You are on page 1of 16

PERCOBAAN VI

TOKSISITAS

I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengetahui dan memahami mekanisme kerja yang mendasari
manifestasi efek dan toksisitas amfetamin.
2. Melihat pengaruh lingkungan terhadap toksisitas amfetamin.
3. Memahami bahaya penggunaan amfetamin dan obat sejenis.
4. Mengetahui dan memahami mekanisme terjadinya manifestasi
keracunan sianida dan gejala-gejala keracunan sianida.
5. Mengerti mekanisme kerja antidotum untuk sianida.
6. Agar mahasiswa terampil menangani kasus CN dengan memilihkan
antidote yang tepat.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Sistem saraf merupakan pengendali utama sistem yang ada pada
tubuh yang tentunya jika ingin menghasilkan respon farmakologik pada
daerah tertentu sudah pasti zat atau senyawa tersebut harus mampu
memanipulasi dan memodifikasi sistem saraf, agar mampu bereaksi
sesuai dengan tujuan awal kita. Jaringan saraf terdiri dari sel-sel saraf
atau neuron dan neuroglianya.
Sel-sel saraf atau neuron terdiri atas badan sel saraf (umumnya
berbentuk besar, bulat, vesikuler dan letaknya di tengah berwarna pucat
mengandung nukleolus yang besar satu atau lebih), akson (membawa
impuls meninggalkan badan sel terdapat mitokondria, reticulum
endoplasmik agranuler dan banyak mikrotubul-mikrotubul dan
mikrofilamen-mikrofilamen) dan dendrit (membawa impuls ke badan


sel; merupakan bagian sel ganglion unipoler dan bipoler; mirip akson
dari sistem saraf tepi).

Sistem saraf dapat dibagi menjadi sistem saraf pusat atau sentral
dan sistem saraf tepi (SST). Pada sistem saraf pusat, rangsang seperti
sakit, panas, rasa, cahaya, dan suara mula-mula diterima oleh reseptor,
kemudian dilanjutkan ke otak dan sumsum tulang belakang. Rasa sakit
disebabkan oleh perangsangan rasa sakit di otak besar. Sedangkan,
analgetik narkotik menekan reaksi emosional yang ditimbulkan rasa
sakit tersebut. Sistem saraf pusat dapat ditekan seluruhnya oleh penekan
saraf pusat yang tidak spesifik, misalnya sedatif hipnotik. Obat yang
dapat merangsang SSP disebut analeptika.
Obat adalah suatu bahan yang berbentuk padat atau cair atau gas
yang menyebabkan pengaruh terjadinya perubahan fisik dan atau
psykologik pada tubuh. Hampir semua obat berpengaruh terhadap sistem
saraf pusat. Obat tersebut bereaksi terhadap otak dan dapat
mempengaruhi pikiran seseorang yaitu perasaan atau tingkah laku, hal
ini disebut obat psykoaktif.
Obat dapat berasal dari berbagai sumber. Banyak diperoleh dari
ekstraksi tanaman, misalnya nikotin dalam tembakau, kofein dari kopi
dan kokain dari tanaman koka. Morfin dan kodein diperoleh dari
tanaman opium, sedangkan heroin dibuat dari morfin dan kodein.
Marijuana berasal dari daun, tangkai atau biji dari tanaman kanabis
(canabis sativum) sedangkan hashis dan minyak hash berasal dari resin
tanaman tersebut, begitu juga ganja.
Obat yang berbahaya yang termasuk dalam kelompok obat yang
berpengaruh pada system saraf pusat(SSP/CNS) adalah obat yang dapat
menimbulkan ketagihan/adiksi(drug addict). Menurut klasifikasi umum
obat yang berpengaruh pada SSP banyak jenisnya ada yang bersifat
adiktif maupun yang non-adiktif.





Salah satu senyawa obat yang saat ini menjadi lebih tren karena
penggunaan yang disalah gunakan adalah amfetamin. Obat ini termasuk
yang paling banyak dipakai untuk mendapatkan efek halusinasi.
Tentunya dengan pemakain diatas dosis maksimal.
Amfetamin pertama kali disintesis pada akhir tahun 1920-an dan
diperkenalkan pada praktik kedokteran pada tahun 1936.
Dextroamfetamin adalah kelompok anggota utama walaupun banyak
amfetamin lainnya dan amfetamin pengganti seperti metamfetamin,
penmetrazin, dam metil penidat yang diperkenalkan berikutnya. Jumlah
analog amfetamin dengan efek psikoaktif terus berlipat ganda.
Kelompok utama dari anggota terbaru ini adalah 2,5 dimetoksi-4-
metilamfetamin, dan masuk daftar saat ini meliputi
metilendioksiamfetamin (MDA) dan metilendioksimetamfetamin
(MDMA).
Amfetamin dan derivatnya yaitu MA (metamfetamin) dan MDMA
(methylene-dioxy-meth-amfetamine), termasuk kedalam golongan
psikotropika yang memiliki efek stimulansia kuat. Dalam ilmu
kedokteran amfetamin digunakan untuk mengobati penyakit narkolepsi,
hiperkinesis pada anak, dan obesitas. Namun penggunaan amfetamin
yang melebihi dosis untuk pengobatan dapat menimbulkan


ketergantungan dan kecanduan. Oleh karena itu penggunaan amfetamin
untuk terapi berkurang karena kemungkinan disalahgunakan besar.
Mekanisme kerja
Amfetamin bekerja merangsang susunan saraf pusat melepaskan
katekolamin (epineprin, norepineprin, dan dopamin) dalam sinaps pusat
dan menghambat dengan meningkatkan rilis neurotransmiter
entecholamin, termasuk dopamin. Sehingga neurotransmiter tetap berada
dalam sinaps dengan konsentrasi lebih tinggi dalam jangka waktu yang
lebih lama dari biasanya. Semua sistem saraf akan berpengaruh terhadap
perangsangan yang diberikanel.
Efek klinis amfetamin akan muncul dalam waktu 2-4 jam setelah
penggunaan. Senyawa ini memiliki waktu paruh 4-24 jam dan
dieksresikan melalui urin sebanyak 30% dalam bentuk metabolit.
Metabolit amfetamin terdiri dari p-hidroksiamfetamin, p-
hidroksinorepedrin, dan penilaseton.
karena waktu paruhnya yang pendek menyebabkan efek dari obat ini
relatif cepat dan dapat segera terekskresikan, hal ini menjadi salah satu
kesulitan tersendiri untuk pengujian terhadap pengguna, bila pengujian
dilakukan lebih dari 24 jam jumlah metabolit sekunder yang di terdapat
pada urin menjadi sangat sedikit dan tidak dapat lagi dideteksi dengan
KIT.
Penyalahgunaan
Penyalahgunaan amfetamin dimulai pada tahun 1940-an dimana zat
kimia yang terdapat dalam jumlah besar sebagai inhaler digunakan untuk
dekongestan hidung. Salah satu pola dari penyalahgunaan amfetamin
disebut lari, yaitu pengulangan pemberian injeksi intravena yang
dilakukan sendiri untuk mendapatkan serangan (suatu reaksi seperti


orgasme) diikuti dengan rasa kesiapsiagaan mental dan euforia yang
kuat. Pola dari penyalahgunaan amfetamin telah berkembang dimana
metamfetamin berbentuk kristal (ice) diisap, dirokok sehingga
menghantarkan bolus ke otak, menyerupai dengan pemberian secara
intravena. Karena masa kerja metamfetamin jauh lebih lama, intoksikasi
dapat bertahan selama beberapa jam setelah merokok satu kali.
Keracunan amfetamin pada umumnya terjadi karena
penyalahgunaan hingga menyebabkan ketergantungan. Ditandai dengan
peningkatan kewaspadaan dan percaya diri, euforia, perilaku ekstrovet,
banyak bicara, berbicara cepat, kehilangan keinginan makan dan tidur,
tremor, dilatasi pupil, takikardia, dan hipertensi berat, juga dapat
menyebabkan eksitabilitas, agitasi, delusi, paranoid, dan halusinasi
dengan perilaku bengis
Sianida adalah senyawa kimia yang mengandung kelompok
siano CN. Efek dari sianida ini sangat cepat dan dapat mengakibatkan
kematian dalam jangka waktu beberapa menit. Gejala yang ditimbulkan
oleh zat kimia sianida ini bermacam-macam; mulai dari rasa nyeri pada
kepala, mual muntah, sesak nafas, dada berdebar, selalu berkeringat
sampai korban tidak sadar dan apabila tidak segera ditangani dengan
baik akan mengakibatkan kematian. Walaupun sianida dapat mengikat
dan menginaktifkan beberapa enzim, tetapi yang mengakibatkan
timbulnya kematian atau timbulnya histotoxic anoxia adalah karena
sianida mengikat bagian aktif dari enzim sitokrom oksidase sehingga
akan mengakibatkan terhentinya metabolisme sel secara aerobik.
Sebagai akibatnya hanya dalam waktu beberapa menit akan
mengganggu transmisi neuronal.




I.2 Golongan Sianida
Sianida merupakan senyawa kimia yang mengandung (C=N)
dengan atom karbon terikat-tiga ke atom nitrogen. Kelompok CN dapat
ditemukan dalam banyak senyawa. Beberapa adalah gas, dan lainnya
adalah padat atau cair. Senyawa yang dapat melepasion sianida CN
sangat beracun. Sianida dapat terbentuk secara alami maupun dengan
buatan manusia. Contohnya adalah HCN (Hidrogen Sianida) dan KCN.

Hidrogen sianida merupakan gas yang tidak berbau, bau pahit
seperti bau kacang almond. HCN juga disebut formanitrille, dalam
bentuk cairan disebut asam prussit dan asam hidrosianik . Dalam bentuk
cairan HCN tidak berwarna atau dapat berwarna biru pucat pada suhu
kamar. HCN bersifat flamable atau mudah terbakar serta dapat berdifusi
baik dengan udara dan bahan peledak, juga sangat mudah bercampur
dengan air sehingga mudah digunakan
A. Gejala Toksik
Efek utama dari racun sianida adalah timbulnya hipoksia jaringan yang
timbul secara progresif. Gejala dan tanda fisik yang ditemukan sangat
tergantung dari :
1. Dosis sianida
2. Banyaknya paparan
3. Jenis paparan
4. Tipe komponen dari sianida
Sianida dapat menimbulkan banyak gejala pada tubuh, termasuk
pada tekanan darah, penglihatan, paru, saraf pusat, jantung, sistem
endokrin, sistem otonom dan sistem metabolisme. Biasanya penderita
akan mengeluh timbul rasa pedih dimata karena iritasi dan kesulitan
bernafas karena mengiritasi mukosa saluran pernafasan.


Dalam konsentrasi rendah, efek dari sianida baru muncul sekitar 15-
30 menit kemudian, sehingga masih bisa diselamatkan dengan pemberian
anyidotum. Tanda awal dari keracunan sianida adalah : 1. Hiperpnea
sementara, 2. Nyeri kepala, 3. Dispnea, 4. Kecemasan, 5. Perubahan
perilaku seperti agitasi dan gelisah, 6. Berkeringat banyak, warna kulit
kemerehan, tubuh terasa lemah dan vertigo juga dapat muncul.
.
Strategi pertama yang dilakukan saat terdapat gejala keracunan sianida
adalah :
Segera menjauh dari tempat atau sumber paparan. Jika korban
berada di dalam ruangan maka segera keluar dari ruangan.
Jika tempat yang menjadi sumber, maka sebaiknya tetap berada
di dalam ruangan. Tutup pintu dan jendela, matikan pendingin
ruangan, kipas maupun pemanas ruangan sampai bantuan datang.
Cepat buka dan jauhkan semua pakaian yang mungkin telah
terkontaminasi oleh sianida. Letakkan pakaian itu di dalam
kantong plastik, ikat dengan kuat dan rapat. Jauhkan ke tempat
aman yang jauh dari manusia, terutama anak-anak.
Segera cuci sisa sianida yang masih melekat pada kulit dengan
sabun dan air yang banyak. Jangan gunakan pemutih untuk
menghilangkan sianida.



TOKSISITAS
Tingkat toksisitas dari sianida bermacam-macam. Dosis letal dari
sianida adalah:

Asam hidrosianik sekitar 2,5005,000 mgmin/m3
Sianogen klorida sekitar 11,000 mgmin/m3.
Perkiraan dosis intravena 1.0 mg/kg,
Perkiraan dalam bentuk cairan yang mengiritasi kulit 100 mg/kg.

GEJALA KLINIS
Efek utama dari racun sianida adalah timbulnya hipoksia jaringan
yang timbul secara progresif. Gejala dan tanda fisik yang
ditemukan sangat tergantung dari:

Dosis sianida
Banyaknya paparan
Jenis paparan
Tipe komponen dari sianida

Tanda awal dari keracunan sianida adalah :
1. Hiperpnea sementara,
2. Nyeri kepala,
3. Dispnea,
4. Kecemasan,
5. Perubahan perilaku seperti agitasi dan gelisah,
6. Berkeringat banyak, warna kulit kemerahan, tubuh terasa lemah
dan vertigo juga dapat muncul.






III. ALAT DAN BAHAN

ALAT:
- Alat Suntik
- Stopwatch
- Timbangan Hewan
- Alat Gelas Lainnya

BAHAN:
Amfetamin
NaCN 0,2 % 20 mg/kgBB oral
NaCN 0,2 % 20 mg/kgBB S.C

HEWAN:
2 Ekor Tikus
1 Ekor Mencit












IV. CARA KERJA

TOKSISITAS AMFETAMIN
1. Timbang hewan dan tandai untuk tiap kelompok.
2. Hitung dosis untuk masing-masing hewan. Untuk kelompok 1 sebagai
kontrol, 2 dan 3 adalah 10 mg/kgBB sedangkan kelompok 4, 5 dan 6
adalah 20 mg/kgBB.
3. Untuk kelompok 2 dan 3, tempatkan ketiga ekor hewan masing-masing
dalam satu kandang. Untuk kelompok 4, 5 dan 6, tempatkan dalam
kandang terpisah yang masing-masing berisi satu hewan.
4. Amati dan catat wakty terjadi manifestasi efek amfetamin pada
percobaan.
5. Bahas dan tarik kesimpulan dalam percobaan ini.

TOKSISITAS SIANIDA
1. Timbang hewan dan tandai.
2. Selanjutnya lakukan hal seperti tercantum pada tabel.
3. Amati gejala yang timbul, catat waktu timbulnya gejala tersebut.
4. Tabelkan hasil percobaan saudara.
5. Bahas dan ambil kesimpulannya.











V. HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL:

Data kelompok perlakuan:


1 Ekor 10 mg/kgBB. Konsentrasi : 1 mg/ml

VAO Amfetamin
VAO : dosis x BB (kgBB)
Konsentrasi
: 10 mg/kgBB x 0,037 g
1 mg/ml
: 0,37 ml.

VAO Sianida Tikus 1
VAO : dosis x BB (kgBB)
Konsentrasi
: 20 mg/kgBB x 0,210 g
2 mg/ml
: 2,1 ml.

VAO Sianida Tikus 2
VAO : dosis x BB (kgBB)
Konsentrasi
: 20 mg/kgBB x 0,185 g
2 mg/ml
: 1,85 ml.




o PEMBAHASAN

Pada percobaan ini mencit dibagi menjadi beberapa
kelompok. Salah satu senyawa obat yang saat ini menjadi lebih tren
karena penggunaan yang disalah gunakan adalah amfetamin. Obat ini
termasuk yang paling banyak dipakai untuk mendapatkan efek
halusinasi. Tentunya dengan pemakain diatas dosis maksimal.
Sianida adalah senyawa kimia yang mengandung kelompok siano
CN. Efek dari sianida ini sangat cepat dan dapat mengakibatkan
kematian dalam jangka waktu beberapa menit.

Pada praktikum kali ini menguji toksisitas dua obat sekaligus
yakni toksisitas amfetamin dan juga toksisitas sianida. Dimana pada
toksisitas kami menggunakan 1 ekor mencit dan 2 ekor tikus. Untuk
toksisitas amfetamin kami menggunakan mencit sebagai uji
perlakuan, sedangkan untuk toksisitas sianida kami menggunakan 2
ekor tikus sekaligus sebagai uji perlakuan.
Pertama-tama mencit ditimbang bobot badannya, hal ini
dilakukan untuk perhitungan dosis obat yang nantinya akan diberikan
kepada masing-masing mencit. Kelompok pertama adalah mencit
yang hanya diberikan Nacl Fisk arena sebagai kelompok kontrol pada
praktikum kali ini.

Kelompok yang kedua dan ketiga kelompok mencit yang
diberikan obat amfetamin secara oral. Kelompok kedua diberikan
obat amfetamin dosisnya sebanyak 10 mg/kgBB, sedangkan untuk
kelompok ketiga diberikan amfetamin yakni dosisnya sebanyak 10
mg/kgBB juga.




Pada kelompok 4, 5 dan 6 dengan dosis 20 mg/kgBB. Untuk
kelompok dua dan tiga, tempatkan ketiga ekor hewan masing-masing
dalam satu kandang, untuk kelompok empat, lima dan enam,
tempatkan dalam kandang terpisah yang masing-masingnya berisi
satu hewan. Amati dan catat waktu terjadinya manifestasi efek
amfetamin pada percobaan.

Dan untuk percobaan toksisitas sianida kami masing-masing
menggunakan dua ekor tikus dalam percobaan. Pada kelompok kami
mendapatkan obat NaCN 0,2 % yang dosisnya sebesar 20 mg/kgBB
secara oral untuk tikus pertama, dan obat NaCN 0,2 % yang dosisnya
sebesar 20 mg/kgBB juga secara subkutan untuk tikus kedua.

Setelah diberikan obat pada masing-masing hewan uji
diamati parameter tiap menit apa yang terjadi. Maka didapatlah hasil
parameter yang berbeda-beda. Karena respon yang terjadi tiap mencit
berbeda. Yakni karena pemberian obat yang berbeda secara oral dan
subkutan pada tikus.

Maka didapat lah parameter-parameter yang berbeda tiap
tikus kelompok, parameter yang diamati diantaranya : aktivitas
motoric meningkat, laju pernafasan meningkat, grooming, bertengkar,
rangsangan terhadap bunyi, tremor, konvulsi, nafas sesak,
mencacahkan perut,menggaruk mulut, mata redup dan ekor pucat.

Dalam praktikum ini kita harus teliti yang dalam mengamati
tiap parameter yang terjadi pada tikus percobaan, agar tidak salah
dalam mengambil data hasil percobaan, agar kita juga tau apa
perbedaan efek dari masing-masing obat yang digunakan sehingga
bermanfaat buat kita semua.



VII. KESIMPULAN
o Sistem saraf merupakan pengendali utama sistem yang ada pada tubuh
o Jika ingin menghasilkan respon farmakologik pada daerah tertentu sudah
pasti zat atau senyawa tersebut harus mampu memanipulasi dan
memodifikasi sistem saraf
o Sel-sel saraf atau neuron terdiri atas badan sel saraf (umumnya berbentuk
besar, bulat, vesikuler dan letaknya di tengah berwarna pucat
mengandung nukleolus yang besar satu atau lebih), akson (membawa
impuls meninggalkan badan sel terdapat mitokondria, reticulum
endoplasmik agranuler dan banyak mikrotubul-mikrotubul dan
mikrofilamen-mikrofilamen) dan dendrit.
o Obat adalah suatu bahan yang berbentuk padat atau cair atau gas yang
menyebabkan pengaruh terjadinya perubahan fisik dan atau psykologik
pada tubuh.
o Hampir semua obat berpengaruh terhadap sistem saraf pusat. Obat
tersebut bereaksi terhadap otak dan dapat mempengaruhi pikiran
seseorang yaitu perasaan atau tingkah laku, hal ini disebut obat
psykoaktif.
o Obat yang berbahaya yang termasuk dalam kelompok obat yang
berpengaruh pada system saraf pusat(SSP/CNS) adalah obat yang dapat
menimbulkan ketagihan/adiksi(drug addict).
o Amfetamin dan derivatnya yaitu MA (metamfetamin) dan MDMA
(methylene-dioxy-meth-amfetamine).
o Amfetamin bekerja merangsang susunan saraf pusat melepaskan
katekolamin (epineprin, norepineprin, dan dopamin) dalam sinaps pusat
dan menghambat dengan meningkatkan rilis neurotransmiter
entecholamin, termasuk dopamin.
o Sianida adalah senyawa kimia yang mengandung kelompok siano CN.
o Efek dari sianida ini sangat cepat dan dapat mengakibatkan kematian
dalam jangka waktu beberapa menit.


o Sianida dapat terbentuk secara alami maupun dengan buatan manusia.
Contohnya adalah HCN (Hidrogen Sianida) dan KCN.
o Efek utama dari racun sianida adalah timbulnya hipoksia jaringan yang
timbul secara progresif.
o Gejala dan tanda fisik yang ditemukan sangat tergantung dari :
Dosis sianida
Banyaknya paparan
Jenis paparan
Tipe komponen dari sianida
o Tingkat toksisitas dari sianida bermacam-macam. Dosis letal dari sianida
adalah:
Asam hidrosianik sekitar 2,5005,000 mgmin/m3
Sianogen klorida sekitar 11,000 mgmin/m3.
Perkiraan dosis intravena 1.0 mg/kg,
Perkiraan dalam bentuk cairan yang mengiritasi kulit 100 mg/kg.
o Tanda awal dari keracunan sianida adalah :
1. Hiperpnea sementara,
2. Nyeri kepala,
3. Dispnea,
4. Kecemasan,
5. Perubahan perilaku seperti agitasi dan gelisah,
6. Berkeringat banyak, warna kulit kemerahan, tubuh terasa lemah dan
vertigo juga dapat muncul.
o Strategi pertama yang dilakukan saat terdapat gejala keracunan sianida
adalah :
Segera menjauh dari tempat atau sumber paparan. Jika korban berada di
dalam ruangan maka segera keluar dari ruangan.
Jika tempat yang menjadi sumber, maka sebaiknya tetap berada di
dalam ruangan.



VIII. DAFTAR PUSTAKA
Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran.2009.
FARMAKOLOGI DAN TERAPI. Universitas Indonesia:Jakarta
Donatus, I.A., 2010, Makalah Penanganan dan Pertolongan Pertama Keracunan
Bahan Berbahaya, Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Farmasi
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Evelyn C. Pearce. (2012). Anatomi dan fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta : PT
Gramedia.

Myceck J Mary. (2012). Farmakologi Ulasan Bergambar. Jakarta : Widya
Medika.

Tim Penyusun. (2012). Penuntun Praktikum Farmakologi Toksikologi.
Makassar : Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Kebangsaan.

http://medicastore.com/apotik_online/obat_ssp/obat_diuretik.html, di akses pada
tanggal 28 November 2011

http://www.scribd.com/doc/33046836/stimulan, di akses pada tanggal 28
November 2011

You might also like