You are on page 1of 6

PEMBAHASAN

Pada skenario didapatkan seorang anak laki-laki berusia 1 tahun dibawa


ke IGD oleh ibunya dengan keluhan kejang. Kejang merupakan gerakan otot
tonik/ klonik yang involunter disebabkan oleh lepasnya muatan listrik neuron kortikal
secara berlebihan. Kejang dapat digambarkan sebagai letupan listrik neuron otak
secara mendadak, hebat, dan tidak teratur yang dapat mengganggu fungsi susunan
saraf pusat. Kejang yang terjadi terus-menerus merupakan kedaruratan neurologik
karena berpotensi merusak sistem vital dan kerusakan otak yang permanen, oleh
karena itu kejang harus segera dihentikan. Serangan kejang harus ditangani secara
cepat dan tepat karena kejang dapat berpengaruh terhadap sistem kardiovaskuler,
pernapasan, keseimbangan asam basa dan elektrolit. Penyakit-penyakit neurologis
yang dapat menyebabkan kejang antara lain dibagi menjadi 2 golongan, yaitu
epileptik (penyakit ayan/ epilepsi) dan non epileptik (hiponatremia, hipernatremia,
tumor, trauma, infeksi, cerebrovaskuler, intoksikasi). Sedangkan penyebab kejang
pada anak 26% disebabkan oleh gangguan susunan saraf pusat atau gangguan
metabolik dan 21% disebabkan oleh kejang kronik atau ensefalopati statik sebagai
efek samping dari pemakaian obat anti epilepsi yang tidak teratur serta adanya
demam. 53% sisanya tidak diketahui penyebab kejang secara pasti.
Sel tubuh manusia dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari
permukaan dalam lipoid dan permukaan luar ionik. Dalam keadaan normal membran
sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium (K
+
) dan sangat sulit dilalui
oleh ion Natrium (Na
+
) dan elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida (Cl
-
). Akibatnya
konsentrasi K
+
dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na
+
rendah, sedangkan diluar
sel neuron terdapat keadaan yang sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi
ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial
membran dari sel neuron. Pada keadaan demam kenaikan suhu 1
o
C akan
mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10% sampai 15% dan kebutuhan oksigen
akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai
65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi
pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari
membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion Kalium
maupun ion Natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan
listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh
sel maupun membran sel tetangganya dengan bantuan neurotransmitter dan terjadilah
kejang.
Pada skenario anak laki-laki berumur 1 tahun. Pasien sebelumnya
mengalami demam tinggi mendadak, batuk, dan pilek. Pada pemeriksaan suhu
didapatkan suhu 39,8
o
C. Pada anak berusia 6 bulan sampai 4 tahun dibawa oleh
orang tuanya datang ke Rumah Sakit dengan keluhan kejang, dapat kita pikirkan
salah satu diagnosis bandingnya merupakan kejang demam. Apalagi sebelumnya
anak tersebut mengalami demam mendadak, betuk, dan pilek. Dan pada pengukuran
suhu didapatkan suhu 39,8
o
C. Kejang demam atau febrile convulsion ialah bangkitan
kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rectal di atas 38C) yang
disebabkan oleh proses ekstrakranium. Kejang demam merupakan kelainan
neurologis yang paling sering dijumpai pada anak, terutama pada anak umur 6 bulan
sampai 4 tahun. Tiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda, pada anak yang
ambang kejangnya rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38C, sedangkan pada anak
dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40C atau lebih. Hampir
3% dari anak yang berumur dibawah 5 tahun pernah menderita kejang demam.
Hingga kini belum diketahui secara pasti, tetapi dikaitkan faktor resiko yang penting,
yaitu demam. Demam sering disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis
media, pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih. Faktor resiko lainnya
adalah riwayat keluarga kejang demam, problem pada masa neonatus, kadar natrium
rendah. Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali
rekurensi atau lebih, dan kira-kira 9% akan mengalami 3 kali rekurensi atau lebih.
Pada kejadian kejang demam, anak laki-laki lebih sering dibandingkan anak
perempuan dengan perbandingan 1,4:1,0. Sedangkan menurut ras, ras kulit putih
lebih sering terjadi dibandingkan kulit berwarna. Terjadinya bangkitan kejang demam
bergantung kepada umur, tinggi, serta cepatnya suhu meningkat.
Pada skenario, anak mengalami kejang baru pertama kali dan kurang
dari 5 menit. Kejang terjadi di seluruh tubuh, tangan dan kaki kaku kemudian
kelojotan, mata mendelik ke atas, kemudian kejang berhenti sendiri. Klasifikasi
kejang demam yang terjadi pada anak dalam skenario termasuk kejang demam
sederhana, dimana kejang terjadi kurang dari 15 menit, kejang terjadi di seluruh
tubuh yang berarti kejang tidak terjadi secara fokal. Tangan dan kaki kaku kemudian
kelojotan merupakan tanda khas dari kejang demam yaitu kejang tonik-klonik. Mata
mendelik ke atas merupakan salah satu ciri dari kejang demam yaitu masalah dalam
pergerakan mata. Maka dari itu, penting dilakukan heteroanamnesis terhadap
keluarga anak mengenai kejang yang terjadi.
Setelah kejang pasien tampak mengantuk. Mengantuk setelah kejang pada
anak dalam skenario disebabkan oleh hipoksia atau berkurangnya asupan oksigen ke
otak. Mengantuk juga disebabkan oleh kelelahan pada anak yang terjadi setelah
kejang.
Tidak didapatkan riwayat jatuh atau terbentur sebelumnya. Hal ini dapat
menyingkirkan penyebab kejang pada anak bukan disebabkan oleh kejadian trauma
pada otak maupun medulla spinalis.
Pada pemeriksaan kesadaran didapatkan kesadaran anak somnolen, dimana
terjadi penurunan pada kesadaran pasien. Pada kesadaran somnolen didapatkan GCS
11-10. BB 10 kg dan TB 80 cm merupakan berat badan dan tinggi badan yang ideal
pada anak yang berusia 1 tahun. Didapatkan suhu 39,8
o
C, dimana terjadi peningkatan
set point pada hipotalamus. Salah satunya dapat disebabkan karena infeksi.
Didapatkan respiration rate 24x/ menit, nadi 100x/ menit, dan tekanan darah 100/70
mmHg. Pada anak-anak memang didapatkan sedikit peningkatan dari respiration rate
dan frekuensi nadi dibandingkan orang dewasa. Untuk tekanan darah tergolong
normal. Tekanan darah pada anak-anak lebih rendah daripada orang dewasa.
Pada pemeriksaan fisik, ubun-ubun datar, tidak menonjol dimana hal ini
menunjukkan tidak terdapat adanya peningkatan tekanan intrakranial pada pasien.
Tidak didapatkannya kaku kuduk, menandakan tidak didapatkan adanya tanda-
tanda meningeal pada pasien.
Pada hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 12 gr%, dimana Hb
terdapat sedikit penurunan, yang seharusnya Hb normal berkisar antara 13% sampai
18%. Hematokrit pada anak 35%, dimana juga mengalami sedikit penurunan, yang
seharusnya berkisar antara 40%-50%. Jumlah leukosit 22.000/mm
3
, terjadi
peningkatan dari leukosit, yang seharusnya nilai normalnya antara 4000 11.000/
mm
3
. Peningkatan jumlah leukosit, salah satunya dapat disebabkan karena infeksi.
Jumlah trombosit 325.000/mm
3
, GDS 100 mg/dl, Natrium 135 mmol/L, Kalium 4
mmol/L, masih tergolong normal. Pemeriksaan Natrium dan Kalium dapat digunakan
untuk menyingkirkan penyebab kejang pada anak karena hiponatremia maupun
hipernatremia. Pemeriksaan Natrium dan Kalium dapat digunakan untuk memeriksa
fungsi dari ginjal.
Pemeriksaan EEG pada kejang demam dapat memperlihatkan gelombang
lambat di daerah belakang yang bilateral, sering asimetris, kadang-kadang unilateral.
Pemeriksaan EEG dilakukan pada kejang demam kompleks atau anak yang
mempunyai risiko untuk terjadinya epilepsi. Pemeriksaan pungsi lumbal
diindikasikan pada saat pertama sekali timbul kejang demam untuk menyingkirkan
adanya proses infeksi intrakranial, perdarahan subaraknoid atau gangguan
demielinasi, dan dianjurkan pada anak usia kurang dari 2 tahun yang menderita
kejang demam.
Pada anak yang sedang mengalami kejang, prioritas utama adalah menjaga
agar jalan nafas tetap terbuka. Pakaian dilonggarkan, posisi anak dimiringkan untuk
mencegah aspirasi. Sebagian besar kasus kejang berhenti sendiri, tetapi dapat juga
berlangsung terus atau berulang. Pengisapan lendir dan pemberian oksigen harus
dilakukan teratur, kalau perlu dilakukan intubasi. Keadaan dan kebutuhan cairan,
kalori dan elektrolit harus diperhatikan. Suhu tubuh dapat diturunkan dengan
kompres air hangat (diseka) dan pemberian antipiretik (asetaminofen oral 10 mg/
kgBB, 4 kali sehari atau ibuprofen oral 20 mg/kg BB, 4 kali sehari).
Pada pasien diberikan diazepam per rektal. Obat diazepam merupakan
obat anti anxietas golongan benzodiazepin. Obat ini menjadi lini pertama
penatalaksanaan pada kejadian kejang karena memiliki onset dan durasi kerja yang
cepat. Diazepam dapat diberikan secara intravena atau rektal, jika diberikan
intramuskular absorbsinya lambat. Dosis diazepam pada anak adalah 0,3 mg/kg BB,
diberikan secara intravena pada kejang demam fase akut, tetapi pemberian tersebut
sering gagal pada anak yang lebih kecil. Jika jalur intravena belum terpasang,
diazepam dapat diberikan per rektal dengan dosis 5 mg bila berat badan kurang dari
10 kg dan 10 mg pada berat badan lebih dari 10 kg. Pemberian diazepam secara rektal
aman dan efektif serta dapat pula diberikan oleh orang tua di rumah. Bila diazepam
tidak tersedia, dapat diberikan luminal suntikan intramuskular dengan dosis awal 30
mg untuk neonatus, 50 mg untuk usia 1 bulan 1 tahun, dan 75 mg untuk usia lebih
dari 1 tahun. Midazolam intranasal (0,2 mg/kg BB) telah diteliti aman dan efektif
untuk mengantisipasi kejang demam akut pada anak. Kecepatan absorbsi midazolam
ke aliran darah vena dan efeknya pada sistem saraf pusat cukup baik. Namun efek
terapinya masih kurang bila dibandingkan dengan diazepam intravena.
Obat rumatan hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai
berikut, kejang lama > 15 menit, adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau
sesudah kejang, misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental,
hidrosefalus, serta diberikan pada kejang fokal. Pemberian obat fenobarbital atau
asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan risiko berulangnya kejang. Dosis
asam valproat 15-40 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis dan fenobarbital 3-4 mg/kg per hari
dalam 1-2 dosis. Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang kemudian
dihentikan bertahap selama 1-2 bulan.
Kejang akan berpengaruh terhadap kecerdasan anak. Jika terlambat mengatasi
kejang pada anak, ada kemungkinan terjadinya penyakit epilepsi, atau bahkan
keterbelakangan mental. Kejang demam yang berlangsung singkat, tidak berbahaya
dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih
dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi
kontraksi otot skelet yang akhirnya menyebabkan hipoksemia, hiperkapnea, asidosis
laktat, serta hipotensi. Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah kejang
yang berlangsung lama dapat menyebabkan terjadinya serangan epilepsi spontan di
kemudian hari. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan
kelainan anatomis di otak sehinggga terjadi epilepsi.

You might also like