Professional Documents
Culture Documents
1
Oleh: Aji Dedi Mulawarman2
http://ajidedim.wordpress.com
Abstraksi
Artikel ini mencoba mengkritisi akselerasi perkembangan perbankan syari’ah
nasional agar mencapai market share 5%. Kekhawatiran bermunculan dari berbagai kalangan
bahwa tahun 2008 perbankan syari’ah nasional tidak memenuhi target market share 5% dari
total aset perbankan nasional sesuai Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syari'ah Indonesia.
Untuk mempercepat hal tersebut BI menetapkan Kebijakan Akselerasi Perkembangan
Perbankan Syari’ah 2007-2008.
Dampak akselerasi perkembangan perbankan syari’ah, bila dilihat lebih lanjut
memunculkan masalah-masalah baru. Pertama, meningkatnya NPF yang mencapai 6,2% per
September 2007 (lebih tinggi dari prosentasi NPL perbankan konvensional). Kedua, tidak
memiliki upaya genuine pengembangan produk perbankan syari’ah. Ketiga, masalah kedua
merupakan dampak hilangnya sense melakukan identifikasi core competencies unique bank
syari’ah yang mengusung nilai-nilai Islam Indonesia (universal sekaligus lokal). Keempat,
penegasan pentingnya kuantitas dalam program akselerasi menggeser kepentingan kualitas
perbankan syari’ah.
Diperlukan pembenahan mendasar mengenai Cetak Biru dan Program Akselerasi
Pengembangan Perbankan Syari’ah. Pertama, hendaknya visi pengembangan sesuai maqashid
asy syari’ah, yaitu mashlaha, kesejahteraan ummat yang hakiki, yang menekankan harmoni
dan keseimbangan produksi-intermediasi-retail sesuai ushwah model ekonomi Rasulullah.
Kedua, agar visi sesuai maqashid asy syari’ah diperlukan reorientasi diri yang berpijak pada
ditemukannya core competencies. Ketiga, pengembangan produk perbankan syari’ah
hendaknya sesuai dengan core competencies sehingga memunculkan karakter genuine
perbankan syari’ah ala Indonesia. Keempat, perlunya dikembangkan produk qardh yang tetap
mengedepankan prinsip produktif dan bukannya untuk kepentingan konsumtif. Kelima,
perlunya regulasi Bank Indonesia berkenaan prioritas pengembangan produk muzara’ah dan
musaqah bagi kalangan perbankan syari’ah. Keenam, peningkatan market share tetap
mementingkan kuantitas maupun kualitas dan tidak didasari prioritas ”kompetitif” dan
”efisiensi”, tetapi mementingkan harmoni dan mashlaha sebagai tujuan utama perbankan
syari’ah.
1
Makalah ini merupakan pengembangan dari makalah yang pernah disampaikan dalam Seminar
Interaktif ”Shari’ah Weekend” yang diadakan oleh LEM FE-UII dan KOPMA FE UII, Jogjakarta, 13
Desember 2007
2
Kandidat Doktor Ilmu Ekonomi Universitas Brawijaya; Direktur Lembaga Riset Keuangan Syari’ah
Universitas Cokroaminoto Yogyakarta.
1
Setinggi-tinggi Ilmu, Semurni-murni Tauhid, Sepintar-pintar Siasat (HOS Tjokroaminoto)
1. PENDAHULUAN
Pengembangan pemikiran lanjutan finance dalam perspektif Islam saat ini sangat
itu sendiri. Hal ini penting mengingat perkembangan keuangan berbasiskan Islam,
seperti perbankan syari’ah di dunia, telah menunjukkan prestasi luar biasa. Bulan Juli
tahun 2004 Islamic Capital Market Task Force dari The International Organization of
Report. Menurut laporan tersebut, sampai dengan akhir tahun 2003, telah terjadi
bukan hanya Bank Islam saja, tapi telah merambah asuransi Islam (takaful),
haram oleh MUI, misalnya dikeluarkan fatwa produk kartu kredit syari’ah yang
Perbankan Syariah, diantaranya office chanelling bagi bank konvensional yang telah
membuka Unit Usaha syariah (UUS) untuk memberikan pelayanan transaksi syariah
dengan Oktober 2007 telah ada 3 bank umum syariah, 25 Unit Usaha Syariah (UUS),
555 kantor cabang syariah dan 111 BPRS. Belum lagi lembaga keuangan mikro
syariah atau Baitul Mal wa Tamwil (BMT) yang tersebar hampir di setiap propinsi.
2
Bagi kita semua umat Islam usaha seperti itu seharusnya patut disyukuri dan
menurut Ali (2007) keberhasilan tidak diimbangi dengan market share industri
perbankan syariah di Indonesia. Hal tersebut lanjutnya pasti memiliki masalah krusial
Tahun 2008 bagi perbankan syari’ah nasional mungkin berbeda dengan tahun-
tahun sebelumnya. Kerja keras memenuhi target market share 5% dari total aset
BI, target pangsa pasar per September 2007 sebenarnya naik sebesar 0,18% dari
periode yang sama tahun sebelumnya (tahun 2006 mencapai 1,58%) yaitu 1,72%.
akselerasi tersebut antara lain adalah percepatan pembukaan kantor cabang bank
syari’ah asing, spin-off Unit Usaha Syari’ah perbankan konvensional (BUK) menjadi
penawaran jasa bank syari’ah kepada pemerintah, BUMN dan BUMD, serta
3
2. APAKAH ITU CUKUP?
untuk memenuhi target 5% bila dilihat lebih dapat dikatakan sangat komprehensif.
Meskipun, bila diteliti lebih lanjut, apakah hal tersebut rasional? Apakah akselerasi
diperhitungkan dampak “terjungkal dari lari sprint” terhadap simbol “syari’ah” yang
diingatkan oleh Qur’an, bahwa segala sesuatu harus dijalani dengan sabar?
kinerja pembiayaan biasanya diukur dengan Non Performing Financing (NPF) atau
yang biasa disebut dalam istilah perbankan konvensional dengan Non Performing
Loan (NPL). NPF perbankan syari’ah tahun 2007 memang mengalami kenaikan yang
signifikan bila dibanding dengan tahun 2006. Menurut data statistik perbankan
syariah BI per September 2007 menunjukkan NPF 6,29%, turun dibandingkan periode
Agustus 2007 sebesar 6,63%. Kendati demikian, angka tersebut lebih tinggi
akad non murabahah (non jual beli), seperti mudharabah atau bagi hasil.
4
3. Sebelumnya Perbankan Syariah hanya melaksanakan pembiayaan non
korporasi dan saat itu NPF paling tinggi berada pada level 4,2 -4,3 %. Pola
industri Perbankan Syariah. Oleh karena itu Perbankan Syariah masih belajar,
dan ini yang membuat NPF meningkat. Dan ini harus dilalui, agar kedepan
di atas, MUI telah mengeluarkan fatwa baru mengenai produk kartu kredit syari’ah.
Bisnis kartu kredit4 yang kian marak ternyata juga menggoda dunia perbankan
syariah. Meski menimbulkan pro dan kontra di tengah hiruk pikuknya dunia
konsumtif, kredit macet dan penumpukan beban utang, kalangan perbankan syariah
market share yang dilakukan kalangan perbankan syari’ah) dalam penerbitan kartu
3
Kondisi tersebut juga diakui oleh Juwono, dari Bank BNI Syariah, yang sebelumnya hanya bermain
di ritel dan UKM (Usaha Kecil dan menengah). Juwono menjelaskan, bahwa sektor ritel di BNI
Syariah mencapai 60% dari pembiayaan BNI Syariah.
4
Kartu kredit syariah pertama di dunia diluncurkan oleh AmBank Malaysia (semula dikenal Arab-
Bank Malaysian Bank Berhad) dengan nama Al Taslif Credit Card pada tahun 1996 dengan skim bai
bithaman ajil (bayar tangguh). Meski menimbulkan pro dan kontra, langkah tersebut diikuti oleh Bank
Islam Malaysia Berhad (BIMB) pertengahan tahun 2002 dengan nama Bank Islam Card dan Arab
Bangking Corporation (ABC) Islamic Bank Bahrain pada akhir 2002, serta As Shamil Bank dan
Tadamon Islamic Bank. Namun perkembangan kartu kredit syariah di Malaysia kurang
menggembirakan.
5
Kerawanan kartu kredit terletak pada pembebanan bunga jika pemegang kartu tak mampu membayar
pada saat jatuh tempo, sehingga menimbulkan penggandaan bunga yang berlipat dan terpuruk.
Kemudian, proses pembuatan kartu kredit syariah juga masih mengalami banyak kendala dalam hal
penetapan harga jual, karena harga pada akad jual beli ditentukan di awal sesuai dengan jangka waktu
yang disepakati. Sedangkan harga tangguh suatu barang dan jasa pada kartu kredit bisa berubah akibat
semakin lamanya pembayaran, sehingga akan sulit menentukan harga jual yang akurat. Selain itu, tidak
ada jaminan absah atau tidaknya berbagai item transaksi barang dan jasa yang menyangkut perbedaan
akad, termasuk mendeteksi transaksi yang tidak dibenarkan secara syariah.
5
sekarang malah diarahkan pada pola konsumtif. Pertanyaannya kemudian, mengapa
syari’ah? Menarik kritik dari Faisal Basri, pengamat ekonomi UI saat berbicara di
perbankan syari’ah tidak akan dapat menembus angka 5% kalau masih tidak memiliki
kreativitas atas produk sesuai market bank syari’ah sendiri. Masalahnya, menurut
penulis bukan pada core product saja, tetapi lebih dari itu.
Islam dan ada di Indonesia. Bank syari’ah selama ini hanya dapat melakukan
identifikasi core product. Padahal bila dilihat dari konsep bisnis, core competencies
organisasi bisnis. Core competencies perlu didesain melalui kejelasan visi dan misi
sampai sumber daya yang muncul mengarah pada core competencies. Core
competencies yang khas bank syari’ah tetapi tidak menghilangkan akarnya, yaitu
Islam Indonesia.
6
mempunyai kompetensi yang perlu (necessary competencies) dan kompetensi yang
penjelasannya:
…are all converging on similar and formidable standards for product cost and
quality – minimum hurdles for continued competition, but less and less important
as sources of differential advantage.
mengedepankan:
dengan kesamaan visi-misi organisasi yang kuat; ketiga, memerlukan kemampuan dan
melakukan bisnis tidak hanya mementingkan differential advantage, karena hal itu
hanya bersifat jangka pendek dan lebih berorientasi pada produk. Organisasi bisnis
agar dapat menjalankan going concern dan kuat bertahan pada lingkungan yang selalu
6
Kompetensi yang perlu adalah semua kompetensi yang menciptakan nilai, sedangkan kompetensi
yang membedakan adalah kompetensi-kompetensi yang memberi organisasi tertentu atau kelompok
organisasi suatu posisi kompetitif (misalnya penguasaan pasar, reputasi ilmiah).
7
competence agar dapat menjalankan peran going concern dan adaptif, adalah pada
mementingkan kuantitas. Hal ini bahkan diakui dalam Kebijakan Akselerasi secara
tegas. Semua demi market share 5%. Bentuk penegasian pentingnya kualitas
seperti tertulis dalam visi misi pengembangan perbankan syari’ah yang tercantum
Bentuk kompetisi dan efisiensi bisnis seperti itu jelas berhubungan dengan
kepentingan pemilik modal saja, baik ekuitas maupun bottom line laba, dan tidak
untuk kepentingan masyarakat secara langsung. Kompetisi dan efisiensi yang terlalu
Contoh, menggiring perbankan syari’ah untuk segera melakukan IPO (Initial Public
Offering) dan memperbanyak produk pasar keuangan. Langkah ini mungkin tepat dari
sisi efisiensi, tetapi tidak efektif untuk meningkatkan kemaslahatan masyarakat secara
Bank Syari’ah sudah saatnya melihat kembali peringatan Umer Chapra. Peringatan
bukan diletakkan hanya di bagian filosofi, tetapi harus masuk dalam model visi-misi
oleh BI. Chapra (2000, 12) menjelaskan bahwa perekonomian sebagai ilmu dan
strategi Islam untuk mencapai tujuan Islam, dengan terintegrasinya semua aspek
8
moral manusia dan masyarakat dimana ia hidup) harus mengarah pada kesejahteraan.
daya yang disediakan oleh Allah bagi kepentingan manusia, namun juga
Menurut Chapra (2000, 14) tujuan Islam harus menciptakan keseimbangan yang sehat
antara kepentingan individual dan masyarakat sesuai prinsip Nabi saw., “Janganlah
menimpakan bahaya kepada orang lain dan jangan pula dia ditimpakan bahaya di
atasnya”. Islam memiliki keunggulan nyata, bukan saja sasaran-sasaran integral dari
menjadi konsep yang harus selalu hadir sebagai bagian dari ciri khas Islam. Usaha
terhadap panggilan dan tuntutan fitrah dan nafsunya yaitu cinta pada harta benda. Hal
ini bukanlah penyimpangan dan bukan pula pengahalang untuk mencapai ridha Allah.
Karena cinta harta merupakan fitrah sejak ia diciptakan namun manusia dalam
menggunakan cara yang disyari’atkan (lihat misalnya QS. 18: 46; 89: 20; 100: 8).
Tetapi, cinta harta menurut Mulawarman (2007a) harus diarahkan pada tiga
kemashlahatan dunia dan alam semesta sekaligus. Kedua, tugas (Khalifatullah fil
ardh) dan pengabdiannya (abd’ Allah). Ketiga, fitrah kemanusiaan lainnya yang
berlawanan dengan kecintaan harta yaitu kedermawanan. Ketiga hal itu hanya dapat
terlaksana dengan jalan niat dan pensucian (tazkiyah) secara terus menerus (Ibrahim
9
2005; 99-102). Bentuk dasar pensucian terhadap kecintaan terhadap harta benda
Bila kita turunkan dalam konteks ke-Indonesia-an, bank syari’ah juga perlu
melihat bahwa ekonomi jangan hanya diarahkan untuk kepentingan sempit seperti
mempertahankan struktur sosial dan budaya yang baik sesuai nilai-nilai Islam dan
maqashid syari’ah.
4. REKOMENDASI MENDESAK
Perbankan syari’ah seperti dijelaskan di bagian pertama tulisan ini telah memberikan
angin segar bagi kita semua untuk melakukan transaksi keuangan bebas bunga dan
sesuai syari’ah dan fiqh Islam. Transaksi komersial utama telah banyak dijalankan
dengan berbagai modifikasinya. Tetapi transaksi perlu dikendalikan agar tidak hanya
keuntungan yang tidak pasti (uncertain profits) tidaklah cukup untuk membuat
perluasan mekanisme salaf atau qardh yang memang secara tradisional fiqh-nya lebih
dekat dekan sistem pinjaman/pembiayaan. Qardh selama ini dipahami hanya sebagai
10
sistem pembiayaan sosial (qardhul hassan) untuk UKM atau konsumtif seperti kartu
kredit syari’ah. Padahal bila kita lihat lebih jauh landasan tradisi sosiologis qardh
Sistem muzara’ah dan musaqah juga masih dilihat sebagai sistem pembiayaan
khusus untuk pertanian saja. Apakah kita tidak pernah berpikir lebih jauh bahwa dua
Apalagi sebenarnya bila ditilik dari sejarahnya, pendekatan muzara’ah dan musaqah
lebih ditekankan oleh Rasulullah di masa awal Hijrah di Madinah (lihat misalnya
Muhajirin agar lebih seimbang dan utuh konsep ekonominya, yaitu menggagas utuhan
pola pikir masyarakat Muslim dari sistem kapitalistik Mekkah yang lebih menekankan
tidak hanya dekat dengan sistem pertukaran, tetapi juga dekat dengan alam,
11
Pertama, hendaknya visi pengembangan mementingkan harmoni dan
keseimbangan daripada kompetisi dan efisiensi. Hal ini sesuai dengan maqashid asy
Kedua, agar visi sesuai maqashid asy syari’ah, yaitu mashlaha untuk semua,
maka diperlukan reorientasi diri perbankan syari’ah. yang sesuai core competencies.
Keempat, perlunya telaah dan pengembangan lebih lanjut produk qardh yang
produk muzara’ah dan musaqah bagi kalangan perbankan syari’ah. Regulasi ini untuk
seperti tertulis dalam visi Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syari’ah Indonesia.
Penekanan kuantitas dan kualitas harus tetap mementingkan harmoni dan mashlaha
5. CATATAN AKHIR
Penulis sendiri berpendapat bahwa yang paling penting adalah tetap memelihara
“obor” semangat menuju terwujudnya ekonomi Islam yang sejati. Bentuk, proses,
sistem dan mekanisme yang selama ini ada merupakan “realitas empiris” yang perlu
12
didukung untuk perkembangan menuju kesempurnaan sistem keuangan Islam. Ide,
riset dan alternatif-alternatif dapat berjalan dengan baik ketika terdapat sinergi antara
umum.
Saya juga masih percaya bahwa kekuatan berusaha terdapat pada sifat
pada tingkatan “deadline kewajiban” yang misalnya diukur dalam bentuk CAMEL
substantif jelas lebih dari itu, yaitu Trust berdasar hati dan ketundukan, dalam
13
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Hasan. 2007. 2007: Tahun Percepatan Industri Perbankan Syari’ah. Website
Pusat Komunikasi Ekonomi Syari’ah (PKES)
Karim, Adiwarman. 2004a. Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan. Edisi Kedua.
Rajawali Press. Jakarta
Karim, Adiwarman. 2004b. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Edisi Kedua. Rajawali
Press. Jakarta
Lewis, Mervin K. and Latifa M. Algoud. 2001. Islamic Banking. Edward Elgar.
Masschusetts.
Majelis Ulama Indonesia. 2007. Fatwa DSN Tentang Kartu Kredit Syari’ah. Jakarta
Mulawarman, Aji Dedi. 2007a. Menggagas Neraca Syari’ah Berbasis Maal. The 1st
Accounting Conference. FE-UI Depok. 7-9 Nopember.
14
Mulawarman, Aji Dedi. 2007d. Keuangan Syari’ah: Antara Konsep, Perkembangan
Terkini dan Prospek Ke Depan. “Soft Opening Lembaga Riset Keuangan
Syari’ah”. Universitas Cokroaminoto Yogya, 28 Maret.
Prahalad, CK. And Gary Hamel. 1990. The Core Competence of the Corporation.
Harvard Business Review. May-June. pp 1-12.
Prahalad, CK. And Gary Hamel. 1994. Competing for the Future. Harvard Business
School Press
15
CURRICULUM VITAE
Prestasi Akademik:
1. Wisudawan Terbaik jenjang S-2 Universitas Brawijaya 2005 dengan Predikat Cum
Laude.
2. Pemakalah Terbaik (Best Paper) Simposium Nasional Akuntansi IX tanggal 23-26
Agustus tahun 2006 di Padang. Judul Makalah
Rekonstruksi Teknologi Integralistik Akuntansi Syari’ah: Shari’ate Value Added
Statement
3. Pemakalah dalam International Seminar Reinventing Paradigms of Social Studies in
Indonesia, Yogyakarta, 11-13 Agustus 2006, FISE UNY-HISPISI. Judul Makalah
Pendidikan Akuntansi Berbasis Cinta
4. Pemakalah dalam Konferensi Merefleksi Domain Pendidikan Ekonomi dan Bisnis,
Salatiga, 1 Desember 2006, FE Universitas Kristen Satya Wacana.
Judul Makalah
Pensucian Pendidikan Akuntansi
5. Pemakalah dalam The First Accounting Session: Revolution of Accounting Education,
Universitas Kristen Maranatha Bandung, 18-19 Januari 2007.
Judul Makalah
Pensucian Pendidikan Akuntansi Episode Dua
6. Keynote Speech dalam Seminar Sehari Perbankan Syari'ah yang diadakan Lembaga
Riset Keuangan Syari'ah Universitas Cokroaminoto Jogjakarta, 28 Maret 2007. Judul
Makalah
Keuangan Syari’ah: Antara Konsep, Perkembangan Terkini dan Prospek Ke
Depan
7. Pemakalah dalam Simposium Nasional Akuntansi X tanggal 26-28 Juli 2007 di
Makassar. Judul Makalah:
Menggagas Laporan Arus Kas Syari’ah Berbasis Ma’isyah
8. Orasi Ilmiah dalam Acara Wisuda Universitas Cokroaminoto Jogjakarta 12
September 2007. Judul Makalah
Ekonomi Islam Dalam Bingkai Pemikiran HOS Tjokroaminoto
9. Best Paper Awards dalam The 1st Accounting Conference Universitas Indonesia. 7-9
Nopember 2007. Judul Makalah
Menggagas Neraca Syari’ah Berbasis Maal: Kontekstualisasi Kekayaan Altruistik
Islami
10. Pemakalah dalam Simposium Nasional Ekonomi Islam 3 Universitas Padjadjaran
Bandung. Judul Makalah
Menggagas Laporan Keuangan Syari’ah Berbasis Trilogi Ma’isyah-Rizq-Maal
Jabatan Akademik:
1. Direktur Lembaga Riset Keuangan Syari'ah Universitas Cokroaminoto
Jogjakarta 2007 - 2010
16
Buku yang telah terbit:
1. Menyibak Akuntansi Syari’ah: Rekonstruksi Teknologi Akuntansi Syari’ah Dari
Wacana ke Aksi. 2006. Penerbit Kreasi Wacana. Jogjakarta.
Riwayat Pekerjaan:
1. Tahun 1994 – 1998 staf Akuntansi dan Keuangan PT. Perkebunan Tanjung Bahagia
2. Tahun 1997 – 2000 sebagai Ketua Tim Perencanaan Proyek Pengembangan
Kawasan Wisata Pantai Prigi, Trenggalek Jawa Timur
3. Tahun 1998 sebagai Ketua Tim Pengembangan Sistem Manajemen dan Informasi
Keuangan PT. Petebe Mas Bahagia
4. Tahun 1998 – 2001 sebagai Direktur Keuangan PT. Prigi Tirtawisata Bahagia,
Trenggalek, Jawa Timur
5. Tahun 1998 – 1999 sebagai Ketua Tim Pengembangan Sistem Manajemen dan
Informasi Keuangan Korporasi Petebe Group
6. Tahun 1998 – 2000 menjabat Manajer Keuangan PT. Perkebunan Tanjung Bahagia
7. Tahun 2000 – 2002 menjabat General Manajer Petebe Group
8. Tahun 2002 – sekarang menjabat Direktur Korporasi Administrasi dan Keuangan PT.
Perkebunan Tanjung Bahagia
9. Tahun 2003 – 2004 Ketua Tim Perencanaan dan Pengembangan Sistem Manajemen
dan Informasi Keuangan Perusahaan Daerah Jasa Yasa Kabupaten Malang
10. Tahun 2001 sampai sekarang diangkat sebagai Direktur Masjidil ‘Ilm Bani Hasyim,
lembaga pendidikan Islam yang berada di bawah naungan Yayasan Bani Hasyim.
11. Tahun 2007 – 2010 sebagai Direktur Lembaga Riset Keuangan Syari'ah Universitas
Cokroaminoto Jogjakarta
Organisasi:
1. Ketua Umum DPD Gabungan Pengusaha Kecil Nasional Minyak dan Gas (Gapina
Migas) Jawa Timur (2001),
2. Ketua I DPP Gapina Migas (2002-sekarang),
3. Ketua Tim Perumus Drafting RUU Migas DPP Gapina Migas (2001),
4. Ketua Tim Perumus Implementasi UU Migas dan Blue Print Usaha Kecil Migas DPP
Gapina Migas (2002),
5. Ketua Tim Sukses Kuota Usaha Kecil Migas DPP Gapina Migas (2003),
6. Anggota Tim Blue Print Hilir Migas Nasional Departemen Energi dan Sumber Daya
Mineral (2002-2003).
17