Ada begitu banyak kata serapan di dalam bahasa Indonesia yang bersumber dari bahasa Arab. Hal ini disebabkan oleh asimilasi budaya antara bangsa Arab terhadap penduduk lokal yang tersebar di seluruh Nusantara pada masa awal penyebaran agama Islam. Beberapa kata serapan tersebut antara lain adalah kursi, majelis, musyawarah, mufakat, sedekah, infaq, hadiah, maut, iman, waqaf, amanah, wajib, bilal dan sebagainya. Seluruh kata tersebut sering digunakan di berbagai aspek kehidupan. Makna kata-kata tersebut juga kerap kali tumpang tindih. Contohnya adalah makna kata sedekah, infaq dan hadiah. Bagi masyarakat awam makna kata tersebut sulit untuk dibedakan kalau tidak memiliki pengetahuan tentang ilmu fikih. Ada juga kata yang sangat akrab bagi umat muslim di bulan Ramadhan yiatu kata bilal. Kata bilal dalam bahasa Arab maknanya mengacu kepada salah seorang sahabat Nabi Muhammad saw. yang memiliki keistimewaan. Sahabat tersebut bernama Bilal bin Rabbah. Ia termasuk kepada asabaqunal awwalun yaitu orang-orang yang pertama kali memeluk agama Islam di masa awal dakwah Nabi Muhammad saw. di kota Mekah. Ia merupakan seorang budak yang memiliki keimanan yang luar biasa sekalipun ia disiksa dengan keji oleh Abu Jahal dan beberapa kafir Quraisy Mekah lainnya. Ia juga dikenal sebagai seorang yang pertama kali mengumandangkan azan untuk menyeru umat Islam melaksanakan salat. Sehingga sampai kini seseorang yang bertugas mengumandangkan azan juga disebut sebagai muazin atau bilal. Selanjutnya, bagaimana pula makna kata bilal yang kerap kita dengar selama bulan Ramadhan. Di masjid-masjid juga tertulis jadwal bilal yang bertugas di setiap salat tarawih. Sampai-sampai bilal pada sebuah masjid mencapai dua orang. Bila kita perhatikan bilal tidak bertugas dan berperan sebagai seorang muazin. Melainkan seseorang yang memimpin jamaah untuk bersalawat dan berdoa di setiap selesai dua rakaat salat tarawih. Kadang kala makna kata bilal melenceng jauh dari makna aslinya yang sama sekali tidak berkaitan dengan masjid. Karena di dalam bahasa Indonesia sehari-hari kata bilal juga mengacu kepada makna seseorang yang bertugas memandikan jenazah. Ada hal yang lebih menarik pada makna kata bilal yang ketiga ini. Di dalam hukum Islam jika jenazah berjenis laki-laki maka yang memandikannya harus dari kaum laki-laki pula. Begitu juga terhadap jenazah perempuan, yang berhak memandikannya juga kaum perempuan. Nah, kalau kita menggunakan kata bilal yang maknanya mengacu kepada seseorang yang memandikan jenazah, maka seseorang yang memandikan jenazah laki-laki disebut dengan bilal. Bagaimana pula dengan seseorang yang memandikan jenazah perempuan. Tidak pernah kita dengar dengan sebutan bilalah. Tetapi tetap menggunakan kata bilal. Padahal di dalam kaidah bahasa Arab membedakan kata atau nomina berdasarkan jenis kelamin yang biasa disebut dengan muzakkar (maskulin) dan muannas (feminin). Umumnya perbedaan muzakkar dan muannas hanya ditandai dengan ada atau tidaknya huruf ta marbutah pada kata tersebut. Jika tidak ada ta marbutah maka diidentikkan dengan muzakkar, dan jika kata tersebut melekat huruf ta marbutah maka identik dengan muannas. Walaupun di dalam bahasa Arab juga ada beberapa kata yang tidak terikat dengan kaidah ini. Sehingga, kalau kita merujuk kepada kaidah bahasa Arab seharusnya seseorang yang bertugas memandikan jenazah perempuan disebut dengan bilalah. Partikel ah adalah hasil dari translitrasi atau bentuk penulisan ta marbutah ke dalam bahasa Indonesia. Kasus kebahasaan seperti ini kerap kali disebut dengan perubahan makna. Ada beberapa faktor yang menyebabkan perubahan itu terjadi seperti yang dijelaskan oleh Sarwiji Suwandi (2008) dalam bukunya yang berjudul Semantik: Pengantar Kajian Makna. Di dalam karyanya tersebut ia menjelaskan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan makna adalah faktor linguistik, faktor kesejarahan, faktor sosial masyarakat, faktor psikologis, faktor kebutuhan kata baru, faktor perkembangan ilmu dan teknologi, faktor pemakaian bidang pemakaian atau lingkungan, pengaruh bahasa asing, faktor asosiasi, pertukaran tanggapan indera, perbedaan tanggapan pemakai bahasa dan faktor penyingkatan. Untuk kasus kata bilal ini termasuk kepada perluasan makna yang merupakan bagian dari perubahan makna. Perluasan makna sendiri merupakan proses perubahan makna suatu kata dari yang lebih khusus kepada makna yang lebih umum dan luas. Dengan kata lain makna suatu kata sekarang lebih luas dari makna lamanya. Dahulu, kata bapak maknanya adalah orang tua laki; ayah, namun sekarang maknanya berubah menjadi semua orang laki-laki yang berumur lebih tua atau berkedudukan lebih tinggi. Tentunya perluasan makna berhubungan dengan pemakaian suatu bahasa di dalam sebuah kelompok masyarakat untuk berkomunikasi. Terlepas dari apakah pemakaian bahasa tersebut menyalahi suatu kaidah tata bahasa atau tidak.