You are on page 1of 6

WAHDAD AL-WUJUD

DAN INSAN KAMIL



A. Pendahuluan
Suatu kajian Tasawuf yang bertujuan untuk mendekatkan diri seorang hamba
kepada Allah Swt ialah mengenai wahdat al-wujud (kesatuan wujud). Diakui
secara luas bahwa pendiri paham wahdat al-wujud adala sufi terkemuka, Ibnu
Arabi (lahir di Murcia, Andalusia pada 560/1165 dan wafat di Damaskus, Syam,
pada 638/1240). Diantara pengajaran Ibnu Arabi tentang Tuhan dan alam adalah
bahwa Allah (Tuhan) itu mawjud (ada) dengan dzat-Nya dan karena dzat-Nya
sendiri. Dia adalah wujud yag mutlak, tidak terbatas oleh yang lain, bukan malul
(akibat) dari sesuatu, bukan pula illah (sebab) bagi sesuatu. Dia adalah pencipta
bagi sebab-sebab dan akibat-akibat. Jadi, wahdat al-wujud adalah pengakuan
bahwa hanya ada dzat tunggal saja, dan tidak ada yang mewujud selain itu.
Demikian sekilas gambaran tentang paham wadat al-wujud, untuk dapat
mengetahui sejumlah ajaran atau ungkapan-ungkapan penting dari Ibnu Arabi
yang mengandung atau erat kaitannya dengan kesatuan wujud, maka dalam
makalah ini penulis akan memaparkan tentang wadat al-wujud dan Insan Kamil.
B. Pengertian Wahdad Al-Wujud
Wahdatd Al-wujud adalah ungkapan yang terdiri dari dua kata yaitu wahdad
dan al-wujud. Wahdat artinya sendiri, tunggal atau kesatuan sedang al-wujud
artinya ada. Dengan demikian wahdat al-wujud berarti kesatuan wujud .Dalam
kata bahasa Inggris unity of existence.
1

Paham wahdad al-wujud ini mengiring kepada paham yang menyatakan
bahwa sebenarnya diantara Tuhan dan makhluk itu merupakan satu kesatuan dari
wujud Tuhan dan yang sesungguhnya atau wujud pasti itu adalah wujud tuhan dan
bukan makhluk. Karena mahkluk merupakan manifestasi atau bayangan dari
tuhan itu sendiri.
Paham tersebut mengisyaratkan bahwa pada manusia ada unsur lahir dan
batin, dan pada tuhan pun ada unsur lahir dan batin. Unsur lahir manusia adalah

1
A. Mustofa, Akhlak Tasawuf, Bandung, Pustaka Setia, Cet-V, 1997, halm. 275.
fisiknya, sedangkan batinnya adalah roh atau jiwa yang hal ini merupakan
pancaran, bayangan atau fotocopy Tuhan. Kemudian unsur lahir pada tuhan
adalah sifat-sifat ketuhanannya yang tampak dialam ini dan unsur batinnya adalah
zat Tuhan.
Paham diatas tentunya memberikan isyarat bahwa manusia itu mempunyai
dua unsur, yaitu unsur lahir dan batin. Dan selanjutnya begitu pula yang ada pada
Tuhan. Jika pada manusia itu unsur lahirnya disebut fisik dan batinnya disebut
roh, ,maka pada Tuhan unsur lahir-Nya adalah yang terlihat di alam semesta ini
dan unsur batin-Nya adalah zat Tuhan itu sendiri.
Dengan demikian dapat disimpulkan wahdad al-wujud adalah yang
sebenarnya berhak mempunyai wujud hanyalah satu, yaitu Tuhan. Dan wujud
selain dari Tuhan adalah wujud bayangan.
C. Pengertian Insan Kamil.
Insan kamil ialah manusia yang sempurna dari segi wujud dan
pengetahuannya. Kesempurnaan dari segi wujudnya ialah karena dia merupakan
manifestasi sempurna dari citra Tuhan, yang pada dirinya tercermin nama-nama
dan sifat Tuhan secara utuh. Adapun kesempurnaan dari segi pengetahuannya
ialah karena dia telah mencapai tingkat kesadaran tertinggi, yakni menyadari
kesatuan esensinya dengan Tuhan, yang disebut makrifat.
2

Menurut Ibn Arabi yang dikutip oleh Yunasril Ali, memandang insan kamil
sebagai wadah tajalli Tuhan yang paripurna. Pandangan demikian didasarkan
pada asumsi, bahwa segenap wujud hanya mempunyai satu realitas. Realitas
tunggal itu adalah wujud mutlak yang bebas dari segenap pemikiran, hubungan,
arah dan waktu. Ia adalah esensi murni, tidak bernama, tidak bersifat dan tidak
mempunyai relasi dengan sesuatu.
3

Bagi para sufi, alam dunia adalah cermin dan sifat-sifat Tuhan dan nama-
nama indah-Nya (al-asm al-husn). Masing-masing tingkat eksistensi yaitu
mineral, tumbuhan dan hewan dipandang mencerminkan sifat-sifat tertentu
Tuhan. Di tingkat mineral, misalnya, keindahan Tuhan tercermin sampai batas

2
Yunasril Ali, Manusia Citra Ilahi, Jakarta, Paramadina, 1997, halm.60.
3
Ibid, halm. 111.
tertentu, dalam batu-batuan atau logam mulia. Demikian juga dalam dunia
tumbuh-tumbuhan ribuan jenis bunga-bunga dengan aneka warnanya yang unik
dan serasi tidak henti-hentinya mengilhami para penyair dengan inspirasi yang
sangat mengesankan. Begitu pula, pesona yang diberikan oleh berbagai jenis
hewan yang sangat beraneka bentuk dan posturnya. Tetapi dari semua makhluk
yang ada di alam dunia, tidak ada yang bisa mencerminkan sifat-sifat Tuhan
secara begitu lengkap kecuali manusia. Ini karena manusia sebagai mikrokosmos
yang terkandung di dalamnya seluruh unsur kosmik, bisa mencerminkan seluruh
sifat Ilahi dengan sempurna, ketika ia telah mencapai tingkat kesempurnaannya,
yang disebut insan kamil, manusia sempurna, atau manusia universal.
4

Untuk dapat mencapai insan kamil, seseorang lebih senang dengan
menempuh cara hidup sebagai seorang sufi. Kehidupan orang sufi lebih
menonjolkan segi kerohanian dalam kehidupannya. Tentu prinsip ajaran yang
berkaitan dengan hidup kerohanian akan senantiasa diukur dengan Al-Quran dan
sunnah Nabi Saw.
5

Dari paparan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa insan kamil adalah
manusia yang sempurna. Adapun yang dimaksud sempurna adalah sempurna
dalam halnya hidupnya. Seseorang dianggap sempurna dalam hidupnya apabila
memenuhi kriteria-kriteria tertentu.
D. Tokoh-tokoh Wahdad Al-Wujud dan Insan Kamil
Paham wahdad Al-Wujud diajarkan oleh Muhy Al-Qin Ibn Arabi. Beliau lahir
di kota Murcia Spanyol pada tahun 1165 M. Ibnu Arabi belajar di Sevilla,
kemudian setelah selesai pindah ke Ruris. Disana beliau mengikuti dan
memperdalam aliran sufi.
6
Pada tahun 1202 M Ibnu Arabi pergi ke Makkah pada
1202 M. Negeri-negeri yang pernah beliau kunjungi ialah, Mesir, Syiria, Turki
dan akhirnya beliau menetap di Damaskus. Disana beliau meninggal dunia pada
tahun 1240 M. diantara karya beliau yang terkenal adalah buku dalam bidang

4
Mulyadhi Kartanegara, Menyelami Lubuk Tasawuf, Jakarta, Erlangga, 2006, halm. 66.
5
A. Mustofa, Akhlak Tasawuf, halm. 276.
6
Ibid, halm. 278.
Tasawuf yang berjudul Al Futuhat Al-Makkiah (Pengetahuan-pengetahuan yang
dibukukan di Mekah) dengan tersusun sebanyak duabelas jilid.
Menurut pemikiran Tasawufnya, bahwa Tuhan ingin melihat diri-Nya dari
luar maka dijadikan-Nya Alam. Alam merupakan cermin bagi Tuhan. Pada benda-
benda yang ada dalam alam karena esensinya ialah sifat Ketuhannya. Dari sini
timbullah paham kesatuan wujud.
7

Tokoh yang lain adalah Abd al-Karim ibn Ibrahim ibn Abd al-Karim ibn
Khalifah ibn Ahmad ibn Mahmud al-Jilli. Ia mendapatkan gelar kehormatan
Syeikh yang biasa dipakai di awal namanya. Selain itu juga ia mendapat gelar
Quth al-Din (poros agama), suatu gelar tertinggi dalam hirarki sufi. Ia lahir pada
awal Muharam (767 H/1365-6 M) di kota Bagdad, dengan alasan bahwa menurut
pengakuannya sendiri ia adalah keturunan Syeikh Abd al-Qadir al-Jilani (470-
561 H), yakni turunan dari cucu perempuan Syeikh tersebut. Sedangkan Abd al-
Qadir al-Jilani berdomisili di Bagdad sejak tahun 478 H sampai akhir hayatnya,
tahun 561 H. Dan diduga keturunannya juga berdomisili di Bagdad, termasuk
kedua orangtua al-Jilli. Namun setelah ada penyerbuan militerstik bangsa Mongol
ke Bagdad yang dipimpin Timur Lenk, keluarga al-Jilli berimigran ke kota Yaman
(kota Zabid). Di kota inilah al-Jilli mendapatkan pendidikan yang memadai sejak
dini. Dalam catatannya, ia menyebutkan bahwa pada tahun 779 H ia pernah
mengikuti pelajaran dari Syeikh Syaraf al-Din Ismail ibn Ibrahim al-Jabarti (w.
806 H), dan salah satu teman seangkatan adalah Syihab al-Din Ahmad al-Rabbad
(w.821).
Pada tahun 790 H ia berada di Kusyi, India untuk mendalami kesufiannya.
Karena kesetabilan kota India pada saat itu memungkinkan tasawuf-falsafi dan
tariqah-tariqah di India berkembang dengan pesat. Namun sebelum perjalanannya
ke India ia berhenti di Persia dan belajar bahasa Persia, sehingga ia pun dapat
menyelesaikan satu buah buku dengan judul, Jannat-u al-Maarif wa Ghayat-u
Murid wa al-Maarif di kota ini (Persia). Empat tahun kemudian (803 H) ia pun
berkunjung ke kota Kairo dan disana ia sempat belajar di Univeritas al-Azhar, dan
bertemu banyak para teolog, filusuf, dan sufi. Di kota inilah ia menyelesaikan

7
Ibid, halm. 278.
penulisan bukunya yang berjudul, Ghunyah Arbab al-Sama wa Kasyf al-Qina an
Wujud al-Istima. Dan dalam tahun yang sama juga ia berkunjung ke kota Gazzah,
Palestina, di kota ini ia menulis bukunya dengan judul, al-Kamalat al-Ilahiyah.
Namun setelah dua tahun kemudian, kurang lebih, ia kembali lagi ke kota Zabid,
Yaman dan bertemu kembali dengan gurunya (al-Jabarti), di kota Zabid lah ia
menghabiskan hidupnya sampai akhir hayat.
Al-Jilli berpendapat bahwa nama dan sifat Ilahiah pada dasarnya merupakan
milik insan kamil sebagai suatu kemestian yang inheren dan esensinya. Hal itu
karena sifat dan nama tersebut tidak memiliki tempat berwujud, melainkan pada
insan kamil. Lebih lanjut, Al-Jilli mengemukakan bahwa perumpamaan hubungan
Tuhan dengan insan kamil bagaikan cermin. Seseorang tidak dapat melihat bentuk
dirinya kecuali melalui cermin itu. Demikian pula halnya dengan insane kamil, ia
tidak dapat melihat dirinya, kecuali dengan cermin nama Tuhan sebaimana Tuhan
tidak dapat melihat diri-Nya, kecuali melalui cermin insan kamil.
E. Kesimpulan
Wahdatd Al-wujud adalah ungkapan yang terdiri dari dua kata yaitu wahdad
dan al-wujud. Wahdat artinya sendiri, tunggal atau kesatuan sedang al-wujud
artinya ada. Wahdad al-wujud adalah yang sebenarnya berhak mempunyai wujud
hanyalah satu, yaitu Tuhan. Dan wujud selain dari Tuhan adalah wujud bayangan.
Insan kamil ialah manusia yang sempurna dari segi wujud dan
pengetahuannya. Kesempurnaan dari segi wujudnya ialah karena dia merupakan
manifestasi sempurna dari citra Tuhan, yang pada dirinya tercermin nama-nama
dan sifat Tuhan secara utuh.
Insan kamil adalah manusia yang sempurna. Adapun yang dimaksud
sempurna adalah sempurna dalam halnya hidupnya. Seseorang dianggap
sempurna dalam hidupnya apabila memenuhi kriteria-kriteria tertentu.





Daftar Pustaka
A.Mustofa, Akhlak Tasawuf, Bandung, Pustaka Setia, Cet-V, 1997.
Yunasril Ali, Manusia Citra Ilahi, Jakarta, Paramadina, 1997.
Mulyadhi Kartanegara, Menyelami Lubuk Tasawuf, Jakarta, Erlangga,
2006.

You might also like