Professional Documents
Culture Documents
1
= resistansi sisi primer
2
= resistansi sisi sekunder dipandang dari sisi primer
1
= reaktansi sisi primer
2
= reakatansi sisi sekunder dipandang dari sisi primer
0
= resistansi inti besi transformator
0
= reaktansi boco transformator
Atur Pambudi (10/296776/TK/36208)
Candra Prasetya Aji (10/305378/TK/37490) 46
3.2.1.1 Konstruksi Transformator Daya
Umumnya konstruksi transformator daya secara singkat terdiri dari :
Inti yang terbuat dari lembaran-lembaran plat besi lunak atau baja silikon
yang diklem jadi satu.
Belitan dibuat dari tembaga yang cara membelitkan pada inti dapat
konsentris atau spiral.
Sistem pendinginan pada trafo-trafo dengan daya yang cukup besar.
Bushing untuk menghubungkan rangkaian dalam transformator dengan
rangkaian luar.
Antara inti dan belitan akan memberikan dua jenis transformator berikut.
1. Jenis inti (core type) yakni belitan mengelilingi inti. Jenis ini biasa
digunakan untuk transformator dengan daya dan tegangan yang tinggi.
Gambar 3.17 Transformator Jenis Inti (Core Type)
Atur Pambudi (10/296776/TK/36208)
Candra Prasetya Aji (10/305378/TK/37490) 47
2. Jenis cangkang (shell type) yakni inti mengelilingi belitan. Jenis ini biasa
digunakan untuk trafo yang mempunyai daya dan tegangan rendah.
Gambar 3.18 Transformator Transformator Jenis Cangkang (shell Type)
3.2.1.2 Prinsip Kerja Transformator Daya
Gambar 3.19 Transformator Ideal
Sisi belitan
1
dan
2
merupakan sisi tegangan rendah dan sisi belitan
1
dan
2
merupakan sisi tegangan tingi. Bila salah satu sisi, baik sisi tegangan
tinggi (TT), maupun sisi tegangan rendah (TR) dihubungkan dengan sumber
Atur Pambudi (10/296776/TK/36208)
Candra Prasetya Aji (10/305378/TK/37490) 48
tegangan bolak-balik, maka sisi tersebut, disebut dengan sisi primer, sedangkan
sisi lain yang dihubungkan dengan beban disebut sisi sekunder.
Bila Sisi belitan
1
dan
2
dihubungkan dengan sumber tegangan
bolak-balik sebesar
1
=
.
Fluks sebesar
1
=
= 4,44
()
2
=
= 4,44
()
1
=
2
=
1
=
1
=
1
=
2
=
1
=
1
=
2
=
2
=
3.2.1.3 Jenis Transformator Daya di PT Krakatau Daya Listrik
Pada PLTU PT. Krakatau Daya Listrik terdapat 3 jenis trafo dengan
kapasitas dan fungsi yang bervariasi (di kode kan dengan nama AT, BT dan
CT) yaitu :
1. Trafo AT step up 10,5/150 kV dengan kapasitas 100 MVA digunakan
untuk mentransformasikan tegangan keluaran dari generator sebesar 10,5
kV menjadi 150 kV kemudian di transmisikan ke jaringan. Karena di PLTU
ada 5 unit generator, maka jumlah trafo AT juga 5 unit.
2. Trafo BT step down 150/6 Kv dengan kapasitas 16 MVA digunakan untuk
pemenuhan kebutuhan tenaga listrik di auxiliary load. Pada PLTU PT.
Krakatau daya listrik terdapat 5 unit trafo BT.
3. Trafo CT step down 6 kV/400 V dengan kapasitas 1 MVA digunakan juga
untuk pemenuhan kebutuhan tenaga listrik di auxiliary load. Pada PLTU
PT. Krakatau daya listrik terdapat 5 unit trafo CT.
Atur Pambudi (10/296776/TK/36208)
Candra Prasetya Aji (10/305378/TK/37490) 50
Sedangkan untuk trafo gardu induk (di kode kan dengan nama Trafo AV)
yang terletak di Main Transfer Station dan Substation adalah sebagai berikut :
1. Trafo AV01 AV09
Merupakan trafo step down 150/30 kV dengan kapasitas 80 MVA dan
terletak di Main Transfer Station I dan Main Transfer Station II.
2. Trafo AV11 & AV12
Merupakan trafo step down 150/30 kV dengan kapasitas 100 MVA dan
terletak di Main Transfer Station III.
3. Trafo AV01 & AV02
Merupakan trafo step down 150/20 kV dengan kapasitas 80 MVA dan
terletak di Diesel Substation.
4. Trafo AV03 & AV04
Merupakan trafo step down 150/6 kV dengan kapasitas 20 MVA dan
terletak di Diesel Substation.
5. Trafo AV03 & AV04
Merupakan trafo step down 150/20 kV dengan kapasitas 20 MVA dan
terletak di Harbour Substation dan di Cidanau Substation, masing-
masing 2 unit pada setiap substation.
3.3 Sistem Interkoneksi
Sisten interkoneksi kelistrikan merupakan sistem terintegrasinya seluruh pusat
pembangkit menjadi satu sistem pengendalian. Fungsi utama dari sistem interkoneksi
ialah untuk mendapatkan sistem kelistrikan dengan tingkat keandalan yang tinggi
dalam penyaluran daya listrik dari stasiun pembangkit ke pusat beban, secara
ekonomis, efisien dan optimum.
Atur Pambudi (10/296776/TK/36208)
Candra Prasetya Aji (10/305378/TK/37490) 51
Keandalan sistem merupakan probabilitas bekerjanya suatu peralatan dengan
komponen-komponennya atau sistem sesuai dengan fungsinya dalam periode dan
kondisi operasi tertentu. Faktor faktor yang mempengaruhi tingkat keandalan antara
lain kemampuan untuk mengadakan perubahan jaringan atau peralatan pembangkitan
dan perbaikan dengan segera terhadap peralatan yang rusak.
3.3.1 Prinsip Dasar Sistem Interkoneksi
Dalam proses produksinya, PT. Krakatau Steel Tbk setidaknya membutuhkan
suplai daya listrik yang relatif stabil untuk dapat mempertahankan kontinuitas operasi
dari proses produksi baja.
Untuk menunjang hal tersebut, sistem kelistrikan di PT. Krakatau Daya Listrik
tergabung dalam satu sistem tunggal yang tersambung (interconnected) dengan sistem
yang berasal dari PLN.
3.3.2 Sistem Interkoneksi PT. Krakatau Daya Listrik
Seperti yang telah dijelaskan pada bab 3.2 mengenai sistem transmisi, PT.
Krakatau Daya Listrik menggunakan tegangan nominal 150 kV yang disalurkan ke
beberapa feeder melalui penghubungan saluran dengan sistem transmisi yang berasal
dari PT. PLN melalui main station 150 kV. Dengan sistem ini apabila kebutuhan daya
untuk proses produksi di site plant miliki PT. Krakatau Steel tidak bisa dipenuhi oleh
pembangkit, maka bisa dibantu dengan suplai dari berbagai stasiun yang terhubung.
Demikian pula jika terjadi kelebihan catu daya, pusat pembangkit bisa
mengirimkannya ke wilayah-wilayah lain yang tersambung dalam sistem interkoneksi.
Tegangan transmisi yang digunakan hanya sebesar 150 kV, hal ini bersangkutan
langsung dengan kapasitas transformator AT (step up) yang hanya dapat menaikkan
tegangan hingga 150 kV dengan kapasitas daya yang dapat disalurkan sebesar 100
MVA. Saluran interkoneksi yang terhubung bersumber dari main station Rawa Arum
dengan memakai saluran transmisi overhead dengan panjang saluran 4,4 kilometer.
Tegangan dari PT. PLN terlebih dahulu disinkronkan dengan rated tegangan 150 kV
Atur Pambudi (10/296776/TK/36208)
Candra Prasetya Aji (10/305378/TK/37490) 52
yang ada pada main station PT. KDL sebelum disalurkan ke grid yang terhubung
langsung dengan beberapa sub station yang mengatur penyaluran beban.
3.4 Sistem Distribusi
Sistem Distribusi merupakan bagian dari sistem tenaga listrik. Sistem distribusi
ini berguna untuk menyalurkan tenaga listrik dari sumber daya listrik besar (Bulk
Power Source) sampai ke konsumen. Jadi fungsi distribusi tenaga listrik adalah :
1. Pembagian atau penyaluran tenaga listrik ke beberapa tempat (pelanggan).
2. Merupakan sub sistem tenaga listrik yang langsung berhubungan dengan
pelanggan, karena catu daya pada pusat-pusat beban (pelanggan) dilayani
langsung melalui jaringan distribusi.
Substation Diesel mempunyai tegangan keluaran sebesar 150 kV. Selain
ditransmisikan ke Gantry PLN Cilegon Baru (Universitas Sultan Agung Tirtayasa)
tegangan 150 kV tersebut juga dialirkan ke trafo step down dengan tegangan keluaran
6 kV berkapasitas 2 x 20 MVA didistribusikan ke Komples Perumahan Krakatau Steel
dan sekitarnya. Tegangan 150 kV di alirkan ke trafo step down dengan tegangan
keluaran 20 kV berkapasitas 2 x 80 MVA didistribusikan ke ke anak perusahaan
Krakatau Steel Group di Kawasan Industri Estate Cilegon I.
Substation Harbour mempunyai tegangan keluaran sebesar 150 Kv. Selain di
transmisikan ke Gardu Induk Cidanau, tegangan 150 Kv tersebut juga dialirkan ke trafo
step down dengan tegangan keluaran sebesar 20 kV dan didistribusikan ke PT.
Krakatau Bandar Samudra dan ke Kawasan Industri Estate Cilegon II.
Atur Pambudi (10/296776/TK/36208)
Candra Prasetya Aji (10/305378/TK/37490) 53
Tabel 3.1 Daftar peralatan utama jaringan Krakatau Daya Listrik
No Peralatan Utama QTY Spesifikasi Lokasi
1 Transformer
a. Trafo AT 5 unit 10.5/150kV 100 MVA PLTU
b. Trafo BT 5 unit 150/6kV 16 MVA PLTU
c. Trafo AV01 s/d AV09 9 unit 150/30kV 80 MVA MTS I & MTS II
d. Trafo AV11 & AV12 2 unit 150/30kV 100 MVA MTS III
e. Trafo AV01 & AV02 2 unit 150/20kV 80 MVA Diesel Subt.
f. Trafo AV03 & AV04 2 unit 150/6kV 20 MVA Diesel Subt.
g. Trafo AV03 & AV04 2 unit 150/20kV 20 MVA Harbour Subt.
h. Trafo AV03 & AV04 2 unit 150/20kV 20 MVA Cidanau Subt.
i. Trafo AW 01 s.d AW09 9 unit 30/6kV 8MVA Aux. feeder AJ
j. Trafo AW 01,03,10 & 15 4 unit 30/6kV 8MVA Aux. feeder AF
2. Switch Gear 150kV
a. AD01 s/d AD26 & AD31 27 feeder 150kV 31.5 kA PLTU
b. AE01 s/d AE08 8 feeder 150kV 31.5 kA Diesel Subt
c. AE01 s/d AE07 7 feeder 150kV 31.5 kA Harbour Subt
3. Over Head Lines 150kV
Over Head Lines (OHL) 56 Tower 150 kV Cigading- Cidanau
Over Head Lines (OHL) 12 Tower 150kV KDL - PLN Rawa
Arum
4. Circuit Breaker
a. Breaker 30kV 87 feeder 30kV 31.5 kA Plant KS
b. Breaker 20 kV 96 feeder 20kV 25.0 kA Area KIEC,Cidanau
c. Breaker 6 kV 139
feeder
6kV 25.0 kA PLTU, KS, KIEC
5. Gardu dan Trafo Station (TS)
a. Gardu 6kV 25 Gardu 6kV Perumahan KS
b. Gardu 20kV, TS & Junction TS 122 unit 20kV Area KIEC Industry
54
Gambar 3.20 Diagram Kelistrikan Krakatau Daya Listrik
57
BAB IV
SISTEM PROTEKSI TRANSFORMATOR DAYA 1 MVA
DI UNIT 1 PEMBANGKIT PT. KRAKATAU DAYA LISTRIK
4.1 Konsep Dasar Sistem Proteksi Tenaga Listrik
4.1.1 Gambaran Umum Tentang Sistem Proteksi Tenaga Listrik
Daya listrik yang dimanfaatkan oleh konsumen untuk berbagai keperluan,
berasal dari berbagai macam pembangkit listrik seperti PLTA, PLTU, PLTG, PLTP
dan lain-lain. Untuk sampai ke konsumen dalam keadaan siap digunakan,
penyalurannya memerlukan jaringan transmisi dan distribusi disertai dengan
transformasi tegangan dan arus. Transformasi tersebut dilakukan pada gardu penaik
tegangan di stasiun-stasiun pembangkit dan gardu penurun tegangan di pusat-pusat
beban, menggunakan transformator daya dan transformator distribusi.
Pembangkit, saluran, dan transformator tersebut merupakan komponen utama
sistem tenaga listik yang harus diusahakan agar selalu dalam keadaan siap pakai. Untuk
keperluan pengoperasian dan pemeliharaan masih diperlukan peralatan lain sebagai
perlengkapan pemutus/penghubung atau switchgear. Tingkat kesiapan yang tinggi
semua peralatan tersebut diusahakan mulai dari pemilihan bahan, rancangan,
pembuatan dan pemasangan, sampai pada pengoperasian dan pemeliharaan yang
mengacu pada standar masing-masing. Meskipun demikian selalu masih ada
kemungkinan akan gagal karena berbagai penyebab.
Proteksi transmisi tenaga listrik sangat penting dalam proses penyaluran daya
dari satu tempat ke tempat yang lain. Ini dikarenakan prinsip dalam transmisi tenaga
listrik yang baik salah satunya adalah aman selain andal dan ekonomis. Proteksi tenaga
listrik merupakan bagian yang menjamin bahwa dalam transmisi tenaga lisrik dapat
dikatakan aman. Dapat dikatakan aman karena dalam transmisi tenaga listrik akan
diberikan suatu alat yang berfungsi untuk mengamankan transmisi dari gangguan
bahkan mengamankan manusia dari bahaya yang ditimbulkan oleh pemindahan daya
listrik dari suatu tempat ke tempat yang lain.
Atur Pambudi (10/296776/TK/36208)
Candra Prasetya Aji (10/305378/TK/37490) 58
Proteksi transmisi tenaga listrik sangat diperlukan dalam transmisi tenaga listrik.
Dengan proteksi yang bagus, maka transmisi tidak akan rusak ketika ada sebuah
gangguan yang bersifat sementara. Jika proteksi transmisi tenaga listrik baik, maka
nilai ekonomis dapat diperoleh karena jika dalam suatu transmisi terjadi gangguan,
maka kerusakan peralatan tidak dapat menyebar keperalatan yang lain dikarenakan ada
sebuah proteksi transmisi. Nilai ekonomis dan aman dapat dipadukan menjadi nilai
andal. Andal yang dimaksud disini adalah tidak membahayakan manusia yang berada
disekitar transmisi tenaga listrik sehingga manusia yang berada disekitar transmisi ini
tidak mengalami gangguan kesehatan maupun gangguan material.
Komponen sistem yang gagal ketika sedang beroperasi, harus dipisahkan
(diisolir) dari sistem. Komponen tersebut gagal dalam menjalankan fungsinya
disebabkan oleh adanya gangguan (fault). Dari segi sirkuit listrik, gangguan tersebut
umumnya berupa hubung singkat (short circuit) akibat dari kegagalan isolasi. Hubung
singkat menyebabkan arus yang mengalir besarnya berlipat kali arus normal dan
mungkin pula disertai timbulnya busur api listrik (arcing).Keduanya akan merusak
peralatan yang bersangkutan apabila terlambat dihentikan. Arus hubung singkat yang
besar juga membahayakan setiap peralatan yang dilaluinya. Adalah menjadi tugas rele
untuk mengetahui (mendeteksi) adanya gangguan tersebut lalu memerintahkan
peralatan pemutus (circuit breaker) untuk mengisolasi peralatan yang mengalami
gangguan secara cepat.
Selain pada sirkuit listrik, gangguan mungkin terjadi pada bagian-bagian
mekanis peralatan seperti pada penggerak mula generator (mesin turbin, mesin diesel),
pada mekanisme pengubah sadapan (tap-changer) trafo, mekanisme penggerak
pemutus beban, kipas atau pompa pendingin, minyak trafo dan lain-lain. Ciri dan akibat
dari gangguan mekanis tersebut berbeda dengan yang berasal dari hubung singkat.
Karena pada rele proteksi yang ditugaskan mendeteksi gangguan ini dan perintah atau
actuator-nya pada umumnya berbeda dengan rele
yang mendeteksi hubung singkat, misalnya hanya mengaktifkan alarm saja. Hal ini
perlu untuk gangguan yang sifatnya ringan, dimana peralatan tidak perlu diisolir
secepatnya, guna memberi kesempatan kesempatan bagi operator mengambil langkah-
langkah untuk mencegah pemadaman listrik.
Atur Pambudi (10/296776/TK/36208)
Candra Prasetya Aji (10/305378/TK/37490) 59
Dengan mengetahui adanya gangguan dan jenis gangguan, kemudian
mengaktifkan alarm atau men-trip pemutus beban yang tepat (yaitu untuk mengisolir
bagian yang mengalami gangguan saja) rele proteksi dapat mencegah meluasnya
terjadinya kerusakan akibat gangguan (berupa kerusakan maupun pemadaman listrik).
Rele proteksi tidak dapat mencegah terjadinya gangguan itu. Jika pemilihan peralatan,
desain, dan pembangunan telah memenuhi standar, maka cara pengoperasian dan
pemeliharaanlah yang berperan besar dalam mencegah gangguan.
4.1.2 Penyebab dan Sifat Gangguan
Pada sirkuit listrik yang normal, antara kawat fase dan tanah terdapat isolasi
dengan kekuatan yang cukup untuk menahan tegangan yang ada, sehingga arus hanya
mengalir dari sumber ke beban lewat kawat fase dan kembali ke sumber, melalui kawat
netral atau lainnya. Kalau kekuatan isolasinya menurun sehingga impedansnya
menurun mendekati impedans beban, maka sebagian arus akan bocor melalui isolasi
tersebut. Pada kegagalan isolasi yang lebih parah, impedans isolasi jauh lebih rendah
dari impedans beban, bahkan mungkin mendekati nul. Ini menyebabkan arus tidak
mengalir ke beban, tetapi melalui isolasi yang gagal tersebut, dan bahkan menjadi jauh
lebih besar dari pada arus beban, dan keadaan ini disebut hubung singkat. Kegagalan
isolasi dapat terjadi pada keadaan tegangan normal yang disebabkan oleh:
1. Pemerosotan mutu, karena polusi oleh debu (dust), jelaga (soot), garam (salt),
dan karena proses penuaan (aging) isolasi yang secara terus-menerus selama
bertahun-tahun mengalami pemuaian dan penyusutan berulang-ulang, yang
membentuk void di dalam isolasi yang padat.
2. Kejadian tak terduga akibat dari benda-benda asing: terkena pohon, burung, ular,
bajing, tanaman merambat, tali layang-layang, angin topan, dan gempa bumi.
Atur Pambudi (10/296776/TK/36208)
Candra Prasetya Aji (10/305378/TK/37490) 60
Kegagalan isolasi lebih mungkin terjadi karena tegangan lebih (overvoltage),
misalnya:
1. Terkena petir yang tidak cukup teramankan oleh alat-alat pengaman petir.
2. Surja hubung (switching surge) pada saat operasi switching.
3. Hubung singkat satu fase ke tanah, menyebabkan tegangan fase yang sehat
terhadap tanah naik dibandingkan tegangan normalnya.
Hubung singkat yang paling banyak terjadi pada sistem tenaga adalah hubung
singkat satu fase ke tanah, sekitar 85% dari keseluruhan kejadian hubung singkat.
Hubung singkat fase ke fase sekitar 8%, dua fase ke tanah 5%, dan tiga fasa ke tanah
kira-kira 2%. Bagian sistem tenaga yang paling banyak mengalami hubung singkat
adalah saluran udara, kira-kira 50% sedangkan pada kabel hanya 10%. Switchgear dan
transformator berturut-turut sekitar 15% dan 12%. Sisanya 13% terjadi pada bagian
lainnya.
4.1.3 Zona proteksi
Sistem tenaga yang telah lama berkembang mempunyai cakupan wilayah yang
sangat luas. Pembangkit, main substation, saluran transmisi dan distribusinya tersebar
di seluruh wilayah layanannya. Tiap rele proteksi mempunyai kemampuan mendeteksi
gangguan yang terbatas, baik dari segi jenis maupun lokasi gangguan yang harus
ditanganinya. Karena itu, agar seluruh bagian sistem tenaga mendapat proteksi yang
cukup, perlu memperhatikan dan mengikuti dua prinsip:
1) Sistem dibagi atas zone-zone proteksi: yakni zone pembangkit dan trafo step up,
zone busbar, zone saluran transmisi.
2) Dalam pembagian zone proteksi, harus dihindari adanya titik buta (blind spot),
yaitu tempat atau bagian yang tidak terlihat oleh suatu rele proteksi yang ada.
Biasanya titik buta bisa terdapat pada peralatan antara dua zone proteksi.
3) Setiap jenis gangguan, harus terdeteksi minimal oleh satu rele proteksi. Apabila
suatu gangguan terdeteksi oleh lebih dari satu rele, maka rele yang kerjanya lebih
cepat yang men-trip pemutus beban atau CB. Rele yang lebih lambat bertugas
men-trip CB kalau rele yang pertama gagal bekerja. Jika sebuah rele mendeteksi
gangguan, output atau elemen kontrolnya mungkin hanya untuk mengaktifkan
Atur Pambudi (10/296776/TK/36208)
Candra Prasetya Aji (10/305378/TK/37490) 61
satu alat saja (men-trip satu CB), tetapi ada pula yang harus mengaktifkan
beberapa alat (men-trip lebih dari satu CB) bersamaan supaya peralatan yang
mengalami gangguan dapat diisolir dari sistem.
Gambar 4.1 Pembagian Zona Proteksi
4.2 Sistem Proteksi Transformator
Proteksi trafo adalah sistem pengaman yang dilakukan pada trafo daya terhadap
gangguan yang terjadi pada daerah pengaman trafo daya.
Tujuan proteksi trafo daya adalah sebagai berikut :
- Mencegah kerusakan transformator daya karena gangguan yang terjadi dalam trafo
daya.
- Untuk dapat berpartisipasi dalam penyelenggara selektivitas pengaman sistem
sehingga hanya melokalisasi gangguan yang terjadi di daerah pengamanan trafo
saja.
- Memberikan pengamanan cadangan (back up protection) untuk seksi berikutnya.
4.2.1 Jenis Gangguan Pada Transformator
Gangguan pada trans daya dapat dikelompokkan menjadi dua :
1. Internal Fault (Gangguan di Dalam)
Merupakan gangguan yang bersumber dari dalam transformator itu sendiri.
Gangguan ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Atur Pambudi (10/296776/TK/36208)
Candra Prasetya Aji (10/305378/TK/37490) 62
a. Gangguan awal
Gangguan ini sering disebut gangguan awal, karena berawal dari gangguan
yang kecil namun kemudian berkembang menjadi gangguan berat. Gangguan
ini disebabkan oleh :
Kendornya baut-baut penjepit inti dan pada terminal konduktor.
Gangguan pada inti besi akibat kerusakan laminasi isolasi.
Gangguan pada sistem pendingin, seperti kerusakan pada pompa sirkulasi
minyak, kipas pendingin akan menyebabkan kenaikan suhu.
Sirkulasi minyak terganggu yang dapat menimbulkan pemanasan lokal
(local hot spot).
Gangguan pada load tap charger.
Gangguan pada terminal bushing akibat adanya, kontaminasi keretakan
dan sebagainya.
Adanya arus sirkulasi yang tidak dikehendaki pada transformator yang
dipararel.
b. Gangguan hubung singkat dalam trafo
Gangguan hubung singkat antar fase.
Gangguan hubung singkat fase ke tanah.
Gangguan pada bushing.
Gangguan antar lilitan pada kumparan yang sama.
2. Through Fault
Gangguan ini terjadi diluar trafo dan dapat di klasifikasikan sebagai berikut :
a. Gangguan diluar (external fault)
Gangguan hubung singkat antar fase atau gangguan fase ke tanah di luar trafo,
misalnya di busbar atau disisi penyulang tenaga menengah. Arus gangguan
cukup besar dan dapat dideteksi.
b. Beban lebih (over load)
Trafo daya dapat beroperasi secara kontinu pada beban nominal. Bila beban
lebih besar dari beban nominal, maka tranfo akan berbeban lebih dan
menimbulkan arus lebih yang mengakibatkan peningkatan suhu. Peningkatan
Atur Pambudi (10/296776/TK/36208)
Candra Prasetya Aji (10/305378/TK/37490) 63
suhu menyebabkan penurunan kemampuan isolasi. Keadaan beban lebih
berbeda dengan arus lebih.
4.3 Peralatan Utama Sistem Proteksi Transformator
Proteksi terdiri atas empat komponen utama yakni:
1. Trafo instrumen
2. Rele proteksi
3. Catu daya DC
4. Pengontrol CB
Dalam skema sederhana dapat digambarkan seperti pada gambar 4.2.
Gambar 4.2 Skema dasar rele arus lebih (Overcurrent Relay)
Jenis trafo instrumen yang dibutuhkan tergantung pada rele yang dilayani. Rele
tegangan memerlukan potential transformer (PT), rele daya dan rele jarak
membutuhkan CT dan PT. Catu daya dc yang paling dapat diandalkan adalah station
battery yang selalu diisi menggunakan battery charger, berfungsi mencatu arus kontrol
guna menutup dan membuka CB, dan catu daya kepada rele apabila digunakan rele
statik. Pengontrol CB berfungsi untuk men-trip, menutup dan mungkin diperlukan
untuk menutup balik (reclose) CB.
Atur Pambudi (10/296776/TK/36208)
Candra Prasetya Aji (10/305378/TK/37490) 64
Aspek-aspek penting ketiga komponen utama proteksi trafo instrument, station
battery dan pengontrol CB akan diuraikan di bawah ini :
4.3.1 Trafo Instrumen
Karena sistem tenaga bekerja pada tegangan tinggi dan arus yang besar, maka
instrumen pengukur dan rele dihubungkan ke sistem tersebut melalui trafo instrument.
Ada dua macam trafo instrumen, yakni trafo arus dan trafo tegangan. Trafo arus untuk
mendapatkan arus yang besarnya sebanding dengan arus di sisi primer, besar arus
minimal sekundernya adalah 5 A atau 1 A.
Trafo tegangan digunakan untuk mendapatkan tegangan sekunder yang
sebanding dengan tegangan pada sisi primer, dan besar tegangan nominal sisi sekunder
adalah 120 volt.
A. Trafo Arus
Primer trafo arus (current transformer) atau CT dipasang seri dengan saluran
arus beban, sedangkan perlengkapan ukur dan rele yang memerlukan arus dihubungkan
seri pada sekunder CT. Perlengkapan ukur dan rele yang mendapatkan arus dari CT
disebut burden dari CT tersebut.
Gambar 4.3 Rangkaian Pemasangan Trafo Arus
Karena impedans di primer CT terdiri atas impedans beban (load) sistem yang
jauh lebih besar dari pada impedans burden di sekunder CT, maka arus sekunder CT
tidak ditentukan oleh besar burden, tetapi oleh besar beban pada sistem. Tetapi jika
burden yang terpasang (seri) pada CT terlampau besar, inti CT akan jenuh dan
akibatnya tidak akan dapat menghasilkan arus sekunder yang sebanding dengan arus
primernya. Hal ini dapat dijelaskan menggunakan kurve eksitasi sekunder CT tersebut.
Atur Pambudi (10/296776/TK/36208)
Candra Prasetya Aji (10/305378/TK/37490) 65
Tegangan sekunder CT adalah hasil kali arus sekunder (A) dengan impedans total
di sekunder CT (ohm). Jika jumlah burden besar, maka impedans total akan besar, jika
arus beban naik maka tegangan sekunder akan naik yang mungkin melampaui knee
point. Arus eksitasi akan naik dengan laju yang lebih besar, dan arus sekunder CT naik
dengan laju yang lebih kecil.
Gambar 4.4 Siemens Current Transformer 500/1 A
Agar praktis dalam pemakaiannya, trafo arus dibuat dalam beberapa tipe
konstruksi seperti berikut:
1) Ring type, pasangan indoor, untuk tegangan rendah (TR) dan tegangan menengah
(TM).
2) Bushing type, dipasang pada bushing trafo daya, untuk tegangan tinggi (TT),
3) Bar primary type, pasangan indoor untuk TM,
4) Waund primary type, pasangan indoor untuk TM,
5) Oil-insulated type, pasangan outdoor, untuk TT dan TET (Tegangan Ekstra
Tinggi).
Atur Pambudi (10/296776/TK/36208)
Candra Prasetya Aji (10/305378/TK/37490) 66
Gambar 4.5 Karakteristik sisi sekunder CT
Menurut kegunaannya, trafo arus dibedakan menjadi dua jenis yaitu CT untuk
pengukuran (measured CT) dan CT untuk proteksi (protection CT). Kedua jenis
tersebut berbeda dalam karakteristik, batas operasi, dan batas ketelitiannya. CT
pengukuran titik tumitnya (AP = ankle point) tidak tampak (berada di dekat titik 0),
kurvenya linier mulai dari titik 0 hingga ke titik lutut (KP = knee point). Titik lulut
(KP) nya berada pada wilayah pengukuran tertingginya. Titik tumit (AP) CT proteksi
berada di bawah arus nominal CT, dan titik lulutnya berada di wilayah arus hubung
singkat, yang jauh lebih tinggi (berlipat kali) arus nominal CT.
B. Trafo Tegangan
Sisi primer trafo tegangan (potential transformer atau voltage transformer)
dihubungkan melintang pada tegangan fase ke netral, seperti halnya trafo daya.
Konstruksi trafo tegangan berbeda dengan trafo daya, karena dayanya hanya beberapa
Atur Pambudi (10/296776/TK/36208)
Candra Prasetya Aji (10/305378/TK/37490) 67
ratus VA maka pendinginannya tidak ada masalah. Karena harus mampu menahan
tegangan tinggi, maka isolasinya menentukanukuran trafo tegangan tersebut. Ada dua
macam trafo tegangan, yaitu:
1) Trafo tegangan elektromagnet, yang prinsip kerjanya sama seperti pada trafo daya.
2) Trafo tegangan kapasitor, yang prinsip kerjanya seperti pada capacitor voltage
devider.
Gambar 4.6 Siemens Voltage Transformer 4MR1
4.3.2 Rele Proteksi
Untuk dapat melakukan fungsi mendeteksi gangguan dan mengaktifkan alarm
atau men-trip CB, rele proteksi pada dasarnya mempunyai tiga komponen utama
sebagai berikut :
1) Elemen pendeteksi gangguan, bagian yang mengamati suatu besaran apakah
keadaannya normal atau abnormal,
2) Elemen pengukur atau pembanding, bagian yang membandingkan besaran yang
dideteksi dengan keadaan ambang kerja rele.
3) Elemen kontrol atau pemberi perintah, bagian yang memberi perintah kepada
pemutus atau CB, atau kepada piranti alarm gangguan.
Pada bahasan kali ini, akan difokuskan tentang sistem proteksi pada trafo CT-01
step down 6 kV / 400 V dengan kapasitas 1 MVA. Terdapat 3 jenis rele yang terpasang
pada trafo ini, yaitu :
Atur Pambudi (10/296776/TK/36208)
Candra Prasetya Aji (10/305378/TK/37490) 68
1. Rele Arus Lebih, berfungsi untuk proteksi terhadap beban lebih (overload),
hubung singkat fase ke fase, dan hubung singkat fase ke tanah.
2. Rele Buchholz, berfungsi untuk mengamankan transformator yang didasarkan
pada gangguan transformator seperti : arcing, partial discharge, over heating
yang umumnya menghasilkan gas.
3. Rele Oil-Temperature, berfungsi untuk mendeteksi suhu minyak secara langsung
yang akan membunyikan alarm serta mengeluarkan PMT.
4.3.3 Catu Daya
Di gardu induk atau pusat listrik diperlukan adanya catu daya DC yang andal
untuk beroperasinya rele proteksi dan kontrol CB. Catu daya DC terdiri atas batere dan
charger, yang dipasang dan dirawat secara benar. Walaupun alat ini telah lama dikenal
dan banyak dipergunakan, tetapi umumnya masih sedikit pengetahuan yang lengkap
tentang batere yang diketahui. Komponen dasar penyusun batere untuk substation
adalah cell, yang biasanya dari jenis lead acid cell yang terdiri atas :
1. lead peroxide plate, plat PbO2
2. lead plate, plat Pb
3. dikute sulphuric acid, larutan H2SO4 sebagai elektrolit
4. glass or plastic container, wadah yang tahan terhadap asam sulfat
Gambar 4.7 Lead acid cell
Atur Pambudi (10/296776/TK/36208)
Candra Prasetya Aji (10/305378/TK/37490) 69
4.3.4 Pengkontrol CB
Pengcontrol CB berfungsi untuk men-trip, menutup, dan mungkin diperlukan
untuk menutup balik (reclose) CB. Rangkaian kontrol PMT sering disebut dengan
skema X-Y, yang harus mempunyai sifat trip free dan anti-pumping.
Trip free : Memungkinkan PMT itu di trip oleh protective relay, walaupun
seandainya closing push button switch sedang ditekan ON.
Anti-pumping : Mencegah CB beroperasi pumping berganti-ganti ON-OFF
apabila close push button switch di-ON terus menerus pada saat ada gangguan.
Gambar 4.8 Pengkontrol Circuit Breaker
Atur Pambudi (10/296776/TK/36208)
Candra Prasetya Aji (10/305378/TK/37490) 70
4.4 Mekanisme Kerja Rele Proteksi
4.4.1 Rele Arus Lebih
Pada sistem proteksi transformator daya 1 MVA CT-01, PT. Krakatau Daya
Listrik memakai jenis rele arus lebih tipe statik dengan karakteristik kerja
directional. Rele statik terdiri atas komponen-komponen solid state seperti
transistor, diode, resistor, kapasitor dan lain-lain. Fungsi-fungsi seperti
pengukuran atau pembanding dan kontrol dilakukan pada sirkit statik yang
mengolah sinyal digital (binary signal) tanpa ada bagian yang bergerak.
Selain daripada itu, sistem bus yang dipakai di PT. KDL adalah ring bus,
maka jenis rele arus lebih yang cocok adalah rele arus lebih berarah atau
directional OCR yang dapat mendeteksi besar arus dan arah arus secara
bersamaan. Rele directional mendapat masukan lain di samping masukan arus
utama. Masukan lain itu umumnya berupa masukan tegangan, yang dijadikan
acuan arah arus. Interaksi antara masukan arus dan masukan tegangan dapat
dijelaskan melalui persamaan berikut :
T = |I||V| cos ( )
dengan : T = torsi
|I| = magnitude arus, baik arus Y maupun arus
|V| = magnitude tegangan, baik tegangan Y maupun arus
= sudut fase antar V dan I
= maximum torque angle (MTA) rele
Dari persamaan di atas terlihat bahwa agar nilai torsi (T) tidak nul, maka
nilai I atau V, atau cos ( ) tidak boleh nul. Rele akan bekerja, kalau nilai cos
( ) positif, yaitu jika sudut ( ) nilainya antara -90
o
sampai 90
o
, dan rele
akan restaint jika cos ( ) negatif. Masukan V dan I tidak dapat diambil dari
fase yang sama, karena masukan V akan menjadi nul, pada saat terjadi hubung
singkat, baik tiga fase, fase ke fase, atau fase ke tanah. Karena itu masukan
tegangannya dipilih berasal dari tegangan fase ke fase atau dari tegangan fase
yang lain yang berbeda dengan yang memberikan masukan arus.
Atur Pambudi (10/296776/TK/36208)
Candra Prasetya Aji (10/305378/TK/37490) 71
Terdapat empat tipe hubungan (connection) arus dan tegangan input pada rele
arus lebih berarah untuk gangguan fase :
1) Hubungan 90 atau quadrature connection
2) Hubungan 60 No. 1
3) Hubungan 60 No. 2
4) Hubungan 30 seperti pada Tabel 4.1
Connections Relay A Relay B Relay C
Voltage Current Voltage Current Voltage Current
90 Vbc Ia Vca Ib Vab Ic
60 No.1 Vac Ia-Ib Vba Ib - Ic Vcb Ic - Ia
60 No.2 -Ven Ia -Van Ib -Vbn Ic
30 Vac Ia Vba Ib Vcb Ic
Tabel 4.1 Empat connections untuk single phase
directional overcurrent relays
Gambar 4.9 Hubungan arus dan tegangan masukan
pada empat connections untuk rele fase a
Atur Pambudi (10/296776/TK/36208)
Candra Prasetya Aji (10/305378/TK/37490) 72
Pada Gambar 4.16 sudut fase antara arus dan tegangan dibaca pada keadaan
sebagai berikut :
1) Arus I dengan faktor daya = 1, arus ketiga fase seimbang
2) Arus I mendahului (lead) tegangan V
3) Arah putaran fasor: positif
Supaya lebih efektif mendeteksi berbagai macam gangguan, maka hubungan
90 dirancang dalam dua jenis hubungan, yakni:
a) Hubungan 90 - 30 (Gambar 4.17(a))
b) Hubungan 90 - 45 (Gambar 4.17(b))
Efektivitas pendeteksian gangguan bagi setiap hubungan rele arus lebih berarah
menjadi lebih baik apabila:
1) Torsi kerja yang dihasilkan (sesuai rumus 4.18) makin besar. Dilihat dari pengaruh
sudut fase arus gangguan (), berarti arus gangguan makin mudah mengoperasikan
rele kalau sudut makin mendekati sudut atau arah arus makin mendekati garis
torsi maksimum rele. Misal pada hubungan 60 No. 2 torsi maksimum dicapai
kalau arus Ia, atau Ib, atau Ic lagging 60 di belakang Va. Pada hubungan 90 -
30, torsi maksimum dicapai kalau arus Ia lagging 60 di belakang Va.
2) Banyaknya jenis gangguan yang dapat dideteksi dengan baik makin banyak
(Hubung singkat tiga fase, satu fase, dua fase ke tanah, satu fase ke tanah). Semua
hubungan tersebut di atas akan mendapat masukan tegangan makin rendah untuk
semua jenis gangguan, kalau terjadi di dekat rele. Tetapi keadaan menjadi lebih
baik apabila rele menerima masukan tegangan fase ke fase. Hubung singkat satu
fase ke tanah dapat dideteksi oleh rele arus lebih berarah kalau nilai arus
gangguannya besar (di atas nilai setting rele). Pada hubung singkat ke tanah
melalui impedans atau pada sumber yang ditanahkan melalui resistans, nilai arus
gangguan tanahnya kecil, mungkin lebih rendah dari arus beban, sehingga rele fase
tidak dapat mendeteksinya.
Atur Pambudi (10/296776/TK/36208)
Candra Prasetya Aji (10/305378/TK/37490) 73
Agar diperoleh gambaran yang lebih menyeluruh tentang efektivitas kerja rele,
masing-masing arus gangguan digambarkan pada diagram wilayah kerja rele.Wilayah
kerja rele dibuat seperti pada Gambar 4.18. Wilayah kerja rele ideal adalah 180, terdiri
atas 90 di sebelah kiri dan 90 di sebelah kanan MTA atau maximum torque line.
Maximum torque angle (MTA) merupakan sudut fase antara arus input dan tegangan
pada koil tegangan rele yang menghasilkan torsi maksimum. Kalau tegangan input
tidak digeser fasenya sebelum masuk koil tegangan, maka MTA-nya nul (disebut 0
MTA) dan kalau digeser 30 kearah positif, MTA-nya 30 (disebut 30 MTA), dan
kalau digeser 45 disebut 45 MTA. Garis posisi MTA disebut maximum torque line,
dan garis ini tegak lurus terhadap garis batas wilayah operasi rele.
Gambar 4.10 Wilayah kerja rele arus lebih berarah hubungan 90
o
45
o
4.4.2 Rele Buchholz
Rele buchholz dipasang pada pipa dari maintank ke konservator ataupun dari
OLTC ke konservator tergantung design trafonya apakah di kedua pipa tersebut
dipasang rele buchholz. Rele ini gunanya untuk mengamankan trafo dari gangguan
internal trafo yang menimbulkan gas dimana gas tersebut timbul akibat adanya hubung
singkat di dalam trafo atau akibat busur di dalam trafo.
Atur Pambudi (10/296776/TK/36208)
Candra Prasetya Aji (10/305378/TK/37490) 74
Cara kerjanya yaitu gas yang timbul di dalam trafo akan mengalir melalui pipa
dan besarnya tekanan gas ini akan mengerjakan rele dalam 2 tahap yaitu:
Mengerjakan alarm (Buchholz 1st).
Mengerjakan perintah trip ke PMT.
Gambar 4.11 Kontruksi Rele Buchholz
Pada kondisi normal Rele buchholz terisi penuh minyak dan pelampung dalam
keadaan terapung, pada kondisi ini set contact operation dalam kondisi terbuka.
Sedangkan pada kondisi terdapat gangguan di trafo yang menimbulkan gas maka
gas tersebut akan menuju ke atas ke arah conservator, dan gas akan terkumpul di rele
buchholz. Hal ini menyebabkan level permukaan minyak menjadi turun. Pada tahap
pertama pelampung atas untuk alarm warning akan bergerak turun sesuai dengan level
permukaan minyak pada rele buchholz. Ketika pelampung atas turun mencapai
warning response fault, maka set contact operation untuk warning akan bekerja (NC).
Kemudian sinyal warning tersebut dikirim ke ruang kontrol untuk menyalakan kontak
alarm warning. Pada tahap berikutnya jika volume gas terus bertambah maka
pelampung bawah akan bergerak ke bawah. Ketika pelampung bawah turun mencapai
tripping response fault, maka set contact operation untuk tripping akan bekerja (NC).
Kemudian sinyal tripping akan memutus CB dan dikirim ke ruang kontrol untuk
menyalakan kontak alarm warning.
Atur Pambudi (10/296776/TK/36208)
Candra Prasetya Aji (10/305378/TK/37490) 75
4.4.3 Rele Temperatur
Rele Temperatur mendeteksi kenaikan temperatur belitan sisi primer / sekunder
dan minyak, biasa disebut winding temperature dan oil temperature. Misalnya, bila
suhu telah mencapai 60C akan menggerakkan kipas / fan kemudian pada setting
tertentu, misalnya 70C diset alarm, sehingga bila alarm bekerja masih ada kesempatan
untuk menurunkan beban dan terakhir diseting untuk trip, misalnya 80C tergantung
design trafo, hal ini untuk menghindari kerusakan pada trafo akibat panas yang
berlebihan.
Gambar 4.12 Kontruksi ReleTemperatur
Pada Trafo CT01 di PT. Krakatau daya Listrik, rele temparatur yang dugunakan
adalah rele oil-temperature. Rele ini berfungsi untuk menjaga suhu minyak trafo agar
tidak melebihi batas maksimal standar suhu yang diperbolehkan. Standar suhu yang di
pakai pada rele oil-temperature di PT. Krakatau Daya Listrik adalah 70C untuk
warning dan 80C untuk tripping. Ketika suhu minyak trafo telah melebihi 70C maka
sinyal warning akan dikirim rele menuju ruang kontrol. Jika suhu terus naik lebih dari
80C maka sinyal tripping akan dikirim ke ruang kontrol dan CB akan trip.
Atur Pambudi (10/296776/TK/36208)
Candra Prasetya Aji (10/305378/TK/37490) 76
Gambar 4.13 Skema Mekanisme Kerja Rele Oil-Temperature
Peningkatan suhu yang terjadi pada minyak trafo akan terdeteksi oleh sensor
suhu yang terpasang di dalam trafo, kemudian sinyal output dari sensor suhu diteruskan
ke signal converter dan transducer. Signal converter mengubah sinyal output sensor
menjadi sinyal analog dan sinyal digital. Sinyal analog akan terbaca pada indikator
suhu, sinyal digital akan diteruskan ke sistem SCADA. Ketika transducer mendapat
input maka transducer akan menghasilkan tegangan tertentu sesuai dengan perubahan
suhu dan transducer yang menghasilkan arus tertentu sesuai dengan perubahan suhu,
kemudian di alirkan ke ruang kontrol.
Atur Pambudi (10/296776/TK/36208)
Candra Prasetya Aji (10/305378/TK/37490) 77
BAB V
PENGUJIAN RELE PROTEKSI PADA TRAFO DAYA 1 MVA DI
UNIT 1 PEMBANGKIT PT. KRAKATAU DAYA LISTRIK
5.1 Rele Arus Lebih
5.1.1 Diagram Koordinasi Rele Arus Lebih
Gambar 5.1 Diagram rangkaian dasar rele arus lebih (overcurrent relay) Siemens 7SJ78
5.1.2 Perhitungan Setting Rele Arus Lebih Penyulang 6 kV
Penyetelan rele proteksi OCR menggunakan arus nominal penyulang sebesar 400
Ampere dan rasio CT penyulang adalah 100/5 A, rincian setting rele arus lebih lengkap
ialah sebagai berikut :
78
Arus nominal pada bus 6 kV :
In (6 kV) =
1.000 kVA
3 .6 kV
= 98 A rating transformator arus (6 kV) = 100/5 A
Arus setting pada rele arus lebih pada bus 6 kV :
IS = 1,2 x 5 A = 7 A (untuk beban non mekanis)
Untuk rele definite time :
Kd = 0,8 ; Kfk = 1,1
IS =
Kfk
Kd
x In (sekunder trafo) A =
1,1
0,8
x 5 A = 6,875 A
dengan K d : faktor arus kembali
Kfk : faktor keamanan, antara 1,1-1,2
5.1.3 Pengujian Rele Arus Lebih
Rele arus lebih medapat masukan tegangan dua fase dari output trafo arus 100/5
A yang didefinisikan sebagai U1 dan U3, dipasang di sisi feeder 6 kV. Selain itu, rele
memerlukan sumber catu daya arus searah (DC) bantu untuk menyuplai tegangan 220
Vdc yang bertujuan untuk pemakaian internal rele, yang masuk melalui kontaktor
nomor 5 dan 6. Arus gangguan {Isc) akan mengalir melewati empat bagian rele antara
lain S1, S2, S3, S4 dan hanya akan mengalir di sekitar empat bagian rele tersebut.
Masing-masing bagian memiliki peran untuk sensing arus sekaligus pengklasifikasian
arus yang akan menentukan karakteristik kerja rele. I > mengindikasikan arus lebih
yang akan mengarahkan rele bekerja secara definite time. Sedangkan I >>
mengindikasikan arus hubung singkat yang akan mengarahkan rele bekerja secara
instantaneous.
Kontaktor S1 & S2 bekerja apabila terjadi overcurrent atau arus lebih yang
mengalir melewati rele sehingga rele bekerja dengan definite time. Dari hasil
pengujian, tripping rele terjadi apabila arus yang melewati rele melebihi arus setting
sebesar 7 A dengan batas waktu minimum untuk trip rele sebesar 0,9 detik. Rele dalam
kondisi ON dan akan kembali ke kondisi normal apabila arus lebih melewati hanya
Atur Pambudi (10/296776/TK/36208)
Candra Prasetya Aji (10/305378/TK/37490) 79
bertahan selama kurang dari 0,9 detik. Hasil pengujian menunjukkan bahwa koordinasi
rele sudah cukup baik karena rele trip sesuai dengan waktu trip yang telah diatur pada
rele, yakni sebesar 0,9 s. Walaupun terdapat selisih waktu trip sebesar 0,089 sekon, hal
tersebut masih dalam batas toleransi kerja rele.
Apabila arus yang melewati rele lebih besar dari nominal arus trip minimum dari
karakteristik kerja definite time, maka rele akan beroperasi secara instantaneous atau
dengan kata lain rele memiliki respon yang sangat cepat untuk melindungi sistem dari
gangguan hubung singkat. Pada kondisi hubung singkat, kontaktor S3 otomatis akan
ON dan arus Isc akan mengalir melewati rele waktu. Arus ini memicu kerja tripping
coil yang kemudian akan mengaktifkan kontaktor pada socket X3 sehingga akan
mengaktifkan pula kontaktor pada socket X1.
Pada socket X1, kontaktor yang bekerja ialah kontaktor nomor 15 dan 16 dimana
dua kontaktor ini akan close, yang nantinya akan berfungsi dalam penyaluran arus
hubung singkat ke circuit breaker. Pada setting kerja rele yang menuntut waktu trip
yang cepat seperti ini, rele dapat menahan besar arus gangguan hingga tiga kali lipat
dari nilai nominalnya saat rele mulai trip.
Prosedur pengetesan kerja rele dilakukan dengan cara injeksi arus melalui probe
5 dengan menggunakan alat SVEKER 750/780, seperti yang ditunjukkan pada gambar
5.2. Tujuan dilakukan injeksi arus yakni sebagai suplai arus nominal pengganti agar
nantinya dapat memicu kerja rele untuk melindungi sistem dari gangguan. Proses
pengetesan kerja maupun tes kelayakan rele arus lebih ini dapat dilakukan pada saat
sistem telah dibebani maupun belum.
Gambar 5.2 Alat Pengujian Rele SVERKER 750/780
Atur Pambudi (10/296776/TK/36208)
Candra Prasetya Aji (10/305378/TK/37490) 80
Gambar 5.3 Keterangan Alat Pengujian Rele SVERKER 750/780
Spesifikasi alat penguji rele SVERKER 750/780 :
1. Rangkaian resistor
2. Indikator kondisi start & stop rele
3. LCD display
4. Fungsi freeze / HOLD
5. Probe konektor
6. Probe ammeter dan voltmeter
7. Sumber arus
8. Sumber tegangan auxillary
9. Indikator status
10. Masukan timer
11. Saklar start
12. Port USB
13. Indikator tripping
Atur Pambudi (10/296776/TK/36208)
Candra Prasetya Aji (10/305378/TK/37490) 81
Metode yang dilakukan agar proses pengetesan ini aman bagi kelangsungan kerja
sistem ialah dengan cara membuat kontaktor nomor 15 dan 16 pada socket X1 dalam
posisi OFF sehingga CB tidak akan mendeteksi adanya gangguan. Prosedur proses
pengujian rele arus lebih akan dijelaskan lebih lanjut pada beberapa poin berikut ini :
Siapkan peralatan pengujian rele proteksi, dalam hal ini peralatan yang
digunakan ialah 1 unit SVERKER 750/780 beserta peralatan pendukung, antara
lain kabel probe untuk injeksi arus dan kabel tes lead untuk blocking kerja CB.
Probe untuk fungsi injeksi arus masukan dihubungkan dengan terminal dengan
range arus outputnya maksimal sebesar 10 A.
Langkah selanjutnya ialah menghubungkan probe dengan kontaktor nomor 5
yang mengatur arus masukan dari sekunder CT. Besar arus yang digantikan oleh
SVERKER sama dengan yang terdapat pada CT yakni maksimal hingga 5A.
Kabel tes lead dihubungkan pada kontaktor nomor 15 dan 16 dengan tujuan agar
CB tidak mendeteksi gangguan karena rangkaian akan berubah menjadi
rangkaian tertutup setelah kedua kontak tersebut dibuka.
Putar knob pengaturan arus masukan ke nilai arus masukan yang semakin besar
hingga rele mendeteksi adanya arus gangguan, pada tahap ini akan dilakukan
pengamatan terhadap waktu kerja minimum rele. Kemudian turunkan untuk
hingga tercapai keadaan saat rele kembali ke kondisi normal dan catat waktu
yang tertera pada indikator digital di SVERKER 750/780.
Pengujian karakteristik instantaneous dilakukan dengan terlebih dahulu
melakukan reset terhadap rele agar rele berada pada kondisi stand by kembali.
Pindah probe injeksi ke nilai range arus yang lebih tinggi yakni 0 hingga 20 A.
Tidak jauh berbeda dengan percobaan rele sebelumnya, knob arus diputar hingga
rele dapat mendeteksi adanya gangguan dan trip. Catat waktu trip minimum kerja
intataneous rele kemudian turunkan arus secara per lahan hingga tidak ada lagi
arus yang melewati rele.
Input hasil pengujian preventif ke dalam bentuk laporan inspeksi preventif
terhadap rele dengan format laporan terlampir pada bab lampiran.
Atur Pambudi (10/296776/TK/36208)
Candra Prasetya Aji (10/305378/TK/37490) 82
Gambar 5.4 Pengujian rele arus lebih dengan SVERKER 750/780
Gambar 5.5 Single line diagram simulasi fault di incoming trafo CT 1 MVA
Atur Pambudi (10/296776/TK/36208)
Candra Prasetya Aji (10/305378/TK/37490) 83
Gambar 5.6 Kurva koordinasi pengaman penyulang 6 kV
Atur Pambudi (10/296776/TK/36208)
Candra Prasetya Aji (10/305378/TK/37490) 84
Dari kurva di atas merupakan kurva koordinasi kerja rele sebagai komponen
proteksi untuk trafo daya 1 MVA CT-01. Pada kurva di atas dijelaskan karakteristik
waktu tunda rele OCR apabila terjadi gangguan pada outgoing sistem bus 6 kV. Waktu
kerja rele OCR tergantung dari nilai setting dan karakteristik waktunya. Elemen tunda
waktu rele terbagi menjadi dua, yakni elemen low set dan elemen high set.
Elemen low set bekerja ketika terjadi gangguan dengan arus hubung singkat yang
lebih kecil, sedangkan elemen high set bekerja ketika terjadi hubungan dengan arus
hubung singkat yang cukup besar. Pemilihan karakteristik tunda waktu dimaksudkan
agar apabila terjadi gangguan dengan arus hubung singkat yang cukup besar (dalam
kurva di atas ketika terjadi gangguan dengan arus 30A) maka rele akan segera
memerintahkan circuit breaker (CB) untuk segera mungkin trip.
Dari hasil plotting di atas, dapat diketahui adanya beberapa setting dan
koordinasi rele arus lebih tipe 7SJ78-P diantaranya adalah :
1. Setelan pick up dari rele OCR 7SJ78-P sudah tepat karena berada di sebelah
kanan full load ampere (FLA) trafo.
2. Setelan tundaan waktu sudah sesuai dengan setting waktu trip selama 0,9
sekon, serta setelan pick up untuk karakteristik instantaneous sudah bekerja
secara tepat dengan melakukan trip pada Isc 30 A.
Atur Pambudi (10/296776/TK/36208)
Candra Prasetya Aji (10/305378/TK/37490) 85
5.2 Rele Buchholz
5.2.1 Pengujian Rele Buchholz
Pengujian rele buchholz bertujuan untuk mengamankan lilitan terhadap
gangguan di dalam trafo yang menimbulkan gas, yang disebabkan hubung singkat pada
komponen trafo.
Gambar 5.7 Rele Buchholz
Jika terjadi gangguan ringan didalam tangki trafo, semisal hubung singkat dalam
kumparan, maka hal itu akan menimbulkan gas. Gas yang terbentuk akan terkumpul
didalam rele pada saat perjalanan menuju tangki konservator, sehingga level minyak
dalam rele akan turun dan menyebabkan kontak alarm bekerja. Sinyal alarm akibat
adanya gangguan ringan disebut sinyal warning, kemudian sinyal tersebut di teruskan
ke ruang kontrol.
Bila level minyak trafo turun akibat adanya kebocoran maka pelampung atas
akan memberikan sinyal alarm dan bila penurunan minyak ini terus berlanjut maka
pelampung bawah akan memberikan sinyal trip. Jika terjadi busur api yang besar maka,
kerusakan minyak akan terjadi dengan cepat hal ini meyebabkan meningkatnya
Atur Pambudi (10/296776/TK/36208)
Candra Prasetya Aji (10/305378/TK/37490) 86
kecepatan aliran minyak yang bergerak melalui rele buchholz. Pada kecepatan aliran
tertentu pelampung bawah akan menutup kontak untuk memberikan sinyal trip. Sinyal
alarm akibat adanya gangguan berat dan menyebabkan trip disebut sinyal tripping,
kemudian sinyal tersebut di teruskan ke ruang kontrol.
Pengujian Rele Buchholz pada Trafo CT-01 di PT. Krakatau Daya Listrik
dilakukan 1 tahun sekali kecuali jika ada gangguan, pengujian ini bertujuan untuk
menguji kinerja dan fungsi rele ketika ada gangguan ringan maupun gangguan berat.
Pengujian mekanis dengan menggunakan test key dan pengujian pompa gas. Pengujian
menggunakan test key dilakukan dengan cara memberikan sinyal warning dan sinyal
tripping secara manual melalui tombol yang ada di Rele Buchholz. Sedangkan
pengujian menggunakan pompa gas yaitu dengan memasukan udara ke dalam rele
buchholz dan meyebabkan aktifnya sinyal warning dan sinyal tripping. Setelah selesai
pengujian gas akan dipompa keluar.
1. Pengujian manual dengan menggunakan test key.
a. Sinyal warning.
Pengujian sinyal ini bertujuan untuk mensimulasikan adanya gangguan
ringan pada rele buchholz, seperti adanya hubung singkat dalam kumparan.
Pengujian dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Buka tutup test key (Gambar 5.5).
2. Tekan test key (Gambar 5.6) turun sampai berhenti (sesuai anak panah).
3. Kemudian hubungi ruang kontol apakah sinyal tersebut diteruskan
dan terbaca sebagai sinyal warning.
4. Lepaskan test key.
5. Tutup kembali test key seperti semula.
6. Hubungi ruang kontrol apakah sinyal warning sudah hilang.
7. Apabila sinyal warning belum hilang, maka lakukan pengecekan secara
menyeluruh. Terutama pada bagian terminal.
Atur Pambudi (10/296776/TK/36208)
Candra Prasetya Aji (10/305378/TK/37490) 87
Gambar 5.8 Membuka penutup test key.
Gambar 5.9 Menekan test key untuk memberikan sinyal warning
Test Key
Tuas
pompa
Atur Pambudi (10/296776/TK/36208)
Candra Prasetya Aji (10/305378/TK/37490) 88
b. Sinyal tripping.
Pengujian sinyal ini bertujuan untuk mensimulasikan adanya gangguan berat
pada rele buchholz, seperti adanya kebocoran minyak trafo atau adanya
busur api. Pengujian dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Buka tutup test key (Gambar 5.5).
2. Putar test key kearah kiri (Gambar 5.7).
3. Tekan test key (Gambar 5.6) turun ke bawah.
4. Kemudian hubungi ruang kontrol apakah sinyal tersebut diteruskan
dan terbaca sebagai sinyal tripping.
5. Lepaskan test key.
6. Tutup kembali test key seperti semula.
7. Hubungi ruang kontrol apakah sinyal tripping sudah hilang.
8. Apabila sinyal warning belum hilang, maka lakukan pengecekan secara
menyeluruh. Terutama pada bagian terminal.
Gambar 5.10 Memutar kemudian menekan test key untuk memberikan sinyal
warning
Atur Pambudi (10/296776/TK/36208)
Candra Prasetya Aji (10/305378/TK/37490) 89
2. Pengujian menggunakan pompa gas
Pengujian ini bertujuan untuk mensimulasikan gangguan akibat adanya
kandungan gas yang berlebihan pada minyak trafo. Ketika gas terkumpul di rele
buchholz maka hal ini menyebabkan level minyak trafo turun, sehingga
pelampung atas akan turun dan memberikan sinyal warning. Apabila gas yang
terkumpul di rele buchholz semakin banyak dan level minyak trafo di rele
buchholz semakin turun maka pelampung bawah akan turun dan memberikan
sinyal tripping. Langkah-langkah pengujian menggunakan pompa gas adalah
sebagai berikut :
a. Sinyal warning.
Sinyal warning terjadi ketika ada gas yang terkumpul di dalam rele
buchholz, hal ini menyebabkan level minyak menjadi turun. Pelampung
atas yang terendam minyak trafo juga akan turun. Maka sinyal warning
akan muncul.
Langkah pengujiannya adalah sebagai berikut :
1. Buka penutup keran lubang angin.
2. Tekan tuas pompa ke bawah.(gambar 5.5)
3. Pompa gas ke dalam rele buchholz melalui keran lubang angin dengan
alat khusus sampai pelampung atas turun.
4. Kemudian hubungi ruang kontrol apakah sinyal tersebut diteruskan
dan terbaca sebagai sinyal warning.
5. Kemudian tekan tuas pompa ke bawah agar gas yang tadi dipompa ke
dalam rele buchholz dapat menyembur keluar, sinyal warning akan hilang
dan pelampung atas kembali naik.
6. Hubungi ruang kontrol apakah sinyal warning sudah hilang.
7. Apabila sinyal warning belum hilang, maka lakukan pengecekan secara
menyeluruh. Terutama pada bagian terminal.
8. Tutup kembali keran lubang angin.
Atur Pambudi (10/296776/TK/36208)
Candra Prasetya Aji (10/305378/TK/37490) 90
Gambar 5.11 Terminal warning dan terminal tripping
b. Sinyal tripping.
Ketika alarm warning dibiarkan maka hal ini akan memicu munculnya
sinyal tripping, penumpukan gas di rele buchholz semakin banyak hal ini
menyebabkan level minyak trafo semakin menurun. Pelampung bawah
yang teremdam minyak trafo akan ikut turun. Dan sinyal tripping akan
muncul.
Langkah pengujiannya adalah sebagai berikut :
1. Buka penutup keran lubang angin.
2. Tekan tuas pompa ke bawah.(gambar 5.5)
3. Pompa gas ke dalam rele buchholz melalui keran lubang angin dengan
alat khusus sampai pelampung atas tidak teremdam minyak dan
pelampung bawah menjadi turun (gambar 5.9).
4. Kemudian hubungi ruang kontrol apakah sinyal tersebut diteruskan
dan terbaca sebagai sinyal tripping.
5. Kemudian tekan tuas reset ke bawah agar gas yang tadi dipompa ke
dalam rele buchholz dapat menyembur keluar, sinyal tripping akan
hilang dan level minyak kembali naik.
Terminal
tripping
Terminal
warning
Atur Pambudi (10/296776/TK/36208)
Candra Prasetya Aji (10/305378/TK/37490) 91
6. Hubungi ruang kontrol apakah sinyal tripping sudah hilang.
7. Apabila sinyal tripping belum hilang, maka lakukan pengecekan
secara menyeluruh. Terutama pada bagian terminal.
8. Tutup kembali keran lubang angin.
Gambar 5.12 Pengujian Menggunakan Pompa Gas.
Dari data hasil pengujian diatas dapat disimpulkan bahwa rele buchholz masih
berfungsi dengan baik, pengujian sinyal warning dan sinyal tripping baik secara
manual dengan test key dan dengan menggunakan pompa gas, berjalan dengan baik
dan terdeteksi di ruang kontrol.
Selang Pompa
Lubang Angin
Atur Pambudi (10/296776/TK/36208)
Candra Prasetya Aji (10/305378/TK/37490) 92
5.2.2 Gangguan Non Teknis Pada Rele Buchholz
Munculnya sinyal warning dan tripping biasanya disebabkan karena adanya
gangguan pada rele buchholz yaitu dengan adanya gas yg terkandung pada minyak
trafo akibat hubung singkat atau adanya busur api di dalam trafo. Terkadang sinyal
warning dan tripping juga muncul karena adanya gangguan non teknis pada rele
buchholz, padahal tidak ada gangguan di dalam trafo. Jenis gangguan non teknis yang
bisas muncul pada rele buchholz adalah sebagai berikut :
1. Gangguan pada terminal elektronis rele buchholz.
Gangguan ini disebabkan karena adanya hubung singkat pada terminal warning
atau hubung singkat pada terminal tripping (gambar 5.6). Biasanya hal ini dapat
terjadi apabila ada kebocoran pada seal kotak terminal sehingga air atau minyak
trafo dapat masuk ke dalamnya.
2. Gangguan karena endapan minyak trafo di rele buchholz.
Gangguan ini disebabkan karena kualitas minyak trafo yang kurang baik
sehingga terdapat banyak kotoran di dalamnya. Kotoran minyak trafo akan
mengendap dan menempel pada pelampung, sehingga pelampung akan menjadi
lebih berat dan tenggelam. Hal ini menyebabkan set contact operation
pelampung akan bekerja atau close.
3. Gangguan karena rusaknya test key.
Gangguan ini disebabkan karena rusaknya test key sehingga test contact
operation bekerja.
5.3 Rele Oil-Temperature
5.3.1 Pengujian Rele Oil-Temperature
Rele ini mempunyai sensor temperatur yang ditempatkan pada ruangan yang
berisi minyak, yang terletak di bagian atas tangki trafo. Sensor tersebut dihubungkan
ke instrumen (termometer dan kontak-kontak) melalui pipa kapiler. Kenaikan suhu
minyak trafo dapat disebabkan karena adanya gangguan di dalam trafo seperti adanya
hubung singkat dan adanya busur api. Kenaikan suhu pada minyak trafo dapat
Atur Pambudi (10/296776/TK/36208)
Candra Prasetya Aji (10/305378/TK/37490) 93
menyebabkan kerusakan isolasi yang ada didalam trafo itu sendiri, hal ini dapat
menyebabkan trafo menjadi rusak.
Pengujian rele oil-temperature bertujuan untuk mengetahui fungsi rele dapat
beroperasi ketika ada gangguan yang menyebabkan suhu minyak trafo menjadi
meningkat dan melebihi batas maksimal yang ditentukan.
Pada indikator rele oil-temperature terdapat 2 jarum indikator, yaitu jarum yang
berwarna hitam dan jarum yang berwarna merah. Jarum berwarna hitam menunjukan
suhu aktual minyak trafo saat itu, sedangkan jarum berwarna merah menunjukan suhu
tertinggi yang pernah dicapai oleh minyak trafo. Untuk mengatur suhu warning dan
suhu tripping, menggunakan bendera merah dan hitam yang terletak pada bagian atas
skala pengukuran. Bendera merah untuk warning dan bendera hitam untuk tripping.
Setting nilai suhu warning pada rele oil-temperature yang terpasang pada trafo 1
MVA CT-01 pada PT. Krakatau Daya Listrik adalah sebesar 70C, sedangkan untuk
suhu tripping sebesar 80C. Pengujian fungsi rele oil-temperatur dilakukan 1 tahun
sekali kecuali jika ada gangguan.
Gambar 5.13 Indikator Rele Oil-Temperature
Bendera Tripping
Bendera Warning
Atur Pambudi (10/296776/TK/36208)
Candra Prasetya Aji (10/305378/TK/37490) 94
Pada pengujian rele oil-temperature Trafo CT-01 di PT. Krakatau Daya Listrik
dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Pengujian alarm warning.
1. Buka penutup kaca indikator rele.
2. Setelah dibuka, ubah setting alarm warning, dengan cara menggeser bendera
merah hingga mencapai nilai dibawah suhu aktual (gambar 5.11).
3. Kemudian hubungi ruang kontrol apakah sinyal tersebut diteruskan dan
terbaca sebagai sinyal warning.
4. Apabila ingin mengatur nilai suhu warning kembali ke settingan semula,
geser bendera merah kembali ke suhu warning.
5. Reset bendera merah kembali ke suhu aktual (gambar 5.12).
6. Pasang kembali kaca indikator.
7. Hubungi ruang kontrol apakah sinyal warning sudah hilang.
Gambar 5.14 Penggeseran bendera merah
Bendera Merah
Suhu Aktual
Atur Pambudi (10/296776/TK/36208)
Candra Prasetya Aji (10/305378/TK/37490) 95
Gambar 5.15 Pengaturan ulang jarum merah ke suhu aktual
b. Pengujian alarm tripping.
1. Buka penutup kaca indikator rele.
2. Setelah dibuka, ubah setting alarm tripping, dengan cara menggeser bendera
hitam hingga mencapai nilai dibawah suhu aktual (gambar 5.13).
3. Kemudian hubungi ruang kontrol apakah sinyal tersebut diteruskan dan
terbaca sebagai sinyal tripping.
4. Apabila ingin mengatur nilai suhu tripping kembali ke settingan semula,
geser bendera hitam kembali ke suhu tripping.
5. Reset bendera merah kembali ke suhu aktual (gambar 5.12).
6. Pasang kembali kaca indikator.
7. Hubungi ruang kontrol apakah sinyal warning sudah hilang.
Atur Pambudi (10/296776/TK/36208)
Candra Prasetya Aji (10/305378/TK/37490) 96
Gambar 5.16 Penggeseran bendera hitam
Dari data hasil pengujian pada Tabel 5.2 dapat disimpulkan bahwa rele oil-
temperature masih berfungsi dengan baik, pengujian sinyal warning dan sinyal
tripping dengan menggeser bendera setting, berjalan dengan baik dan terdeteksi di
ruang kontrol. Besar nilai suhu pada indikator dan yang tertampil pada display ruang
kontrol memiliki selisih dan masih bisa ditoleransi. Suhu trafo CT-01 pada saat
beroperasi normal berkisar antara 30-36C.
Bendera hitam
Suhu Aktual
Atur Pambudi (10/296776/TK/36208)
Candra Prasetya Aji (10/305378/TK/37490) 97
5.3.2 Gangguan Non Teknis Pada Rele Oil-Temperature
Munculnya sinyal warning dan tripping biasanya disebabkan karena adanya
gangguan pada trafoyang terdeteksi oleh rele oil-temperatute yaitu dengan adanya
kenaikan suhu melebihi batas pada minyak trafo akibat hubung singkat atau adanya
busur api di dalam trafo. Terkadang sinyal warning dan tripping juga muncul karena
adanya gangguan non teknis pada rele oil-temperatute, padahal tidak ada gangguan di
dalam trafo. Jenis gangguan non teknis yang bisas muncul pada rele oil-temperatute
adalah sebagai berikut :
1. Gangguan pada terminal elektronis rele oil-temperatute.
Gangguan ini disebabkan karena adanya hubung singkat pada terminal warning
atau hubung singkat pada terminal tripping. Biasanya hal ini dapat terjadi apabila
ada kebocoran pada seal kotak terminal sehingga air dapat masuk ke dalamnya
dan menyebabkan hubung singkat atau disebabkan oleh masuknya serangga dan
jamur yang menempel terminal, sehingga konduktivitasnya turun.
2. Gangguan karena kerusakan indikator.
Gangguan ini disebabkan kerusakan pada indikator. Sehingga terjadi hubung
singkat pada terminal.
Atur Pambudi (10/296776/TK/36208)
Candra Prasetya Aji (10/305378/TK/37490) 98
5.4 Laporan Hasil Pengujian
5.4.1 Laporan Hasil Pengujian Rele Arus Lebih
Tabel 5.1 Form laporan hasil pengujian rele arus lebih
Atur Pambudi (10/296776/TK/36208)
Candra Prasetya Aji (10/305378/TK/37490) 99
5.4.2 Laporan Hasil Pengujian Rele Buchholz dan Rele Oil-Temperature
Tabel 5.2 Form laporan hasil pengujian rele Buchholz dan rele oil temperature
Atur Pambudi (10/296776/TK/36208)
Candra Prasetya Aji (10/305378/TK/37490) 100
BAB VI
ANALISIS TINGKAT KELAYAKAN OPERASIONAL
RELE PROTEKSI TRANSFORMATOR DAYA 1 MVA CT-01
6.1 Analisis Kelayakan Rele Proteksi
6.1.1 Rele Arus Lebih (Overcurrent Relay)
Gambar 6.1 Grafik Pengujian Waktu Respon Rele Arus Lebih
Grafik di atas menujukkan hasil pengujian lama respon kerja rele ketika
gangguan berlangsung. Pengujian operasi rele dilakukan rutin setelah satu tahun
pemakaian rele untuk sistem proteksi trafo daya CT-01. Pada karakteristik kerja
definit waktu, terlihat rele diatur dengan waktu trip minimum sebesar 0,9 sekon.
Analisis hasil pengujian rele memakai basis data dari laporan pengujian empat
tahun terakhir, yakni pada tahun 2011, 2012, 2013 dan yang terkhir pada tahun
2014. Untuk mendapatkan informasi tentang tingkat keandalan rele, dilakukan
dengan perhitungan selisih waktu kerja dan waktu setting yang dinyatakan sebagai
delta t (t). Selain itu selisih arus kerja dengan mengambil basis dari arus fase R
(IR) dan arus setting trip rele (IS) juga turut dipertimbangkan untuk mendukung
informasi mengenai tingkat keandalan rele.
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
2011 2012 2013 2014
W
a
k
t
u
K
e
r
j
a
(
s
e
k
o
n
)
Tahun
Definite Time Instantaneous Setting Definite Setting Instantaneous
Atur Pambudi (10/296776/TK/36208)
Candra Prasetya Aji (10/305378/TK/37490) 101
Variasi nilai delta t (t) dan delta I (I) pada rele arus lebih tersebut dapat
terjadi antara lain oleh faktor-faktor berikut ini :
Kesalahan pembacaan arus oleh operator
Error pada alat untuk injeksi arus ke rele proteksi, dalam pengujian digunakan
SVERKER 750/780.
Error pada rele proteksi dalam membaca arus.
Error pada trafo arus (error transformasi dan error arus)
Besar beban pada sistem.
Dalam perancangan suatu peralatan proteksi, khususnya yang menggunakan
rele arus lebih sebagai komponen proteksi utamanya, tentunya terlebih dahulu
ditentukan spesifikasi untuk komponen pengukuran utama untuk dipadukan
dengan rele. Dari keempat poin yang telah disebutkan di atas, penulis lebih
menitikberatkan penyebab adanya selisih waktu antara waktu setting dan waktu
trip rele saat pengujian disebabkan oleh faktor error dan burden pada
transformator arus 100/5 A untuk proteksi.
Untuk poin kesatu hingga ketiga tidak dipilih karena baik dari sisi sumber
daya manusia, kesiapan alat uji serta kondisi terakhir rele itu sendiri dinilai masih
berada dalam keadaan normal. Kalibrasi alat uji rele juga rutin dilakukan sehingga
alat pengujian rele selalu dalam kondisi baik saat ingin dilakukan pengetesan rele.
Seperti yang sudah dijelaskan pada bab 4 bahwa arus sekunder CT tidak
ditentukan oleh besar burden, melainkan oleh besar beban pada sistem. Beban CT
bisa berupa alat ukur maupun rele proteksi dengan besar tegangan yang sebanding
dengan jumlah beban CT tersebut. Misal sebuah CT dengan arus nominal 5A
mempunyai impedans input 2 , maka besar burden CT ialah :
Burden to system load = (5A x 2) x 5A = 50 VA
Kesalahan ataupun error dari transformator arus bersumber dari kesalahan
transformasi (transformation error) dan kesalahan arus (current error). Nilai error
pada trafo arus dapat dihitungan melalui rumusan berikut ini :
102
Kesalahan transformasi (transformation error)
Merupakan perbandingan transformasi trafo yang terdiri atas
perbandingan antara arus primer dan arus sekunder.
Kn = Ip/ Is
Apabila rating trafo arus yang dipilih ialah 100/5 A, maka :
Kn = 100/5 = 20 A
Kesalahan arus (current error)
Merupakan kesalahan pengukuran transformator yang timbul akibat
tidak samanya rasio aktual dengan rasio pengenal.
Fi = 100.
Kn .
sec
prim
prim
Kn : rated perbandingan transformasi
Iprim : arus primer aktual
Isec : arus sekunder aktual
Misal nilai arus aktual yang terukur dari sekunder CT 100/5 A sebesar
498,57 mA, maka nilai aktual arus yang mengalir di penghantar adalah
9,97 A.
Fi = 100.
20.0,49 9,97
9,97
= 1,7%
Kesalahan arus rasio maupun arus CT akan berdampak pada besarnya
kesalahan pembacaan di alat ukur dan juga pada kesalahan operasi sistem proteksi.
Presentasi error reading ini nilainya sangat bervariatif sehingga hasil pengukuran
tidak linear atau tidak berbanding lurus dengan rasio yang tertera. Semakin kecil
arus yang diberikan pada CT, presentase error reading akan semakin besar
melampaui batas spesifikasi CT.
Atur Pambudi (10/296776/TK/36208)
Candra Prasetya Aji (10/305378/TK/37490) 103
Gambar 6.2 Grafik kinerja CT saat arus lebih (dibebani oleh rated burden)
Zm : impedans terhadap arus eksitasi Ie
Zl : impedans beban sistem (load)
Zb : impedans burden
Zs : impedans sekunder CT
Gambar 6.3 Rangkaian ekivalen CT (dilihat dari sisi sekunder)
Atur Pambudi (10/296776/TK/36208)
Candra Prasetya Aji (10/305378/TK/37490) 104
Bila sumber 6 kV melayani beban 100 A melalui satu saluran dinyatakan
terhadap netral, maka nilai tegangannya menjadi (1/3) x 6 kV = 3529 V dan
impedans sistem dayanya ialah Z = 3529 V/ 100 A = 35,29 . Misal arus normal
100 A, Ip = 5 A, Is = 4,8792 A dan Ie = 0,0725 A. Apabila beban bertambah dua
kali lipat, Ip = 10 A, Is = 9,7584 A dan Ie menjadi 0,145 A.
Hal tersebut membuat arus sekunder CT turut naik dua lipat. Kenaikan
tersebut disebabkan oleh impedans beban Cl berkurang setengahnya. Berbeda
apabila burden yang berubah, misalnya Zb menurun dua kali lipat dari nilai awal,
maka besar arus hampir tidak berubah dengan Ip tetap = 5A, Is = 4,8792 A dan Ie
= 0,0724 A. Artinya arus output CT tidak dipengaruhi oleh perubahan burden,
akan tetapi oleh perubahan beban (load) rangkaian daya, keadaan ini berlaku jika
CT belum mencapai titik jenuh. Hal ini tentunya akan mempengaruhi rated arus
pick up dan drop out dari rele arus lebih yang terkoneksi ke trafo arus.
Ukuran saluran yang relatif pendek membuat tidak adanya perbedaan besar
arus gangguan yang cukup di kedua ujung saluran, maka dari itu karakteristik rele
yang cocok ialah definit waktu. Kaitannya dengan nilai impedans, apabila
impedans ke arah sumber (ZS) jauh lebih besar dibandingkan impedans ke arah
beban (Zl) penggunaan rele inverse akan kurang bermanfaat.
Sebagai acuan, kebermanfaatan rele inverse baru dicapai jika ZS << 2.Zl, atau
arus hubung singkat pada ujung dekat 1,5 kali arus hubung singkat pada ujung
jauh. Karena besar arus gangguan If = V/ (ZS +ZL) dengan Zs = impedansi ke arah
sumber dan ZL impedansi ke arah gangguan, diukur dari lokasi rele, maka:
1. Besar arus gangguan bergantung pada banyaknya unit pembangkit yang
sedang beroperasi (paralel). Apabila terdapat satu atau beberapa pembangkit
sedang tidak bekerja, arus If akan lebih kecil sehingga jika dipasang rele arus
lebih dengan karakteristik inverse, pemutusan gangguan akan lebih lambat.
Jika terjadi busur api pada gangguan, kerusakan tidak dapat dihindarkan (pada
mesin atau trafo).
105
2. Apabila Zs >> Zl maka If tidak berbeda banyak untuk gangguan di ujung jauh
dan di ujung dekat dari saluran yang dilindungi. Oleh karena itu, karakteristik
definit waktu sangat cocok jika dipasang pada saluran yang pendek,
dibandingkan dengan karakteristik inverse.
Perhitungan Zs dan Zl dapat dilakukan apabila diketahui terlebih dahulu nilai
Xs dan Xl yang dapat dilihat pada name plate dari unit pembangkit. Analisa
perhitungan lebih lanjut akan dijelaskan pada perhitungan berikut ini :
Syarat kerja karakteristik definite time rele arus lebih : Zs > Zl
Xd (generator 3 fase 100 MVA) = 12% = 0,12 pu
Xd (trafo step up AT 10,5/150 kV) = 9,8% = 0,098 pu
Xd (trafo step down BT 150/6 kV) = 9,5% = 0,095 pu
Xd (trafo tegangan 6/0,4 kV) = 5% = 0,05 pu
Zs = Xd generator + Xd trafo AT + Xd trafo BT + Xd trafo tegangan
= 0,12 + 0,098 + 0,095 0,313 pu
Zl = Xd trafo tegangan 0,05 pu
Zs
Zl
=
0,313
0,05
Zs = 6,26 Zl
Dari perhitungan di atas didapatkan hasil perhitungan yang menunjukkan nilai
impedans sumber (Zs) yang mencakup nilai impedans dari generator 100 MVA
hingga impedans di saluran outgoing 150 kV, memiliki nilai yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan impedans ke arah beban (Zl). Hal ini mendukung teorema
yang menjelaskan tentang syarat kerja karakteristik definite time dari rele yang
dipasang di feeder 6 kV BA-04.
Atur Pambudi (10/296776/TK/36208)
Candra Prasetya Aji (10/305378/TK/37490) 106
6.1.2 Rele Buchholz dan Rele Oil-Temperature
Tabel 6.5 Tabel hasil pengujian rele buchholz Trafo CT-01 tahun 2011 - 2014
No Tanggal Pengujian Rele Hasil Pengujian
1. 01/02/2011 Buchholz
Warning : baik
Tripping : baik
2. 01/02/2012 Buchholz
Warning : baik
Tripping : baik
3. 04/02/2013 Buchholz
Warning : baik
Tripping : baik
4. 03/02/2014 Buchholz
Warning : baik
Tripping : baik
Dari tabel 5.1 dapat diketahui bahwa rele buchholz Trafo CT-01 masih
bekerja dengan baik hal ini ditunjukan dengan hasil pengujian selama 4 tahun
terakhir. Rele buchholz Trafo CT-01 dapat dikatakan memiliki tingkat
keandalan yang tinggi.
Tabel 6.4 Tabel hasil pengujian rele oil-temperature Trafo CT-01 tahun 2011 2014
No Tanggal Pengujian Rele Suhu Aktual Hasil Pengujian
1. 01/02/2011
Oil -
Temperature
28 C
Warning : baik
Tripping : baik
2. 01/02/2012
Oil -
Temperature
30 C
Warning : baik
Tripping : baik
3. 04/02/2013
Oil -
Temperature
32 C
Warning : baik
Tripping : baik
4. 03/02/2014
Oil -
Temperature
34 C
Warning : baik
Tripping : baik
Atur Pambudi (10/296776/TK/36208)
Candra Prasetya Aji (10/305378/TK/37490) 107
Dari tabel 5.1 dapat diketahui bahwa rele oil-temperature Trafo CT-01
masih bekerja dengan baik hal ini ditunjukan dengan hasil pengujian selama 4
tahun terakhir. Suhu aktual dalam kondisi normal kecuali pada pengujian tahun
2011, karena pengujian tersebut dilakukan saat trafo dalam kondisi tidak
beroperasi. Rele oil-temperature Trafo CT-01 dapat dikatakan memiliki tingkat
keandalan yang tinggi. Salah satu penyebab rele buchholz dan rele oil-
temperature bekerja karena ada kandungan gas berlebih dan kenaikan suhu
pada minyak trafo. Maka perlu dilakukan pengujian minyak trafo. Pengujian
minyak trafo meliputi pengujian :
1. DGA (Dissolved Gas Analysis)
Merupakan suatu metode analisa kualitatif dan kuantitatif gas terlarut
dalam minyak isolasi transformator. Metode ini digunakan untuk
mengetahui dan menganalisa ketidaknormalan maupun prediksi
gangguan yang terjadi pada bagian dalam (internal) transformator. DGA
(Dissolved Gas Analysis) dilakukan dengan menggunakan alat berupa
Gas Chromatograph.
Berikut ini adalah tabel yang menjelaskan jumlah kandungan gas
dalam transformator dan gangguan yang menimbulkan keberadaan gas-
gas tersebut.
Tabel 6.5 Tabel Hasil Ekstraksi Menggunakan Gas Chromatograph
GAS
PERBANDINGAN GAS DENGAN
GAS YANG MUDAH TERBAKAR (%)
GANGGUAN
2
60,0 Lompatan bungan api
diminyak (dan terjadi loncatan
dalam kertas
bila ada kandungan -
CO & CO2)
2
30,0
4
5,0
4
3,3
6
1,6
Atur Pambudi (10/296776/TK/36208)
Candra Prasetya Aji (10/305378/TK/37490) 108
2
86,0 Corona dalam minyak (dan
terjadi corona dalam kertas bila
ada kandungan CO & CO2)
4
13,0
6
0,5
0,2
4
0,2
6
0,1
4
63,0 Terjadi panas berlebihan
(bila ada kandungan
2
2
kemungkinan ada gangguan
atau hubung singkat)
6
17,0
4
16,0
trace
2
trace
92,0 Terjadi panas berlebihan
pada kertas isolasi
2
6,7
4
1,2
6
0,01
4
0,01
2
0,01
2. Warna Minyak Isolasi
Warna minyak isolasi transformator akan berubah seiring dengan
penuaan yang terjadi pada minyak. Perubahan warna minyak
transformator dipengaruhi kandungan material-material pengotor, seperti
karbon. Karbon terbentuk karena adanya partial discharge maupun
arcing pada minyak isolaso. Pengujian warna minyak isolasi
transformator pada dasarnya membandingkan warna minyak setelah
terpakai dengan warna minyak yang baru. Warna minyak yang bertambah
gelap menunjukan telah terjadi proses oksidasi. Tujuan dari pengujian ini
Atur Pambudi (10/296776/TK/36208)
Candra Prasetya Aji (10/305378/TK/37490) 109
adalah untuk mengetahui laju penurunan kualitas minyak transformator.
Metode pengujian yang biasa digunakan adalah ASTM D-1500.
3. Tegangan Tembus Minyak Isolasi
Tegangan tembus (dielectric strength) minyak isolasi transfomator
adalah kemampuan minyak transformator untuk menahan loncatan listrik
pada saat terjadi gangguan pada operasional transformator. Metode
pengujian yang biasa dipakai adalah IEC 156 dimana cara pengujiannya
adalah dengan menambah tegangan secara perlahan pada elektroda
hingga muncul loncatan api. Saat dimana terjadi loncatan api itulah yang
merupakan nilai tegangan tembus (dielectric strength) minyak isolasi
tersebut.
4. Kadar Air Minyak Isolasi
Kadar air dalam minyak transformator mendapat perhatian serius
untuk terus dipantau dan dijaga agar nilainya dibawah ambang berbahaya.
Hal ini karena jika dalam minyak transformator terdapat kandungan air
dan oksigen yang tinggi akan mengakibatkan timbulnya korosi.
Akibatnya akan dihasilkan asam dan endapan sehingga usia transformator
menjadi turun. Kandungan air juga bisa menurunkan nilai tegangan
tembus (dielectric strength) minyak transformator.Sesuai standar ASTM
D 1533, kandungan air dinyatakan dalam ppm (part per million).
Biasanya kandungan air berasal dari udara saat transformator dibukan
untuk keperluan inspeksi, selain karena kebocoran pada trasnformator itu
sendiri.
5. Kadar Asam
Pengukuran kadar asam dilakukan untuk mengetahui tingkat
keasaman minyak transformator akibat dari proses oksidasi yang terjadi
selama transformator beroperasi. Kadar asam menjadi begitu penting
untuk dipantau karena, keasaman minyak transformator bisa memicu
Atur Pambudi (10/296776/TK/36208)
Candra Prasetya Aji (10/305378/TK/37490) 110
terbentuknya senyawa lain. Semakin tinggi kadar asamnya, semakin
besar peluang terbentuknya senyawa lain pada minyak transformator.
6. Tegangan Antar Muka
Tegangan antar muka (Interfacial Tension - IFT) pada prinsipnya
merupakan besar kekuatan tarikan yang diukur dalam dyne per centimetre
untuk memecahkan lapisan film yang terjadi pada lapisan antara minyak
dan air. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat oksidasi atau
pencemaran yang terjadi pada minyak transformator. Nilai IFT yang
cenderung menurun menunjukan bahwa telah terjadi kenaikan tingkat
keasaman pada minyak transformator. Minyak yang masih baik
kondisinya memiliki nilai IFT sebesat 40-50 dyne/cm.
7. Sedimen
Endapan ataus sedimen pada minyak trasnformator dibentuk karena
adanya oksigen dan air dalam minyak transformator. Kandungan endapan
akan semakin banyak pada bagian bawah transformator. Keberadaan
endapan (sedimen) ini akan mengakibatkan suhu transformator akan naik
Atur Pambudi (10/296776/TK/36208)
Candra Prasetya Aji (10/305378/TK/37490) 111
BAB VII
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan pelaksanaan Kerja Praktik dan penyusunan laporan yang telah
dilakukan maka dapat ditarik sejumlah kesimpulan sebagai berikut :
1. Proteksi mekanis yang digunakan pada Trafo CT-01 adalah rele arus lebih
(overcurrent relay), rele buchholz dan rele oil-temperature.
2. Pengujian fungsi rele pada setiap trafo dilakukan secara rutin 1 tahun sekali,
kecuali bila ada gangguan yang bersifat destruktif.
3. Pengujian rele arus lebih menggunakan metode injeksi arus melalui alat
SVERKER 750/780.
4. Metode injeksi arus bertujuan untuk mengetahui apakah rele bekerja sesuai
dengan setting waktu dan arusnya, serta untuk mengetahui performa rele
dengan membandingkan respon kerja rele dengan tes uji rele sebelumnya.
5. Rele arus lebih tipe 7SJ78 dinilai masih cukup responsif dalam menerima
gangguan di feeder 6 kV, terlihat dari selisih waktu kerja yang masih sesuai
dengan setting kerja rele.
6. Pengujian rele buchholz terdiri dari pengujian manual dengan dengan
menggunakan test key dan pengujian dengan pompa gas. Kedua pengujian
bertujuan untuk mensimulasikan sinyal warning dan sinyal tripping ketika
ada gangguan yang terjadi di trafo.
7. Pengujian rele oil-temperature dilakukan dengan cara mengubah setting
suhu warning dan setting suhu tripping di bawah suhu aktual. Kedua
pengujian terebut bertujuan untuk mensimulasikan sinyal warning dan
sinyal tripping ketika suhu minyak trafo melebihi batas normal.Pada saat
beroperasi suhu normal minyak Trafo CT-01 berkisar antara 30C sampai
36C.
112
8. Berdasarkan hasil pengujian rele arus lebih, rele buchholz dan rele oil-
temperature pada Trafo CT-01 yang dilakukan pada tanggal 03 Februari
2014, dapat ditarik kesimpulan bahwa ketiga rele tersebut masih berfungsi
dengan baik. Rele buchholz dan rele oil-temperature pada Trafo CT-01
memiliki tingkat keandalan yang cukup tinggi.
7.2 Saran
1. Overcurrent dapat dikurangi dengan cara :
Menggunakan rele yang tidak sensitif terhadap komponen arus DC
misalnya induction cap instantaneous unit.
Menggunakan rele yang dikompensasi dengan DC filter.
Melengkapi operating magnet relay dengan auxiliary winding yang
disertai kapasitor, agar beresonansi 50 Hz.
2. Pada pengujian rele buchholz sebaiknya dilakukan pengujian tidak hanya
menggunakan test key tapi juga menggunakan pompa gas, hal untuk
menyimulasikan keadaan sebenarnya. Dimana gas akan menurunkan level
permukaan minyak trafo dan pelampung akan turun. Sinyal warning dan
sinyal tripping akan muncul.
3. Untuk pengujian rele oil-temperature sebaiknya dilakukan dengan
menggeser bendera setting bukan dengan menggeser jarum indikator suhu
aktual, karena bendera setting di desain agar dapat diubah-ubah secara
manual sedangkan jarum indikator suhu aktual didesain untuk bergerak
secara otomatis sesuai perubahan suhu yang dideteksi oleh sensor suhu.
4. Pengujian minyak trafo sebaiknya dilakukan secara rutin dan tidak hanya
dilakukan saat terjadi gangguan, hal ini dilakukan agar bisa mencegah
kerusakan yang parah pada trafo itu sendiri.