You are on page 1of 25

B I O F A R M A S E T I K A

I. PENGERTIAN
Biofarmasi adalah cabang ilmu farmasi yang mempelajari hubungan antara
sifat-sifat fisiko kimia dari bahan baku obat dan bentuk sediaan dengan efek terapi
sesudah pemberian obat tersebut kepada pasien. Perbedaan sifat fisiko kimia dari
sediaan ditentukan oleh bentuk sediaan, formula dan cara pembuatan, sedangkan
perbedaan sifat fisiko kimia bahan baku obat dapat berasal dari bentuk bahan baku
(ester , garam, kompleks atau polimorfisme) dan ukuran partikel.
Selanjutnya perkembangan ilmu biofarmasi , melihat bentuk sediaan sebagai
suatu drug deli!ery system yang menyangkut pelepasan obat berkhasiat dari
sediaannya, absorpsi dari obat berkhasiat yang sudah dilepaskan, distribusi obat yang
sudah diabsorpsi oleh cairan tubuh, metabolisme obat dalam tubuh serta eliminasi obat
dari tubuh.
Sebelum obat yang diberikan pada pasien sampai pada tujuannya dalam tubuh,
yaitu tempat kerjanya atau target site, obat harus mengalami banyak proses. "alam
garis besar proses-proses ini dapat dibagi dalam tiga tingkat, yaitu #ase Biofarmasi,
#ase #armakodinamik, #ase #armakokinetika.
"apat digambarkan dengan skema berikut untuk obat dalam bentuk tablet
yaitu $
%ablet dengan &at 'ktif (FASE BIOFARMASI) %ablet pecah, granul pecah,
(at aktif lepas dan larut )bat tersedia untuk resorpsi 'bsorpsi,
*etabolisme, "istribusi, +kskresi (FASE FARMAKOKINETIKA) )bat
tersedia untuk bekerja ,nteraksi dengan reseptor di tempat kerja (FASE
FARMAKODINAMIKA) EFEK.
Pada makalah ini hanya akan dijelaskan fase biofarmasi saja yaitu fase
pelepasan senya-a aktif obat dari sediaannya hingga senya-a aktif tersebut di absorbsi
oleh tubuh.
II. BENTUK SEDIAAN OBAT
,. Sediaan Peroral
- .arutan - /apsul
- Suspensi - %ablet
- +mulsi
,,. Sediaan 0ektal dan 1aginal
,,,. Sediaan Parenteral
- ,ntra!ena
- ,ntramuskular
- Subkutan
,1. Sediaan %opikal dan %ransdermal
1. Sediaan 0espiratori
1,. Sediaan *ata
III. RUTE PEMAKAIAN DAN BENTUK SEDIAAN
IV. FORMULASI OBAT DAN PHARMACEUTICAL AVAILABILITY
#armaceutical '!ailability merupakan ukuran -aktu yang diperlukan untuk
obat yang dilepaskan dari bentuk pemberiannya dan tersedia untuk proses resorpsi,
sehingga bentuk obat padat memerlukan ukuran -aktu yang lebih panjang dari pada
bentuk obat cair (#.'. tablet lebih besar dari pada #.'. sirup). Banyak penyelidikan
tentang hal ini telah dilangsungkan dengan tablet sebagai bentuk sediaan yang paling
umum.
Tablet Gra!l Terle"a# $at A%t&' Terle"a# $at A%t&' Melar!t
/eterangan Skema (
Setelah ditelan, tablet di dalam lambung akan pecah (disintegrasi) menjadi
banyak granul kecil yang terdiri dari (at-(at aktif dengan eksipien antara lain (at
pengisi dan pelekat. /emudian granul-granul ini pecah pula, (at aktif terlepas, dan jika
(at larutnya cukup besar akan larut dalam cairan lambung atau usus. Baru setelah obat
larut, proses resorpsi oleh usus dapat dimulai, proses yang disebut Farmaceutical
Availability. 2elaslah dari uraian diatas, bah-a obat bila diberikan dalam bentuk
larutan akan mencapai keadaan Farmaceutical Availability dalam -aktu yang lebih
singkat daripada tablet.
/ecepatan melarut obat tergantung dari berbagai bentuk sediaan dengan urutan
sebagai berikut $
.arutan - Suspensi - +mulsi - Serbuk - /apsul - %ablet - +nterik 3oated - %ablet /erja
Panjang
Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan obatnya ke dalam
tubuh agar diserap secara cepat seluruhnya, sebaliknya produk lain dirancang untuk
melepaskan obatnya secara perlahan4lahan supaya pelepasannya lebih lama dan
memperpanjang kerja obat. %ipe obat yang disebutkan terakhir umumnya dikenal tablet
atau kapsul yang kerjanya controlled release, delayed-release, sustained-action,
prolonged-action, sustained release, prolonged-release, timed-release, slo--release,
e5tended-action atau e5tended-release ('nsel, 6777).
8ambar 6. menunjukkan perbandingan profil kadar obat di dalam darah yang
diperoleh dari pemberian bentuk sediaan kon!ensional, terkontrol (controlled-release),
lepas lambat (sustained-release). %ablet kon!ensional atau kapsul hanya memberikan
kadar puncak tunggal dan sementara (transient). +fek farmakologi kelihatan sepanjang
jumlah obat dalam inter!al terapetik. *asalah muncul ketika konsentrasi puncak
diba-ah atau diatas inter!al terapetik, khususnya untuk obat dengan jendela terapetik
sempit. Pelepasan orde satu yang lambat yang dihasilkan oleh sediaan lepas lambat
dicapai dengan memperlambatpelepasan dari bentuk sediaan obat. Pada beberapa
kasus, hal ini dapat diperoleh melalui proses pelepasan yang kontinyu (2ant(en 9
0obinson, 677:).
8ambar 6. Profil kadar obat !s -aktu yang menunjukkan perbedaan antara
pelepasan terkontrol orde nol ((ero-order release), pelepasan lambat orde satu
(sustained release) dan pelepasan dari sediaan tablet atau kapsul kon!ensional
(immediate release) (2ant(en 9 0obinson, 677:).
#aktor fisika-kimia yang mempengaruhi desain bentuk sediaan lepas lambat
peroral (2ant(en 9 0obinson, 677:) adalah $
a. ;kuran dosis
Sediaan lepas lambat tidak cocok untuk obat 4 obat yang memiliki dosis
relati!e besar.
b. /elarutan
Senya-a dengan kelarutan yang sangat rendah (< =,=6 mg>ml) sudah bersifat
lepas lambat, pelepasan obat dari bentuk sediaan dalam cairan gastrointestinal dibatasi
oleh kecepatan disolusinya.
c. /oefisien partisi
Senya-a dengan koefisien partisi yang rendah akan mengalami kesulitan
menembus membran sehingga bioa!ailabilitasnya rendah.
d. Stabilitas
;ntuk obat yang tidak stabil dalam usus halus akan menunjukkan penurunan
bioa!ailabilitas jika diberikan dalam bentuk sediaan lepas lambat.
V. $AT EKSIPIEN PADA OBAT
Pada tahun 67?6 di 'ustralia terjadi peristi-a difantoin (@fenitoin), pada mana
banyak pasien yang menelan tablet anti-apilepsi ini menunjukkan gejala-gejala
keracunan. %ernyata bah-a kadar fenitoin dari tablet-tablet tersebut sangat tepat, tetapi
pada pembuatannya (at pengisi kalsiumsulfat telah diganti dengan laktosa. 'kibat
perubahan itu #' fenitoin dipertinggi, yang mengakibatkan meningkatnya resorpsi
dengan efek-efek toksis. Begitu pula terdapatnya (at-(at dengan kegiatan permukaan
(%-een dsb) atau (at hidrofil yang mudah larut dalam air (poli!inilpirolidon,
carbo-a5) dapat mempercepat melarutnya (at aktif dari tablet. +fek
kebalikannya terjadi bila (at-(at hidrofob digunakan pada produksi tablet sebagai
pelicin untuk mempermudah mengalirnya campuran tablet ke tempat percetakan mesin
dan mencegah melekatnya pada stempel. 3ontoh (at ini adalah magnesium stearat, (at
ini dapat menghambat melarutnya (at aktif, maka itu sebaiknya dipakai sesedikit
mungkin pada pembuatan tablet, serbuk, atau kapsul. /ini,sering digunakan 'erosil
(asam silikat koloidal) sebagai (at pelicin dan anti lengket, karena tidak menghambat
melarutnya (at aktif.
&at pengikat (pada tablet) dan (at pengental seperti gom, gelatin, dan tajin
umunya juga memperlambat larutnya obat,sedangkan (at desintegrasi (seperti amylum)
justru mempercepat. 'khirnya, semakin keras pencetakan tablet, semakin sukar
melarutnya (at aktif. Begitu pula tablet yang disimpan lama sering kali mengeras dan
lebih sukar larut.
VI. BIOLOGICAL AVAILABILITY
Bio-'!ailability (ketersediaan hayati) adalah presentase obat yang diresorspi
tubuh dari suatu dosis yang diberikan dan tersedia untuk melakukan efek terapetiknya.
"engan kata lain, Bio-'!ailability menyatakan jumlah obat dalam porsen
terhadap dosis yang mencapai sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh atau
aktif.
Aal ini terjadi karena untuk obat-obat tertentu tidak semua yang
diabsorpsi akan mencapai sirkulasi sistemik.Sebagian akan dimetabolisme
oleh en(im di dinding usus (pada pemberian oral) dan atau dihati pada lintas
pertama melalui organ-organ tersebut. *etabolisme ini disebut metabolisme
atau eliminasi lintas pertama atau eliminasi prasistemik.
'spek biofarmasetika dari obat dan produk, yaitu $
6. /elarutan
/elarutan didefinisikan sebagai banyaknya materi (obat) yang dapat terlarut
dalam suatu sol!en (pelarut) pada kesetimbangan /elarutan berkaitan dengan
disolusi (pelarutan) yaitu laju larutnya suatu (at dalam satuan -aktu. /elarutan
merupakan parameter biofarmasetik untuk pemberian oral, karena obat harus
larut dalam cairan lambung sebelum diabsorpsi.
B. Aidrofilisitas > lipofilisitas
/oefisien partisi atau distribusi dari suatu obat merupakan suatu ukuran relatif
dari kecenderungan senya-a untuk berbagi antara sol!en hidrofil dan lipofil,
dan ini mengindikasikan sifat hidrofilik>lipofilik material tersebut. .ipofilisitas
penting dalam biofarmasetik karena sifat tersebut berefek terhadap partisi pada
membran biologis dan karenanya mempengaruhi permeabilitas melalui
membran yaitu berikatan atau berdistribusi pada jaringan in vivo.
C. Bentuk garam dan polimorf
Senya-a obat dapat berada dalam beragam bentuk, termasuk garam, sol!at,
hidrat, polimorf atau amorf. Bentuk padatan akan mempengaruhi sifat (at padat
tersebut antara lain kelarutan, laju disolusi, stabilitas, higroskopisitas, dan juga
memberi dampak pada proses manufaktur dan kinerja klinis. Bentuk garam
dapat dipilih, yang mempunyai kelarutan lebih besar, dan ini akan
memperbaiki laju disolusi dari (at aktif.
D. Stabilitas
Stabilitas kimia dari obat amat penting untuk menghindarkan implikasi
akti!itas farmakologik dan>atau toksikologik. Profil stabilitas pA juga penting
dari perspektif fisiologik dengan pertimbangan rentang nilai pA yang terjadi in
vivo, khususnya dalam saluran cerna. Stabilitas fisik mengacu pada perubahan
senya-a obat padat yaitu termasuk transisi polimorfik, sol!atasi>desol!atasi.
"itingkat produk stabilitas menyangkut integritas sifat mekanis (kekerasan,
friabilitas, s-elling) dan perubahan pada tampilan produk.
E. Sifat partikel dan serbuk
Sifat ruah (curah) serbuk farmasetis termasuk ukuran partikel, kerapatan, aliran,
ettability, dan luas permukaan. Beberapa sifat tersebut penting dari
pandangan proses pabrikasi (manufaktur) , misalnya kerapatan dan aliran,
sedangkan sifat lainnya dapat berpengaruh kuat pada laju disolusi produk obat
(ukuran partikel, ettability, dan luas permukaan).
:. #ormulasi
Bahan tambahan (eksipien) ditambahkan dalam suatu produk dapat
mempengaruhi absorpsi obat.
*enaikkan kelarutan obat, menaikkan laju absorpsi obat
*enaikkan -aktu penahan obat dalam saluran cerna, hingga dapat
menaikkan jumlah obat yang terabsorpsi
*enaikkan difusi obat melintasi dinding usus
*emperlambat pelarutan (disolusi), menurunkan absorpsi obat.
VII. KELARUTAN
Secara kuantitatif, kelarutan suatu (at dinyatakan sebagai suatu konsentrasi (at
terlarut di dalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu. /elarutan
dinyatakan dalam satuan mililiter pelarut yang dapat melarutkan satu gram (at.
*isalnya 6 gr asam salisilat akan larut dalam EE= ml air. Suatu kelarutan juga dapat
dinyatakan dalam satuan molalitas, molaritas dan persen.
Pelepasan (at aktif dari suatu bentuk sediaannya sangat dipengaruhi oleh sifat-
sifat kimia dan fisika (at tersebut serta formulasinya.
Pelepasan (at aktif dari suatu bentuk sediaannya sangat dipengaruhi oleh sifat-
sifat kimia dan fisika (at tersebut serta formulasinya.
#aktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu (at antara lain $
pA
%emperatur
Jenis pelarut
Bentuk dan ukuran partikel (at
Konstanta dielektrik pelarut
'danya (at-(at lain, misalnya surfaktan pembentuk kompleks, ion sejenis dll.
6. Pengaruh pA
&at aktif yang sering digunakan di dalam dunia pengobatan umumnya adalah
(at organik yang bersifat asam lemah, dimana kelarutannya sangat dipengaruhi oleh pA
pelarutnya. /elarutan asam-asam organik lemah seperti barbiturat dan sulfonamide
dalam air akan bertambah dengan naiknya pA karena terbentuk garam yang mudah
larut dalam air. Sedangkan basa-basa organik lemah seperti alkoholida dan anastetika
lokal pada umumnya sukar larut dalam air. Bila pA larutan diturunkan dengan
penambahan asam kuat maka akan terbentuk garam yang mudah larut dalam air.
B. Pengaruh temperatur (suhu)
/elarutan (at padat dalam larutan ideal tergantung kepada temperatur, titik
leleh (at padat dan panas peleburan molar (at tersebut. /elarutan suatu (at padat dalam
air akan semakin tinggi bila suhunya dinaikan. 'danya panas (kalor) mengakibatkan
semakin renggangnya jarak antar molekul (at padat tersebut. *erenggangnya jarak
antar molekul (at padat menjadikan kekuatan gaya antar molekul tersebut menjadi
lemah sehingga mudah terlepas oleh gaya tarik molekul-molekul air. Berbeda dengan
(at padat, adannya pengaruh kenaikan suhu akan menyebabkan kelarutan gas dalam air
berkurang. Aal ini disebabkan karena gas yang terlarut di dalam air akan terlepas
meninggalkan air bila suhu meningkat.
C. Pengaruh jenis pelarut
/elarutan suatu (at sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut polar akan
melarutkan lebih baik (at-(at polar dan ionik, begitu pula sebaliknya. /elarutan juga
bergantung pada struktur (at, seperti perbandingan gugus polar dan non polar dari suatu
molekul. *akin panjang rantai gugus non polar suatu (at, makin sukar (at tersebut larut
dalam air.
*enurut Ailderbrane $ kemampuan (at terlarut untuk membentuk ikatan
hydrogen lebih pentig dari pada kemolaran suatu (at. Senya-a polar (mempunyai
kutub muatan) akan mudah larut dalam senya-a polar. *isalnya gula, Fa3l, alkohol,
dan semua asam merupakan senya-a polar sehingga mudah larut dalam air yang juga
merupakan senya-a polar. Sedangkan senya-a nonpolar akan mudah larut dalam
senya-a nonpolar, misalnya lemak mudah larut dalam minyak. Senya-a nonpolar
umumnya tidak larut dalam senya-a polar, misalnya Fa3l tidak larut dalam minyak
tanah.
Pelarut polar bertindak sebagai pelarut dengan mekanisme sebagai berikut $
*engurangi gaya tarik antara ion yang berla-anan dalam /ristal.
*emecah ikatan ko!alen elektrolit-elektrolit kuat, karena pelarut ini bersifat
amfiprotik.
*embentuk ikatan hidrogen dengan (at terlarut.
Pelarut non polar tidak dapat mengurangi daya tarik-menarik antara ion-ion karena
konstanta dielektiknya yang rendah. ,apun tidak dapat memecahkan ikatan ko!alen dan
tidak dapat membentuk jembatan hidrogen. Pelarut ini dapat melarutkan (at-(at non
polar dengan tekanan internal yang sama melalui induksi antara aksi dipol. Pelarut semi
polar dapat menginduksi tingkat kepolaran molekul-molekul pelarut non polar. ,a
bertindak sebagai perantara (,ntermediete Sol!ent) untuk mencampurkan pelarut non
polar dengan non polar.
D. Pengaruh bentuk dan ukuran partikel
/elarutan suatu (at akan naik dengan berkurangnya ukuran partikel suatu (at.
/onfigurasi molekul dan bentuk susunan kristal juga berpengaruh terhadap kelarutan
(at. Partikel yang bentuknya tidak simetris lebih mudah larut bila dibandingkan dengan
partikel yang bentuknya simetris.
E. Pengaruh konstanta dielektrik
/elarutan suatu (at sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut polar
mempunyai konstanta dielektrik yang tinggi dapat melarutkan (at-(at non polar sukar
larut di dalamnya, begitu pula sebaliknya. Besarnya tetapan dielektrik ini menurut
moore dapat diatur dengan penambahan pelarut lain. %etapan dielektrik suatu campuran
pelarut merupakan hasil penjumlahan dari tetapan dielektrik masing-masing yang
sudahdikalikan dengan G !olume masing-masing komponen pelarut.
:. Pengaruh penambahan (at-(at lain
Surfaktan adalah suatu (at yang sering digunakan untuk menaikan kelarutan
suatu (at. *olekul surfaktan terdiri atas dua bagian yaitu bagian polar dan non polar.
'pabila didispersikan dalam air pada konsentrasi yang rendah, akan berkumpul pada
permukaan dengan mengorientasikan bagian polar ke arah air dan bagian non polar
kearah udara, surfaktan mempunyai kecenderungan berasosiasi membentuk agregat
yang dikenal sebagai misel.
VIII. ABSORPSI
'bsorpsi atau penyerapan (at aktif adalah masuknya molekul-molekul obat
kedalam tubuh atau menuju ke peredaran darah tubuh setelah mele-ati sa-ar biologik.
'bsorpsi obat adalah peran yang terpenting untuk akhirnya menentukan efekti!itas
obat (2oenoes, B==B). 'gar suatu obat dapat mencapai tempat kerja di jaringan atau
organ, obat tersebut harus mele-ati berbagai membran sel. Pada umumnya, membran
sel mempunyai struktur lipoprotein yang bertindak sebagai membran lipid
semipermeabel (Shargel dan Hu, 67IE). Sebelum obat diabsorpsi, terlebih dahulu obat
itu larut dalam cairan biologis. /elarutan (serta cepat-lambatnya melarut) menentukan
banyaknya obat terabsorpsi. "alam hal pemberian obat per oral, cairan biologis utama
adalah cairan gastrointestinalJ dari sini melalui membran biologis obat masuk ke
peredaran sistemik. "isolusi obat didahului oleh pembebasan obat dari bentuk
sediaannya. Secara ringkas
proses biofarmasetik digambarkan dalam gambar D (2oenoes, B==B).
Ga)bar *. Fa#e B&+'ar)a#et&% Obat (2oenoes, B==B)
)bat yang terbebaskan dari bentuk sediaannya belum tentu diabsorpsi kalau
obat tersebut terikat pada kulit atau mukosa disebut adsorpsi. /alau obat sampai
tembus ke dalam kulit, tetapi belum masuk ke kapiler disebut penetrasi. Aanya kalau
obat meresap>menembus dinding kapiler dan masuk ke dalam saluran darah baru itu
disebut absorpsi (2oenoes, B==B).
Berarti suksesnya perpindahan obat dari suatu bentuk sediaan dosis oral
kedalam sirkulasi umum bisa dicapai dengan empat langkah proses yaitu $
6. Penghantaran obat pada tempat absorpsinya
B. /eberadaan obat dalam bentuk larutan
C. Pergerakan dari obat larut melalui membran saluran cerna
D. Pergerakan obat dari tempat absorpsi ke dalam sirkulasi umum (Syukri,
B==B).
'bsorpsi obat adalah langkah utama untuk disposisi obat dalam tubuh dari
sistem .'"*+ (.iberasi-'bsorpsi-"istribusi-*etabolisme-+kskresi). Bila
pembebasan obat dari bentuk sediaannya (liberasi) sangat lamban, maka disolusi dan
juga absorpsinya lama, sehingga dapat mempengaruhi efekti!itas obat secara
keseluruhan (2oenoes, B==B).
Fa%t+r,'a%t+r -a. )e)"e.ar!/& ab#+r"#& +bat (
6. Pengaruh besar-kecilnya partikel obat
/ecepatan disolusi obat berbanding langsung dengan luas permukaan yang
dalam kontak dengan cairan>pelarutJ bertambah kecil partikel, bertambah luas
permukaan total, bertambah mudah larut (2oenoes, B==B).
B. Pengaruh daya larut obat
Pengaruh daya larut obat>bahan aktif tergantung pada$
a. Sifat kimia $ modifikasi kimia-i obat
b. Sifat fisik $ modifikasi fisik obat
c. Prosedur dan teknik pembuatan obat
d. #ormulasi bentuk sediaan>galenik dan penambahan eksipien (2oenoes, B==B).
C. Beberapa faktor lain fisiko-kimia obat
a. p/a dan derajat ionisasi obat
/onsentrasi relatif bentuk ion>molekul bergantung pada p/a obat dan juga pada
pA lingkungannya. /ebanyakan obat berupa asam lemah atau basa lemahJ oleh karena
absorpsi dengan cara difusi pasif hanya terjadi dalam bentuk tidak terionisasi (atau
molekul), maka perbandingan obat yang tidak terionisasi sangat menentukan absorpsi.
p/a obat merupakan faktor penting, apakah obat itu bila diberikan per oral diabsorpsi
lebih banyak di lambung atau lebih banyak di usus (2oenoes, B==B).
b. /oefisien partisi lemak>air (2oenoes, B==B).
Me%a&#)e L&ta# Me)bra
*ekanisme lintas membran berkaitan dengan peristi-a absorpsi, meliputi
mekanisme pasif dan aktif (termasuk pembentukan) bersaing dalam proses perlintasan
(at aktif melalui membran (Syukri, B==B).
a. #iltrasi atau kon!ektif
#iltrasi atau yang disebut juga difusi secara kon!ensi adalah mekanisme
penembusan pasif melalui pori-pori suatu membran. Semua senya-a yang berukuran
cukup kecil dan larut dalam air dapat mele-ati kanal membran. Sebagian besar
membran (membran seluler epitel usus halus dan lain-lain) berukuran kecil (D-? K) dan
hanya dapat dilalui oleh molekul dengan bobot molekul yang kecil yaitu lebih kecil
dari 6E= untuk senya-a yang bulat, atau lebih kecil dari D== jika molekulnya terdiri
atas rantai panjang (Syukri, B==B).
b. "ifusi pasif pA partisi hipotesis
"ifusi pasif menyangkut senya-a yang larut dalam komponen penyusun
membran. Penembusan terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi atau elektrokimia
tanpa memerlukan energi, sehingga mencapai keseimbangan dikedua sisi membran.
Laktu yang diperlukan untuk mencapai keseimbangan tersebut mengikuti hukum
difusi #ick (Syukri, B==B).
.aju penetrasi $
/onstanta Permeabilitas 5 .uas Permukaan 5 Perbedaan /onsentrasi
/onstanta permeabilitas $
/oefisien difusi 5 /oefisien partisi
/etebalan membran
2adi konsentrasi (3) senya-a di kedua sisi membran berpengaruh pada proses
penembusan, tetapi perlu ditekankan bah-a hanya fraksi bebas dari (at aktif yang
diperhitungkan dalam perbedaan konsentrasi. /ombinasi (at aktif-protein yang
terbentuk tersebut tidak dapat terdifusi karena alasan bobot molekulnya. "alam hal ini
hanya fraksi bebas yang dapat berdifusi, rantai protein merupakan faktor yang secara
tidak langsung mempengaruhi laju difusi melalui membran (Syukri, B==B).
/ebanyakan (at aktif merupakan basa atau asam organik, maka dalam keadaan
terlarut sebagian molekul berada dalam bentuk terionkan dan sebagian dalam bentuk
tak terionkan. 2ika ukuran molekul tidak dapat melalui kanal-kanal membran, maka
polaritas yang kuat dari bentuk terionkan akan menghambat proses difusi
transmembran. Aanya fraksi (at aktif yang tak terionkan dan larut dalam lemak yang
dapat melalui membran dengan cara difusi pasif. Pentingnya faktor-faktor yang
berpengaruh pada difusi transmembran dari suatu molekul (derajat ionisasi molekul,
pA kompartemen) digarisba-ahi dalam %eori "ifusi Fon ,onik atau Aipotesa pA
Partisi (Syukri, B==B).
;ntuk obat yang (at aktifnya merupakan garam dari suatu asam kuat atau basa
kuat, derajat ionisasi berperan pada hambatan difusi transmembran. Sebaliknya untuk
elektrolit lemah berupa garam yang berasal dari asam lemah atau basa lemah yang
sedikit terionisasi, maka difusi melalui membran tergantung kelarutan bentuk tak
terionkan (satu-satunya yang berpengaruh pada konsentrasi), serta derajat ionisasi
molekul (Syukri, B==B).
"erajat ionisasi tergantung pada dua faktor, (persamaan Aenderson Aasselbach)
yaitu$
a. %etapan ionisasi dari suatu senya-a atau p/a
b. pA cairan dimana terdapat molekul (at aktif
Ut!% a#a) ( "H 0 "Ka 1 l+. K+#etra#& bet!% ter&+%a
K+#etra#& bet!% ta% ter&+%a
Ut!% ba#a ( "H 0 "Ka 1 l+. K+#etra#& bet!% ta% ter&+%a
K+#etra#& bet!% ter&+%a
/arakteristik fisiko-kimia sebagian besar molekul (polaritas, ukuran molekul,
dan sebagainya) merupakan hambatan penembusan transmembran oleh mekanisme
pasif secara filtrasi dan difusi. Pengikutsertaan proses aktif dapat menjelaskan
perjalanan obat yang kadang-kadang melintasi membran sel dengan sangat cepat
(Syukri, B==B).
8ambar B. %ranspor trans membran difusi pasif (2oenoes, B==B).
c. %ranpor aktif
%ranspor aktif suatu molekul merupakan cara pelintasan transmembran sangat
berbeda dengan difusi pasif. Pada transpor aktif diperlukan adanya pemba-a. Pemba-a
ini dengan molekul yang dapat membentuk kompleks pada permukaan membran.
/ompleks tersebut melintasi membran dan selanjutnya molekul dibebaskan pada
permukaan lainnya, lalu pemba-a kembali menuju ke permukaan asalnya (Syukri,
B==B).
Sistem transpor aktif bersifat jenuh. Sistem ini menunjukkan adanya suatu
kekhususan untuk setiap molekul atau suatu kelompok molekul. )leh sebab itu dapat
terjadi persaingan beberapa molekul yang berafinitas tinggi dapat menghambat
kompetisi transpor dari molekul yang berafinitas lebih rendah. %ranspor dari satu sisi
membran ke sisi membran yang lain dapat terjadi dengan mekanisme perbedaan
konsentrasi. %ranpor ini memerlukan energi yang diperoleh dari hidrolisa adenosin
trifosfat ('%P) diba-ah pengaruh suatu '%P-ase (Syukri, B==B).
8ambar C. %ranspor trans membran transpor aktif (2oenoes, B==B)
d. "ifusi sederhana (dipermudah @ fasilitas)
"ifusi sederhana merupakan cara pelintasan membran yang memerlukan suatu
pemba-a dengan karakteristik tertentu (kejenuhan, spesifik dan kompetitif). Pemba-a
tersebut bertanggungja-ab terhadap transpor aktif, tetapi di sini perlintasan terjadi
akibat gradien konsentrasi dan tanpa pembebasan energi (Syukri, B==B).
8ambar D. %ranspor trans membran transpor yang dipermudah
e. Pinositosis
Pinositosis merupakan suatu proses perlintasan membran oleh molekul-molekul
besar dan terutama oleh molekul yang tidak larut. Perlintasan terjadi dengan
pembentukan !esikula (bintil) yang mele-ati membran (Syukri, B==B).
8ambar E. %ranspor trans membran pinositosis (2oenoes, B==B)
f. %ranspor oleh pasangan ion
%ranspor oleh pasangan ion adalah suatu cara perlintasan membran dari suatu
senya-a yang sangat mudah terionkan pada pA fisiologik. Perlintasan terjadi dengan
pembentukan kompleks yang netral (pasangan ion) dengan senya-a endogen seperti
musin, dengan demikian memungkinkan terjadinya difusi pasif kompleks tersebut
melalui membran (Syukri, B==B).
8ambar :. %ranspor trans membran transpor pasangan ion (2oenoes, B==B)
Per)eab&l&ta#
Suatu senya-a obat untuk dapat memberikan akti!itas harus mampu menembus
membran biologis dan mencapai jaringan target dalam jumlah yang cukup untuk
menimbulkan akti!itas. Parameter sifat fisika kimia yang paling berperan dalam proses
distribusi tersebut adalah parameter lipofilik (Sis-andono dan Soekardjo, B===).
*embran-membran biologis dengan sifat lipoid, biasanya lebih permeabel
terhadap (at-(at yang larut dalam lemak. )leh karena itu pengangkutan mele-ati
membran-membran ini sebagian tergantung pada kelarutan lemak dari jenis (at yang
mendifusi. /elarutan dalam lemak dari suatu obat ditentukan oleh adanya gugus-gugus
nonpolar dalam struktur molekul obat tersebut, sebagaimana gugus-gugus yang dapat
terion dipengaruhi oleh pA setempat (.achman, dkk, 67I7).
Sering dikatakan bah-a molekul yang terionisasi tidak menembus membran,
kecuali untuk ion dengan diameter kecil. Aal ini tidak sepenuhnya benar, karena
terdapatnya membran karier untuk beberapa ion, yang mana efektif akan melindungi
atau menetralisasi muatan (bentuk pasangan ion). /etika obat merupakan suatu asam
atau basa lemah, dalam bentuk tak terionisasi, dengan memiliki koefisien partisi
mele-ati membran biologis lebih cepat daripada bentuk terionisasi, bah-a hanya
bentuk tidak terionisasi yang dikaitkan dengan penembusan membran (8ennaro, B==6).
/oefisien partisi dari obat tergantung pada polaritas dan ukuran dari molekul.
)bat dengan momen dipol yang tinggi, -alaupun tidak terionisasi, mempunyai
kelarutan dalam lemak rendah, dan oleh karena itu sedikit terpenetrasi. ,onisasi bukan
saja mengurangi kelarutan dalam lemak sangat besar tetapi juga menghalangi
perlintasan mele-ati membran yang bermuatan (8ennaro, B==6). ;mumnya koefisien
partisi lemak>air dari suatu molekul merupakan indeks yang berguna dalam
kecenderungan untuk absorpsi oleh difusi pasif (.achman, dkk, 67I7).
/oefisien partisi minyak>air merupakan ukuran sifat lipofilik suatu molekul, ini
merupakan rujukan untuk sifat fase hidrofilik atau lipofilik. /oefisien partisi harus
dipertimbangkan dalam pengembangan bahan obat menjadi bentuk obat. /oefisien
partisi (P) menggambarkan rasio pendistribusian obat kedalam pelarut sistem dua fase,
yaitu pelarut organik dan air ('nsel, 67I7). Bila molekul semakin larut lemak, maka
koefisien partisinya semakin besar dan difusi trans membran terjadi lebih mudah. %idak
boleh dilupakan bah-a organisme terdiri dari fase lemak dan air, sehingga bila
koefisien partisi sangat tinggi ataupun sangat rendah maka hal tersebut merupakan
hambatan pada proses difusi (at aktif.
Suatu senya-a yang dapat larut dalam dua pelarut yang tidak saling campur
maka senya-a akan terdistribusi ke dalam fase polar (misal$ air) dan fase non polar
(misal$ oktanol, kloroform, karbontetraklorida). Setelah tercapai kesetimbangan
ternyata kadar senya-a dalam kedua pelarut tersebut selalu tetap (pada suhu yang
tetap) sehingga dapat ditentukan nilai koefisien partisinya (Sis-andono dan Soekardjo,
B===). *enurut Fernst,
koefisien partisi dapat disederhanakan sesuai dengan persamaan$
P0 C+2C3 ata! L+. P0 l+. C+ 4 l+. C3
/eterangan $
3o $ /adar molal dalam fase non-air
3- $ /adar molal dalam air, setelah mengalami kesetimbangan partisi (Sardjoko,
677C).
Filai P $ Seringkali dinyatakan dengan nilai log P. Sebagai contoh nilai log P 6 setara
dengan nilai P 6=. Filai P @ 6= merupakan nilai P untuk senya-a tertentu yang
mengalami partisi ke dalam pelarut organik dalam jumlah yang sama. P @ 6=
berarti bah-a 6= bagian senya-a berada dalam lapisan organik dan 6 bagian
berada dalam lapisan air (0ohman, B==?).
Me)bra Sel
Sel kehidupan dikelilingi oleh membran yang berfungsi untuk memelihara
keutuhan sel, mengatur pemindahan makanan dan produk yang terbuang, mengatur
keluar masuknya senya-a-senya-a dari dan ke sitoplasma. *embran sel bersifat
semipermeabel dan mempunyai ketebalan total M I nm. *embran sel merupakan
bagian sel yang mengandung komponen-komponen terorganisasi dan dapat berinteraksi
dengan mikromolekul secara khas. Struktur membran biologis sangat kompleks dan
dapat mempengaruhi intensitas dan masa kerja obat. Sesudah pemberian secara oral,
obat harus melalui sel epitel saluran cerna, membran sistem peredaran tertentu,
mele-ati membran kapiler menuju sel-sel organ atau reseptor obat (Sis-andono dan
Soekardjo, B===).
*embran sel terdiri komponen-komponen yang terorganisasi, yaitu $
a. .apisan .emak Bimolekul
%ebal lapisan lemak bimolekul M CE N, mengandung kolesterol netral dan fosfo
lipid terionkan, yang terdiri dari fosfatidiletanolamin, fosfatidilkolin, fosfatidilserin dan
spingomielin. Berdasarkan sifat kepolarannya lapisan lemak bimolekul dibagi menjadi
dua bagian yaitu bagian non polar, terdiri dari rantai hidrokarbon, dan bagian polar
yang terdiri dari gugus hidroksil kolesterol dan gugus gliserilfosfat fosfolipid
(Sis-andono dan Soekardjo, B===).
b. Protein
Bentuk protein ber!ariasi, ada yang besar, berat molekulnya M C==.=== dan ada
pula yang sangat kecil. Protein bersifat ampifil karena mengandung gugus hidrofil dan
hidrofob (Sis-andono dan Soekardjo, B===).
c. *ukopolisakarida
2umlah mukopolisakarida pada membran biologis kecil dan strukturnya tidak
dalam keadaan bebas tetapi dalam bentuk kombinasi dengan lemak, seperti glikolipid,
atau dengan protein, seperti glikoprotein (Sis-andono dan Soekardjo, B===).
*embran sel mempunyai pori yang bergaris tengah antara C,E-D,B N,
merupakan saluran berisi air dan dikelilingi oleh rantai samping molekul protein yang
bersifat polar. &at terlarut dapat mele-ati pori ini secara difusi karena kekuatan
tekanan darah (Sis-andono dan Soekardjo, B===).
3ontoh membran biologis$ sel epitel saluran cerna, sel epitel paru, sel endotel
buluh darah kapiler, sa-ar darah-otak, sa-ar darah-cairan serebrospinal, plasenta,
membran glomerulus, membran tubulus renalis, dan sel epidermis kulit (Sis-andono
dan Soekardjo, B===).
U#!# Hal!#
Pencernaan makanan yang dimulai dalam lambung, dilanjutkan dalam usus
halus oleh en(im-en(im yang dihasilkan mukosanya dan dibantu agen pengemulsi dan
en(im yang disekresi ke dalam lumennya oleh hati dan pankreas (#a-cett, 677D). ;sus
halus merupakan lanjutan lambung yang terdiri atas tiga bagian yaitu duodenum yang
terfiksasi, jejunum dan ileum yang bebas bergerak. "iameter usus halus beragam
tergantung pada letaknya (B-C cm) dan panjang keseluruhan antara E-7 m. Panjang
tersebut akan berkurang oleh gerakan regangan otot, yang melingkari peritoneum
('iache, dkk, 677C).
8ambar ?. ;sus Aalus ("eferme, et al, B==I)
"uodenum, dengan panjang sekitar BE cm, terikat erat pada dinding dorsal
abdomen, dan sebagian besar terletak retroperitoneal. 2alannya berbentuk-3, mengitari
kepala pankreas dan ujung distalnya menyatu dengan jejunum, yang terikat pada
dinding dorsal rongga melalui mesenterium. 2ejunum dapat digerakkan bebas pada
mesenteriumnya dan merupakan dua-perlima bagian proksimal usus halus, sedangkan
ileum merupakan sisa tiga-perlimanya. /elokan-kelokan jejunum menempati bagian
pusat abdomen, sedangkan ileum menempati bagian ba-ah rongga. %erdapat
perbedaan kecil dalam histologi mukosa ketiga segmen usus halus itu, namun batas di
antara ketiganya tidak jelas. "inding usus halus terdiri atas empat lapis konsentris$
mukosa, submukosa, muskularis, dan serosa (#a-cett, 677D). *ukosa terdiri dari
empat lapisan$ permukaan lapisan tunggal, membran basal, lamina propia dan lamina
muskularis mukosa ("eferme, et al, B==I). *ukosa usus halus, kecuali yang terletak
pada bagian atas duodenum berbentuk lipatan-lipatan atau disebut juga !al!ula
conni!entes. .ipatan-lipatan inilah yang berfungsi sebagai permukaan penyerapan dan
penuh dengan !illi yang tingginya =,?E-6 mm dan selalu bergerak. 'danya !ili ini lebih
memperluas permukaan mukosa penyerapan hingga D=-E= mB ('iache,dkk,677C).
Bahan obat dari lambung masuk ke duodenumJ fungsi utama duodenum dan
bagian pertama jejunum adalah untuk sekresi, sedangkan fungsi bagian kedua dari
jejunum dan ileum ialah untuk absorpsi. pA usus halus meningkat dari duodenum D-:,
jejunum :-?, ileum ?-I. pA dalam usus halus berperan besar dalam hal absorpsi obat,
sebagai akibat disolusi dari berbagai bentuk sediaannya. Pada pA yang berbeda-beda
absorpsi optimal suatu obat tergantung juga pada p/a obat (2oenoes, B==B).
5I. BCS (B&+"/ar)a6e!t&6al Cla##&'&6at&+ S-#te))
Sistem
/lasifikasi Biofarmasetika adalah suatu konsep untuk mengklasifikasikan (at obat
berdasarkan kelarutan air dan permeabilitas usus. Sistem klasifikasi ini ditemukan oleh
'midon et al. Sistem klasifikasi biofarmasetik (biopharmaceutical 3lassification
System, B3S) ini dapat digunakan untuk menjustifikasi persyaratan-persyaratan
penelitian in !itro (sediaan) obat yang melarut secara cepat, mengandung bahan aktif
yang sangat larut dan sangat permeable (8oes-in,B==7).
2ika diterima oleh Badan P)*>#"',
ketersediaan hayati dan bioeki!alensi sediaan yang memenuhi persyaratan ini dapat
dibuktikan melalui pengujian kelarutan secara in !itro, permeabilitas dan studi disolusi
(8oes-in,B==7). Sebaiknya obat dengan permeabilitas
buruk, kelarutan buruk dan>atau diformulasikan dalam bentuk sediaan yang melarut
secara lambat sangat mungkin akan menunjukkan masalah ketersediaan hayati, dan
bukan merupakan calon obat untuk diteliti ketersediaan hayati secara in !i!o
(8oes-in,B==7). Sistem klasifikasi Biofarmasetika (B3B)
/elas6 Aigh solubility Aigh permeability
/elasB .o- solubility Aigh permeability
/elas C Aigh solubility .o- permeability
/elas D .o- solubility .o- permeability
/elas solubility didasarkan kepada !olume media air yang diperlukan untuk
melarutkan dosis tertinggi obat pada rentang pA 6 4 ?.E
Suatu obat dimasukkan dalam high soluble, jika dosis tertinggi obat (missal :
mg) (obat, dosis B.D mg dan : mg) dalam !olume BE= ml air. Sediaan oral padat
pelepasan segera (immediate release, ,0) dikelompokkan dalam yagn menunjukkan
kecepatan disolusi cepat dan kecepatan dissolusi lambat. Sediaan ,0 adalah sediaan
farmasi dimana dissolusi O IEG dari dosis (jumlah pernyataan) pada label obat dalam
-aktu C= menit (P C=).
Pengujian disolusi harus dilakukan menurut cara ;PS 'pparatus , pada 6==
rpm (atau 'pparatus ,, pada E= rpm) dalam !olume Q 7== ml dari medium berikut$
(i) =.6 F asam hidroklorida atau cairan simulasi lambung ;SP tanpa en(im
(ii) Pada dapar pA D.E dan
(iii) Pada dapar pA :.I atau cairan simulasi intestinal ;SP tanpa en(im
Profil disolusi produk % (test) dan 0 (reference) dibandingkan menggunakan
faktor kemiripan (similarity) (fB). Filai fB R E= (atau mendekati 6==) menjamin
kemiripan (eki!alensi) dari kedua profil disolusi yagn berarti kinerja dari produk yang
diuji dan referensi sebanding. Perbandingan profil menggunakan fB tidak diperlukan
jika O IEG, jumlah pernyataan kadar obat pada lebel baik produk yang diuji atas
referensi terdisolusi dalam -aktu 6E menit menggunakan masing masing media
tersebut (P6E O IEG (8oes-in,B==7).

You might also like