You are on page 1of 12

1

PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER








OLEH :
NAHIYAH JAIDI FARAZ


PUSAT STUDI WANI TA
UNI VERSI TAS NEGERI YOGYAKARTA
2004
2

PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER
Nahiyah J aidi Faraz

Pengertian ARG
Anggaran yang mengakomodasi keadilan bagi perempuan dan laki-laki dalam memperoleh
akses, manfaat, berpartisipasi dalam mengambil keputusan dan mengontrol sumber-sumber daya
serta kesetaraan terhadap kesempatan dan peluang dalam menikmati hasil pembangunan
Tujuan ARG
Penerapan ARG merupakan strategi untuk mengurangi kesenjangan partisipasi dan pemanfaatan
hasil pembangunan antara perempuan dan laki-laki
Urgensi Penerapan ARG
Agar perencanaan dan penganggaran lebih efektif telah didahului dengan analisis
sosial-analisis gender ;
Mengurangi kesenjangan tingkat penerima manfaat pembagunan ;
Menunjukkan komitmen pemerintah dalam melaksanakan konvensi internasional
(MDGs, CEDAW dan kesepakatan Beijing) ;
Mengimplementasikan amanah kebijakan nasional (Inpres No. 9 Tahun 2000 dan PMK
No. 119/PMK.02/2009).
ARG dalam Sistem Penganggaran.
Tidak secara tegas disebutkan baik dalam pendekatan maupun klasifikasi anggaran;
Lebih menekankan pada masalah kesetaraan dalam penganggaran;
Keadilan bagi perempuan dan laki-laki (dengan mempertimbangkan peran dan hubungan
gendernya) dalam memperoleh akses, manfaat (dari program pembangunan),
berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan dan mempunyai kontrol terhadap
sumber-sumber daya;
Kesetaraan bagi perempuan dan laki-laki dalam kesempatan/peluang dalam memilih dan
dalam menikmati hasil pembangunan.

3

PENERAPAN ARG DALAM
SISTEM PENGANGGARAN
PROGRAM
KEGIATAN
Penentuan sasaran
dan target sudah ada
perhitungan atas
dasar gender
Dalam perencanaan
suatu kegiatan harus
sudah ada analisis
mengenai gender


Persyaratan ARG
1. Kemauan Politik (terdapat dalam prioritas pemerintah);
2. Transparansi dan Partisipasi (keterlibatan semua pihak dan transparansi proses
penganggaran);
3. Ketersediaan Data yang terpilah menurut jenis kelamin;
4. Sumberdaya manusia yang memadai (perencana anggaran yang mampu melakukan
analisis gender);
Prinsip Dasar ARG
1. Anggaran Responsif Gender bukanlah anggaran yang yang terpisah untuk laki-laki dan
perempuan;
2. Pola anggaran yang akan menjembatani kesenjangan peran dan tanggung jawab laki-laki,
perempuan serta kelompok lain;
3. Tidak berlaku sebagai dasar untuk meminta tambahan alokasi anggaran;
4. ARG bukan berarti ada alokasi dana 50% laki-laki 50% perempuan untuk setiap
kegiatan;
4

5. Adanya anggaran responsif gender tidak berarti adanya penambahan dana yang
dikhususkan untuk program ini,
6. Bukan berarti bahwa alokasi anggaran responsif gender berada dalam program khusus
pemberdayaan perempuan;
7. Tidak harus semua program dan kegiatan perlu mendapat koreksi agar menjadi responsif
gender.

ARG dalam Pelaksanaannya
1. Perlunya pengintegrasian perspektif gender dalam program pembangunan nasional;
2. Perlu disusun metodologi, tools, indikator untuk perencanaan dan penganggaran yang
responsif gender;
3. Perlunya komitmen dan kesadaran semua stake holder dalam mendukung anggaran
responsif gender.

Letak ARG
1. Suatu ARG berada pada tingkat subkegiatan;
2. Isu kesenjangan gender dan gambaran perbaikannya tercermin dari uraian analisis situasi
yang ada dalam GBS maupun isu gender dalam TOR;
3. GBS minimal harus mencakup aspek-aspek seperti pada slide 19;
4. Meneliti adanya kesinambungan antara uraian GBS dengan TOR; J ika belum sinkron,
maka subkegiatan dimaksud belum dapat dikatakan responsif gender dan tidak dapat
diproses untuk tahap selanjutnya;
5. Suatu subkegiatan dapat dikatakan responsif gender harus memenuhi butir b, c dan d;
6. Apabila telah responsif gender, petugas penelaah DJ A akan memberi tanda cek (), pada
aplikasi RKA-KL bahwa kegiatan/subkegiatan tersebut telah responsif gender.



5

Pengertian Gender
Kata gender disini adalah merujuk pada arti sosial yaitu bagaimana menjadi perempuan
atau laki-laki sebagai hasil dari cara dibesarkan; diajari berperilaku; dan diharapkan untuk
berperan menjadi perempuan dan menjadi laki-laki menurut budaya masyarakatnya. Gender
merupakan konsep yang dinamis karena budaya masyarakat beragam dan berubah terkait dengan:
suku bangsa, kelas sosial-ekonomi, usia, zaman, situasi krisis; dan berdampak terhadap hubungan
gender, peran, status dan tanggung jawab. J adi pengertian gender bukan merujuk pada perbedaan
secara biologis/jenis kelamin yang ada yaitu perempuan dan laki-laki.
Berdasarkan pengertian di atas maka yang disebut dengan anggaran responsif gender
(ARG) adalah anggaran yang memberi/mengakomodasi terhadap dua hal, yaitu:
Keadilan bagi perempuan dan laki-laki (dengan mempertimbangkan peran dan hubungan
gendernya) dalam memperoleh akses, manfaat (dari program pembangunan), berpartisipasi
dalam proses pengambilan keputusan dan mempunyai kontrol terhadap sumber-sumber daya.
Kesetaraan bagi perempuan dan laki-laki terhadap kesempatan/peluang dalam memilih dan
dalam menikmati hasil pembangunan.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa ARG bukanlah suatu pendekatan
yang berfokus pada klasifikasi anggaran, tetapi lebih menekankan pada masalah kesetaraan
dalam penganggaran. Kesetaraan tersebut berupa proses maupun dampak alokasi anggaran dalam
kebijakan/program/kegiatan yang bertujuan menurunkan tingkat kesenjangan gender. ARG
bekerja dengan cara menelaah dampak dari belanja suatu kegiatan terhadap perempuan dan laki-
laki, dan kemudian menganalisa apakah alokasi anggaran tersebut telah menjawab kebutuhan
perempuan serta kebutuhan lelaki secara memadai.
Dalam penganggaran, ARG melekat pada struktur program dan kegiatan yang ada dalam
RKA-KL. Suatu Kegiatan akan menghasilkan output Kegiatan, yang mendukung dalam
pencapaian outcome Program. Hanya saja muatan/substansi kegiatan dalam struktur RKA-KL
tersebut dilihat dari sudut pandang/perspektif gender.
a. Penyusunan Anggaran yang Responsif Gender
6

Dalam proses penyusunan anggaran, K/L mengajukan Rencana Kerja dan Anggaran
Kementerian Negara/Lembaga (RKA-KL) kepada Departemen Keuangan c.q. Ditjen Anggaran.
Oleh penelaah di DJ A, RKA-KL dimaksud ditelaah kesesuaiannya dengan pagu sementara atau
definitif, standar biaya dan prakiraan maju yang telah ada, untuk nantinya menjadi dokumen
Satuan Anggaran Per Satuan Kerja (SAPSK) yang nantinya menjadi dasar penerbitan Daftar
Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) yang merupakan dokumen dasar pelaksanan anggaran.
Pada penyusunan RKA-KL tahun 2010, terhadap tujuh K/L uji coba penerapan ARG,
selain memperhatikan RKA-KL dan dokumen pendukungnya agar sesuai dengan tiga item
diatas, juga melihat dari sudut pandang/perspektif gender. Apakah kegiatan yang dilakukan telah
responsif gender atau belum, hal ini dapat dilihat dari Kerangka Acuan Kerja (TOR) dan
dokumen tambahan yang diajukan yaitu Gender Budgeting Statement (GBS). Isu gender harus
tergambar dalam kedua dokumen tersebut, dimana satu dengan yang lainnya harus sesuai.
J ika dilihat lebih jauh lagi hubungan antara TOR dan GBS sebagai dokumen anggaran,
GBS merupakan pernyataan dari perencana kegiatan mengenai adanya isu gender/kesenjangan
gender dan informasi tentang usaha yang mengarah pada perbaikan kondisi atau memperkecil
kesenjangan gender yang ada. Sedangkan TOR merupakan informasi mengenai pilihan aktivitas
yang akan dilaksanakan yang berakibat terhadap pengeluaran anggaran (belanja). Informasi yang
ada dalam TOR pada dasarnya harus bisa menjawab pertanyaan 5W+2H (what, when, where,
who, why, how dan how much). Hubungan antara kedua dokumen terletak pada kesamaan
informasi yang disampaikan berupa isu gender yang menggambarkan perbaikan kondisi melalui
cara pelaksanaan kegiatan dan output kegiatan yang dihasilkan.
i. Gender Analysis Pathway (GAP)
Gender Analysis Pathway (GAP) merupakan suatu alat analisis gender yang
dikembangkan oleh BAPPENAS yang dapat digunakan untuk membantu para perencana dalam
melakukan pengarusutamaan gender dalam perencanaan kebijakan/program/kegiatan. Dengan
menggunakan GAP para perencana kebijakan/program/kegiatan dapat mengidentifikasi
kesenjangan gender dan permasalahan gender sekaligus menyusun rencana kebijakan/kegiatan
yang ditujukan untuk memperkecil atau menghapus kesenjangan gender tersebut.
7

GAP dibuat dengan menggunakan metodologi sederhana yang terbagi dalam tiga tahap
dengan sembilan langkah yang harus dilakukan. Tahap I Analisis Kebijakan Responsif Gender,
Tahap II Formulasi Kebijakan yang responsif Gender, Tahap III Rencana Aksi yang Responsif
Gender. Analisis kebijakan/program/kegiatan responsif gender bertujuan untuk menganalisis
kebijakan/program/kegiatan yang ada dengan menggunakan data pembuka wawasan yang
dipilah menurut jenis kelamin (lelaki dan perempuan) dan data gender digunakan untuk
mengidentifikasi adanya kesenjangan gender (gender gap) dan permasalahan gender (gender
issues).
Analisis kebijakan/program/kegiatan responsif gender dilakukan melalui tiga tahap yaitu,
tahap yang pertama diperlukan karena secara umum kebijakan/program/kegiatan selama ini
dinilai masih netral gender, tahap kedua yang merupakan formulasi kebijakan responsif gender,
dan tahap ketiga penyusunan rencana aksi responsif gender.
a. Langkah-langkah pada tahap pertama :
1. Mengidentifikasi tujuan dari kebijakan/program/kegiatan yang ada pada satuan kerja
sesuai tugas dan fungsinya. Apakah kebijakan/program/kegiatan telah dirumuskan
dan ditetapkan untuk mewujudkan kesetaraan gender.
2. Menyajikan data kuantitatif dan atau kualitatif yang terpilah menurut jenis kelamin
sebagai data pembuka wawasan. Apakah data yang ada mengungkapkan kesenjangan
atau perbedaan yang cukup berarti antara perempuan dan laki-laki.
3. Menemukenali isu gender atau faktor-faktor penyebab terjadinya kesenjangan gender
(gender gap) dengan memperhatikan empat faktor kesenjangan yaitu : (a). akses yang
sama terhadap sumber-sumber daya; (b). kontrol terhadap sumber-sumber daya dan
dalam proses pengambilan keputusan; (c). partisipasi perempuan dan laki-laki dalam
berbagai tahapan kebijakan/program/kegiatan termasuk dalam proses pengambilan
keputusan; (d). manfaat yang sama dari hasil pelaksanaan suatu
kebijakan/program/kegiatan yang ada.
4. Menemukenali isu gender di lingkungan internal lembaga dan atau budaya organisasi
yang dapat menyebabkan terjadinya kesenjangan gender berdasarkan keempat faktor
penyebab terjadinya kesenjangan gender. Apa masalah-masalah gender yang
diungkapkan oleh faktor-faktor kesenjangan gender; dimana terjadinya kesenjangan
8

antara perempuan dan laki-laki dalam masyarakat publik; mengapa terjadi
kesenjangan tersebut; apakah kebijakan/program/kegiatan yang ada justru
memperlebar kesenjangan, mempersempit kesenjangan atau tetap, dan apakah akar
permasalahan.
5. Menemukenali isu gender di eksternal lembaga pada proses pelaksanaan yang dapat
menyebabkan terjadinya kesenjangan gender.
b. Langkah-langkah pada tahap kedua :
6. Merumuskan kembali tujuan kebijakan/program/kegiatan sehingga menjadi responsif
gender. Dengan mempertimbangkan hasil proses analisis gender yang dilakukan
pada langkah satu sampai lima pada tahap pertama, sehingga menghasilkan
kebijakan/program/kegiatan yang responsif gender.
7. Menetapkan rencana aksi yang responsif gender, yang tercermin pada
kebijakan/program/kegiatan yang akan dilaksanakan. Rencana aksi yang disusun
harus sesuai dengan tujuan kebijakan yang telah responsif gender.
c. Langkah-langkah pada tahap ketiga :
8. Menetapkan baseline data yaitu data dasar yang dipilih untuk mengukur kemajuan
pelaksanaan kebijakan/program/kegiatan. Data dasar dapat diambil dari data
pembuka wawasan (langkah 2).
9. Menetapkan indikator gender yaitu ukuran kuantitatif dan atau kualitatif untuk : (a)
memperlihatkan berkurangnya/hilangnya kesenjangan gender (b) Hasil identifikasi
memastikan bahwa dengan rencana aksi tersebut mengurangi dan atau menghapus
kesenjangan gender.

ii. Gender Budget Statement (GBS)
GBS adalah dokumen yang menginformasikan suatu kegiatan telah responsif terhadap isu gender.
Komponen yang harus ada dalam GBS adalah : nama Program dengan indikator outcome-nya,
nama Kegiatan dengan indikator input dan indikator output-nya, analisis situasi serta besar alokasi
anggarannya. Isu gender terutama dapat dilihat pada analisis situasi. Pada analisis situasi
berisikan kondisi riil yang terjadi dalam masyarakat yaitu yang berkenaan dengan adanya
kesenjangan atau ketidakadilan/ketidaksetaraan gender; faktor kesenjangan dan penyebab
9

adanya faktor kesenjangan; solusi/cara mengeliminir kesenjangan atau
ketidakadilan/ketidaksetaraan gender.
Untuk jelasnya, bentuk dan susunan serta cara pengisiannya GBS dapat dijelaskan sebagai
berikut:
GENDER BUDGET STATEMENT
(Pernyataan Anggaran Gender)

Nama K/L :
Unit Organisasi :

Program Nama program yang ada pada K/L
Kegiatan Nama Kegiatan sebagai penjabaran program
Sub-kegiatan Nama sub-kegiatan sebagai penjabaran lebih
lanjut dari kegiatan dan/atau bagian/tahapan
kegiatan
Analisis Situasi
(diharapkan tersedia data terpilah
mengenai kelompok sasaran baik
laki-laki maupun perempuan. J ika
tidak hanya berupa gambaran
bahwa subkegiatan yang akan
dilaksanakan mempunyai pengaruh
kepada kelompok sasaran)
Uraian ringkas yang menggambarkan
persoalan yang akan ditangani/dilaksanakan
oleh subkegiatan, dengan menekankan uraian
pada aspek gender dari persoalan tersebut.
Perencanaan Kegiatan
(Dipilih hanya pada Grup Akun yang
secara langsung mengubah kondisi
kesenjangan gender)
Grup Akun 1 Berisikan bagian/tahapan kegiatan yang
diharapkan dapat menangani persoalan
gender yang telah diidentifikasi dalam analisa
situasi.
Indikator input Minimal berisikan 1 indikator input bagi
bagian/tahapan kegiatan yang relevan
dengan persoalan gender yang telah
diidentifikasi
10

Indikator Output Minimal berisikan 1 indikator output bagi
bagian/tahapan kegiatan yang relevan
dengan persoalan gender yang telah
diidentifikasi
Grup Akun 2 Berisikan bagian/tahapan kegiatan yang
diharapkan dapat menangani persoalan
gender yang telah diidentifikasi dalam analisa
situasi.
Indikator Input Minimal berisikan 1 indikator input bagi
bagian/tahapan kegiatan yang relevan
dengan persoalan gender yang telah
diidentifikasi


Indikator Output Minimal berisikan 1 indikator output bagi
bagian/tahapan kegiatan yang relevan
dengan persoalan gender yang telah
diidentifikasi
Dst
Anggaran Subkegiatan

J umlah anggaran yang dialokasikan pada
kegiatan/sub-kegiatan secara menyeluruh,
maupun jumlah yang dialokasikan untuk
bagian/tahapan kegiatan spesifik yang terkait
aspek gender (bila ada informasinya)
Indikator Outcome atau
dampak/hasil secara luas
(dapat juga sebagai kontribusi
pencapaian outcome pada tingkat
kegiatan atau program)

2-3 indikator yang relevan dengan aspek
gender yang telah diidentifikasi

iii. Kerangka Acuan Kerja (TOR)
TOR merupakan dokumen yang menerangkan segala sesuatu tentang rencana
pelaksanaan suatu kegiatan. Sesuai dengan Juknis RKA-KL baik tahun 2009 maupun tahun 2010
bahwa TOR diharuskan untuk menerangkan subkegiatan yang menghasilkan suboutput. TOR
seperti yang dikehendaki Juknis RKA-KL adalah subkegiatan dalam kerangka menghasilkan
suboutput yang bersifat khusus (Standar Biaya Khusus). Namun faktanya kebanyakan TOR
11

menerangkan grup akun. J ika TOR berada pada level subkegiatan dimaksudkan untuk
mendapatkan informasi yang utuh atas alokasi anggaran pada sub kegiatannya, memberi
kebebasan cara/tahapan pelaksanaan subkegiatan untuk mencapai suboutput kepada
manajer/pengelola kegiatan, penelaahan anggaran antara petugas Ditjen Anggaran dengan K/L
lebih berkualitas karena penelaahan dapat dilakukan secara mendalam, dan lebih sedikit
dokumen TOR yang dijadikan bahan penelaahan yang berarti lebih efisien.
Dalam prakteknya perencana akan memasukkan isu gender pada beberapa bagian TOR
sebagai berikut :
a. Dalam menyusun TOR tetap memakai alat analisis seperti biasanya (5W+2H), ditambah
dengan penganalisaan tentang ada tidaknya isu gender dalam kegiatan tersebut;
b. Agar TOR yang disusun berperspektif gender, perencana hendaknya memasukkan isu gender
pada bagian :
i). Latar belakang menjelaskan tentang permasalahan yang dihadapi oleh kelompok
sasaran, baik laki-laki maupun perempuan. Di bagian latar belakang ini juga diharapkan
tersedia data terpilah mengenai kelompok sasaran baik laki-laki maupun perempuan.
J ika tidak hanya berupa gambaran bahwa subkegiatan yang akan dilaksanakan
mempunyai pengaruh kepada kelompok sasaran dari aktivitas yang direncanakan;
ii). Tujuan kegiatan secara jelas memberikan informasi tentang manfaat yang akan diterima
kelompok sasaran, baik laki-laki maupun perempuan;
iii). Pelaksanaan kegiatan menjelaskan upaya pelibatan atau konsultasi dengan kelompok
sasaran laki-laki dan perempuan;
iv). Kelompok sasaran, output kegiatan, lokasi kegiatan serta identifikasi output harus
sesuai dengan tujuan kegiatannya.
Pada tahap penyusunan RKA-KL sebelum membuat GBS dan TOR didahului dengan
analisis sosial-analisis gender. Pada analisis gender dilakukan pemetaan peran laki-laki dan
perempuan, kondisi sebenarnya antara laki-laki dan perempuan, serta kebutuhan laki-laki dan
perempuan. Dengan demikian sebuah perencanaan dan penganggaran responsif gender akan
mendiagnosa dan memberikan jawaban yang lebih tepat kebutuhan program dan anggaran,
tindakan apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi kesenjangan, dan siapa yang sebaiknya
12

dijadikan target sasaran dari sebuah kebijakan/program/kegiatan, serta kapan dan bagaimana
kebijakan/program/kegiatan akan dilakukan.

Daftar Pustaka
Instruksi Presiden (Inpres) No. 9 tahun (2000 )tentang pengarusutamaan gender dalam
pembangunan nasional.
Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan (2010) Studi Dampak Penerapan Anggaran
Responsif Gender dalam Penganggaran.

Nahiyah J Faraz, (2006) Makalah tentang Pentingnya Representasi Perempuan dalam
Kebijakan Anggaran.
Peraturan Menteri Keuangan (2009) tentang petunjuk penyusunan dan penelaahan RKA-KL
dan penyusunan, penelaahan, pengesahan dan pelaksanaan DIPA tahun anggaran 2010.
nomor 119/PMK.02/2009 tanggal 7 J uli 2009.

You might also like