You are on page 1of 5

1

HIPERTIROID DALAM KEHAMILAN





Latar belakang

Hipertiroid adalah keadaan hipermetabolik, yang ditandai dengan adanya
takikardia, penurunan berat badan, goiter, dan exoftalmus. Pemeriksaan laboratorium
yang mendukung terjadinya hipertiroid, adalah peningkatan FT4 dan penurunan TSH.
Hipertiroid terjadi pada 1 : 2000 dari kasus kehamilan yang ada, dan 95 %
disebabkan oleh penyakit autoimun Grave. Penyebab yang lainnya, adalah struma
multinodular,, adenoma toksik, tiroiditis, kelebihan intake hormon tiroid. Penyakit
Grave terjadi karena adanya suatu proses autoimun, dimana terdapat antibody tiroid
yang menempel dan mengaktivasi reseptor TSH sehingga akan terjadi hiperfungsi
dari kelenjar tiroid.
Hipertiroid dalam kehamilan dapat terjadi pada ibu dengan penderita Grave
kemudian menjadi hamil, atau hipertiroid yang baru diketahui saat hamil, bahkan
dapat terjadi hipertiroid yang baru muncul saat persalinan. Penyakit Grave pada
kehamilan menjadi lebih berat pada awal kehamilan, dan akan mengalami remisi pada
trimester akhir. Fluktuasi gambaran klinik penyakit Grave selama kehamilan
disebabkan oleh perubahan sistem imun tubuh ibu selama hamil. Pada wanita hamil
dengan hipertiroid akan meningkatkan resiko terjadinya abortus spontan,
preeklampsia, persalinan kurang bulan, IUGR, gagal jantung, dan krisis tiroid.

Perubahan fisiologis hormon tiroid dalam kehamilan

Hormon tiroid tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) disintesis dalam folikel
tiroid, dan TSH ( tiroid stimulating hormone) merangsang pelepasan T3 dan T4 yang
sebelumnya didahului dengan pengambilan iodide untuk sintesis hormone tiroid.
Walaupun T4 disintesis dalam jumlah besar, namun pada jaringan perifer T4
dikonversi menjadi T3 yang lebih poten. Selama kehamilan normal, kadar tiroid
binding globulin (TBG) dalam sirkulasi meningkat dan juga T3 dan T4 ikut
meningkat Selama kehamilan, fungsi kelenjar tiroid bergantung pada tiga faktor yaitu
a) peningkatan konsentrasi HCG yang merangsang kelenjar tiroid dikarenakan rantai
alfa yang identik dengan struktur TSH sehingga mampu merangsang kelenjar tiroid
untuk memproduksi hormone tiroid, b) peningkatan ekskresi iodide yang menurunkan
konsentrasi iodin plasma dan c) peningkatan TBG selama trimester pertama. Estrogen
merangsang peningkatan sintesis TBG, memperpanjang waktu paruh dalam sirkulasi,
dan menyebabkan peningkatan konsentrasi TBG serum.
Hormone tiroid sangat penting untuk perkembangan otak bayi dan sistem
saraf. Tiroid janin memproduksi iodium saat usia kehamilan 10-12 minggu dan
pengaturannya dipengaruhi oleh TSH hipofisis sampai usia kehamilan 20 minggu.
Serum TSH, TBG, FT4, dan T3 janin akan meningkat sesuai dengan usia kehamilan
dan akan mencapai level sesuai dengan orang dewasa pasa usia kehamilan 36 minggu.
TSH tidak melewati plasenta, T4 dan T3 melewati plasenta dalam jumlah sedikit.
Akan tetapi TRH (tiroid releasing hormone), iodine, TSH reseptor immunoglobulin
melewati plasenta sama dengan obat thionamide, PTU dan methimazole.

2



Pendekatan Diagnosis

Gambaran klinis hipertiorid sulit dibedakan dengan tanda awal kehamilan,
karena keadaan hipermetabolik pada kehamilan menunjukkan tanda tanda yang sama
dengan hipertiroid. Pada wanita hamil dapat terjadi gejala hiperdinamik, contohnya
tidak tahan panas, dan takikardi. Pada awal kehamilan, emesis juga menyebabkan
berat badan akan menurun. Sebagian wanita hamil akan ditemukan adanya struma.
Hal ini terjadi karena pemingkatan klirens ginjal karena peningkatan GFR sehingga
ekskresi iodium urin meningkat menyebabkan terjadinya defisiensi iodium sementara
waktu.
Diagnosis hipertiroid berdasakan gambaran klinis, dan parameter laboratorium
fungsi hormone tiroid. Evaluasi hormone TSH dan FT4 sangat berguna dalam
menegakkan diagnosis hipertiroid. Pada wanita dengan level TSH yang rendah (<
0,45 mmU/l), hipertiroid klinis dikonfirmasi lagi dengan peningkatan FT4 (>1,8
ng/dl). Simptomatik hipertiroid sangat jarang disebabkan karena peningkatan serum
T3 dan T4. Pada wanita dengan level TSH yang menurun dengan FT4 yang normal.
Evaluasi T3 dan T4 perlu dilakukan, untuk menjelaskan adanya keadaan
hipermetabolik yang merupakan tanda normal kehamilan. Pemeriksaan TSH reseptor
antibody dapat dikerjakan pada wanita hamil dengan penyakit Grave akan tetapi
pemeriksaannya tidak rutin direkomendasikan.


Manajemen Hipertiroid

Pengobatan hipertiroid pada kehamilan dapat dikontrol dengan obat obatan
thionamide. Thionamide bekerja mencegah sintesis hormone dari sel tiroid, tetapi
tidak dapat menghentikan pelepasan hormone tiroid yang sudah terbentuk. Obat
obatan thionamide yang dikenal saat ini adalah propilthiourasil (PTU) dan
methimazole. PTU menghambat konversi T4 menjadi T3 dan melewati plasenta
dangan jumlah yang lebih sedikit dibandingkan methimazole. Tidak terbukti
Methimazole pada awal kehamilan dapat menyebabkan embriopati yang ditandai
dengan atresia esophagus atau atresia khoana, akan tetapi karena kurangnya bukti
PTU lebih aman dibandingkan methimazole. Penggunaan PTU masih merupakan lini
pertama dalam manajemen hipertiroid.
American Thyroid association merekomendasikan dosis inisial obat
thionamide, yaitu 100-600 mg PTU atau 10-40 mg methimazole pada wanita yang
tidak hamil. Hipertiroid dalam kehamilan membutuhkan dosis obat yang lebih tinggi
300 mg 450 mg per hari. Transien leukopenia dapat terjadi pada wanita yang
mengkomsumsi obat thionamide, akan tetapi tidak perlu untuk menghentikan terapi.
Kurang dari 1 %, agranulositosis dapat terjadi, dan saat terjadi , obat thionamide harus
dihentikan. Beta blocker dapat diberikan pada hipertiroid untuk meredakan gejala
hipertiorid sampai obat thionamide menurunkan hormone tiroid. Beta blocker yang
sering digunakan adalah propranolol. Tiroidektomi hanya dilakukan pada keadaan
dimana tidak respon terhadap pemberian obat thionamide.
Tujuan utama manajemen hipertiroid dalam kehamilan adalah mempertahan level
FT4 pada upper normal range dengan dosis obat thionamide serendah mungkin.
3
Waktu FT4 kembali normal adalah 4 minggu setelah pengobatan, dan waktu rata rata
TSH kembali ke batas normal adalah 6-8 minggu. Perlu diperhatikan efek obat
thionamide pada janin dan ibu yang dapat menyebabkan hipotiroid. Obat obatan
thionamide dapat mensupresi fungsi tiroid fetus dan neonates, akan tetapi jarang
diperlukan terapi pada kasus tersebut. Fetal goiter dapat terjadi, dan biasanya
disebabkan oleh obat obatan thionamide yang dikomsumsi pada ibu dengan
hipertiroid. Hipertiroid pada fetus disebabkan karena adanya maternal antibody yang
masuk melewati plasenta, sehingga pada fetus dengan riwayat ibu dengan hipertiroid,
evaluasi pertumbuhan dan nadi diperlukan. Apabila tidak terdapat tanda tanda
kelainan pada skrinning awal tersebut, rutin USG tiroid janin tidak perlu dikerjakan.
Iodium 131 merupakan kontraindikasi dilakukan pada kehamilan. Karena
resiko terjadi ablasi pada tiroid janin, oleh karena itu kehamilan harus ditunda
minimal 4 bulan setelah dilakukan prosedur tersebut. Konseling pada wanita hamil
yang sudah terekspose iodium 131 berdasarkan usia kehamilan. Apabila usia
kehamilan kurang dari 10 minggu saat terekspose, kemungkinan tidak terjadi ablasi
tiroid janin, akan tetapi apabila terjadi saat usia kehamilan 10 minggu atau lebih,
risiko terjadinya hipotiroid congenital pada bayi sangat tinggi, dan perlu
dipertimbangkan untuk terminasi kehamilan.


Krisis tiroid

Krisis tiroid adalah suatu keadaan emergensi, dan status hipermetabolik yang
extreme yang terjadi akibat komplikasi dari keadaan hipertiroid. Krisis tiroid jarang
terjadi, hanya 1 % terjadi pada hipertiroid dalam kehamilan, akan tetapi meningkatkan
resiko terjadinya gagal jantung. Diagnosis krisis tiroid adalah kombinasi dari tanda
dan gejala seperti takikardi, mudah lelah, demam, perubahan status mental, diare, dan
aritmia. Terdapat faktor pencetus yang dapat menyebabkan krisis tiroid, contohnya
adalah infeksi, operasi, dan persalinan. Apabila krisis tiroid dicurigai, maka evaluasi
FT4,FT3 dan TSH perlu untuk mengkonfirnasi diagnosis, akan tetapi terapi sudah
diberikan tanpa menunggu hasil laboratorium tersebut.
Manajemen krisis tiroid membutuhkan gabungan dari beberapa obat, yang
mempunyai peran spesifik dalam mensupresi produksi hormone tiroid :

1. PTU diberikan dengan tujuan mencegah konversi T4 menjadi T3, dosis yang
diberikan adalah 600-800 mg/oral, kemudian dilanjut 150-200 mg per 4-6 jam.
2. 1-2 jam setelah pemberian PTU, iodide diberikan untuk menghambat
pelepasan T3 dan T4. Diberikan sodium iodide 500-1000 mg /8 jam, atau
potassium iodide 5 tetes/8 jam, dan dapat diberikan lugol 10 tetes/8 jam.
apabila terdapat reaksi anafilaksis terhadap pemberian iodide makan lithium
karbonat diberikan 300 mg/6jam
3. dexamethasone 2 mg/6 jam dberikan sebanyak 4 dosis untuk memblok lebih
lama konversi T4 ke T3 .
4. Beta blocker dberikan untuk mengontrol takikardi dengan heart rate lebih dari
120 kali per menit , propranolol diberikan 20-80 mg/6jam. propanolo1 1-2 mg
iv setiap 5 menit dengan total 6 mg, kemudian 1-10 mg /4jam.
Apabila terdapat bronkospasme, maka diberikan :
a) reserpine 1-5 mg/6jam
b) guanetedhine 1mg/kg /12 jam
c) diltiazem 60 mg oral 6-8 jam
4

5. Phenobarbital 30-60 mg/8 jam

Kesejahteraan janin harus dievaluasi pada keadaan kirisis tiroid , USG, profile
biofisik, dan non stress test tergantung dari usia kehamilan. Secara umum, terminasi
kehamilan dicegah pada pasien hamil dengan krisis tiroid, kecuali terdapat indikasi
dari janin tersebut.


Follow up

Wanita dengan penyakit Grave harus difollow up setelah persalinan, walaupun
eksaserbasi jarang terjadi pada 1 bulan setela melahirkan. Pemeriksaan TSH dan FT4
tetap dikerjakan pada 6 minggu setelah melahirkan. PTU dan methimazole
diekskresikan pada air susu pada jumlah yang kecil , sehingga menyusui bukan
merupakan kontraindikasi pada pasien dengan hipertiroid.


Referensi

American College Obsterician and Gynecologist practice, Thyroid disease in
pregnancy. Practice Bulletin no 37, August 2002.

Brian,M, Casey MD. Thyroid diasease in pregnancy. American College of
Obstetrician and Gynecologist vol 108: vol no 5, November 2006.

Cooper DS. Antithyroid drugs. New England Journal Medicine 2005: 352:
905-17. (III, review)

Queenan T. John, Hobbins C John, Protocols for High-Risk Pregnancies an
Evidence based approach. Blackwell; 2010

















5

You might also like