You are on page 1of 9

HEPATITIS A

1. Tanda dan gejala hepatitis A


Fase preikterus: gejala-gejala seperti influenza (hilang nafsu makan, mual, lelah, dan rasa
tidak enak badan)
Hilang nafsu makan, mual, muntah, lelah, rasa tidak enak badan, demam, sakit kepala,
dan nyeri abdomen bagian kanan atas.
Fase ikterus : sklera dan kulit berwarna kuning, urin berwarna gelap, feses berwarna
terang (acholic), kulit gatalgatal, dan gejala-gejala sistemis yang memburuk Anak-anak
yang berusia <6 tahun tidak menampakkan gejala, kalaupun ada, mereka tidak
mengalami jaundice (kuning).

2. Etiologi Hepatitis A
Hepatitis A adalah golongan penyakit Hepatitis yang ringan dan jarang sekali
menyebabkan kematian, Virus hepatitis A (Hepatitis A Virus=HAV) merupakan
Hepatovirus yang berhubungan dengan Enterovirus dalam family Picornaviridae.
Masa inkubasi 2-4 minggu
Genomnya merupakan RNA sense-positif beruntai tunggal dan memiliki empat genotipe.
Tipe I dan III paling umum ditemukan pada manusia.

3. Patofisisologi
Virus yang masuk ke dalam tubuh juga dapat menimbulkan penyakit Hepatitis. Kuman ini
masuk ke dalam tubuh dengan perantara makanan atau air yang tercemar. Di dalam saluran
penceranakan kuman tersebut dapat berkembang biak dengan cepat, kemudian diangkut melalui
aliran darah ke dalam hati, dimana tinggal di dalam kapiler-kapiler darah dan menyerang
jaringan-jaringan sekitarnya sehingga menyebabkan ra dang hati.(Manjsoer A, 2000, p.525-528)

Perjalanan virus Diawali dengan masuk nya virus kedalam saluran pencernaan,kemudian masuk kealiran
darah menuju hati(vena porta),lalu menginvasi ke sel parenkim hati. Di sel parenkim hati virus mengalami
replikasi yang menyebabkan sel parenkim hati menjadi rusak. Setelah ituvirus akan keluar dan menginvasi sel
parenkim yang lain atau masuk kedalam ductus biliaris yang akan dieksresikan bersama feses. Sel parenkim
yang telah rusak akan merangsang reaksiinflamasi yang ditandai dengan adanya agregasi
makrofag,pembesaran sel kupfer yang akanmenekan ductus biliaris sehinnga aliran bilirubin direk terhambat,
kemudian terjadi penurunaneksresi bilirubin ke usus. Keadaan ini menimbulkan ketidakseimbangan antara
uptake danekskresi bilirubin dari sel hati sehingga bilirubin yang telah mengalami proses konjugasi(direk)akan
terus menumpuk dalam sel hati yang akan menyebabkan reflux(aliran kembali keatas) ke pembuluh darah
sehingga akan bermanifestasi kuning pada jaringan kulit terutama pada sklerakadang disertai rasa
gatal dan air kencing seperti teh pekat akibat partikel bilirubin direk berukuran kecil sehingga dapat
masuk ke ginjal dan di eksresikan melalui urin. Akibat bilirubindirek yang kurang dalam usus
mengakibatkan gangguan dalam produksi asam empedu(produksi sedikit) sehingga proses pencernaan lemak
terganggu (lemak bertahan dalamlambung dengan waktu yang cukup lama) yang menyebabkan regangan
pada lambung sehinggamerangsang saraf simpatis dan saraf parasimpatis mengakibatkan teraktifasi nya pusat
muntahyang berada di medula oblongata yang menyebabkan timbulnya gejala mual, muntah danmenurun nya
nafsu makan. (Kumar,Cotran,Robbins. Buku Ajar Patologi. Edisi7.Jakarta:EGC,2007



Mekanisme Mual
Pusat mual muntah dapat diaktifkan secara langsung oleh korteks cerebral, sinyal dari organ
sensoria atau sinyal dari apparatus vestibular dari telinga dalam yang menimbulkan reflek mual
karena adanya gerakkan.
Mekanismenya bila ada rasa mual, tonus lambung menurun begitu juga peristaltik dalam
lambung berkurang atau bahkan menghilang. Sebaliknya tonus duodenum dan jejunum bagian
proksimal meningkat sehingga timbul refluks isi duodenum ke dalam lambung.











HEPATITIS B
1. Tanda dan Gejala
Mudah lelah, cemas, tidak nafsu makan, dan rasa tidak enak badan.
Asites, jaundice (kuning), perdarahan variseal, dan ensefalopati hepatik dapat timbul
bersama dekompensasi hati.
Ensefalopati hepatik sering dikaitkan dengan hipereksitabilitas, gangguan mental,
obtundation, bingung, dan koma.

2. Etiologi
Hepatitis B, disebabkan oleh virus hepatitis B (HBV) yang merupakan virus DNA yang
berkulit ganda yang berukuran 42 nm.termasuk dalam family Hepadnaviridae.
DNA ini mengkode 3 protein permukaan: antigen permukaan (HBsAg), antigen inti
(HBcAg), protein pra-inti (HBeAg); protein polimerase aktif yang besar; protein
transaktivator.
Masa inkubasi virus ini 1-6 bulan

3. Patofisiologi
Virus hepatitis menganggu fungsi liver sambil terus beranak pinak di sel sel liver.
Akibat gangguan ini, sistem kekebalan tubuh bekerja untuk memerangi virus tersebut. Dalam
proses itu, bisa terjadi kerusakan yang berujung pada pandangan liver. Perubahan morfologik
pada hati seringkali serupa untuk berbagai virus yang berlainan. Pada kasus yang klasik,
ukuran dan warna hati tampak normal, tetapi kadang kadang sedikit edema, membesar dan
berwarna seperti empedu. Secara histologik, terjadi asuhan hepato selular menjadi kacau,
cidera dan nekrosis sel hati, serta peradangan perifer. Perubahan ini reversibel sempurna bila
fase akut penyakit mereda pada beberapa kasus nekrosis submasif atau masif dapat
mengakibatkan gagal hati yang berat dan kematian



HEPATITIS C
1. Tanda dan Gejala
Penderita Hepatitis C sering kali orang yang menderita Hepatitis C tidak menunjukkan gejala,
walaupun infeksi telah terjadi bertahun-tahun lamanya. Namun beberapa gejala yang samar
diantaranya adalah ; Lelah, Hilang selera makan, Sakit perut, Urin menjadi gelap dan Kulit atau
mata menjadi kuning yang disebut jaundice (jarang terjadi). Pada beberapa kasus dapat
ditemukan peningkatan enzyme hati pada pemeriksaan urine, namun demikian pada penderita
Hepatitis C justru terkadang enzyme hati fluktuasi bahkan normal.

2. Etiologi
Virus hepatitis C (Hepatitis C Virus = HCV) merupakan virus RNA berantai tunggal dari
famili Flaviviridae.
Virus ini bereplikasi di dalam hepatosit dan tidak merusak sel secara langsung.
Masa inkubasi: 2 minggu- 6 bulan

3. Patofisiologi
Menurut Underwood (1999), mula-mula virus tersebut melekatkan diri pada reseptor-reseptor
spesifik yang terletak pada membran sel hepar. Setelah perlekatan tersebut, virus melakukan
penetrasi dan memasukkan sitoplasma sel hepar. Di dalam sitoplasma, sel hepar virus
melepaskan kapsulnya dan terbentuk nukleo kapsid. Selanjutnya nukleokapsit menembus
dinding sel hati sampai memasuki inti hati tersebut. Di dalam inti sel hati, asam nukleat virus
akan keluar dari nukleokapsid dan menempel pada DNA. DNA akan merangsang hepar untuk
membentuk protein dan asam nukleat bagi virus. Pada akhirnya terbentuk virus baru dan akibat
nekrosis sel-sel hati, maka virus baru akan dilemparkan ke dalam peredaran darah.










Interpretasi Data Tambahan
Bi l i r u b i n
Nilai normal : Total 0-1,1 mg/dL SI = 1,7-20,5 mmol/L
Dipemicu kadar bilirubin total = 4,8

De s k r i p s i :
Bilirubin terjadi dari hasil peruraian hemoglobin dan merupakan produk antara dalam proses
hemolisis. Bilirubin dimetabolisme oleh hati dan diekskresi ke dalam empedu sedangkan
sejumlah kecil ditemukan dalam serum. Peningkatan bilirubin terjadi jika terdapat pemecahan sel
darah merah berlebihan atau jika hati tidak dapat mensekresikan bilirubin yang dihasilkan.

Terdapat dua bentuk bilirubin:
a) tidak langsung atau tidak terkonjugasi (terikat dengan protein).
b) langsung atau terkonjugasi yang terdapat dalam serum.Peningkatan kadar bilirubin
terkonjugasi lebih sering terjadi akibat peningkatan pemecahan eritrosit, sedangkan peningkatan
bilirubin tidak terkonjugasi lebih cenderung akibat disfungsi atau gangguan fungsi hati

I mp l i k a s i k l i n i k :
Peningkatan bilirubin yang disertai penyakit hati dapat terjadi pada gangguan hepatoseluler,
penyakit sel parenkim, obstruksi saluran empedu atau hemolisis sel darah merah.
Peningkatan kadar bilirubin tidak terkonjugasi dapat terjadi pada anemia hemolitik, trauma
disertai dengan pembesaran hematoma dan infark pulmonal.
Bilirubin terkonjugasi tidak akan meningkat sampai dengan penurunan fungsi hati hingga 50%
Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat terjadi pada kanker pankreas dan kolelitiasis
Peningkatan kadar keduanya dapat terjadi pada metastase hepatik, hepatitis, sirosis dan
kolestasis akibat obat obatan.


Alanin Aminotransferase (ALT) dahulu SGPT
Nilai normal SGPT: < 41 U/L; < 31 U/L
Dipemicu SGPT = 180

Deskripsi:
Konsentrasi enzim ALT yang tinggi terdapat pada hati. ALT juga terdapat pada jantung, otot dan
ginjal. ALT lebih banyak terdapat dalam hati dibandingkan jaringan otot jantung dan lebih
spesifik menunjukkan fungsi hati daripada AST (SGOT). ALT berguna untuk diagnosa penyakit
hati dan memantau lamanya pengobatan penyakit hepatik, sirosis postneurotik dan efek
hepatotoksik obat.
Implikasi klinik:
Peningkatan kadar ALT dapat terjadi pada penyakit hepatoseluler, sirosis aktif, obstruksi bilier
dan hepatitis.
Banyak obat dapat meningkatkan kadar ALT.
Nilai peningkatan yang signifi kan adalah dua kali lipat dari nilai normal.
Nilai juga meningkat pada keadaan: obesitas, preeklamsi berat, acute lymphoblastic leukemia
(ALL)

Aspartat Aminotransferase (AST) dahulu SGOT
Nilai normal SGOT: < 37 U/L; < 31 U/L
Dipemicu SGOT = 135

Deskripsi:
AST adalah enzim yang memiliki aktivitas metabolisme yang tinggi, ditemukan
di jantung, hati, otot rangka, ginjal, otak, limfa, pankreas dan paru-paru.
Penyakit yang menyebabkan perubahan, kerusakan atau kematian sel pada
jaringan tersebut akan mengakibatkan terlepasnya enzim ini ke sirkulasi.
Implikasi klinik:
Peningkatan kadar AST dapat terjadi pada MI, penyakit hati, pancreatitis akut, trauma, anemia
hemolitik akut, penyakit ginjal akut, luka bakar
parah dan penggunaan berbagai obat, misalnya: isoniazid, eritromisin, kontrasepsi oral
Penurunan kadar AST dapat terjadi pada pasien asidosis dengan diabetes mellitus.

Anti HCV
Adalah antibody terhadap virus hepatitis C. apabila anti HCV +, menunjukan adanya
perlindungan terhadap infeksi virus terhadap hepatitis C.

Anti HIV
Untuk mendeteksi dan mengukur keberadaa/kadar imunoglobin.

Hubungan HIV terhadap Hepatitis
Jawaban : Human Immunodefficiency Virus (HIV) merupakan jenis virus mematikan yang
menyerang tubuh manusia dan infeksinya akan menimbulkan sebuah penyakit bernama ackuired
Immunodefficiency syndrome (AIDS). AIDS adalah penyakit mematikan karena pengidap AIDS
akan diserang sistem kekebalan tubuhnya oleh virus dan akibatnya tubuh menjadi seperti sarang
penyakit. Adapun Hepatitis C merupakan penyakit hepatitis yang disebabkan oleh virus RNA, di
mana virus ini mudah bermutasi. Sistem penularan dan sistem replikasi virus hampir menyerupai
HIV, namun Hepatitis C masih relatif tidak sebahaya AIDS. Lalu apakah hubungan HIV dan
Hepatitis C?
Sebagaimana telah disampaikan, HIV akan menyerang sistem imunitas tubuh sehingga pengidap
akan menjadi tidak terlindungi dari serangan penyakit lain. Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan di beberapa negara, kecenderungan terjangkitnya hepatitis C pada individu yang
terkena AIDS relatif lebih tinggi dan hampir sebanyak lebih dari 50 % kasus HIV memiliki
kerentanan terkena hepatitis C.
Metode penularan HIV dan Hepatitis C juga mirip, yaitu melalui pembuluh dan peredaran darah
serta cairan seksual. Oleh karena itu tidak sedikit para individu yang beresiko tinggi terhadap
tertularnya HIV juga memiliki resiko yang besar pula terhadap penularan hepatitis C. Hepatitis C
juga belum ditemukan vaksin yang mampu secara efektif mencegah terjadinya penyakit. Secara
perilaku, virus hepatitis C mirip dengan HIV. Hal tersebut disebabkan karena kedua jenis virus
ini termasuk dalam virus RNA yang berkembang biak menggnakan rantai asam ribonukleat
(ARN) ini. Berbeda dengan virus yang tersusun atas asa deoksiribunukleat, virus RNA sulit
sekali untuk diobati maupun dicegah dengan vaksin karena mempunyai kecenderungan mudah
bermutasi.
Hubungan HIV dan hepatitis C secara tipe virus memang sangat erat, sehingga tidak sedikit
ilmuwan yang mengira bahwa kedua jenis virus ini dimungkinkan memiliki sebuah kesamaan
jalur.
Tambahan
HIV dan Hepatitis C Virus (HCV) sama sama termasuk golongan virus RNA dan mempunyai
rute penularan yang sama, yaitu melalui darah. Prevalensi hepatitis C pada odha pengguna
narkotika 80%, sedangkan pada odha terinfeksi HIV melalui hubungan seksual sebesar 80%.
Infeksi HIV meningkatkan penularan Hepatitis C melalui hubungan seksual dan juga penularan
vertiakl hepatitis C, dari ibu ke anak. Infeksi hepatitis C juga meningkatkan penularan HIV
secara vertical dari 16% ke 26%. Infeksi HIV diketahui mempengaruhi perjalanan penyakit
hepatitis C, namun beberapa studi yang meneliti pengaruh pengaruh infeksi HCV terhadap
perjalanan penyakit HIV/AIDS masih menunjukkan hasil yang bertentangan. Perkembangan
penyakit hepatitis C tnapan infeksi HIV membutuhkan beberapa decade untuk menjadi sirosis
dan karsinoma hepatoseluler. Koinfeksi HIV/HCV mrnyrbabkan terjadinya sirosos hati lebih
cepat dan risiko terjadinya penyakit hati dekompensta 6 kali lebih tinggi. Koinfeksi juga
meningkatkan kejadian karsinoma hepatoseluler dan memperpendek waktu yang dibutuhkan
untuk terjadi gejala hati menjadi 6-10 tahun. Pouti dkk melaporkan bahwa laju progresifitas
penyakit hepatits C berbanding terbalik dengan hitung CD 4. Hitung CD4 kurang dari 500
sell/mm
3
berhubungnan peningkatan resiko terjadinya fibrosis lanjut. Beberapa studi melaporkan
bahwa koinfeksi HIV/HCV mempercepat masa perkembanagan menjadi AIDS dan terjadinya
kematian dibandingkan pasien yang hanya terinfeksi HIV saja.
Tambahan

Tanda Hepatitis Virus
1. Hepatitis A. Bagi penderita hepatitis A akut atau pasien yang telah sembuh dari hepatitis
A mempunyai tanda berupa IgM anti HAV positif. Sedang IgG anti HAV positif sering
ditemukan pada anak atau orang dewasa di negara berkembang yang memiliki sanitasi
lingkungan jelek. Tanda ini menunjukkan seseorang telah terinfeksi virus hepatitis A di
masa lampau. Karena itu prevalensi IgG HAV dapat dipakai sebagai indeks sanitasi
lingkungan di suatu negara.
2. Hepatitis B. Hilangnya HBsAg dan timbulnya anti HBs merupakan tanda bagi seseorang
yang telah sembuh dari infeksi hepatitis B. Sedang IgM anti HBc positif, berarti
seseorang baru (recent) saja terinfeksi dengan hepatitis B.

Hepatitis B Yang Menahun
1. Hepatitis kronis fase replikatif/toleran. Ditandai dengan HBsAg +, HBeAg +, HBVDNA
+ (kuantitatif dapat > 10
5
copy/ml). Namun, faal hatinya normal.
2. HBeAg +, HBVDNA + (kuantitatif dapat > 10
5
copy/ml)). Namun, faal hati abnormal,
terutama SGOT/PT tinggi (> 3 kali nilai normal), albumin/globulin biasanya masih
normal, bilirubin dapat meningkat sedikit (< dari 3 mg%).
3. Hepatitis Kronis B mutant. HbsAg +, HBeAg negatif, tetapi anti HBe +, dan HBV DNA
+. Fungsi liver terganggu. Biasanya penderita ini, mempunyai penyakit hati yang lebih
berat.
4. Hepatitis inaktif / integratif, HBsAg +, Anti HBe +, HBV DNA negatif atau dibawah <
10
3
copy/ml dan faal hatinya normal.
5. Sirosis hati B, rasio albumin/globulin terbalik. Bilirubin meningkat (< dari 5 mg%),
SGOT > SGPT, biasanya meningkat dua hingga empat kali normal, tapi pada yang sirosis
berat SGOT/SGPT dapat normal. HBsAg +, HBeAg/Anti-HBe dapat +. HBV DNA
seringnya sudah negatif.
Hepatitis C
1. Sembuhdari hepatitis C, ditandai dengan anti HCV +, HCV RNA negatif, faal hati yang
normal.
2. Hepatitis C kronik, ditandai dengan Anti HCV +, HCV RNA +, faal hati sebagian
terbesar terganggu, tapi bisa normal pada sebagian kecil penderita.
3. Sirosis hati C, rasio albumin/globulin terbalik. Bilirubin meningkat (< dari 5 mg%),
SGOT > SGPT, biasanya meningkat kira-kira 2-4 kali normal, tapi pada yang sirosis
berat SGOT/SGPT dapat normal. Anti HCV dan HCV RNA positif.
Genotype Hepatitis
Pada hepatitis B memiliki delapan genotype dan diberi nama sesuai abjad : A hingga H. Genotipe
B dan C merupakan jenis yang banyak ditemui di Indonesia.
Sedangkan pada hepatitis C terdapat enam genotipe dan diberi nama dengan menggunakan angka
(1 sampai 6). Selain itu terdapat genotipe yang dibagi ke dalam sub-genotipe, dengan
memberikan tambahan huruf kecil dari a sampai c. Di Indonesia kasus terbanyak adalah genotipe
jenis 1b. (> 65%).
Kelainan Faal Hati Tak Spesifik
Kelainan faal hati tak spesifik umumnya terjadi pada penderita, yang penyakit hatinya telah
mempengaruhi fungsi dari organ lain. Seperti ginjal, paru jantung, dan sebagainya. Dalam hal
seperti ini, gambaran klinis serta pemeriksaan penunjang seperti USG, CT Scan, dan Endoscopy
Retrograde Cholangio Pancreatography (ERCP) atau bahkan biopsi hati biasanya diperlukan
untuk menegakkan diagnosisnya.
Hasil Lab Faal Hati Normal Penderita Penyakit hati Menahun
Pada penderita kronik hepatitis B dengan fase replikatif, inaktif/integratif sering menunjukan
hasil laboratorium yang normal. Hal serupa juga dijumpai pada penderita hepatitis C (dengan
HCV RNA +), tes faal hati menunjukkan normal. Pada penderita sirosis hati yang kompensata
juga memiliki tes faal hati yang normal.
Sedangkan sirosis hati yang sudah lanjut pun kita sering mendapatkan kadar SGPT/SGOT
normal. Hal ini terjadi karena jumlah sel hati pada sirosis berat sudah sangat kurang, sehingga
kerusakan sel hati relatif sedikit. Tapi kadar bilirubin akan terlihat meninggi dan perbandingan
albumin/globulin akan terbalik. Bila kita cermati lebih teliti, kadar SGOT akan lebih tinggi
daripada SGPT.

Faktor resiko karsinoma hepatoseluler
Ada beberapa faktor berperan yang sebagai penyebab karsinoma hepatoseluler yaitu antara lain
meliputi Alflatoksin, Infeksi virus hepatitis B, Infeksi virus hepatitis C, Sirosis Hati dan Alkohol.
Sedangkan faktor resiko lain yang berperan menimbulkan HCC adalah penyakit hati autoimun,
penyakit hati metabolik, zat zat senyawa kimia ( Singgih B, 2006 ).

Karsinoma hepatoseluler mempunyai faktor risiko penting yang sudah diketahui, yaitu infeksi
virus hepatitis. Infeksi hepatitis B kronis merupakan faktor risiko utama dari KHS di seluruh
dunia. Di Asia dan Afrika, lebih dari 80% pasien KHS mempunyai latar belakang infeksi
hepatitis B kronis. Di Jepang, Eropa dan Amerika, sekitar 60% pasien KHS mempunyai infeksi
hepatitis C kronis sebelumnya (Marrero, 2012).
Studi epidemiologis telah membuktikan bahwa paparan diet terhadap aflatoksin dan infeksi
kronik dengan virus hepatitis B (HBV) adalah dua faktor risiko utama terjadinya karsinoma
hepatoseluler (hepatocellularncarcinoma). Selanjutnya, dilaporkan ada hubungan sinergistik
yang bermakna antara paparan aflatoksin dan endemisitas penyakit hepatitis B virus dengan
kejadian karsinoma hepatoseluler pada populasi di daerah yang sama.
(2,13)
Secara sendiri-sendiri, masing-masing faktor tersebut meningkatkan risiko karsinoma
hepatoseluler; bersama-sama peningkatan risiko penyakit kanker ini menjadi jauh lebih
besar.Mekanisme yang dianggap menjadi dasar kejadian ini adalah bahwa aflatoksin menekan
mekanisme perbaikan DNA yang diperlukan untuk menghambat perkembangan kanker yang
disebabkan oleh HBV dan HBV mencegah terjadinya proses detoksifikasi aflatoksin oleh hepar.
Tetapi mungkin juga faktor imunotoksisitas dari aflatoksin menyebabkan terhambatnya
kemampuan tubuh untuk mengendalikan perkembangan sel kanker.

Faktor lain yang diduga sebagai penyebab kanker hati ini adalah aflatoksinB1 yaitu racun
yangdihasilkan oleh sejenis jamur Aspergillus flavus yang terkontaminasi dan melekat pada
permukaan makanan seperti beras, kacang, gandum, jagung, dan kacang kedelai yang disimpan
pada tempat yang panas dan lembab. Aflatoksin B1 yang ikut masuk ke tubuh melalui makanan
diperkirakan dapat memicu mutasi P53 gene di dalam sel hati yang seterusnya menimbulkan
kanker sel hati.

You might also like