2 Observasi/fo
to/video
a. Dapat
menggambarkan
aktivitas /operasi
suatu
program/kegiatan
sesuai
keadaan sebenarnya
b. Langsung
beradaptasi
terhadap kejadian
yang timbul
a. Hanya memberikan data
mentah (anecdote data)
b. Harus direncanakan untuk
memilih sampel yang diamati
c. Pemeriksa perlu meminta
izin kepada auditee jika akan
menggunakan tape recorder atau
video/foto
d. Akan sulit untuk
menginterpretasikan perilaku yang
diamati
e. Permasalahannya akan
kompleks dalam mengkategori
hasil observasi
f. Akan dapat mempengaruhi
perilaku pelaku kegiatan
g. Kemungkinan biaya lebih Tinggi
Tabel teknik pengumpulan data lanjutan
No Tenik Keuntungan Kelemahan
3 Reviu
database
dan
file suatu
program
atau entitas
a. Biaya
pengumpulan data
rendah
b. Data yang telah
dikumpulkan dan
lebih
dipercaya entitas,
menyebabkan
temuan dan
saran dapat
ditindaklanjuti.
a. Data seringkali tidak
terpusat/tidak dapat diakses
b. Data yang ada perlu
diolah/modifikasi untuk
menghasilkan informasi
yang sesuai dengan hasil
pemeriksaan
c. Perubahan administrasi
menyebabkan data sulit
dibandingkan
d. Data tersedia dapat tidak
relevan dengan tujuan
pemeriksaan
e. Data seringkali kotor, tidak
dapat diakses, tidak
mutakhir
Tabel teknik pengumpulan data lanjutan
No Tenik Keuntungan Kelemahan
4 Kelompok
diskusi
terfokus
(Focus
Group)
a. Sangat efisien
dilakukan untuk
memperoleh informasi
yang
lebih mendalam dan
rinci pada
waktu singkat
b. Dapat menelusuri
informasi
pokok/kunci tentang
program
a. Sulit menganalisa reaksi
peserta diskusi
b. Perlu fasilitator yang handal
untuk keamanan dan
pengungkapan informasi
c. Sulit menjadwalkanpertemuan
untuk 6-12 orang sekaligus
Tabel teknik pengumpulan data lanjutan
No Tenik Keuntungan Kelemahan
5 Benchmarkin
g
a. Untuk merangsang reviu
yang
objektif atas proses, praktik
dan sistem yang kritis
b. Membuat kriteria dan
mengidentifikasikan
kemungkinan cara kerja yang
lebih baik
c. Menyajikan target umum
untuk perbaikan organisasi
yang diperiksa
d. Data eksternal yang
diperoleh
lebih objektif
e. Meningkatkan kredibilitas
rekomendasi pemeriksaan
dan
mendukung rekomendasi
untuk menciptakan
perubahan.
a. Ruang lingkup terlalu
luas
b. Kurang persiapan dalam
melakukan benchmarking.
c. Kemungkinan sulit
mencari
data organisasi sejenis
d. Waktu yang dialokasikan
lebih lama
e. Membutuhkan analisa
yang
lebih komprehensif dan
akurat
f. Data tersedia
kemungkinan
tidak dapat dibandingkan
Tabel teknik pengumpulan data lanjutan
No Tenik Keuntungan Kelemahan
6 Kuesioner
dan
Survey
a. Mengurangi tenaga dan
masalah analisis bukti
b. Dapat dilakukan tanpa
harus
meminta identitas responden
c. Biaya lebih murah
d. Mudah membandingkan
dan
menganalisa
e. Dapat dilakukan untuk
banyak
orang
f. Dapat memperoleh jumlah
data
yang lebih besar
g. Banyak tersedia contoh
daftar
pertanyaan yang bisa
digunakan
a. Desain, pelaksanaan
hingga analisa kuesioner
cenderung memakan
waktu
b. Jika populasi terlalu
besar,
statistik harus digunakan
untuk mengurangi tenaga
dan masalah analisis bukti
c. Kemungkinan responden
tidak menanggapi dengan
benar
d. Pertanyaan dapat
memberikan reaksi yang
keliru
e. Dalam survey,
kemungkinan harus
menggunakan ahli
sampling
Tabel teknik pengumpulan data lanjutan
N
o
Tenik Keuntungan Kelemahan
7 Wawancara
(Interview)
a. Dapat memperoleh
rentang
informasi yang lebih luas dan
mendalam
b. Menciptakan hubungan
baik
dengan pihak yang
diwawancarai
c. Lebih fleksibel bagi pihak
yang diwawancarai
a. Kemungkinan
menghabiskan waktu yang
tersedia
b. Sulit untuk menganalisa
dan membandingkan
c. Biaya kemungkinan lebih
tinggi
d. Pewawancara
kemungkinansalah
menginterpretasikan
reaksi pihak yang
diwawancara
N
o
Tenik Keuntungan Kelemahan
8
Pendapat
tenaga ahli
a Dapat membantu
pemeriksa
memahami hal-hal yang baru
atau bersifat teknis
b. Dapat menambah
kredibilitas
laporan pemeriksaan
a. Kualifikasi dan reputasi
tenaga ahli sangat
menentukan hasil
pemeriksaan
b. Kemungkinan pendapat
tenaga ahli dapat
disanggah
c. Kemungkinan
perbedaan
pendapat dari beberapa
tenaga ahli
Teknik Analisis Bukti Pemeriksaan
Ada banyak teknik yang dapat dipakai untuk menganalisis data dan
memvalidasi data. Satu teknik yang paling umum adalah analisis data
sekunder, khususnya analisis atas kertas kerja pemeriksaan internal akan
mengarahkan apakah pemeriksa bisa memakai hasil pemeriksaan oleh
pemeriksa internal atau tidak.
Sumber data sekunder lainnya adalah laporan pengendalian kualitas, studi
yang dilakukan konsultan, dan laporan evaluasi program.
Jika pemeriksaan memutuskan untuk memakai data sekunder dari hasil
kertas kerja pemeriksa internal atau laporan pengawasan kualitas,
pemeriksa harus memastikan bahwa perolehan data tersebut dilakukan
dengan mengikuti lima langkah pengumpulan data seperti yang telah
dikemukakan di atas. Jika tidak, kemungkinan besar data sekunder yang
diperoleh tidak akan andal.
Laporan statistik atau informasi departemen kadang dicantumkan pada
laporan pemeriksaan. Hal ini tentu tidak bijaksana jika tidak mengecek
kebenaran ataupun melakukan penelitian atas informasi tersebut.
Misalnya kita katakan, Menurut perkiraan, program ini memerlukan 2.000
orang per tahun. Pembaca mungkin tidak menyadari bahwa di sana ada
asumsi, dan karena tanggung jawab kita adalah memeriksa keuangan
negara, maka angka ini adalah hal yang harus diverifikasi meskipun sulit
untuk dilakukan.
Jumlah dan jenis analisis tergantung dari pertanyaan yang akan
dijawab.
Dengan demikian untuk laporan yang berisi deskripsi langsung dapat
dilakukan pengecekan yang cepat, sedangkan untuk penyusunan
suatu rekomendasi pemeriksaan diperlukan verifikasi yang
mendalam.
Strategi yang dibuat dengan baik untuk pengumpulan dan analisis
data akan lebih baik jika dilakukan di tahap persiapan pemeriksaan
karena hal ini akan meminimalkan biaya dan waktu.
Dengan perencanaan yang baik maka akan meminimalkan
perubahan arah pemeriksaan pada tahap pelaksanaan pemeriksaan,
mengurangi kemungkinan dibatalkannya area kunci atau area yang
dianggap berisiko tinggi karena kurangnya informasi yang dapat
dipakai, dan juga pemeriksa dapat menarik simpulan pemeriksaan
dan memberikan rekomendasi pemeriksaan yang lebih baik dan
meyakinkan.
Penyusunan strategi yang tidak baik hanya akan memboroskan
tenaga pemeriksa dan memberikan simpulan yang salah.
Meskipun strategi sudah dilakukan dengan baik dan metodologi telah
dilakukan dengan benar tetapi jika dalam penyajiannya tidak dilakukan
dengan jelas maka akan menimbulkan keraguan.
Bukti analisis berasal dari analisis dan verifikasi data.
Analisis dapat berupa:
perhitungan, analisis rasio, trend dan pola dari data yang diperoleh dari agen atau
sumber-sumber yang relevan.
Perbandingan dapat ditarik dengan standar yang ditetapkan ataupun
benchmarking dari industri.
Analisis biasanya berupa angka seperti contoh rasio output terhadap
sumber daya, atau proporsi dari uang yang dikeluarkan.
Analisis juga dapat berupa non-numerikal, sebagai contoh: pengamatan
sebuah tren yang konsisten dalam hal pengaduan/keluhan terhadap
organisasi.
Di bawah ini adalah salah satu contoh penggunaan analisa tren dalam
pemeriksaan kinerja, yang berupa rata-rata perhitungan Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) atas harga dasar yang berlaku per kapita yang
diukur dalam periode waktu tertentu:
Grafik di atas memperlihatkan bahwa Daerah Otonomi Baru (DOB) selalu
memiliki PDRB harga berlaku yang lebih tinggi dibandingkan Daerah Induk (DI),
Daerah Non Pemekaran maupun rata-rata Nasional sejak Tahun 2003 sampai
dengan 2007. Hal ini menunjukkan kemampuan DOB untuk menciptakan nilai
tambah relatif lebih besar dibandingkan daerah bukan DOB. Sedangkan DI dan
Daerah Non Pemekaran justru berada di bawah PDRB rata-rata Nasional.
Sebagai pembanding terhadap grafik di atas, dapat dilihat grafik
berikut
Dengan melihat contoh-contoh di atas, penggunaan analisis data sangatlah
memungkinkan untuk digunakan dalam melakukan pemeriksaan kinerja.
Analisis data dapat dilakukan dengan cara mengumpulkan maupun
membandingkan temuan pemeriksaan dari sumber-sumber yang berbeda.
Adalah sangat penting pemeriksa bekerja secara sistematik dan berhati-hati
dalam menginterpretasikan data dan pendapat yang telah dikumpulkan.
Tim pemeriksa harus mendokumentasikan semua hal dimana pertimbangan
profesional adalah penting dalam menyediakan bukti untuk mendukung
semua temuan pemeriksaan dan kesimpulan yang diekspresikan dalam
laporan pemeriksaan. Dengan kata lain pemeriksa seharusnya:
1. Memeriksa karakteristik data yang diperlukan;
2. Mengumpulkan data yang relevan terhadap pencapaian tujuan-tujuan pemeriksaan
yang sudah ditetapkan;
3. Mengumpulkan data berdasarkan kriteria pemeriksaan yang ditetapkan dalam
program pemeriksaan. Pengumpulan data yang mencukupi dan persuasif secara
logis dapat mendukung hasil analisa, observasi, kesimpulan dan rekomendasi.
Selain contoh diatas, lebih lanjut terdapat tiga metode analisis yang masih
relevan untuk digunakan, yaitu Analisis Regresi (Regression Analysis),
Simulasi dan Modeling (Simulation and Modelling), dan Analisis Muatan
Data Kualitatif (Content Analysis of Qualitative Data).
J. Pendokumentasian Data dan Informasi
Setelah dilakukan pengumpulan dan analisis data, hal penting
lainnya yang perlu dilakukan oleh pemeriksa adalah menyusun
pendokumentasian data dan informasi tersebut dalam suatu Kertas
Kerja Pemeriksaan (KKP). Pendokumentasian merupakan upaya
menyediakan bukti dan data yang diperoleh selama pemeriksaan.
KKP merupakan kumpulan dari bukti-bukti pemeriksaan tersebut.
Pengumpulan data dan bukti untuk mendukung kesimpulan
pemeriksaan di dalam suatu kertas kerja pemeriksaan merupakan
dua elemen kunci dalam pelaksanaan pemeriksaan.
Pemeriksa harus dapat mendokumentasikan data/bukti pemeriksaan
untuk dapat mendukung kesimpulan pemeriksaan sesuai dengan
pedoman yang tertuang dalam Petunjuk Pelaksanaan Kertas Kerja
Pemeriksaan dan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN).
Pendokumentasian harus meliputi:
1. Dasar perencanaan pemeriksaan;
2. Metode dan prosedur pemeriksaan;
3. Desain pemeriksaan;
4. Pekerjaan yang telah dilaksanakan;
5. Hasil dan temuan pemeriksaan.
Pendokumentasian merupakan suatu aspek yang penting dalam memelihara suatu
tingkat pemeriksaan yang dapat diterima secara profesional, dengan pemikiran
bahwa:
1. Harus ada dasar yang jelas dan kuat untuk kesimpulan dan rekomendasi
pemeriksaan;
2. Pendokumentasian memudahkan pemeriksa untuk menjelaskan temuan
pemeriksaan secara lebih baik kepada pihak yang diperiksa;
3. Pendokumentasian dapat menyediakan data bagi pelaksanaan pemeriksaan
berikutnya;
4. Pendokumentasian menyediakan suatu dasar bagi pelaksanaan reviu penjaminan
mutu pemeriksaan;
5. Membantu tim pemeriksaan untuk menjadi lebih transparan dan akuntabel.
Adapun manfaat disusunnya KKP adalah:
1. Membantu dalam merencanakan suatu kegiatan pemeriksaan;
2. Membantu terciptanya suatu manajemen pemeriksaan yang efektif;
3. Membantu dalam pelaksanaan supervisi dan reviu terhadap pelaksanaan
pemeriksaan;
4. Mengumpulkan bukti-bukti dari pelaksanaan pemeriksaan untuk mendukung
temuan, kesimpulan dan rekomendasi pemeriksaan.
Karakteristik KKP yang baik adalah:
Kertas kerja pemeriksaan meliputi seluruh dokumen yang relevan yang diperoleh/dihasilkan
selama pelaksanaan audit kinerja yang mendukung kesimpulan audit, rekomendasi yang diberikan
dan bahwa pemeriksaan dilaksanakan sesuai dengan standar pemeriksaan yang berlaku.
Kertas kerja pemeriksaan merupakan penghubung antara kegiatan pemeriksaan dengan laporan
pemeriksaan. Dengan demikian, suatu kertas kerja pemeriksaan harus disusun selengkap
mungkin, berisi rincian yang mempermudah pemahaman atas pemeriksaan yang dilakukan dan
memberikan akumulasi bukti-bukti pemeriksaan yang mendukung opini, kesimpulan serta
rekomendasi yang disampaikan dalam laporan hasil pemeriksaan.
Secara umum, kertas kerja pemeriksaan harus memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Lengkap dan akurat;
2. Jelas dan singkat sehingga setiap orang yang mereviunya dapat memahami tujuan, lingkup
pekerjaan dan kesimpulan audit yang diperoleh tanpa memerlukan penjelasan tambahan;
3. Mudah disiapkan dengan menggunakan formulir yang standar, basis data dan sistem
pencatatan otomatis;
4. Relevan, dimana informasi di dalamnya hanya berisi tentang permasalahan yang penting,
bermanfaat dan berkaitan erat dengan tujuan pemeriksaan;
5. Disusun secara terorganisir dengan memberikan cross-reference yang jelas antara bukti
pemeriksaan dengan kriteria dan simpulan pemeriksaan;
6. Mudah direviu dengan memberikan referensi kepada laporan pemeriksaan.
Demikian juga, laporan pemeriksaan harus pula memberikan referensi kepada kertas kerja
pemeriksaan.
Untuk dapat memenuhi karakteristik yang baik, maka:
1. KKP harus dibuat teliti (terbebas dari kesalahan penulisan dan perhitungan dan
kesalahan penyajian informasi), lengkap (terbebas dari kekurangan data dan
informasi), dan mutakhir (data dan informasi yang terbaru atau up to date),
sehingga dapat mendukung temuan-temuan, simpulan dan saran yang diajukan
para pelaksana pemeriksaan atau tim pemeriksa;
2. KKP harus dibuat secara jelas dan mudah dimengerti, serta tidak diperlukan
penjelasan lisan tambahan dari para pelaksana pemeriksaan atau tim pemeriksa.
Selain itu perlu dihindari penggunaan istilah yang menimbulkan arti ganda. Istilah
asing perlu dijelaskan dengan baik. Pihak pembaca atau pengguna KKP yang
terkait baik pihak internal yaitu anggota tim, ketua tim, pengendali teknis,
pengendali mutu, pimpinan badan maupun pihak eksternal yaitu auditee, Kepolisian
dan Kejaksaan segera dapat memahami tujuan penyusunan dan materi yang
dimuat dalam KKP;
3. KKP harus disusun secara sistematis, berurutan, rapih dan mudah dibaca,
sehingga tidak memerlukan banyak waktu untuk mempelajari dan menyusun hasil
pemeriksaan;
4. KKP harus berhubungan erat atau relevan dengan pemeriksaan, dan dibatasi pada
masalah yang memiliki nilai penting atau signifikan;
5. KKP harus memuat simbol atau kode-kode indeks yang menunjukan siklus dan
hubungan proses kegiatan pemeriksaan yaitu dimulai dari perencanaan
pemeriksaan dilanjutkan dengan pelaksanaan kegiatan pemeriksaan dan diakhiri
dengan laporan hasil pemeriksaan suatu entitas/kegiatan/objek pemeriksaan.
Suatu struktur KKP yang baik akan dapat memfasilitasi
pembuatan suatu set KKP yang akan dapat mendukung
secara penuh simpulan pemeriksaan yang tertuang
dalam laporan hasil pemeriksaan.
Setidaknya tiga kegiatan harus tercakup dalam suatu
KKP, yaitu:
1. Perencanaan pemeriksaan yang tertuang dalam KKP
Indeks A;
2. Pelaksanaan pemeriksaan yang tertuang dalam KKP
Indeks B;
3. Pelaporan pemeriksaan yang tertuang dalam KKP
Indeks C;
Dibawah ini adalah salah satu contoh pendokumentasian
hasil pengumpulan data dalam KKP pemeriksaan kinerja.
Sebagai suatu kesimpulan, pemeriksa harus selalu ingat bahwa isi dan penyusunan KKP
merefleksikan kecukupan, pengalaman dan pengetahuan pemeriksa. KKP harus secara
lengkap dan rinci dibuat untuk dapat memungkinkan pemeriksa yang tidak mempunyai
hubungan sebelumnya dengan pemeriksaan dapat memahami isi dan bukti dibalik temuan.
PENYUSUNAN TEMUAN PEMERIKSAAN
KINERJA
Kegiatan penyusunan temuan pemeriksaan sebenarnya merupakan
tahap akhir dari
pelaksanaan pemeriksaan, sebelum melangkah pada tahap
pelaporan pemeriksaan.
Pemeriksa harus dapat menilai kondisi yang terjadi apakah telah
sesuai dengan kondisi yang tertuang dalam kriteria pemeriksaan
dimaksud. Apabila kondisi yang terjadi tidak sesuai dengan kriteria
yang ditentukan maka diperlukan perbaikan untuk
mengatasi kelemahan-kelemahan yang ditemukan. Apabila kondisi
yang terjadi melebihi dari kriteria yang diharapkan maka kondisi
tersebut dapat dijadikan referensi atau best practise bagi
entitas/program/kegiatan lain yang sejenis atau dapat dijadikan
sebagai penghargaan kepada entitas atas prestasi yang telah
dicapai.
Temuan pemeriksaan memiliki arti penting untuk disampaikan
kepada entitas yang diperiksa dengan didukung oleh fakta dan
informasi yang akurat, berhubungan dengan permasalahan yang
diperoleh dari pemeriksaan lapangan, dan mempunyai nilai yang
cukup material.
Tujuan dari penyusunan temuan pemeriksaan adalah:
1. Memberikan informasi kepada entitas yang diperiksa dan atau
pihak lain yang
berkepentingan, tentang fakta dan informasi yang akurat dan
berhubungan dengan
permasalahan yang diperoleh dari kegiatan pemeriksaan.
2. Menjawab tujuan pemeriksaan dengan cara memaparkan hasil
studi/pemeriksaan
yang dilakukan pemeriksa dalam mencapai tujuan pemeriksaan.
3. Menyajikan kelemahan pengendalian intern yang signifikan,
kecurangan, dan
penyimpangan dari ketentuan perundang-undangan yang terjadi
pada entitas yang
diperiksa (apabila ditemukan), akan tetapi prosedur pemeriksaan
kinerja tidak
dirancang untuk itu.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pemeriksa dalam
menyusun suatu
temuan pemeriksaan kinerja, yaitu:
1. Temuan pemeriksaan kinerja harus dapat menjawab tujuan
pemeriksaan dan kriteria yang telah ditetapkan.
2. Secara umum, unsur temuan pemeriksaan terbagi atas kondisi,
kriteria, akibat, dan sebab.
3. Suatu temuan pemeriksaan harus didukung oleh bukti
pemeriksaan yang cukup, kompeten, dan relevan.
4. Temuan pemeriksaan disajikan dalam suatu urutan yang logis,
akurat, dan lengkap.
Temuan pemeriksaan logis adalah temuan yang mengungkapkan
pokok
permasalahan dan bukan mengungkapkan gejala dari suatu
permasalahan.
5. Suatu temuan pemeriksaan merupakan hasil proses analisis
pemeriksaan tim pemeriksa di lapangan
D. Unsur Temuan Pemeriksaan
Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN),
Pernyataan Nomor 05 Standar
Pelaporan Pemeriksaan Kinerja paragraf 14
menyatakan bahwa temuan pemeriksaan
biasanya terdiri dari unsur kondisi, kriteria, sebab,
dan akibat. Sedangkan Panduan
Manajemen Pemeriksaan Bab IV Pelaksanaan
Pemeriksaan Paragraf 28 menyatakan
bahwa unsur-unsur temuan pemeriksaan terdiri dari
judul, kondisi, kriteria, akibat,
sebab, dan komentar instansi sebagai berikut:
1. Judul
Berisi satu frase yang terdiri dari dua atau lebih kata, tetapi bukan kalimat, singkat,
dan jelas yang menggambarkan sustu kondisi atau kombinasi kondisi dengan akibat
yang signifikan.
2. Kondisi
Berisi data/informasi/bukti atas suatu keadaan yang disajikan secara objektif dan
relevan berdasarkan fakta yang ditemukan pemeriksa di lapangan.
3. Kriteria
Berisi data/informasi yang menggambarkan keadaan yang diharapkan/seharusnya
terjadi. Kriteria akan mudah dipahami apabila dinyatakan secara wajar, eksplisit,
dan lengkap.
4. Akibat
Menjelaskan secara logis pengaruh dan perbedaan antara kondisi (apa yang
ditemukan pemeriksa) dengan kriteria (apa yang seharusnya terjadi). Akibat akan
lebih mudah dipahami apabila dinyatakan secara jelas dan terinci. Signifikansi dari
akibat yang dilaporkan ditunjukkan oleh bukti yang meyakinkan.
5. Sebab
Memberikan bukti yang meyakinkan mengenai faktor yang menjadi sumber
perbedaan antara kondisi dan kriteria. Dalam melaporkan sebab, pemeriksa
harus
mempertimbangkan apakah bukti yang ada dapat memberikan argumen
yang
meyakinkan dan logis bahwa sebab yang diungkapkan merupakan faktor
utama
terjadinya perbedaan. Pemeriksa juga perlu mempertimbangkan apakah
sebab yang
diungkapkan dapat menjadi dasar pemberian rekomendasi. Namun
demikian, di
dalam penyusunan temuan pemeriksaan kinerja, unsur yang dibutuhkan
tergantung
tujuan yang ingin dicapai sehingga dapat saja unsur sebab dapat menjadi
suatu
unsur yang optional. Contoh: jika tujuan pemeriksaan yang ditetapkan
adalah
menentukan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan atau
memperkirakan pengaruh suatu program terhadap perubahan fisik, sosial,
atau
ekonomi suatu masyarakat, maka unsur sebab akan menjadi kurang/tidak
relevan
untuk disajikan.
6. Komentar Instansi
Merupakan tanggapan oleh entitas yang diperiksa terhadap temuan
pemeriksaan.
Komentar instansi tidak harus diperoleh dalam suatu pelaksanaan
pemeriksaan.
E. Penyusunan Temuan Pemeriksaan
Langkah-langkah yang diperlukan dalam kegiatan menyusun temuan pemeriksaan adalah sebagai berikut: 1.
Kenali fakta atau kondisi secermat mungkin. Pemeriksa harus merasa yakin bahwa
informasi tentang kondisi tersebut benar, didukung oleh bukti yang kuat, dan dirumuskan sejelas mungkin.
2. Tetapkan kriteria yang sesuai bagi entitas, mengingat kriteria tersebut merupakan
parameter pengukuran kinerja entitas.
3. Berdasarkan kesimpulan hasil pengujian bukti, analisis apakah ada perbedaan (gap) antara kondisi dan kriteria,
tentukan apakah perbedaan tersebut positif atau negatif.
Perbedaan positif terjadi apabila kondisi yang ditemukan lebih baik daripada kriteria. Perbedaan negatif terjadi
apabila kondisi yang ditemukan tidak mencapai
kriteria. 4. Sangat dimungkinkan, pemeriksa menemukan atau mengungkapkan suatu temuan positif, tetapi sekali
lagi perlu diingatkan apakah temuan pemeriksaan tersebut relevan terhadap tujuan pemeriksaan yang telah
ditetapkan. Jika memang relevan terhadap tujuan pemeriksaan, maka pemeriksa dapat melaporkan temuan
pemeriksaan yang positif ini.
5. Dalam hal perbedaan negatif, pemeriksa perlu mengidentifikasi dampak yang ditimbulkan dari perbedaan negatif
tersebut. Jika pengaruhnya tidak mengandung
arti penting maka dapat dibicarakan dengan auditee. Jika hal tersebut langsung ditindaklanjuti oleh auditee selama
proses pemeriksan berlangsung maka temuan
pemeriksaan tersebut tetap perlu dimuat dalam TP dan LHP. Apabila dampak dari perbedaan secara signifikan
mempengaruhi kinerja yang diperiksa, maka pemeriksa
perlu mencari dan mengungkapkan penyebab perbedaan yang dimaksud.
6. Lakukan suatu analisis hubungan antara penyebab, kondisi, dan akibat. Dalam situasi tertentu, seseorang
mungkin menganggap bahwa fakta hanya akan menjadi kondisi, penyebab hanya akan menjadi penyebab, dan
akibat hanya akan menjadi akibat. Anggapan seperti ini dapat mempersulit penyusunan temuan pemeriksaan.
Pada kenyataannya, dari setiap penyebab akan ada penyebab yang paling dominan, kurang dominan, dan
seterusnya sehingga terbentuk temuan pemeriksaan tersebut. Penyebab yang paling dominan inilah yang akan
disajikan (sebagai penyebab) dalam laporan.
7. Susun unsur-unsur temuan pemeriksaan tersebut hingga menjadi suatu temuan
pemeriksaan. Konsep temuan pemeriksaan disusun oleh anggota tim atau ketua
tim pada saat pemeriksaan berlangsung. Konsep temuan pemeriksaan yang
disusun oleh anggota tim harus direviu oleh ketua tim. Konsep temuan
pemeriksaan diketik dengan rapi dan jelas serta diberi watermark dengan kata
KONSEP/DRAFT untuk dibedakan dengan hasil temuan pemeriksaan akhir.
Kemudian konsep temuan pemeriksaan disampaikan kepada manajemen dari
entitas yang diperiksa untuk memperoleh tanggapan. Penyampaian konsep temuan
pemeriksaan kepada manajemen entitas pemeriksaan dapat dilakukan secara
bertahap ataupun sekaligus tergantung dari kebijakan dan pertimbangan tim
pemeriksa.
8. Pemeriksa mendiskusikan konsep temuan pemeriksaan dengan manajemen entitas
yang diperiksa untuk mendapatkan klarifikasi atas permasalahan. Tujuan dari
diskusi adalah untuk melengkapi bukti pemeriksaan dan mendapatkan klarifikasi
dari manajemen entitas pemeriksaan. Entitas yang diperiksa dapat menyampaikan
data informasi terkait dengan permasalahan yang diungkap dalam konsep temuan
pemeriksaan. Apabila data/informasi yang disampaikan oleh entitas membuktikan
analisis dalam temuan pemeriksaan salah dan diakui oleh tim pemeriksa, maka
konsep temuan pemeriksaan dinyatakan batal. Apabila data/informasi yang

disampaikan oleh entitas yang diperiksa tidak dapat membuktikan kesalahan
penganalisisan dalam konsep temuan pemeriksaan (tidak berdasar), maka
konsep
temuan pemeriksaan dinyatakan menjadi temuan pemeriksaan final.
Komentar
entitas dan pembahasan yang terjadi selama diskusi didokumetasikan
dalam
risalah diskusi temuan pemeriksaan. Risalah diskusi ini sekaligus sebagai
notulen
pertemuan akhir apabila tidak ada diskusi lebih lanjut.
9. Konsep temuan pemeriksaan yang dianggap tidak layak oleh ketua tim
dan
dinyatakan batal berdasarkan diskusi pembahasan dengan entitas yang
diperiksa
tetap didokumentasikan dalam KKP. Konsep temuan pemeriksaan tersebut
dibuatkan daftarnya dan disampaikan oleh ketua tim kepada pengendali
teknis
untuk direviu dan sebagai bahan pembahasan konsep Laporan Hasil
Pemeriksaan
(LHP).
10. Temuan pemeriksaan final yang telah dihimpun menjadi himpunan
temuan
pemeriksaan. Atas temuan pemeriksaan tersebut pimpinan entitas dapat
memberikan komentar, tetapi sifatnya tidak wajib (optional). (PMP, Bab IV
Halaman 38).

You might also like