You are on page 1of 55

BAB I

STATUS PASIEN
IDENTITAS
Nama : Tn. C
TTL : Jakarta/ 15-10-1952
Usia : 56 tahun
JK : Laki-laki
Alamat : Jln.bunga rampai jaktim
No rekam medik : 44-30-33
Tanggal MRS : 28 -01-2013
Dr yang merawat : dr.lukman.Sp.PD

ANAMNESIS
Keluhan Utama : Badan lemas sejak 1 bulan yang SMRS.
Keluhan Tambahan : cepat merasa haus, sering kencing, BB menurun,,sakit
kepala,mual
Riwayat Penyakit Sekarang : Os mengeluh lemas sejak 1 bulan SMRS, Lemas yang dirasakan
Os sangat mengganggu aktifitas sehari-hari. Lemas hampir
dirasakan setiap hari semenjak 1 bulan ini.Disertai Sakit kepala,
terutama dibagian belakang kepala. Os tidak mengeluh sesak
nafas. Os mengeluh mual ,tapi tidak disertai muntah, nyeri uluhati
juga dirasakan os. Os mengeluh akhir-akhir ini nafsu makannya
meningkat,dalam 1 hari os bisa makan sebnyak 5 x, dan cepat
merasa haus, Os tidak mengeluh kesemutan. BB sblm sakit 55 kg,
saat sakit 48 kg. os mngeluh akhir-akhir ini sering BAK , dan
lebih sering tengah malam. BAB nya sulit, sudah 2 hari blm BAB.
Os mempunyai riwayat DM (+) sejak 2 tahun yang lalu, dengan
GDS 280 mg/dL. Os minum Obat DM hanya beberapa kali saja
obat bentuk tablet,setelah itu berhenti minum obat DM. Os lupa
nama obatnya apa yang diminum.
Riwayat Penyakit Dahulu :
- R.DM (+) sejak 2 tahun yang lalu.
- R.TB paru disangkal
- R.Asma disangkal
- R.penyakit.jantung disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga :
- DM disangkal
- Asma disangkal
- HTdisangkal
- Peny.Jantung disangkal
Riwayat Pengobatan : Sudah minum obat warung untuk menghilangkan sakit kepalanya,
tapi keluhannya tidak berkurang
Riwayat Alergi : Alergi obat-obatan,makanan,debu dan cuaca disangkal
Riwayat Psikososial :Os pola makannya tidak teratur,suka makan makanan pedas ,suka
makan makanan yg bersantan,suka Makan yang kue2 manis,uka makan ikan asin dan
jarang makan sayur2an.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Status Gizi
BB sebelum sakit : 55 kg
BB setelah sakit : 48 kg
TB : 165 cm
IMT : 17,64
Kesimpulan : Berat badan Kurang
Tanda Vital
Suhu : 37,5
0
C
TD : 170/100 mmHg
Nadi : 82 x/menit
Napas : 22x/menit

STATUS GENERALIS
Kepala : rambut hitam tidak rontok, distribusi merata.
Mata : Alis mata madarosis (-/-),konjungtiva anemis(-) /(-), sklera
ikterik(-) /(-), refleks pupil (+)/(+), isokor kanan-kiri.
Hidung : tidak ada secret, epistaksis(-).
Mulut : bibir tampak kering,lidah bagian tengah tidak tampak kotor.
Telinga : Normotia (+)/(+) , serumen (-)/ (-)
Leher : pembesaran KGB (-)
Thoraks
Paru
Inspeksi : Dada simetris (+/+), retraksi (-/-),scar (-/-),pernapasan torakoabdominal
Palpasi : Bag.dada tertinggal (-/-),vokal fremitus simetris
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru,batas paru-hepar ICS 6
Auskultasi : vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-),
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi : Ictus cordis teraba (+),ICS 5, di garis medial mid klavikula kiri
Perkusi : Batas Jantung Kanan linea sternalis kanan.
Batas jantung kiri linea midclavikularis sinistra
Batas pinggang Jantung ICS 3.
Auskultasi : BJ I dan II murni, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : supel, luka bekas operasi (-), caput medusa (-)
Auskultasi : bising usus normal
Perkusi : timpani pada keempat kuadran abdomen
Ascites : Sifting Dullness(-)
Palpasi : nyeri epigastrium (+), hepatomegali (-), splenomegali (-)
Ekstremitas Atas
Akral : hangat
RCT <2 detik : (+/+)
Edema : (-/-)
Ekstremitas Bawah
Akral : hangat
RCT <2 detik : (+/+)
Edema : (-/-)
Arteri dorsalis pedis : teraba sama sinistra dan dextra(tidak ada
penurunan)
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tanggal 26 Desember 2012
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN
Darah Perifer
Hemoglobin 13,7 g/dL 13,2-17,3
Jumlah Leukosit 10,8 ribu/L 3,60-11,00
Trombosit 432 ribu 150-440
HT 41 % 35-47
SGOT 28 U/L 10-34
SGPT 33 U/L 9-43
Ureum Darah 25 Mg/dL 10-50
Kreatinin Darah 1,1 <1,4
Aseton Darah (-) (-)
GDS 617 Mg/dl 70-200
Na (darah) 138 MEq/dl 135-147
K (darah) 3,6 mEq/dl 3,5-5,0
Cl (darah) 102 mEq/dl 94-111



Pemeriksaan radiologi
28-01-2013
Cor dan aorta baik
Sinus / diaphragma baik
Paru kiri dan kanan baik
Kesan : paru dan jantung dalam batas normal

RESUME : anamnesa:Tn. C 56 tahun datang dengan keluhan malaise sejak 1 bulan yang
lalu,disertai cephalgia terutama bagian belakang kepala,nausea,anorexia, BB menurun,
polidipsi(+) ,poliuri(+) ,nokturia(+),dan,Riwayat DM 2thn lalu dan tidak terkontrol.
pemeriksaan Fisik ditemukan : TD:170/100mmHg, IMT : 17,64 (BB kurang).Pem.Fis
abd:nyeri epigastrium.
Pd pem.Lab: GDS 617 mg/dl,Na
DAFTAR MASALAH :
DM Tipe 2
Hipertensi Grade II
dispepsia


ASSASSMENT 1 : DM Tipe 2
Berdasarkan hasil anamnesis pasien mengeluh lemas sejak 1 bulan yang lalu, disertai
polidipsi(+),polifagi(+) poliuri(+),nokturia(+) dan BB menurun,Riwayat Dm 2 thn yg lalu
dan tidak terkontrol.
Pd.Pem.Lab : GDS : 617 mg/dl.
Rdx :HbA1C, monitoring GDS, GDP, GD2 PP, profil lipid, albumin/protein urin.
Rencana terapi :
1. Edukasi (Pola Gaya Hidup)
2. Terapi gizi Medis: Berdasarkan rumus Broaca.
ia)

BB ideal = (TB cm-100)kg 10%
(165-100)kg -10% = 65-6,5 =58,5 kg.
Status Gizi Pasien =(BB aktual:BB ideal)x 100%
(48 :58,5)x 100% = 82 %(termaksud BB kurang )
Kebutuhan Kalori perhari :
Kebutuhan Kalori Basal = BB idealx 30 kalori = 58,5 x 30 = 1755 kalori.
Kebutuhan untuk aktivitas ditambah 20%= 20%x1755=351 kalori.
Koreksi karena kekurangan BB = 20%x1755 = 351 kalori.
Jadi, total kebutuhan kalori perhari untuk penderita ini adlah = 1755+351+351= 2457
kalori atau 2400 kalori.
1. Karbohidrat 60%=60% x 2400= 1440 kalori karbohdratyg setara dengan 360
gram karbohidrat.
2. Protein 20%= 20%x2400=480kalori protein setara dengan 120 gram protein.
3. Lemak 20% = 20%x2400= 480 kalori lemak setara dengan 53,3 gram lemak.

3. Latihan Jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu selam kurang lebih
30menit).Latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan
kai,jogging,berenang,dan bersepeda santai.
4.intervensi Farmakologis: Pemberian Obat OHO:
Sulfonilurea(diberikan 15- 30 menit sebelum makan) dengan masa kerja
paling singkat. Frekuensi pemberian obat: 1x/hari,pda waktu makan pagi
atau pada makan makanan porsi terbesar.

2. HIPERTENSI grade II
Berdasarkan hasil anamnesis pasien mengeluh sakit kepala dibagian belakang kepala.
Pada pem.fisik ditemukan :TD =170/100 mmHg,
R Dx : foto torax,profil lipid,fungsi ginjal
Rencana Terapi :
1. Diet rendah garam
2.Modifikasi gaya hidup dgn target TD <130/80 mmHg.
3. Pemberian Obat ACE-Inhibitor (Captopril 25-100 mg), 2-3 x/hari. Atau
pemberian obat Adrenoseptor alfa(alfa-blocker(Prazosin 0,5 mg, diberikan 1-2x
/hari).

3.Dispepsia
Anamnesis : Os mengeluh mual dan nyeri epigastrium
Pemeriksaan fisik ; abd: nyeri tekan epigastirum (+)
WR : dispepsia ec gastritis
Rencana Diagnosis: Endoskopi
Rencana Terapi: ranitidin inj 3 x 1


Follow-up




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DIABETES MELITUS

Defnisi

Diabetes mellitus, DM (bahasa Yunani: diabanein, tembus atau pancuran air) (bahasa Latin:
mellitus, rasa manis) yang juga dikenal di Indonesia dengan istilah penyakit kencing gula adalah
kelainan metabolis yang disebabkan oleh banyak faktor, dengan simtoma berupa hiperglisemia
kronis dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. (Buku Ajar Fisiologi
Manusia, Lauralee Sherwood)

Diabetes melitus merupakan suatu sindrom dengan terganggunya metabolisme karbohidrat,
lemak, dan protein yg disebabkan oleh berkurangnya sekresi insulin Tu penurunan sensitivitas
jaringan tehadap insulin. (Fisiologi Kedokteran, Guyton and Hall)

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2010, Diabetes melitus merupakan suatu
kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. (ADA. 2010)

Sedangkan menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes melitus merupakan sesuatu yang tidak
dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tapi secara umum dapat dikatakan
sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah
faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin.






Klasifikasi DM ( Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011)


Fisiologi Kedokteran Guyton and Hall, Diabetes Melitus terbagi menjadi :
DM tipe I (IDDM) diabetes melitus yg tergantung insulin
Sering terjadi pada usia sebelum 30 tahun. Biasanya juga disebut Juvenille Diabetes,
yang gangguan ini ditandai dengan adanya hiperglikemia (meningkatnya kadar gula
darah).
Faktor genetik dan lingkungan merupakan faktor pencetus IDDM. Oleh karena itu
insiden lebih tinggi atau adanya infeksi virus (dari lingkungan) misalnya coxsackievirus
B dan streptococcus sehingga pengaruh lingkungan dipercaya mempunyai peranan dalam
terjadinya DM.
Virus atau mikroorganisme akan menyerang pulau pulau langerhans pankreas, yang
membuat kehilangan produksi insulin. Dapat pula akibat respon autoimmune, dimana
antibody sendiri akan menyerang sel bata pankreas. Faktor herediter, juga dipercaya
memainkan peran munculnya penyakit ini

DM tipe II (NIDDM) diabetes melitus tidak tergantung insulin.
Virus dan kuman leukosit antigen tidak nampak memainkan peran terjadinya NIDDM.
Faktor herediter memainkan peran yang sangat besar. Riset melaporkan bahwa obesitas
salah satu faktor determinan terjadinya NIDDM sekitar 80% klien NIDDM adalah
kegemukan. Overweight membutuhkan banyak insulin untuk metabolisme. Terjadinya
hiperglikemia disaat pankreas tidak cukup menghasilkan insulin sesuai kebutuhan tubuh
atau saat jumlah reseptor insulin menurun atau mengalami gangguan. Faktor resiko dapat
dijumpai pada klien dengan riwayat keluarga menderita DM adalah resiko yang besar.
Pencegahan utama NIDDM adalah mempertahankan berat badan ideal. Pencegahan
sekunder berupa program penurunan berat badan, olah raga dan diet. Oleh karena DM
tidak selalu dapat dicegah maka sebaiknya sudah dideteksi pada tahap awal tanda-
tanda/gejala yang ditemukan adalah kegemukan, perasaan haus yang berlebihan, lapar,
diuresis dan kehilangan berat badan, bayi lahir lebih dari berat badan normal, memiliki
riwayat keluarga DM, usia diatas 40 tahun, bila ditemukan peningkatan gula darah.

Epidemiologi
Tingkat prevalensi dari DM adalah tinggi, diduga terdapat sekitar 10 juta kasus diabetes
di USA dan setiap tahunnya didiagnosis 600.000 kasus baru serta 75 % penderita DM
akhirnya meninggal karena penyakit vaskuler. Penyakit ini cenderung tinggi pada negara
maju dari pada negara sedang berkembang, karena perbedaan kebiasaan hidup. Dampak
ekonomi jelas terlihat akibat adanya biaya pengobatan dan hilangnya pendapatan.
Disamping konsekuensi finansial karena banyaknya komplikasi seperti kebutaan dan
penyakit vaskuler. Perbandingan antara wanita dan pria yaitu 3 : 2, hal ini kemungkinan
karena faktor obesitas dan kehamilan.
Menurut WHO prevalensi DM diperkirakan akan meningkat dari 8,4 juta tahun 2000
menjadi 21,2 juta lebih pada tahun 2030 (Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM
tipe 2 di Indonesia 2011)






Anatomi dan Fisiologi Pankreas

a. Anatomi Pankreas

Pankreas terletak melintang
dibagian atas abdomen dibelakang
gaster didalam ruang
retroperitoneal. Disebelah kiri
ekor pankreas mencapai hilus
limpa diarah kronio dorsal dan
bagian atas kiri kaput pankreas
dihubungkan dengan corpus
pankreas oleh leher pankreas yaitu
bagian pankreas yang lebarnya
biasanya tidak lebih dari 4 cm, arteri dan vena mesentrika superior berada dileher
pankreas bagian kiri bawah kaput pankreas ini disebut processus unsinatis pankreas.
Pankreas terdiri dari dua jaringan utama yaitu :
1) Asinus, yang mengekskresikan pencernaan ke dalam duodenum.
2) Pulau Langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk mengeluarkan getahnya
namun sebaliknya mensekresi insulin dan glukagon langsung kedalam darah.
Pankreas manusia mempunyai 1 2 juta pulau langerhans, setiap pulau langerhans
hanya berdiameter 0,3 mm dan tersusun mengelilingi pembuluh darah kapiler.
Pulau langerhans mengandung tiga jenis sel utama, yakni sel-alfa, beta dan delta. Sel
beta yang mencakup kira-kira 60 % dari semua sel terletak terutama ditengah setiap
pulau dan mensekresikan insulin. Granula sel beta merupakan bungkusan insulin
dalam sitoplasma sel. Tiap bungkusan bervariasi antara spesies satu dengan yang lain.
Dalam sel beta , molekul insulin membentuk polimer yang juga kompleks dengan
seng. Perbedaan dalam bentuk bungkusan ini mungkin karena perbedaan dalam
ukuran polimer atau agregat seng dari insulin. Insulin disintesis di dalam retikulum
endoplasma sel beta, kemudian diangkut ke aparatus golgi, tempat ia dibungkus
didalam granula yang diikat membran. Granula ini bergerak ke dinding sel oleh suatu
proses yang tampaknya sel ini yang mengeluarkan insulin ke daerah luar dengan
eksositosis. Kemudian insulin melintasi membran basalis sel beta serta kapiler
berdekatan dan endotel fenestrata kapiler untuk mencapai aliran darah. Sel alfa yang
mencakup kira-kira 25 % dari seluruh sel mensekresikan glukagon. Sel delta yang
merupakan 10 % dari seluruh sel mensekresikan somatostatin. (Fisiologi Kedokteran
Guyton and Hall, Fisiologi Manusia Lauralee Sherwood)

b. Fisiologi Pankreas
Kelenjar pankreas dalam mengatur metabolisme glukosa dalam tubuh berupa
hormon-hormon yang disekresikan oleh sel sel dipulau langerhans. Hormon-
hormon ini dapat diklasifikasikan sebagai hormon yang merendahkan kadar glukosa
darah yaitu insulin dan hormon yang dapat meningkatkan glukosa darah yaitu
glukagon. Hubungan yang erat antara berbagai jenis sel dipulau langerhans
menyebabkan timbulnya pengaturan secara langsung sekresi beberapa jenis hormone
lainnya, contohnya insulin menghambat sekresi glukagon, somatostatin menghambat
sekresi glukagon dan insulin. Insulin dilepaskan pada suatu kadar batas oleh sel-sel
beta pulau langerhans. Rangsangan utama pelepasan insulin diatas kadar basal adalah
peningkatan kadar glukosa darah. Kadar glukosa darah puasa dalam keadaan normal
adalah 80-90 mg/dl. Insulin bekerja dengan cara berkaitan dengan reseptor insulin
dan setelah berikatan, insulin bekerja melalui perantara kedua untuk menyebabkan
peningkatan transportasi glukosa kedalam sel dan dapat segera digunakan untuk
menghasilkan energi atau dapat disimpan didalam hati (Guyton & Hall, 1999)
Sintesis insulin
Sintesis insulin dimulai dalam bentuk preproinsulin (precursor hormon insulin) pada
retikulum endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase, preproinsulin
mengalami pemecahan sehingga terbentuk proinsulin yang kemudian dihimpun dalam
gelembung-gelembung (secretory vesicles) dalam sel tersebut. Di sini,sekali lagi dengan
bantuan peptidase, proinsulin diurai menjadi insulin dan peptida-C (C-peptide) yang
keduanya sudah siap untuk disekresikan secara bersamaan melalui membran sel. (IPD
FKUI.2009)
Sekresi insulin
Kadar glukosa darah yang meningkat merupakan komponene utama yang memberi
rangsangan terhadap sel beta dalam memproduksi insulin sekaligus sebagai tahap awal
terjadinya sekresi insulin.
Disamping glukosa,beberapa
jenis asam amino dan obat-
obatan dapat pula memiliki
efek yang sama dalam
rangsangan terhadap sel beta.
Berikut tahapan sekresi
insulin:
- Tahap pertama adalah proses
glukosa melewati membran
sel. Untuk dapat melewati
memebran sel beta, dibutuhkan bantuan senyawa lain yakni glucose transporter 2 (glut2)
yang terdapat dalam sel beta.
- Selanjutnya molekul glukosa akan mengalami proses glikolisis dan fosforilasi di dalam
sel dan membebaskan molekul atp. Molekul atp yang terbentuk, mengaktifkan penutupan
k channel pada membran sel.
- Penutupan k channel berakibat terhambatnya pengeluaran ion k dari dalam sel yang
menyebabkan terjadinya depolarisasi membran yang diikuti oleh pembukaan ca channel.
- Masuknya ion Ca2+ ini yang merangsang terjadinya mobilisasi vesikel proinsulin ke
membran sel dan akhirnya di sekresikan dalam bentuk insulin dan peptida-C
(IPD FKUI.2009, Fisiologi Manusia Lauralee Sherwood. 2001, Farmakologi FKUI.2009)
Patofisiologi
a. DM Tipe I
Pada Diabetes tipe I terdapat ketidak mampuan pankreas menghasilkan insulin karena
hancurnya sel-sel beta pulau langerhans. Dalam hal ini menimbulkan hiperglikemia
puasa dan hiperglikemia post prandial.
Dengan tingginya konsentrasi glukosa dalam darah, maka akan muncul glukosuria
(glukosa dalam darah) dan ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit
yang berlebihan (diuresis osmotic) sehingga pasien akan mengalami peningkatan
dalam berkemih (poliurra) dan rasa haus (polidipsia).
(Patofisiologi Price Sylvia)
Defesiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak sehingga terjadi
penurunan berat badan akan muncul gejala peningkatan selera makan (polifagia).
Akibat yang lain yaitu terjadinya proses glikogenolisis (pemecahan glukosa yang
disimpan) dan glukogeonesis tanpa hambatan sehingga efeknya berupa pemecahan
lemak dan terjadi peningkatan keton yangdapat mengganggu keseimbangan asam
basa dan mangarah terjadinya ketoasidosis.
(Patofisiologi Price Sylvia)
b. DM Tipe II
Terdapat dua masalah utama pada DM Tipe II yaitu resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin. Normalnya insulin akan berkaitan pada reseptor kurang dan meskipun
kadar insulin tinggi dalam darah tetap saja glukosa tidak dapat masuk kedalam sel
sehingga sel akan kekurangan glukosa. Mekanisme inilah yang dikatakan sebagai
resistensi insulin. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya
glukosa dalam darah yang berlebihan maka harus terdapat peningkatan jumlah insulin
yang disekresikan. Namun demikian jika sel-sel beta tidak mampu mengimbanginya
maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadilah DM tipe II.
(Patofisiologi Price Sylvia)





Manifestasi Klinik
a. Poliuria
Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membrane dalam sel
menyebabkan hiperglikemia sehingga serum plasma meningkat atau hiperosmolariti
menyebabkan cairan intrasel berdifusi kedalam sirkulasi atau cairan intravaskuler,
aliran darah ke ginjal meningkat sebagai akibat dari hiperosmolariti dan akibatnya
akan terjadi diuresis osmotic (poliuria).
b. Polidipsia
Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam vaskuler menyebabkan
penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah dehidrasi sel. Akibat dari
dehidrasi sel mulut menjadi kering dan sensor haus teraktivasi menyebabkan
seseorang haus terus dan ingin selalu minum (polidipsia).
c. Poliphagia
Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar insulin maka
produksi energi menurun, penurunan energi akan menstimulasi rasa lapar. Maka
reaksi yang terjadi adalah seseorang akan lebih banyak makan (poliphagia).
d. Penurunan berat badan
Karena glukosa tidak dapat di transport kedalam sel maka sel kekurangan cairan dan
tidak mampu mengadakan metabolisme, akibat dari itu maka sel akan menciut,
sehingga seluruh jaringan terutama otot mengalami atrofidan penurunan secara
otomatis.
(Patofisiologi Price Sylvia)








Langkah-Langkah Diagnostik DM (Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di
Indonesia 2011)

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak
dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM,
pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara
enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole
blood), vena ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka-
angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk
tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan
glukosa darah kapiler.

Diagnosis diabetes melitus

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya DM
perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti tersebut di bawah ini.
a. Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan
yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
b. Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.

Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara. Pertama, jika keluhan klasik
ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis DM. Kedua, dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa yang
lebih mudah dilakukan, mudah diterima oleh pasien serta murah, sehingga pemeriksaan
ini dianjurkan untuk diagnosis DM. Ketiga dengan TTGO. Meskipun TTGO dengan
beban 75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa
plasma puasa, namun memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan
berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan.
(Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011)




(IPD FKUI.2009 dan Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011)

Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat digolongkan ke
dalam kelompok TGT atau GDPT tergantung dari hasil yang diperoleh.
a. TGT : Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa
plasma 2 jam setelah beban antara 140 199 mg/dL (7.8-11.0 mmol/L).
b. GDPT : Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa
didapatkan antara 100 125 mg/dL (5.6 6.9 mmol/L).


Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994):
a. 3 (tiga) hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan
karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa
b. berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih
tanpa gula tetap diperbolehkan
c. diperiksa kadar glukosa darah puasa
d. diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak), dilarutkan
dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit
e. berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah
minum larutan glukosa selesai
f. diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa
g. selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok
(Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011)


Penatalaksanaan Diabetes Melitus
(Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011)
Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa
waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan
intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin.
Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung
kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya
ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, adanya ketonuria,
insulin dapat segera diberikan. Pengetahuan tentang pemantauan mandiri, tanda dan
gejala hipoglikemia dan cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien, sedangkan
pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat
pelatihan khusus.

Pilar Penatalaksanaan DM :
a. Edukasi
b. Terapi Gizi medis
c. Latihan Jasmani
d. Intervensi Farmakologi

Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk dengan
mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan
masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku. Untuk
mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya
peningkatan motivasi
Terapi Gizi Medis
Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara total. Kunci
keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi,
petugas kesehatan yang lain dan pasien itu sendiri).
a. Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TGM sesuai dengan kebutuhannya guna
mencapai sasaran terapi.
b. Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran makan
untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan
kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan
pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan,
terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.

Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:
Karbohidrat
a. Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.
b. Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan
c. Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi.
d. Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat makan sama
dengan makanan keluarga yang lain
e. Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.
f. Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal tidak melebihi batas
aman konsumsi harian (Accepted Daily Intake)
g. Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam sehari. Kalau
diperlukan dapat diberikan makanan selingan buah atau makanan lain sebagai bagian dari
kebutuhan kalori sehari.


Lemak
a. Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Tidak diperkenankan
melebihi 30% total asupan energi.
b. Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori
c. Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal.
d. Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak jenuh dan
lemak trans antara lain : daging berlemak dan susu penuh (whole milk).
e. Anjuran konsumsi kolesterol < 300 mg/hari.

Protein
a. Dibutuhkan sebesar 10 20% total asupan energi.
b. Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi, dll), daging tanpa lemak,
ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu, tempe.
c. Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/kg BB
perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya bernilai biologik tinggi.

Natrium
a. Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran untuk
masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7 g (1 sendok teh)
garam dapur.
b. Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg garam dapur.
c. Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan pengawet seperti
natrium benzoat dan natrium nitrit.
Serat
a. Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan mengonsumsi cukup
serat dari kacang-kacangan, buah dan sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat,
karena mengandung vitamin, mineral, serat dan bahan lain yang baik untuk kesehatan.
b. Anjuran konsumsi serat adalah 25 g/1000 kkal/hari.

Pemanis alternatif
a. Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis bergizi dan pemanis tak bergizi. Termasuk
pemanis bergizi adalah gula alkohol dan fruktosa. Gula alkohol antara lain isomalt,
lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol dan xylitol.
b. Dalam penggunaannya, pemanis bergizi perlu diperhitungkan kandungan kalorinya
sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.
c. Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes karena efek samping
pada lemak darah.
d. Pemanis tak bergizi termasuk: aspartam, sakarin, acesulfame potassium, sukralose,
neotame.
e. Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman
(Accepted Daily Intake / ADI )

Kebutuhan kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang diabetes. Di
antaranya adalah dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kalori /
kg BB ideal, ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa faktor yai tu jenis
kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dll. Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dengan rumus
Brocca yang dimodifikasi adalah sbb:
a. Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
b. Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm, rumus
dimodifikasi menjadi :
Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
BB Normal : BB ideal 10 %
Kurus : < BBI - 10 %
Gemuk : > BBI + 10 %

Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh.
Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan rumus:
IMT = BB(kg)/ TB(m2)
Klasifikasi IMT (WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia-Pacific Perspective:
RedefiningObesity and its Treatment):
BB Kurang <18,5
BB Normal 18,5-22,9
BB Lebih >23,0
Dengan risiko 23,0-24,9
Obes I 25,0-29,9
Obes II >30
Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain :
a. Jenis Kelamin
Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria. Kebutuhan kalori wanita sebesar
25 kal/kg BB dan untuk pria sebesar 30 kal/kg BB.
b. Umur
Untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk dekade antara
40 dan 59 tahun, dikurangi 10% untuk usia 60 s/d 69 tahun dan dikurangi 20%, di atas 70
tahun.
c. Aktivitas Fisik atau Pekerjaan
kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas fisik.
penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada kedaaan istirahat, 20%
pada pasien dengan aktivitas ringan, 30% dengan aktivitas sedang, dan 50% dengan
aktivitas sangat berat.
d. Berat Badan
Bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% ber-gantung kepada tingkat kegemukan Bila
kurus ditambah sekitar 20-30% sesuai dengan kebutuhan untuk meningkatkan BB. Untuk
tujuan penurunan berat badan jumlah kalori yang diberikan paling sedikit 1000 - 1200
kkal perhari untuk wanita dan 1200 - 1600 kkal perhari untuk pria.
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi dalam 3
porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%) dan sore (25%) serta 2-3 porsi
makanan ringan (10-15%) di antaranya. Untuk meningkatkan kepatuhan pasien, sejauh
mungkin perubahan dilakukan sesuai dengan kebiasaan. Untuk penyandang diabetes yang
mengidap penyakit lain, pola pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit
penyertanya.

Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu selama kurang
lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari
seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan
Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan
memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan
jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti: jalan kaki,
bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur
dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa
ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan
kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalasmalasan.

Intervensi Farmakologi
Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai dengan
pengaturan makan dan latihan jasmani.

1. Obat hipoglikemik oral (OHO)
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan:
a. pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid
b. penambah sensitivitas terhadap insulin: metformin, tiazolidindion
c. penghambat glukoneogenesis (metformin)
d. penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa.

A. Pemicu Sekresi Insulin
1. Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas.
Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti
orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular,
tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang.
2. Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan
penekanan pada meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari
2 macam obat yaitu: Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat
fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan
diekskresi secara cepat melalui hati.

B. Penambah sensitivitas terhadap insulin
a. Tiazolidindion
Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan pada Peroxisome Proliferator
Activated Receptor Gamma (PPAR-), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak.
Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan
jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer.
Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung klas I-IV karena
dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien
yang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala.

C. Penghambat glukoneogenesis
Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), di
samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang
diabetes gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi
ginjal (serum kreatinin > 1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan
hipoksemia (misalnya penyakit serebro- vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung).
Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut
dapat diberikan pada saat atau sesudah makan.


D. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga mempunyai
efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak menimbulkan efek
samping hipoglikemia. Efek samping yang
paling sering ditemukan ialah kembung dan flatulens.

Cara Pemberian OHO, terdiri dari:
a. OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respons kadar
glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis hampir maksimal
b. Sulfonilurea generasi I & II : 15 30 menit sebelum makan
c. Glimepirid : sebelum/sesaat sebelum makan
d. Repaglinid, Nateglinid : sesaat/ sebelum makan
e. Metformin : sebelum /pada saat / sesudah makan
f. Penghambat glukosidase (Acarbose) : bersama makan suapan pertama
g. Tiazolidindion : tidak bergantung pada jadwal makan.
No. Golongan Mekanisme kerja Dosis dan sediaan ES-KI
1. Sulfonil urea-
Glibenclamid
Insulin secretagous
: ATP-sensitive K
channel
S:2,5-5mg/tab
DH:2,5-15mg
LK:12-24jam
F:1-2x/hari a.c
ES:hipoglikemi
KI:pasien hepar&
ginjal
2. Meglitinid-
Repaglinid
Insulin secretagous S:1mg/tab
DH:1,5-6mg
LK:-
F:3x/hari a.c
ES: ggn GI
KI:pasien hepar&
ginjal
3. Biguanid-
Metformin
Prod glukosa
hepar dan sens.
Jar otot& adiposa
thdp insulin
S:500-850mg
DH:250-3000
LK:6-8jam
ES: gjala GI
KI: pasien dgn gangg
hepar, ginjal
F:1-3x/hari
p.c/bersama mkn
No. Golongan Mekanisme kerja Dosis dan sediaan ES-KI
4. Tiazolidinedion
- pioglitazone
Mengaktifkan
PPAR-g, terbentuk
GLUT baru
S:15-30mg/tab
DH:15-45mg
LK:24 jam
F:1x sehari
ES: BB, edema
KI:ggal jtg 3-4
5. Penghambat -
glikosidase
(acarbose)
Mengurangi
absorbsi glukosa di
usus halus
S:50-100mg
DH:100-300mg
LK:-
F:3x bersama
suapan I
ES: kembung, flatulens
(Farmakologi FKUI.2009)

2. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan:
a. Penurunan berat badan yang cepat
b. Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
c. Ketoasidosis diabetik
d. Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
e. Hiperglikemia dengan asidosis laktat
f. Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
g. Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
h. Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan
perencanaan makan
i. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
j. Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

Efek samping terapi insulin
a. Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia.
b. Penatalaksanaan hipoglikemia dapat dilihat dalam bab komplikasi akut DM.
c. Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap insulin yang dapat
menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin.

Dasar pemikiran terapi insulin:
a. Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi prandial. Terapi insulin
diupayakan mampu meniru pola sekresi insulin yang fisiologis.
b. Defisiensi insulin mungkin berupa defisiensi insulin basal, insulin prandial atau
keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya hiperglikemia pada keadaan
puasa, sedangkan defisiensi insulin prandial akan menimbulkan hiperglikemia setelah
makan.
c. Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap defisiensi
yang terjadi.
d. Terapi insulin dapat diberikan secara tunggal (satu macam) berupa: insulin kerja cepat
(rapid insulin), kerja pendek (short acting), kerja menengah (intermediate acting), kerja
panjang (long acting) atau insulin campuran tetap (premixed insulin).
e. Pemberian dapat pula secara kombinasi antara jenis insulin kerja cepat atau insulin kerja
pendek untuk koreksi defisiensi insulin prandial, dengan kerja menengah atau kerja
panjang untuk koreksi defisiensi insulin basal. Juga dapat dilakukan kombinasi dengan
OHO. Terapi insulin tunggal atau kombinasi disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan
respons individu terhadap insulin, yang dinilai dari hasil pemeriksaan kadar glukosa
darah harian.
f. Penyesuaian dosis insulin dapat dilakukan dengan menambah 2-4 unit setiap 3-4 hari bila
sasaran terapi belum tercapai.





Tipe - Jenis Insulin
(Farmakologi FKUI.2009)
Insulin dapat dibedakan atas dasar:
1. Waktu kerja insulin (onset), yaitu waktu mulai timbulnya efek insulin sejak disuntikan.
2. Puncak kerja insulin, yaitu waktu tercapainya puncak kerja insulin.
3. Lama kerja insulin (durasi), yaitu waktu dari timbulnya efek insulin sampai hilangnya
efek insulin.
Terdapat 4 buah insulin eksogen yang diproduksi dan dikategorikan berdasarkan puncak dan
jangka waktu efeknya. Berikut keterangan jenis insulin eksogen :
1. Insulin Eksogen kerja cepat.
Bentuknya berupa larutan jernih, mempunyai onset cepat dan durasi pendek. Yang
termasuk di sini adalah insulin regular (Crystal Zinc Insulin / CZI ). Saat ini dikenal 2
macam insulin CZI, yaitu dalam bentuk asam dan netral. Preparat yang ada antara lain :
Actrapid, Velosulin, Semilente. Insulin jenis ini diberikan 30 menit sebelum makan,
mencapai puncak setelah 1 3 macam dan efeknya dapat bertahan samapai 8 jam.





2. Insulin Eksogen kerja sedang.
Bentuknya terlihat keruh karena berbentuk hablur-hablur kecil, dibuat dengan
menambahkan bahan yang dapat memperlama kerja obat dengan cara memperlambat
penyerapan insulin kedalam darah. Yang dipakai saat ini adalah Netral Protamine
Hegedorn ( NPH ),Monotard, Insulatard. Jenis ini awal kerjanya adalah 1.5 2.5 jam.
Puncaknya tercapai dalam 4 15 jam dan efeknya dapat bertahan sampai dengan 24 jam.






3. Insulin Eksogen campur antara kerja cepat & kerja sedang (Insulin premix)
Yaitu insulin yang mengandung insulin kerja cepat dan insulin kerja sedang. Insulin ini
mempunyai onset cepat dan durasi sedang (24 jam). Preparatnya: Mixtard 30 / 40





4. Insulin Eksogen kerja panjang (lebih dari 24 jam).
Merupakan campuran dari insulin dan protamine, diabsorsi dengan lambat dari tempat
penyuntikan sehingga efek yang dirasakan cukup lam, yaitu sekitar 24 36 jam. Preparat:
Protamine Zinc Insulin ( PZI ), Ultratard



Cara pemberian insulin
Insulin kerja singkat :
IV, IM, SC
Infus ( Glukosa / elektrolit )
Jangan bersama darah ( mengandung enzim merusak insulin )
Insulin kerja menengah / panjang :
Jangan IV karena bahaya emboli.
Pemberian insulin secara sliding scale dimaksudkan agar pemberiannya lebih efisien dan tepat
karena didasarkan pada kadar gula darah pasien pada waktu itu. Gula darah diperiksa setiap 6
jam sekali.
Dosis pemberian insulin tergantung pada kadar gula darah, yaitu :
Gula darah
< 60 mg % = 0 unit
< 200 mg % = 5 8 unit
200 250 mg% = 10 12 unit
250 - 300 mg% = 15 16 unit
300 350 mg% = 20 unit
> 350 mg% = 20 24 unit
Dosis :
a. Pasien DM muda 0,75-1,5 U/kgbb kerja sedang 2x/hr
b. DM dewasa kurus 8-10 U kerja sedang 20-30 m sblm mkan pagidan 4-5 U sblm makan malam
c. DM dewasa gemuk 20 U pagi hari dan 10 U sblm makan malam
(IPD FKUI. 2009)

Teknik Penyuntikan Insulin
Sebelum menggunakan insulin, diabetesi ataupun keluarga tentunya perlu untuk diberikan
pengetahuan dan wawasan mengenai cara dan prosedur menyuntikkan insulin eksogen :
1. Sebelum menyuntikkan insulin, kedua tangan dan daerah yang akan disuntik
haruslah bersih. Bersihkanlah dengan cairan alkohol 70% dengan menggunakan
kapas bersih dan steril
2. Tutup vial insulin harus diusap dengan cairan alkohol 70%.
3. Untuk semua insulin, kecuali insulin kerja cepat, harus digulung-gulung secara
perlahan-lahan denga kedua telapak tangan. Hal ini bertujuan untuk melarutkan
kembali suspensi. (Jangan dikocok).
4. Ambillah udara sejumlah insulin yang akan diberikan. Lalu suntikkanlah ke
dalam vial untuk mencegah terjadi ruang vakum dalam vial. Hal ini terutama
diperlukan bila akan dipakai campuran insulin.
5. Bila mencampur insulin kerja cepat dengan kerja cepat harus diambil terlebih
dahulu.
6. Setelah insulin masuk ke dalam alat suntik, periksa apakah mengandung
gelembung atau tidak. Satu atau dua ketukan pada alat suntik dalam posisi tegak
akan dapat mengurangi gelembung tersebut. Gelembung yang ada sebenarnya
tidaklah terlalu membahayakan, namun dapat mengurangi dosis insulin.
7. Penyuntikan dilakukan pada jaringan bawah kulit (subkutan). Pada umumnya
suntikan dengan sudut 90 derajad. Pada pasien kurus dan anak-anak, kulit dijepit
dan insulin disuntikkan dengan sudut 45 derajat agar tidak terjadi penyuntikkan
otot (intra muskular).
Perlu diperhatikan daerah mana saja yang dapat dijadikan tempat menyuntikkan
insulin. Bila kadar glukosa darah tinggi, sebaiknya disuntikkan di daerah perut
dimana penyerapan akan lebih cepat. Namun bila kondisi kadar glukosa pada darah
rendah, hindarilah penyuntikkan pada daerah perut.
Secara urutan, area proses penyerapan paling cepat adalah dari perut, lengan atas dan
paha. Insulin akan lebih cepat diserap apabila daerah suntikkan digerak-gerakkan.
Penyuntikkan insulin pada satu daerah yang sama dapat mengurangi variasi
penyerapan.
Penyuntikkan insulin selalu di daerah yang sama dapat merangsang terjadinya
perlemakan dan menyebabkan gangguan penyerapan insulin. Daerah suntikkan
sebaiknya berjarak 1inchi (+ 2,5cm) dari daerah sebelumnya.
Lakukanlah rotasi di dalam satu daerah selama satu minggu, lalu baru pindah ke
daerah yang lain.
Bila proses penyuntikkan terasa sakit atau mengalami perdarahan setelah proses penyuntikkan,
maka daerah tersebut sebaiknya ditekan selama 5-8 detik. Untuk mengurangi rasa sakit pada
waktu penyuntikkan dapat ditempuh usaha-usaha sebagai berikut:
1. Menyuntik dengan suhu kamar
2. Pastikan bahwa dalam alat suntik tidak terdapat gelembung udara
3. Tunggulah sampai alkohol kering sebelum menyuntik
4. Usahakanlah agar otot daerah yang akan disuntik tidak tegang
5. Tusuklah kulit dengan cepat
6. Jangan merubah arah suntikkan selama penyuntikkan atau mencabut suntikan
7. Jangan menggunakan jarum yang sudah tampak tumpul
Penyimpanan Insulin Eksogen
Bila belum dipakai :
Sebaiknya disimpan 2-8 derajat celcius (jangan sampai beku), di dalam gelap (seperti di lemari
pendingin, namun hindari freezer.


Bila sedang dipakai :
Suhu ruang 25-30 derajat celcius cukup untuk menyimpan selama beberapa minggu, tetapi
janganlah terkena sinar matahari.
Sinar matahari secara langsung dapat mempengaruhi percepatan kehilangan aktifitas biologik
sampai 100 kai dari biasanya.
Suntikkan dalam bentuk pena dan insulin dalam suntikkan tidak perlu disimpan di lemari
pendingin diantara 2 waktu pemberian suntikkan.
Bila tidak tersedia lemari pendingin, simpanlah insulin eksogen di tempat yang teduh dan gelap.
Efek samping penggunaan insulin
Hipoglikemia
Lipoatrofi
Lipohipertrofi
Alergi sistemik atau lokal
Resistensi insulin
Edema insulin
Sepsis
Hipoglikemia merupakan komplikasi yang paling berbahaya dan dapat terjadi bila terdapat
ketidaksesuaian antara diet, kegiatan jasmani dan jumlah insulin. Pada 25-75% pasien yang
diberikan insulin konvensional dapat terjadi Lipoatrofi yaitu terjadi lekukan di bawah kulit
tempat suntikan akibat atrofi jaringan lemak. Hal ini diduga disebabkan oleh reaksi imun dan
lebih sering terjadi pada wanita muda terutama terjadi di negara yang memakai insulin tidak
begitu murni. Lipohipertrofi yaitu pengumpulan jaringan lemak subkutan di tempat suntikan
akibat lipogenik insulin. Lebih banyak ditemukan di negara yang memakai insulin murni.
Regresi terjadi bila insulin tidak lagi disuntikkan di tempat tersebut.
Reaksi alergi lokal terjadi 10x lebih sering daripada reaksi sistemik terutama pada penggunaan
sediaan yang kurang murni. Reaksi lokal berupa eritem dan indurasi di tempat suntikan yang
terjadi dalam beberpa menit atau jam dan berlagsung.
Selama beberapa hari. Reaksi ini biasanya terjadi beberapa minggu sesudah pengobatan insulin
dimulai. Inflamasi lokal atau infeksi mudah terjadi bila pembersihan kulit kurang baik,
penggunaan antiseptiK yang menimbulkan sensitisasi atau terjadinya suntikan intrakutan, reaksi
ini akan hilang secara spontan. Reaksi umum dapat berupa urtikaria, erupsi kulit, angioudem,
gangguan gastrointestinal, gangguan pernapasan dan yang sangat jarang ialah hipotensi dan
shock yang diakhiri kematian.
Interaksi
Beberapa hormon melawan efek hipoglikemia insulin misalnya hormon pertumbuhan,
kortikosteroid, glukokortikoid, tiroid, estrogen, progestin, dan glukagon. Adrenalin menghambat
sekresi insulin dan merangsang glikogenolisis. Peningkatan hormon-hormon ini perlu
diperhitungkan dalam pengobatan insulin.
Guanetidin menurunkan gula darah dan dosis insulin perlu disesuaikan bila obat ini ditambahkan
/ dihilangkan dalam pengobatan. Beberapa antibiotik (misalnya kloramfenikol, tetrasiklin),
salisilat dan fenilbutason meningkatkan kadar insulin dalam plasma dan mungkin
memperlihatkan efek hipoglikemik.
Hipoglikemia cenderung terjadi pada penderita yang mendapat penghambat adrenoseptor , obat
ini juga mengaburkan takikardi akibat hipoglikemia. Potensiasi efek hipoglikemik insulin terjadi
dengan penghambat MAO, steroid anabolik dan fenfluramin.

Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan
secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Bersamaan dengan pengaturan diet
dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi
OHO sejak dini. Terapi dengan OHO kombinasi, harus dipilih dua macam obat dari kelompok
yang mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai,
dapat pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi OHO
dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinik dimana insulin tidak
memungkinkan untuk dipakai dipilih terapi dengan kombinasi tiga OHO.
Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi OHO dan
insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang) yang diberikan pada
malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh
kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja
menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis
tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya.
Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali, maka
obat hipoglikemik oral dihentikan dan diberikan insulin saja.

Penilaian hasil terapi
Dalam praktek sehari-hari, hasil pengobatan DM tipe 2 harus dipantau secara terencana dengan
melakukan anamnesis, pemeriksaan jasmani dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan yang
dapat dilakukan adalah:

a. Pemeriksaan kadar glukosa darah
Tujuan pemeriksaan glukosa darah:
- Untuk mengetahui apakah sasaran terapi telah tercapai
- Untuk melakukan penyesuaian dosis obat, bila belum tercapai sasaran terapi
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah
puasa dan glukosa 2 jam posprandial secara berkala sesuai dengan kebutuhan. Kalau
karena salah satu hal terpaksa hanya dapat diperiksa 1 kali dianjurkan pemeriksaan 2
jam posprandial.

b. Pemeriksaan A1C
Tes hemoglobin terglikosilasi, yang disebut juga sebagai glikohemoglobin, atau
hemoglobin glikosilasi disingkat sebagai A1C, merupakan cara yang digunakan untuk
menilai efek perubahan terapi 8-12 minggu sebelumnya. Tes ini tidak dapat digunakan
untuk menilai hasil pengobatan jangka pendek. Pemeriksaan A1C dianjurkan dilakukan
minimal 2 kali dalam setahun.

Kriteria Pengendalian DM
Untuk dapat mencegah terjadinya komplikasi kronik, diperlukan pengendalian DM yang baik
yang merupakan sasaran terapi. Diabetes terkendali baik, apabila kadar glukosa darah mencapai
kadar yang diharapkan serta kadar lipid dan A1C juga mencapai kadar yang diharapkan.
Demikian pula status gizi dan tekanan darah

Untuk pasien berumur lebih dari 60 tahun dengan komplikasi, sasaran kendali kadar glukosa
darah dapat lebih tinggi dari biasa (puasa 100-125 mg/dL, dan sesudah makan 145-180 mg/dL).
Demikian pula kadar lipid, tekanan darah, dan lain-lain, mengacu pada batasan kriteria
pengendalian sedang. Hal ini dilakukan mengingat sifat-sifat khusus pasien usia lanjut dan juga
untuk mencegah kemungkinan timbulnya efek samping hipoglikemia
dan interaksi obat.
(Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011)


Penyulit Diabetes Melitus
Dalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi penyulit akut dan menahun
Penyulit akut
1. Ketoasidosis diabetik
2. Hipoglikemia
Hipoglikemia dan cara mengatasinya
a. Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah <60 mg/dL
b. Bila terdapat penurunan kesadaran pada penyandang diabetes harus selalu dipikirkan
kemungkinan terjadinya hipoglikemia. Hipoglikemiapaling sering disebabkan oleh
penggunaan sulfonilurea dan insulin. Hipoglikemia akibat sulfonilurea dapat berlangsung
lama, sehingga harus diawasi sampai seluruh obat diekskresi dan waktu kerja obat telah
habis. Terkadang diperlukan waktu yang cukup lama untuk pengawasannya (24-72 jam
atau lebih, terutama pada pasien dengan gagal ginjal kronik). Hipoglikemia pada usia
lanjut merupakan suatu hal yang harus dihindari, mengingat dampaknya yang fatal atau
terjadinya kemunduran mental bermakna pada pasien. Perbaikan kesadaran pada DM usia
lanjut sering lebih lamban dan memerlukan pengawasan yang lebih lama.
Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik (berdebar, banyak keringat, gemetar,
rasa lapar) dan gejala neuro-glikopenik (pusing, gelisah, kesadaran menurun sampai
koma).
Hipoglikemia harus segera mendapatkan pengelolaan yang memadai. Diberikan makanan
yang mengandung karbohidrat atau minuman yang mengandung gula berkalori atau
glukosa 15-20 g melalui intra vena. Perlu dilakukan pemeriksaan ulang glukosa darah 15
menit setelah pemberian glukosa. Glukagon diberikan pada pasien dengan hipoglikemia
berat
Untuk penyandang diabetes yang tidak sadar, sementara dapat diberikan glukosa 40%
intravena terlebih dahulu sebagai tindakan darurat, sebelum dapat dipastikan penyebab
menurunnya kesadaran.


Penyulit Kronik
1. Makroangiopati :
- Pembuluh darah jantung
- Pembuluh darah tepi
- Penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes. Terkadang ulkus
iskemik kaki merupakan kelainan yang pertama muncul.
- Pembuluh darah otak
2. Mikroangiopati:
- Retinopati diabetik
Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko dan
memberatnya retinopati. Terapi aspirin tidak mencegah timbulnya retinopati
- Nefropati diabetik. Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi
risiko nefropati. Pembatasan asupan protein dalam diet (0,8 g/kg BB) juga akan
mengurangi risiko terjadinya nefropati
- Neuropati
Yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa hilangnya sensasi
distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi.
Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri, dan lebih
terasa sakit di malam hari. Setelah diagnosis DM ditegakkan, pada setiap pasien perlu
dilakukan skrining untuk mendeteksi adanya polineuropatidistal dengan pemeriksaan
neurologi sederhana, dengan monofilamen 10 gram. Dilakukan sedikitnya setiap
tahun. Apabila diketemukan adanya polineuropati distal, perawatan kaki yang
memadai akan menurunkan risiko amputasi. Untuk mengurangi rasa sakit dapat
diberikan duloxetine, antidepresan trisiklik atau gabapentin. Semua penyandang
diabetes yang disertai neuropati perifer harus diberikan edukasi perawatan kaki untuk
mengurangi risiko ulkus kaki.
(IPD FKUI.2009).


Pencegahan Diabetes Melitus
Beberapa cara pencegahan penyakit DM, yaitu:
1. Pencegahan Primer
Pencegahan ini merupakan suatu upaya yang ditujukan pada kelompok risiko
tinggi. Mereka yang belum menderita DM, tetapi berpotensi untuk menderita
penyakit ini, yaitu mereka yang tergolong kelompok usia dewasa (di atas 45
tahun), kegemukan, tekanan darah tinggi (lebih dari 140/90 mmHg), riwayat
keluarga DM, dll. Upaya yang perlu dilakukan pada tahap ini adalah upaya untuk
menghilangkan faktor-faktor tersebut.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan ini berupa upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit
dengan tindakan deteksi dini dan dilakukan sejak awal penyakit. Tindakan ini
bearti mengelola DM dengan baik agar tidak timbul penyulit lanjut. Penyuluhan
mengenai DM dan pengelolaannya memegang peran yang penting untuk
meningkatkan kepatuhan berobat.

3. Pencegahan Tersier
Kalau penyulit menahun DM ternyata terjadi juga maka pengelola harus berusaha
mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut dan merehabilitasi pasien sedini
mungkin sebelum kecacatan tersebut menetap. Contohnya aspirin dosis rendah
(80--325 mg) dapat dianjurkan diberikan secara rutin bagi pasien DM yang sudah
mempunyai penyulit makroangiopati. Pelayanan kesehatan yang holistik dan
terintegrasi antar disiplin ilmu terkait sangat diperlukan.


























HIPERTENSI

2.1 Definisi
Penyakit darah tinggi atau Hipertensi (Hypertension) adalah suatu keadaan di
mana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang ditunjukkan
oleh angka systolic (bagian atas) dan angka bawah (diastolic) pada pemeriksaan tensi darah
menggunakan alat pengukur tekanan darah baik yang berupa cuff air raksa
(sphygmomanometer) ataupun alat digital lainnya.
Peningkatan tekanan darah secara persisten lebih atau sama dengan 140/90
mmHg.
Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa menurut JNC VII
Kategori TD Sistolik TD Diastolik
Normal < 120 mmHg dan < 80 mmhg
Prehipertensi 120-139 mmHg atau 80-89 mmHg
Hipertensi Stadium 1 140-159 mmHg atau 90-99 mmHg
Hipertensi Stadium 2 160 mmHg atau 100 mmHg
Pada hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau
lebih, tetapi tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg dan tekanan diastolik masih dalam
kisaran normal. Hipertensi ini sering ditemukan pada usia lanjut. Sejalan dengan
bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah; tekanan
sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus meningkat
sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun
drastis. Dalam pasien dengan diabetes mellitus atau penyakit ginjal, penelitian telah
menunjukkan bahwa tekanan darah di atas 130/80 mmHg harus dianggap sebagai faktor
risiko dan sebaiknya diberikan perawatan.
2.2 Etiologi
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi 2 jenis :
1. Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi yang tidak / belum diketahui
penyebabnya (terdapat pada kurang lebih 90 % dari seluruh hipertensi).
2. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan/ sebagai akibat dari adanya
penyakit lain.
Hipertensi primer kemungkinan memiliki banyak penyebab; beberapa perubahan
pada jantung dan pembuluh darah kemungkinan bersama-sama menyebabkan
meningkatnya tekanan darah.
Jika penyebabnya diketahui, maka disebut hipertensi sekunder. Pada sekitar 5-10%
penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2%, penyebabnya
adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB).
Penyebab hipertensi lainnya yang jarang adalah feokromositoma, yaitu tumor pada
kelenjar adrenal yang menghasilkan hormon epinefrin (adrenalin) atau norepinefrin
(noradrenalin).
Kegemukan (obesitas), gaya hidup yang tidak aktif (malas berolah raga), stres,
alkohol atau garam dalam makanan; bisa memicu terjadinya hipertensi pada orang-orang
memiliki kepekaan yang diturunkan. Stres cenderung menyebabkan kenaikan tekanan
darah untuk sementara waktu, jika stres telah berlalu, maka tekanan darah biasanya akan
kembali normal.
Beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunder:
1. Penyakit Ginjal
o Stenosis arteri renalis
o Pielonefritis
o Glomerulonefritis
o Tumor-tumor ginjal
o Penyakit ginjal polikista (biasanya diturunkan)
o Trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal)
o Terapi penyinaran yang mengenai ginjal
2. Kelainan Hormonal
o Hiperaldosteronisme
o Sindroma Cushing
o Feokromositoma
3. Obat-obatan
o Pil KB
o Kortikosteroid
o Siklosporin
o Eritropoietin
o Kokain
o Penyalahgunaan alkohol
o kayu manis (dalam jumlah sangat besar)
4. Penyebab Lainnya
o Koartasio aorta
o Preeklamsi pada kehamilan
o Porfiria intermiten akut
o Keracunan timbal akut.

2.3 Epidemiologi
Data epidemiologis menunjukkan bahwa dengan makin meningkatnya populasi
usia lanjut, maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga akan
bertambah, dimana baik hipertensi sistolik maupun kombinasi hipertensi sistolik dan
diastolik sering timbul pada lebih dari separuh orang yang berusia >65 tahun. Selain itu,
pengendalian tekanan darah yang dahulu terus meningkat, dalam dekade terakhir tidak
menunjukkan kemajuan lagi dan pengendalian tekanan darah ini hanya mencapai 34% dari
seluruh pasien hipertensi.


2.4 Faktor Risiko
Hipertensi merupakan penyakit multifaktorial yang timbul terutama karena
interaksi antara faktor-faktor risiko tertentu, yaitu diet, stress, obesitas, merokok, genetis,
sistem saraf simpatis, keseimbangan antara modulator vasokonstriksi dan vasodilatasi, dan
gangguan pada sistem RAA.

2.5 Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di
pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf
simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula
spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Pada titik ini, neuron preganglion
melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh
darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh
darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon
pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriktor. Korteks adrenal mengsekresi kortisol
dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah. Renin
merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II,
suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh
korteks adrenal.

2.6 Gejala Klinik
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala; meskipun
secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan
tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala yang dimaksud adalah sakit
kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja
terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang
normal.
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala
berikut:
1. Sakit kepala
2. Kelelahan
3. Mual
4. Muntah
5. Sesak nafas
6. Gelisah
7. Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata,
jantung dan ginjal.
Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan
koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif,
yang memerlukan penanganan segera.

2.7 Penegakkan Diagnosis
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan penunjang lainnya yang mendukung


2.8 Penatalaksanaan
1. Non Farmakologi
Penurunan berat badan
Intake sodium
Menghindari intake alkohol
Latihan fisik secara teratur
Berhenti merokok
2. Diet Penyakit Darah Tinggi (Hipertensi)
Kandungan garam (Sodium/Natrium)Seseorang yang mengidap penyakit darah
tinggi sebaiknya mengontrol diri dalam mengkonsumsi asin-asinan garam, ada
beberapa tips yang bisa dilakukan untuk pengontrolan diet sodium/natrium ini :
- Jangan meletakkan garam diatas meja makan
- Pilih jumlah kandungan sodium rendah saat membeli makan
- Batasi konsumsi daging dan keju
- Hindari cemilan yang asin-asin
- Kurangi pemakaian saos yang umumnya memiliki kandungan sodium
Kandungan Potasium/KaliumSuplements potasium 2-4 gram perhari dapat
membantu penurunan tekanan darah, Potasium umumnya bayak didapati pada
beberapa buah-buahan dan sayuran. Buah dan sayuran yang mengandung potasium
dan baik untuk di konsumsi penderita tekanan darah tinggi antara lain semangka,
alpukat, melon, buah pare, labu siam, bligo, labu parang/labu, mentimun, lidah
buaya, seledri, bawang dan bawang putih. Selain itu, makanan yang mengandung
unsur omega-3 sagat dikenal efektif dalam membantu penurunan tekanan darah
(hipertensi).


3. Farmakologi
Pengobatan hipertensi biasanya dikombinasikan dengan beberapa obat;
- Diuretic {Tablet Hydrochlorothiazide (HCT), Lasix (Furosemide)}. Merupakan
golongan obat hipertensi dengan proses pengeluaran cairan tubuh via urine. Tetapi
karena potasium berkemungkinan terbuang dalam cairan urine, maka pengontrolan
konsumsi potasium harus dilakukan.
- Beta-blockers {Atenolol (Tenorim), Capoten (Captopril)}. Merupakan obat yang
dipakai dalam upaya pengontrolan tekanan darah melalui proses memperlambat
kerja jantung dan memperlebar (vasodilatasi) pembuluh darah.
- Calcium channel blockers {Norvasc (amlopidine), Angiotensinconverting enzyme
(ACE)}. Merupakan salah satu obat yang biasa dipakai dalam pengontrolan darah
tinggi atau Hipertensi melalui proses rileksasi pembuluh darah yang juga
memperlebar pembuluh darah.
a) Pasien yang baru
Didiagnosis hipertensi yang tidak parah dan tidak ada indikasi penyulit Obat
pilihan I Monoterapi ACEIs, ARBs, CCBs and diuretics.

b) Hipertensi Stage I Obat tunggal dengan dosis rendah 40-60% dapat
menurunkan BP Jika selama 6 mg masih tidak terkontrol, maka pilihannya: dosis
obat dapat ditingkatkan, tukar obat kelas yang lain, tambahkan obat kedua.
c) HIPERTENSI STAGE 2 atau lebih Direkomendaskan mengkombinasi obat

d) Kunjungan tindak lanjut

e) Langkah menurunkan dosis terapi Penurunan jumlah dan dosis terapi Hrs
dipertimbangkan Setelah 1 tahun tekanan darah yang telah dicapai dapat
dipertahankan Penurunan down terapi harus bersifat sengaja, perlahan dan
progresif.

f) Kapan merujuk ke spesialis
Hipertensi malignansi
Hipertensi sekunder
Hipertensi resisten
Dampak pada organ
Kehamilan
Anak < 18 tahun

2.9 Komplikasi
Payah jantung
Perdarahan otak
Hipertensi maligna: hipertensi berat yang disertai kelainan retina, ginjal dan serebral
Hipertensi ensefalopati: komplikasi hipertensi maligna dengan gangguan otak

2.10 Prognosis
Pada umumnya hipertensi merupakan penyakit seumur hidup.

You might also like