FAKULTAS TEKNIK - UNIVERSITAS RIAU Kampus Bina Widya KM. 12,5 Simpang Baru - Pekanbaru MAKALAH PLB Lahan Pasang Surut Teknik Sipil Universitas Riau DISUSUN OLEH: ANDI WIJAYA (1107114365) ARI VERA INDRA (1107111953) NOPEMBER TONI (1107111965) KELAS A DOSEN PEMBIMBING: Ir Siswanto ,MT MARET 2014 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK - UNIVERSITAS RIAU Kampus Bina Widya KM. 12,5 Simpang Baru - Pekanbaru MAKALAH PLB Lahan Pasang Surut Teknik Sipil Universitas Riau DISUSUN OLEH: ANDI WIJAYA (1107114365) ARI VERA INDRA (1107111953) NOPEMBER TONI (1107111965) KELAS A DOSEN PEMBIMBING: Ir Siswanto ,MT MARET 2014 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK - UNIVERSITAS RIAU Kampus Bina Widya KM. 12,5 Simpang Baru - Pekanbaru MAKALAH PLB Lahan Pasang Surut Teknik Sipil Universitas Riau DISUSUN OLEH: ANDI WIJAYA (1107114365) ARI VERA INDRA (1107111953) NOPEMBER TONI (1107111965) KELAS A DOSEN PEMBIMBING: Ir Siswanto ,MT MARET 2014 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan kesehatan dan kesempatan kepada kami untuk dapat menyelesaikan makalah Pengembangan Lahan Basah ini. Makalah ini bertujuan untuk memberikan pandangan kepada teman-teman mahasiswa tentang fungsi ekologis lahan basah. Terima kasih kami ucapkan kepada dosen pembimbing Ir Siswanto MT yang telah memberikan dukungan dan motivasi dalam menyelesaikan makalah ini. Dan juga kepada teman-teman yang berperan penting dalam penyelesaian makalah ini. Penyusun menyadari bahwa menyelesaikan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan. Untuk itu, penyusun mengharapkan masukan dan kritikan yang sifatnya membangun dalam penyempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan mahasiswa dan penulis di kemudian hari. Pekanbaru, Maret 2014 Penyusun DAFTAR ISI KATA PENGANTAR......................................................................................... i DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1 BAB II PEMBAHASAN..................................................................................2 BAB III KESIMPULAN................................................................................... 7 DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 8 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan program ekstensifikasi pertanian diarahkan pada pemanfaatan lahan-lahan marginal seperti lahan rawa pasang surut. Diperkirarakan dari 33.5 juta ha lahan rawa pasang surut yang sebagian besar terdapat di Sumatera, Kalimantan, dan Irian Jaya, hanyasekitar 0.9 juta ha yang sudah dibuka untuk areal pertanian produktif (Subagyo danWidjaya-Adhi, 1998). Lahan rawa pasang surut atau gambut adalah suatu wilayah rawa yang dipengaruhioleh gerakan pasang surut air laut yang secara berkala mengalami luapan air pasang. Jadilahan rawa pasang surut dapat dikatakan sebagai lahan yang memperoleh pengaruh pasangsurut air laut atau sungai-sungai sekitarnya. Bila musim penghujan lahan-lahan ini tergenangair sampai satu meter di atas permukaan tanah, tetapi bila musim kering bahkan permukaanair tanah menjadi lebih besar 50 cm di bawah permukaan tanah. Bahwa lebak ialah lahanrawa yang tidak memperoleh pengaruh pasang surut air laut. Lahan pasang surut berbeda dengan lahan irigasi atau lahan kering yang sudahdikenal masyarakat. Perbedaannya menyangkut kesuburan tanah, sumber air tersedia, danteknik pengelolaannya. Lahan ini tersedia sangat luas dan dapat dimanfaatkan untuk usaha pertanian. Hasil yang diperoleh sangat tergantung kepada cara pengelolaannya. Untuk itu, petani perlu memahami sifat dan kondisi tanah dan air di lahan pasang surut. Sifat tanah danair yang perlu dipahami di lahan pasang surut ini berkaitan dengan: tanah sulfat masamdengan senyawa piritnya, tanah gambut, air pasang besar dan kecil, kedalaman air tanah, dankemasaman air yang menggenangi lahan. Ekosistem gambut merupakan penyangga hidrologi dan cadangan karbon yangsangat penting bagi lingkungan hidup. Oleh karenanya, ekosistem ini harus dilindungi agar fungsinya dapat dipertahankan sampai generasi mendatang. Aspek legal mengenaikonservasi lahan gambut diatur dalam Keputusan Presiden No. 32 tahun 1990 tentangkawasan lindung.. Konservasi lahan gambut juga dimaksudkan untuk meminimalkanteremisinya karbon tersimpan yang jumlahnya sangat besar. Oleh karena itu, Pengelolaantanah dan air ini merupakan kunci keberhasilan usahatani. Dengan upaya yang sungguh - sungguh, lahan pasang surut ini dapat bermanfaat bagi petani dan masyarakat luas 1.2 Rumusan Masalah Hal-hal yang dibahas di dalam makalah ini yaitu : a. Pengertian lahan pasang surut b. Luas lahan dan penyebarannya c. Tipologi dan tipe lahan pasang surut d. Manfaat lahan pasang surut BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian lahan pasang surut Lahan rawa adalah lahan yang tergenang secara terus menerus akibat drainase buruk. Lahan rawa di bagi menjadi dua yaitu rawa lebak dan rawa pasang surut. Lahan rawa pasang surut merupakan lahan yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Lahan pasang surut merupakan suatu lahan yang terletak pada zone/wilayah sekitar pantai yang ditandai dengan adanya pengaruh langsung limpasan air dari pasang surutnya air laut atau pun hanya berpengaruh pada muka air tanah. Sebagian besar jenis tanah pada lahan rawa pasang surut terdiri dari tanah gambut dan tanah sulfat masam. Menurut Pariwono (1989), pasang surut diartikan sebagai naik turunnya muka laut secara berkala akibat adanya gaya tarik benda-benda angkasa terutama matahari dan bulan terhadap massa air di bumi. Sedangkan menurut Dronkers (1964) pasang surut laut merupakan suatu fenomena pergerakan naik turunnya permukaan air laut secara berkala yang diakibatkan oleh kombinasi gaya gravitasi dan gaya tarik menarik dari benda-benda astronomi terutama oleh matahari, bumi dan bulan. Lahan rawa pasang surut jika dikembangkan secara optimal dengan meningkatkan fungsi dan manfaatnya maka bisa menjadi lahan yang potensial untuk dijadikan lahan pertanian di masa depan. Untuk mencapai tujuan pengembangan lahan pasang surut secara optimal, ada beberapa kendala. Kendala tersebut berupa faktor biofisik, hidrologi yang menyangkut tata air, agronomi, sosial dan ekonomi Kemudian tanah pasang surut biasanya dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan terutama untuk lahan persawahan. Luas lahan pasang surut yang dapat dimanfaatkan berfluktuasi antara musim kemarau dan penghujan. Pemanfaatan lahan pasang surut telah menjadi sumber mata pencaharian penting bagi masyarakat disekitarnya meskipun belum dapat menggunakannya sepanjang tahun. Rata - rata lahan pasang surut hanya dapat ditanami sekali dalam setahunnya selebihnya dibiarkan dalam keadaan bero karena tergenang air. Tergenangnya lahan pasang surut secara periodik ada kaitannya dengan kepentingan pembangkit tenaga listrik dan meluapnya air pada musim penghujan. ( Hanggari,2008) 2.2 Luas lahan dan penyebarannya Dengan menggunakan peta satuan lahan skala 1 : 250.000, Nugroho et al. (1992) memperkirakan luas lahan rawa pasang surut di Indonesia, khususnya Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya mencapai 20,11 juta ha, yang terdiri dari 2,07 juta ha lahan potensial, 6,71 juta ha lahan sulfat masam, 10,89 juta ha lahan gambut dan 0,44 juta ha lahan salin. Sedangkan menurut wilayah dan statusnya, menunjukkan bahwa potensi lahan pasang surut terluas ada di Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya . Lahan tersebut tersebar terutama di pantai timur dan barat Sumatera, pantai selatan Kalimantan, pantai barat Sulawesi serta pantai utara dan selatan Irian Jaya sedangkan sebaran tipologi lahan berbeda menurut wilayah dalam arti bahwa tiap wilayah dapat mencakup beberapa tipologi lahan dan tipe luapan air. Dari luas lahan pasang surut tersebut, sekitar 9,53 juta hektar berpotensi untuk dijadikan lahan pertanian, sedangkan yang berpotensi untuk areal tanaman pangan sekitar 6 juta hektar. Areal yang sudah direklamasi sekitar 4,186 juta hektar, sehingga masih tersedia lahan sekitar 5,344 juta hektar yang dapat dikembangkan sebagai areal pertanian. Dari lahan yang direklamasi, seluas 3.005.194 ha dilakukan oleh penduduk lokal dan seluas 1.180.876 ha dilakukan oleh pemerintah yang utamanya untuk daerah transmigrasi dan perkebunan Pemanfaatan lahan yang direklamasi oleh pemerintah adalah 688.741 ha sebagai sawah dan 231.044 ha sebagai tegalan atau kebun, sedangkan 261.091 ha untuk keperluan lainnya. 2.3 Tipologi dan Tipe lahan pasang surut A. Tipologi Lahan Pasang Surut Berdasarkan tipologinya lahan pasang surut digolongkan ke dalam empat tipologi utama, yaitu: (1) lahan potensial Lahan potensial adalah lahan yang paling kecil kendalanya dengan ciri lapisan pirit (2 %) berada pada kedalaman lebih dari 30 cm, tekstur tanahnya liat, kandungan N dan P tersedia rendah, kandungan pasir kurang dari 5 persen, kandungan debu 20 % dan derajat kemasaman 3,5 hingga 5,5 . (Manwan, I. dkk.1992). Lahan potensial yaitu lahan pasang surut yang tanahnya termasuk tanah sulfat masam potensial dengan lapisan pirit berkadar 2% terletak pada kedalaman lebih dari 50 cm dari permukaan tanah (Jumberi) (2) lahan sulfat masam lahan sulfat masam adalah lahan yang lapisan piritnya berada pada kedalaman kurang dari 30 cm dan berdasarkan tingkat oksidadinya lahan sulfat masam ini dibagi lagi lahan sulfat masam potensial yaitu lahan sulfat masam yang belum mengalami oksidasi dan lahan sulfat masam aktual yaitu lahan sulfat masam yang telah mengalami oksidadi. (Manwan, I. dkk.1992). Lahan sulfat masam ini dibedakan lagi menjadi : (a) lahan sulfat masam potensial, yaitu apabila lapisan piritnya belum teroksidasi (b) lahan sulfat masam aktual, yaitu apabila lapisan piritnya sudah teroksidasi yang dicirikan oleh adanya horizon sulfurik dan pH tanah < 3,5. (Jumberi,) (3) lahan gambut/bergambut lahan gambut/bergambut adalah lahan yang mempunyai lapisan gambut dan berdasarkan ketebalan gambutnya lahan ini dibagi ke dalam empat sub tipologi yaitu lahan bergambut, gambut dangkal, gambut dalam dan gambut sangat dalam, umumnya lahan gambut kahat beberapa unsur hara mikro yang ketersediaannya sangat penting untu pertumbuban dan pekermbangan tanaman(Manwan, I. dkk.1992). lahan gambut ini dibagi lagi menjadi : (a) lahan bergambut bila ketebalan lapisan gambut 20-50 cm, (b) gambut dangkal bila ketebalan lapisan gambut 50-100 cm, (c) gambut sedang bila ketebalan lapisan gambut 100-200 cm, (d) gambut dalam bila ketebalan lapisan gambut 200-300 cm dan (e) gambut sangat dalam bila ketebalan lapisan gambut > 300 cm. (Jumberi,) (4) lahan salin lahan salin adalah lahan pasang surut yang mendapat intrusi air laut, sehingga mempunyai daya hantar listrik 4 MS/cm, kandungan Na dalam larutan tanah 8 15 % (Manwan, I. dkk.1992). Lahan salin adalah lahan pasang surut yang mendapat pengaruh atau intrusi air garam dengan kandungan Na dalam larutan tanah sebesar > 8% selama lebih dari 3 bulan dalam setahun, sedangkan lahannya dapat berupa lahan potensial, sulfat masam dan gambut. (Jumberi,?) Berdasarkan pertimbangan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh dalam pemanfaatan dan pengelolaan lahan rawa adalah: (a) kedalaman lapisan mengandung pirit/bahan sulfidik, dan kondisinya masih tereduksi atau sudah mengalami proses oksidasi, (b) ketebalan dan tingkat dekomposisi gambut serta kandungan hara gambut, (c) pengaruh luapan pasang dari air salin/payau, (d) lama dan kedalaman genangan air banjir, dan (e) keadaan lapisan tanah bawah, atau substratum. Penggolongan tipologi lahan pasang surut di atas sangat umum, sehingga menyulitkan transfer teknologi dalam satu tipologi lahan, oleh karena itu diusulkan penggelompokkan lahan yang lebih rinci dengan mempertimbangkan berbagai ciri dan karakteristik yang lebih spesifik B. Tipe Luapan air pasang surut Berdasarkan tipe luapan air, tipe luapan lahan pasang surut: (1) tipe luapan A bila lahan selalu terluapi air baik pada waktu pasang besar maupun pasang kecil dan Lahan bertipe luapan A selalu terluapi air pasang, baik pada musim hujan maupun musim kemarau,; (2) tipe luapan B bila lahannya hanya terluapi oleh air pasang besar. lahan bertipe luapan B hanya terluapi air pasang pada musim hujan saja; (3) lahan tidak terluapi air pasang baik pasang besar maupun pasang kecil, tetapi permukaan air tanah kurang dari 30 cm dari permukaan tanah. Lahan bertipe luapan C tidak terluapi air pasang tetapi kedalaman muka air tanahnya kurang dari 50 cm,; (4) tipe luapan D bila lahannya tidak terluapi oleh air pasang baik pasang besar maupun pasang kecil, tetapi permukaan air tanahnya berada pada kedalaman lebih dari 30 cm dari permukaan tanah. 2.4 Pemanfaatan Lahan Pasang Surut Pemanfaatan lahan pasangan surut terutama tipe A dan tipe B yaitu sistem persawahan karena sistem ini paling tepat dan aman terutama terhadap kendala yang ditimbulkan akibat sifat fisik dan kimia tanah. Sistem sawah akan membuat tanah tetap dalam keadaan reduksi dan pada keadaan ini pirit tetap stabil di dalam tanah sehingga tidak membahayakan bagi tanaman padi (Widjaya-Adhi et al., 1992). Berhubungan dengan sistem ini maka pemilihan varietas yang sesuai, pengelolaan air dan pemanfaatan vegetasi alami merupakan kunci utama dalam memperoleh hasil yang optimal. Kendala dan Upaya Pemanfaatan Lahan Pasang Surut Lahan pasang surut biasanya dicirikan oleh kombinasi beberapa kendala seperti (Anwarhan dan Sulaiman, 1985): 1. Ph rendah 2. Genangan yang dalam 3. Akumulasi zatzat beracun ( besi dan aluminium) 4. Salinitas tinggi, kekurangan unsur hara 5. Serangan hama dan penyakit 6. Tumbuhnya gulma yang dominan. BAB III PENUTUP Kesimpulan DAFTAR PUSTAKA http://rahmanfauzii.blogspot.com/2013/06/sawah-pasang-surut.html http://yudhozona.blogspot.com/2011/06/sawah-pasang-surut.html http://dodishinta.blogspot.com/2012/11/pemanfaatan-lahan-pasang-surut-untuk.html