You are on page 1of 7

1

STUDI VARIASI PENGELASAN ULANG TERHADAP CACAT LAS


DAN KEKERASAN MATERIAL ALUMINIUM 5083
Bayu Dedi Prasetiyo*, Wing Hendroprasetyo AP., ST. M.Eng**
* Mahasiswa J urusan Teknik Perkapalan
** Staf Pengajar J urusan Teknik Perkapalan
Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan
Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya
Sukolilo Surabaya (60111)
Telp : 085232020212
Email : sigro_p43@yahoo.com
ABSTRAK

Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui cacat las dan kekerasan yang diakibatkan adanya proses
pengelasan ulang. Hal ini diakibatkan adanya proses replating atau kesalahan pengelasan dalam
penyambungan material sehingga diperlukan repair.
Pada penelitian ini, proses pengelasan diulang sampai empat kali. Untuk melihat struktur mikro hasil
pengelasannya, dibuat lima specimen uji foto mikro. Sedangkan untuk mengetahui nilai kekerasan dari hasil
pengelasan, dilakukanlah uji kekerasan (vickers) dengan lima spesimen.
Dari hasil uji radiografi didapatkan adanya indikasi cacat berupa incomplete penetration pada proses
satu kali repair, internal concavity dan porosity berukuran 1 mm pada proses empat kali repair. Hasil
pengamatan struktur mikro, jumlah partikel magnesium silikat (Mg
2
Si) tertinggi (11.2%) terjadi pada proses
4x repair. Nilai rata-rata kekerasan pada HAZ tertinggi sebesar 134.33 HV pada proses dua kali repair. Dari
hasil ini dapat diambil kesimpulan bahwa pengelasan ulang menjadikan material menjadi getas atau brittle.
Kata kunci : aluminium, pengelasan GMAW, repair, radiografi, struktur mikro, kekerasan

1. PENDAHULUAN
Perkembangan dunia perindustrian saat ini
mulai mempertimbangkan material aluminium
sebagai bahan utama dalam proses produksi.
Ini dikarenakan aluminium dan paduan
aluminium termasuk logam ringan yang
memiliki kekuatan tinggi, tahan terhadap karat,
konduktor listrik yang cukup baik dan
aluminium lebih ringan daripada besi atau
baja. Penggunaan aluminium pada dunia
perkapalan di Indonesia sudah mulai
dipopulerkan sebagai pengganti besi atau baja.
Namun aluminium dan paduan aluminium
mempunyai sifat yang kurang baik bila
dibandingkan dengan baja, diantaranya adalah
mempunyai panas jenis dan daya hantar yang
tinggi, mudah teroksidasi dan membentuk
oksida aluminium AL2O3 yang mempunyai
titik cair yang tinggi sehingga mengakibatkan
peleburan antara logam dasar dan logam las
menjadi terhalang, dan bila mengalami proses
pembekuan yang terlalu cepat akan terbentuk
rongga halus bekas kantong hydrogen. Akan
tetapi, perbedaan yang paling mendasar adalah
nilai keuletan pada logam las, dimana nilai
keuletan logam las baja selalu tinggi bila
dibandingkan dengan logam induk, sedangkan
pada aluminium nilai keuletan pada logam las
cenderung lebih kecil daripada nilai keuletan
pada logam.
Teknologi pengelasan merupakan salah
satu teknik yang banyak digunakan dalam
proses penyambungan material dan konstruksi
baja, atau penyambungan material aluminium.
Teknologi pengelasan mempunyai dampak
yang merugikan terhadap suatu material yang
telah mengalami beberapa kali proses
pengelasan, seperti proses perbaikan ataupun
pengelasan ulang. Konstruksi atau material
yang digunakan dalam proses tersebut tidak
akan lepas dari pengaruh proses pengelasan
yang dapat mengakibatkan masalah diantaranya
cacat las, retak las, deformasi yang terjadi atau
berubahnya susunan metalurgi material
tersebut.
Proses pengelasan ulang atau repair dapat
terjadi pada material yang mengalami
pekerjaan replating dan pekerjaan ulang akibat
kesalahan dalam pekerjaan di lapangan.
2

Karena adanya proses pengelasan ulang
ini maka biasanya akan mengakibatkan
perubahan sifat mekanik dan struktur mikro
pada material. Panas pengelasan pada paduan
aluminium akan menyebabkan terjadinya
pencairan sebagian, rekristalisasi, pelarutan
padat atau pengendapan. Karena perubahan
struktur ini, biasanya terjadi penurunan
kekuatan dan ketahanan korosi dan kadang-
kadang daerah las menjadi getas. Struktur
logam pada daerah pengaruh panas atau HAZ
berubah secara berangsur dari struktur logam
induk ke struktur logam las. Pada aluminium
umumnya sifat logam las aluminium lebih
getas dari baja, sehingga perlu dilakukan
pengujian ketangguhan untuk mengetahui
sampai batas berapa kali pengelasan ulang
dapat dilakukan. Berdasarkan hal tersebut,
maka pada penelitian ini akan di analisa
pengaruh pengelasan ulang pada aluminium
5083 terhadap nilai kekerasan serta cacat
dibawah permukaan yang mungkin timbul
akibat dilakukannya pengelasan ulang.

2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Aluminium
Aluminium banyak terdapat di alam,
tetapi dalam keadaan bersenyawa dengan unsur
lain seperti besi, silikon, dan oksigen. Sifat
tahan korosi pada aluminium diperoleh karena
terbentuknya lapisan oksida aluminium pada
permukaan aluminium. Lapisan oksida ini
melekat pada permukaan dengan kuat dan rapat
serta sangat stabil (tidak bereaksi dengan
lingkungannya) sehingga melindungi bagian
yang sebelah dalam. Adanya lapisan oksida ini
di satu pihak menyebabkan tahan korosi tetapi
dipihak lain menyebabkan aluminium menjadi
sukar dilas (titik leburnya 2060C) [Smallman,
2000].
2.2 Paduan Aluminium
Paduan aluminium dapat digolongkan
menjadi aluminium Wrought Alloy dan Casting
Alloy. Aluminium Wrought Alloy berupa
barang setengah jadi misalnya batang, pelat. Ini
dapat diklasifikasikan menurut komposisi
kimianya. Tiap-tiap jenis paduan diberi kode
dengan empat digit angka. Digit pertama
(Xxxx) menunjukan jenis paduan alumunium
berkaitan dengan kemurnian aluminium atau
jenis unsur paduan utama. Digit kedua (xXxx)
menunjukan modifikasi dari paduan orisinil .
Digit 0 untuk paduan orosinil dan digit 1
sampai 9 untuk modifikasi. Digit ketiga dan
keempat (xxXX) merupakan identitas
campuran khusus paduan utama. Contoh: Pada
paduan 5183, angka 5 menunjukan jenis
paduannya adalah magnesium, angka 1
merupakan modifikasi pertama dari 5083, dan
angka 83 merupakan identifikasi pada seri
5xxx [Suherman, 1988].
2.3 Pengelasan
Berdasarkan definisi dari Deutche
Industrie Normen (DIN) las adalah ikatan
metalurgi pada sambungan logam atau logam
paduan yang dilaksanakan dalam keadaan
lumer atau cair. Dari definisi tersebut dapat
dijabarkan lebih lanjut bahwa las adalah
sambungan setempat dari beberapa batang
logam dengan menggunakan energi panas
[Wiryosumarto, 2000].
2.4 GMAW (Gas Metal Arc Welding)
Dalam las logam gas mulia, kawat las
pengisi yang juga berfungsi sebagai elektroda
diumpankan secara terus menerus. Busur listrik
terjadi antara kawat pengisi dan logam induk.
Gas pelindung yang digunakan adalah gas
Argon, helium atau campuran dari keduanya.
Kawat pengisi dalam las MIG biasanya
diumpankan secara otomatis, sedangkan alat
pembakarnya digerakkan dengan tangan.
Kawat las yang digunakan biasanya
berdiameter antara 1,2 sampai 1,6 mm.







Gambar 1 Skema alat las GMAW
2.5 Pengujian Radiografi
Pengujian ini merupakan salah satu cara
mendeteksi cacat las di dalam logam atau las
tanpa merusak material uji dimana salah satu
keuntungannya mampu menghasilkan rekaman
permanen dari komponen. Pengujian ini pada
dasarnya adalah penyinaran benda uji /
3

spesimen dengan sinar elektromagnetik seperti
sinar X atau sinar gamma yang dapat
menembus material.










Gambar 2 Prinsip kerja uji radiografi
2.6 Metalografi
Metalografi merupakan pengamatan
struktur logam baik secara makro maupun
mikro dimana intinya adalah pengamatan
struktur dan pengenalan yang meliputi tipe,
ukuran, distribusi, orientasi, kuantitas. Tipe
mewakili nama kelas pada logam tertentu
misalnya ferrit, perlit, eutectoid dan
sebagainya. Ukuran mewakili dimensi dari fase
dibandingkan dengan dimensi yang lain.
Misalnya ukuran grafit, ukuran grafit flake dan
ukuran butir. Distribusi mewakali daerah
penyebaran masing-masing fase diantara
luasan yang menjadi pengamatan dalam sample
tersebut. Bentuk dan orientasi mewakili
pengambilan ruang atau arah antar satu fase
dengan fase lainnya, sedangkan kuantitas
mewakili jumlah masing-masing fase [Vander
Vort, 2004].
2.7 Uji Kekerasan
Kekerasan didefinisikan sebagai
ketahanan sebuah benda (benda kerja) terhadap
penetrasi/daya tembus dari bahan lain yang
lebih keras (penetrator). Nilai kekerasan dapat
diketahui dengan beberapa metode diantaranya
rockwell test, brinnel test dan vickers test.
Metode pengujian Vickers menggunakan
indentor berbentuk piramida intan. Piramida
pada ujung penekan mempunyai bentuk dasar
persegi dan pada ujungnya mempunyai sudut
136 pada sisi yang saling berhadapan.
Indentor ditekan dengan gaya sebesar 100 Kgf,
beban ini ditekankan pada periode selama
sepuluh hingga 15 detik. Kedua diagonal dari
penekan yang tertinggal pada material diukur
menggunakan mikroskop dan diambil rata-
ratanya. Luas permukaan tapak tekan dapat
dihitung dengan membagi beban yang
digunakan dengan luas tapak tekan dalam mm
2
.







Gambar 3 Indentor

3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Bahan Penelitian
Material yang digunakan adalah
Aluminium 5083 dengan dimensi 300x150x10
mm. Gas pelindung yang yang dipakai adalah
argon high purity. Adapun komposi kimia dan
mechanical properties dari material aluminium
5083 tertera dalam Tabel 1 dan Tabel 2.
Table 1. Komposisi Kimia [DNV]
Element % Present
Si max 0.4
Fe max 0.4
Cu max 0.1
Mn 0.4 - 1.0
Mg 4.0 - 4.9
Cr 0.05 - 0.25
Zn max 0.25
Ti max 0.15
Al remainder
Table 2. Mechanical Properties [DNV]
Temper H116
Proof Stress 0.2 % (MPa) min 215
Tensile Stength (MPa) min 305
Elongation (%) min 10
3.2 Proses Pengelasan
Proses pengelasannya dengan pengelasan
GMAW (Gas Metal Arc Welding) dengan
sambungan butt joint. Elekrode yang
digunakan adalah ER 5356 dengan diameter
1,2 mm.
4

3.3 Proses Pengujian
Pengujian yang dilakukan meliputi uji
radiografi, uji metalografi dan uji kekerasan
(Vickers). Untuk uji radiografi, jumlah
spesimen adalah 2 test coupon. Pada pengujian
metalografi dan pengujian kekerasan, diambil 1
spesimen untuk tiap-tiap proses pengelasan
sehingga untuk masing-masing pengujian
(metalografi dan kekerasan) ada 5 spesimen
uji.

4. HASIL PENGUJIAN
4.1 Uji Radiografi
Pengujian radiografi dilakukan untuk
mengetahui internal defect. Dengan
menggunakan sinar gamma dapat diketahui
cacat yang ada.
Tabel 3. Hasil uji radiografi
Spesimen
Thickness
(mm)
Interpretation Evaluation
Remarks
Indication
Size
mm/in
Accepted Rejected
Normal
10 - - Acc Passed
1x
Repair
10 IP 80 Rep Failed
2x
Repair
10 - - Acc Passed
3x
Repair
10 IC - Rep Failed
4x
Repair
10 Porosity 1 Acc Passed
4.2 Uji Metalografi
Dari masing-masing proses pengelasan
diambil 1 buah spesimen yang telah dibuat.
Sebelum dilakukan pengujian foto mikro,
melakukan proses makroetsa pada masing-
masing spesimen. Daerah yang diamati pada
proses foto mikro adalah WM (Weld Metal)
dan HAZ (Heat Affected Zone) pada tiap-tiap
spesimen. Berikut hasil foto mikro daerah HAZ
dan WM dengan perbesaran 500x :
Pengelasan tanpa repair








Gambar 4 HAZ













Gambar 5 Weld Metal
1x repair










Gambar 6 HAZ













Gambar 7 Weld Metal
2x repair










Gambar 8 HAZ


5













Gambar 9 Weld Metal
3x repair










Gambar 10 HAZ













Gambar 11 Weld Metal
4x repair










Gambar 12 HAZ













Gambar `13 Weld Metal
5. ANALISIS HASIL PENGUJIAN
5.1 Hasil Uji Radiografi
Hasil dari radiografi menunjukkan adanya
cacat las yang timbul adalah IP (incomplete
penetration) pada pengelasan dengan 1x repair,
IC (internal concavity) pada pengelasan
dengan 3x repair. Banyak faktor yang diketahui
berkontribusi terhadap cacat porositas lasan
aluminium. Salah satu faktor utama penyebab
porositas adalah gas pelindung yang
terkontaminasi oleh atmosfir udara.
5.2 Hasil Uji Metalografi
Pengamatan struktur mikro hasil
pengelasan meliputi weld metal dan HAZ.
Menurut Atlas Micro Structure of Aluminum,
campuran 5083 terdiri dari senyawa Mg
2
Al
3

dan (Fe,Mn)
3
SiAl
12
yang menyatu dengan
matrik aluminium. Kedua senyawa tersebut
dapat menambah kekuatan dari campuran
aluminium. Partikel hitam yang terdispersi
merata pada matrik Aluminium yang berwarna
putih adalah Mg
2
Si, sedangkan partikel yang
berwarna abu-abu adalah (Fe,Mn)
3
SiAl
12
.
Untuk partikel berwarna kebiru-biruan
merupakan Mg
2
Al
3
.








Gambar 14 Partikel penyusun Aluminium 5083

6

Tabel 4. Persentase Partikel
Daerah Spesimen
Mg2Si
(%)
Mg2Al3
(%)
(Fe,Mn)3SiAl12
(%)
Normal 2.1 1.08 1.8
1x Repair 4.3 1.31 1.3
HAZ 2x Repair 5.6 2.97 2.1
3x Repair 9.8 2.19 0.5
4x Repair 11.2 1.25 0.3
Normal 1.6 24 2.6
1x Repair 4.1 21.3 5.2
WM 2x Repair 6.4 12.7 1.4
3x Repair 7.2 8.5 0.9
4x Repair 8.2 7.8 0.5
Perubahan struktur mikro pada proses
pengelasan tidak terlepas dari perilaku panas
yang ditimbulkan selama proses pengelasan.
Perubahan struktur mikro terjadi pada daerah
fusion line. Daerah ini merupakan daerah
pencampuran logam pengisi dan base metal.
Pada daerah fusion line tampak butiran partikel
yang berwarna hitam. Partikel ini mengandung
unsur magnesium dan silikon. Daerah fusion
line ini memiliki struktur dengan butir-butir
yang lebih kasar, hal ini disebabkan base metal
yang menerima panas lebih akan melepaskan
Mg, unsur Mg ini akan bersenyawa dengan Si
yang merupakan unsur tambahan filler metal.
Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa
kekuatan dan ketangguhan logam las
tergantung dari struktur logam las tersebut.
Ketangguhan aluminium 5083 dipengaruhi
oleh jumlah presipitasi dan pendispersian dari
Magnesium Silikat (Mg2Si). Apabila
presipitasi dari Mg2Si banyak maka
ketangguhan dari Aluminium 5083 juga
menurun. Hal tersebut dikarenakan unsur
Silikon yang terdapat pada bahan akan
menurunkan sifat keuletan bahan tersebut.
Presipitasi partikel Mg2Al3 menurun seiring
dengan naiknya masukkan panas pada logam
las. Sedangkan partikel (Fe,Mn)3SiAl12
mengalami penurunan yang tidak terlalu besar.
Dan partikel Mg2Si mengalami kenaikan,
namun tidak terlalu drastis. J adi semakin sering
dilakukan proses reparasi maka kandungan
partikel Mg2Si akan semakin banyak (sebesar
11.2% pada proses 4x repair di daerah HAZ).
Selain itu Mg2Si bisa menyebabkan kegetasan
atau brittle.
5.3 Hasil Uji Kekerasan (Vickers)
Untuk mengetahui distribusi kekerasan
pada aluminium 5083 yang dilas dengan
menggunakan variasi pengelasan / repair
dilakukan uji hardness vickers. Dari percobaan
ini akan di peroleh data berupa nilai kekerasan
pada masing-masing posisi weld metal 3 titik,
HAZ 3 titik , dan base metal 3 titik. Pengujian
kekerasan dilakukan pada posisi top, bottom,
dan centre. J umlah total pengujian kekerasan
untuk masing-masing specimen adalah 9 titik.
Table 5. Rata-rata nilai kekerasan
Spesimen
Hardness Vickers (HV)
Base Metal HAZ Weld Metal
Normal 130 115 106.33
1x repair 142.67 128 118.67
2x repair 144.67 134.33 125.67
3x repair 131.67 122.67 117.67
4x repair 131 116 110.67







Gambar 15 Grafik nilai kekerasan
Dari hasil nilai kekerasan diatas dapat
diamati bahwa untuk nilai kekerasan pada base
metal cenderung sama. Seperti yang terlihat
pada gambar 15. Pada base metal tidak terjadi
perubahan kekerasan karena base metal tidak
terkena pengaruh panas saat pengelasan
berlangsung. Walaupun dari hasil pengujian
terlihat harga kekerasan base metal mengalami
penurunan, tapi penurunan yang terjadi tidak
signifikan.
Proses pengelasan aluminium
menyebabkan terjadinya presipitasi silikon
pada daerah yang menerima input panas besar
melampaui suhu kritis dari aluminium 5083
yaitu pada daerah HAZ dan weld metal. Oleh
karena itu nilai kekerasan pada HAZ
cenderung naik. Selain itu naiknya kekerasan
dipengaruhi besarnya gumpalan struktur
Mg
2
Si. Pada daerah weld metal harga
kekerasan pada proses pekerjaan tanpa repair
cenderung rendah, hal ini dipengaruhi oleh
banyaknya kandungan (Fe,Mn)3SiAl12 yang
terdispersi tidak merata dengan jumlah sekitar
2.6 %. Pada proses 1x repair harga kekerasan
weld metal cenderung naik karena partikel
(Fe,Mn)3SiAl12 meningkat menjadi 5.2 %. J adi
dapat diambil kesimpulan seiring
7

bertambahnya proses reparasi harga kekerasan
base metal tidak terpengaruh. Sedang pada
HAZ, semakin sering proses reparasi harga
kekerasannya cenderung naik kemudian
mengalami penurunan. Begitu juga pada weld
metal, dengan bertambahnya proses reparasi /
pengelasan berulang-ulang harga distribusi
kekerasan cenderung naik lalu mengalami
penurunan.
6. KESIMPULAN
Setelah melakukan uji metalografi (foto
mikro) dan pengujian kekerasan menggunakan
Vickers, dari analisa hasil pengujian, diperoleh
beberapa kesimpulan, yaitu :
1. Dari analisa hasil foto mikro diperoleh
jumlah partikel magnesium silikat (Mg
2
Si)
tertinggi sebesar 11.2% pada proses 4x
repair. Hal ini dikarenakan semakin
banyaknya jumlah masukan panas pada
material tetapi jumlah partikel Mg2Al3
mengalami penurunan.
2. Dari pengujian kekerasan diperoleh nilai
rata-rata kekerasan tertinggi pada daerah
base metal adalah 144.67 HV. Nilai rata-
rata kekerasan pada daerah HAZ, terendah
sebesar 115 HV pada proses normal,
sedang nilai kekerasan tertinggi pada
proses 2x repair sebesar 134.33 HV. Pada
daerah weld metal, nilai kekerasan tertinggi
adalah 125.67 HV pada proses 2x repair
dan terendah sebesar 106.33 HV pada
proses normal.
3. Pengelasan ulang memberikan pengaruh
buruk pada aluminium 5083 terhadap sifat
metalurgi yaitu material menjadi getas atau
brittle.
7. DAFTAR PUSTAKA
Anderson, Tony, Aluminum Q&A By
TONY ANDERSON CEng, ESAB
Group, Michigan USA, 2008
Anderson, Tony, Understanding The
Aluminum Alloys, ESAB Group,
Michigan USA, 2008
DET NORSKE VERITAS, Inspection
certificate of materials No:
NV1100293, DNV-Rules for Ships
Pt.2, Ch.2, Sec. 9
Gene Mathers,The Welding of Aluminium
and its Alloys, Woodhead
Publishing Limited, England, 2002
Hendroprasetyo, Wing, Handout Inspeksi
Las, jurusan Teknik Perkapalan,
ITS, Surabaya, 2006
Smallman, R.E&Bishop, R.J , Metalurgi
Fisik Modern dan Rekayasa
Material, Edisi Keenam, Erlangga,
J akarta, 2000
Suherman, Wahid, Pengetahuan Bahan,
J urusan Teknik Mesin, ITS,
Surabaya, 1988.
Vander Vort, George.V, ASM Vol 9 :
Metallography and Microstructure,
ASM International, Material Park,
USA, 2004.
Wiryosumarto,H. Dan Okumura,T,
Teknologi Pengelasan Logam, PT
Pradnya Paramita, J akarta, 1996.

You might also like