Penyebab Kematian Akibat Luka Bakar (Manner of Death)
a. Keracunan Zat Karbon Monoksida
Kebanyakan kematian pada luka bakar biasanya terjadi pada kebakaran yang hebat yang terjadi pada gedung-gedung atau rumah-rumah bila dibandingkan dengan kebakaran yang terjadi pada kecelakaan pesawat terbang atau mobil. Pada kasus- kasus kebakaran yang terjadi secara bertahap maka CO poisoning dan smoke inhalation lebih sering bertanggung jawab dalam penyebab kematian korban dibanding dengan luka bakar itu sendiri. CO poisoning merupakan aspek yang penting dari penyebab kematian pada luka bakar, biasanya korban menjadi tidak sadar dan meninggal sebelum api membakarnya, ini dapat menjawab pertanyaan mengapa korban tidak melarikan diri pada waktu terjadi kebakaran. Sehingga dalam menentukan penyebab dari kematian, maka luas dan derajat luka bakar serta saturasi darah yang mengandung CO harus dinilai secara hati hati. Gas CO ini dibentuk dari pembakaran yang tidak sempurna misalnya kayu yang terbakar, kertas, kain katun, batu bara yang terbakar akan menghasilkan gas CO. CO dalam darah merupakan indikator yang paling berharga yang dapat menunjukkan bahwa korban masih hidup pada waktu terjadi kebakaran. Oleh karena gas ini hanya dapat masuk melalui absorbsi pada paru-paru. Pada perokok dapat dijumpai saturasi CO dalam darah hanya lebih dari 5%, dan ini dapat menunjukan bahwa korban masih bernafas pada waktu terjadinya kabakaran, demikian juga pada korban atherosclerosis coroner yang berat dapat meninggal dengan kadar COHB yang lebih rendah dari pada individu yang sehat. Bila CO merupakan penyebab mati yang utama maka saturasi dalam darah paling sedikitnya dibutuhkan 40% COHB, kecuali pada orang tua, anak-anak dan debilitas dimana pernah dilaporkan mati dengan kadar 25 %. Sebenarnya kadar COHB pada korban yang sekarat selama kebakaran, sering tidak cukup tinggi untuk menyebabkan kematian. Banyak kasus-kasus fatal menunjukan 50- 60 % saturasi, walaupun kadarnya secara umum kurang dari kadar yang terdapat dalam darah pada keracunan CO murni, seperti pembunuhan dengan gas mobil atau industrial exposure, dimana konsentrasinya dapat mencapai 80 %. Selain itu adanya gas-gas toksik dan pengurangan oksigen dalam atmosfer dapat menyebabkan kematian dengan kadar CO yang rendah.
b. Menghirup asap pembakaran (Smoke Inhalation) Pada banyak kasus kematian, dimana cedera panas pada badan tidak sesuai dengan penyebab kematian maka dikatakan penyebab kematian adalah smoke inhalation. Asap yang berasal dari kebakaran terutama alat-alat rumah tangga seperti furniture, cat , kayu, pernis, karpet dan komponen-komponen yang secara struktural terdiri polystyrene, polyurethane, polyvinyl dan material-material plastik lainnya dikatakan merupakan gas yang sangat toksik bila dihisap dan potensial dalam menyebabkan kematian.
c. Trauma Mekanik Kematian oleh karena trauma mekanik biasanya disebabkan karena runtuhnya bangunan disekitar korban, atau merupakan bukti bahwa korban mencoba untuk melarikan diri seperti memecahkan kaca jendela dengan tangan. Luka-luka ini harus dicari pada waktu melakukan pemeriksaan luar jenasah untuk memastikan apakah luka-luka tersebut signifikan dalam menyebabkan kematian. Trauma tumpul yang mematikan tanpa keterangan antemortem sebaiknya harus dicurigai sebagai suatu pembunuhan.
d. Anoksia dan hipoksia Kekurangan oksigen dengan akibat hipoksia dan anoksia sangat jarang sebagai penyebab kematian. Bila oksigen masih cukup untuk menyalakan api maka masih cukup untuk mempertahankan kehidupan. Sebagai contoh tikus dan lilin yang diletakkan dalam tabung yang terbatas kadar oksigennya ternyata walaupun lilin padam lebih dahulu tikus masih aktif berlari disekitarnya. Radikal bebeas dapat diajukan sebagai salah satu kemungkinan dari penyebab kematian, oleh karena radikal bebas ini dapat menyebabkan surfaktan menjadi inaktif, jadi mencegah pertukaran oksigen dari alveoli masuk kedalam darah.
e. Luka bakar itu sendiri Secara general dapat dikatakan bahwa luka bakar seluas 30 50 % dapat menyebabkan kematian. Pada orang tua dapat meninggal dengan presentasi yang jauh lebih rendah dari ini, sedangkan pada anak-anak biasanya lebih resisten. Selain oleh derajat dan luas luka bakar prognosis juga dipengaruhi oleh lokasi daerah yang terbakar, keadaan kesehatan korban pada waktu terbakar. Luka bakar pada daerah perineum, ketiak, leher, dan tangan dikatakan sulit dalam perawatannya, oleh karena mudah mengalami kontraktur.
f. Paparan panas yang berlebih Environmental hypertermia dapat menjadi sangat fatal dan bisa menyebabkan kematian. Bila tubuh terpapar gas panas, air panas atau ledakan panas dapat menyebabkan syok yang disertai kolaps kardiovaskuler yang mematikan.
Penentuan Intravitalitas Luka Bakar Faktor yang tidak kalah penting dalam patologi forensik adalah bagaimana cara membedakan apakah korban mati sebelum atau sesudah kebakaran.3,8
a) Jelaga dalam saluran nafas Pada kebakaran rumah atau gedung dimana rumah atau gedung beserta isi perabotannya juga terbakar seperti bahan-bahan yang terbuat dari kayu, plastik akan menghasilkan asap yang berwarna hitam dalam jumlah yang banyak. Akibat dari inhalasi ini korban akan menghirup partikel karbon dalam asap yang berwarna hitam. Sebagai tanda dari inhalasi aktif antemortem, maka partikel-partikel jelaga ini dapat masuk kedalam saluran nafas melalui mulut yang terbuka, mewarnai lidah, dan faring, glottis , vocal cord , trachea bahkan bronchiolus terminalis. Sehingga, secara histologi ditemukan jelaga yang terletak pada bronchiolus terminalis merupakan bukti yang absolut dari fungsi respirasi. Sering pula dijumpai adanya jelaga dalam mukosa lambung, ini juga merupakan bukti bahwa korban masih hidup pada wakrtu terdapat asap pada peristiwa kebakaran. Karbon ini biasanya bercampur dengan mukus yang melekat pada trachea dan dinding bronchus oleh karena iritasi panas pada mukosa. Ditekankan sekali lagi bahwa ini lebih nyata bila kebakaran terjadi didalam gedung dari pada di dalam rumah.
b) Saturasi COHB dalam darah CO dalam darah merupakan indikator yang paling berharga yang dapat menunjukkan bahwa korban masih hidup pada waktu terjadi kebakaran. Oleh karena gas ini hanya dapat masuk melalui absorbsi pada paru-paru. Akan tetapi bila pada darah korban tidak ditemukan adanya saturasi COHB maka tidak berarti korban mati sebelum terjadi kebakaran. Pada nyala api yang terjadi secara cepat, terutama kerosene dan benzene, maka level karbonmonoksida lebih rendah atau bahkan negative dari pada kebakaran yang terjadi secara perlahan-lahan dengan akses oksigen yang terbatas seperti pada kebakaran gedung. Satu lagi yang harus disadari bahwa kadar saturasi CO dalam darah tergantung beberapa faktor termasuk konsentrasi CO yang terinhalasi dari udara, lamanya eksposure, rata-rata dan kedalaman respiration rate dan kandungan Hb dalam darah. Kondisi-kondisi ini akan mempengaruhi peningkatan atau penurunan rata-rata absorbsi CO. sebagai contoh api yang menyala dalam ruangan tertutup, akumulasi CO dalam udara akan cepat meningkat sampai konsentrasi yang tinggi, sehingga diharapkan absorbsi CO dari korban akan meningkan secra bermakna. Pada otopsi biasanya relatif mudah untuk menentukan korban yang meninggal pada keracuan CO dengan melihat warna lebam mayat yang berupa cherry red pada kulit, otot, darah dan organ-organ interna, akan tetapi pada orang yang anemik atau mempunyai kelainan darah warna cherry red ini menjadi sulit dikenali. Warna cherry red ini juga dapat disebabkan oleh keracuan sianida atau bila tubuh terpapar pada suhu dingin untuk waktu yang lama.
c) Reaksi jaringan Tidak mudah untuk membedakan luka bakar yang akut yang terjadi antemortem dan postmortem. Pemeriksaan mikroskopik luka bakar tidak banyak menolong kecuali bila korban dapat bertahan hidup cukup lama sampai terjadi respon respon radang. Kurangnya respon tidak merupakan indikasi bahwa luka bakar terjadi postmortem. Pemeriksaan slide secara mikroskopis dari korban luka bakar derajat tiga yang meninggal tiga hari kemudian tidak ditemukan reaksi radang, ini diperkirakan oleh karena panas menyebabkan trombosis dari pembuluh darah pada lapisan dermis sehinggga sel-sel radang tidak dapat mencapai area luka bakar dan tidak menyebabkan reaksi radang. Blister juga bukan merupakan indikasi bahwa korban masih hidup pada waktu terjadi kebakaran, oleh karena blister ini dapat terjadi secara postmortem. Blister yang terjadi postmortem berwarna kuning pucat, kecuali pada kulit yang hangus terbakar. Agak jarang dengan dasar merah atau areola yang erythematous, walaupun ini bukan merupakan tanda pasti. Secara tradisionil banyak penulis mengatakan bahwa untuk dapat membedakan blister yang terjadi antemortem dengan blister yang terjadi postmortem adalah dengan menganalisa protein dan chlorida dari cairan itu. Blister yang dibentuk pada antemortem dikatakan mengandung lebih banyak protein dan chloride, tetapi inipun tidak merupakan angka yang absolute.
d) Pendarahan subendokardial ventrikel kiri jantung Perdarahan subendokardial pada ventrikel kiri dapat terjadi oleh karena efek panas. Akan tetapi perdarahan ini bukan sesuatu yang spesifik karena dapat disebabkan oleh berbagai mekanisme kematian. Pada korban kebakaran perdarahan ini merupakan indikasi bahwa sirkulasi aktif sedang berjalan ketika tereksposure oleh panas tinggi yang tidak dapat ditolerasi oleh tubuh dan ini merupakan bukti bahwa korban masih hidup saat terjadi kebakaran.
Keadaan Umum yang Ditemukan pada Mayat dengan Luka Bakar Pada kebakaran yang hebat, apakah di dalam gedung atau yang terjadi pada kecelakaan mobil yang terbakar, sering terlihat bahwa keadaan tubuh korban yang terbakar sering tidak mencerminkan kondisi saat matinya. Berikut keadaan umum yang ditemukan pada mayat dengan luka bakar.1,5,6,7,8 1. Skin split Kontraksi dari jaringan ikat yang terbakar menyebabkan terbelahnya kulit dari epidermis dan korium yang sering menyebabkan artefak yang menyerupai luka sayat dan sering disalah artikan sebagai kekerasan tajam. Artefak postmortem ini dapat mudah dibedakan dengan kekerasan tajam antemortem oleh karena tidak adanya perdarahan dan lokasinya yang bervariasi disembarang tempat. Kadang-kadang dapat terlihat pembuluh darah yang intak yang menyilang pada kulit yang terbelah. 2. Abdominal wall destruction Kebakaran partial dari dinding abdomen bagian depan akan menyebabkan keluarnya sebagian dari jaringan usus melalui defek yang terjadi ini. Biasanya ini terjadi tanpa perdarahan, apakah perdarahan yang terletak diluar atau didalam rongga abdomen. 3. Skull fractures Bila kepala terpapar cukup lama dengan panas dapat menyebabkan pembentukan uap didalam rongga kepala yang lama kelamaan akan mengakibatkan kenaikan tekanan intrakranial yang dapat menyebabkan terpisahnya sutura-sutura dari tulang tengkorak. Pada luka bakar yang hebat dan kepala sudah menjadi arang atau hangus terbakar dapat terlihat artefak fraktur tulang tengkorak yang berupa fraktur linear. Disini tidak penah diikuti oleh kontusio serebri, subdural atau subarachnoid.
4. Pseudo epidural hemorrhage Keadaan umum yang biasanya terdapat pada korban yang hangus terbakar dan kepala yang sudah menjadi arang adalah pseudo epidural hemorrhage atau epidural hematom postmortem. Untuk membedakan dengan epidural hematom antemortem tidak sulit oleh karena pseudo epidural hematom biasanya berwarna coklat, mempunyai bentukan seperti honey comb appearance, rapuh tipis dan secara tipikal terletak pada daerah frontal, parietal, temporal dan beberapa kasus dapat meluas sampai ke oksipital.
5. Non-cranial fractures Artefak berupa fraktur pada tulang-tulang ekstremitas juga sering ditemukan pada korban yang mengalami karbonisasi oleh karena tereksposure terlalu lama dengan api dan asap. Tulang tulang yangterbakar mempunyai warna abu-abu keputihan dan sering menunjukan fraktur kortikal pada permukaannya. Tulang ini biasanya hancur bila dipegang sehingga memudahkan trauma postmortem pada waktu transportasi ke kamar mayatatau selama usaha memadamkan api. Mayat sering dibawa tanpa tangan dan kaki, dan mereka sudah tidak dikenali lagi di TKP karena sudah mengalami fragmentasi.
6. Pugilistic Posture Pada mayat yang hangus terbakar, tubuh akan mengambil posisi pugilistic. Koagulasi dari otot-otot oleh karena panas akan menyebabkan kontraksi serabut otot otot fleksor dan mengakibatkan ekstremitas atas mengambil sikap seperti posisi seorang boxer dengan tangan terangkat didepannya, paha dan lutut yang juga fleksi sebagian atau seluruhnya. Posisi pugilistic ini tidak berhubungan apakah individu itu terbakar pada waktu hidup atau sesudah kematian. pugilistic attitude atau heat rigor ini akan hilang bersama dengan timbulnya pembusukan.
Aspek Medikolegal Akhirnya dalam pemeriksaan sedapat mungkin dokter bisa menentukan cara kematian yang dapat berupa : 1) Kecelakaan Sering dijumpai pada kebakaran rumah dan gedung. Banyak pada wanita dan anak karena sering bekerja di dapur. Pada anak-anak luka bakar terjadi karena mereka tidak menyadari bahwa ada kebakaran di sekelilingnya. Pada penderita epilepsy mendapat serangan sewaktu dekat dengan api. 2) Pembunuhan Kematian yang disebabkan oleh adanya kebakaran di suatu tempat, biasanya adalah merupakan suatu kebetulan. Akan tetapi, kebakaran merupakan kumpulan dari suatu kesengajaan dimana kematian yang ada di sini, adalah diklasifikasikan sebagai suatu pembunuhan massal atau homocida. Di dalam kasus-kasus yang terjadi, dimana ada suatu kecurigaan dari rumah yang mengalami kebakaran, maka suatu putusan yang berhubungan dengan kematian yang disebabkan oleh adanya kebakaran yang terjadi, seharusnya ditunda hingga dilakukan penyelidikan secara sempurna terhadap masalah yang dihadapi tersebut. Kebakaran merupakan hal yang dianggap sebagai adanya tujuan dan alasan-alasan tertentu dari satu atau beberapa orang. Dimana alasan yang biasanya ada adalah untuk alasan profit, yaitu untuk mendapatkan asuransi. Kebakaran juga mungkin saja merupakan suatu tindakan balas dendam, karena adanya mental yang tidak normal dari seseorang, atau untuk menyembunyikan suatu tindakan kriminal sebagaimana pencurian atau homocida jarang terjadi, seperti biasanya sia-sia, sebagai yang pertama pemeriksa badan menentukan bahwa seseorang meninggal sebelum terbakar. Artinya, sesungguhnya, berbeda sekali dengan membakar tubuh , karena airnya yang tinggi. Jadi, tubuh bagian luar menunjukkan bagian hangus yang luas, dengan patah tulang dan sebagian hilang dari alat gerak, akan sering memperlihatkan penjaggaan sepenuhnya pada Internal rongga perut. Api jarang sekali menghasilkan suhu yang cukup tinggi, diatas waktu yang cukup lama, untuk membakar tubuh. Temperatur yang berubah-ubah dimana tubuh terlindungi, tergantung pada material yang terbakar; begitu cepatnya material (mereka) terlalap;apakah ada material baru, jika ada, gantikan material yang terbakar dan dengan segera pemadam kebakaran mengatasinya. Bagian luar krematorium, api kekurangan intensitas dan waktu untuk menyelesaikan pembakaran tubuh manusia .Suatu cara yang pantas untuk membakar tubuh bagian luar krematorium adalah meninggikannya pada panggangan seperti kerangka, sehingga saat dibakar, pencairan lemak akan dilalap oleh api dan menambah komsumsi dari tubuh.19 3) Bunuh diri Bunuh diri jarang terjadi. Pada beberapa orang biasanya menyiram diri mereka dengan cairan yang mudah terbakar, biasanya dengan bensin, dan kemudian membakar dirinya ke api. Pada keaadaan seperti itu biasanya ditemukan korek api. Temuan korek api seharusnya diperiksa untuk keperluan sidik jari. Kematian mungkin tidak cepat, akan tetapi, meninggalnya individu/seseorang disebabkan karena komplikasi dari membakar dirinya. Ahli forensik patologi seharusnya mengumpulkan bagian-bagian dari pakaian untuk menganalisis adanya zat yang mudah menguap. Pakaian ini harus ditempatkan dalam sebuah botol kaca dengan tutup sekrup pada bagian atasnya. Pakaian itu tidak boleh disimpan pada sebuah tas plastik, sebagai zat yang mudah menguap kemungkinan besar dapat menguap melalui plastik. Cara lain sebelum menyiapkan pakaian untuk pemeriksaan terhadap zat yang mudah menguap adalah menempatkannya pada sebuah kaleng cat dan menutup kaleng tersebut. Satu kemungkinan juga ingin diambil tanah dari bawah dimana individu awalnya membakar diri mereka untuk menganalisa adanya zat yang mudah menguap. Pada kematian yang disebabkan oleh bunuh diri, jarang ditemukan bahwa konsentrasi karbon monoksida darah tidak dapat ditinggikan tetapi dapat menjadi normal sejak api menyala. Begitu seringnya hal tersebut tidak disadari/dimengerti, pada sebagian besar kematian yang disebakan oleh bunuh diri dan sebagian lagi disebabakan oleh kobaran api, tingginya konsentrasi karbon monoksida. Saat bunuh diri terjadi diluar ruangan atau ditempat yang besar (ruangan yang besar) konsentrasi karbon monoksida rendah atau karbon monosida yang negatif.