You are on page 1of 5

PERCOBAAN I

PENENTUAN KADAR GLUKOSA URIN


(UJI BENEDICT SEMI KUANTITATIF)

A. Tujuan
Untuk menentukan kadar glukosa urin dengan menggunakan uji benedict semi
kuantitatif.

B. Dasar Teori
1. Urin
Urin merupakan keluaran akhir yang dihasilkan ginjal sebagai akibat kelebihan
urine dari penyaringan unsur-unsur plasma (Frandson, 1992). Urine dibentuk oleh
ginjal dalam menjalankan fungsinya secara homeostatik. Sifat dan susunan urin
dipengaruhi oleh faktor fisiologis, misalnya masukan diet, bebagai proses dalam tubuh,
suhu lingkungan, stress, mental dan fisik (Scanlon, 2000).
Faktor yang mempengaruhi urin adalah:
a. Jumlah air yang diminum
b. Sistem saraf
c. Hormon ADH
d. Banyak garam yang harus dikeluarkan dari darah agar tekanan osmosis tetap
e. Pada penderita diabetes mellitus, pengeluaran glukosa diikuti oleh kenaikan volume
urin.
(Thenawijaya, 1995).
Sistem urin terdiri dari ginjal, ureter, kantong kemih dan uretra dengan
menghasilkan urin yang membawa serta berbagai produk sisa metabolisme untuk
dibuang. Ginjal juga berfungsi dalam pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit
tubuh dan merupakan tempat pembuangan hormon renin dan eritropitin. Renin ikut
berperan dalam pengaturan tekanan darah dan eritropitin berperan dalam merangsang
produksi sel darah merah. Urin juga dihasilkan oleh ginjal berjalan melalui ureter ke
kantung kemih melalui uretra (Juncquiera, 1997).
Urin dibentuk oleh ginjal dalam menjalankan sistem homeostatik. Sifat dan susunan
urin dipengaruhi oleh factor fisiologis (misalkan masukan diet, berbagai proses dalam
tubuh, suhu, lingkungan, stress, mental, dan fisik) dan factor patologis (seperti pada
gangguan metabolisme misalnya diabetes mellitus dan penyakit ginjal). Oleh karena itu
pemeriksaan urin berguna untuk menunjang diagnosis suatu penyakit. Pada penyakit
tertentu, dalam urin dapat ditemukan zat-zat patologik antara lain glukosa, protein dan
zat keton (Probosunu, 1994).
Pembentukan urin pada Vertebrata melalui tiga proses, yaitu ultrafiltrasi
glomerular, reabsorpsi tubular dan sekresi tubular. Pada manusia, secara normal
kecepatan filtrasi glomerular mencapai 120 ml per menit, dan ultra filtrat yang terbentuk
setiap hari rata adalah 200 liter, sedangkan urin yang dikeluarkan hanya 1,5 sampai 2
liter per hari (Wulangi, 1990).
Sifat sifat urin normal adalah sebagai berikut :
a. Volume : pada orang dewasa 600-2500 mL/hari, tergantung air yang masuk, suhu
lingkungan, makanan, keadaan fisik dan mental.
b. Berat jenis : berkisar 1,003-1,030, tergantung kadar solute di dalamnya. Berat jenis
urine tergantung jumlah zat yang terlarut di dalam urine atau terbawa dalam urine.
Berat jenis zat plasma adalah 0,10. Bila ginjal mengencerkan karena sesudah
minum air, maka BJ nya kurang dari 0,10. Bila ginjal memerlukan pemekatan
urine, maka BJ di atas 0,10.
c. Reaksi : bersifat asam dengan pH kira-kira 6,0 (4,7-8,0). Pada asidosis, reaksi
sangat asam dan pada alkalosis bersifat basa, juga tergantung makanan yang
masuk. Bila urin dibiarkan, maka reaksi akan menjadi basis karena perubahan urea
menjadi amonia.
d. Warna : normal kuning pucat sampai kuning, juga tergantung volumenya. Zat-zat
warna yang terdapat di dalam urin adalah urokhrom, urobilin dan hematoporfirin.
(Evelyn, 1985)
2. Glukosa Urin
Tes urine bertujuan untuk memeriksa komponen yang berbeda dari urine sebagai
produk buang dari ginjal. Test urine yang teratur dilakukan untuk menemukan gejala-
gejala penyakit. Hasil test dapat memberi informasi tentang kesehatan dan masalah
seseorang (Watimena, 1989).
Zat tertentu yang terdapat didalam urin, meskipun dalam keadaan normal zat
tersebut tidak tampak. Seperti glukosa, asaton, albumin, darah dan nanah. Berbagai
keadaan ketidaknormalan komponen urin adalah :
a. Glikosuria, yaitu terdapatnya glukosa dalam air kemih. Hal ini merupakan gejala
terlalu banyak makan gula, meningkatkan aktifitas kelenjar adranal yang
mengakibatkan banyak penguraian glikogen dan pembebasan glukosa dari hati,
hipoinsulin, yaitu berkurangnya jumlah insulin
b. Aseonaria, adalah terdapatnya senyawa keton dalam urin karena terlalu banyak
mengkonsumsi lemak atau jumlah karbohidrat yang tersedia untuk pembakaran
berkurang. Aseton juga terbentuk saat keadaan lapar.
c. Proteinuria, adalah salah satu keadan dimana satu macam protein plasma yang
terdapat dalam urin. Seperti terdapatnya albumin dalam urin (albuminaria). Hal ini
menunjukan gejala penyakit
d. Hematuria, yaitu terdapatnya darah dala urin karena infeksi pada ginjal atau salah
satu air kemih.
(Walungi, 1990)
Kadar glukosa darah yang tinggi pada penderita diabetes akan memperberat kerja
ginjal. Jika kadar glukosa darah melebihi kemampuan ginjal untuk menahan ( 160-180
mg/dl) maka akan terjadi pengeluaran glukosa melalui urin (glukosuria). Hilangnya
glukosa melalui urin merupakan pembuangan energi yang sia-sia dan menyebabkan
peningkatan eliminasi dari air dan sodium. Biasanya haus dan peningkatan konsumsi air
minum merupakan tindak kompensasi terhadap hilangnya air. Hal ini sesuai dengan
gejala klinis diabetes yang disebut trias-P (3P), yaitu, poliuria polidipsia dan polifagia
(Narsito, 2012).
3. Penentuan Kadar Glukosa Urin
Tes urine sebagai diagnosis untuk diabetes telah dilakukan selama lebih dari
seabad. Pada tahun 1941, Divisi Ames Miles Laboratories (seorang dokter bernama
Walter Ames Compton), di Elkhart, Indiana, memperkenalkan tablet tes standar untuk
gula tertentu yang melibatkan sulfat tembaga, yang disebut Larutan benedict. Salah
satunya-CLINITEST, tablet dapat ditambahkan ke beberapa tetes urine, dan warna yang
dihasilkan, dari biru terang sampai jingga yang mengindikasikan tingkat glukosa dalam
urine.
Penelitian-penelitian yang terkait dengan pengukuran kadar glukosa darah melalui
cairan ekskresi terutama urine telah dilakukan oleh beberapa peneliti dengan
memanfaatkan penelitian yang telah dilakukan oleh Walter Ames Compton (larutan
benedict) dan Ernestt Adam (urine strip) dengan melarutkan benedict ke dalam urine
yang mengandung glukosa.
Reaksi antara larutan kimia ini dengan urine akan menghasilkan perubahan warna
sesuai dengan tinggi kadar gula darah penderita DM. Dari penelitiannya dapat
disimpulkan bahwa tiap warna yang dibiaskan oleh urine memiliki daya serap cahaya
yang berbedabeda, semakin gelap warna yang dilewati sumber cahaya maka semakin
besar tegangan yang dihasilkan, dan semakin cerah warna yang dihasilkan tegangan
yang dihasilkan semakin rendah. Semakin tinggi tegangan yang dihasilkan maka
semakin tinggi kadar gula yang terkandung, sebaliknya semakin rendah tegangan yang
dihasilkan maka kadar gula yang terkandung semakin rendah.
(Satria, 2013)
Beberapa pengujian yang dapat dilakukan untuk menentukan kadar glukosa urin
adalah sebagai berikut :
a.











Evelyn.1985. Anatomi dan Fisiologi Manusia untuk Paramedis .Yogyakarta:Esemtia
Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak Edisi Keempat. Gadjah Mada University
Press: Yogyakarta.
Juncquiera, L, Carlos dkk. 1997. Histologi Dasar. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
Narsito, Siti Wulan., dkk. 2012. Pengujian Efek Hipoglisemik Kedele, Fraksi Protein Kedele dan
Tempe pada Tikus Diabetes. Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 3 No. 2
Probosunu, N. 1994 . Fisiologi Umum. Yogjakarta : Gajah Mada University Press
Satria, Eka dan Wildian. 2013. RANCANG BANGUN ALAT UKUR KADAR GULA DARAH
NONINVASIVE BERBASIS MIKROKONTROLER AT89S51 DENGAN MENGUKUR
TINGKAT KEKERUHAN SPESIMEN URINE MENGGUNAKAN SENSOR
FOTODIODA. Jurnal Fisika Unand Vol. 2 No. 2
Scanlon, Valerie C. dan Tina Sanders. 2000. Buku Ajar Anatomi dan Fisiologi. Penerbit Buku
Kedokteran EGC: Jakarta
Sumardjo, Damin. 2008. Pengantar Kimia : Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran dan
Program Strata I Fakultas Bioeksakta. EGC : Jakarta
Thenawijaya, M. 1995. Uji Biologi. Erlangga: Jakarta
Wulangi, Kartolo. 1990. Prinsip-prinsip Fisiologi Hewan. ITB: Bandung

You might also like