You are on page 1of 27

LAPORAN PENDAHULUAN

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Anak Dengan


Thalasemia
Untuk Memenuhi Tugas Pediatric Nursing



oleh:
Aditya Nuraminudin Aziz
135070209111027



PPROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014


THALASEMIA
1. DEFINISI
Talasemia merupakan sindrom kelainan yag diwariskan dan masuk dalam
kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkan gangguan sintesis Hb akibat
mutasi didalam ataudekat gen globin.(Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V.Aru W.
Sudoyo.dkk.2009)
kelompok heterogen anemia hemolitik bawaan yang ditandai oleh kekurangan
atau tidak ada produksi salah satu rantai globin dari hemoglobin.( Lee Goldman, and
Andrew I. Schafer, 2012).
Talasemia kelompok heterogen anemia hemolitik herediter yang ditandai oleh
penurunan kecepatan sintesis satu rantai polipeptida hemoglobin atau lebih
diklasifikasikan menurut rantai yang terkena (alfa, beta, gamma) ; dua kategori mayor
adalah alfa-dan beta-thalasemia, alfa-t, thalasemia yang disebabkan oleh penurunan
kecepatan sintesis rantai alfa hemoglobin.(Kamus Dorlan,2000 )
2. MACAM-MACAM THALASEMIA
a) Thalasemia digolongkan berdasarkan rantai asam amino yang terkena 2 jenis yang
utama adalah :
Alfa Thalasemia (melibatkan rantai alfa) Alfa Thalasemia paling sering
ditemukan pada orang kulit hitam (25%minimal membawa 1 gen).
Beta Thalasemia (melibatkan rantai beta) Beta Thalasemia pada orang di
daerah Mediterania dan Asia Tenggara.
b) Secara umum, terdapat 2 (dua) jenis thalasemia yaitu :
i. Thalasemia Mayor (bentuk homozigot), karena sifat sifat gen dominan.
Thalasemia mayor merupakan penyakit yang ditandai dengan kurangnya
kadar hemoglobin dalam darah (memberikan gejala klinis yang jelas).
Akibatnya, penderita kekurangan darah merah yang bisa menyebabkan
anemia. Dampak lebih lanjut, sel-sel darah merahnya jadi cepat rusak dan
umurnya pun sangat pendek, hingga yang bersangkutan memerlukan transfusi
darah untuk memperpanjang hidupnya. Penderita thalasemia mayor akan
tampak normal saat lahir, namun di usia 3-18 bulan akan mulai terlihat
adanya gejala anemia. Selain itu, juga bisa muncul gejala lain seperti jantung
berdetak lebih kencang dan facies cooley. Faies cooley adalah ciri khas
thalasemia mayor, yakni batang hidung masuk ke dalam dan tulang pipi
menonjol akibat sumsum tulang yang bekerja terlalu keras untuk mengatasi
kekurangan hemoglobin. Penderita thalasemia mayor akan tampak
memerlukan perhatian lebih khusus. Pada umumnya, penderita thalasemia
mayor harus menjalani transfusi darah dan pengobatan seumur hidup. Tanpa
perawatan yang baik, hidup penderita thalasemia mayor hanya dapat bertahan
sekitar 1-8 bulan. Seberapa sering transfusi darah ini harus dilakukan lagi-lagi
tergantung dari berat ringannya penyakit. Yang pasti, semakin berat
penyakitnya, kian sering pula si penderita harus menjalani transfusi darah.
ii. Thalasemia Minor (biasanya tidak memberikan gejala klinis), si individu
hanya membawa gen penyakit thalasemia, namun individu hidup normal,
tanda-tanda penyakit thalasemia tidak muncul. Walau thalasemia minor tak
bermasalah, namun bila ia menikah dengan thalasemia minor juga akan
terjadi masalah. Kemungkinan 25% anak mereka menerita thalasemia mayor.
Pada garis keturunan pasangan ini akan muncul penyakit thalasemia mayor
dengan berbagai ragam keluhan. Seperti anak menjadi anemia, lemas, loyo
dan sering mengalami pendarahan. Thalasemia minor sudah ada sejak lahir
dan akan tetap ada di sepanjang hidup penderitanya, tapi tidak memerlukan
transfusi darah di sepanjang hidupnya. (Ilmu Kesehatan Anak, FKUI.2007)
3. ETIOLOGI
A. Gangguan genetik
Orangtua memiliki sifat carier (heterozygote) penyakit thalasemia sehingga klien
memiliki gen resesif homozygote.
B. Kelainan Struktur Hemoglobin
1. Kelainan struktur globin di dalam fraksi hemoglobin. Sebagai contoh, Hb A
(adult, yang normal), berbeda dengan Hb S (Hb dengan gangguan thalasemia)
dimana, valin di Hb A digantikan oleh asam glutamate di Hb S.
2. Menurut kelainan pada rantai Hb juga, thalasemia dapat dibagi menjadi 2 macam,
yaitu : thalasemia alfa (penurunan sintesis rantai alfa) dan beta (penurunan
sintesis rantai beta).
C. Produksi satu atau lebih dari satu jenis rantai polipeptida terganggu
Defesiensi produksi satu atau lebih dari satu jenis rantai a dan b.
D. Terjadi kerusakan sel darah merah (eritrosit) sehingga umur eritrosit pendek (kurang
dari 120 hari)
Struktur morfologi sel sabit (thalasemia) jauh lebih rentan untuk rapuh bila
dibandingkan sel darah merah biasa. Hal ini dikarenakan berulangnya pembentukan
sel sabit yang kemudian kembali ke bentuk normal sehingga menyebabkan sel
menjadi rapuh dan lisis.
E. Deoksigenasi (penurunan tekanan O2)
Eritrosit yang mengandung Hb S melewati sirkulasi lebih lambat apabila
dibandingkan dengan eritrosit normal. Hal ini menyebabkan deoksigenasi (penurunan
tekanan O2) lebih lambat yang akhirnya menyebabkan peningkatan produksi sel
sabit.
3. PATOFISIOLOGI
Berkurangnya sitensis Hb dan eritropoesis yang telah efektif disertai
penghancuran sel-sel eritrosit intramedular. Juga bisa disebabkan karena defisiensi asam
folat, bertambahnya volume plasma intravaskuler yang mengakibatkan hemodilusi dan
distruksi eritrosit oleh sistem retikuloendotelial dalam limpa hati. Penelitian biomolekuler
menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai alfa/beta
hemoglobin berkurang. Terjadinya hemosidrosis merupakan hasil kombinasi antara
transfusi berulang peningkatan absorbsi besi dalam usus karena eritropoesis yang tidak
efektif, anemiakronis, serta proses hemolisis. (Mansjoer:2000:497)
Akibat penurunan pembentukan hemoglobin sel darah merah menjadi mikrosistik
dan hipokronik. Pada keadaan normal disintesis hemoglobin A yang terdiri dari 2 rantai
alfa dan 2 rantai beta. Kadarnya mencapai lebih kurang 95% dari seluruh hemoglobin.
Sisanya terdiri dari hemoglobin A2 yang mempunyai 2 rantai alfa dan 2 rantai beta
sedangkan kadarnya tidak lebih dari 2% pada keadaan normal. Hemoglobin F setelah
lahirnya feotus senantiasa menurun dan pada usia 6 bulan mencapai kadar seperti orang
dewasa yaitu tidak lebih dari 4%. Pada keadaan normal, hemoglobin F terdiri dari 2 rantai
alfa dan 2 rantai gama.
Pada Thalasemia satu atau lebih dari satu rantai globin kurang diproduksi
sehingga terdapat pembentukan hemoglobin normal orang dewasa (Hb A). Kelebihan
rantai globin yang tidak terpakai akan mengendap pada dinding eritrosit. Keadaan ini
menyebabkan eritropoesis tidak efektif dan eritrosit memberikan gambaran anemia
hipokronik mikrosfer.
Pada Thalasemia beta produksi rantai beta terganggu, mengakibatkan kadar Hb
menurun sedangkan Hb A2 atau Hb F tidak terganggu karena tidak mengandung rantai
beta dan berproduksi lebih banyak dari keadaan normal, mungkin sebagai kompensasi.
Eritropoesis sangat giat, baik didalam sumsum tulang maupun ekstramedular hati
dan limpa. Destruksi eritrosit dan prekursornya dalam sumsum tulang adalah luas
(eritropoesis tidak efektif) dan masa hidup eritrosit mendadak serta didapat pula tanda-
tanda anemia hemolitik ringan. Walaupun eritropoesis sangat giat. Hal ini tidak mampu
mendewasakan eritrosit secara efektif mungkin karena adanya presipitasi didalam
eritrosit.
Defek gen-gen yang bersangkutan dalam produksi rantai globin berbeda-beda dan
kombinasi defek juga mungkin. Maka dari itu ada variasi yang luas penyakit heterogen
ini dan penggolongannya tidak semudah konsep homozigot atau heterozigot.
(Soeparman: 1999)

4. MANIFESTASI KLINIS
Kelainan genotip Talasemia memberikan fenotip yang khusus, bervariasi, dan
tidak jarang tidak sesuai dengan yang diperkirakan (Atmakusuma, 2009).Semua
Talasemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya bervariasi, tergantung jenis rantai
asam amino yang hilang dan jumlah kehilangannya (mayor atau minor). Sebagian besar
penderita mengalami anemia yang ringan, khususnya anemia hemolitik (Tamam, 2009)
Talasemia- dibagi tiga sindrom klinik ditambah satu sindrom yang baru
ditentukan, yakni (1) Talasemia- minor/heterozigot: anemia hemolitik mikrositik
hipokrom. (2) Talasemia- mayor/homozigot: anemia berat yang bergantung pada
transfusi darah. (3) Talasemia- intermedia: gejala di antara Talasemia mayor dan
minor. Terakhir merupakan pembawa sifat tersembunyi Talasemia- (silent carrier)
(Atmakusuma, 2009).
Empat sindrom klinik Talasemia- terjadi pada Talasemia-, bergantung pada
nomor gen dan pasangan cis atau trans dan jumlah rantai- yang diproduksi. Keempat
sindrom tersebut adalah pembawa sifat tersembunyi Talasemia- (silent carrier),
Talasemia- trait (Talasemia- minor), HbH diseases dan Talasemia- homozigot
(hydrops fetalis) (Atmakusuma, 2009).
Pada bentuk yang lebih berat, khususnya pada Talasemia- mayor, penderita
dapat mengalami anemia karena kegagalan pembentukan sel darah, pembesaran limpa
dan hati akibat anemia yang lama dan berat, perut membuncit karena pembesaran kedua
organ tersebut, sakit kuning (jaundice), luka terbuka di kulit (ulkus/borok), batu empedu,
pucat, lesu, sesak napas karena jantung bekerja terlalu berat, yang akan mengakibatkan
gagal jantung dan pembengkakan tungkai bawah. Sumsum tulang yang terlalu aktif
dalam usahanya membentuk darah yang cukup, bisa menyebabkan penebalan dan
pembesaran tulang, terutama tulang kepala dan wajah. Tulang-tulang panjang menjadi
lemah dan mudah patah. Anak-anak yang menderita talasemia akan tumbuh lebih lambat
dan mencapai masa pubertas lebih lambat dibandingkan anak lainnya yang normal.
Karena penyerapan zat besi meningkat dan seringnya menjalani transfusi, maka
kelebihanzat besi bisa terkumpul dan mengendap dalam otot jantung, yang pada akhirnya
bisa menyebabkan gagal jantung (Tamam, 2009).
Bayi baru lahir dengan talasemia beta mayor tidak anemis. Gejala awalnya tidak
jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan dan pada kasus yang
berat terjadi dalam beberapa minggu setelah lahir. Anak tidak nafsu makan, diare,
kehilangan lemak tubuh dan dapat disertai demam berulang akibat infeksi. Anemia berat
dan lama biasanya menyebabkan pembesaran jantung. Terdapat hepatosplenomegali,
ikterus ringan mungkin ada. Terjadi perubahan pada tulang yang menetap, yaitu
terjadinya bentuk muka mongoloid akibat system eritropoesis yang hiperaktif. Adanya
penipisan tulang panjang, tangan dan kaki dapat menimbulkan fraktur patologis. Kadang-
kadang ditemukan epistaksis, pigmentasi kulit, koreng pada tungkai, dan batu empedu.


4.1 Tanda dan gejala lain dari thalasemia yaitu :
1. Thalasemia Mayor:
a. Pucat
b. Lemah
c. Anoreksia
d. Sesak napas
e. Peka rangsang
f. Tebalnya tulang kranial
g. Pembesaran hati dan limpa / hepatosplenomegali
h. Menipisnya tulang kartilago, nyeri tulang
i. Disritmia
j. Epistaksis
k. Sel darah merah mikrositik dan hipokromik
l. Kadar Hb kurang dari 5gram/100 ml
m. Kadar besi serum tinggi
n. Ikterik
o. Peningkatan pertumbuhan fasial mandibular; mata sipit, dasar hidung
lebar dan datar.
2. Thalasemia Minor
a. Pucat
b. Hitung sel darah merah normal
c. Kadar konsentrasi hemoglobin menurun 2 sampai 3 gram/ 100ml di
bawah kadar normal Sel darah merah mikrositik dan hipokromik sedang

5. KOMPLIKASI
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Tranfusi darah
yang berulang ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah sangat
tinggi, sehingga di timbun dalam berbagai jarigan tubuh seperti hepar, limpa, kulit,
jantung dan lain lain. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi alat tersebut
(hemokromatosis). Limpa yang besar mudah ruptur akibat trauma ringan. Kadang kadang
thalasemia disertai tanda hiperspleenisme seperti leukopenia dan trompositopenia.
Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung (Hassan dan Alatas, 2002)
Hepatitis pasca transfusi biasa dijumpai, apalagi bila darah transfusi telah
diperiksa terlebih dahulu terhadap HBsAg. Hemosiderosis mengakibatkan sirosis hepatis,
diabetes melitus dan jantung. Pigmentasi kulit meningkat apabila ada hemosiderosis,
karena peningkatan deposisi melanin (Herdata, 2008).
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosis untuk Thalassemia terdapat dua yaitu secara screening
test dan definitive test.
1. Screening test
Di daerah endemik, anemia hipokrom mikrositik perlu diragui sebagai gangguan
Thalassemia (Wiwanitkit, 2007).
a. Interpretasi apusan darah
Dengan apusan darah anemia mikrositik sering dapat dideteksi pada
kebanyakkan Thalassemia kecuali Thalassemia silent carrier. Pemeriksaan
apusan darah rutin dapat membawa kepada diagnosis Thalassemia tetapi kurang
berguna untuk skrining.
b. Pemeriksaan osmotic fragility (OF)
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan fragiliti eritrosit. Secara
dasarnya resistan eritrosit untuk lisis bila konsentrasi natrium klorida
dikurangkan dikira. Studi yang dilakukan menemui probabilitas formasi pori-
pori pada membran yang regang bervariasi mengikut order ini: Thalassemia <
kontrol < spherositosis (Wiwanitkit, 2007). Studi OF berkaitan kegunaan sebagai
alat diagnostik telah dilakukan dan berdasarkan satu penelitian di Thailand,
sensitivitinya adalah 91.47%, spesifikasi 81.60, false positive rate 18.40%
dan false negative rate 8.53% (Wiwanitkit, 2007).
c. Indeks eritrosit
Dengan bantuan alat indeks sel darah merah dapat dicari tetapi hanya
dapat mendeteksi mikrositik dan hipokrom serta kurang memberi nilai
diagnostik. Maka metode matematika dibangunkan (Wiwanitkit, 2007).
d. Model matematika
Membedakan anemia defisiensi besi dari Thalassemia berdasarkan
parameter jumlah eritrosit digunakan. Beberapa rumus telah dipropose seperti
0.01 x MCH x (MCV), RDW x MCH x (MCV) /Hb x 100, MCV/RBC dan
MCH/RBC tetapi kebanyakkannya digunakan untuk membedakan anemia
defisiensi besi dengan Thalassemia (Wiwanitkit, 2007).
Sekiranya Indeks Mentzer = MCV/RBC digunakan, nilai yang diperoleh
sekiranya >13 cenderung ke arah defisiensi besi sedangkan <13 mengarah ke
Thalassemia trait. Pada penderita Thalassemia trait kadar MCV rendah, eritrosit
meningkat dan anemia tidak ada ataupun ringan. Pada anemia defisiensi besi
pula MCV rendah, eritrosit normal ke rendah dan anemia adalah gejala lanjut
(Yazdani, 2011).
2. Definitive tes
a. Elektroforesis hemoglobin
Pemeriksaan ini dapat menentukan pelbagai jenis tipe hemoglobin di
dalam darah. Pada dewasa konstitusi normal hemoglobin adalah Hb A1 95-98%,
Hb A2 2-3%, Hb F 0.8-2% (anak di bawah 6 bulan kadar ini tinggi sedangkan
neonatus bisa mencapai 80%). Nilai abnormal bisa digunakan untuk diagnosis
Thalassemia seperti pada Thalassemia minor Hb A2 4-5.8% atau Hb F 2-5%,
Thalassemia Hb H: Hb A2 <2% dan Thalassemia mayor Hb F 10-90%. Pada
negara tropikal membangun, elektroporesis bisa juga mendeteksi Hb C, Hb S
dan Hb J (Wiwanitkit, 2007).
b. Kromatografi hemoglobin
Pada elektroforesis hemoglobin, HB A2 tidak terpisah baik dengan Hb C.
Pemeriksaan menggunakan high performance liquid chromatography (HPLC)
pula membolehkan penghitungan aktual Hb A2 meskipun terdapat kehadiran Hb
C atau Hb E. Metode ini berguna untuk diagnosa Thalassemia karena ia bisa
mengidentifikasi hemoglobin dan variannya serta menghitung konsentrasi
dengan tepat terutama Hb F dan Hb A2 (Wiwanitkit, 2007).
c. Molecular diagnosis
Pemeriksaan ini adalah gold standard dalam mendiagnosis
Thalassemia. Molecular diagnosis bukan saja dapat menentukan tipe
Thalassemia malah dapat juga menentukan mutasi yang berlaku (Wiwanitkit,
2007).
7. Penatalaksanaan Medis
Menurut (Suriadi, 2001) Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain :
a. Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 9-10g/dl. Komplikasi dari pemberian
transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya penumpukan zat
besi yang disebut hemosiderosis. Hemosiderosis ini dapat dicegah dengan
pemberian deferoxamine (Desferal), yang berfungsi untuk mengeluarkan besi
dari dalam tubuh (iron chelating agent). Deferoxamine diberikan secar
intravena, namun untuk mencegah hospitalisasi yang lama dapat juga diberikan
secara subkutan dalam waktu lebih dari 12 jam.
b. Splenectomy : dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen dan
meningkatkan rentang hidup sel darah merah yang berasal dari suplemen
(transfusi).


c. Medikamentosa
- Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah kadar
feritin serum sudah mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin lebih 50%,
atau sekitar 10-20 kali transfusi darah. Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg
berat badan/hari subkutan melalui pompa infus dalam waktu 8-12 jam
dengan minimal selama 5 hari berturut setiap selesai transfusi darah.
- Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk
meningkatkan efek kelasi besi.
- Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
- Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang
umur sel darah merah
d. Bedah
Splenektomi, dengan indikasi:
- limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan
peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya rupture
- hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau
kebutuhan suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat badan dalam
satu tahun
- Transplantasi sumsum tulang telah memberi harapan baru bagi penderita
thalasemia dengan lebih dari seribu penderita thalasemia mayor berhasil
tersembuhkan dengan tanpa ditemukannya akumulasi besi dan
hepatosplenomegali. Keberhasilannya lebih berarti pada anak usia dibawah
15 tahun. Seluruh anak anak yang memiliki HLA-spesifik dan cocok dengan
saudara kandungnya di anjurkan untuk melakukan transplantasi ini.
e. Suportif
Tranfusi Darah
Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Dengan kedaan ini
akan memberikan supresi sumsum tulang yang adekuat, menurunkan tingkat
akumulasi besi, dan dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan
penderita. Pemberian darah dalam bentuk PRC (packed red cell), 3 ml/kg BB
untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl.




8. Pathway










Kelainan Genetik:
- Gangguan rantai polipeptida
- Kesalahan letak asam amino polipeptida
Rantai beta dalam molekul HB
G3 Eritrosit Mbw O2
Kompensator naik pada rantai alfa
Beta produski terus menerus
Hb defectife Eritrosit tidak stabil




















9. Asuhan Keperawatan
1. Asal keturunan/kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah
(mediterania). Seperti turki, yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia sendiri,
thalassemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan penyakit
darah yang paling banyak diderita.
2. Umur
Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah
terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalasemia
minor yang gejalanya lebih ringan, biasanya anak baru datang berobat pada
umur sekitar 4 6 tahun.
Ketidakseimbangan polipeptida Hemolisis
Suplay O2 berkurang
Anoreksia
Ketidak seimbangan suplay O2
Intoleransi
aktifitas
kelemahan
Pembentukan eritrosit oleh
sumsum tulang dan disuplay
dari transfusi
Perubahan Nutrisi kurang
dari kebutuhan
Anemia berat
Hati Jantung
Endokrin
Hemosiderosis
Limpa Kulit
menjadi
kelabu
Pertumbuhan
dan
perkembangan
terganggu
Hepatomegali
Gagal jantung
Splenomegali
Cemas
Perubahan perfusi jaringan
3. Riwayat kesehatan anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas infeksi
lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi
sebagai alat transport.
4. Pertumbuhan dan perkembangan
Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan
terhadap tumbuh kembang sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh
hipoksia jaringan yang bersifat kronik. Hal ini terjadi terutama untuk
thalassemia mayor. Pertumbuhan fisik anak adalah kecil untuk umurnya dan
ada keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan
rambut pubis dan ketiak. Kecerdasan anak juga dapat mengalami penurunan.
Namun pada jenis thalasemia minor sering terlihat pertumbuhan dan
perkembangan anak normal.
5. Pola makan
Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga
berat badan anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya.
6. Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur /
istirahat, karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah
7. Riwayat kesehatan keluarga
Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang
tua yang menderita thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita
thalassemia, maka anaknya berisiko menderita thalassemia mayor. Oleh
karena itu, konseling pranikah sebenarnya perlu dilakukan karena berfungsi
untuk mengetahui adanya penyakit yang mungkin disebabkan karena
keturunan.
8. Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core ANC)
Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya
faktor risiko thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat.
Apabila diduga faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan mengenai risiko
yang mungkin dialami oleh anaknya nanti setelah lahir. Untuk memestikan
diagnosis, maka ibu segera dirujuk ke dokter.


9. Data keadaan fisik anak thalassemia yang sering didapatkan diantaranya
adalah:
a. Keadaan umum
Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak selincah
aanak seusianya yang normal.
b. Kepala dan bentuk muka
Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu
kepala membesar dan bentuk mukanya adalah mongoloid, yaitu hidung pesek
tanpa pangkal hidung, jarak kedua mata lebar, dan tulang dahi terlihat lebar.
c. Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan
d. Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman
e. Dada
Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat adanya
pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia kronik.
f. Perut
Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran limpa dan hati (
hepatosplemagali).
g. Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB nya kurang dari
normal. Ukuran fisik anak terlihat lebih kecil bila dibandingkan dengan anak-
anak lain seusianya.
h. Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas
Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya pertumbuhan
rambut pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin anak tidak dapat
mencapai tahap adolesense karena adanya anemia kronik.
i. Kulit
Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering mendapat transfusi
darah, maka warna kulit menjadi kelabu seperti besi akibat adanya penimbunan
zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).









10. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya komponen
seluler yang menghantarkan oksigen/nutrisi
2. Intoleransi aktifitas b.d tidak seimbangnya kebutuhan dan suplai oksigen
3. PK: Perdarahan
4. Ketidakseimbangan nitrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia
5. Kelelahan b.d malnutrisi, kondisi sakit
6. Nyeri b.d penyakit kronis
7. Kecemasan (orang tua) b.d kurang pengetahuan
11. Rencana Keperawatan

No DIAGNOSA RENCANA KEPERAWATAN
TUJUAN INTERVENSI
1. Ketidakefektifan
perfusi jaringan b.d
berkurangnya
komponen seluler
NOC
Perfusi Jaringan : Perifer
Status sirkulasi
NIC
1. Monitor Tanda Vital
Definisi: Mengumpulkan dan
yang menghantarkan
oksigen/nutrisi

Kriteria Hasil:
Klien menunjukkan perfusi
jaringan yang adekuat yang
ditunjukkan dengan
terabanya nadi perifer, kulit
kering dan hangat, keluaran
urin adekuat, dan tidak ada
distres pernafasan.

menganalisis sistem kardiovaskuler,
pernafasan dan suhu untuk
menentukan dan mencegah
komplikasi
Aktifitas:
1. Monitor tekanan darah ,
nadi, suhu dan RR tiap 6 jam
atau sesuai indikasi
2. Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
3. Monitor pola pernapasan
abnormal
4. Monitor suhu, warna dan
kelembaban kulit
5. Monitor sianosis perifer

2. Monitor status neurologi
Definisi: Mengumpulkan dan
menganalisis data pasien untuk
meminimalkan dan mencegah
komplikasi neurologi
Aktifitas:
1. Monitor ukuran, bentuk,
simetrifitas, dan reaktifitas
pupil
2. Monitor tingkat kesadaran
klien
3. Monitor tingkat orientasi
4. Monitor GCS
5. Monitor respon pasien
terhadap pengobatan
6. Informasikan pada dokter
tentang perubahan kondisi
pasien
3. Manajemen cairan
Definisi: Mempertahankan
keseimbangan cairan dan mencegah
komplikasi akibat kadar cairan yang
abnormal.
Aktifitas:
1. Mencatat intake dan output
cairan
2. Kaji adanya tanda-tanda
dehidrasi (turgor kulit jelek,
mata cekung, dll)
3. Monitor status nutrisi
4. Persiapkan pemberian
transfusi ( seperti mengecek
darah dengan identitas
pasien, menyiapkan
terpasangnya alat transfusi)
5. Awasi pemberian komponen
darah/transfusi
6. Awasi respon klien selama
pemberian komponen darah
7. Monitor hasil laboratorium
(kadar Hb, Besi serum,
angka trombosit)
2. Intoleransi aktifitas
b.d tidak
seimbangnya
kebutuhan dan suplai
oksigen
NOC
Konservasi Energi
Perawatan Diri: ADL
Kriteria Hasil:
Klien dapat melakukan
aktifitas yang dianjurkan
dengan tetap
mempertahankan tekanan
darah, nadi, dan frekuensi
pernafasan dalam rentang
normal
NIC
1. Manajemen energi
Definisi: Mengatur penggunaan
energi untuk mencegah kelelahan
dan mengoptimalkan fungsi
Aktifitas:
1. Tentukan keterbatasan
aktifitas fisik pasien
2. Kaji persepsi pasien tentang
penyebab kelelahan yang
dialaminya
3. Dorong pengungkapan
peraaan klien tentang adanya
kelemahan fisik
4. Monitor intake nutrisi untuk
meyakinkan sumber energi
yang cukup
5. Konsultasi dengan ahli gizi
tentang cara peningkatan
energi melalui makanan
6. Monitor respon
kardiopulmonari terhadap
aktifitas (seperti takikardi,
dispnea, disritmia,
diaporesis, frekuensi
pernafasan, warna kulit,
tekanan darah)
7. Monitor pola dan kuantitas
tidur
8. Bantu pasien menjadwalkan
istirahat dan aktifitas
9. Monitor respon oksigenasi
pasien selama aktifitas
10. Ajari pasien untuk
mengenali tanda dan gejala
kelelahan sehingga dapat
mengurangi aktifitasnya.
2. Terapi Oksigen
Definisi: Mengelola pemberian
oksigen dan memonitor
keefektifannya
Aktifitas:
1. Bersihkan mulut, hidung,
trakea bila ada secret
2. Pertahankan kepatenan jalan
nafas
3. Atur alat oksigenasi
termasuk humidifier
4. Monitor aliran oksigen
sesuai program
5. Secara periodik, monitor ketepatan
pemasangan alat
3. Ketidakseimbangan
nitrisi kurang dari
kebutuhan tubuh b.d
NOC
Status Nutrisi
NIC
1. Manajemen Nutrisi
Definisi: Membantu dan atau
anoreksia


Status Nutrisi: Energi
Kontrol Berat Badan
Kriteria Hasil : Klien
menunjukkan
Pencapaian berat badan
normal yang diharapkan
Berat badan sesuai
dengan umur dan tinggi
badan
Bebas dari tanda
malnutrisi
menyediakan asupan makanan dan
cairan yang seimbang
Aktifitas:
1. Tanyakan pada pasien tentang
alergi terhadap makanan
2. Tanyakan makanan kesukaan
pasien
3. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang jumlah kalori dan tipe
nutrisi yang dibutuhkan (TKTP)
4. Anjurkan masukan kalori yang
tepat yang sesuai dengan kebutuhan
energi
5. Sajikan diit dalam keadaan hangat

2. Monitor Nutrisi

Definisi : Mengumpulkan dan
menganalisis data pasien untuk
mencegah atau meminimalkan
malnutrisi
Aktifitas:
1. Monitor adanya penurunan
BB
2. Ciptakan lingkungan
nyaman selama klien makan.
3. Jadwalkan pengobatan dan
tindakan, tidak selama jam
makan.
4. Monitor kulit (kering) dan
perubahan pigmentasi
5. Monitor turgor kulit
6. Monitor mual dan muntah
7. Monitor kadar albumin, total
protein, Hb, kadar
hematokrit
8. Monitor kadar limfosit dan
elektrolit
9. Monitor pertumbuhan dan
perkembangan.

4. Kelelahan
b.d malnutrisi,
kondisi sakit


NOC
Konservasi Energi
Kriteria Hasil: Klien
menunjukkan
Istirahat dan aktivitas
seimbang
Mengetahui
keterbatasanan energinya
Mengubah gaya hidup
sesuai tingkat energi
Memelihara nutrisi yang
NIC
1. Manajemen energi
Definisi: Mengatur penggunaan
energi untuk mencegah kelelahan
dan mengoptimalkan fungsi
Aktifitas:
1. Tentukan keterbatasan
aktifitas fisik klien
2. Kaji persepsi pasien tentang
penyebab kelelahan
3. Dorong
pengungkapan perasaan
adekuat
Energi yang cukup untuk
beraktifitas

tentang kelemahan fisik
4. Monitor intake nutrisi untuk
meyakinkan sumber energi
yang cukup
5. Konsultasi dengan ahli gizi
tentang cara peningkatan
energi melalui makanan
6. Monitor respon
kardiopumonari terhadap
aktifitas (seperti takikardi,
dispnea, disritmia,
diaporesis, frekuensi
pernafasan, wwarna kulit,
tekanan darah)
7. Monitor pola dan kuantitas
tidur
8. Bantu klien menjadwalkan
istirahat dan aktifitas



2. Terapi Oksigen
Definisi: Mengelola pemberian
oksigen dan memonitor
keefektifannya
Aktifitas:
1. Bersihkan mulut, hidung,
trakea bila ada secret
2. Pertahankan kepatenan jalan
nafas
3. Atur alat oksigenasi
termasuk humidifier
4. Monitor aliran oksigen
sesuai program
5. Secara periodik, monitor
ketepatan pemasangan alat
3. Manajemen cairan
Definisi: Mempertahankan
keseimbangan cairan dan mencegah
komplikasi akibat kadar cairan yang
abnormal.
Aktifitas:
1. Persiapkan pemberian
transfusi (seperti mengecek
darah dengan identitas
pasien, menyiapkan
terpasangnya alat transfusi)
2. Awasi pemberian
komponen darah/transfusi
3. Awasi respon klien selama
pemberian komponen darah
4. Monitor hasil laboratorium
(kadar Hb, Besi serum)


5. PK: Perdarahan

Mencegah/
meminimalkan terjadinya
perdarahan
Aktifitas
1. Monitor tanda-tanda perdarahan dan
perubahan tanda vital
2. Monitor hasil laboratoium, seperti
Hb, angka trombosit, hematokrit,
angka eritrosit, dll
3. Gunakan alat-alat yang aman untuk
mencegah perdarahan (sikat gigi
yang lembut, dll)
6. Nyeri b.d penyakit
kronis
NOC
Mengontrol Nyeri
Menunjukkan tingkat
nyeri
Kriteria Hasil: Klien
dapat
Mengenali faktor
penyebab
Mengenali lamanya
(onset ) sakit
Menggunakan cara non
analgetik untuk mengurangi
nyeri
Menggunakan analgetik
sesuai kebutuhan
NIC
Manajemen nyeri
Definisi : mengurangi nyeri dan
menurunkan tingkat nyeri yang
dirasakan pasien.
Aktfitas:
1. Lakukan pengkajian nyeri
secara komprehensif
termasuk tingkat nyeri (
dengan face scale), lokasi,
karakteristik, durasi,
frekuensi, dan faktor
presipitasi
2. Observasi reaksi nonverbal
dari ketidaknyamanan
pasien (misalnya menangis,
meringis, memegangi bagian
tubuh yang nyeri, dll)
3. Gunakan teknik komunikasi
terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
4. Jelaskan pada pasien tentang
nyeri yang dialaminya,
seperti penyebab nyeri,
berapa lama nyeri mungkin
akan dirasakan, metode
sederhana untuk
mengalihkan rasa nyeri, dll.
5. Evaluasi bersama pasien dan
tim kesehatan lain tentang
pengalaman nyeri dan
ketidakefektifan kontrol
nyeri pada masa lampau
6. Atur lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti
suhu ruangan, pencahayaan
dan kebisingan
7. Kurangi faktor pencetus
nyeri pada pasien

2. Pemberian analgetik
Definisi: Penggunaan agen
farmakologi untuk menghentikan
atau mengurangi nyeri.
Aktifitas:
1. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat.
2. Cek instruksi dokter tentang
jenis obat, dosis, dan
frekuensi
3. Cek riwayat alergi pada
pasien
4. Kolaborasi pemilihan
analgesik tergantung tipe dan
beratnya nyeri, rute
pemberian, dan dosis optimal
5. Monitor tanda vital sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik
6. Kolaborasi pemberian
analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat
7. Monitor respon klien
terhadap penggunaan
analgetik








DAFTAR PUSTAKA
McCloskey, J.C., 1996. Nursing Intervention Classification (NIC). 2
nd
Edition. Mosby Year
Book: USA
North American Nursing Diagnosis Association., 2001. Nursing Diagnoses : Definition &
Classification 2001-2002. Philadelphia.
Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, EGC,
Jakarta
Joane C. Mc. Closkey, Gloria M. Bulechek, 1996, Nursing Interventions Classification
(NIC), Mosby Year-Book, St. Louis
Marion Johnson, dkk, 2000, Nursing Outcome Classifications (NOC), Mosby Year-Book, St.
Louis
Marjory Gordon, dkk, 2001, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2001-
2002, NANDA.
Sudoyo, Aru W.dkk. 2009. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V.Jakarta Pusat:Internal
Publishing.
Lee Goldman, and Andrew I. Schafer. 2012. Goldman's Cecil Medicine , Twenty-Fourth
Edition. Clinicalkey
Dorland.1998.Kamus Saku Kedokteran. Jakarta : EGC.
At All.Pedoman Diagnosis dan Terapi LAB/UPF I lmu Kesehatan
Anak.1994.Surabaya:RSUD Dr. Soetomo.

You might also like