You are on page 1of 24

1

PERCOBAAN 9
STIMULAN SISTEM SARAF PUSAT DAN ANTIEPILEPTIKA

1. Tujuan Percobaan
Mahasiswa mengerti dan memahami manifestasi stimulan sistem saraf
pusat secara berlebih-lebihan pada makhluk hidup (tikus).
Mahasiswa memperoleh gambaran bagaimana manifestasi stimulasi
berlebih-lebihan ini dapat diatasi dan konsep farmakodinamik yang
melandasinya.
Mahasiswa sanggup mendiagnosa sebab kematian hewan percobaan.

2. Tinjauan Pustaka
Obat yang bekerja pada susunan saraf pusat memperlihatkan efek yang
sangat luas. Obat tersebut mungkin merangsang atau menghambat aktivitas
susunan saraf pusat secara spesifik atau secara umum. Alkohol adalah
penghambat susunan saraf pusat tetapi dapat memperlihatkan efek perangsangan,
sebaliknya perangsangan susunan saraf pusat dosis besar selalu disertai depresi
pasca perangsangan.
Klasifikasi Sistem Saraf Pusat
Obat yang bekerja terhadap SSP dapat dibagi dalam beberapa golongan besar,
yaitu :
Psikofarmaka (psikotropika), yang meliputi Psikoleptika (menekan atau
menghambat fungsi-fungsi tertentu dari SSP seperti hipnotika, sedativa dan
tranquillizers, dan antipsikotika); Psiko-analeptika (menstimulasi seluruh
SSP, yakni antidepresiva dan psikostimulansia (wekamin).
Untuk gangguan neurologis, seperti antiepileptika, MS (multiple sclerosis),
dan penyakit Parkinson.
Jenis yang memblokir perasaan sakit: analgetika, anestetika umum, dan lokal.
2

Jenis obat vertigo dan obat migrain (Tjay, 2002).

Umumnya semua obat yang bekerja pada SSP menimbulkan efeknya
dengan mengubah sejumlah tahapan dalam hantaran kimia sinap (tergantung kerja
transmitter). Pembagian obat susunan syaraf pusat :
Anestetika
Hipnotiv sedativ
Antikonvulsan
Antipartinson
Analeptika

Obat yang efek utamanya terhadap susunan saraf pusat yaitu:
a) Stimulan susunan saraf pusat
Perangsangan sistem saraf pusat oleh obat pada umumnya melalui dua
mekanisme yaitu mengadakan blokade sistem penghambatan dan meninggikan
perangsangan sinaps. Dalam sistem saraf pusat dikenal sistem penghambatan
pasca sinaps dan penghambatan prasinaps. Striknin merupakan prototip obat yang
mengadakan blokade selektif terhadap sistem penghambatan pasca sinaps
sedangkan pikrotoksin mengadakan blokade terhadap sisitem penghambatan
prasinaps dan kedua obat ini penting dalam bidang penilitian untuk mempelajari
berbagai macam jenis reseptor dan antagonisnya. Analeptik lain tidak
berpengaruh terhadap sistem penghambatan dan mungkin bekerja dengan
meninggikan perangsangan sinaps.

Perangsangan nafas ada beberapa mekanisme faalan yang dapat merangsang
nafas, yaitu perangsangan langsung pada pusat nafas baik oleh obat atau karena
adanya perubahan pH darah, perangsangan dari impuls sensorik yang berasal dari
kemoreseptor di badan karotis, perangasangan dari impuls aferen terhadap pusat
nafas misalnya impuls yang datang dari tendo dan sendi, dan pengaturan dari
pusat yang lebih tinggi.
3


Perangsangan vasomotor belum ada obat yang selektif dapat merangsang
pusat vasomotor. Bagian ini ikut terangsang bila ada rangsangan pada medula
oblongata oleh obat perangsang nafas dan analeptik.

Perangsangan pusat muntah beberapa obat secara selektif dapat merangsang
pusat muntah melalui chemoreceptor trigger zone (CTZ) di medula oblongata,
misalnya apomorfin.

b) Antikonvulsi atau antiepileptika
Antikonvulsi digunakan terutama untuk mencegah dan mengobati bangkitan
epilepsi. Golongan obat ini lebih tepat dinamakan antiepilepsi sebab obat ini
jarang digunakan untuk gejala konfulsi penyakit lain. Epilepsi adalah nama umum
sekelompok gangguan atau penyakit susunan saraf pusat yang timbul spontan
dengan episode singkat, dengan gejala utama kesadaran menurun sampai hilang.
Bangkitan ini biasanya disertai kejang (konvulsi), hiperaktifitas otonomik,
gangguan sensorik atau psikis dan selalu disertai gambaran letupan EEG abnormal
dan ekasesif. Berdasarkan gambaran EEG, epilepsi dapat dinamakan distritmia
serebral yang bersifat paroksismal.

Pada dasarnya epilepsi dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu :
1) Bangkitan umum (epilepsi umum) yang terdiri dari :
Bangkitan tonik klonik (epilepsi grand mal)
Bangkitan iena (epilepsi petit mal atau absences)
Bangkitan lena tidak khas (atypical absences)
Bangkitan mioklonik (epilepsi mioklonik)
Bangkitan klonik
Bangkitan tonik
Bangkitan atonik
Bangkitan infantil (spasme infantil)

4

2) Bangkitan parsial atau fokal atau lokal (epilepsi parsial atau fokal)
Bangkitan parsial sederhana
Bangkitan parsial kompleks
Bangkitan parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum misalnya
bangkitan tonik klonik, bangkitan tonik atau bangkitan klonik saja.

Epilepsi psikomotor atau epilepsi lobus temporalis merupakan bangkitan
parsial kompleks atau bangkitan parsial yang berkembang menjadi epilepsi
umum bila fokusnya terletak dilobus temporalis anterior.

3) Bangkitan lain-lain (tidak termasuk golongan I atau II)
Mekanisme terjadinya bangkitan epilepsi :
Pada fokus epilepsi dikorteks serebri terjadi letupan yang timbul kadang-
kadang, secara tiba-tiba, berlebihan dan cepat; letupan ini menjadi
bangkitan umum bila neuron normal disekitarnya terkena pengaruh
letupan tersebut. Konsep ini masih tetap dianut dengan beberapa
perubahan kecil. Adanya letupan depolarisasi abnormal yang menjadi
dasar diagnosis diferensial epilepsi memang dapat dibuktikan. Fokus
epilepsi dapat tetap tenang selama masa yang cukup panjang, sehingga
tidak timbul gejala apapun; tetapi dalam masa tenang pun dengan EEG,
akan terekam letupan listrik yang bersifat intermiten. Sekalipun letupan
depolarisasi yang menyebabkan bangkitan dapat terjadi spontan, berbagai
perubahan fisiologis dapat menjadi pencetus letupan depolarisasi.
Penjalaran letupan depolarisasi keluar daerah fokus, biasanya dihambat
oleh mekanisme inhibisi normal, tetapi perjalanan ini dapat diperlancar
dengan perubahan fisiologis.
Mekanisme kerja antiepilepsi :
Terdapat 2 mekanisme antikonvulsi yang penting yaitu dengan mencegah
timbulnya letupan depolarisasi eksesif pada neuron epileptik dalam fokus epilepsi,
dengan mencegah terjadinya letupan depolarisasi pada neuron normal akibat
5

pengaruh dari fokus epilepsi. Bagian terbesar antiepilepsi yang dikenal termasuk
golongan terakhir ini.
Mekanisme kerja antiepilepsi hanya sedikit yang dimengerti secara baik.
Berbagai obat antiepilepsi diketahui mempengaruhi berbagai fungsi
neurufisiologik otak, terutama yang mempengaruhi sistem inhibisi yang
melibatkan GABA dalam mekanisme kerja berbagai antiepilepsi.

DIAZEPAM
Diazepam adalah obat anti cemas dari golongan benzodiazepin, satu
golongan dengan alprazolam (Xanax), klonazepam, lorazepam, flurazepam, dll.
Diazepam dan benzodiazepin lainnya bekerja dengan meningkatkan efek
GABA (gamma aminobutyric acid) di otak. GABA adalah neurotransmitter (suatu
senyawa yang digunakan oleh sel saraf untuk saling berkomunikasi) yang
menghambat aktifitas di otak. Diyakini bahwa aktifitas otak yang berlebihan dapat
menyebabkan kecemasan dan gangguan jiwa lainnya.Diazepam tidak boleh dijual
bebas, tetapi harus melalui resep dokter.
Diazepam terutama digunakan untuk terapi konvulsi rekuren, misalnya
status epileptikus. Obat ini juga bermanfaat untuk terapi bangkitan parsial
sederhana misalnya bangkitan klonik fokal dan hipsaritmia yang refrakter
terhadap terapi lazim. Diazepam dapat efektif pada bangkitan lena karena
menekan 3 gelombang paku dan ombak yang terjadi dalam 1 detik.
Untuk mengatasi bangkitan status epileptikus, disuntikkan 5-20 mg
diazepam IV secara lambat. Dosis ini dapat diulang seperlunya dengan tenggang
waktu 15-20 menit sampai beberapa jam. Diazepam dapat mengendalikan 80-90
% pasien bangkitan rekuren.
Efek samping diazepam yang paling sering adalah mengantuk, lelah, dan
ataksia (kehilangan keseimbangan). Walaupun jarang, diazepam dapat
6

menyebabkan reaksi paradoksikal, kejang otot, kurang tidur, dan mudah
tersinggung. Bingung, depresi, gangguan berbicara, dan penglihatan ganda juga
merupakan efek yang jarang dari diazepam. Efek samping obat ini berat dan
berbahaya yang menyertai penggunaan diazepam IV ialah obstruksi saluran nafas
oleh lidah, akibat relaksasi otot. Disamping ini dapat terjadi depresi nafas sampai
henti nafas, hipotensi , henti jantung, dan kantuk.
Diazepam dapat menyebabkan ketergantungan, terutama jika digunakan
dalam dosis tinggi dan dalam jangka waktu lama. Pada orang yang mempunyai
ketergantungan terhadap diazepam, penghentian diazepam secara tiba-tiba dapat
menimbulkan sakau (sulit tidur, sakit kepala, mual, muntah, rasa melayang,
berkeringat, cemas, atau lelah). Bahkan pada kasus yang lebih berat, dapat timbul
kejang.
Oleh karena itu, setelah penggunaan yang lama, diazepam sebaiknya
dihentikan secara bertahap, dan sebaiknya di bawah pengawasan dokter.

AMFETAMIN

Amfetamin adalah kelompok obat psikoaktif sintetis yang disebut sistem
saraf pusat (SSP) stimulants. Amfetamin merupakan satu jenis narkoba yang
dibuat secara sintetis dan kini terkenal di wilayah Asia Tenggara. Amfetamin
dapat berupa bubuk putih, kuning, maupun coklat, atau bubuk putih kristal kecil.

Senyawa ini memiliki nama kimia methylphenethylamine merupakan
suatu senyawa yang telah digunakan secara terapetik untuk mengatasi obesitas,
attention-deficit hyperactivity disorder (ADHD), dan narkolepsi. Amfetamin
meningkatkan pelepasan katekolamin yang mengakibatkan jumlah
neurotransmiter golongan monoamine (dopamin, norepinefrin, dan serotonin) dari
saraf pra-sinapsis meningkat. Amfetamin memiliki banyak efek stimulan
diantaranya meningkatkan aktivitas dan gairah hidup, menurunkan rasa lelah,
7

meningkatkan mood, meningkatkan konsentrasi, menekan nafsu makan, dan
menurunkan keinginan untuk tidur. Akan tetapi, dalam keadaan overdosis, efek-
efek tersebut menjadi berlebihan.

Secara klinis, efek amfetamin sangat mirip dengan kokain, tetapi
amfetamin memiliki waktu paruh lebih panjang dibandingkan dengan kokain
(waktu paruh amfetamin 10 15 jam) dan durasi yang memberikan efek
euforianya 4 8 kali lebih lama dibandingkan kokain. Hal ini disebabkan oleh
stimulator-stimulator tersebut mengaktivasi reserve powers yang ada di dalam
tubuh manusia dan ketika efek yang ditimbulkan oleh amfetamin melemah, tubuh
memberikan signal bahwa tubuh membutuhkan senyawa-senyawa itu lagi.
Berdasarkan ICD-10 (The International Statistical Classification of Diseases and
Related Health Problems), kelainan mental dan tingkah laku yang disebabkan oleh
amfetamin diklasifikasikan ke dalam golongan F15 (Amfetamin yang
menyebabkan ketergantungan psikologis).

Cara yang paling umum dalam menggunakan amfetamin adalah dihirup
melalui tabung. Zat tersebut mempunyai mempunyai beberapa nama lain: ATS,
SS, ubas, ice, Shabu, Speed, Glass, Quartz, Hirropon dan lain sebagainya.
Amfetamin terdiri dari dua senyawa yang berbeda: dextroamphetamine murni and
pure levoamphetamine.dan levoamphetamine murni. Since dextroamphetamine is
more potent than levoamphetamine, pure Karena dextroamphetamine lebih kuat
daripada levoamphetamine, dextroamphetamine juga lebih kuat daripada
campuran amfetamin.

Amfetamin dapat membuat seseorang merasa energik. Efek amfetamin
termasuk rasa kesejahteraan, dan membuat seseorang merasa lebih percaya diri.
Perasaan ini bisa bertahan sampai 12 jam, dan beberapa orang terus menggunakan
untuk menghindari turun dari obat

8

Obat-obat yang termasuk ke dalam golongan amfetamin adalah :
Amfetamin
Metamfetamin
Metilendioksimetamfetamin (MDMA, ecstasy atau Adam).

ANTIKONVULSAN (ANTIEPILEPTIKA)
Antikonvulsan adalah sebuah obat yang mencegah atau mengurangi kejang-
kejang atau konvulsan atau obat yang dapat menghentikan penyakit ayan, yaitu
suatu penyakit gangguan syaraf yang ditimbul secara tiba-tiba dan berkala,
adakalanya disertai perubahan-perubahan kesadaran. Digunakan terutama untuk
mencegah dan mengobati epilepsi. Golongan obat ini lebih tepat dinamakan Anti
Epilepsi, sebab obat ini jarang digunabkan untuk gejala konvulsi penyakit lain.
Epilepsi adalah nama umum untuk sekelompok gangguan atau penyakit
susunan saraf pusat yang timbul spontan dengan episode singkat (disebut
Bangkitan atau Seizure), dengan gejala utama kesadaran menurun sampai hilang.
Bangkitan ini biasanya disertai kejang (Konvulsi), hiperaktifitas otonomik,
gangguan sensorik atau psikis dan selalu disertai gambaran letupan EEG obsormal
dan eksesif. Berdasarkan gambaran EEG, apilepsi dapat dinamakan disritmia
serebral yang bersifat paroksimal. Jenis Jenis Epilepsi yaitu :
a) Grand mal (tonik-tonik umum ) Timbul serangan-serangan yang dimulai
dengan kejang-kejang otot hebat dengan pergerakan kaki tangan tak sadar
yang disertai jeritan, mulut berbusa,mata membeliak dan disusul dengan
pingsan dan sadar kembali.
b) Petit mal Serangannya hanya singkat sekali tanpa disertai kejang.
c) Psikomotor (serangan parsial kompleks) Kesadaran terganggu hanya sebagian
tanoa hilangnya ingatan dengan memperlihatkan perilaku otomatis seperti
gerakan menelan atau berjalan dalam lingkaran.

9

Sifat obat konvulsan
Hablur kecil atau serbuk hablur putih berkilat tidak berbau,tidak berasa, dapat
terjadi polimorfisma. Stabil diudara;ph larutan jenuh lbh kurang 5.sngat sukar
larut dalm air,larut dlam etanol,eter,dan dalam larutan alkali hidroksida,alkali
karbonat.agak sukar laryt dalam kloroform (FI 4).

Mekanisme Kerja Antiepilepsi (Anti Konvulsi)
Terdapat dua mekanisme antikonvulsi yang penting, yaitu :
Dengan mencegah timbulnya letupan depolarisasi eksesif pada neuron
epileptik dalam fokus epilepsi.
Dengan mencegah terjasinya letupan depolarisasi pada neuron normal
akibat pengaruh dari fokus epilepsi.
Bagian terbesar antiepilepsi yang dikenal termasuk dalam golongan kedua
diatas.

Penggunaan Antiepilepsi (Anti Konvulsi)
Antiepilepsi umunya memiliki lebar terapi yang sempit, seperti Fenitoin, harus
dengan teratur dan kontinu, agar kadar obat dalam darah terpelihara sekonstan
mungkin. Umumnya pengobatan dilakukan dengan dosis rendah dulu kemudian
dinaikan secara berangsur sampai efek maksimal tercapai dan kadar plasma
menjadi tetap. Jangka waktu terapi umumnya bertahun-tahun bahkan bisa seumur
hidup. Bila dalam 2-3 tahun tidak terjadi serangan maka dosis dapat diturunkan
berangsur sehingga pengobatan dapat dihentikan sama sekali.

Penggolongan Antiepilepsi
10

Kebanyakan obat epilepsi bersifat antikonvulsif, yaitu dapat meredakan konvulsi,
dan sedatif (meredakan). Obat-obat ini dapat dibagi dalam beberapa kelompok
sbb :
a) Barbital-barbital, misalnya Fenobarbital, Mefobarbital, dan Heptobarbital.
Obat tidur ini bersifat mnenginduksi enzim, hingga biotransformasi
enzimatisnya dipercepat, juga penguraian zat-zat lain, antara lain
penguraian vitamin D sehingga menyebabkan rachitis, khususnya pada
anak kecil.
b) Hidantoin-hidantoin, misalnya Fenitoin,strukturnya mirip fenobarbital
tetapi dengan cincin lima hidantoin.
c) Suksinimida-suksinimida, misalnya Metilfenilsuksinimida dan
Etosuksinimida.Obat ini terutama digunakan pada serangan psikomotor.
d) Oksazolidin-oksazolidin, misalnya Etadion dan Trimetadion, tetapi jarang
digunakan mengingat efek sampingnya berbahaya terhadap hati dan limpa.
e) Serba-serbi, misalnya Diazapam dan turunannya, Karbamazepin,
Asetazolamid, dan Asam Valproat.

Contoh sediaan obat
Fenitoin (Ditalin, Dilantin)
Zat hipnotik ini terutama efektif pada grand mal dan serangan psikomotor, tidak
untuk serangan-serangan kecil karena dapat memprofokasi serangan.

DS : oral 1-2x sehari @ 100-300 mg.
Indikasi : semua jenis epilepsi,kecuali petit mal, status epileptikus
Kontraindikasi : gangguan hati, wanita hamil dan menyusui
Efek samping : gangguan saluran cerna, pusing nyeri kepala tremor, insomnia.
11

Penobarbital
Zat hipnotik ini terutama digunakan pada serangan epilepsi Grand mal / besar,
biasanya dalam kombinasi dengan kafein atau efedrin guna melawan efek
hipnotisnya.
DS : oral 3 x sehari@ 25 75 mg maksimal 400 mg (dalam 2 dosis).
Indikasi : semua jenis epilepsi kecuali petit mal, status epileptikus
Kontraindikasi : depresi pernafasan berat, porifiria
Efek samping : mengantuk, depresi mental
Karbamazepin
Indikasi : epilepsi semua jenis kecuali petit mal neuralgia trigeminus
Kontraindikasi : gangguan hati dan ginjal, riwayat depresi sumsum tulang
Efek samping : mual,muntah,pusing, mengantuk, ataksia,bingung
Klobazam
Indikasi : terapi tambahan pada epilepsy penggunaan jangka pendek
ansietas.
Kontraindikasi : depresi pernafasan
Efek samping : mengantuk, pandangan kabur, bingung, amnesia ketergantungan
kadang-kadang nyeri kepala, vertigo hipotensi.
Diazepam (valium)
Selain bersifat sebagai anksiolitika, relaksan otot, hipnotik, juga berkhasiat
antikonvulsi. Maka digunakan sebagai obat status epileptikus dalam bentuk
injeksi.
DS : oral 2 3 x sehari @ 2 5 mg
12

Indikasi : status epileptikus, konvulsi akibat keracunan
Kontraindikasi : depresi pernafasan
Efek samping : mengantuk, pandangan kabur, bingung, antaksia, amnesia,
ketergantungan, kadang nyeri kepala.
Primidon(Mysolin)
Strukturnya mirip dengan fenobarbital dan di dalam hati akan dibiotrasformasi
menjado fenobarbital, tetapi kurang sedatif dan sangat efektif terhadap serangan
grand mal dan psikomotor.
DS : dimulai 4 x sehari @ 500 mg, hari ke 4 250 mg dan hari ke 11
25 mg
Karbamazepin (Tegretol)
Senyawa trisiklik ini mirip imipramin, Digunakan pada epilepsi grand mal dan
psikomotor dengan efektifitasnya sama dengan fenitoin tetapi efek sampingnya
lebih ringan.
DS : dimimun dengan dosis rendah dan dinaikan berangsur-angsur
sampai 2-3 x sehari @ 200-400 mg.



3. Alat dan Bahan
a) Alat
Alat suntik
Timbangan tikus/mencit
Meja bedah
Stopwatch
13


b) Bahan
Larutan amfetamin
Larutan diazepam
Larutan luminal
NaCl fisiologis (kontrol)

4. Prosedur Kerja
1) Timbang tikus
2) Hitung dosis VAO
3) Tikus diberi penginduksi amfetamin sebanyak 0,3 ml diberi secara IP.
Dan tunggu selama 5 menit setelah pemberian penginduksi.
4) Setelah 5 menit, tikus diberi obat diazepam/luminal secara IP.
5) Amati perubahan yang terjadi pada tikus tersebut.
6) Amati parameter
Aktivitas meningkat
Tremor
Respirasi meningkat
Fasikulasi
Gerak berputar
Ekor bergelombang
Gerak jalan mundur

5. Hasil dan Pembahasan
a) Hasil

Perhitungan
Amfetamin (penginduksi) = 0,3 ml
BB = 184 g
14

Dosis = 0,56 mg/200 g = 0,0028 mg/gBB = 2,8 mg/kgBB
VAO =
(




= 0,515 ml

Tebel pengamatan :







A GT A GT A GT A GT
T F T F T F T F
EG RIT EG RIT EG RIT EG RIT
A R A R A ET A K
T F T RIT F JM R EG
EG RIT GP R ET MATI
GP
A R A R A R A R
T GP T GP T GP T GP
F EG F EG F EG F EG
A AG A AG A AG A AG
T F T F T F T F
GP TN GP TN GP TN GP TN
EG RIT EG RIT EG RIT EG RIT
Ag R Ag R Ag R Ag R
RIT GP RIT GP RIT GP RIT GP
A GJM A GJM A GJM A GJM
T BD T BD T BD T BD
A GP A GP A GP A GP
RIT R RIT R RIT R RIT R
T F T F T F T F
CG CG CG CG
Diazepam 0,84 mg/200 g 5 181 g 0,76 ml
6 Kontrol 169 g 1,69 ml
4 Diazepam 0,7 mg/200 g 156 g 0,55 ml
Luminal 3,5 mg/200 g 170 g 0,51 ml
3 Diazepam 0,56 mg/200 g 184 g 0,515 ml
Waktu
Kelompok Dosis BB VAO
2
1
15 menit 30 menit 45 menit 60 menit
Luminal 3,5 mg/200 g 156 g 0,39 ml
15

Keterangan :
A : Aktivitas R : Respirasi
RIT : Rasa ingin tahu F : Fasikulasi
T : Tremor GP : Gerak putar
EG : Ekor gelombang GJM : Gerak jalan mundur
TN : Tonus

b) Pembahasan
Pada praktikum kali ini, kami melakukan percobaan tentang stimulasi
sistem saraf pusat dan antiepileptika dengan menggunakan obat diazepam
dan luminal. Tujuan praktikum ini adalah memperoleh gambaran bagaimana
manifestasi stimulasi berlebih-lebihan ini dapat diatasi dan konsep
farmakodinamik yang melandasinya.

Hal yang pertama sekali dilakukan adalah menimbang berat badan
tikus. Berat badan tikus yang kami timbang adalah 184 gram. Setelah
menimbang berat badan tikus kami langsung menandainya. Setelah ditandai,
dihitung dosis untuk tikus. VAO kelompok 3 adalah 0,515 ml.

Lalu, tikus diberi penginduksi berupa obat amfetamin. Guna pemberian
ini adalah agar membuat tikus tersebut memiliki aktivitas meningkat atau
agresif. Pemberian amfetamin dilakukan untuk semua kelompok. Dosis
yang diberikan kepada masing-masing tikus adalah 0,3 ml secara
intraperitoneal. Setelah pemberian penginduksi (amfetamin) biarkan selama
5 menit. Setelah pemberian amfetamin tikus memberikan reaksi seperti
aktivitas meningkat.

Amphetamin adalah senyawa yang termasuk psikostimulansia,
yangdapat menghilangkan rasa , serta meningkatkan daya konsentrasi dan
kapasitasyang bersangkutan. Senyawa ini tidak memiliki khasiat
16

antipsikotik. Pada dosisyang berlebih malah menjadikan racun disertai
kejang.

Obat-obat dari kelompok dari amphetamin terutama memicu pelepasan
noradrenalin dan menghambat re-uptakenya. Akibatnya terjadi peningkatan
frekuensi jantung dan tekanan darah. Euphoria terutama disebabkan
olehmeningkatnya dopamine bebas yang disusul dengan perasaan lelah serta
depresidan dapat berlangsung berminggu-minggu. Peningkatan juga dapat
menyebabkangejala ketagihan dan perubahan perilaku

Setelah 5 menit kemudian, suntikkan tikus atau hewan percobaan
dengan obat yang telah ditentukan. Kelompok kami mendapatkan obat
diazepam 0,56 mg/200 g yang telah dihitung dosisnya. Lalu, suntikkan
hewan tersebut secara intraperitoneal. Amati perubahan tikus dengan
parameter aktivitas meningkat, respirasi meningkat, tremor, fasikulasi, ekor
bergelombang, gerak berputar, dan jalan mundurnya.

Pada mencit kelompok kami setelah pemberian obat tikus mengalami
aktivitas memberikan reaksi seperti aktivitasnya menurun, tremor menurun,
dan fasikulasi menurun. Ini berarti bahwa kerja obat diazepam bekerja
dengan baik.

Tetapi pada kelompok 4 dan 5 setalah pemberian diazepam dosis 0,7
mg/200 g dan 0,84 mg/200 g memberikan reaksi yang berbanding terbalik
dengan kelompok kami. Dimana pada kelompok mereka, tikus tetap
memberikan aktivitas meningkat bahkan lebih agresif. Seharusnya setelah
pemberian diazepam tikus tersebut memberikan aktivitas yang normal. Hal
ini mungkin disebabkan karena faktor kesalahan dalam penyuntikan.

Dimana mekanisme kerja obat diazepam adalah bekerja pada sistem
GABA, yaitu dengan memperkuat fungsi hambatan neuron GABA.
17

Reseptor Benzodiazepin dalam seluruh sistem saraf pusat, terdapat dengan
kerapatan yang tinggi terutama dalam korteks otak frontal dan oksipital, di
hipokampus dan dalam otak kecil. Pada reseptor ini, benzodiazepin akan
bekerja sebagai agonis. Terdapat korelasi tinggi antara aktivitas farmakologi
berbagai benzodiazepin dengan afinitasnya pada tempat ikatan. Dengan
adanya interaksi benzodiazepin, afinitas GABA terhadap reseptornya akan
meningkat, dan dengan ini kerja GABA akan meningkat. Dengan aktifnya
reseptor GABA, saluran ion klorida akan terbuka sehingga ion klorida akan
lebih banyak yang mengalir masuk ke dalam sel. Meningkatnya jumlah ion
klorida menyebabkan hiperpolarisasi sel bersangkutan dan sebagai
akibatnya, kemampuan sel untuk dirangsang berkurang.

Pemberian diazepam merupakan relaksan otot yang bekerja sentral
khususnya refleks polisinaptik disumsum tulang belakang dan mengurangi
aktivitas neuron sistem retikular dimesenfalon, dan juga dapat digunakan
untuk mengatasi kejang.

Pada tikus kelompok 6 (kontrol) setelah diberikan amfetamin 0,3 ml
yang disuntikkan secara intraperitonial (IP) tikus tidak kehilangan kesadaran
(kematian) hanya menunjukkan aktivitas meningkat dari bagian badan atau
kelompok otot tertentu seperti pernapasannya cepat, kaki kejang yang biasa
disebut dengan kejang parsial.

Kejang parsial ini tidak menimbulkan kematian karena kejang yang
terjadi hanya tremor saja. Amfetamin memiliki sifat adiktif dan secara
tipikal digunakan untuk meningkatkan daya kerja serta untuk menginduksi
perasaan euforik.

Pada mencit kelompok 2 disuntikkan luminal 4,2 mg/200 g secara
intraperitoneal. Pada menit pertama tikus mengalami kejang parsial pada
kaki belakang dan pada menit ke 60 tikusnya mengalami kematian. Hal ini
18

terjadi karena kesalahan penyuntikan, kemungkinan pada saat penyuntikan
terlalu dalam atau pada posisi yang salah sehingga terkena organ dalam
pada mencit tersebut. Hal ini dapat kami simpulkan karena dapat dilihat
pada kontrol, mencitnya tidak mengalami kematian.


















19

6. Kesimpulan
Tujuan praktikum ini adalah memperoleh gambaran bagaimana
manifestasi stimulasi berlebih-lebihan ini dapat diatasi dan konsep
farmakodinamik yang melandasinya.
Stimulan sistem saraf pusat (SSP) adalah obat yang dapat merangsang
serebrum medula dan sumsum tulang belakang. Stimulasi daerah
korteks otak-depan oleh se-nyawa stimulan SSP akan meningkatkan
kewaspadaan, pengurangan kelelahan pikiran dan semangat bertambah.
Contoh senyawa stimulan SSP yaitu kafein dan amfetamin.
Antikonvulsan adalah sebuah obat yang mencegah atau mengurangi
kejang-kejang atau konvulsan atau obat yang dapat menghentikan
penyakit ayan, yaitu suatu penyakit gangguan syaraf yang ditimbul
secara tiba-tiba dan berkala, adakalanya disertai perubahan-perubahan
kesadaran.
Pemberian diazepam merupakan relaksan otot yang bekerja sentral
khususnya refleks polisinaptik disumsum tulang belakang dan
mengurangi aktivitas neuron sistem retikular dimesenfalon, dan juga
dapat digunakan untuk mengatasi kejang.
Pada tikus kelompok 6 (kontrol) setelah diberikan amfetamin 0,3 ml
tidak mengalami kematian hanya menunjukkan aktivitas meningkat dari
bagian badan atau kelompok otot tertentu seperti pernapasannya cepat,
kaki kejang yang biasa disebut dengan kejang parsial.
Kejang parsial ini tidak menimbulkan kematian karena kejang yang
terjadi hanya tremor saja.
Amfetamin memiliki sifat adiktif dan secara tipikal digunakan untuk
meningkatkan daya kerja serta untuk menginduksi perasaan euforik.
Amfetamin bekerja merangsang susunan saraf pusat melepaskan
katekolamin (epineprin, norepineprin, dan dopamin) dalam sinaps pusat
dan menghambat dengan meningkatkan rilis neurotransmiter
entecholamin, termasuk dopamin. Sehingga neurotransmiter tetap
berada dalam sinaps dengan konsentrasi lebih tinggi dalam jangka
20

waktu yang lebih lama dari biasanya. Semua sistem saraf akan
berpengaruh terhadap perangsangan yang diberikanel.
Pada mencit kelompok 2 disuntikkan luminal 4,2 mg/200 g tikusnya
mengalami kematian. Hal ini terjadi karena kesalahan penyuntikan,
kemungkinan pada saat penyuntikan terlalu dalam atau pada posisi yang
salah sehingga terkena organ dalam pada mencit tersebut. Hal ini dapat
kami simpulkan karena dapat dilihat pada kontrol, mencitnya tidak
mengalami kematian.















21

Jawaban pertanyaan :

1. Diskusikan tipe kejangan yang diamati ?
Jawaban :
Tipe kejangan yang diamati adalah kejangan tonik dan klonik. Dimana
kematian terjadi apabila kejangan tonik yang meliputi pola keseluruhan otot
kerangka, termasuk otot pernafasan, sehingga kematian makhluk hidup
terjadi sebagai akibat tidak bernafas.
Kesukaran bernafas merupakan kejangan apabila ikut terlibat otot otot
pernafasan.

2. Diskusikan apakah menurut saudara barbital sama efektif dengan diazepam
untuk mengatasi stimulant SSP oleh pentetrazol?
Jawaban :
Golongan barbiturat, sangat efektif sebagi anti konvulsi, paling sering
digunakan pada serangan grand mal. Contoh fenobarbital dan
piramidon. Grand mal (tonik-tonik umum ) Timbul serangan-serangan
yang dimulai dengan kejang-kejang otot hebat dengan pergerakan kaki
tangan tak sadar yang disertai jeritan, mulut berbusa,mata membeliak dan
disusul dengan pingsan dan sadar kembali.
Berdasarkan efek kejang yang dapat diatasi oleh barbital maka barbital
dapat dikatakan sama efektif dengan diazepam dalam mengatasi kejang,
terutama kejang yang bermula pada otot ataupun yang disebabkan oleh
pentetrazol.

3. Obat obat lain apa sajakah yang dapat menggantikan peranan diazepam
dalam eksperimen ini?
Jawaban :
Golongan hidantoin, adalah obat utama yang digunakan pada hamper
semua jenis epilepsi. Contoh fenitoin.
22

Golongan barbiturat, sangat efektif sebagi anti konvulsi, paling sering
digunakan pada serangan grand mal. Contoh fenobarbital dan
piramidon.
Golongan karbamazepin, senyawa trisiklis ini berkhasiat antidepresif
dan anti konvulsif.
Golongan benzodiazepine, memiliki khasiat relaksasi otot, hipnotika
dan antikonvulsiv yang termasuk golongan ini adalah desmetildiazepam
yang aktif,klorazepam, klobazepam.
Golongan asam valproat, terutama efektif untuk terapi epilepsy umum
tetapi kurang efektif terhadap serangan psikomotor. Efek anti konvulsi
asam valproat didasarkan meningkatkan kadar asam gama amino butirat
acid.

4. Diskusikan apa saja criteria farmakodinamik untuk suatu obat antiepileptic.
Sehubungan dengan isu apakah diazepam cukup baik sebagai antiepileptika.
Jawaban :
Kriteria farmakodinamik untuk obat antiepileptika adalah memberikan efek
antikonvulsi tanpa menyebabkan depresi pada system SSP. Obat
antiepileptika hendaknya bisa berefek ketika digunakan dalam dosis yang
rendah dan terendah.

5. Diskusikan cara lain untuk mengevaluasi efek suatu antiepileptika
prospektif.
Jawaban :
Cara untuk mengevaluasi efek suatu antiepileptika adalah dengan
mencobakan pada hewan percobaan yang telah diinduksi dengan pentetrazol
(obat yang dalam dosis tinggi dapat menyebabkan kejang) ataupun seperti
dalam praktikum menggunakan amphetamine sebagai penginduksi kejang
sehingga didapat hasil bahwa obat tersebut dalam dosis yang telah
ditentukan memberikan efek yang diinginkan.
23

Sehingga didapatkan perbandingan efektivitas obat dengan berbagai
konsentrasi dan dosis, dan juga untuk pemakain dalam jangka waktu lama.




















24

DAFTAR PUSTAKA


Anonim.2008. caffeine .[terhubung berkala]. http://medical-
dictionary.thefreedictionary.com/_/dict.aspx?word=caffein.(23maret2013)

Ganiswara, Silistia G. 1995. Farmakologi dan Terapi (Basic
TherapyPharmacology). Alih Bahasa: Bagian Farmakologi FK UI. Jakarta.

Gunawan, Sulistia Gan. 2007. Farmakologi Dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Gaya
Baru

Louisa, Melva dan Hedi R. D . (2007). Perangsang Susunan Saraf
Pusat.Farmakologi dan Terapi. Editor: Gunawan, S.G. Edisi ke-5. Jakarta
:Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal. 247-
248

Tim Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2005. Farmakologi dan
Terapi. Jakarta: Gaya Baru.

Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2003. Obat-Obat Penting. Jakarta: Elex
Media Komputindo.

You might also like