You are on page 1of 4

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan hiperfosfatemia serta konsekuensinya pada PGK dilakukan dengan berbagai


upaya yaitu :
A. Menghambat hiperfosfatemia
A. Mengurangi Asupan Fosfat
Pembatasan asupan fosfat pada penderita PGK merupakan cara yang paling efektif
dalam menghambat terjadinya hiperfosfatemia. Hal ini dilakukan seiring dengan pembatasan
asupan protein, karena fosfat sebagian besar terkandung pada sumber protein, seperti daging,
telur, susu serta berbagai produknya. Upaya ini harus segera dimulai pada klirens kreatinin
60ml/menit. Asupan fosfat pada PGK dianjurkan sebanyak 600-900 mg/hari. Fosfat sejumlah
itu, jika dikonversikan ke jumlah asupan protein yang dibutuhkan pada pasien
hemodialisis/peritoneal dialisis sebesar 1,2 - 1,4 protein gr/kg.bb./hari. Dalam keadaan seperti
ini, jumlah asupan protein lebih diutamakan guna mencegah penderita jatuh ke kondisi
malnutrisi (Cronin, 2004).
B. Pemberian Pengikat Fosfat
Pengikat fosfat, diharapkan dapat mengikat fosfat yang ada pada makanan penderita
PGK, sehingga tidak diabsorbsi dan dikeluarkan lewat feces. Dengan demikian kadar fosfat
dalam darah tidak meningkat. Berbagai jenis pengikat fosfat yang sering dipergunakan adalah
1. Garam aluminium (Aluminium hidroksida)
2. Garam ferri
3. Garam kalsium (Ca karbonat, Ca Acetat)
4. Hydrogel polyallylamine hidroksida (sevelamer/RenaGel )
5. lanthanum kartbonat, dan 6) pengikat fosfat berbasis besi (trivalent iron salt)
(Cronin, 2004).

1. Garam aluminium
Garam aluminium merupakan pengikat fosfat yang paling dulu diketahui, sangat efektif
dalam menurunkan fosfat plasma, dan bisa berperan sebagai antasida yang dapat mengurangi
gejala mual, muntah pada penderita uremia. Tetapi pemakaian jangka panjangnya dapat
mengakibatkan intoksikasi aluminium dengan gejala anemia, gangguan cerebral, gangguan
tulang (a dynamic bone disease). Indikasi pemakaian garam aluminium jangka pendek adalah
hiperfosfatemia diserta hiperkalsemia, atau hasil, perkalian Ca x PO4 lebih dari 65 mg2/dl2.
pemberian dilakukan selama 4-8 minggu, setelah kadar kalsium normal dipertahankan
dengan pengikat fosfat garam kalsium (Cronin, 2004).


2. Garam Ferri
Beberapa studi terdahulu menduga bahwa komponen garam ferri dapat mengikat fosfat
yang ada dalam makanan dan memiliki potensi sebagai pengikat fosfat (phosphate binder)
bila diberikan secara oral bersama-sama dengan makanan. Ritz dan Hergessel (1999),
melaporkan terjadi penurunan kadar fosfat darah sebesar 20% serta ekskresi fosfat lewat urin
sebesar 37 % pada 13 penderita PGK dengan hiperfosfatemia yang diberikan 3 x 2,5 gr besi
hidroksi polinuklear bersama-sama makanan selama 2 minggu. Namun demikian masih
diperlukan penelitian lebih lanjut (Cronin, 2004).
3. Garam kalsium
Garam kalsium yang dipergunakan sebagai pengikat fosfat adalah kalsium karbonat dan
kalsium asetat. Suwitra (2006), mendapatkan penurunan yang bermakna kadar fosfat darah
penderita PGK yang menjalani hemodialisis kronik setelah pemberian kalsium karbonat
3,125 gr perhari selama 12 minggu. Disamping itu, didapatkan juga peningkatan kadar
bikarbonat plasma sebanyak 1 - 2 mol/lt. Di dalam saluran cerna kalsium karbonat akan
terurai menjadi ion kalsium dan karbonat. Ion kalsium akan berikatan dengan fosfat yang ada
pada ion karbonat akan diabsorbsi kedalam darah untuk kemudian menjadi bikarbonat.
Garam kalsium asetat dilaporkan mempunyai kapasitas mengikat fosfat yang lebih kuat
dibandingkan kalsium karbonat, sehingga resiko hiperkalsemia yang terjadi juga lebih kecil.
Tetapi efek samping gangguan pencernaan yang ditimbulkan lebih sering, dan harganya lebih
mahal dibandingkan kalsium karbonat (Cronin, 2004).
4. Sevelamer hydrochloride
Sevelamer merupakan pengikat fosfat sintetik pertama, non kalsium dan non aluminium.
Merupakan pengikat fosfat yang kuat, tidak diabsorbsi di saluran cerna, dan resisten terhadap
degradasi. Banyak studi klinis membuktikan bahwa sevalemer mempunyai kemampuan
mengikat fosfat yang sebanding dengan garam kalsium, walau masih lebih lemah
dibandingkan garam aluminium. Sevelamer mencegah terjadinya kalsifikasi lebih banyak
dibandingkan garam kalsium, sehingga memperkecil resiko kematian akibat gangguan
kardiovaskuler pada penderita PGK. Beberapa kekurangan yang dimiliki sevelamer sebagai
pengikat fosfat adalah, efektifitasnya yang berkurang pada suasana asam, sehingga dapat
menghambat absorbsi vitamin yang larut dalam lemak (antara lain vitamin D), dapat
mengurangi kadar bikarbonat yang kemungkinan disebabkan oleh adanya ikatan
hydrochloride. Disamping itu ukuran tabletnya yang besar mengurangi kenyamanan pasien
untuk mengkonsumsinya.
5. Lantanum karbonat
Lantanum karbonat adalah pengikat fosfat non kalsium, non aluminium yang terbaru.
Banyak studi membuktikan bahwa, lantanum karbonat memiliki kemampuan mengikat fosfat
yang sama dengan garam aluminium, tanpa efek samping yang berarti. Efektif pada suasana
asam (pH 3-5) dan tidak menghambat absorbsi vitamin yang larut lemak. Demikian juga efek
samping gastrointestinalnya sangat kecil. Finn (2004), juga membuktikan bahwa lanthanum
karbonat secara bermakna dapat menurunkan hasil perkalian Ca x PO4 pada, pasien PGK
(Cronin, 2004).
C. Dialisis
Jumlah fosfat yang dieliminasi selama dialisis bervariasi, tergantung pada kadar fosfat
serum pradialisis dan efikasi dialiser yang dipergunakan. Secara umum rerata fosfat yang
dikeluarkan pada tiap sesi hemodialisis sekitar 30-60 mmol dan pada dialisis peritoneal
sebesar 10-12 mmol/hari. Data tersebut menunjukkan adanya keseimbangan fosfat yang
positif, walaupun dengan asupan fosfat yang optimal. Dialiser dengan membran diasetat,
mempunyai klirens fosfat yang lebih tinggi dibandingkan dengan membran selulose. Cara
lain untuk meningkatkan ekskresi fosfat melalui hemodialisis adalah dengan memperpanjang
waktu (duration) hemodialisis. Nocturnal hemodialysis yang dilakukan selama 6-8 jam tiap
sesi, 6-7 kali perminggu dilaporkan dapat menurunkan kadar fosfat serum secara bermakna.
tanpa pemakaian pengikat fosfat (Cronin, 2004).
B. Menghambat konsekuensi hiperfosfatemia
Satu-satunya konsekuensi hiperfosfatemia yang dapat dihambat adalah
hiperparatiroidisme. Hiperparatiroidisme dapat dihambat dengan cara, a) pemberian analog
vitamin D3, b) pemberian bahan kalsimemetik, dan c) paratiroidektomi (Cronin, 2004).
a. Pemberian vitamin D3 atau analognya
Vitamin D, dalam bentuk 1,25-(OH2)D3 atau analognya, pada awalnya dipergunakan
untuk terapi hiperparatiroidisme sekunder dan abnormalitas metabolisme kalsium dan fosfat
pada PGK. Beberapa, studi terdahulu mendapatkan bahwa, kelebihan vitamin D berkontribusi
terhadap hiperkalsemia dan kalsifikasi vaskuler, yang berpengaruh terhadap morbiditas dan
mortalitas PGK. Namun studi-studi terbaru menunjukkan bahwa, pada pasien-pasien dengan
hemodialisis, vitamin D terbukti secara bermakna dapat menurunkan resiko kematian oleh
berbagai sebab maupun oleh sebab kardiovaskuler. Diduga ada tiga mekanisme efek protektif
yang dimiliki vitamin D yaitu :
1) Dapat menghambat berbagai bentuk inflamasi yang dipercaya sebagai patogenesis
proses aterosklerosis.
2) Mempunyai efek antiproliferatif dan anti hipertrofi sel miokard yang merupakan
patogenesis gagal jantung kongestif.
3) Mempunyai efek regulator endoktrin negatif terhadap sistem renin-angiotensin-
aldosteron, yang berperan penting dalam patogenesis hipertensi dan kelainan
kardiovaskuler.
(Cronin, 2004)
b. Pemberian bahan kalsimemetik (Cinacalcet)
Kalsimemetik adalah suatu bahan yang dapat berkaitan dengan calcium-sensing-receptor
(CaR) pada kelenjar paratiroid, sehingga mengakibatkan penurunan sekresi HPT. Bahan mi
memodulasi CaR secara allosterically, meningkatkan kepekaan CaR terhadap kalsium
ekstraseluler, dan akhirnya menimbulkan efek penekanan terhadap sekresi HPT (Rocha,
2004).
Banyak studi yang telah menunjukkan bahwa cinacalcet sangat efektif menurunkan kadar
HPT pada PGK yang disertai hiperparatiroidisme sekunder dibandingkan placebo.
Berlawanan dengan vitamin D, cinacalcet dapat menurunkan kadar HPT bersama-sama
dengan penurunan kalsium, fosfat dan produk calcium x phosphorus (Ca x P) (Block, 2003).
Cunningham dkk (2005), dalam studinya mendapatkan bahwa cinacalcet dapat
menurunkan kejadian paratiroidektomi, fraktur, dan kelainan kardiovaskuler pada pasien
PGK dengan hiperparatiroidisme sekunder, dibandingkan dengan plasebo (cunningham,
2005.)
c. Paratiroidektomi
Paratiroidektomi dilakukan atas beberapa indikasi, yaitu :
1. Hiperkalsemia yang berat
2. Peningkatan kadar HPT yang sangat tinggi dan tidak dapat ditekan dengan obat-
obatan (nonsuppresible) > 800pg/ml.
3. Osteodistrofi renal yang progresif
4. Kalsifikasi ekstraskletal yang progresif atau kalsifilaksis yang gagal diterapi dengan
pengikat fosfat (wardhini, 2007).
Daftar Pustaka




Block GA. The impact of calcimemetics on mineral metabolism and secondary
hyperparathyroidism in end-stage renal disease. Kidney Int. 2003; 6 : 131-136
Cronin RE. Treatment of hyperphosphatemia in chronic renal failure. Up To
Date 2004; 122
Cunningham J, Danese M, Olson K, Klassen P, Chertow M. Effects of
calcimemetic cinacalcet HCL on cardiovascular disease, fracture, and health-related
quality of life in secondary hyperparathyroidism. Kidney Int. 2005; 68 : 1793 - 1800.
Rocha PN, Berkoben M, Cronin RE, Quarles LD. Indications for
parathyroidectomy in end-stage renal disease. J Am Soc Nephrol. 2004; 12:4
Suwitra K. Peran gangguan fosfat dan kalsium pada morbiditas dan mortalitas
penyakit ginjal kronik. Dalam : Peranan stres oksidatif dan pengendalian resiko
pada progresif Penyakit ginjal kronik serta Hipertensi. Naskah lengkap JNHC
(Jakarta Nephrology and Hypertension Course). PERNEFRI 2006.
Wardhini BP, Rosmiati H. Anti Anemia Defisiensi, Farmakologi dan Terapi.
FKUI, Jakarta. 2007

You might also like