You are on page 1of 32

KELENJAR ADRENAL

Kok gemuk ?
Ana, seorang gadis berusia 21 tahun sudah didiagnosa menderita Rheumatoid artritis
sejak 5 tahun yang lalu. Sejak itu secara rutin mengkonsumsi obat obatan yang
diberikan dokter, antara lain analgetik, antiinflamasi golongan kortikosteroid.
Namun sejak 3 bulan terakhir ini dia mengeluh kenapa badannya terasa lebih gemuk
sehingga wajahnya berbentuk seperti bulan. Di samping itu pada kulitnya mulai
muncul striae. Karena takut menimbulkan komplikasi yang lebih hebat, dia
mengkonsultasikan penyakitnya ke seorang dokter penyakit dalam.














Step I
Identifikasi Istilah Asing
1. Rheumatoid artritis
Radang sendi atau artritis reumatoidmerupakan penyakit autoimun (penyakit
yang terjadi pada saat tubuh diserang oleh sistem kekebalan tubuhnya
sendiri) yang mengakibatkan peradangan dalam waktu lama pada sendi.
Penyakit ini menyerang persendian, biasanya mengenai banyak sendi, yang
ditandai dengan radang pada membran sinovial dan struktur-struktur sendi
serta atrofi otot dan penipisan tulang.

2. Striae
Garis-garis di perut yang sering disebut stretch mark (striae) terjadi
karena peregangan kulit dalam waktu singkat seperti pada kehamilan,
kegemukan atau pemakainan obat steroid pada penderita asma sehingga kulit
kehilangan elastisitasnya. Striae biasanyadiawali dengan garis kemarahan
atau keunguan, lama kelamaan akan berubah menjadi warna putih

3. Analgesik
Analgesik adalah kelas obat yang dirancang untuk meringankan nyeri tanpa
menyebabkan hilangnya kesadaran.

4. Antiinflamasi
bat-obat antiinflamasi adaah golongan obat yang memiliki aktivitas menekan
atau mengurangi peradangan. Aktivitas ini dapat dicapai melalui berbagai
cara, yaitu menghambat pembentukan mediator radang prostaglandin,
menghambat migrasi sel-sel leukosit ke daerah radang maupun menghambat
pelepasan prostaglandin dari sel-sel tempat pembentukannya.
STEP 2
Identifikasi Masalah

1. Fisiologi dari kelenjar korteks adrenal.
2. Hubungan pemberian analgetik dan antiinflamasi golongan kortikosteroid
pada penderita rheumatoid arthritis
3. Hipofungsi dan Hiperfungsi Korteks Adrenal
4. Etiologi cushing sindrom, gejala klinis
5. Diagnosis dan penatalaksanaan cushing sindrom
6. Komplikasi cushing sindrom






















STEP 3
Brain Storming

1. Fisiologi Kelenjar Korteks adrenal
Secara anatomi, kelenjar adrenal terletak di dalam tubuh, di sisi anteriosuperior
(depan-atas) ginjal. Pada manusia, kelenjar adrenal terletak sejajar dengan tulang
punggung thorax ke-12 dan mendapatkan suplai darah dari arteri adrenalis. Tiap
kelenjar berbobot sekitar 4 gram
Secara histologis, terbagi atas dua bagian yaitu medula dan korteks. Bagian korteks
berbobot sekitar 90% massakelenjar, pada orang dewasa bagian ini diklasifikasi lebih
lanjut menjadi tiga lapisan zona: zona glomerulosa, zona fasikulata dan zona
retikularis. Tiap zona menghasilkan hormon steroid masing-masing :
Zona glomerulosa
kolesterol pregnenolon progesteron 11-deoksikortikosteron
CORT aldosteron
Zona fasikulata
kolesterol pregnenolon 17-OH pregnenolon 17-OH progesteron
11-deoksikortisol kortisol
kolesterol pregnenolon progesteron 11-
deoksikortikosteron CORT
Zona retikularis
kolesterol pregnenolon 17-OH pregnenolon
DHEA androstenedion
kolesterol pregnenolon 17-OH pregnenolon DHEA DHEA-S
Zona yang keempat disebut zona fetal yang terdapat hanya sepanjang masa tumbuh
kembang. Oleh karena enzim 17-hydroxylase (CYP 17) tidak terdapat pada lapisan
korteks terluar, hormon kortisol dan androgen tidak dapat disintesis pada bagian
korteks. Steroid dan produk sampingan lain seperti lipid hidroperoksida dilepaskan
ke dalam sirkulasi adrenal melalui pembuluh darah dan menghambat beberapa enzim
penting sehingga, misalnya hormon aldosteron tidak dapat disintesis pada zona di
bawah zona glomerulosa, dan 17-OH progesteron tidak dapat dikonversi menjadi
kortisol pada zona retikularis, namun dibutuhkan untuk membentuk
formasi androgen.
Bagian dalam kelenjar disebut medula mengandung sel kromafin yang merupakan
sumber penghasil hormon jenis katekolamin yaitu hormonadrenalin dan norepinefrin,
dengan jenjang reaksi yang distimulasi kelenjar hipotalamus sbb:
tirosina DOPA dopamina norepinefrin adrenalin
Hormon kortisol dari zona fasikulata yang menjadi medulla akan menstimulasi
sintesis enzim phenylethanolamine-N-methyltransferase yangmempercepat konversi
norepinefrin menjadi adrenalin.

2. Hubungan pemberian analgetik dan antiinflamasi golongan
kortikosteroid pada penderita rheumatoid arthritis
Kortikosteroid adalah obat yang meniru kortisol , suatu hormon yang diproduksi
oleh tubuh (Kelenjar adrenal). Fungsinya untuk mengurangi peradangandan
menekan sistem kekebalan tubuh. Obat kortikosteroid seperti kortison
dan prednisone untuk mengobati gangguan autoimun seperti lupus dan
rheumatoid arthritis. Tapi itu hanya beberapa dari banyak penggunaannya sebab
kortikosteroid memiliki 2 efek utama,yaitu dalam metabolisme dan inflamasi.

Kortikosteroid adalah suatu kelompok hormon steroid yang dihasilkan di
bagiankorteks kelenjar adrenal sebagai tanggapan atas hormon
adrenokortikotropik (ACTH) yang dilepaskan oleh kelenjar hipofisis, atau atas
angiotensin II. Hormon ini berperan pada banyak sistem fisiologis pada tubuh,
misalnya tanggapan terhadap stres,tanggapan sistem kekebalan tubuh, dan
pengaturan inflamasi, metabolismekarbohidrat, pemecahan protein, kadar
elektrolit darah, serta tingkah laku Sindrom cushing iatrogenik disebabkan oleh
pemberian glukokortikoid jangka panjang dalam dosis farmakologik untuk alasan
yang bervariasi.Sindrom Cushing iatrogenic dijumpai pada penderita arthritis
rheumatoid, asma,limfoma, dan gangguan kulit umum yang
menerima glukokortikoid sintetik sebagai agen anti inflamasi.

3. Hipofungsi dan Hiperfungsi Korteks adrenal
Hipofungsi :
Penyakit Addison
Krisis Adrenal

Hiperfungsi:
Sindrom cushing
Cushing disease
Hiperaldosteronisme
Hiperandrogenisme

4. Etiologi cushing sindrom dan gejala klinis

EtiologiSindrom cushing disebabkan oleh pemberian glukortikoid jangka panjang
dalam dosisfarmakologik atau oleh sekresi kortisol yang berlebihan akibat gangguan
aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal (spontan).

Gejala sindrom cushing salah satunya adalah terjadi peningkatan berat badan
yangcepat, terutama dari badan dan wajah dari anggota badan (obesitas sentral).
Tandaumum lainnya adalah pertumbuhan bantalan lemak di sepanjang tulang leher
dan di bagian belakang leher (punuk kerbau) dan wajah bulat sering disebut sebagai
moon face. Gejala lain termasuk hiperhidrosis (keringat berlebihan),
telangiectasia(pelebaran kapiler), penipisan kulit yang menyebabkan mudah memar
dankekeringan, khususnya tangan dan selaput lendir, ungu atau merah striae.

5. Diagnosis dan Tatalaksana sindrom cushing
Untuk menegakan diagnosis perlu dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan laboratorium. Langkah pertama dalam penegakan diagnosis adalah
menetapkan adanya kelebihan sekresi kortisol.

Pengobatan sindrom cushing tergantung ACTH tidak seragam, bergantung
apakahsumber ACTH adalah hipofisis / ektopik.
a. Jika dijumpai tumor hipofisis. Sebaiknya diusahakan reseksi tumor
tranfenoida.
b. Jika terdapat bukti hiperfungsi hipofisis namun tumor tidak dapat ditemukan
makasebagai gantinya dapat dilakukan radiasi kobait pada kelenjar hipofisis.
c. Kelebihan kortisol juga dapat ditanggulangi dengan adrenolektomi total dan
diikuti pemberian kortisol dosis fisiologik
.d. Bila kelebihan kortisol disebabkan oleh neoplasma disusul kemoterapi
pada penderita dengan karsinoma/ terapi pembedahan.
e. Digunakan obat dengan jenis metyropone, amino gluthemide yang
bisamensekresikan kortisol

6. Komplikasi Cushing syndrom
a. Hipertensi
b. DM tipe 2
c. Osteoarthritis
d. Obesitas
e. Rentan terhadap penyakit
f. Batu ginjal
g. Krisis Adrenal


























STEP 4
Curah Pendapat

1. Fisiologi kelenjar korteks adrenal
Anatomi dan fisiologi.
Korteks adrenal terdiri dari daerah yang secara anatomi dapat dibedakan :

1. Lapisan luar zona glomerulosa, merupakan tempat dihasilkannya
mineralokorticoid (aldosterone), ysng terutama diatur oleh angiotensin II,kalium
, dan ACTH. Juga dipengaruh oleh dopamine, atrial natriuretic peptide (ANP)
dan neuropeptides ..

2. Zona fasciculata pada lapisan tengah, dengan tugas utama sintesis
glukokortikoid, terutama diatur oleh ACTH. Juga dipengaruhi oleh beberapa
sitokin (IL-1, IL-6, TNF) dan neuropeptida

3. Lapisan terdalam zona reticularis, tempat sekresi androgen adrenal (terutama
dehydroepiandrostenedion [DHEA], DHEA sulfat dan androstenedion) juga
glukokortikoid (kortisol and corticosteron).

Efek Biologik Glukokortikoid

Walaupun mula-mula nama glukokortikoid dhiubungkan dengan pengaruhnya
terhadap metabolisme glukosa sekarang ini didefinisikan sebagai steroid yang
bekerja dengan pengikatan pada reseptor sitosolik yang spesifik yang merupakan
perantara dari kerja hormon-hormon ini. Reseptor glukokortikoid ini dijumpai pada
hampir semua jaringan, dan interaksi dari reseptor glukokortikoid ini yang
bertanggung jawab terhadap mekanisme kerja sebagian besar steroidsteroid tersebut.

Mekanisme Molekular

A. Reseptor Glukokortikoid : Cara kerja glukokortikoid diawali dengan masuknya
steroid ini ke dalam sel dan berikatan dengan protein reseptor glukokortikoid
sitosilik (Gambar 3). Setelah terjadi pengikatan, kompleks hormon reseptor yang
aktif masuk dalam inti dan bereaksi dengan sisi reseptor kromatin inti.

Kompleks reseptor-glukokortikoid terikat pada tempat spesifik pada nukleus DNA,
elemen pengaturan glukokortikoid. Protein yang terjadi mempengaruhi respons
glukokortikoid, yang dapat bersifat inhibitor atau stimulator tergantung dari jaringan
spesifik yang dipengaruhi. Walaupun reseptor glukokortikoid adalah sama pada
kebanyakan jaringan, protein yang disintesis berbeda jauh dan merupakan hasil
ekskresi gen yang spesifik pada tipe sel-sel yang berbeda. Walaupun domain
pengikat steroid dari reseptor glukokortikoid memberikan spesifitas untuk
pengikatan glukokortikoid, glukokortikoid seperti kortisol dan kortikosteron terikat
pada reseptor mineralokortikoid dengan afinitas sama seperti dengan aldosteron.

B. Mekanisme yang Lain : Walaupun interaksi dari glukokortikoid dengan reseptor
sitosolik dan rangsangan selanjutnya dari ekskresi gen adalah hasil kerja utama
glukokortikoid, pengaruh lain dapat terjadi melalui mekanisme berbeda. Contoh
yang penting adalah pengaruh inhibisi balik dari glukokortikoid terhadap sekresi
ACTH . Pengaruh ini terjadi dalam beberapa menit setelah pemberian glukokortikoid
dan reaksi yang cepat ini mungkin sekali bukan disebabkan oleh sintesis RNA dan
protein tetapi terutama disebabkan oleh perubahan fungsi sekresi atau membran sel
yang diinduksi glukokortikoid.

Glukokortikoid Agonis dan Antagonis

Pengertian mengenai reseptor glukokortikoid memberikan petunjuk tentang definisi
glukokortikoid agonis dan antagonis. Pengertian ini juga membuktikan sejumlah
steroid dengan efek campuran yang disebut sebagai agonis parsial, antagonis parsial
atau agonis parsial-antagonis parsial.

A. Agonis : Pada manusia, kortisol, glukokortikoid sintetik (misal,
prednisolon, deksametason), kortikosteron, dan aldosteron adalah agonis
glukokortikoid. Glukokortikoid sintetik mempunyai afinitas yang kuat
terhadap reseptor glukokortikoid, dan juga mempunyai afinitas
glukokortikoid yang lebih besar dari pada kortisol bila terdapat pada
konsentrasi ekuimolar. Kortikosteron dan aldosteron mempunyai afinitas
yang kuat terhadap reseptor glukokortikoid, tetapi, konsentrasi di dalam
plasma biasanya lebih rendah dari pada kortisol, jadi steroid ini tidak
menunjukkan efek fisiologis glukokortikoid yang berarti.

B . Antagonis : Antagonis glukokortikoid mengikat reseptor glukokortikoid
tetapi tidak mengakibatkan peristiwa yang terjadi dalam nukleus yang dibutuhkan
untuk menyebabkan respons glukokortikoid. Steroid ini bersaing dengan reseptor
steroid agonis seperti kortisol sehingga menghalangi respons agonis. Steroidsteroid
lain mempunyai aktivitas agonis parsial bila didapat tersendiri; mis, menyebabkan
respons glukokortikoid parsial. Tetapi di dalam konsentrasi yang cukup terjadi
kompetisi dengan steroid agonis untuk reseptor, hingga terjadi. kompetisi
menghalangi respons agonis; misalnya agonis parsial dapat berfungsi sebagai
antagonis parsial dengan adanya glukokortikoid yang aktif. Jenis steroid seperti
progesteron, 11deoksikortikoid, DOC, testosteron, dan 17 -estradiol mempunyai
efek antagonis atau agonis parsial-antagonis parsial; tetapi, peranannya secara
fisiologi mungkin tidak berarti, karena konsentrasi di dalam sirkulasi sangat sedikit.
Agen antiprogesteron RU 486 (mifepristone) mempunyai sifat antagonis
glukokortikoid kuat dan digunakan untuk memblok kerja glukokortikoid pada pasien
dengan sindroma Cushing.

Metabolisme Intermedier
Glukokortikoid pada umumnya menghambat sintesis DNA. Pada sebagian besar
jaringan menghambat sintesis RNA dan proteni dan mempercepat katabolisme
protein.

A. Metabolisme Glukosa Hepatik: Glukokortikoid meningkatkan glukoneogenesis
hepatik dengan merangsang enzim glukoneogenik yaitu fosfoenolpiruvat
karboksikinase dan glukosa-6-fosfatase. Glukokortikoid juga mempunyai pengaruh
meningkatkan respons hepar terhadap hormon glukoneogenik (glukagon,
katekolamin) dan juga mempengaruhi peningkatan pembesaran substrat dari jaringan
perifer terutama otot. Pengaruh akhir ini ditingkatkan oleh glukokortikoid yang
menyebabkan pengurangan ambilan asam amino di perifer dan sintesis protein.
Glukokortikoid juga meningkatkan pelepasan gliserol dan asam lemak bebas dengan
lipolisis dan meningkatkan pembebasan asam laktat dari otot. Steroid ini juga
meningkatkan sintesis glikogen hepatik dan penyimpanan dengan stimulasi aktivitas
glikogen sintetase dan dengan sedikit mengurangi pemecahan glikogen. Efek ini
tergantung pada insulin.

B. Metabolisme Glukosa di Perifer : Glukokortikoid juga mempengaruhi
metabolisme karbohidrat dengan jalan menghalangi ambilan glukosa di perifer dalam
otot dan jaringan adiposa.

C. Pengaruh Terhadap Jaringan Adipose : Dalam jaringan adiposa pengaruh
utama adalah peningkatan lipolisis dengan pembebasan gliserol dan asam lemak
bebas. Sebagian disebabkan oleh stimulasi langsung lipolisis oleh glikokortikoid,
tetapi juga atas pengaruh penyerapan glukosa yang berkurang dan peningkatan oleh
glukokortikoid terhadap pengaruh hormon lipolitik. Walaupun glukokortikoid
bersifat lipolitik, terjadi peningkatan penimbunan lemak yang merupakan manifestasi
klasik dari kelebihan glukokortikoid. Keadaan yang paradoksal ini dapat diterangkan
dengan meningkatnya selera makan yang disebabkan oleh karena kadar steroid yang
tinggi, dan karena pengaruh lipogenik dari keadaan hiperinsulinemia yang terjadi
pada keadaan ini. Pengaruh glukokortikoid terhadap metabolisme intermedier dapat
dirangkum sebagai berikut:

(1) Dalam keadaan kenyang pengaruhnya sangat minim. Tetapi pada keadaan puasa,
glukokortikoid ikut mengatur kadar glukosa dalam plasma dengan cara
meningkatkan glukoneo-genesis, deposisi glikogen, dan pembebasan substrat di
perifer.

(2) Peningkatan produksi glukosa hepatik sebagaimana juga sintesis hepatik RNA
dan protein.

(3) Pengaruhnya terhadap otot bersifat katabolik; misalnya mengurangi penyerapan
dan metabolisme glukosa, mengurangi sintesis protein, dan meningkatkan
pembebasan asam amino.

(4) Pada jaringan adiposa mera ngsang lipolisis.

(5) Pada defisiensi glukokortikoid, dapat terjadi hipoglikemia, sedangkan pada
glukokortikoid berlebihan dapat terjadi hiperglikemia, hiperinsulinemia, pengecilan
otot, dan peningkatan berat badan dengan distribusi lemak yang abnormal.

Efek pada Fungsi dan Jaringan-Jaringan Lain

A. Jaringan Ikat : Glukokortikoid dalam jumlah yang berlebihan menghambat
fungsi fibroblas, yang akan menyebabkan kehilangan jaringan kolagen dan jaringan
ikat, sehingga mengakibatkan penipisan kulit, mudah mengelupas, pembentukan
striae dan kesulitan penyembuhan luka.

B. Tulang : Glukokortikoid secara langsung menghambat pembentukan tulang
dengan menurunkan proliferasi sel dan sintesis RNA, protein, kolagen dan
hialuronat. Glukokortikoid secara langsung juga menstimulasi sel-sel yang
meresorbsi di tulang, menyebabkan osteolisis dan meningkatkan ekskresi
hidroksiprolin di urin. Sebagai tambahan, juga memperkuat efek PTH pada tulang,
dan hal tersebut akan berpengaruh lebih lanjut pada resorpsi akhir pada tulang.

C. Metabolisme Kalsium : Glukokortikoid juga mempunyai efek utama pada
homeostasis mineral. Glukokortikoid jelas akan mengurangi absorpsi kalsium dari
usus, yang menyebabkan penurunan kadar kalsium serum. Hal ini menyebabkan
peningkatan sekunder sekresi PTH, yang akan mempertahankan kadar kalsium
serum dalam batasbbatas normal dengan menstimulasi resorpsi dari tulang.
Glukokortikoid juga meningkatkan ekskresi kalsium di urin. Juga mengurangi
reabsorpsi fosfor di tubulus, yang menyebabkan fosfaturia dan penurunan kadar
fosfor dalam serum. Jadi, glukokortikoid berlebihan menyebabkan keseimbangan
kalsium yang
negatif, dengan penurunan absorpsi dan peningkatan ekskresi di urin. Kadar kalsium
dalam serum tetap bertahan normal, tetapi ini akan merugikan karena terjadi resorpsi
dari tulang. Penurunan pembentukan tulang dan peningkatan resorpsi akhirnya akan
menyebabkan osteopenia yang mungkin menjadi komplikasi utama dari
glukokortikoid berlebihan spontan ataupun iatrogenik .

D. Pertumbuhan dan Perkembangan : Glukokortikoid mempercepat
perkembangan sejumlah sistem dan organ-organ pada fetus dan jaringan-jaringan
yang berdiferensiasi. Contoh dari efek-efek yang mempercepat pertumbuhan ini
adalah peningkatan produksi surfaktan di paru-paru pada fetus dan peningkatan
perkembangan sistem-sistem enzim pada hepar dan gastrointestinal.
Glukokortikoid dalam jumlah yang berlebihan akan menghambat pertumbuhan pada
anak-anak, dan efek yang merugikan ini merupakan komplikasi utama terapi dengan
obat tersebut. Hal ini mungkin terjadi sebagai akibat adanya efek langsung pada sel-
sel tulang, walaupun disini juga dipengaruhi oleh penurunan sekresi hormon
pertumbuhan (GH) dan pembentukan somatomedin .

E. Sel-sel Darah dan Fungsi Imunologis :

1. Eritrosit-- Glukokortikoid hanya sedikit berpengaruh pada eritropoiesis dan
konsentrasi hemoglobin. Walaupun mungkin terdapat polisitemia dan anemia yang
ringan berturut-turut pada sindroma Cushing dan penyakit Addison, perubahan
perubahan ini lebih mungkin terjadi sekunder akibat perubahan pada metabolisme
androgen.

2. Lekosit-- Glukokortikoid mempengaruhi pergerakan dan fungsi lekosit,
meningkatkan lekosit polimorfonuklear intravaskular dengan meningkatkan
pelepasan sel-sel tersebut dari sumsum tulang, dengan meningkatkan waktu-paruh
selsel PMN dalam sirkulasi, dan dengan menurunkan pergerakan kompartemen
vaskular ke luar. Pemberian glukokortikoid menurunkan jumlah limfosit-limfosit,
monosit-monosit dan eosinofil-eosinofil dalam sirkulasi berkurang, terutama akibat
peningkatan pergerakannya ke luar dari sirkulasi. Keadaan sebaliknya ini yaitu
terjadinya netropenia, limfositosis, monositosis dan eosinofilia-ditemukan pada
insufisiensi adrenal. Glukokortikoid juga menurunkan migrasi sel sel inflamasi (sel-
sel PMN, monosit-monosit dan limfosit-limfosit) ke lokasi terjadinya perlukaan, hal
ini mungkin merupakan mekanisme utama dari kerja anti-inflamasi dan
meningkatkan kerentanan terhadap infeksi yang terjadi akibat pemberian yang
bersifat kronis. Glukokortikoid juga menurunkan produksi limfosit dan mediator
serta fungsi-fungsi efektor sel-sel tersebut.

3. Efek imunologis-- Glukokortikoid mempengaruhi berbagai aspek respons
imunologis dan inflamasi, termasuk mobilisasi dan fungsi lekosit. Mereka
menghambat fosfolipase A2, suatu enzim kunci dalam sintesis prostaglandin. Mereka
juga mengganggu pelepasan substansi efektor seperti limfokin interleukin-1,
produksi dan bersihan antibodi, serta derivat spesifik sumsum tulang lainnya dan
fungsi limfosit yang berasal dari timus. Kemudian, sistem imun mempengaruhi aksis
hipotalamus-hipofisis-adrenal; interleukin-I merangsang sekresi CRH dan ACTH.

F. Fungsi Kardiovaskular : Glukokortikoid mungkin dapat meningkatkan curah
jantung, dan juga meningkatkan tonus vaskular di perifer, mungkin dengan
meningkatkan efek vasokonstriktor-vasokonstriktor lain misalnya: katekolamin.
Glukokortikoid juga mengatur ekspresi reseptor adrenergik. Jadi, dapat terjadi syok
refraktori bila individu yang mengalami defisiensi glukokortikoid terkena stres.
Glukokortikoid yang berlebihan sendiri dapat menyebabkan hipertensi yang berasal
dari efek mineralokortikoidnya. Walaupun insidens dan penyebab yang pasti
problem ini masih belum jelas, tampaknya mekanisme yang terlibat. dalam sistem
renin-angiotensin; glukokortikoid mengatur subtrat renin, prekursor angiotensin I.

G. Fungsi Ginjal: Steroid-steroid akan mempengaruhi keseimbangan cairan dan
elektrolit dengan bekerja melalui reseptor-reseptor mineralokortikoid (retensi
natrium dan air, hipokalemia, dan hipertensi) atau melalui reseptor glukokortikoid
(meningkatkan kecepatan filtrasi glomerulus dengan meningkatkan curah jantung
atau dengan efek langsung pada gnijal). Kortikosteroid seperti betametason atau
deksametason mempunyai aktivitas mineralokortikoid ringan, meningkatkan ekskresi
natrium dan air. Penderita penderita defisiensi glukokortikoid mengalami penurunan
kecepatan filtrasi glomerulus dan tidak mampu mengekskresi beban cairan yang
berlebihan. Hal ini dapat dipengaruhi dari akibat peningkatan sekresi ADH, yang
dapat terjadi pada defisiensi glukokortikoid.

H. Fungsi Susunan Saraf Pusat: Glukokortikoid dapat masuk ke dalam otak, dan
walaupun peranan fisiologis pada pada susunan saraf pusat belum diketahui,
kelebihan dan defisiensinya jelas dapat mempengaruhi fungsi kognitif dan tingkah
laku
.
1. Glukokortikoid yang berlebihan-- Pada keadaan berlebihan, mula-
mula glukokortikoid akan menyebabkan euforia; namun selanjutnya bila
pajanan berlangsung lama, terjadilah sejumlah kelainan psikologis mencakup
iritabilitas, labilitas emosi, dan depresi. Banyak pasien yang mengalami
kegagalan fungsi kognitif, sebagian besar mengenai ingatan dan konsentrasi.
Efekefek sentral lainnya adalah peningkatan nafsu makan, penurunan libido,
dan insomnia.

2. Penurunan glukokortikoid-- Pasien-pasien dengan penyakit
Addison bersifat apatis dan depresi, cenderung mudah terangsang,
negativistik. Mereka juga mengalami penurunan selera makan.

I. Efek terhadap Hormon-Hormon lainnya :

1. Fungsi tiroid-- Glukokortikoid dalam jumlah berlebihan akan
mempengaruhi fungsi tiroid. Walaupun kadar TSH basal biasanya tetap
normal, respons TSH terhadap thyrotropin-releasing hormone (TRH)
sering subnormal. Kadar tiroksin (T4) total dalam serum biasanya kurang
dari normal, thyroxin binding globulin menurun, dan kadar T4 bebas
normal. Kadar T3 (triiodotironin) total dan bebas mungkin rendah, karena
glukokortikoid yang berlebihan menurunkan konversi T4 menjadi T3 dan
meningkatkan konversi menjadi T3 reverse. Walaupun terjadi perubahan-
perubahan tersebut, manifestasi hipotiroidisme tidak jelas terlihat.

2. Fungsi gonad- Glukokortikoid juga mempengaruhi fungsi gonad dan
fungsi gonadotropin. Pada pria, glukokortikoid menghambat sekresi
gonadotropin terbukti dengan menurunnya respons terhadap pemberian
gonadotropin releasing hormone (GnRH) dan kadar testosteron plasma
yang subnormal. Pada wanita, glukokortikoid juga akan menekan respons
LH terhadap GnRH, yang menyebabkan terjadinya supresi estrogen dan
progestin berakibat inhibisi ovulasi dan terjadinya amenorea.

J. Efek-efek Lainnya:

1. Ulkus peptikum-- Peranan steroid yang berlebihan pada terjadinya atau reaktivasi
ulkus peptikum masih kontroversial. Ulkus-ulkus pada sindroma Cushing spontan
dan pada kontak dengan terapi glukokortikoid dosis sedang tidak sering terjadi,
walau data-data terakhir menimbulkan dugaan bahwa pasien-pasien yang telah
mempunyai ulkus dan diterapi dengan steroid dan yang mendapat terapi steroid dosis
tinggi mungkin akan meningkatkan risiko.

2. Efek-efek oftalmologis- Tekanan intraokuler bervariasi sesuai dengan kadar
glukokortikoid yang beredar dan paralel dengan variasi sirkadian kadar kortisol
plasma. Sebagai tambahan, glukokortikoid yang berlebihan akan meningkatkan
tekanan intraokuler pada pasien-pasien glaukoma sudut terbuka. Terapi
glukokortikoid dapat pula menyebabkan terbentuknya katarak.

Fungsi Klinis dan laboratoris androgen adrenal

Aktivitas biologis langsung dria androgen-androgen adrenal (androstenedion, DHEA
dan DHEA sulfat) adalah minimal dan berfungsi terutama sebagai prekursor-
prekursor untuk konversi di perifer menjadi hormon-hormon androgenik aktif,
testosteron dan dihidrotestosteron. Jadi, DHEA sulfat

1. disekresikan oleh adrenal mengalami konversi menjadi DHEA dalam
jumlah
terbatas; DHEA yang dikonversi di perifer ini dan yang disekresi oleh
kortek adrenal dapat dikonversi lebih lanjut di jaringan perifer menjadi
androstenedion yang merupakan prekursor siap pakai menjadi androgen
androgen aktif.

Efek pada Pria

Pada pria dengan fungsi gonad normal, konversi androstenedion adrenal menjadi
testosteron hanya berjumlah kurang dari 5% kecepatan produksi hormon ini, dan jadi
efek fisiologis yang ditimbulkan dapat diabaikan. Pada pria dewasa, sekresi
androgen adrenal yang berlebihan tidak menimbulkan pengaruh klinis: namun, pada
anak pria, akan menyebabkan pembesaran penis prematur dan perkembangan dini
ciri-ciri seks sekunder.

Efek pada Wanita

Pada wanita, fungsi adrenal abnormal seperti yang terjadi pada sindroma Cushing,
karsinoma adrenal dan hiperplasia kongenital menyebabkan sekresi androgen-
androgen dalam jumlah berlebihan, dan konversi perifernya.

2. Hubungan pemberian analgetik dan antiinflamasi golongan
kortikosteroid pada penderita rheumatoid arthritis

Kortikosteroid berfungsi dalam proses glukoneogenesis di hati, lipolisis
danmobilisasi asam amino (sebagai subtract untuk glukoneogenesis).
Sertamenghambat/inhibisi ambilan glukosa diotot dan jaringan adipose.
Sedangkanuntuk efek anti-inflamasinya, efek tersebut terjadi melalui
penekanan pembentukan berbagai mediator inflamasi (fosfolipase A, cyclooxiginase,

degranulasi sel mast), menghambat fungsi makrofag dan bekerja dalam inflamasi
akut maupun kronik.Kortikosteroid mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein
dan lemak; danmempengaruhi juga fungsi sistem kardiovaskular, ginjal, otot lurik.
Sistem saraf dan organ lain. Korteks adrenal ber-fungsi homeostatik, artinya penting
bagi organisme untuk dapat mempertahankan diri dalam menghadapi perubahan
lingkungan. Dengan demikian, hewan tanpa korteks adrenal hanya dapat hidup
apabila diberikan makanan yang cukup dan teratur, NaCI dalam jumlah
cukup banyak dan ternperatur sekitarnya dipertahankan dalam batas batas
tertentu.Fungsi kortikosteroid penting untuk kelangsungan hidup organisme,
Efek kortikosteroid kebanyakan berhubungan dengan besarnya dosis, makin besar
dosis terapi makin besar efek yang didapat . Tetapi disamping itu juga ada
keterkaitan kerja kortikosteroid dengan hormon-hormon lain. Peran kortikosteroid
dalam kerjasama ini disebut permissive effects yaitu kortikosteroid diperlukan
supaya terjadi suatu efek hormon lain.

Patofisiologi kortikosteroid-psikosis yang diinduksi masih kurang dipahami,
meskipun secara umum diterima bahwa kelainan dari sumbu hipotalamus-hipofisis-
adrenal (HPA) akibat penggunaan steroid kerja panjang dapatmengakibatkan
gangguan mood. Sebagai contoh, sindrom yang melibatkan produksi kortisol yang
berlebihan atau tidak memadai dapat memiliki manifestasikejiwaan. Adalah contoh
Sindrom Cushing terkait dengan kecemasan, euforia,depresi, dan psikosis,
sedangkan penyakit Addison dapat menghasilkan kelelahan,energi rendah, nafsu
makan menurun, dan gejala yang konsisten dengan gejala depresi neurovegetative.
Penggunaan steroid untuk waktu yang lama merupakan komplikasi yang berbahaya
dan sering terjadi. Meskipun demikian penyakit yang sangat berbahayaobat ini dapat
diteruskan, sedangkan pada keadaan yang ringan dosis obat harussegera dikurangi.
Gangguan psikitrik ini dapat timbul dalam beberapa bentuk antara lain nervositas,
insomnia, perubahan mood dan jiwa serta timbulnya tipe psikopati manik-depresif
atau skizofrenik. Kecenderungan bunuh diri seringtimbul. Beberapa penyelidik
mengatakan bahwa timbulnya gejala-gejala inidisebabkan adanya gangguan
keseimbangan elektrolit dalam otak sehinggamempengaruhi kepekaan otak. Gejala
gejala ini lebih sering timbul pada pasienyang sebelumnya pernah menderita
psikosis atau bentuk nervositas lain dankelainan kepribadian. Gangguan jiwa akibat
hormon ini dapat hilang segera ataudalam beberapa bulan setelah obat dihentikan.

3. Hiperfungsi dan Hipofungsi Korteks Adrenal
Pengertian

Disfungsi kelenjar adrenal merupakan gangguan metabolic yang menunjukkan
kelebihan / defisiensi kelenjar adrenal. Klasifikasi Disfungsi Kelenjar Adrenal

A. Hiperfungsi kelenjar adrenal

1) Sindrom Cushing
Sindrom Cushing disebabkan oleh sekresi berlebihan steroid adrenokortikal,
terutama kortisol. Gejala klinis bisa juga ditemukan oleh pemberian dosis
farmakologis kortikosteroid sintetik

2) Sindrom Adrenogenital
Penyakit yang disebabkan oleh kegagalan sebagian atau menyeluruh, satu atau
beberapa enzim yang dibutuhkan untuk sintesis steroid

3) Hiperaldosteronisme
a)Hiperaldosteronisme primer (Sindrom Cohn) Kelaianan yang
disebabkan karena hipersekresi aldesteron autoimun.

b) Aldosteronisme sekunder Kelainan yang disebabkan karena
hipersekresi rennin primer, ini disebabkan oleh hiperplasia sel juksta
glomerulus di ginjal.

B. Hipofungsi Kelenjar Adrenal

Insufisiensi Adrenogenital :

1) Insufisiensi Adrenokortikal Akut (krisis adrenal)Kelainan yang terjadi karena
defisiensi kortisol absolut atau relatif yang terjadi mendadak sehubungan sakit
/ stress.

2) Insufisiensi Adrenokortikal Kronik Primer (penyakit Addison) Kelainan yang
disebabkan karena kegagaln kerja kortikosteroid tetapi relatif lebih penting
adalah defisiensi gluko dan mineralokortikoi

3) Insufisiensi Adreno Kortikal Sekunder Kelainan ini merupakan bagian dari
sinsrom kegagalan hipofisis anterior respon terhadap ACTH terhambat atau
menahun oleh karena atrofi adrenal.

4. Etiologi, gejala klinis cushing sindrom

Cushing digambarkan sebagai sindrom yang mempunyai karakteristik
denganobesitas trunkal, hipertensi, kelelahan, amenorrhea, hirsutism, striae
abdomina,edema, glukosuria, osteoporosis, dan tumor basofilik pituary.
Etiologi, semua kasus dari sindrom Cushing sesuai menurut peningkatan
produksikortisol oleh adrenal. Dalam kebanyakan kasus, penyebabnya adalah
bilateraladrenal hyperplasia karena hipersekresi dari ACTH pituary atau produksi
ektopik ACTH oleh sumber non pituary.Insiden dari hiperplasia tergantung pituary
adalah tiga kali lebih besar pada wanitadibandingkan pria, dan lebih seringnya pada
onset umur 30-40 tahunan.Kebanyakan bukti mengindikasikan bahwa defek primer
adalah perkembangan De Novo dari adenoma pituary, tumor yang ditemukan pada >
90% pasien denganhiperplasia adrenal tergantung-pituary.Secara alternative, defek
ini adakalanya terletak di hipotalamus atau pusat neuralyang lebih tinggi,
menyebabkan pelepasan CRH yang tidak diperlukan terhadapkadar kortisol yang
bersirkulasi. Defek primer ini menimbulkan stimulasi berlebihan dari pituary,
menghasilkan hiperplasia atau formasi tumor. Dalam beberapa seri pembedahan,
kebanyakan individu dengan hipersekresi ACTH pituary ditemukan untuk
mempunyai mikroadenoma (<10 mm dalam diameter;50% 10 mm) atau hiperplasia
difus dari sel kortikotropik yang dapat ditemukan.Secara tradisional, hanya individu
yang mempunyai tumor pituary penghasilACTH disebut sebagai penyakit Cushing,
dimana sindrom Suching ditujukanuntuk semua penyebab dari kelebihan kortisol :
tumor eksogen ACTH, tumor adrenal, tumor mensekresi ACTH pituary, atau
pengobatan glukortikoid yang berlebihan.Sindrom ACTH ektopik disebabkan oleh
tumor nonpituari yang disekresi baik ACTH dan atau CRH serta penyebab
hiperplasia adrenal bilateral. Produksiektopik dari CRH menghasilkan dalam klinis,
biokimia, dan penampakanradiologis yang dapat dibedakan dari penyebab
hipersekresi dari ACTH pituary.Tanda yang sering dan gejala dari sindrom Cushing
dapat tidak ada atau minimaldengan produksi ACTH ektopik, dan alkalosis
hipokalemik dengan manifestasi prominent. Kebanyakan dari kasus ini dikaitkan
dengan sel kecil primitif tipekarsinoma bronkogenik atau dengan tumor karsinoid
dari thymus, pankreas atauovarium; karsinoma medulla tiroid; atau adenoma
bronkhial.Onset dari sindrom cushing dapat mendadak, terutama pada pasien
dengankarsinoma paru, dan penampakkan ini timbul dalam bagiam pasien
untuk menunjukkan manifestasi klasik. Dilain sisi, pasien dnegan tumor karsinoid
ataufeokromositoma mempunyai gejala klinis yang lebih lama dan biasanya
biasanyamenampakkan cushingoid yang tipikal. Sekresi ektopik ACTH ditemani
denganakumulasi fragment ACTH dalam plasma dan oleh kadar plasma yang
meningkatdari molekul prekursor ACTH.Karena tumor dapat memproduksikan
jumlah besar ACTH, nilai steroid dasar biasanya sangat tinggi dan peningkatan
pigmentasi kulit dapat hadir. Sekitar 20hingga 25% pasien dengan sindrom Cushing
mempunyai neoplasma adrenal.Tumor ini biasanya unilateral, dan sekitar
setengahnya merupakan maligna.Adakalanya, pasien yang mempunyai corak
biokimia dari kedua kelebihan ACTH pituary dan dari adenoma adrenal. Individu ini
mempunyai nodular hyperplasia dari kedia kelenjar adrenal, seringkali menghasilkan
stimulasi ACTH yang lamadalam ada atau tidaknya pituary adenoma. Dua tambahan
entitas hiperplasianodular: kerusakan familial dalam anak-anak atau dewasa muda
(dinamakandisplasia mikronodular terpigmentasi) dan respon kortisol abnormal
terhadap penghambat lambung polipeptida atau luteinizing hormone, secara
sekunder terhadap ekspressi ektopik reseptor dalam hormon ini di korteks
adrenal.Penyebab paling sering dari sindrom cushing adalah iatrogenic dengan
pemberiansteroid untuk alasan yang bervariasi. Meskipun corak klinis membawa
kemiripanterhadap mereka dengan tumor adrenal, pasien ini biasanya dibedakan
dalamriwayat dasar dan studi laboratorium.Gejala KlinisGejala sindrom cushing
salah satunya adalah terjadi peningkatan berat badan yangcepat, terutama dari badan
dan wajah dari anggota badan (obesitas sentral). Tandaumum lainnya adalah
pertumbuhan bantalan lemak di sepanjang tulang leher dandi bagian belakang leher
(punuk kerbau) dan wajah bulat sering disebut sebaga moon face.
Gejala lain termasuk hiperhidrosis (keringat berlebihan), telangiectasia(pelebaran
kapiler), penipisan kulit yang menyebabkan mudah memar dan kekeringan,
khususnya tangan dan selaput lendir, ungu atau merah striae. Berat badan pada
sindrom cushing akan meregangkan kulit yang tipis dan lemah hinggamenyebabkan
perdarahan pada pantat, lengan, kaki atau payudara. Selain itu,kelemahan otot
proksimal (pinggul, bahu), dan hirsutisme (wajah laki-pola pertumbuhan rambut),
kebotakan dan atau menyebabkan rambut menjadi sangatkering dan rapuh. Dalam
kasus yang jarang terjadi, sindrom cushing dapatmenyebabkan hiperkalsemia, yang
dapat menyebabkan nekrosis kulit. Kelebihankortisol juga dapat mempengaruhi
sistem endokrin lainnya dan menyebabkaninsomnia, menghambat aromatase, libido
berkurang, impotensi, amenorea /oligomenore dan infertilitas akibat peningkatan di
androgenPasien dengan sindrom cushing akan sering mengalami gangguan
psikologis,mulai dari euforia ke psikosis. Depresi dan kecemasan juga umum.
Perubahankulit lainnya mencolok yang mungkin muncul dalam sindrom Cushing
termasuk jerawat, kerentanan terhadap infeksi dermatofit dan malassezia dangkal,
dankarakteristik keunguan, striae atrofi pada perut. Tanda-tanda lainnya
termasuk poliuria, hipertensi persisten (karena peningkatan kortisol tentang
efek vasoconstrictive epinefrin) dan resistensi insulin (terutama umum dalam
produksiACTH ektopik), menyebabkan hiperglikemia (gula darah tinggi) dan
resistensiinsulin yang dapat menyebabkan diabetes mellitus. Resistensi insulin ini
disertaidengan perubahan kulit seperti nigricans acanthosis di ketiak dan di sekitar
leher,serta tanda kulit di ketiak. Sindrom Cushing yang tidak diobati dapat
menyebabkan penyakit jantung dan kematian meningkat. Sindrom Cushing karena
kelebihan ACTH juga dapat mengakibatkan hiperpigmentasi, Hal ini
disebabkan produksi hormon yang merangsang melanosit sebagai produk sampingan
dari sintesis ACTH dan dari Pro-opiomelanocortin (POMC). Kortisol juga dapat
menunjukkan aktivitas mineralcorticoid dalam konsentrasi tinggi, memperburuk
hipertensi dan menyebabkan hipokalemia (umum di sekresi ACTH ektopik).
Selanjutnya, gangguan pencernaan, infeksi oportunistik dan gangguan penyembuhan
luka (kortisol adalah hormon stres, sehingga menekan respon imundan inflamasi).
Osteoporosis juga merupakan masalah dalam sindrom Cushing karena, sebagaimana
disebutkan sebelumnya, membangkitkan respon stres kortisol seperti. Akibatnya,
perawatan tulang (dan jaringan lainnya) menjadi sekunder untuk pemeliharaan
respon stres. Selain itu, Cushing dapatmenyebabkan sakit sendi, terutama di pinggul,
bahu, dan punggung bawah.Kadar kortikosteroid tinggi setiap waktu meningkatkan
tekanan darah,melemahkan tulang (osteoporosis), dan mengurangi perlawanan
terhadap infeksi.Resiko terbentuknya batu ginjal dan diabetes meningkat, dan
gangguan mental,termasuk depresi dan halusinasi, bisa terjadi. Wanita biasanya
memiliki siklusmenstruasi yang tidak teratur. Anak dengan sindrom cushing lambat
tumbuh dantetap pandek. Pada beberapa orang, kelenjar adrenal juga menghasilkan
androgendalam jumlah besar (testosteron dan hormon sejenisnya), menyebabkan
moon facedan bulu rambut tubuh pada wanita dan kebotakan.
5. Diagnosis dan Tatalaksana

1. uji kadar kortisol plasma > 5 g/dl pada sampel jam 8 pagi setelah
pemberiandeksametason pada tengah malam.
2. uji urine 24 jam dengan kadar kortisol bebas > 100 g/hari
3. supresi deksametason dosis rendah selama 2 hari,
kegagalan menekan kortisol plasma hingga < 5 g/dl = sindrom cushing.
Untuk mengetahui penyebab sindromcushing dilakukan uji deksametason 2
hari dosis tinggi dan uji ACTH plasma.Diagnosis dapat dilakukan
dengan mencari tanda-tanda klinis kelebihan steroiddalam tubuh,
ditunjang dengan pemeriksaan skrining, tes supresi
deksametasondan pengukuran kadar ACTH plasma. Dapat juga dilengkapi
dengan pemeriksaan ctscan. Penyakit ini biasanya dibedakan menurut
etiologinya.
Penatalaksanaan
Pada pemeriksaan laboratorium sederhana, didapati limfositofeni, jumlahnetrofil
antara 10.000 25.000/mm3. eosinofil 50/ mm3 hiperglekemi (Dm pada10 % kasus)
dan hipokalemia.2. Pemeriksaan laboratorik diagnostik. Pemeriksaan kadar kortisol
dan overnightdexamethasone suppression test yaitu memberikan 1 mg
dexametason pada jam11 malam, esok harinya diperiksa lagi kadar kortisol plasma.
Pada keadaannormal kadar ini menurun. Pemerikaan 17 hidroksi kortikosteroid
dalam urin 24 jam (hasil metabolisme kortisol), 17 ketosteroid dalam urin 24 jam.3.
Tes-tes khusus untuk membedakan hiperplasi-adenoma atau karsinoma :
a. Urinary deksametasone suppression test. Ukur kadar 17
hidroxikostikosteroiddalam urin 24 jam, kemudian diberikan
dexametasone 4 X 0,5 mg selama 2 hari, periksa lagi kadar 17 hidroxi
kortikosteroid bila tidak ada atau hanya sedikitmenurun, mungkin ada
kelainan. Berikan dexametasone 4 x 2 mg selama 2 hari, bila kadar 17
hidroxi kortikosteroid menurun berarti ada supresi-kelainan adrenalitu
berupa hiperplasi, bila tidak ada supresi kemungkinan adenoma
ataukarsinoma.
b. Short oral metyrapone test. Metirapone menghambat pembentukan
kortisolsampai pada 17 hidroxikortikosteroid. Pada hiperplasi, kadar 17
hidroxikortikosteroid akan naik sampai 2 kali, pada adenoma dan
karsinoma tidak terjadikenaikan kadar 17 hidroxikortikosteroid dalam
urine.
c. Pengukuran kadar ACTH plasma.
d. Test stimulasi ACTH, pada adenoma didapati kenaikan kadar sampai 2
3 kali, pada kasinoma tidak ada kenaikanTerapi dilakukan berdasarkan
etiologinya. Jika disebabkan oleh karena tumor adrenal, maka harus
dilakukan tindakan operatif untuk pengangkatan tumor tersebut, hanya saja
sisa kelenjar adrenal akan mengalami atrofi.


Terapi substitusi kortikosteroid dibutuhkan selama berbulan-bulan dan
diperlukan penghentian secara bertahap untuk mengembalikan fungsi adrenal ke
normal.Tumor hipofisis harus diobati dengan radiasi eksternal, implantasi
atauhipofisektomi transfenoidal. Adrenalektomi total merupakan pengobatan
yangsering dilakukan tetapi bisa terjadi renjatan postoperasi, sepsis dan
penyembuhanyang lambat. Pada pasien yang menjalani adrenalektomi total
diperlukankortikosteroid permanent. Ada 3 jenis obat yang digunakan untuk
menekansekresi kortisol karsinoma diantaranya metyrapone, amino gluthemide
dan p-DDD. Dapat digunakan untuk mengendalikan sindrom Cushing
(dan untuk mengurangi resiko operasi) sebelum pengobatan radikal atau sebagai
alternative jika tindakan bedah merupakan kontraindikasi
a. Obesitas
Merupakan manifestasi klinis yang paling sering dijumpai. Keadaan ini
secara klasik bersifat sentral, terutama mengenai wajah, leher, badan dan abdomen
dan bersifat relatif di ekstremitas. Akumulasi lemak menyebabkan moon facies yang
khas terdapat pada 75 % kasus dan disertai dengan pletora fasial pada sebagian
besar pasien. Sedangkan akumulasi lemak pada leher terutama pada jaringan lemak
supraklavikular dan dorsoservikal (punuk sapi).
Tidak terdapat obesitas pada sejumlah kecil pasien yang tidak mengalami
peningkatan BB, lemak didistribusikan di daerah sentral, serta gambaran wajah yang
khas.
b. Perubahan-perubahan pada kulit
Hal ini diakibatkan oleh kortisol yang berlebihan. Atropi pada jaringan ikat
dibawahnya menyebabkan penipisan kulit serta pletora fasial, penipisan kulit
mengakibatkan juga muka tampak merah sampai keunguan, timbul strie dan
ekimosis
c. Hirsutisme
Hirsutisme adalah tumbuhnya rambut yang berlebihan di daerah kemaluan
dan ketiak. Terjadi 80% pada perempuan akibat hiersekresi antrogen adrenal. Hal
tersebut dapat menyebabkan timbulnya akne dan seborea.
d. Hipertensi
Diastol biasanya lebih dari 100 mmHg, 50% penderita, 75% pada hipertensi
klasik. Hipertensi dan komplikasinya menjadi penyebab utama morbiditas dan
mortalitas dari sindrom cushing.

e. Disfungsi gonad
Terjadi akibat peningkatan androgen pada wanita dan kortisol pada laki-laki.
Sehingga wanita mengalami amenore pada usia premenopause disertai infertilitas
dengan presentasi 75%, sedang pada laki-laki menyebabkan penurunan libido,
sebagian mengalami penurunan rambut tubuh dan testis melunak.

f. Gangguan Psikologi
Labilitas emosional dan peningkatan iritabilitas. Ansietas, depresi, konsentrasi
buruk, ingatan buruk, euforia, gangguan tidur/insomnia dapat timbul.

g. Kelemahan otot
Terjadi sekitar 50% kasus. Terjadi pada bagian proksoimal dan paling dominan pada
ekstremitas bawah.

h. Osteoporosis
Terdapat nyeri dibagian belakang tubuh yang merupakan keluhan awal pada 58%
kasus. Fraktur terjadi pada iga dan korpus vertebra.

i. Batu ginjal
Terjadi akibat hiperkolsiuria disebabkan oleh glukokortikoid, terjadi pada sekitar
15% pasien biasanya terjadi kolik ginjal.

j. Haus poliuria
Terjadi akibat hiperglikemia berat dan diabetes melitus terjadi pada sekitar 10%
pasien, lebih sering dijumpai intoleransi glukosa yang asimtomatik.

k. Hipernatremia

l. Hipokalemiaa. Penyakit arteri koroner, terjadi karena hipertensi berat.

m. Infeksi berat, terjadi jika pasien mengalami diabetes melitus dan mengalami luka,
sehingga memungkingkan terjadinya infeksi berat.

n. Penyakit serebro vaskuler (cerebro vascular desease / CVD).









STEP 5
Menentukan LO

1. Farmakologi Obat sindrom cushing
2. Penyakit lain yang berubungan dengan hipofungsi dan hiperfungsi kelenjar
adrenal, meliputi :
a. Etiologi
b. Gejala Klinis
c. Diagnosis
d. Tatalaksana




















STEP 6
Belajar Mandiri




























STEP 7
Membahas LO

1. Farmakologi obat sindrom cushing

You might also like