PPROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2014
THALASEMIA 1. DEFINISI Talasemia merupakan sindrom kelainan yag diwariskan dan masuk dalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkan gangguan sintesis Hb akibat mutasi didalam ataudekat gen globin.(Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V.Aru W. Sudoyo.dkk.2009) kelompok heterogen anemia hemolitik bawaan yang ditandai oleh kekurangan atau tidak ada produksi salah satu rantai globin dari hemoglobin.( Lee Goldman, and Andrew I. Schafer, 2012). Talasemia kelompok heterogen anemia hemolitik herediter yang ditandai oleh penurunan kecepatan sintesis satu rantai polipeptida hemoglobin atau lebih diklasifikasikan menurut rantai yang terkena (alfa, beta, gamma) ; dua kategori mayor adalah alfa-dan beta-thalasemia, alfa-t, thalasemia yang disebabkan oleh penurunan kecepatan sintesis rantai alfa hemoglobin.(Kamus Dorlan,2000 ) 2. MACAM-MACAM THALASEMIA a) Thalasemia digolongkan berdasarkan rantai asam amino yang terkena 2 jenis yang utama adalah : Alfa Thalasemia (melibatkan rantai alfa) Alfa Thalasemia paling sering ditemukan pada orang kulit hitam (25%minimal membawa 1 gen). Beta Thalasemia (melibatkan rantai beta) Beta Thalasemia pada orang di daerah Mediterania dan Asia Tenggara. b) Secara umum, terdapat 2 (dua) jenis thalasemia yaitu : i. Thalasemia Mayor (bentuk homozigot), karena sifat sifat gen dominan. Thalasemia mayor merupakan penyakit yang ditandai dengan kurangnya kadar hemoglobin dalam darah (memberikan gejala klinis yang jelas). Akibatnya, penderita kekurangan darah merah yang bisa menyebabkan anemia. Dampak lebih lanjut, sel-sel darah merahnya jadi cepat rusak dan umurnya pun sangat pendek, hingga yang bersangkutan memerlukan transfusi darah untuk memperpanjang hidupnya. Penderita thalasemia mayor akan tampak normal saat lahir, namun di usia 3-18 bulan akan mulai terlihat adanya gejala anemia. Selain itu, juga bisa muncul gejala lain seperti jantung berdetak lebih kencang dan facies cooley. Faies cooley adalah ciri khas thalasemia mayor, yakni batang hidung masuk ke dalam dan tulang pipi menonjol akibat sumsum tulang yang bekerja terlalu keras untuk mengatasi kekurangan hemoglobin. Penderita thalasemia mayor akan tampak memerlukan perhatian lebih khusus. Pada umumnya, penderita thalasemia mayor harus menjalani transfusi darah dan pengobatan seumur hidup. Tanpa perawatan yang baik, hidup penderita thalasemia mayor hanya dapat bertahan sekitar 1-8 bulan. Seberapa sering transfusi darah ini harus dilakukan lagi-lagi tergantung dari berat ringannya penyakit. Yang pasti, semakin berat penyakitnya, kian sering pula si penderita harus menjalani transfusi darah. ii. Thalasemia Minor (biasanya tidak memberikan gejala klinis), si individu hanya membawa gen penyakit thalasemia, namun individu hidup normal, tanda-tanda penyakit thalasemia tidak muncul. Walau thalasemia minor tak bermasalah, namun bila ia menikah dengan thalasemia minor juga akan terjadi masalah. Kemungkinan 25% anak mereka menerita thalasemia mayor. Pada garis keturunan pasangan ini akan muncul penyakit thalasemia mayor dengan berbagai ragam keluhan. Seperti anak menjadi anemia, lemas, loyo dan sering mengalami pendarahan. Thalasemia minor sudah ada sejak lahir dan akan tetap ada di sepanjang hidup penderitanya, tapi tidak memerlukan transfusi darah di sepanjang hidupnya. (Ilmu Kesehatan Anak, FKUI.2007) 3. ETIOLOGI A. Gangguan genetik Orangtua memiliki sifat carier (heterozygote) penyakit thalasemia sehingga klien memiliki gen resesif homozygote. B. Kelainan Struktur Hemoglobin 1. Kelainan struktur globin di dalam fraksi hemoglobin. Sebagai contoh, Hb A (adult, yang normal), berbeda dengan Hb S (Hb dengan gangguan thalasemia) dimana, valin di Hb A digantikan oleh asam glutamate di Hb S. 2. Menurut kelainan pada rantai Hb juga, thalasemia dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu : thalasemia alfa (penurunan sintesis rantai alfa) dan beta (penurunan sintesis rantai beta). C. Produksi satu atau lebih dari satu jenis rantai polipeptida terganggu Defesiensi produksi satu atau lebih dari satu jenis rantai a dan b. D. Terjadi kerusakan sel darah merah (eritrosit) sehingga umur eritrosit pendek (kurang dari 120 hari) Struktur morfologi sel sabit (thalasemia) jauh lebih rentan untuk rapuh bila dibandingkan sel darah merah biasa. Hal ini dikarenakan berulangnya pembentukan sel sabit yang kemudian kembali ke bentuk normal sehingga menyebabkan sel menjadi rapuh dan lisis. E. Deoksigenasi (penurunan tekanan O2) Eritrosit yang mengandung Hb S melewati sirkulasi lebih lambat apabila dibandingkan dengan eritrosit normal. Hal ini menyebabkan deoksigenasi (penurunan tekanan O2) lebih lambat yang akhirnya menyebabkan peningkatan produksi sel sabit. 3. PATOFISIOLOGI Berkurangnya sitensis Hb dan eritropoesis yang telah efektif disertai penghancuran sel-sel eritrosit intramedular. Juga bisa disebabkan karena defisiensi asam folat, bertambahnya volume plasma intravaskuler yang mengakibatkan hemodilusi dan distruksi eritrosit oleh sistem retikuloendotelial dalam limpa hati. Penelitian biomolekuler menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai alfa/beta hemoglobin berkurang. Terjadinya hemosidrosis merupakan hasil kombinasi antara transfusi berulang peningkatan absorbsi besi dalam usus karena eritropoesis yang tidak efektif, anemiakronis, serta proses hemolisis. (Mansjoer:2000:497) Akibat penurunan pembentukan hemoglobin sel darah merah menjadi mikrosistik dan hipokronik. Pada keadaan normal disintesis hemoglobin A yang terdiri dari 2 rantai alfa dan 2 rantai beta. Kadarnya mencapai lebih kurang 95% dari seluruh hemoglobin. Sisanya terdiri dari hemoglobin A2 yang mempunyai 2 rantai alfa dan 2 rantai beta sedangkan kadarnya tidak lebih dari 2% pada keadaan normal. Hemoglobin F setelah lahirnya feotus senantiasa menurun dan pada usia 6 bulan mencapai kadar seperti orang dewasa yaitu tidak lebih dari 4%. Pada keadaan normal, hemoglobin F terdiri dari 2 rantai alfa dan 2 rantai gama. Pada Thalasemia satu atau lebih dari satu rantai globin kurang diproduksi sehingga terdapat pembentukan hemoglobin normal orang dewasa (Hb A). Kelebihan rantai globin yang tidak terpakai akan mengendap pada dinding eritrosit. Keadaan ini menyebabkan eritropoesis tidak efektif dan eritrosit memberikan gambaran anemia hipokronik mikrosfer. Pada Thalasemia beta produksi rantai beta terganggu, mengakibatkan kadar Hb menurun sedangkan Hb A2 atau Hb F tidak terganggu karena tidak mengandung rantai beta dan berproduksi lebih banyak dari keadaan normal, mungkin sebagai kompensasi. Eritropoesis sangat giat, baik didalam sumsum tulang maupun ekstramedular hati dan limpa. Destruksi eritrosit dan prekursornya dalam sumsum tulang adalah luas (eritropoesis tidak efektif) dan masa hidup eritrosit mendadak serta didapat pula tanda- tanda anemia hemolitik ringan. Walaupun eritropoesis sangat giat. Hal ini tidak mampu mendewasakan eritrosit secara efektif mungkin karena adanya presipitasi didalam eritrosit. Defek gen-gen yang bersangkutan dalam produksi rantai globin berbeda-beda dan kombinasi defek juga mungkin. Maka dari itu ada variasi yang luas penyakit heterogen ini dan penggolongannya tidak semudah konsep homozigot atau heterozigot. (Soeparman: 1999)
4. MANIFESTASI KLINIS Kelainan genotip Talasemia memberikan fenotip yang khusus, bervariasi, dan tidak jarang tidak sesuai dengan yang diperkirakan (Atmakusuma, 2009).Semua Talasemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya bervariasi, tergantung jenis rantai asam amino yang hilang dan jumlah kehilangannya (mayor atau minor). Sebagian besar penderita mengalami anemia yang ringan, khususnya anemia hemolitik (Tamam, 2009) Talasemia- dibagi tiga sindrom klinik ditambah satu sindrom yang baru ditentukan, yakni (1) Talasemia- minor/heterozigot: anemia hemolitik mikrositik hipokrom. (2) Talasemia- mayor/homozigot: anemia berat yang bergantung pada transfusi darah. (3) Talasemia- intermedia: gejala di antara Talasemia mayor dan minor. Terakhir merupakan pembawa sifat tersembunyi Talasemia- (silent carrier) (Atmakusuma, 2009). Empat sindrom klinik Talasemia- terjadi pada Talasemia-, bergantung pada nomor gen dan pasangan cis atau trans dan jumlah rantai- yang diproduksi. Keempat sindrom tersebut adalah pembawa sifat tersembunyi Talasemia- (silent carrier), Talasemia- trait (Talasemia- minor), HbH diseases dan Talasemia- homozigot (hydrops fetalis) (Atmakusuma, 2009). Pada bentuk yang lebih berat, khususnya pada Talasemia- mayor, penderita dapat mengalami anemia karena kegagalan pembentukan sel darah, pembesaran limpa dan hati akibat anemia yang lama dan berat, perut membuncit karena pembesaran kedua organ tersebut, sakit kuning (jaundice), luka terbuka di kulit (ulkus/borok), batu empedu, pucat, lesu, sesak napas karena jantung bekerja terlalu berat, yang akan mengakibatkan gagal jantung dan pembengkakan tungkai bawah. Sumsum tulang yang terlalu aktif dalam usahanya membentuk darah yang cukup, bisa menyebabkan penebalan dan pembesaran tulang, terutama tulang kepala dan wajah. Tulang-tulang panjang menjadi lemah dan mudah patah. Anak-anak yang menderita talasemia akan tumbuh lebih lambat dan mencapai masa pubertas lebih lambat dibandingkan anak lainnya yang normal. Karena penyerapan zat besi meningkat dan seringnya menjalani transfusi, maka kelebihanzat besi bisa terkumpul dan mengendap dalam otot jantung, yang pada akhirnya bisa menyebabkan gagal jantung (Tamam, 2009). Bayi baru lahir dengan talasemia beta mayor tidak anemis. Gejala awalnya tidak jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan dan pada kasus yang berat terjadi dalam beberapa minggu setelah lahir. Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan lemak tubuh dan dapat disertai demam berulang akibat infeksi. Anemia berat dan lama biasanya menyebabkan pembesaran jantung. Terdapat hepatosplenomegali, ikterus ringan mungkin ada. Terjadi perubahan pada tulang yang menetap, yaitu terjadinya bentuk muka mongoloid akibat system eritropoesis yang hiperaktif. Adanya penipisan tulang panjang, tangan dan kaki dapat menimbulkan fraktur patologis. Kadang- kadang ditemukan epistaksis, pigmentasi kulit, koreng pada tungkai, dan batu empedu.
4.1 Tanda dan gejala lain dari thalasemia yaitu : 1. Thalasemia Mayor: a. Pucat b. Lemah c. Anoreksia d. Sesak napas e. Peka rangsang f. Tebalnya tulang kranial g. Pembesaran hati dan limpa / hepatosplenomegali h. Menipisnya tulang kartilago, nyeri tulang i. Disritmia j. Epistaksis k. Sel darah merah mikrositik dan hipokromik l. Kadar Hb kurang dari 5gram/100 ml m. Kadar besi serum tinggi n. Ikterik o. Peningkatan pertumbuhan fasial mandibular; mata sipit, dasar hidung lebar dan datar. 2. Thalasemia Minor a. Pucat b. Hitung sel darah merah normal c. Kadar konsentrasi hemoglobin menurun 2 sampai 3 gram/ 100ml di bawah kadar normal Sel darah merah mikrositik dan hipokromik sedang
5. KOMPLIKASI Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Tranfusi darah yang berulang ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah sangat tinggi, sehingga di timbun dalam berbagai jarigan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan lain lain. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis). Limpa yang besar mudah ruptur akibat trauma ringan. Kadang kadang thalasemia disertai tanda hiperspleenisme seperti leukopenia dan trompositopenia. Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung (Hassan dan Alatas, 2002) Hepatitis pasca transfusi biasa dijumpai, apalagi bila darah transfusi telah diperiksa terlebih dahulu terhadap HBsAg. Hemosiderosis mengakibatkan sirosis hepatis, diabetes melitus dan jantung. Pigmentasi kulit meningkat apabila ada hemosiderosis, karena peningkatan deposisi melanin (Herdata, 2008). 6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Diagnosis untuk Thalassemia terdapat dua yaitu secara screening test dan definitive test. 1. Screening test Di daerah endemik, anemia hipokrom mikrositik perlu diragui sebagai gangguan Thalassemia (Wiwanitkit, 2007). a. Interpretasi apusan darah Dengan apusan darah anemia mikrositik sering dapat dideteksi pada kebanyakkan Thalassemia kecuali Thalassemia silent carrier. Pemeriksaan apusan darah rutin dapat membawa kepada diagnosis Thalassemia tetapi kurang berguna untuk skrining. b. Pemeriksaan osmotic fragility (OF) Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan fragiliti eritrosit. Secara dasarnya resistan eritrosit untuk lisis bila konsentrasi natrium klorida dikurangkan dikira. Studi yang dilakukan menemui probabilitas formasi pori- pori pada membran yang regang bervariasi mengikut order ini: Thalassemia < kontrol < spherositosis (Wiwanitkit, 2007). Studi OF berkaitan kegunaan sebagai alat diagnostik telah dilakukan dan berdasarkan satu penelitian di Thailand, sensitivitinya adalah 91.47%, spesifikasi 81.60, false positive rate 18.40% dan false negative rate 8.53% (Wiwanitkit, 2007). c. Indeks eritrosit Dengan bantuan alat indeks sel darah merah dapat dicari tetapi hanya dapat mendeteksi mikrositik dan hipokrom serta kurang memberi nilai diagnostik. Maka metode matematika dibangunkan (Wiwanitkit, 2007). d. Model matematika Membedakan anemia defisiensi besi dari Thalassemia berdasarkan parameter jumlah eritrosit digunakan. Beberapa rumus telah dipropose seperti 0.01 x MCH x (MCV), RDW x MCH x (MCV) /Hb x 100, MCV/RBC dan MCH/RBC tetapi kebanyakkannya digunakan untuk membedakan anemia defisiensi besi dengan Thalassemia (Wiwanitkit, 2007). Sekiranya Indeks Mentzer = MCV/RBC digunakan, nilai yang diperoleh sekiranya >13 cenderung ke arah defisiensi besi sedangkan <13 mengarah ke Thalassemia trait. Pada penderita Thalassemia trait kadar MCV rendah, eritrosit meningkat dan anemia tidak ada ataupun ringan. Pada anemia defisiensi besi pula MCV rendah, eritrosit normal ke rendah dan anemia adalah gejala lanjut (Yazdani, 2011). 2. Definitive tes a. Elektroforesis hemoglobin Pemeriksaan ini dapat menentukan pelbagai jenis tipe hemoglobin di dalam darah. Pada dewasa konstitusi normal hemoglobin adalah Hb A1 95-98%, Hb A2 2-3%, Hb F 0.8-2% (anak di bawah 6 bulan kadar ini tinggi sedangkan neonatus bisa mencapai 80%). Nilai abnormal bisa digunakan untuk diagnosis Thalassemia seperti pada Thalassemia minor Hb A2 4-5.8% atau Hb F 2-5%, Thalassemia Hb H: Hb A2 <2% dan Thalassemia mayor Hb F 10-90%. Pada negara tropikal membangun, elektroporesis bisa juga mendeteksi Hb C, Hb S dan Hb J (Wiwanitkit, 2007). b. Kromatografi hemoglobin Pada elektroforesis hemoglobin, HB A2 tidak terpisah baik dengan Hb C. Pemeriksaan menggunakan high performance liquid chromatography (HPLC) pula membolehkan penghitungan aktual Hb A2 meskipun terdapat kehadiran Hb C atau Hb E. Metode ini berguna untuk diagnosa Thalassemia karena ia bisa mengidentifikasi hemoglobin dan variannya serta menghitung konsentrasi dengan tepat terutama Hb F dan Hb A2 (Wiwanitkit, 2007). c. Molecular diagnosis Pemeriksaan ini adalah gold standard dalam mendiagnosis Thalassemia. Molecular diagnosis bukan saja dapat menentukan tipe Thalassemia malah dapat juga menentukan mutasi yang berlaku (Wiwanitkit, 2007). 7. Penatalaksanaan Medis Menurut (Suriadi, 2001) Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain : a. Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 9-10g/dl. Komplikasi dari pemberian transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya penumpukan zat besi yang disebut hemosiderosis. Hemosiderosis ini dapat dicegah dengan pemberian deferoxamine (Desferal), yang berfungsi untuk mengeluarkan besi dari dalam tubuh (iron chelating agent). Deferoxamine diberikan secar intravena, namun untuk mencegah hospitalisasi yang lama dapat juga diberikan secara subkutan dalam waktu lebih dari 12 jam. b. Splenectomy : dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen dan meningkatkan rentang hidup sel darah merah yang berasal dari suplemen (transfusi).
c. Medikamentosa - Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah kadar feritin serum sudah mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali transfusi darah. Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari subkutan melalui pompa infus dalam waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5 hari berturut setiap selesai transfusi darah. - Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk meningkatkan efek kelasi besi. - Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat. - Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel darah merah d. Bedah Splenektomi, dengan indikasi: - limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya rupture - hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau kebutuhan suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat badan dalam satu tahun - Transplantasi sumsum tulang telah memberi harapan baru bagi penderita thalasemia dengan lebih dari seribu penderita thalasemia mayor berhasil tersembuhkan dengan tanpa ditemukannya akumulasi besi dan hepatosplenomegali. Keberhasilannya lebih berarti pada anak usia dibawah 15 tahun. Seluruh anak anak yang memiliki HLA-spesifik dan cocok dengan saudara kandungnya di anjurkan untuk melakukan transplantasi ini. e. Suportif Tranfusi Darah Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Dengan kedaan ini akan memberikan supresi sumsum tulang yang adekuat, menurunkan tingkat akumulasi besi, dan dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita. Pemberian darah dalam bentuk PRC (packed red cell), 3 ml/kg BB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl.
8. Pathway
Kelainan Genetik: - Gangguan rantai polipeptida - Kesalahan letak asam amino polipeptida Rantai beta dalam molekul HB G3 Eritrosit Mbw O2 Kompensator naik pada rantai alfa Beta produski terus menerus Hb defectife Eritrosit tidak stabil
9. Asuhan Keperawatan 1. Asal keturunan/kewarganegaraan Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah (mediterania). Seperti turki, yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia sendiri, thalassemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita. 2. Umur Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalasemia minor yang gejalanya lebih ringan, biasanya anak baru datang berobat pada umur sekitar 4 6 tahun. Ketidakseimbangan polipeptida Hemolisis Suplay O2 berkurang Anoreksia Ketidak seimbangan suplay O2 Intoleransi aktifitas kelemahan Pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang dan disuplay dari transfusi Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan Anemia berat Hati Jantung Endokrin Hemosiderosis Limpa Kulit menjadi kelabu Pertumbuhan dan perkembangan terganggu Hepatomegali Gagal jantung Splenomegali Cemas Perubahan perfusi jaringan 3. Riwayat kesehatan anak Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas infeksi lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport. 4. Pertumbuhan dan perkembangan Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbuh kembang sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia jaringan yang bersifat kronik. Hal ini terjadi terutama untuk thalassemia mayor. Pertumbuhan fisik anak adalah kecil untuk umurnya dan ada keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan rambut pubis dan ketiak. Kecerdasan anak juga dapat mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal. 5. Pola makan Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga berat badan anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya. 6. Pola aktivitas Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur / istirahat, karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah 7. Riwayat kesehatan keluarga Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang tua yang menderita thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita thalassemia, maka anaknya berisiko menderita thalassemia mayor. Oleh karena itu, konseling pranikah sebenarnya perlu dilakukan karena berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit yang mungkin disebabkan karena keturunan. 8. Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core ANC) Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor risiko thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat. Apabila diduga faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan mengenai risiko yang mungkin dialami oleh anaknya nanti setelah lahir. Untuk memestikan diagnosis, maka ibu segera dirujuk ke dokter.
9. Data keadaan fisik anak thalassemia yang sering didapatkan diantaranya adalah: a. Keadaan umum Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak selincah aanak seusianya yang normal. b. Kepala dan bentuk muka Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar dan bentuk mukanya adalah mongoloid, yaitu hidung pesek tanpa pangkal hidung, jarak kedua mata lebar, dan tulang dahi terlihat lebar. c. Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan d. Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman e. Dada Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat adanya pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia kronik. f. Perut Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran limpa dan hati ( hepatosplemagali). g. Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB nya kurang dari normal. Ukuran fisik anak terlihat lebih kecil bila dibandingkan dengan anak- anak lain seusianya. h. Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tahap adolesense karena adanya anemia kronik. i. Kulit Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering mendapat transfusi darah, maka warna kulit menjadi kelabu seperti besi akibat adanya penimbunan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).
10. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya komponen seluler yang menghantarkan oksigen/nutrisi 2. Intoleransi aktifitas b.d tidak seimbangnya kebutuhan dan suplai oksigen 3. PK: Perdarahan 4. Ketidakseimbangan nitrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia 5. Kelelahan b.d malnutrisi, kondisi sakit 6. Nyeri b.d penyakit kronis 7. Kecemasan (orang tua) b.d kurang pengetahuan 11. Rencana Keperawatan
No DIAGNOSA RENCANA KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI 1. Ketidakefektifan perfusi jaringan b.d berkurangnya komponen seluler NOC Perfusi Jaringan : Perifer Status sirkulasi NIC 1. Monitor Tanda Vital Definisi: Mengumpulkan dan yang menghantarkan oksigen/nutrisi
Kriteria Hasil: Klien menunjukkan perfusi jaringan yang adekuat yang ditunjukkan dengan terabanya nadi perifer, kulit kering dan hangat, keluaran urin adekuat, dan tidak ada distres pernafasan.
menganalisis sistem kardiovaskuler, pernafasan dan suhu untuk menentukan dan mencegah komplikasi Aktifitas: 1. Monitor tekanan darah , nadi, suhu dan RR tiap 6 jam atau sesuai indikasi 2. Monitor frekuensi dan irama pernapasan 3. Monitor pola pernapasan abnormal 4. Monitor suhu, warna dan kelembaban kulit 5. Monitor sianosis perifer
2. Monitor status neurologi Definisi: Mengumpulkan dan menganalisis data pasien untuk meminimalkan dan mencegah komplikasi neurologi Aktifitas: 1. Monitor ukuran, bentuk, simetrifitas, dan reaktifitas pupil 2. Monitor tingkat kesadaran klien 3. Monitor tingkat orientasi 4. Monitor GCS 5. Monitor respon pasien terhadap pengobatan 6. Informasikan pada dokter tentang perubahan kondisi pasien 3. Manajemen cairan Definisi: Mempertahankan keseimbangan cairan dan mencegah komplikasi akibat kadar cairan yang abnormal. Aktifitas: 1. Mencatat intake dan output cairan 2. Kaji adanya tanda-tanda dehidrasi (turgor kulit jelek, mata cekung, dll) 3. Monitor status nutrisi 4. Persiapkan pemberian transfusi ( seperti mengecek darah dengan identitas pasien, menyiapkan terpasangnya alat transfusi) 5. Awasi pemberian komponen darah/transfusi 6. Awasi respon klien selama pemberian komponen darah 7. Monitor hasil laboratorium (kadar Hb, Besi serum, angka trombosit) 2. Intoleransi aktifitas b.d tidak seimbangnya kebutuhan dan suplai oksigen NOC Konservasi Energi Perawatan Diri: ADL Kriteria Hasil: Klien dapat melakukan aktifitas yang dianjurkan dengan tetap mempertahankan tekanan darah, nadi, dan frekuensi pernafasan dalam rentang normal NIC 1. Manajemen energi Definisi: Mengatur penggunaan energi untuk mencegah kelelahan dan mengoptimalkan fungsi Aktifitas: 1. Tentukan keterbatasan aktifitas fisik pasien 2. Kaji persepsi pasien tentang penyebab kelelahan yang dialaminya 3. Dorong pengungkapan peraaan klien tentang adanya kelemahan fisik 4. Monitor intake nutrisi untuk meyakinkan sumber energi yang cukup 5. Konsultasi dengan ahli gizi tentang cara peningkatan energi melalui makanan 6. Monitor respon kardiopulmonari terhadap aktifitas (seperti takikardi, dispnea, disritmia, diaporesis, frekuensi pernafasan, warna kulit, tekanan darah) 7. Monitor pola dan kuantitas tidur 8. Bantu pasien menjadwalkan istirahat dan aktifitas 9. Monitor respon oksigenasi pasien selama aktifitas 10. Ajari pasien untuk mengenali tanda dan gejala kelelahan sehingga dapat mengurangi aktifitasnya. 2. Terapi Oksigen Definisi: Mengelola pemberian oksigen dan memonitor keefektifannya Aktifitas: 1. Bersihkan mulut, hidung, trakea bila ada secret 2. Pertahankan kepatenan jalan nafas 3. Atur alat oksigenasi termasuk humidifier 4. Monitor aliran oksigen sesuai program 5. Secara periodik, monitor ketepatan pemasangan alat 3. Ketidakseimbangan nitrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d NOC Status Nutrisi NIC 1. Manajemen Nutrisi Definisi: Membantu dan atau anoreksia
Status Nutrisi: Energi Kontrol Berat Badan Kriteria Hasil : Klien menunjukkan Pencapaian berat badan normal yang diharapkan Berat badan sesuai dengan umur dan tinggi badan Bebas dari tanda malnutrisi menyediakan asupan makanan dan cairan yang seimbang Aktifitas: 1. Tanyakan pada pasien tentang alergi terhadap makanan 2. Tanyakan makanan kesukaan pasien 3. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang jumlah kalori dan tipe nutrisi yang dibutuhkan (TKTP) 4. Anjurkan masukan kalori yang tepat yang sesuai dengan kebutuhan energi 5. Sajikan diit dalam keadaan hangat
2. Monitor Nutrisi
Definisi : Mengumpulkan dan menganalisis data pasien untuk mencegah atau meminimalkan malnutrisi Aktifitas: 1. Monitor adanya penurunan BB 2. Ciptakan lingkungan nyaman selama klien makan. 3. Jadwalkan pengobatan dan tindakan, tidak selama jam makan. 4. Monitor kulit (kering) dan perubahan pigmentasi 5. Monitor turgor kulit 6. Monitor mual dan muntah 7. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, kadar hematokrit 8. Monitor kadar limfosit dan elektrolit 9. Monitor pertumbuhan dan perkembangan.
4. Kelelahan b.d malnutrisi, kondisi sakit
NOC Konservasi Energi Kriteria Hasil: Klien menunjukkan Istirahat dan aktivitas seimbang Mengetahui keterbatasanan energinya Mengubah gaya hidup sesuai tingkat energi Memelihara nutrisi yang NIC 1. Manajemen energi Definisi: Mengatur penggunaan energi untuk mencegah kelelahan dan mengoptimalkan fungsi Aktifitas: 1. Tentukan keterbatasan aktifitas fisik klien 2. Kaji persepsi pasien tentang penyebab kelelahan 3. Dorong pengungkapan perasaan adekuat Energi yang cukup untuk beraktifitas
tentang kelemahan fisik 4. Monitor intake nutrisi untuk meyakinkan sumber energi yang cukup 5. Konsultasi dengan ahli gizi tentang cara peningkatan energi melalui makanan 6. Monitor respon kardiopumonari terhadap aktifitas (seperti takikardi, dispnea, disritmia, diaporesis, frekuensi pernafasan, wwarna kulit, tekanan darah) 7. Monitor pola dan kuantitas tidur 8. Bantu klien menjadwalkan istirahat dan aktifitas
2. Terapi Oksigen Definisi: Mengelola pemberian oksigen dan memonitor keefektifannya Aktifitas: 1. Bersihkan mulut, hidung, trakea bila ada secret 2. Pertahankan kepatenan jalan nafas 3. Atur alat oksigenasi termasuk humidifier 4. Monitor aliran oksigen sesuai program 5. Secara periodik, monitor ketepatan pemasangan alat 3. Manajemen cairan Definisi: Mempertahankan keseimbangan cairan dan mencegah komplikasi akibat kadar cairan yang abnormal. Aktifitas: 1. Persiapkan pemberian transfusi (seperti mengecek darah dengan identitas pasien, menyiapkan terpasangnya alat transfusi) 2. Awasi pemberian komponen darah/transfusi 3. Awasi respon klien selama pemberian komponen darah 4. Monitor hasil laboratorium (kadar Hb, Besi serum)
5. PK: Perdarahan
Mencegah/ meminimalkan terjadinya perdarahan Aktifitas 1. Monitor tanda-tanda perdarahan dan perubahan tanda vital 2. Monitor hasil laboratoium, seperti Hb, angka trombosit, hematokrit, angka eritrosit, dll 3. Gunakan alat-alat yang aman untuk mencegah perdarahan (sikat gigi yang lembut, dll) 6. Nyeri b.d penyakit kronis NOC Mengontrol Nyeri Menunjukkan tingkat nyeri Kriteria Hasil: Klien dapat Mengenali faktor penyebab Mengenali lamanya (onset ) sakit Menggunakan cara non analgetik untuk mengurangi nyeri Menggunakan analgetik sesuai kebutuhan NIC Manajemen nyeri Definisi : mengurangi nyeri dan menurunkan tingkat nyeri yang dirasakan pasien. Aktfitas: 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk tingkat nyeri ( dengan face scale), lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, dan faktor presipitasi 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan pasien (misalnya menangis, meringis, memegangi bagian tubuh yang nyeri, dll) 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien 4. Jelaskan pada pasien tentang nyeri yang dialaminya, seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri mungkin akan dirasakan, metode sederhana untuk mengalihkan rasa nyeri, dll. 5. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang pengalaman nyeri dan ketidakefektifan kontrol nyeri pada masa lampau 6. Atur lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan 7. Kurangi faktor pencetus nyeri pada pasien
2. Pemberian analgetik Definisi: Penggunaan agen farmakologi untuk menghentikan atau mengurangi nyeri. Aktifitas: 1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat. 2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi 3. Cek riwayat alergi pada pasien 4. Kolaborasi pemilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri, rute pemberian, dan dosis optimal 5. Monitor tanda vital sebelum dan sesudah pemberian analgesik 6. Kolaborasi pemberian analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat 7. Monitor respon klien terhadap penggunaan analgetik
DAFTAR PUSTAKA McCloskey, J.C., 1996. Nursing Intervention Classification (NIC). 2 nd Edition. Mosby Year Book: USA North American Nursing Diagnosis Association., 2001. Nursing Diagnoses : Definition & Classification 2001-2002. Philadelphia. Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, EGC, Jakarta Joane C. Mc. Closkey, Gloria M. Bulechek, 1996, Nursing Interventions Classification (NIC), Mosby Year-Book, St. Louis Marion Johnson, dkk, 2000, Nursing Outcome Classifications (NOC), Mosby Year-Book, St. Louis Marjory Gordon, dkk, 2001, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2001- 2002, NANDA. Sudoyo, Aru W.dkk. 2009. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V.Jakarta Pusat:Internal Publishing. Lee Goldman, and Andrew I. Schafer. 2012. Goldman's Cecil Medicine , Twenty-Fourth Edition. Clinicalkey Dorland.1998.Kamus Saku Kedokteran. Jakarta : EGC. At All.Pedoman Diagnosis dan Terapi LAB/UPF I lmu Kesehatan Anak.1994.Surabaya:RSUD Dr. Soetomo.