Pengertian ARG Anggaran yang mengakomodasi keadilan bagi perempuan dan laki-laki dalam memperoleh akses, manfaat, berpartisipasi dalam mengambil keputusan dan mengontrol sumber-sumber daya serta kesetaraan terhadap kesempatan dan peluang dalam menikmati hasil pembangunan Tujuan ARG Penerapan ARG merupakan strategi untuk mengurangi kesenjangan partisipasi dan pemanfaatan hasil pembangunan antara perempuan dan laki-laki Urgensi Penerapan ARG Agar perencanaan dan penganggaran lebih efektif telah didahului dengan analisis sosial-analisis gender ; Mengurangi kesenjangan tingkat penerima manfaat pembagunan ; Menunjukkan komitmen pemerintah dalam melaksanakan konvensi internasional (MDGs, CEDAW dan kesepakatan Beijing) ; Mengimplementasikan amanah kebijakan nasional (Inpres No. 9 Tahun 2000 dan PMK No. 119/PMK.02/2009). ARG dalam Sistem Penganggaran. Tidak secara tegas disebutkan baik dalam pendekatan maupun klasifikasi anggaran; Lebih menekankan pada masalah kesetaraan dalam penganggaran; Keadilan bagi perempuan dan laki-laki (dengan mempertimbangkan peran dan hubungan gendernya) dalam memperoleh akses, manfaat (dari program pembangunan), berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan dan mempunyai kontrol terhadap sumber-sumber daya; Kesetaraan bagi perempuan dan laki-laki dalam kesempatan/peluang dalam memilih dan dalam menikmati hasil pembangunan.
3
PENERAPAN ARG DALAM SISTEM PENGANGGARAN PROGRAM KEGIATAN Penentuan sasaran dan target sudah ada perhitungan atas dasar gender Dalam perencanaan suatu kegiatan harus sudah ada analisis mengenai gender
Persyaratan ARG 1. Kemauan Politik (terdapat dalam prioritas pemerintah); 2. Transparansi dan Partisipasi (keterlibatan semua pihak dan transparansi proses penganggaran); 3. Ketersediaan Data yang terpilah menurut jenis kelamin; 4. Sumberdaya manusia yang memadai (perencana anggaran yang mampu melakukan analisis gender); Prinsip Dasar ARG 1. Anggaran Responsif Gender bukanlah anggaran yang yang terpisah untuk laki-laki dan perempuan; 2. Pola anggaran yang akan menjembatani kesenjangan peran dan tanggung jawab laki-laki, perempuan serta kelompok lain; 3. Tidak berlaku sebagai dasar untuk meminta tambahan alokasi anggaran; 4. ARG bukan berarti ada alokasi dana 50% laki-laki 50% perempuan untuk setiap kegiatan; 4
5. Adanya anggaran responsif gender tidak berarti adanya penambahan dana yang dikhususkan untuk program ini, 6. Bukan berarti bahwa alokasi anggaran responsif gender berada dalam program khusus pemberdayaan perempuan; 7. Tidak harus semua program dan kegiatan perlu mendapat koreksi agar menjadi responsif gender.
ARG dalam Pelaksanaannya 1. Perlunya pengintegrasian perspektif gender dalam program pembangunan nasional; 2. Perlu disusun metodologi, tools, indikator untuk perencanaan dan penganggaran yang responsif gender; 3. Perlunya komitmen dan kesadaran semua stake holder dalam mendukung anggaran responsif gender.
Letak ARG 1. Suatu ARG berada pada tingkat subkegiatan; 2. Isu kesenjangan gender dan gambaran perbaikannya tercermin dari uraian analisis situasi yang ada dalam GBS maupun isu gender dalam TOR; 3. GBS minimal harus mencakup aspek-aspek seperti pada slide 19; 4. Meneliti adanya kesinambungan antara uraian GBS dengan TOR; J ika belum sinkron, maka subkegiatan dimaksud belum dapat dikatakan responsif gender dan tidak dapat diproses untuk tahap selanjutnya; 5. Suatu subkegiatan dapat dikatakan responsif gender harus memenuhi butir b, c dan d; 6. Apabila telah responsif gender, petugas penelaah DJ A akan memberi tanda cek (), pada aplikasi RKA-KL bahwa kegiatan/subkegiatan tersebut telah responsif gender.
5
Pengertian Gender Kata gender disini adalah merujuk pada arti sosial yaitu bagaimana menjadi perempuan atau laki-laki sebagai hasil dari cara dibesarkan; diajari berperilaku; dan diharapkan untuk berperan menjadi perempuan dan menjadi laki-laki menurut budaya masyarakatnya. Gender merupakan konsep yang dinamis karena budaya masyarakat beragam dan berubah terkait dengan: suku bangsa, kelas sosial-ekonomi, usia, zaman, situasi krisis; dan berdampak terhadap hubungan gender, peran, status dan tanggung jawab. J adi pengertian gender bukan merujuk pada perbedaan secara biologis/jenis kelamin yang ada yaitu perempuan dan laki-laki. Berdasarkan pengertian di atas maka yang disebut dengan anggaran responsif gender (ARG) adalah anggaran yang memberi/mengakomodasi terhadap dua hal, yaitu: Keadilan bagi perempuan dan laki-laki (dengan mempertimbangkan peran dan hubungan gendernya) dalam memperoleh akses, manfaat (dari program pembangunan), berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan dan mempunyai kontrol terhadap sumber-sumber daya. Kesetaraan bagi perempuan dan laki-laki terhadap kesempatan/peluang dalam memilih dan dalam menikmati hasil pembangunan. Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa ARG bukanlah suatu pendekatan yang berfokus pada klasifikasi anggaran, tetapi lebih menekankan pada masalah kesetaraan dalam penganggaran. Kesetaraan tersebut berupa proses maupun dampak alokasi anggaran dalam kebijakan/program/kegiatan yang bertujuan menurunkan tingkat kesenjangan gender. ARG bekerja dengan cara menelaah dampak dari belanja suatu kegiatan terhadap perempuan dan laki- laki, dan kemudian menganalisa apakah alokasi anggaran tersebut telah menjawab kebutuhan perempuan serta kebutuhan lelaki secara memadai. Dalam penganggaran, ARG melekat pada struktur program dan kegiatan yang ada dalam RKA-KL. Suatu Kegiatan akan menghasilkan output Kegiatan, yang mendukung dalam pencapaian outcome Program. Hanya saja muatan/substansi kegiatan dalam struktur RKA-KL tersebut dilihat dari sudut pandang/perspektif gender. a. Penyusunan Anggaran yang Responsif Gender 6
Dalam proses penyusunan anggaran, K/L mengajukan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-KL) kepada Departemen Keuangan c.q. Ditjen Anggaran. Oleh penelaah di DJ A, RKA-KL dimaksud ditelaah kesesuaiannya dengan pagu sementara atau definitif, standar biaya dan prakiraan maju yang telah ada, untuk nantinya menjadi dokumen Satuan Anggaran Per Satuan Kerja (SAPSK) yang nantinya menjadi dasar penerbitan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) yang merupakan dokumen dasar pelaksanan anggaran. Pada penyusunan RKA-KL tahun 2010, terhadap tujuh K/L uji coba penerapan ARG, selain memperhatikan RKA-KL dan dokumen pendukungnya agar sesuai dengan tiga item diatas, juga melihat dari sudut pandang/perspektif gender. Apakah kegiatan yang dilakukan telah responsif gender atau belum, hal ini dapat dilihat dari Kerangka Acuan Kerja (TOR) dan dokumen tambahan yang diajukan yaitu Gender Budgeting Statement (GBS). Isu gender harus tergambar dalam kedua dokumen tersebut, dimana satu dengan yang lainnya harus sesuai. J ika dilihat lebih jauh lagi hubungan antara TOR dan GBS sebagai dokumen anggaran, GBS merupakan pernyataan dari perencana kegiatan mengenai adanya isu gender/kesenjangan gender dan informasi tentang usaha yang mengarah pada perbaikan kondisi atau memperkecil kesenjangan gender yang ada. Sedangkan TOR merupakan informasi mengenai pilihan aktivitas yang akan dilaksanakan yang berakibat terhadap pengeluaran anggaran (belanja). Informasi yang ada dalam TOR pada dasarnya harus bisa menjawab pertanyaan 5W+2H (what, when, where, who, why, how dan how much). Hubungan antara kedua dokumen terletak pada kesamaan informasi yang disampaikan berupa isu gender yang menggambarkan perbaikan kondisi melalui cara pelaksanaan kegiatan dan output kegiatan yang dihasilkan. i. Gender Analysis Pathway (GAP) Gender Analysis Pathway (GAP) merupakan suatu alat analisis gender yang dikembangkan oleh BAPPENAS yang dapat digunakan untuk membantu para perencana dalam melakukan pengarusutamaan gender dalam perencanaan kebijakan/program/kegiatan. Dengan menggunakan GAP para perencana kebijakan/program/kegiatan dapat mengidentifikasi kesenjangan gender dan permasalahan gender sekaligus menyusun rencana kebijakan/kegiatan yang ditujukan untuk memperkecil atau menghapus kesenjangan gender tersebut. 7
GAP dibuat dengan menggunakan metodologi sederhana yang terbagi dalam tiga tahap dengan sembilan langkah yang harus dilakukan. Tahap I Analisis Kebijakan Responsif Gender, Tahap II Formulasi Kebijakan yang responsif Gender, Tahap III Rencana Aksi yang Responsif Gender. Analisis kebijakan/program/kegiatan responsif gender bertujuan untuk menganalisis kebijakan/program/kegiatan yang ada dengan menggunakan data pembuka wawasan yang dipilah menurut jenis kelamin (lelaki dan perempuan) dan data gender digunakan untuk mengidentifikasi adanya kesenjangan gender (gender gap) dan permasalahan gender (gender issues). Analisis kebijakan/program/kegiatan responsif gender dilakukan melalui tiga tahap yaitu, tahap yang pertama diperlukan karena secara umum kebijakan/program/kegiatan selama ini dinilai masih netral gender, tahap kedua yang merupakan formulasi kebijakan responsif gender, dan tahap ketiga penyusunan rencana aksi responsif gender. a. Langkah-langkah pada tahap pertama : 1. Mengidentifikasi tujuan dari kebijakan/program/kegiatan yang ada pada satuan kerja sesuai tugas dan fungsinya. Apakah kebijakan/program/kegiatan telah dirumuskan dan ditetapkan untuk mewujudkan kesetaraan gender. 2. Menyajikan data kuantitatif dan atau kualitatif yang terpilah menurut jenis kelamin sebagai data pembuka wawasan. Apakah data yang ada mengungkapkan kesenjangan atau perbedaan yang cukup berarti antara perempuan dan laki-laki. 3. Menemukenali isu gender atau faktor-faktor penyebab terjadinya kesenjangan gender (gender gap) dengan memperhatikan empat faktor kesenjangan yaitu : (a). akses yang sama terhadap sumber-sumber daya; (b). kontrol terhadap sumber-sumber daya dan dalam proses pengambilan keputusan; (c). partisipasi perempuan dan laki-laki dalam berbagai tahapan kebijakan/program/kegiatan termasuk dalam proses pengambilan keputusan; (d). manfaat yang sama dari hasil pelaksanaan suatu kebijakan/program/kegiatan yang ada. 4. Menemukenali isu gender di lingkungan internal lembaga dan atau budaya organisasi yang dapat menyebabkan terjadinya kesenjangan gender berdasarkan keempat faktor penyebab terjadinya kesenjangan gender. Apa masalah-masalah gender yang diungkapkan oleh faktor-faktor kesenjangan gender; dimana terjadinya kesenjangan 8
antara perempuan dan laki-laki dalam masyarakat publik; mengapa terjadi kesenjangan tersebut; apakah kebijakan/program/kegiatan yang ada justru memperlebar kesenjangan, mempersempit kesenjangan atau tetap, dan apakah akar permasalahan. 5. Menemukenali isu gender di eksternal lembaga pada proses pelaksanaan yang dapat menyebabkan terjadinya kesenjangan gender. b. Langkah-langkah pada tahap kedua : 6. Merumuskan kembali tujuan kebijakan/program/kegiatan sehingga menjadi responsif gender. Dengan mempertimbangkan hasil proses analisis gender yang dilakukan pada langkah satu sampai lima pada tahap pertama, sehingga menghasilkan kebijakan/program/kegiatan yang responsif gender. 7. Menetapkan rencana aksi yang responsif gender, yang tercermin pada kebijakan/program/kegiatan yang akan dilaksanakan. Rencana aksi yang disusun harus sesuai dengan tujuan kebijakan yang telah responsif gender. c. Langkah-langkah pada tahap ketiga : 8. Menetapkan baseline data yaitu data dasar yang dipilih untuk mengukur kemajuan pelaksanaan kebijakan/program/kegiatan. Data dasar dapat diambil dari data pembuka wawasan (langkah 2). 9. Menetapkan indikator gender yaitu ukuran kuantitatif dan atau kualitatif untuk : (a) memperlihatkan berkurangnya/hilangnya kesenjangan gender (b) Hasil identifikasi memastikan bahwa dengan rencana aksi tersebut mengurangi dan atau menghapus kesenjangan gender.
ii. Gender Budget Statement (GBS) GBS adalah dokumen yang menginformasikan suatu kegiatan telah responsif terhadap isu gender. Komponen yang harus ada dalam GBS adalah : nama Program dengan indikator outcome-nya, nama Kegiatan dengan indikator input dan indikator output-nya, analisis situasi serta besar alokasi anggarannya. Isu gender terutama dapat dilihat pada analisis situasi. Pada analisis situasi berisikan kondisi riil yang terjadi dalam masyarakat yaitu yang berkenaan dengan adanya kesenjangan atau ketidakadilan/ketidaksetaraan gender; faktor kesenjangan dan penyebab 9
adanya faktor kesenjangan; solusi/cara mengeliminir kesenjangan atau ketidakadilan/ketidaksetaraan gender. Untuk jelasnya, bentuk dan susunan serta cara pengisiannya GBS dapat dijelaskan sebagai berikut: GENDER BUDGET STATEMENT (Pernyataan Anggaran Gender)
Nama K/L : Unit Organisasi :
Program Nama program yang ada pada K/L Kegiatan Nama Kegiatan sebagai penjabaran program Sub-kegiatan Nama sub-kegiatan sebagai penjabaran lebih lanjut dari kegiatan dan/atau bagian/tahapan kegiatan Analisis Situasi (diharapkan tersedia data terpilah mengenai kelompok sasaran baik laki-laki maupun perempuan. J ika tidak hanya berupa gambaran bahwa subkegiatan yang akan dilaksanakan mempunyai pengaruh kepada kelompok sasaran) Uraian ringkas yang menggambarkan persoalan yang akan ditangani/dilaksanakan oleh subkegiatan, dengan menekankan uraian pada aspek gender dari persoalan tersebut. Perencanaan Kegiatan (Dipilih hanya pada Grup Akun yang secara langsung mengubah kondisi kesenjangan gender) Grup Akun 1 Berisikan bagian/tahapan kegiatan yang diharapkan dapat menangani persoalan gender yang telah diidentifikasi dalam analisa situasi. Indikator input Minimal berisikan 1 indikator input bagi bagian/tahapan kegiatan yang relevan dengan persoalan gender yang telah diidentifikasi 10
Indikator Output Minimal berisikan 1 indikator output bagi bagian/tahapan kegiatan yang relevan dengan persoalan gender yang telah diidentifikasi Grup Akun 2 Berisikan bagian/tahapan kegiatan yang diharapkan dapat menangani persoalan gender yang telah diidentifikasi dalam analisa situasi. Indikator Input Minimal berisikan 1 indikator input bagi bagian/tahapan kegiatan yang relevan dengan persoalan gender yang telah diidentifikasi
Indikator Output Minimal berisikan 1 indikator output bagi bagian/tahapan kegiatan yang relevan dengan persoalan gender yang telah diidentifikasi Dst Anggaran Subkegiatan
J umlah anggaran yang dialokasikan pada kegiatan/sub-kegiatan secara menyeluruh, maupun jumlah yang dialokasikan untuk bagian/tahapan kegiatan spesifik yang terkait aspek gender (bila ada informasinya) Indikator Outcome atau dampak/hasil secara luas (dapat juga sebagai kontribusi pencapaian outcome pada tingkat kegiatan atau program)
2-3 indikator yang relevan dengan aspek gender yang telah diidentifikasi
iii. Kerangka Acuan Kerja (TOR) TOR merupakan dokumen yang menerangkan segala sesuatu tentang rencana pelaksanaan suatu kegiatan. Sesuai dengan Juknis RKA-KL baik tahun 2009 maupun tahun 2010 bahwa TOR diharuskan untuk menerangkan subkegiatan yang menghasilkan suboutput. TOR seperti yang dikehendaki Juknis RKA-KL adalah subkegiatan dalam kerangka menghasilkan suboutput yang bersifat khusus (Standar Biaya Khusus). Namun faktanya kebanyakan TOR 11
menerangkan grup akun. J ika TOR berada pada level subkegiatan dimaksudkan untuk mendapatkan informasi yang utuh atas alokasi anggaran pada sub kegiatannya, memberi kebebasan cara/tahapan pelaksanaan subkegiatan untuk mencapai suboutput kepada manajer/pengelola kegiatan, penelaahan anggaran antara petugas Ditjen Anggaran dengan K/L lebih berkualitas karena penelaahan dapat dilakukan secara mendalam, dan lebih sedikit dokumen TOR yang dijadikan bahan penelaahan yang berarti lebih efisien. Dalam prakteknya perencana akan memasukkan isu gender pada beberapa bagian TOR sebagai berikut : a. Dalam menyusun TOR tetap memakai alat analisis seperti biasanya (5W+2H), ditambah dengan penganalisaan tentang ada tidaknya isu gender dalam kegiatan tersebut; b. Agar TOR yang disusun berperspektif gender, perencana hendaknya memasukkan isu gender pada bagian : i). Latar belakang menjelaskan tentang permasalahan yang dihadapi oleh kelompok sasaran, baik laki-laki maupun perempuan. Di bagian latar belakang ini juga diharapkan tersedia data terpilah mengenai kelompok sasaran baik laki-laki maupun perempuan. J ika tidak hanya berupa gambaran bahwa subkegiatan yang akan dilaksanakan mempunyai pengaruh kepada kelompok sasaran dari aktivitas yang direncanakan; ii). Tujuan kegiatan secara jelas memberikan informasi tentang manfaat yang akan diterima kelompok sasaran, baik laki-laki maupun perempuan; iii). Pelaksanaan kegiatan menjelaskan upaya pelibatan atau konsultasi dengan kelompok sasaran laki-laki dan perempuan; iv). Kelompok sasaran, output kegiatan, lokasi kegiatan serta identifikasi output harus sesuai dengan tujuan kegiatannya. Pada tahap penyusunan RKA-KL sebelum membuat GBS dan TOR didahului dengan analisis sosial-analisis gender. Pada analisis gender dilakukan pemetaan peran laki-laki dan perempuan, kondisi sebenarnya antara laki-laki dan perempuan, serta kebutuhan laki-laki dan perempuan. Dengan demikian sebuah perencanaan dan penganggaran responsif gender akan mendiagnosa dan memberikan jawaban yang lebih tepat kebutuhan program dan anggaran, tindakan apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi kesenjangan, dan siapa yang sebaiknya 12
dijadikan target sasaran dari sebuah kebijakan/program/kegiatan, serta kapan dan bagaimana kebijakan/program/kegiatan akan dilakukan.
Daftar Pustaka Instruksi Presiden (Inpres) No. 9 tahun (2000 )tentang pengarusutamaan gender dalam pembangunan nasional. Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan (2010) Studi Dampak Penerapan Anggaran Responsif Gender dalam Penganggaran.
Nahiyah J Faraz, (2006) Makalah tentang Pentingnya Representasi Perempuan dalam Kebijakan Anggaran. Peraturan Menteri Keuangan (2009) tentang petunjuk penyusunan dan penelaahan RKA-KL dan penyusunan, penelaahan, pengesahan dan pelaksanaan DIPA tahun anggaran 2010. nomor 119/PMK.02/2009 tanggal 7 J uli 2009.