You are on page 1of 22

1

Skenario :

SANG ULAR
Budi bergegas dibawa oleh rekan-rekannya ke klinik perusahaan tempatnya bekerja. Baru saja
kaki kanannya digigit ular berbisa saat sedang melakukan perawatan tanaman nanas. Dokter
perusahaan dengan sigap menangani Budi. Kejadian seperti ini dapat terjadi pada siapa saja yang
bekerja di perusahaan yang bergerak di bidang agroindustri. Minggu lalu rekan sejawatnya
terkena sengatan kalajengking saat sedang bekerja di wilayah perkebunan. Selain itu bahaya
lainnya yang disebabkan oleh kontak dengan reptil, mammalia, bakteri, virus, zoonis juga selalu
mengancam, seperti flu burung, antraks, brucellosis dan penyakit lain yang sewaktu-waktu dapat
mengancam hidup pekerja.


STEP 1
1. Brucellosis
2. Zoonosis
Jawaban :
1. Brucellosis penyakit yang disebabkan Brucella sp. Sumber penularan dari sapi karena kontak
langsung. Gejalanya demam, dingin, keringat. Pengobatan diberikan berupa tetrasiklin selama
2-4 minggu.
2. Zoonosis merupakan sifat penyakit yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia. Namun
dalam beberapa keadaan, penyakit ini dapat ditularkan dari manusia ke manusia.



2

STEP 2
1. Apasajakah bahaya organisme di sektor pertanian ?
2. Bagaimanakah tatalaksana digigit ular ?
3. Jelaskan mekanisme dan gejala dari gigitan ular !
4. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya serangan zoonis ?
5. Jelaskan tentang cara anamnesis sampai pentalaksanaan gigitan kalajengking !
6. Jelaskan tentang anamnesis sampai tatalaksana gigitan serangga !
















3

STEP 3
1. Bahaya organisme di sektor pertanian :
Serangan hewan ( anjing liar, ular), serangga (lebah, laba-laba, ulat bulu, semut), virus,
bakteri.

2. Tatalaksana : melindungi pasien dari kematian, cegah komplikasi, harus segera dibawa ke
rumah sakit, hindari perdarahan pada luka.
Pengobatan : bersihkan dengan air steril, lakukan blockade, netralisir dengan antidotum, obat
dengan efek lokal dan sistemik, imobilisasi adekuat, diikat dengan verban bila < 30 menit
setelah gigitan, antitetanus, jangan melupakan stabilisasi berupa ABC.

3. Gejala : lidah tampak tebal, hipersaliva, ada tanda gigi taring, ada nyeri lokal, radang,
pembengkakan, hipotensi dan cardiac arrest.

4. Faktor : tempat di hutan bahaya kalajengking, tergantung spesies, dan frekuensi kontak.

5. Gejala klinik : nyeri terbakar, gejala sistemik, peradangan, edem, gelisah,serta keluarnya
keringat yang berlebihan.
Dasar : alergi yang harus segera diatasi sehingga tidak sampai pada keadaan penurunan
kesadaran.
Tatalaksana : stabilisasi, cuci luka serta berikan ATS.
6. Gigitan serangga :
Gajala : urtikaria, sifat racunnya karbon, serta menunjukkan reaksi alergi.
Bisa : jernih, tidak dapat larut dalam alcohol, rasa tajam, neurotoksin,
hemotoksin serta mengandung histamine.
Tatalaksana : cegah anafilaktik, infuse serta desensitisasi.



4

STEP 4

1. Bahaya organisme di bidang pertanian :
Daerah pertanian :
Llingkungan pertanian yang cenderung berupa tanah membuat pekerja dapat terinfeksi oleh
mikroorganisme seperti : Tetanus, Leptospirosis, cacing, Asma bronkhiale atau keracunan
Mycotoxins yang merupakan hasil metabolisme jamur.

Bahaya dari hewan, serangga maupun virus. Tempat seperti rawa, banyak bahaya yang dapat
ditemui berupa ular serta kalajengking. Pada daerah hutan liar, ditemukan anjiing liar. Di
kebun banyak ditemukan lebah, ulat bulu dan semut.

Ciri ular berbisa :
Laring kecil, kepala segitiga
Luka halus berbentuk lengkungan
Ada 2 luka jejas akibat taring
Pupil mata nya seperti mata kucing
Bisa ular mengandung enzim polipeptida

2. Tatalaksana digigit ular :

Derajat manifestasi gigitan ular
Derajat Venerasi Luka gigit Nyeri Edem Tanda sistemik
0 0 + +/- < 3 cm/12> 0
I +/- + + 3-12 cm/12 jam 0
II + + +++ >12-25 cm/ 12 jam
Neurotoksin (mual,
pusing, syok)
III ++ + +++ >25 cm/ 12 jam Ptekiae, ekimosis, syok
IV +++ + +++ > ekstremitas
gg. faal ginjal, koma,
perdarahan

5

Pelaksanaan :
Stabilisasi (A-B-C) untuk mencegah kerusakan syaraf.
Tidak dapat didinginkan pada bisa gigitan ular (hemotoksin)
Awal penanganan dilakukan imobilisasi, posisi dibawah jantung, cairan infuse, dan
penggunaan polifenin
Profilaksis antibiotik, ATS, TT, pemeriksaan darah, elektrolit, hematokrit, oksigen,
ETT, tracheostomi.

3. Mekanisme dan gejala gigitan ular :
Bisa ular (venom) terdiri dari 20 atau lebih komponen sehingga pengaruhnya tidak dapat
diinterpretasikan sebagai akibat dari satu jenis toksin saja. Venom yang sebagian besar (90%)
adalah protein, terdiri dari berbagai macam enzim, polipeptida non-enzimatik dan protein
non-toksik. Berbagai logam seperti zink berhubungan dengan beberapa enzim
seperti ecarin (suatu enzim prokoagulan dari E.carinatus venom yang mengaktivasi
protombin). Karbohidrat dalam bentuk glikoprotein seperti serine protease ancordmerupakan
prokoagulan dari C.rhodostoma venom (menekan fibrinopeptida-A dari fibrinogen dan
dipakai untuk mengobati kelainan trombosis). Amin biogenik seperti histamin dan 5-
hidroksitriptamin, yang ditemukan dalam jumlah dan variasi yang besar pada Viperidae,
mungkin bertanggungjawab terhadap timbulnya rasa nyeri pada gigitan ular. Sebagian besar
bisa ular mengandung fosfolipase A yang bertanggung jawab pada aktivitas neurotoksik
presinaptik, rabdomiolisis dan kerusakan endotel vaskular. Enzim venom lain seperti
fosfoesterase, hialuronidase, ATP-ase, 5-nuklotidase, kolinesterase, protease, RNA-ase, dan
DNA-ase perannya belum jelas. (Sudoyo, 2006)
Bisa ular terdiri dari beberapa polipeptida yaitu fosfolipase A, hialuronidase, ATP-ase, 5
nukleotidase, kolin esterase, protease, fosfomonoesterase, RNA-ase, DNA-ase. Enzim ini
menyebabkan destruksi jaringan lokal, bersifat toksik terhadap saraf, menyebabkan hemolisis
atau pelepasan histamin sehingga timbul reaksi anafilaksis. Hialuronidase merusak bahan
dasar sel sehingga memudahkan penyebaran racun. (de Jong, 1998). Bisa ular dapat pula
dikelompokkan berdasarkan sifat dan dampak yang ditimbul kannya seperti neurotoksik,
hemoragik, trombogenik, hemolitik, sitotoksik, antifibrin, antikoagulan, kardiotoksik dan
6

gangguan vaskular (merusak tunika intima). Selain itu ular juga merangsang jaringan untuk
menghasikan zat zat peradangan lain seperti kinin, histamin dan substansi cepat lambat
(Sudoyo, 2006).
Jenis jenis ular berbisa
Gigitan ular berbahaya jika ularnya tergolong jenis berbisa. Sebenarnya dari kira kira
ratusan jenis ular yang diketahui hanya sedikit sekali yang berbisa, dan dari golongan ini
hanya beberapa yang berbahaya bagi manusia. (de Jong, 1998)
Di seluruh dunia dikenal lebih dari 2000 spesies ular, namun jenis yang berbisa hanya sekitar
250 spesies. Berdasarkan morfologi gigi taringnya, ular dapat diklasifikasikan ke dalam 4
familli utama yaitu:
Famili Elapidae misalnya ular weling, ular welang, ular sendok, ular anang dan ular
cabai
Familli Crotalidae/ Viperidae, misalnya ular tanah, ular hijau dan ular bandotan
puspo
Familli Hydrophidae, misalnya ular laut
Familli Colubridae, misalnya ular pohon
Untuk menduga jenis ular yang mengigit adalah ular berbisa atau tidak dapat dipakai rambu
rambu bertolak dari bentuk kepala ular dan luka bekas gigitan sebagai berikut:
Ciri ciri ular berbisa:
Bentuk kepala segi empat panjang
Gigi taring kecil
Bekas gigitan, luka halus berbentuk lengkung
Ciri ciri ular tidak berbisa:
Kepala segi tiga
Dua gigi taring besar di rahang atas
7

Dua luka gigitan utama akibat gigi taring
Jenis ular berbisa berdasarkan dampak yang ditimbulkannya yang banyak dijumpai di
Indonesia adalah jenis ular :
Hematotoksik, seperti Trimeresurus albolais (ular hijau), Ankistrodon
rhodostoma(ular tanah), aktivitas hemoragik pada bisa ular Viperidae menyebabkan
perdarahan spontan dan kerusakan endotel (racun prokoagulan memicu kaskade
pembekuan)
Neurotoksik, Bungarusfasciatus (ular welang), Naya Sputatrix (ular sendok), ular
kobra, ular laut.
Neurotoksin pascasinaps seperti -bungarotoxin dan cobrotoxin terikat pada reseptor
asetilkolin pada motor end-plate sedangkan neurotoxin prasinaps seperti -
bungarotoxin, crotoxin, taipoxin dan notexin merupakan fosfolipase-A2 yang mencegah
pelepasan asetilkolin pada neuromuscular junction. Beberapa spesies Viperidae,
hydrophiidae memproduksi rabdomiolisin sistemik sementara spesies yang lain
menimbulkan mionekrosis pada tempat gigitan.
Patofisiologi
Racun/bisa diproduksi dan disimpan pada sepasang kelenjar di bawah mata. Racun ini
disimpan di bawah gigi taring pada rahang atas. Rahang dapat bertambah sampai 20 mm
pada ular berbisa yang besar. Dosis racun pergigitan bergantung pada waktu yang yang
terlewati setelah gigitan yang terakhir, derajat ancaman dan ukuran mangsa. Respon lubang
hidung untuk pancaran panas dari mangsa memungkinkan ular untuk mengubah ubah jumlah
racun yang dikeluarkan.
Racun kebanyakan berupa air. Protein enzim pada racun mempunyai sifat merusak. Protease,
colagenase dan hidrolase ester arginin telah teridentifikasi pada racun ular berbisa.
Neurotoksin terdapat pada sebagian besar racun ular berbisa. Diketahui beberapa enzim
diantaranya adalah (1) hialuronidase, bagian dari racun diamana merusak jaringan subcutan
dengan menghancurkan mukopolisakarida; (2) fosfolipase A2 memainkan peran penting
8

pada hemolisis sekunder untuk efek eritrolisis pada membran sel darah merah dan
menyebabkan nekrosis otot; dan (3)enzim trobogenik menyebabkan pembentukan clot fibrin,
yang akan mengaktivasi plasmin dan menghasilkan koagulopati yang merupakan
konsekuensi hemoragik (Warrell,2005).

Gejala klinis
Racun yang merusak jaringan menyebabkan nekrosis jarinagan yang luas dan hemolisis.
Gejala dan tanda yang menonjol berupa nyeri hebat dan tidak sebanding sebasar luka, udem,
eritem, petekia, ekimosis, bula dan tanda nekrosis jaringan. Dapat terjadi perdarahan di
peritoneum atau perikardium, udem paru, dan syok berat karena efek racun langsung pada
otot jantung. Ular berbisa yang terkenal adalah ular tanah, bandotan puspa, ular hijau dan
ular laut. Ular berbisa lain adalah ular kobra dan ular welang yang biasanya bersifat
neurotoksik. Gejala dan tanda yang timbul karena bisa jenis ini adalah rasa kesemutan,
lemas, mual, salivasi, dan muntah. Pada pemeriksaan ditemukan ptosis, refleks abnormal,
dan sesak napas sampai akhirnya terjadi henti nafas akibat kelumpuhan otot pernafasan. Ular
kobra dapat juga menyemprotkan bisanya yang kalau mengenai mata dapat menyebabkan
kebutaan sementara. (de Jong, 1998)
Diagnosis gigitan ular berbisa tergantung pada keadaan bekas gigitan atau luka yang terjadi
dan memberikan gejala lokal dan sistemik sebagai berikut (Dreisbach, 1987):
Gejala lokal : edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis (dalam 30 menit 24
jam)
Gejala sistemik : hipotensi, kelemahan otot, berkeringat, mengigil, mual,
hipersalivasi, muntah, nyeri kepala, dan pandangan kabur
Gejala khusus gigitan ular berbisa :
o Hematotoksik: perdarahan di tempat gigitan, paru, jantung, ginjal, peritoneum,
otak, gusi, hematemesis dan melena, perdarahan kulit (petekie, ekimosis),
hemoptoe, hematuri, koagulasi intravaskular diseminata (KID)
o Neurotoksik: hipertonik, fasikulasi, paresis, paralisis pernapasan, ptosis
oftalmoplegi, paralisis otot laring, reflek abdominal, kejang dan koma
9

o Kardiotoksik: hipotensi, henti jantung, koma
o Sindrom kompartemen: edema tungkai dengan tanda tanda 5P (pain, pallor,
paresthesia, paralysis pulselesness), (Sudoyo, 2006)

Menurut Schwartz (Depkes,2001) gigitan ular dapat di klasifikasikan sebagai berikut:
Derajat Venerasi Luka
gigit
Nyeri Udem/ Eritem Tanda sistemik
0 0 + +/- <3cm/12> 0
I +/- + + 3-12 cm/12 jam 0
II + + +++ >12-25 cm/12 jam +
Neurotoksik,
Mual, pusing, syok
III ++ + +++ >25 cm/12 jam ++
Syok, petekia, ekimosis
IV +++ + +++ >ekstrimitas ++
Gangguan faal ginjal,
Koma, perdarahan
Kepada setiap kasus gigitan ular perlu dilakukan :
Anamnesis lengkap: identitas, waktu dan tempat kejadian, jenis dan ukuran ular,
riwayat penyakit sebelumnya.
Pemeriksaan fisik: status umum dan lokal serta perkembangannya setiap 12 jam.

10

Gambaran klinis gigitan beberapa jenis ular:
Gigitan Elapidae
Efek lokal (kraits, mambas, coral snake dan beberapa kobra) timbul berupa sakit
ringan, sedikit atau tanpa pembengkakkan atau kerusakan kulit dekat gigitan. Gigitan
ular dari Afrika dan beberapa kobra Asia memberikan gambaran sakit yang berat,
melepuh dan kulit yang rusak dekat gigitan melebar.
Semburan kobra pada mata dapat menimbulkan rasa sakit yang berdenyut, kaku pada
kelopak mata, bengkak di sekitar mulut dan kerusakan pada lapisan luar mata.
Gejala sistemik muncul 15 menit setelah digigit ular atau 10 jam kemudian dalam
bentuk paralisis dari urat urat di wajah, bibir, lidah dan tenggorokan sehingga
menyebabkan sukar bicara, kelopak mata menurun, susah menelan, otot lemas, sakit
kepala, kulit dingin, muntah, pandangan kabur dn mati rasa di sekitar mulut.
Selanjutnya dapat terjadi paralis otot pernapasan sehingga lambat dan sukar bernapas,
tekanan darah menurun, denyut nadi lambat dan tidak sadarkan diri. Nyeri abdomen
seringkali terjadi dan berlangsung hebat. Pada keracunan berat dalam waktu satu jam
dapat timbul gejala gejala neurotoksik. Kematian dapat terjadi dalam 24 jam.
Gigitan Viperidae:
Efek lokal timbul dalam 15 menit atau setelah beberapa jam berupa bengkak dekat
gigitan untuk selanjutnya cepat menyebar ke seluruh anggota badan, rasa sakit dekat
gigitan
Efek sistemik muncul dalam 5 menit atau setelah beberapa jam berupa muntah,
berkeringat, kolik, diare, perdarahan pada bekas gigitann (lubang dan luka yang
dibuat taring ular), hidung berdarah, darah dalam muntah, urin dan tinja. Perdarahan
terjadi akibat kegagalan faal pembekuan darah. Beberapa hari berikutnya akan timbul
memar, melepuh, dan kerusakan jaringan, kerusakan ginjal, edema paru, kadang
kadang tekanan darah rendah dan nadi cepat. Keracunan berat ditandai dengan
pembengkakkan di atas siku dan lutut dalam waktu 2 jam atau ditandai dengan
perdarahan hebat.
11

Gigitan Hidropiidae:
Gejala yang muncul berupa sakit kepala, lidah tersa tebal, berkeringat dan muntah
Setelah 30 menit sampai beberapa jam biasanya timbul kaku dan nyeri menyeluruh,
spasme pada otot rahang, paralisis otot, kelemahan otot ekstraokular, dilatasi pupil,
dan ptosis, mioglobulinuria yang ditandai dengan urin warna coklat gelap (gejala ini
penting untuk diagnostik), ginjal rusak, henti jantung
Gigitan Rattlesnake dan Crotalidae:
Efek lokal berupa tanda gigitan taring, pembengkakan, ekimosis dan nyeri pada
daerah gigitan merupakan indikasi minimal ang perlu dipertimbangkan untuk
memberian poli valen crotalidae antivenin
Anemia, hipotensi dan trobositopenia merupakan tanda penting
Gigitan Coral Snake:
Jika terdapat toksisitas neurologis dan koagulasi, diberikan antivenin (Micrurus fulvius
antivenin) (Sudoyo, 2006)
Tanda dan gejala lokal
1. Tanda gigi taring
2. Nyeri lokal
3. Pendarahan lokal
4. Bruising
5. lymphangitis
6. Bengkak, merah, panas
7. Melepuh
8. Necrosis


12

Gejala dan tanda sistemik umum
Umum
mual, muntah, malaise, nyeri abdominal, weakness, drowsiness, prostration
Kardiovascular (Viperidae)
Visual disturbances, dizziness, faintness, collapse, shock, hypotension, arrhythmia cardiac,
oedema pulmo, oedema conjungtiva
Kelainan perdarahan dan pembekuan darah (Viperidae)
Perdarahan dari luka gigitan
Perdarahan sitemik spontan dri gusi, epistaksis, hemopteu, hematemesis, melena,
hematuri, perdarahan per vaginam, perdarahan pada kulit seperti petechiae, purpura,
Ecchymoses dan pada mukosa seperti pada konjungtiva, perdarahan intrakranial
Neurologik (Elapidae, Russells viper)
Drowsiness, paraesthesiae, abnormalitas dari penciuman dan perabaan, heavy eyelids,
ptosis, ophthalmoplegia external, paralysis dari otot wajah dan otot lai yang di inervasi oleh
nervus kranialis, aphonia, difficulty in swallowing secretions, respiratory and generalised
flaccid paralysis
Otot rangka (sea snakes, Russells viper)
Nyeri menyeluruh, stiffness and tenderness of muscles, trismus, myoglobinuria,
hyperkalaemia, cardiac arrest, gagal ginjal akut
Ginjal (Viperidae, sea snakes)
LBP (lower back pain), haematuria, haemoglobinuria, myoglobinuria, oliguria/anuria, tanda
dan gejala dari uraemia (nafas asidosis, hiccups, nausea, pleuritic chest pain)
13

Endokrin (acute pituitary/adrenal insufficiency) (Russells viper)
Fase akut: syok, hypoglycaemia
Fase kronik (beberapa bulan sampai tahun setelah gigitan): weakness, loss of secondary
sexual hair, amenorrhoea, testicular atrophy, hypothyroidism.

Pemeriksaan
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan darah: Hb, Leukosit, trombosit, kreatinin, urea N, elektrolit, waktu
perdarahan, waktu pembekuan, waktu protobin, fibrinogen, APTT, D-dimer, uji faal
hepar, golongan darah dan uji cocok silang
Pemeriksaan urin: hematuria, glikosuria, proteinuria (mioglobulinuria)
EKG
Foto dada
Diagnosis Banding
Diagnosis banding untuk snakebite antara lain :
Anafilasis
Trombosis vena bagian dalam
Trauma vaskular ekstrimitas
Scorpion Sting
Syok septik
Luka infeksi
Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan pada kasus gigitan ular berbisa adalah
Menghalangi/ memperlambat absorbsi bisa ular
14

Menetralkan bisa ular yang sudah masuk ke dalam sirkulasi darah
Mengatasi efek lokal dan sistemik (Sudoyo, 2006)
Usahakan membuang bisa sebanyak mungkin dengan menoreh lubang bekas masuknya
taring ular sepanjang dan sedalam cm, kemudian dilakukan pengisapan mekanis. Bila
tidak tersedia alatnya, darah dapat diisap dengan mulut asal mukosa mulut utuh tak ada luka.
Bisa yang tertelan akan dinetralkan oleh cairan pencernaan. Selain itu dapat juga dilakukan
eksisi jaringan berbentuk elips karena ada dua bekas tusukan gigi taring, dengan jarak cm
dari lubang gigitan, sampai kedalaman fasia otot.
Usaha menghambat absorbsi dapat dilakukan dengan memasang tourniket beberapa
centimeter di proksimal gigitan atau di proksimal pembengkakan yang terlihat, dengan
tekanan yang cukup untuk menghambat aliran vena tapi lebih rendah dari tekanan arteri.
Tekanan dipertahankan dua jam. Penderita diistirahatkan supaya aliran darah terpacu. Dalam
12 jam pertama masih ada pengaruh bila bagian yang tergigit direndam dalam air es atau
didinginkan dengan es.
Untuk menetralisir bisa ular dilakukan penyuntikan serum bisa ular intravena atau intra
arteri yang memvaskularisasi daerah yang bersangkutan. Serum polivalen ini dibuat dari
darah kuda yang disuntik dengan sedikit bisa ular yang hidup di daerah setempat. Dalam
keadaan darurat tidak perlu dilakukan uji sensitivitas lebih dahulu karena bahanya bisa lebih
besar dari pada bahaya syok anafilaksis.
Pengobatan suportif terdiri dari infus NaCl, plasma atau darah dan pemberian vasopresor
untuk menanggulangi syok. Mungkin perlu diberikan fibrinogen untuk memperbaiki
kerusakan sistem pembekuan. Dianjurkan juga pemberian kortikosteroid.
Bila terjadi kelumpuhan pernapasan dilakukan intubasi, dilanjutkan dengan memasang
respirator untuk ventilasi. Diberikan juga antibiotik spektrum luas dan vaksinasi tetanus.
Bila terjadi pembengkakan hebat, biasanya perlu dilakukan fasiotomi untuk mencegah
sindrom kompartemen. Bila perlu, dilakukan upaya untuk mengatasi faal ginjal. Nekrotomi
dikerjakan bila telah tampak jelas batas kematian jaringan, kemudian dilanjutkan dengan
cangkok kulit.
15

Bila ragu ragu mengenai jenis ularnya, sebaiknya penderita diamati selama 48 jam karena
kadang efek keracunan bisa timbul lambat.
Gigitan ular tak berbisa tidak memerlukan pertolongan khusus, kecuali pencagahan infeksi.
(de Jong, 1998)
Tindakan Pelaksanaan
1. Sebelum penderita dibawa ke pusat pengobatan, beberapa hal yang perlu diperhatikan
adalah
Penderita diistirahatkan dalam posisi horizontal terhadap luka gigitan
Penderita dilarang berjalan dan dilarang minum minuman yang
mengandung alkohol
Apabila gejala timbul secara cepat sementara belum tersedia antibisa,
ikat daerah proksimal dan distal dari gigitan. Kegiatan mengikat ini
kurang berguna jika dilakukan lebih dari 30 menit pasca gigitan.
Tujuan ikatan adalah untuk menahan aliran limfe, bukan menahan
aliran vena atau ateri.
2. Setelah penderita tiba di pusat pengobatan diberikan terapi suportif sebagai berikut:
Penatalaksanaan jalan napas
Penatalaksanaan fungsi pernapasan
Penatalaksanaan sirkulasi: beri infus cairan kristaloid
Beri pertolongan pertama pada luka gigitan: verban ketat dan luas
diatas luka, imobilisasi (dengan bidai)
Ambil 5 10 ml darah untuk pemeriksaan: waktu trotombin, APTT,
D-dimer, fibrinogen dan Hb, leukosit, trombosit, kreatinin, urea N,
elektrolit (terutama K), CK. Periksa waktu pembekuan, jika >10 menit,
menunjukkan kemungkinan adanya koagulopati
Apus tempat gigitan dengan dengan venom detection
Beri SABU (Serum Anti Bisa Ular, serum kuda yang dilemahan),
polivalen 1 ml berisi:
16

10-50 LD50 bisa Ankystrodon
25-50 LD50 bisa Bungarus
25-50 LD50 bisa Naya Sputarix
Fenol 0.25% v/v
Teknik pemberian: 2 vial @5ml intravena dalam 500 ml NaCl 0,9% atau Dextrose 5%
dengan kecapatan 40-80 tetes/menit. Maksimal 100 ml (20 vial). Infiltrasi lokal pada luka
tidak dianjurkan.
Indikasi SABU adalah adanya gejala venerasi sistemik dan edema hebat pada bagian luka.
Pedoman terapi SABU mengacu pada Schwartz dan Way (Depkes, 2001):
Derajat 0 dan I tidak diperlukan SABU, dilakukan evaluasi dalam 12 jam, jika derajat
meningkat maka diberikan SABU
Derajat II: 3-4 vial SABU
Derajat III: 5-15 vial SABU
Derajat IV: berikan penambahan 6-8 vial SABU
Pedoman terapi SABU menurut Luck
Derajat Beratnya
evenomasi
Taring
atau gigi
Ukuran zona
edema/
eritemato kulit
(cm)
Gejala
sistemik
Jumlah vial
venom
0 Tidak ada + <> - 0
I Minimal + 2-15 - 5
II Sedang + 15-30 + 10
III Berat + >30 ++ 15
IV Berat + <> +++ 15
17

Pedoman terapi SABU menurut Luck
Monitor keseimbangan cairan dan elektrolit
Ulangi pemeriksaan darah pada 3 jam setelah pemberiann antivenom
Jika koagulopati tidak membak (fibrinogen tidak meningkat,
waktu pembekuan darah tetap memanjang), ulangi pemberian
SABU. Ulangi pemeriksaan darah pada 1 dan 3 jam
berikutnya, dst.
Jika koagulopati membaik (fibrinogen meningkat, waktu
pembekuan menurun) maka monitor ketat kerusakan dan
ulangi pemeriksaan darah untuk memonitor perbaikkannya.
Monitor dilanjutkan 2x24 jam untuk mendeteksi kemungkinan
koagulopati berulang. Perhatian untuk penderita dengan gigitan
Viperidae untuk tidak menjalani operasi minimal 2 minggu
setelah gigitan
Terapi suportif lainnya pada keadaan :
Gangguan koagulopati berat: beri plasma fresh-frizen (dan antivenin)
Perdarahan : beri tranfusi darah segar atau komponen darah,
fibrinogen, vitamin K, tranfusi trombosit
Hipotensi : beri infus cairan kristaloid
Rabdomiolisis : beri cairan dan natrium bikarbonat
Monitor pembengkakan local dengan lilitan lengan atau anggota badan
Sindrom kompartemen: lakukan fasiotomi
Gangguan neurologik: beri Neostigmin (asetilkolinesterase)
Beri tetanus profilaksis bila dibutuhkan
Untuk mengurangi rasa nyeri berikan aspirin atau kodein
Terapi profilaksis
Pemberian antibiotika spektrum luas. Kaman terbanyak yang dijumpai
adalah P.aerugenosa, Proteus,sp, Clostridium sp, B.fragilis
Beri toksoid tetanus
18

Pemberian serum anti tetanus: sesuai indikasi (Sudoyo, 2006)
Petunjuk Praktis Pencegahan Terhadap Gigitan Ular
Penduduk di daerah di mana ditemuakan banyak ular berbisa dianjurkan untuk
memakai sepatu dan celana berkulit sampai sebatas paha sebab lebih dari 50% kasus
gigitan ular terjadi pada daerah paha bagian bawah sampai kaki
Ketersedian SABU untuk daerah di mana sering terjadi kasus gigitan ular
Hindari berjalan pada malam hari terutama di daerah berumput dan bersemak
semak
Apabila mendaki tebing berbatu harus mengamati sekitar dengan teliti
Jangan membunuh ular bila tidak terpaksa sebab banyak penderita yang tergigit
akibat kejadian semacam itu. (Sudoyo, 2006)

4. Faktor yang mempengaruhi serangan zoonosis :
Serangan zoonosis, tempat gelap, dibawah bayangan. Seperti di hutan, terdapat bahaya hewan
buas serta ular. Brucellosis juga terjadi akibat bahaya organism di bidang perkebunan. Jika di
daerah peternakan, bahaya yang sering timbul adalah antraks.

Penyakit dapat timbul secara zooantroponosis, yaitu penularan dari hewan ke manusia. Seperti
penyakit tuberkulosis yang awal penularannya melalui kera karena bakteri dapat beradaptasi
dalam tubuh manusia.

5. Gigitan kalajengking :
Seluruh spesies kalajengking memiliki bisa. Pada umumnya, bisa kalajengking termasuk
sebagai neurotoxin. Suatu pengecualian adalah Hemiscorpius lepturus yang memiliki bisa
cytotoxic. Neurotoxin terdiri dari protein kecil dan juga sodium dan potassium, yang berguna
untuk mengganggu transmisi neuro sang korban. Kalajengking menggunakan bisanya untuk
membunuh atau melumpuhkan mangsa mereka agar mudah dimakan.
19

Bisa kalajengking lebih berfungsi terhadap arthropod lainnya dan kebanyakan kalajengking
tidak berbahaya bagi manusia; sengatan menghasilkan efek lokal (seperti rasa sakit,
pembengkakan). Namun beberapa spesies kalajengking, terutama dalam
keluarga Buthidae dapat berbahaya bagi manusia. Salah satu yang paling berbahaya
adalah Leiurus quinquestriatus, dan anggota dari genera Parabuthus, Tityus, Centruroides,
dan terutama Androctonus. Kalajengking yang paling banyak menyebabkan kematian
manusia adalah Androctonus australis.

Cara menangani sengatan kalajengking:
Pijatlah daerah sekitar luka sampai racun keluar
Ikatlah tubuh di sebelah pangkal yang digigit
Tempelkan asam yang dilumatkan di atas luka
Bubuhkan serbuk lada dan minyak goreng pada luka
Taburkan garam di sekeliling bivak untuk pencegahan

6. Gigitan serangga :
Serangga dan binatang berbisa tidak akan menyerang kecuali kalau mereka digusar atau
diganggu. Kebanyakan gigitan dan sengatan digunakan untuk pertahanan. Gigitan serangga
untuk melindungi sarang mereka.
Sebuah gigitan atau sengatan dapat menyuntikkan bisa(racun) yang tersusun dari protein dan
substansi lain yang mungkin memicu reaksi alergi kepada penderita. Gigitan serangga juga
mengakibatkan kemerahan dan bengkak di lokasi yang tersengat.
Lebah, tawon, penyengat, si jaket kuning, dan semut api adalah anggota keluarga
Hymenoptera. Gigitan atau sengatan dari mereka dapat menyebabkan reaksi yang cukup
serius pada orang yang alergi terhadap mereka. Kematian yang diakibatkan oleh serangga 3-4
kali lebih sering dari pada kematian yang diakibatkan oleh gigitan ular. Lebah, tawon dan
semut api berbeda-beda dalam menyengat.
Ketika lebah menyengat, dia melepaskan seluruh alat sengatnya dan sebenarnya ia mati ketika
proses itu terjadi. Seekor tawon dapat menyengat berkali-kali karena tawon tidak melepaskan
seluruh alat sengatnya setelah ia menyengat.
20

Semut api menyengatkan bisanya dengan menggunakan rahangnya dan memutar tubuhnya.
Mereka dapat menyengat bisa berkali-kali.

Gejala dari gigitan serangga bermacam-macam dan tergantung dari berbagai macam faktor
yang mempengaruhi. Kebanyakan gigitan serangga menyebabakan kemerahan, bengkak,
nyeri, dan gatal-gatal di sekitar area yang terkena gigitan atau sengatan serangga tersebut.
Kulit yang terkena gigitan bisa rusak dan terinfeksi jika daerah yang terkena gigitan tersebut
terluka. Jika luka tersebut tidak dirawat, maka akan mengakibatkan peradangan akut.
Rasa gatal dengan bintik-bintik merah dan bengkak, desahan, sesak napas, pingsan dan
hampir meninggal dalam 30 menit adalah gejala dari reaksi yang disebut anafilaksis. Ini juga
diakibatkan karena alergi pada gigitan serangga. Gigitan serangga juga mengakibatkan
bengkak pada tenggorokan dan kematian karena gangguan udara.Sengatan dari serangga jenis
penyengat besar atau ratusan sengatan lebah jarang sekali ditemukan hingga mengakibatkan
sakit pada otot dan gagal ginjal.

Jika seseorang yang telah digigit serangga mengalami gejala seperti di atas maka carilah
pengobatan. Gejala tersebut bisa jadi anafilaksis fatal.
Rasa gatal dengan bintik-bintik merah dan bengkak adalah gejala yang paling sering ditemui.
Paling sering ini diobati di rumah dengan antihistamin.Jika gigitan menyebabkan infeksi
(kemerahan dengan atau tanpa nanah, suhu tubuh tinggi, demam, atau kemerahan di tubuh),
pergilah ke dokter.Jika tidak diketahui apa yang menggigit, sangat penting untuk menjaga
area yang digigit agar tidak terjadi infeksi.
Hubungi dokter jika ada luka yang terbuka, mungkin itu sengatan racun laba-laba. Seseorang
yang mempunyai riwayat tergigit atau tersengat serangga harus pergi ke rumah sakit terdekat
jika mendapati gejala lain. Sedang orang yang tidak mempunyai riwayat tergigit serangga
juga harus ke bagian gawat darurat jika:

a. Mendesah
b. Sesak nafas
c. Dada sesak atau sakit
d. Tenggorokan sakit atau susah berbicara
21

e. Pingsan atau lemah
f. Infeksi

Pengobatan gigitan serangga pribadi di rumah :
Pengobatan tergantung pada jenis reaksi yang terjadi. Jika hanya kemerahan dan nyeri pada
bagian yang digigit, cukup menggunakan es sebagai pengobatan. Bersihkan area yang terkena
gigitan dengan sabun dan air untuk menghilangkan partikel yang terkontaminasi oleh
serangga (seperti nyamuk). Partikel-partikel dapat mengkontaminasi lebih lanjut jika luka
tidak dibersihkan. Pengobatan dapat juga menggunakan antihistamin seperti diphenhidramin
(Benadryl) dalam bentuk krim/salep atau pil. Losion Calamine juga bisa membantu
mengurangi gatal-gatal.

Manajemen di Rumah Sakit :
Perawatan definitif meliputi pengecekan kembali ABC dan mengevaluasi pasien atas tanda-
tanda syok (seperti takipneu, takikardi, kulit kering dan pucat, perubahan status mental,
hipotensi). Rawat dahulu keadaan yang mengancam nyawa. Korban dengan kesulitan
bernafas mungkin membutuhkan endotracheal tube dan sebuah mesin ventilator untuk
menolong korban bernafas. Korban dengan syok membutuhkan cairan intravena dan mungkin
obat-obatan lain untuk mempertahankan aliran darah ke organ-organ vital.












22

STEP 5

1. Jelaskan dari anamnesis sampai penatalaksanaan pada antraks, flu burung dan flu babi !
2. Jelaskan dari anamnesis sampai penatalaksanaan gigitan serangga yaitu lebah, laba-laba, ulat
bulu, dan semut !






STEP 6
Mencari sumber pada textbook, jurnal maupun pakar.

You might also like