You are on page 1of 3

Misteri Valentines Day (1): Bermula dari

Lupercalian Festival
Al Furqan Minggu, 9 Februari 2014 09:21 WIB
Berita Terkait
Kisah Aneh dan Unik Ketika Soekarno Dijadikan Nabi
Main Catur Bisa Menjadi Haram, Kenapa?
Militer Khalifah Utsmaniyah Di Pasukan Diponegoro
Laksamana Cheng Ho: Cina Muslim yang Seharusnya Bergelar The Real Sinbad
Krisis Ekonomi Di Zaman Umar Bin Khattab
Jelang pertengahan Februari ini, Eramuslim
mencoba mengangkat peristiwa yang dirayakan hampir seluruh anak muda di dunia, yaitu
hari kasih sayang yang lebih populer dikenal sebagai Valentines Day yang selalu jatuh pada
tanggal 14 Februari.
Valentines Day dengan segala pernak-perniknya sesungguhnya tidak lepas dari arus utama
Konspiratif yang hendak menghancurkan ketauhidan seperti yang diajarkan para penyampai
Risallah sejak Adam a.s. hingga Muhammad SAW. Banyak sisi dari hari istimewa tersebut
yang belum banyak kita ketahui. Banyak yang menyangka, umat Islam dilarang mengikuti
ritual tersebut semata-mata karena bersumber dari ritual kaum Nasrani. Ini salah besar.
Gereja Katolik pun pernah mengeluarkan larangan umatnya untuk ikut-ikutan Valentines
Day. Bahkan Katolik Ensiklopaedia menyatakan ritual Valentines Day berasal dari ritual
pemujaan terhadap setan (The Satanic Ritual) dan paganisme.
Bukan itu saja, daya hancur Valentines Day juga dahsyat, terutama dari sisi akidah dan
moral. Sasaran utama penghancuran ini tentu saja generasi muda.
Dalam bahasa Inggris, Kasih Sayang ditulis sebagai Affection, bukan Love. Ada
perbedaan mendasar antara istilah Affection dengan Love. Yang pertama lebih dekat dengan
perasaan atau curahan hati, bersifat kejiwaan yang halus dan indah, sedang yang kedua,
Love, lebih dekat dengan tindakan yang mengarah kepada kegiatan atau aktivitas seksual.
Mungkin sebab itu, hubungan seksual disebut sebagai Making Love.
Nah, terkait dengan pemahaman tersebut, Valentines Day sesungguhnya tidak tepat jika
diartikan sebagai Hari Kasih Sayang. Karena peristiwa yang terjadi berabad tahun silam,
yang kini diperingati sebagai Hari Valentine, berawal dari suatu peristiwa yang lebih tepat
disebut sebagai pesta kemaksiatan (Making Love Party) ketimbang Pesta Kasih Sayang.
Peristiwa tersebut merupakan suatu ritual bagi bangsa Pagan Roma yang dinamakan
Lupercalian Festival.
Dalam kepercayaan Pagan Roma, bulan Februari
dianggap sebagai bulan penuh cinta (Love, bukan affection) dan bulan kesuburan (baca:
masa birahi atau syahwat). Lupercalian Atau Lupercus sendiri merupakan nama Dewa
Kesuburan (Dewa Pertanian dan Gembala), yang dipercaya berwujud seorang lelaki perkasa
dan berpakaian setengah telanjang dengan hanya menutupi tubuhnya dengan kulit kambing.
Mitologi mengenai Lupercus terkait erat dengan kisah Remus dan Romulus yang tinggal di
bukit Palatine dan diyakini kisahnya mengawali pembangunan Kota Roma.
Selain Roma, kepercayaan Pagan Yunani Kuno juga meyakini bulan Februaritepatnya
pertengahan Januari dan mencapai puncaknya pada pertengahan Februarimerupakan bulan
Gamelion, yang dipersembahkan kepada perkawinan suci Dewa Zeus dan Hera. Baik
kepercayaan Pagan Roma maupun Pagan Yunani, keduanya meyakini bahwa Februari
merupakan bulan penuh gairah dan cinta (baca: syahwat).
LUPERCALIA FEST
Lupercalia Festival merupakan sebuah perayaan yang berlangsung pada tanggal 13 hingga 18
Februari, di mana pada tanggal 15 Februari mencapai puncaknya. Dua hari pertama (13-14
Februari), dipersembahkan untuk Dewi Cinta (Queen of Feverish Love) bernama Juno
Februata. Pada tanggal 13-nya, di pagi hari, pendeta tertinggi pagan Roma menghimpun para
pemuda dan pemudi untuk mendatangi kuil pemujaan. Mereka dipisah dalam dua barisan dan
sama-sama menghadap altar utama. Semua nama perempuan muda ditulis dalam lembaran-
lembaran kecil. Satu lembaran kecil hanya boleh berisi satu nama. Lembaran-lembaran yang
berisi nama-nama perempuan muda itu lalu dimasukkan kedalam wadah mirip kendi besar,
atau ada juga yang menyebutnya di masukan ke dalam wadah mirip botol besar.
Setelah itu, sang pendeta yang memimpin upacara mempersilakan para pemuda maju satu
persatu untuk mengambil satu nama gadis yang telah berada di dalam wadah secara acak,
hingga wadah tersebut kosong. Setiap nama gadis yang terambil, maka sang empunya nama
harus menjadi kekasih pemuda yang mengambilnya dan berkewajiban melayani segala yang
diinginkan sang pemuda tersebut selama setahun hingga Lupercalian Festival tahun depan.
Tanpa ikatan perkawinan, mereka bebas berbuat apa saja. Dan malam pertama di hari itu,
malam menjelang 14 Februari hingga malam menjelang 15 Februari, di seluruh kota, para
pasangan baru itu merayakan apa yang kini terlanjur disebut sebagai Hari Kasih Sayang.
Suatu istilah yang benar-benar keliru dan lebih tepat disebut sebagai Making Love Day
alias Malam Kemaksiatan.
Pada tanggal 15 Februari, setelah sehari penuh para pasangan baru itu mengumbar
syahwatnya, mereka secara berpasang-pasangan kembali mendatangi kuil pemujaan untuk
memanjatkan doa kepada Dewa Lupercalia agar dilindungi dari gangguan serigala dan roh
jahat. Dalam upacara ini, pendeta pagan Roma akan membawa dua ekor kambing dan seekor
anjing yang kemudian disembelih diatas altar sebagai persembahan kepada Dewa Lupercalia
atau Lupercus. Persembahan ini kemudian diikuti dengan ritual meminum anggur.
Setelah itu, para pemuda mengambil satu lembar kulit kambing yang telah tersedia dan
berlari di jalan-jalan kota sambil diikuti oleh para gadis. Jalan-jalan kota Roma meriah oleh
teriakan dan canda-tawa para muda-mudi, di mana yang perempuan berlomba-lomba
mendapatkan sentuhan kulit kambing terbanyak dan yang pria berlomba-lomba menyentuh
gadis sebanyak-banyaknya.
Para perempuan Romawi kuno di zaman itu sangat percaya bahwa kulit kambing yang
dipersembahkan kepada Dewa Lupercus tersebut memiliki daya magis yang luar biasa, yang
mampu membuat mereka bertambah subur, bertambah muda, dan bertambah cantik. Semakin
banyak mereka bisa menyentuh kulit kambing tersebut maka mereka yakin akan bertambah
cantik dan subur.
Upacara yang sangat dinanti-nantikan orang-orang muda di Roma ini menjadi salah satu
perayaan favorit. Hal ini tidak aneh mengingat kehidupan masyarakat Pagan Roma memang
sangat menuhankan keperkasaan (kejantanan), kecantikan, dan seks. Bahkan para Dewa dan
Dewituhan merekadigambarkan sebagai sosok lelaki perkasa dan perempuan yang
cantik nan menawan, dengan pakaian yang minim bahkan telanjang sama sekali. Bangsa
Roma memang sangat memuja kesempurnaan raga. Banyak literatur menulis tentang tradisi
Pagan Roma tersebut. Sampai sekarang, pusat-pusat kebugaran yang menjadi salah satu tren
orang modern disebut sebagai Gymnasium atau disingkat Gym saja, yang berasal dari istilah
Roma yang mengacu pada tempat olah tubuh.
Tradisi pemujaan terhadap keperkasaan dan kecantikan ini, dan tentunya semuanya bermuara
pada pendewaan terhadap syahwat, tidak menghilang saat Roma dijadikan pusat Gereja Barat
oleh Kaisar Konstantin. Gereja malah melanggengkan ritual pesta syahwat ini dengan
memberinya bungkus kekristenan dengan mengganti nama-nama gadis dan para pemuda
dengan nama-nama Paus atau Pastor atau orang-orang suci seperti Santo atau Saint (laki-laki)
atau Santa (Perempuan). Mereka yang melakukan ini adalah Kaisar Konstantin sebagai Paus
pertama dan Paus Gregory I. Bahkan pada tahun 496 M, Paus Gelasius I menjadikan
Lupercalian Festival ini menjadi perayaan Gereja dengan memunculkan mitos tentang Santo
Valentinus (Saint Valentines) yang dikatakan meninggal pada 14 Februari.
Inilah apa yang sekarang kita kenal sebagai The Valentines Day. Lupercalian Festival yang
sesungguhnya lebih tepat disebut sebagai Making Love Day, merupakan asal-muasal
peringatan ini. Oleh sejumlah pihak yang ingin mendapat keuntungan dari ritual tersebut dan
eksesnya, momentum itu disebut sebagai Hari Kasih Sayang, sesuatu yang sangat jauh dan
beda esensinya. (Selengkapnya Baca: Eramuslim Digest Edisi 5: The Dark Valentines,
Ritual Setan yang Sekarang Dipuja)

You might also like