You are on page 1of 78

LAPORAN KEMAJUAN

COMMUNITY HEALTH ANALYSIS



FAKTOR RISIKO YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN ISPA
PADA BALITA DI DESA KARANGNANAS KECAMATAN SOKARAJA







Preceptor Fakultas : dr. Diah Krisnansari, M.Si
Preceptor Lapangan : dr. Sugeng Rahadi


Disusun Oleh :
Melan Mulyana G1A211030
Nur Rakhman Pratama G1A211036





KEPANITERAAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS
ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
JURUSAN KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
FEBRUARI 2012
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN KEPANITERAAN KEDOKTERAN KOMUNITAS
Community Health Assesment

FAKTOR RISIKO YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN ISPA
PADA BALITA DI DESA KARANGNANAS KECAMATAN SOKARAJA

Disusun untuk memenuhi sebagian syarat dari
Kepaniteraan Ilmu kedokteran Komunitas/
Ilmu Kesehatan Masyarakat
Jurusan Kedokteran
Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan
Universitas Jenderal Soedirman



Disusun Oleh :
Melan Mulyana G1A211030
Nur Rakhman Pratama G1A211036



Telah diperiksa, disetujui dan disahkan:
Hari :
Tanggal : Februari 2012





Preseptor Lapangan
Tanda tangan dan stempel institusi




dr. Sugeng Rahadi
NIP. 196010281 198912 1 001
Preseptor Fakultas
Tanda Tangan




dr. Diah Krisnansari, M.Si
NIP. 19770202 200501 2 001
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit menular masih merupakan salah satu masalah di bidang
kesehatan di Indonesia. Salah satu penyakit menular dengan angka
prevalensi yang masih tinggi adalah ISPA. Infeksi saluran pernapasan akut
(ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan yang ada di negara
berkembang dan negara maju. Hal ini disebabkan karena masih tingginya
angka kesakitan dan angka kematian karena ISPA khususnya pnemonia,
terutama pada bayi dan balita. Di amerika pnemonia menempati peringkat
keenam dari semua penyebab kematian dan peringkat pertama dari seluruh
penyakit infeksi. Di Spanyol angka kematian akibat pnemonia mencapai
25% sedangkan di Inggris dan Amerika sekitar 12% atau 25-30 per 100.000
penduduk. Sedangkan untuk angka kematian akibat ISPA dan pnemonia
pada tahun1999 untuk negara Jepang yaitu 10%, Singapura sebesar 10,6%,
Thailand sebesar 4,1%, Brunei sebesar 3,2% dan Philipina sebesar11,1%
(Permatasari, 2009).
World Health Organization (WHO) memperkirakan insidensi
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan
angka kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20%
pertahun pada golongan usia balita. Menurut WHO 13 juta anak balita di
dunia meninggal setiap tahun dan sebagian besar kematian tersebut terdapat
di negara berkembang dan ISPA merupakan salah satu penyebab utama
kematian dengan membunuh 4 juta anak balita setiap tahun (WHO, 2007).
Di Indonesia, ISPA masih merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat yang utama terutama pada bayi (0-11 bulan) dan balita (1-4
tahun). Diperkirakan angka kejadian ISPA pada balita di Indonesia yaitu
sebesar 10-20%. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT), penyakit ISPA pada tahun 1986 berada di urutan keempat (12,4%)
sebagai penyebab kematian bayi. Sedangkan pada tahun 1992 dan 1995
menjadi penyebab kematian bayi yang utama yaitu 37,7% dan 33,5%. Hasil
SKRT pada tahun 1998 juga menunjukkan bahwa penyakit ISPA
merupakan penyebab kematian utama pada bayi (36%) dan hasil SKRT
pada tahun 2001 menunjukkan bahwa prevalensi tinggi ISPA yaitu sebesar
39% pada bayi dan 42% pada balita (Depkes, 2000).
Berdasarkan hasil laporan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS)
pada tahun 2007, prevalensi ISPA sekitar 25,5% dengan prevalensi tertinggi
terjadi pada bayi dua tahun (>35%). Di Jawa Barat kejadian ISPA berada di
angka 24,73%, untuk daerah Jawa Tengah sebesar 29,08%. Angka kematian
(mortalitas) pada bayi 23,8%, dan balita 15,5%. ISPA cenderung terjadi
lebih tinggi pada kelompok dengan pendidikan dan tingkat pengeluaran
rumah tangga yang rendah. ISPA merupakan salah satu penyebab utama
kunjungan pasien di sarana kesehatan yaitu sebanyak 40% - 60% kunjungan
berobat di Puskesmas dan 15% - 30% kunjungan berobat di bagian rawat
jalan dan rawat inap rumah sakit (Depkes, 2009).
Kejadian ISPA dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu sosio-
ekonomi (pendapatan, perumahan, pendidikan orang tua), status gizi, tingkat
pengetahuan ibu dan faktor lingkungan (kualitas udara). Sedangkan menurut
depkes disebutkan bahwa faktor penyebab ISPA pada balita adalah berat
badan bayi rendah (BBLR), status gizi buruk, imunisasi yang tidak lengkap,
kepadatan tempat tinggal dan lingkungan fisik (Permatasari, 2009).
Data Puskesmas I Sokaraja menunjukkan bahwa ISPA merupakan
penyakit yang menempati peringkat pertama dari sepuluh pola penyakit di
wilayah kerja Puskesmas I Sokaraja. Pada tahun 2011 bulan Januari hingga
Desember tercatat sebanyak 5917 orang menderita Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA) dengan rincian 2894 kasus terjadi pada balita dan
3023 terjadi pada penduduk usia 5 tahun ke atas. Insidensi kasus terbanyak
pada balita adalah di Desa Karangnanas sebanyak 552 kasus, diikuti oleh
Desa Sokaraja Kulon sebanyak 335 kasus, Desa Sokaraja Tengah sebanyak
314 kasus, Desa Sokaraja Wetan sebanyak 309 kasus, Desa Sokaraja Kidul
sebanyak 264 kasus, Desa Wiradadi sebanyak 264 kasus, Desa Pamijen
sebanyak 241 kasus, Desa Karang Kedawung sebanyak 229 kasus, Desa
Kali Kidang sebanyak 211 kasus dan Desa Karang Rau sebanyak 215 kasus.
Kasus yang ditemukan di Desa Karangnanas tertinggi dari 10 desa lainnya.
Sebagian besar kasus ISPA adalah balita. Tingginya angka kejadian ISPA
pada balita di Desa Karangnanas berkaitan dengan faktor resiko yang ada.
Hubungan faktor risiko yang ada dengan kejadian ISPA di Desa
Karangnanas belum pernah diteliti sehingga peneliti tertarik untuk mengkaji
faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita di Desa
Karangnanas.

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mengetahui faktor-faktor risiko penyebab terjadinya ISPA pada
balita di wilayah kerja Puskesmas I Sokaraja, Desa Karangnanas,
Kecamatan Sokaraja, Kabupaten Banyumas.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui angka kejadian ISPA di Desa Karangnanas Kecamatan
Sokaraja
b. Mengetahui hubungan pencemaran udara dalam rumah, ventilasi
rumah, status gizi, kepadatan hunian rumah, imunisasi, vitamin A,
umur anak, pemberian MP-ASI, berat badan lahir, status gizi, dan
perilaku keluarga angka kejadian ISPA di Desa Karangnanas
Kecamatan Sokaraja

C. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Menambah ilmu dan wawasan pengetahuan di bidang kesehatan
dalam mencegah penyakit ISPA yang sering muncul di masyarakat.
2. Manfaat Praktis
Sebagai sumber informasi untuk melakukan tindakan promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif dalam upaya menurunkan angka
kejadian penyakit ISPA di Desa Karangnanas Kecamatan Sokaraja

3. Manfaat bagi masyarakat
Meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai penyakit ISPA
dan cara untuk mencegah penyakit tersebut


















II. ANALISIS SITUASI


A. Kecamatan Sokaraja
1. Keadaan Geografi
Puskesmas I Sokaraja berada di wilayah Kecamatan Sokaraja.
Wilayah Puskesmas I Sokaraja meliputi 10 desa dari sejumlah 18 desa yang
ada di kecamatan Sokaraja. Luas wilayah Kecamatan Sokaraja 29,92 Km
2

dengan ketinggian dari permukaan laut berkisar antara 140-600 m.
Wilayah Kecamatan Sokaraja dibatasi oleh :
Sebelah Utara : Kembaran
Sebelah Selatan : Kecamatan Kalibagor
Sebelah Timur : Kabupaten Purbalingga
Sebelah Barat : Kecamatan Purwokerto Timur
Penggunaan lahan di wilayah Kecamatan Sokaraja dapat dirinci
sebagai berikut :
Tanah sawah : 3.129,871 Ha
Tanah pekarangan : 1.317,227 Ha
Tanah perkebunan : 733.752 Ha
Kolam : 28.484 Ha
Lain-lain : 73 Ha
2. Keadaan Demografi
a. Pertumbuhan Penduduk
Berdasarkan data dari kecamatan sokaraja pada akhir tahun 2010,
jumlah penduduk di wilayah Puskesmas I Sokaraja sebanyak 48.594 jiwa
yang terdiri dari 24.031 laki-laki (49,45%) dan 24.563 perempuan
(50,55%) tergabung dalam 12.317 rumah tangga / KK.
Jumlah penduduk tertinggi di Desa Karangnanas sebesar 6.804 jiwa
sedangkan terendah di Desa Karang Kedawung sebesar 2.694 jiwa.


b. Jumlah Penduduk Menurut Golongan Umur
Jumlah penduduk di wilayah Puskesmas I Sokaraja berdasarkan
golongan umur dan jenis kelamin pada tahun 2010 dapat dilihat pada
tabel berikut :

Tabel 2.1. Jumlah Penduduk Menurut Golongan Umur Di Wilayah
Puskesmas I Sokaraja Tahun 2010

No Golongan
Umur
Jumlah Penduduk Jumlah
Laki-laki Perempuan
1 < 1 557 569 1126
2 1-4 1721 1610 3331
3 5-9 2167 2126 4329
4 10-14 2300 2299 4599
5 15-19 2665 2481 5147
6 20-24 2399 2257 4656
7 25-29 1966 1965 3931
8 30-34 1895 1965 3860
9 35-39 1729 1809 3538
10 40-44 1574 1682 3256
11 45-49 1342 1290 2632
12 50-54 952 1035 1987
13 55-59 771 844 1615
14 60-64 699 701 1400
15 65-69 579 587 1166
16 70-74 464 545 1009
17 75+ 251 761 1012
Sumber: Data Sekunder Puskesmas I Sokaraja 2010

Jika dilihat dari jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur
pada table di atas, maka jumlah penduduk dalam kelompok umur 15-19
tahun adalah tertinggi yaitu sebesar 5.147 jiwa atau sebesar 10,59%.
c. Kepadatan Penduduk
Penduduk di wilayah Puskesmas I Sokaraja adalah bervariasi
kepadatannya. Desa terpadat penduduknya adalah Desa Wiradadi dengan
tingkat kepadatan sebesar 6.367 jiwa setiap kilometer persegi, sedangkan
yang tingkat kepadatannya paling rendah adalah Desa Karang Kedawung
yaitu sebesar 1.662 jiwa setiap kilometer persegi
d. Keadaan Sosial Ekonomi
1. Tingkat pendidikan
Data pendidikan penduduk di Wilayah Puskesmas I Sokaraja
dapat dilihat pada tabel 1.2.







Tabel 2.2. Data Pendidikan Penduduk Puskesmas I Sokaraja Tahun 2010 (10 Tahun Ke Atas)
No Jenis
Pendidikan
Desa
01 02 03 04 05 06 07 08 09 10
1 Tidak Sekolah
2 Belum Tamat
SD
565 2880 1959 2313 1384 1169 1332 771 1113 1073
3 Tamat SD/MI 913 1966 1250 1544 885 1183 2357 1452 1425 978
4 Tamat
SMP/MTS
350 799 378 398 306 1148 1347 859 784 515
5 Tamat
SMU/SLTA
639 546 353 258 305 1271 1427 1074 7969 335
6 Diploma 99 51 33 14 29 145 137 88 90 94
7 Universitas 81 55 51 16 32 146 142 99 89 45
Sumber: Data Sekunder Puskesmas I Sokaraja 2010




Berdasarkan data yang ada di kecamatan Sokaraja, jumlah
penduduk yang berusia 10 tahun ke atas mengikuti pendidikan di
Wilayah Kecamatan Sokaraja yang termasuk wilayah kerja Puskesmas
I Sokaraja sebanyak 44.780 orang; meliputi penduduk yang tamat SD
sebanyak 14.603 (31,61 %), yang tamat SMP sebanyak 6.884
(15,37%), sedang yang tamat SMU sebanyak 7.004 (15,64%) tingkat
perguruan tinggi sebanyak 1.538 (3.43%) sedangkan yang tidak atau
belum tamat SD adalah 14.751 (32,94%).
3. Pencapaian Program Kesehatan
Pembangunan kesehatan di Kabupaten Banyumas pada umumnya, dan
di wilayah Puskesmas I Sokaraja hususnya di arahkan pada masih
rendahnya derajat kesehatan, status gizi dan kesejahteraan sosial. Maka
pembangunan kesehatan diarahkan dalam upaya perbaikan kesehatan
masyarakat melalui perbaikan gizi, kebersihan lingkungan, pemberantasan
penyakit menular, penyediaan air bersih serta pelayanan kesehatan ibu dan
anak.
Pembangunan kesehatan di wilayah Puskesmas I Sokaraja yang telah
dilaksanakan sampai saat ini sebagian besar dapat dikatakan berhasil yang
ditandai dengan menurunnya angka kematian bayi, angka kematian ibu serta
makin sadarnya masyarakat Sokaraja akan arti pentingnya perilakuk hidup
bersih dan sehat (PHBS).
Hasil-hasil yang dicapai pada pembangunan kesehatan di wilayah
Puskesmas I Sokaraja dapat dilihat dari indikator indikator di bidang derajat
kesehatan perilaku masyarakat, kesehatan lingkungan serta pelayanan
kesehatan.
A. Derajat Kesehatan Masyarakat
1. Penyakit menular dini
a. Demam Berdarah Dengue (DBD)
Jumlah kasus DBD yang ditemukan di wilayah Puskesmas I
Sokaraja sebanyak 20 kasus, sedangkan pada tahun 2009 kasus
DBD yang ditemukan di wilayah Puskesmas I Sokaraja adalah
sebanyak 73 kasus, dan pada tahun 2010 sebanyak 20 kasus,
dengan demikian maka terjadi penurunnan kasus.
i. Penderita DBD yang ditangani
Jumlah penderita DBD yang ditangani di wilayah
Puskesmas I Sokaraja adalah sebanyak 20 kasus atau sebesar
100%. Target IS 2010 adalah 100%
ii. Angka kematian DBD (CFR)
Kematian karena DBD di wilayah Puskesmas I Sokaraja
adalah 0, sedangkan target Indonesia Sehat 2010 adalah 0%.
b. Malaria
i. Malaria positif
Tidak ditemukan kasus malaria posotif di wilayah
Puskesmas I Sokaraja tahun 2010 dan tahun 2011. Sedangkan
kasus malaria positif tahun 2009 adalah sebanyak 1 kasus.
Dengan demikian terjadi penurunan kasus.
ii. Malaria klinis
Pada tahun 2011 ditemukan 4 kasus. Sedangkan jumlah
kasus malaria klinis yang ditemukan di wilayah Puskesmas I
Sokaraja pada tahun 2009 adalah sebanyak 8 kasus atau
sebesar 16 per 100.000 penduuduk. Sedangkan pada tahun
2008 adalah sebanyak 6 kasus.
iii. Penderita malaria yanng diobati
Jika ada kasus malaria maka akan diobati secara tuntas.
c. TB paru
Jumlah kasus penderita TB paru Positif di wilayah
Puskesmas I Sokaraja pada tahun 2011 sebanyak 81 kasus.
Sedangkan jumlah kasus penderita TB paru pada tahun 2010 adalah
sebanyak 47 kasus. Dengan demikian terjadi peningkatan kasus
penderita tuberkulosis.
Adapun terget penemuan baru TB paru dengan BTA positif
adalah 80% dari perkiraan jumlah penderita TB paru BTA postif
yaitu sebanyak 115/100.000X49,594 = 56 kasus. Dengan demikian
bila dibandingkan dengan target IS 2009 maka CDR untuk
Puskesmas I Sokaraja = 83,9% sudah memenuhi target penemuan
hal ini karena masih makin maksimal nya pelaksanaan program p2
TB paru, khususnya karena semakin dioptimalkannya jejaring P2
TB paru untuk dapat meningkatkan jangkauan penemuan penderita
TB paru positif khususnya dengan bidan desa dan yang lain.
d. Hepatitis
Kasus Hepatitis tidak ditemukan di wilayah Puskesmas I
Sokaraja pada tahun 2011.
e. Infeksi Saluran pernafasan Akut (ISPA)
Jumlah kasus ISPA yang ditemukan di wilayah Puskesmas I
Sokaraja tahun 2011 sebanyak 5917 kasus, dengan rincian 1894
kasus terjadi pada balita dan 3023 terjadi pada anak di atas 5 tahun
sampai orang tua. Insidensi kasus terbanyak pada balita adalah di
Desa Karangnanas sebanyak 552 kasus, diikuti oleh Desa Sokaraja
Kulon sebanyak 335 kasus, Desa Sokaraja Tengah sebanyak 314
kasus, Desa Sokaraja Wetan sebanyak 309 kasus, Desa Sokaraja
Kidul sebanyak 264 kasus, Desa Wiradadi sebanyak 264 kasus,
Desa Pamijen sebanyak 241 kasus, Desa Karang Kedawung
sebanyak 229 kasus, Desa Kali Kidang sebanyak 211 kasus dan
Desa Karang Rau sebanyak 215 kasus. Kasus yang ditemukan di
Desa Karangnanas tertinggi dari 10 desa lainnya. Sebagian besar
kasus ISPA adalah balita.
f. Diare
Jumlah kasus diare yang ditemukan di wilayah Puskesmas I
Sokaraja pada tahun 2011 sebanyak 1059 kasus.
B. Angka Kematian
1. Angka Kematian Bayi
Jumlah bayi lahir mati di wilayah Puskesmas I Sokaraja pada
tahun 2010 adalah 1 bayi, sedangkan jumlah bayi lahir mati pada
tahun 2009 sebanyak 66 bayi. Hal ini berarti terjadi penurunan,
sedangkan target IS 2010 sebesar 40 per 1.000 kelahiran hidup.
Jumlah bayi lahir hidup pada tahun 2010 sebanyak 951 bayi.
Sedangkan jumlah lahir hidup pada tahun 2009 sebanyak 1108 bayi
ini berarti terjadi penuruan angka kelahiran sebanyak 157 bayi.
2. Angka Kematian Ibu Melahirkan Maternal
Pada tahun 2010 tidak ada kematian ibu melahirkan. Jumlah
angka kematian di wilayah Puskesmas I Sokaraja tahun 2009
sebanyak 1 orang atau sebesar 0,09% dari jumlah ibu yang
melahirkan, ini berarti ada penurunan angka kematian ibu melahirkan.
3. Status Gizi
a. Status Gizi Bayi Baru Lahir
Bayi lahir hidup dengan BBLR pada tahun 2010 sebanyak 26
bayi dari 951 bayi lahir hidup. Sedangkan jumlah bayi yang lahir
hidup pada tahun 2009 sebanyak 1108 dan ditemukan bayi lahir
hidup dengan berat badan lahir rendah 42 bayi. Ini berarti ada
penurunan yang cukup signifikan. Ini disebabkan karena adanya
kesadaran akan gizi balita yang semakin meningkat.
b. Status Gizi Balita
Pada tahun 2010 jumlah balita yang ada di wilayah
Puskesmas I Sokaraja sebanyak 4.022 balita dengan perincian
sebagai berikut :
1. Balita datang ditimbang D/S
Di wilayah Puskesmas I Sokaraja pada tahun 2010 balita
yang ditimbang adalah sebanyak 3.053 orang atau sebesar
75,90% adapun target IS 2010 adalah 80%

2. Bailta yang baik berat badannya atau N/D
Pada tahun 2010 di wilayah Puskesmas I Sokaraja balita
yang naik berat badannya adalah sebanyak 2.052 orang sebesar
67,21% dari balita yang ditimbang. Sedangkan target IS 2010
adalah 80
3. Balita di bawah garis merah/BGM
Di wilayah Puskesmas I Sokaraja pada tahun 2010 balita
yang status gizi nya di bawah garis merah adalah sebanyak 37
orang atau sebesar 1,21%. Sedangkn target IS 2010 adalah
<15%.
C. Perilaku Masyarakat
Perilaku masyarakat ditekankan pada peran serta masyarakat
dibidang kesehatan melalui penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS) baik di masyarakat maupun institusi dalam rangka penurunan
angka kematian bayi, balita dan ibu serta berbagai upaya mewujudkan
derajat kesehatan yang tinggi.
1. Desa yang melaksanakan PHBS
Dari jumlah 12.317 rumah tangga yang ada, rumah tangga
yang dipantau pada tahun 2010 sebanyak 1.963 rumah tangga yang
ber PHBS strata pratama sebanyak 2 rumah tangga (1%), strata madya
sebanyak 283 rumah tangga (14,42%), strata utama sebanyak 1.634
(83,24%) dan strata paripurna sebanyak 44 rumah tangga (2,24%)
2. Posyandu
Di wilayah Puskesmas I Sokaraja terdapat 72 buah posyandu,
adapun menurut tingkat perkembangan posyandu daat dirinci sebagai
berikut :
a. Posyandu Pratama
Dari 72 posyandu yang ada di wilayah Puskesmas I
Sokaraja terdapat 14 posyandu pratama atau sebesar 19,72 %.
Sedangkan pada tahun 2009 sebanyak 31 posyandu, ini berarti
terjadi penurunan posyandu pratama sebanyak 17 posyandu.



b. Posyandu Madya
Dari 72 posyandu yang ada di wilayah Puskesmas I
Sokaraja terdapat 33 posyandu madya atau sebesar 46,48%.
Sedangkan pada tahun 2009 posyandu madya sebesar 40 posyandu.
c. Posyandu Purnama
Dari 72 posyandu yang ada di wilayah Puskesmas I
Sokaraja terdapat 14 posyandu purnama atau sebesar 19,72 %.
Sedangkan pada tahun 2009 posyandu purnama sebanyak 12 buah.
Dengan demikian ada peningkatan sebanyak 2 buah posyandu.
d. Posyandu Mandiri
Dari 72 Posyandu yang ada di Wilayah Puskesmas Sokaraja
I terdapat 10 Posyandu Mandiri atau sebesar 14,08 %. Sedangkan
pada tahun 2009 Posyandu Purnama sebanyak 13 buah. Dengan
demikian ada penurunan sebanyak 3 buah posyandu.
D. Penduduk Yang Menggunakan Sarana Kesehatan
Dari jumlah penduduk sebanyak 48.594 orang yang menggunakan
Sarana Pelayanan Kesehatan di Puskesmas pada tahun 2010 adalah yang
berobat rawat jalan sebanyak 23.784 kunjungan baru sedangkan
kunjungan lama adalah 35.678 dari total kunjungan sebesar 63.766
orang. Sedangkan target Indonesia Sehat 2010 adalah 15 % penduduk
yang menggunakan pelayanan kesehatan.
Jumlah kunjungan Rawat Inap pada tahun 2010 adalah 3.878
kunjungan baru dan 433 kunjungan pasien lama.
E. Kesehatan Lingkungan
Keadaan lingkungan sangat berperan dalam penentuan derajat
kesehatan di samping perilaku dari masyarakat itu sendiri sebagai upaya
untuk meningkatkan kesehatan lingkungan masyarakat. Beberapa
indikator penting yang dapat mempengaruhi kesehatan lingkungan adalah
sebagai berikut :


1. Rumah dan Sarana Pendidikan
a. Rumah Sehat
Dari 13.667 rumah yang diperiksa ternyata yang
memenuhi kriteria rumah sehat sebanyak 12.457 rumah atau
sebesar 91,15 %. Sedangkan target Indonesia Sehat adalah 65 %.
b. Sekolah Sehat
Jumlah sekolah yang ada di wilayah Puskesmas Sokaraja I
adalah sebanyak 22 buah Sekolah Dasar. Dari jumlah sekolah
tersebut sebanyak 22 sekolah adalah sekolah sehat atau sebesar
100 %. Dan terdapat 4 buah SLTP serta % buah SLTA yang
semuanya termasuk dalam kategori sekolah sehat atau memenuhi
syarat kesehatan.
2. Tempat Umum (TUPM) dan Pengelolaan Makanan Sehat
a. Hotel
Jumlah hotel yang ada di Wilayah Puskesmas Sokaraja I
sebanyak 2 buah.
b. Restoran/Rumah Makan
Jumlah restoran atau rumah makan yang ada di Wilayah
Puskesmas Sokaraja I sebanyak 3 buah, sedangkan yang
memenuhi syarat kesehatan sebanyak 3 buah atau 100 %.
c. Pasar
Jumlah pasar yang ada di Wilayah Puskesmas Sokaraja I
sebanyak 2 buah dan yang memenuhi syarat kesehatan sebanyak 2
buah atau 100 %.
d. TUPM lainnya
Jumlah TUPM lainnya yang ada di Wilayah Puskesmas
Sokaraja I sebanyak 8 buah, dan yang memenuhi syarat kesehatan
adalah 8 buah atau 100 %.
3. Keluarga yang Memiliki Akses Air Bersih
Pembuangan air limbah dan tinja yang tidak memenuhi syarat
kesehatan dapat menyebabkan rendahnya kualitas air dan dapat
menimbulkan penyakit di lingkungan masyarakat. Dari 14.079
rumah tangga yang ada di Wilayah Puskesmas Sokaraja I dan dari
5403 buah rumah yang diperiksa diperoleh jumlah keluarga yang
memiliki akses air bersih sebagai berikut:
a. Ledeng
Dari 5403 buah rumah yang diperiksa, yang memiliki
ledeng sebanyak 300 rumah atau sebesar 5,55 %.
b. Sumur gali
Dari 5403 buah rumah yang diperiksa, yang memiliki
sumur gali sebanyak 3206 rumah atau sebesar 91,44 %.
c. Kemasan
Dari 5403 buah rumah yang diperiksa tidak ditemukan
rumah yang memiliki air kemasan.
d. Lainnya
Dari 5403 buah rumah yang diperiksa akses air bersih
lainnya sebanyak 0.
4. Keluarga dengan Kepemilikan Sarana Sanitasi Dasar
a. Persediaan Air Bersih
Pada tahun 2010 di Wilayah Puskesmas Sokaraja I jumlah
yang diperiksa sebanyak 5.403 KK dari 14.079 KK yang ada dan
yang mempunyai persediaan air bersih sebanyak 3.506 KK atau
sebesar 64,89 %.
b. Jamban
Pada tahun 2010 di Wilayah Puskesmas Sokaraja I jumlah
KK yang diperiksa sebanyak 5.403 dan yang mempunyai jamban
sebanyak 2.403 KK atau sebesar 44,48 %.
c. Tempat Sampah
Pada tahun 2010 di Wilayah Puskesmas Sokaraja I jumlah
KK yang diperiksa sebanyak 5.403 dan yang mempunyai tempat
sampah sebanyak 4.689 KK atau sebesar 86,79 %.

d. Pengelolaan Air Limbah
Pada tahun 2010 di Wilayah Puskesmas Sokaraja I jumlah
KK yang diperiksa sebanyak 5.403 dan yang mempunyai
pengelolaan air limbah sebanyak 1.764 KK atau sebesar 32,96 %.
F. PELAYANAN KESEHATAN
1. Pelayanan Persalinan
Perkiraan jumlah persalinan yang ada di Wilayah Puskesmas
Sokaraja I sebanyak 1.248 persalinan, adapun persalinan pada tahun
2011 sebanyak 1201 persalinan yang semuanya ditolong oleh tenaga
kesehatan (100 %). Sedangkan target Indonesia Sehat 2010 adalah
77 %.
2. Bayi yang telah diimunisasi
a. BCG
Bayi yang diimunisasi BCG yang dilayani di Posyandu
sebanyak 1.089 bayi dari perkiraan jumlah bayi 2011 sebanyak
1.133 atau sebesar 96 %
b. DPT 1
Bayi yang diimunisasi DPT 1 yang dilayani di Posyandu
sebanyak 1118 bayi atau sebesar 98,7 %
c. DPT 3
Bayi yang diimunisasi DPT 3 yang dilayani di Posyandu
sebanyak 1.129 bayi atau 99,6 %
d. Polio 4
Bayi yang diimunisasi DPT 1 yang dilayani di Posyandu
sebanyak 1.021 bayi atau sebesar 90,28 %
e. Campak
Bayi yang diimunisasi campak yang dilayani di Posyandu
sebanyak 1.151 bayi atau sebesar 104,69 %.
f. Hepatitis B
Bayi yang diimunisasi hepatitis B yang dilayani di
Posyandu sebanyak 1.020 bayi atau sebesar 90,1 %
3. Peserta KB terhadap PUS
Jumlah PUS berdasarkan data dari BAPERMASPKB
Kecamatan Sokaraja untuk Wilayah Puskesmas Sokaraja 1 adalah
sebanyak 9.185 PUS, sedangkan jumlah peserta KB baru sebanyak
1.185 orang atau 12,9 % dari PUS dan jumlah peserta KB aktif
sebanyak 7025 atau sebesar 76,4 % dari PUS.
4. Cakupan Desa UCI
Pada tahun 2011 Wilayah Puskesmas Sokaraja 1 pencapaian
dsa UCI adalah 100 % secara keseluruhan.
5. Ibu Hamil yang Mendapat Pelayanan Fe 1, Fe 3, Imunisasi TT4 dan
TT5 menurut Desa
Pada tahun 2011 di Wilayah Puskesmas 1 Sokaraja terdapat
ibu hamil sebanyak 1.248 orang dan yang mendapatkan pelayanan
Fe 1 sebanyak 1.261 orang atau sebesar 93,4 % pada kunjungan
pertama (KI) dan ibu hamil yang mendapatkan pelayanan TT4
sebanyak 562 atau sebesar 45,03 %. Sedangkan jumlah ibu hamil
yang mendapatkan pelayanan Fe 3 sebanyak 1.186 orang atau
sebesar 92,3 %. Pada kunjungan keempat (K4) dan ibu hamil yang
mendapatkan pelayanan TT5 sebanyak 717 orang atau sebesar
57,45 %.
6. Bayi yang Diberi ASI Ekslusif
Pada tahun 2011 di Puskesmas 1 Sokaraja terdapat 380 bayi
yang berusia 0-6 bulan dan yang mendapat ASI ekslusif sebanyak 17
bayi atau sebesar 4,47 %
7. Pelayanan Kesehatan Gizi dn Mulut
a. Pelayanan Dasar Gigi
Pada tahun 2010 di Puskesmas 1 Sokaraja jumlah penderia
dengan tumpatan gigi tetap sebanyak 195 orang dan pencabutan
gigi tetap sebanyak 255 dengan demikian rasio tambal/cabut
sebesar 1.10.

b. UKGS (PROM-PREV)
Pada tahun 2010 di Wilayah Puskesmas 1 Sokaraja
terdapat jumlah murid SD sebanyak 5.385 orang, sedangkan
murid SD yang diperiksa adalah sebanyak 1.522 orang, murid SD
yang perlu perawatan sebanyak 344 orang dan yang mendapat
perawatan sebanyak 344 orang atau 100%.
8. KK Miskin Mendapat Pelayanan Kesehatan
Pada tahun 2010 di Puskesmas 1 Sokaraja jumlah KK miskin
sebanyak 20.536 orang dan keluarga yang mendapat pelayanan
kesehatan sebanyak 17.290 orang atau sebesar 84%.
9. Penduduk Peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Pada tahun 2010 jumlah penduduk yang menjadi peserta
jaminan pemeliharaan Kesehatan adalah sebagai berikut:
a. Peserta ASKES sebanyak 2.191 orang atau sebesar 7.32%.
b. Peserta Kartu Sehat sebanyak 725 orang atau 2.42%.
10. Peserta KB Aktif Menurut Jenis Kontrasepsi
a. Jumlah Peserta KB Aktif
1) MKJP
a) IUD
Pada tahun 2011 di Puskesmas 1 Sokaraja peserta KB
IUD sebanyak 964 orang atau sebesar 13,6 %.
b) MOP/MOW
Pada tahun 2011 di Puskesmas 1 Sokaraja peserta KB
MOP/MOW sebanyak 303 orang atau sebesar 4,3 %.
c) Implant
Pada tahun 2011 di Puskesmas 1 Sokaraja sebanyak
505 orang atau sebesar 7,2%.
2) Non MKJP
a) Suntik
Pada tahun 2011 di Puskesmas 1 Sokaraja peserta KB
Suntik sebanyak 4271 orang atau sebesar 60,8 %.
b) Obat Vagina
Pada tahun 2011 di Puskesmas 1 Sokaraja peserta KB
Obat Vagina adalah 0 orang.
c) Pil
Pada tahun 2011 di Puskesmas 1 Sokaraja peserta KB
Pil sebanyak 781 orang atau sebesar 11.11 %.
d) Kondom
Pada tahun 2011 di Puskesmas 1 Sokaraja sebanyak
201 orang atau sebesar 2.94 %.
e) Lainnya
Pada tahun 2011 di Puskesmas 1 Sokaraja pesera KB
Lainnya adalah sebanyak 0 orang atau sebesar 0%.
b. Jumlah Peserta KB Baru
1) MKJP
a) IUD
Pada tahun 2011 di Puskesmas 1 Sokaraja peserta KB
IUD sebanyak 164 orang atau sebesar 13,8 %%.
b) MOP/MOW
Pada tahun 2011 di Puskesmas 1 Sokaraja peserta KB
MOP/MOW sebanyak 25 orang atau sebesar 2,1 %.
c) Implant
Pada tahun 2011 di Puskesmas 1 Sokaraja sebanyak
142 orang atau sebesar 11,98 %.
2) Non MKJP
a) Suntik
Pada tahun 2011 di Puskesmas 1 Sokaraja peserta KB
Suntik sebanyak 723 orang atau sebesar 61,1 %.
b) Obat Vagina
Pada tahun 2011 di Puskesmas 1 Sokaraja peserta KB
Obat Vagina adalah 0 orang atau sebesar 0 %.

c) Pil
Pada tahun 2011 di Puskesmas 1 Sokaraja peserta KB
Pil sebanyak 340 orang atau sebesar 28,7 %.
d) Kondom
Pada tahun 2011 di Puskesmas 1 Sokaraja sebanyak
191 orang atau sebesar 16,1 %.
e) Lainnya
Pada tahun 2011 di Puskesmas 1 Sokaraja pesera KB
Lainnya adalah sebanyak 0 orang atau sebesar 0%.

G. KEJADIAN KECELAKAAN LALU LINTAS
1. Jumlah Kecelakaan
Pada tahun 2010 di Puskesmas 1 Sokaraja kecelakaan yang ada
sebanyak 420 kejadian.
2. Jumlah Korban
a. Mati
Pada tahun 2010 di Puskesmas 1 Sokaraja korban
meninggal karena kecelakaan sebanyak 12 orang atau sebesar 2.85
%.
b. Luka Berat
Pada tahun 2010 di Puskesmas 1 Sokaraja korban
kecelakaan dengan luka berat sebanyak 121 orang atau sebesar
28.81 %.
c. Luka Ringan
Pada tahun 2010 di Puskesmas 1 Sokaraja korban
kecelakaan dengan luka ringan sebanyak 287 orang atau sebesaar
68.33 %.
H. KEBUTUHAN, PENGADAAN DAN KETERSEDIAAN OBAT
ESENSIAL
Pada tahun 2010 di Puskesmas 1 Sokaraja kebutuhan, pengadaan
dan ketersediaan obat hanya terpenuhi sebesar 20.79 %.
III. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN DAN PRIORITAS MASALAH

A. Daftar Permasalahan Kesehatan Yang Ada
Tabel 3.1. Prevalensi 10 Penyakit Tertinggi di Wilayah Kerja Puskesmas I
Sokaraja Periode Januari-Desember 2011
No Penyakit Jumlah
1 ISPA 5917
2 Diare 1059
3 Asma Bronkial 327
4 Hipertensi 314
5 Angina Pectoris 296
6 Diabetes Mellitus 272
7 Decompensatio Cordis 166
8 Tuberkulosis 81
9 Demam Berdarah Dengue 20
10 Malaria 4
Sumber: Data Sekunder Puskesmas I Sokaraja 2011

B. Penentuan Prioritas Masalah (Berdasarkan Metode Tertentu)
Penentuan prioritas masalah di Kecamatan Sokaraja dengan
menggunakan metode Hanlon Kuantitatif. Untuk keperluan ini digunakan 4
kelompok kriteria, yaitu:
1. Kelompok kriteria A :besarnya masalah
2. Kelompok kriteria B :kegawatan masalah, penilaian terhadap
dampak, urgensi dan biaya
3. Kelompok kriteria C :kemudahan dalam penanggulangan, yaitu
penilaian terhadap tingkat kesulitan penanggulangan masalah
4. Kelompok kriteria D :PEARL faktor, yaitu penilaian terhadap
propriety, economic, acceptability, resources availability, legality
Adapun perincian masing-masing bobot kriteria pada prioritas masalah di
Puskesmas I Sokaraja adalah sebagai berikut :
1. Kriteria A (besarnya masalah)
Untuk menentukan besarnya masalah kesehatan diukur dari
besarnya penduduk yang terkena efek langsung.
Tabel 3.2. Kriteria A, Besarnya Masalah Penyakit di Puskesmas I
Sokaraja Periode Januari-Desember 2012

Masalah
kesehatan
Besarnya Masalah Dari Data Sekunder
Puskesmas I Sokaraja (%)
Nilai
0-20
(1)
21-40
(2)
41-60
(3)
61-80
(4)
81-100
(5)
ISPA X 4
Diare X 1
Asma Bronkial X 1
Hipertensi X 1
Angina Pectoris X 1
Diabetes Mellitus X 1
Decompensatio
Cordis
1
Tuberkulosis 1
Demam Berdarah
Dengue
X 1
Malaria X 1
Sumber: Data Sekunder Puskesmas I Sokaraja 2011

2. Kriteria B (kegawatan masalah)
Kegawatan (paling cepat mengakibatkan kematian)
1. Tidak gawat
2. Kurang gawat
3. Cukup gawat
4. Gawat
5. Sangat gawat
Urgensi (harus segera ditangani, apabila tidak ditangani dapat
menyebabkan kematian)
1. Tidak urgen
2. Kurang urgen
3. Cukup urgen
4. Urgen
5. Sangat urgen
Biaya (biaya penanggulangan)
1. Sangat murah
2. Murah
3. Cukup mahal
4. Mahal
5. Sangat mahal

Tabel 3.3. Kriteria B (Kegawatan Masalah)
Masalah Kegawatan Urgensi Biaya Nilai
ISPA 3 4 2 9
Diare 4 4 2 10
Asma Bronkial 4 4 3 11
Hipertensi 3 2 2 7
Angina Pectoris 3 3 3 10
Diabetes Mellitus 3 2 3 8
Decompensatio
Cordis
3 4 3 10
Tuberkulosis 3 2 2 7
Demam Berdarah
Dengue
4 4 2 10
Malaria 3 3 2 8

3. Kriteria C (penanggulangan masalah)
Untuk menilai kemudahan dalam penanggulangan, pertanyaan
yang harus dijawab adalah apakah sumber-sumber dan teknologi yang
tersedia mampu menyelesaikan masalah: makin sulit dalam
penanggulangan, skor yang diberikan makin kecil.
1. Sangat sulit ditanggulangi
2. Sulit ditanggulangi
3. Cukup bisa ditanggulangi
4. Mudah ditanggulangi
5. Sangat mudah ditanggulangi
Pada tahap ini dilakukan pengambilan suara dari 3 orang yang
kemudian dirata-rata untuk menentukan skor, dimana skor tertinggi
merupakan masalah yang paling mudah ditanggulangi.


Adapun hasil konsensus tersebut adalah sebagai berikut :
1. ISPA
(4+4)/2 = 4
2. Diare
(4+4)/2 = 3,7
3. Asma
(4+3)/3 = 3,5
4. Hipertensi
(2+2)/2 = 2
5. Angina Pectoris
(2+2)/2 = 2
6. Diabetes Mellitus
(2+1)/2 = 1,5
7. Decompensatio Cordis
(1+1)/2 = 1
8. Tuberkulosis
(3+3)/2 = 3
9. Demam Berdarah Dengue
(4+4)/2 = 4
10. Malaria
(3+3)/2 = 3

4. Kriteria D (PEARL faktor)
Propriety : Kesesuaian (1/0)
Economic : Ekonomi murah (1/0)
Acceptability : Dapat diterima (1/0)
Resources availability : Tersedianya sumber daya (1/0)
Legality : Legalitas terjamin (1/0)



Tabel 3.4. Kriteria PEARL

Masalah P E A R L Hasil
Perkalian
ISPA 1 1 1 1 1 1
Diare 1 1 1 1 1 1
Asma Bronkial 1 1 1 1 1 1
Hipertensi 1 1 1 1 1 1
Angina Pectoris 1 1 1 1 1 1
Diabetes Mellitus 1 1 1 1 1 1
Decompensatio Cordis 1 1 1 1 1 1
Tuberkulosis 1 1 1 1 1 1
Demam Berdarah
Dengue
1 1 1 1 1 1
Malaria 1 1 1 1 1 1

Penetapan nilai
Setelah nilai kriteria A, B, C, dan D didapatkan kemudian nilai tersebut
dimasukkan ke dalam formula sebagai berikut :
Nilai prioritas dasar (NPD) = (A+B) x C
Nilai prioritas total (NPT) = (A+B) x C x D

Tabel 3.5. Urutan Prioritas Masalah

Masalah A B C
D
NPD NPT
Urutan
prioritas P E A R L
ISPA 4 9 4 1 1 1 1 1 52 52 I
Diare 1 10 3,7 1 1 1 1 1 40,7 40,7 III
Asma
Bronkial
1 11 3,2 1 1 1 1 1 38,4 38,4 IV
Hipertensi 1 7 2 1 1 1 1 1 16 16 VIII
Angina
Pectoris
1 10 2 1 1 1 1 1 22 22 VII
Diabetes
Mellitus
1 8 1,5 1 1 1 1 1 13,5 13,5 IX
Decompen
satio
Cordis
1 10 1 1 1 1 1 1 11 11 X
Tuberkulo
sis
1 7 3 1 1 1 1 1 24 24 VI
Demam
Berdarah
Dengue
1 10 4 1 1 1 1 1 44 44 II
Malaria 1 8 3 1 1 1 1 1 27 27 V

Prioritas pertama masalah diperoleh dengan nilai NPT tertinggi.
Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode Hanlon kuantitatif urutan
prioritas masalahnya adalah sebagai berikut :
1. ISPA
2. Demam Berdarah Dengue
3. Diare
4. Asma Bronkial
5. Malaria
6. Tuberkulosis
7. Angina Pectoris
8. Hipertensi
9. Diabetes Mellitus
10. Decompensatio Cordis

























IV. KERANGKA KONSEPTUAL MASALAH


A. Dasar Teori
1. Definisi
ISPA (Infeksi sluran pernapassan akut) adalah penyakit akut yang
menyerang salah satu bagian dari atau lebih dari saluran nafas mulai dari
hidung (saluran atas) hingga alveoli saluran bawah, termasuk jaringan
adneksanya seperti sinus-sinus rongga telinga tengah dan pleura (Depkes,
2002).
2. Etiologi
Bakteri adalah penyebab utama infeksi saluran pernapasan bawah,
dan Streptococcus pnemoniae di banyak negara merupakan penyebab
paling umum pnemonia yang didapat dari luar rumah sakit yang
disebabkan oleh bakteri. Bakteri penyebab ISPA antara lain darin genus
Streptokokus, Stafilokokus, Pneumokokus, Hemofillus, Bordetella dan
Korinobakterium. Virus penyebAb ISPA antara lain golongan
Mikosovirus, Adenovirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma,
Herpesvirus. Namun demikian, patogen yang paling sering menyebabkan
ISPA adalah virus, atau infeksi gabungan virus dan bakteri (WHO, 2007).
3. Epidemiologi
World Health Organization (WHO) memperkirakan insidensi
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan
angka kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-
20% pertahun pada golongan usia balita. Menurut WHO 13 juta anak
balita di dunia meninggal setiap tahun dan sebagian besar kematian
tersebut terdapat di negara berkembang dan ISPA merupakan salah satu
penyebab utama kematian dengan membunuh 4 juta anak balita setiap
tahun (WHO, 2007).
Di Indonesia, ISPA masih merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat yang utama terutama pada bayi (0-11 bulan) dan balita (1-4
tahun). Diperkirakan angka kejadian ISPA pada balita di Indonesia yaitu
sebesar 10-20%. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT), penyakit ISPA pada tahun 1986 berada di urutan keempat
(12,4%) sebagai penyebab kematian bayi. Sedangkan pada tahun 1992 dan
1995 menjadi penyebab kematian bayi yang utama yaitu 37,7% dan
33,5%. Hasil SKRT pada tahun 1998 juga menunjukkan bahwa penyakit
ISPA merupakan penyebab kematian utama pada bayi (36%) dan hasil
SKRT pada tahun 2001 menunjukkan bahwa prevalensi tinggi ISPA yaitu
sebesar 39% pada bayi dan 42% pada balita (Depkes, 2000).
Berdasarkan hasil laporan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS)
pada tahun 2007, prevalensi ISPA sekitar 25,5% dengan prevalensi
tertinggi terjadi pada bayi dua tahun (>35%). Di Jawa Barat kejadian ISPA
berada di angka 24,73%, untuk daerah Jawa Tengah sebesar 29,08%.
Angka kematian (mortalitas) pada bayi 23,8%, dan balita 15,5%. ISPA
cenderung terjadi lebih tinggi pada kelompok dengan pendidikan dan
tingkat pengeluaran rumah tangga yang rendah. ISPA merupakan salah
satu penyebab utama kunjungan pasien di sarana kesehatan yaitu sebanyak
40% - 60% kunjungan berobat di Puskesmas dan 15% - 30% kunjungan
berobat di bagian rawat jalan dan rawat inap rumah sakit (Depkes, 2009).
4. Faktor risiko
Menurut Depkes RI, faktor resiko terjadinya ISPA secara umum
yaitu faktor lingkungan, faktor individu anak, serta faktor perilaku
a. Faktor Lingkungan
1. Pencemaran Udara Dalam Rumah
Kebiasaan merokok dan penggunaan tungku kayu akan
menghasilkan asap dengan konsentrasi yang tinggi dan dapat
merusak mekanisme pertahanan paru sehingga akan memudahkan
timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi pada rumah yang
ventilasinya kurang dan dapur terletak di dalam rumah, bersatu
dengan kamar tidur, ruang tempat bayi dan balita bermain
(Depkes, 2002). Selain itu disebutkan bahwa, kebiasaan
menggunakan obat nyamuk bakar juga dapat meningkatkan risiko
kejadian ISPA (Wiwoho, 2005).
2. Ventilasi Rumah
Ventilasi adalah proses penyediaan udara atau pengarahan
udara ke atau dari ruangan baik secara alami maupun secara
mekanis. Membuat ventilasi udara serta pencahayaan di dalam
rumah sangat diperlukan karena akan mengurangi polusi asap
yang ada di dalam rumah sehingga dapat mencegah seseorang
menghirup asap tersebut yang lama kelamaan bisa menyebabkan
terkena penyakit ISPA. Luas penghawaan atau ventilasi alamiah
yang permanen minimal 10% dari luas lantai (Depkes, 2002).
3. Kepadatan Hunian Kamar
Kepadatan tempat tinggal yang padat dapat meningkatkan
faktor polusi dalam rumah yang telah ada. Begitu juga keadaan
jumlah kamar yang penghuninya lebih dari dua orang, karena bisa
menghalangi proses pertukaran udara bersih sehingga menjadi
penyebab terjadinya ISPA (Depkes, 2002).
b. Faktor Individu Anak
1. Imunisasi
Imunisasi aktif adalah usaha merangsang individu untuk
membuat respon imun terhadap penyakit-penyakit infeksi,
khususnya penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I).
Program imunisasi aktif sangat efektif untuk mencegaha penyakit
virus dan bakteri. Beberapa penyakit P3DI memiliki gejala yang
menyerupai ISPA sehingga imunisasi merupakan usaha yang baik
dalam upaya menurunkan kejadian ISPA, khususnya pnemonia.
Vaksin yang diberikan kepada bayi merupakan suatu zat yang
mempunyai sifat immunogenitas, yaitu suatu zat yang
memberikan kemampuan membangkitkan respon imun spesifik.
Kemampuan ini terdiri dari pembentukan antibodi, pembentukan
imunitas seluler, atau kedua-duanya. (39) Kepentingan imunisasi
BCG, DPT, campak pada balita antara lain adalah untuk memberi
kekebalan kepada balita, sehingga balita tidak rentan
terhadappenyakit infeksi khususnya ISPA (Wiwoho, 2005).
2. Umur Anak
Insiden penyakit pernapasan oleh virus melonjak pada
bayi dan usia dini pada anak-anak dan tetap menurun terhadap
usia. Insiden ISPA tertinggi pada umur 6-12 bulan (Depkes,
2002). Umur diduga terkait dengan sistem kekebalan tubuhnya.
Bayi dan balita merupakan kelompok yang kekebalan tubuhnya
belum sempurna sehingga masih rentan terhadap berbagai
penyakit infeksi (Wiwoho, 2005).
3. Pemberian Vitamin A
Vitamin A diperlukan untuk mempertahankan keutuhan
struktur dan fungsi epitel. Anak-anak yang mengalami
kekurangan vitamin Amenunjukkan adanya perubahan histologis
pada jaringan dalam saluran pernafasan serta saluran kencing dan
alat reproduksi sehingga peran vitamin A sangat penting dalam
sistem pertahanan tubuh terhadap penyakit infeksi, termasuk
infeksi saluran pernafasan akut dan pnemonia (Pudjiadi, 2000).
4. Pemberian Makanan Pendamping ASI Eksklusif (MP-ASI)
Pemberian makanan tambahan bagi bayi/balita memang
dianjurkan, tetapi pemberiannya setelah bayi berusia 6 bulan. Hal
ini diharapkan tidak menambah masalah dalam program ASI
eksklusif. Kegagalan pemberian ASI eksklusif diduga karena
pemberian makanan atau minuman pralakteal diberikan. Pada
buku pedoman pemberantasan penyakit ISPA untuk
penanggulangan pnemonia pada balita disebutkan bahwa
pemberian makanan tambahan dini merupakan faktor risiko untuk
terjadinya ISPA khususnya pnemonia (Wiwoho, 2005).


5. Berat Badan Lahir
Anak-anak dengan riwayat Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR) (berat bayi lahir kurang dari 2500 gram) akan mengalami
lebih berat infeksi pada saluran pernapasan. Hal ini dikarenakan
pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih
mudah terkena penyakit infeksi, terutama pnemonia dan sakit
saluran pernapasan lainnya (Depkes, 2002).
Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Universitas
Cleveland dan Fakultas Kedokteran Universitas Wastern
Cleveland, USA mendapatkan bahwa ada hubungan yang kuat
antara penyakit paru dengan berat bayi lahir rendah (Wiwoho,
2005).
6. Status Gizi
Balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah
terserang ISPA dibandingkan balita dengan gizi normal karena
faktor daya tahan tubuh yang kurang. Penyakit infeksi sendiri
akan menyebabkan balita tidak mempunyai nafsu makan dan
mengakibatkan kekurangan gizi. Pada keadaan gizi kurang, balita
lebih mudah terserang ISPA berat bahkan serangannya lebih
lama (Depkes, 2002).
c. Faktor Perilaku
Faktor perilaku dalam pencegahan seperti menutup mulut
ketika bersin atau batuk dan penanggulangan penyakit ISPA pada bayi
dan balita dalam hal ini adalah praktek penanganan ISPA di keluarga
baik yang dilakukan oleh ibu ataupun oleh anggota keluarga lainnya.
Peran aktif keluarga atau masyarakat dalam menangani ISPA sangat
penting karena penyakit ISPA merupakan penyakit yang ada sehari-
hari di dalam masyarakat atau keluarga. Hal ini perlu mendapat
perhatian serius oleh kita semua karena penyakit ini banyak
menyerang balita, sehingga itu balita dan anggota keluarganya yang
sebagian besar dekat dengan balita mengetahui dan terampil
menangani penyakit ISPA ketika anaknya sakit (Depkes, 2002).
5. Patofisiologi
Timbulnya infeksi saluran pernafasan akut oleh karena masuknya
agent penyakit (virus, jamur, atau bakteri) ke dalam saluran pernafasan,
dan tubuh tidak mampu memberi perlawanan. Pada kondisi BBLR,
kejadian ISPA akan lebih sering terjadi, karena pada kondisi BBLR
kekurangan surfaktan (rasio lesitin/sfingomielin), pertumbuhan dan
pengembangan paru yang belum sempurna, otot pernafasan yang masih
lemah dan tulang iga yang mudah melengkung. Kondisi tersebut di atas
dan rendahnya daya tahan tubuh BBLR terhadap penyakit infeksi, semakin
mempermudah timbulnya penyakit infeksi saluran pernadasan akut
(Hoffman et al., 2003); (Wiwoho, 2005).
Pnemonia terjadi akibat ISPA yang berkembang. Agent dominan
pada pnemonia adalah bakteri yang terisap ke paru melalui saluran
pernafasan. Mula-mula terjadi edema karena reaksi jaringan yang
mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya.
Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi yaitu terjadinya sebukan
sel polimorfonuklear, fibrin, eritrosit, cairan edema, dan ditemukannya
kuman di alveoli. Stadium ini disebut hepatisasi merah (Wiwoho, 2005).
Selanjutnya terjadi deposisi fibrin ke permukaan pleura, terdapatnya
kuman dan leukosit polimorfonuklear di alveoli dan terjadinya proses
fagositosis yang cepat. Stadium ini disebut stadium hepatisasi kelabu.
Akhirnya jumlah sel makrofag meningkat di alveoli, sel akan degenerai
dan fibrin menipis, kuman dan debris menghilang. Stadium ini disebut
stadium resolusi (Wiwoho, 2005).
Sistem bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena akan tetap
normal. Antibiotik yang diberikan sedini mungkin dapat memutus
perjalanan penyakit sehingga stadium khas yang diuraikan di atas tidak
terlihat lagi. Beberapa bakteri tertentu lebih sering menimbulkan gejala
atau keadaan yang berbeda-beda. Misalnya S. pnemonia bermanifestasi
sebagai bercak-bercak konsolidasi merata di seluruh lapangan paru
(bronkopnemonia). Sedangkan S. aureus pada neonatus/bayi kecil (BBLR)
menyebabkan pnematokel/abses-abses kecil (Wiwoho, 2005).
S. aureus menghasilkan berbagai toksin dan enzim seperti
hemolisin, leukosin, stafilokinase dan koagulase. Toksin dan enzim ini
menyebabkan nekrosis, perdarahan dan kavitasi. Koagulase berinteraksi
dengan faktor plasma dan menghasilkan bahan aktif yang mengkonversi
fibrinogen menjadi fibrin sehingga terjadi eksudat fibrin non purulen.
Terdapat korelasi antara produksi koagulase dan virulensi kuman
Streptococcus yang tidak menghasilkan koagulase yang menimbulkan
penyakit yang serius (Wiwoho, 2005).
M. pnemoniae menimbulkan peradangan dengan gambaran
beradam pada paru dan lebih sering mengenai anak usia sekolah/remaja.
M. pnemoniae cenderung berkembang biak pada permukaan sel mukosa
saluran nafas. Akibat terbentuknya H2O2 pada metabolismenya maka
terjadi kerusakan lapisan mukosa saluran nafas. Kerusakan yang terjadi
adalah deskuamasi dan ulserasi lapisan mukosa, edema dinding bronkus
dan timbulnya sekret yang memenuhi saluran nafas dan alveoli. Kerusakan
ini timbul dalam waktu yang relatif singkat antara 24-48 jam dan dapat
terjadi pada bagian paru yang cukup luas (Wiwoho, 2005)
6. Klasifikasi
Kriteria untuk menggunakan pola tatalaksana penderita ISPA
adalah balita, dengan gejala batuk dan atau kerukaran bernafas,. Pola tata
laksana penderita meliputi 4 bagian, yaitu pemeriksaan, penentuan ada
tidaknya tanda bahaya, penentuan klasifikasi penyakit dan
pengobatan/tindakan.
Klasifikasi ISPA pada balita secara praktis dan sederhana
dikembangkan oleh WHO yang kemudian digunakan oleh Departemen
Kesehatan RI. Penggolongan dilakukan berdasarkan tingkat keparahan,
melalui tanda-tanda klinis. Dalam penentuan klasifikasi tersebut dibedakan
atas dua kelompok, yaitu kelompok umur 2 bulan-5 tahun dan kelompok
umur <2 bulan adalah (Wiwoho, 2005).
a. Untuk usia kurang dari 2 bulan
i. Pnemonia berat : bila ditandai minimal satu tanda berikut ini,
frekuensi pernafasan 60 kali/menit atau lebih, atau adanya
penarikan yang kuat pada dinding dada sebelah bawah ke dalam.
ii. Bukan pnemonia: bila tidak menunjukkan gejala/tanda
peningkatanfrekuensi pernafasan dan tidak menunjukkan adanya
penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (hanya merupakan
ISPA, batuk pilek, common cold)
b. Untuk usia 2 bulan- 5 tahun, ada tiga klasifikasi, yaitu:
i. Pnemonia berat
Bila disertai nafas cepat, dengan tarikan dinding dada
bagian bawah ke dalam waktu balita menarik nadas. Pengukuran
dilakukan pada saat balita tidak dalam keadaan menangis
ii. Pnemonia
Bila ditandai dengan frekuensi nafas cepat, yaitu: sebanyak
50 kali/menit atau lebih untuk usia 2 bulan sampai dengan 1 tahun
dan 40 kali/menit atau lebih untuk usia 1 tahun sampai 5 tahun.
iii. Bukan pnemonia
Bila tidak ditemukan peningkatan frekuensi pernafasan dan
tidak menunjukkan adanya penarikan dinding dadabagian bawah ke
dalam (ISPA biasa, batuk pilek, flu, common cold) (Wiwoho,
2005).
7. Tanda dan Gejala Klinis
Pada umumnya suatu penyakit saluran pernapasan dimulai dengan
keluhan-keluhan dan gejala-gejala yang ringan. Gejala-gejaqla tersebut di
antaranya adalah batu, pilek, demam tanpa pernafasan cepat atau
penarikan dinding dada (Wiwoho, 2005). Dalam perjalanan penyakit
mungkin gejala-gejala menjadi lebih berat dan bila semakin berat dapat
jatuh dalam keadaan kegagalan pernapasan dan mungkin meninggal. Bila
sudah dalam kegagalan pernapasan maka dibutuhkan penatalaksanaan
yang lebih rumit, meskipun demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu
diusahakan agar yang ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah
berat cepat-cepat ditolong dengan tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan
pernapasan. Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda
klinis dan tanda-tanda laboratoris (Rasmaliah, 2004).
Tanda-tanda klinis yaitu :
1. Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea),
retraksi dinding thorak, napas cuping hidung, sianosis, suara napas
lemah atau hilang, grunting expiratoir dan wheezing.
2. Pada sistem cardial adalah: takakirdia, bradikardi, hipertensi, hipotensi
dan cardiac arrest..
3. Pada sistem serebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala,
bingung, papil bendung, kejang dan koma.
4. Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak.
Tanda-tanda laboratoris yaitu :
1. Hipoksemia
2. Hiperkapnia
3. Asidosis (metabolik dan atau respiratorik)
Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5
tahun adalah: tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan
gizi buruk, sedangkan tanda bahaya pada anak golongan umur kurang dari
2 bulan adalah: kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun
ampai kurang dari setengah volume yang biasa diminumnya), kejang,
kesadaran menurun, stridor, wheezing, demam dan dingin (Rasmaliah,
2004).
8. Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan menjaga keadaan gizi agar
tetap baik, imunisasi, menjaga kebersihan prorangan dan lingkungan,
mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA (Rasmaliah, 2004).

B. Skema Kerangka Konseptual dari Faktor Penyebab Masalah









Gambar 4.1. Kerangka Konsep

C. Hipotesis
Kebiasaan merokok, penggunaan tungku kayu, penggunaan obat
nyamuk bakar, ventilasi rumah, kepadatan hunian kamar, usia, status imunisasi,
vitamin A, status gizi, waktu pemberian MP-ASI, berat badan lahir rendah,
status gizi, dan perilaku menutup mulut saat batuk atau bersin mempengaruhi
angka kejadian ISPA.















1. Kebiasaan merokok
2. Penggunaan tungku kayu
3. Penggunaan obat nyamuk bakar
4. Usia
5. Ventilasi rumah
6. Kepadatan hunian kamar
7. Status Imunisasi
8. Vitamin A
9. Status gizi
10. Waktu Pemberian MP-ASI
11. Berat Badan Lahir rendah
12. Perilaku menutup mulut saat
batuk atau bersin


ISPA
V. METODE PENELITIAN


I. Desain Penelitian
Desain penelitian yang direncanakan adalah studi observasional
analitik dengan metode cross sectional.

II. Populasi dan Sampel
1. Populasi Penelitian
a. Populasi Target
Populasi target pada penelitian ini adalah ibu-ibu yang
mempunyai anak balita di Desa Karangnanas Kecamatan Sokaraja
b. Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah ibu-ibu yang
mempunyai anak balita di Posyandu VI Desa Karangnanas
Kecamatan Sokaraja.
2. Subjek Penelitian
Responden diambil dengan menggunakan metode total sampling
yaitu ibu-ibu yang mempunyai anak balita yang datang ke posyandu VI
Desa Karangnanas Kecamatan Sokaraja pada Hari Rabu tanggal 15
Februari 2012

III. Variabel Penelitian
1. Variabel Terikat
Kejadian ISPA
2. Variabel Bebas
Variabel yang diteliti meliputi kebiasaan merokok, penggunaan tungku
kayu, penggunaan obat nyamuk bakar, ventilasi rumah, kepadatan hunian
kamar, usia, status imunisasi, vitamin A, status gizi, waktu pemberian
MP-ASI, berat badan lahir rendah, status gizi, dan perilaku menutup
mulut saat batuk atau bersin.
IV. Definisi Operasional
1. Variabel terikat
a. Definisi ISPA
Kejadian ISPA adalah infeksi saluran pernafasan yang ditandai
dengan batu, pilek, dan demam. Data diperoleh dengan cara
wawancara dengan ibu dan atau orang yang merawat bayi yang
dilakukan oleh pewawancara. Balita dikatakan menderita ISPA jika
selama satu bulan terakhir balita tersebut sakit ISPA.
b. Kriteria
Ya dan tidak
c. Alat ukur
Kuisioner
d. Skala
Nominal
2. Variabel Bebas
a. Kebiasaan Merokok
Adalah kebiasaan anggota keluarga merokok di dalam rumah
yang ditempati responden tanpa melihat frekuensi, jumlah dan jenis
rokok yang dikonsumsi setiap hari. Alat ukur adalah kuesioner.
Skala pengukuran nominal. Kriteria variabel adalah ya dan tidak.
b. Penggunaan Tungku Kayu
Adalah kebiasaan menggunakan tungku kayu untuk memasak
di dalam rumah yang ditempati responden dan asap pembakaran
yang dihasilkan tidak dikeluarkan melalui cerobong asap. Alat ukur
adalah kuesioner. Skala pengukuran nominal. Kriteria variabel
adalah ya dan tidak.
c. Penggunaan Obat Nyamuk Bakar
Adalah kebiasaan menggunakan obat nyamuk bakar di dalam
rumah yang ditempati responden. Alat ukur adalah kuesioner. Skala
pengukuran nominal. Kriteria variabel adalah ya dan tidak

d. Ventilasi
Adalah ubang angin yang difungsikan sebagai untuk
pertukaran udara dan masuknya cahaya matahari ke dalam rumah.
Cara pengukuran diperoleh dari hasil wawancara yaitu dengan cara
membandingkan luas ventilasi dengan luas ruangan. Alat ukur
adalah kuesioner. Skala pengukuran rasio, untuk keperluan analisis
dikategorikan menjadi :
Baik : 10%
Buruk : < 10%
e. Kepadatan Hunian Kamar
Adalah jumlah anggota keluarga yang menempati tiap kamar
lebih dari 2 orang dalam rumah yang dihuni oleh responden. Alat
ukur adalah kuesioner. Skala pengukuran adalah nominal. Kriteria
variabel adalah ya dan tidak.
f. Usia
Adalah usia balita saat terkena ISPA. Alat ukur adalah
kuesioner. Skala pengukuran adalah nominal. Kriteria variabel
adalah 12 Bulan dan > 12 bulan.
g. Imunisasi
Adalah jenis imunisasi yang sudah didapat sampai dengan
saat dilakukan pengamatan. Imunisasi minimal yang sudah diberikan
adalah BCG, DPT, dan campak. Alat ukur adalah kuesioner. Skala
pengukuran adalah nominal. Kriteria variabel adalah ya dan tidak.
h. Pemberian Vitamin A
Adalah pemberian vitamin A dalam bentuk suplemen yang
diberikan pada bayi/balita. Alat ukur adalah kuesioner. Skala
pengukuran adalah nominal. Kriteria variabel adalah ya dan tidak.
i. Status Gizi
Adalah status gizi balita pada saat dilakukan wawancara dan
dilihat berdasarkan KMS. Alat ukur adalah kuesioner. Skala
pengukuran adalah ordinal. Kriteria variabel adalah baik, kurang,
dan lebih.
j. Waktu Pemberian MP-ASI
Adalah waktu pemberian makanan tambahan selain ASI. Alat
ukur adalah kuesioner. Skala pengukuran adalah nominal. Kriteria
variabel adalah 6 bulan dan > 6 bulan.
k. Berat Badan Lahir Rendah
Adalah berat bayi lahir yang kurang dari 2500 gram. Alat
ukur adalah kuesioner. Skala pengukuran adalah kategorikal. Kriteria
variabel adalah ya dan tidak.
l. Perilaku Menutup Mulut Saat Batuk
Adalah perilaku menutup mulut anggota keluarga ketika
batuk atau bersin. Skala pengukuran adalah nominal. Kriteria
variabel adalah ya dan tidak.

V. Instrumen Pengambilan Data (Kuesioner)
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kuesioner dan merupakan jenis data primer yaitu data yang diperoleh
langsung dari sumbernya. Kuesioner dan observasi langsung digunakan untuk
mengetahui faktor faktor individu. Pertanyaan yang terdapat pada kuesioner
meliputi faktor lingkungan rumah, faktor individu anak, faktor perilaku, serta
kejadian ISPA.

VI. Analisis Data
Analisis dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang hubungan
antara variabel bebas dan variabel terikat yang terdapat dalam hipotesis
penelitian. Uji statistik yang digunakan adalah chi square test. Jika expected
count yang < 5 lebih dari 20%, maka dilakukan uji fisher. Analisis
multivariate yang digunakan untuk mengetahui faktor yang paling
berpengaruh terhadap kejadian ISPA adalah regresi logistik. Analisis ini
menggunakan alat bantu program kompter SPSS 17.
Uji analisis bivariat yang digunakan dapat dilihat pada tabel 5.1.

Tabel 5.1. Uji analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian ISPA
No Analisis
Uji yang
digunakan
1 Hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian
ISPA
Chi Square
2 Hubungan antara penggunaan tungku kayu tanpa
cerobong asap dengan kejadian ISPA
Chi Square
3 Hubungan antara penggunaan obat nyamuk bakar
dengan kejadian ISPA
Chi Square
4 Hubungan antara usia dengan kejadian ISPA Chi Square
5 Hubungan antara ventilasi rumah dengan kejadian
ISPA
Chi Square
6 Hubungan antara kepadatan hunian kamar dengan
kejadian ISPA
Fisher
7 Hubungan antara status imunisasi dengan kejadian
ISPA
Fisher
8 Hubungan antara pemberian vitamin A dengan
kejadian ISPA
Fisher
9 Hubungan antara status gizi dengan kejadian ISPA Fisher
10 Hubungan antara waktu pemberian MP-ASI dengan
kejadian ISPA
Chi Square
11 Hubungan antara berat Badan Lahir Rendah dengan
kejadian ISPA
Chi Square
12 Hubungan antara perilaku menutup mulut saat batuk
atau bersin dengan kejadian ISPA
Chi Square











VII. HASIL DAN ANALISIS PENYEBAB MASALAH

A. Karakteristik sampel
Penelitian dilakukan di Posyandu Posyandu VI RT 04 Desa
Karangnanas Kecamatan Sokaraja pada hari Rabu, 15 Februari 2012.
Penelitian ini dilakukan dengan cara mendata jumlah balita dan selanjutnya
dilakukan wawancara pada kegiatan posyandu. Sebelum dilakukan
wawancara, responden diminta untuk mengisi lembar informed consent
penelitian. Responden yang datang sebanyak 49 orang. Berdasarkan hasil
penelitian didapatkan distribusi responden penelitian yang dapat dilihat pada
Tabel 6.1
Tabel. 6.1. Distribusi Responden
NO Variabel F (%)
1 ISPA Ya 23 46,9
Tidak 26 53,1
2 Imunisasi Sesuai
Ketentuan (KMS)
Ya 40 81,6
Tidak 9 18,4
3 Usia Balita 12 Bulan 18 36,7
> 12 Bulan 31 63,3
4 Pemberian Vitamin
A
Ya 47 95,9
Tidak 2 4,1
5 Status Gizi Baik 46 93,9
Kurang
Lebih
3
0
6,1
0
6 Waktu pemberian
MP-ASI
6 Bulan 25 51
> 6 Bulan 24 49
7 BBLR Ya 14 28,6
Tidak 35 71,4
8 Merokok Ya 25 51
Tidak 24 49
9 Penggunaan
Tungku Bakar
Tanpa Cerobong
Asap
Ya 37 75,5
Tidak 12 24,5
10 Penggunaan Obat
Nyamuk Bakar
Ya 37 75,5
Tidak 12 24,5
11 Luas Ventilasi < 10 % 29 59,2
10 % 20 40,8
12 Penghuni Kamar 2 orang 6 12,2
> 2 orang 43 87,8
13 Menutup Mulut
Ketika Bersin atau
Batuk
Ya 32 65,3
Tidak 17 34,7
Jumlah Responden 49 100

Berdasarkan tabel 6.1 didapatkan bahwa kejadian ISPA di RT 04 Desa
Karangnanas sebesar 46,9% dari jumlah balita yang ada. Balita yang sudah
mendapatkan imunisasi sesuai dengan ketentuan adalah sebesar 81,6%. Balita
yang ada kebanyakan berusia > 12 bulan, yaitu sebanyak 31 orang atau 63,3%
dan hampir semuanya sudah pernah mendapatkan vitamin A yaitu sebesar
95,9%. Dilihat dari Kartu Menuju Sehat, kebanyakan status gizi balita adalah
baik yaitu sebesar 93,9%. Pemberian makanan selain ASI pada usia kurang
dari 6 bulan masih banyak terdapat di RT 04, yaitu sebanyak 51%. Berat bayi
lahir kebanyakan lebih dari 2500 gram, yaitu sebesar 71,4%. Anggota
keluarga yang merokok di dalam rumah balita masih banyak, yaitu sekitar
51%, begitu juga dengan responden yang menggunakan tungku kayu tanpa
cerobong asap dan menggunakan obat nyamuk bakar, yaitu masing-masing
sekitar 75,5%. Luas ventilasi kebanyakan < 10% dari luas ruangan, dan
mayoritas di setiap rumah responden dihuni oleh lebih dari 2 orang. Sebanyak
32 responden atau sekitar 65,3% mengakui bahwa ketika ada anggota
keluarganya jarang menutup mulut ketika batuk atau bersin.

B. Analisis Bivariat
Analisis bivariat yang digunakan pada penelitian adalah uji hipotesis
Chi-square dengan alternatifnya adalah uji fisher. Analisis ini untuk melihat
ada tidaknya hubungan antara variabel bebas yaitu kebiasaan merokok,
penggunaan tungku kayu, penggunaan obat nyamuk bakar, ventilasi rumah,
kepadatan hunian kamar, usia, status imunisasi, vitamin A, status gizi, waktu
pemberian MP-ASI, berat badan lahir rendah, status gizi, dan perilaku
menutup mulut saat batuk atau bersin dengan variabel terikat yaitu kejadian
ISPA pada balita. Dari hasil analisis didapatkan hasil hubungan faktor risiko
ISPA pada balita dengan kejadian ISPA yang dapat dilihat pada Tabel 6.2
Tabel 6.2 Hubungan Faktor Risiko ISPA pada Balita dengan Kejadian ISPA
Balita di Desa Karangnanas Kecamatan Sokaraja

Faktor Risiko P
Status imunisasi 1,000
Usia Balita 0,035
Pemberian Vitamin A 0,491
Status Gizi 0,096
Waktu Pemberian MP-ASI 0,062
BBLR 0,124
Kebiasaan merokok 0,000
Penggunaan tungku kayu tanpa cerobong asap 0,002
Penggunaan obat nyamuk bakar 0,080
Luas ventilasi 0,164
Kepadatan hunian kamar 1,000
Perilaku tidak menutup mulut saat bersin atau
batuk
0,016
Keterangan: p : nilai signifikansi

Berdasarkan hasil uji hipotesis fisher, hubungan antara status imunisasi
dan kejadian ISPA, didapatkan nilai p = 1,000 (p > 0,05) atau probabilitas di
atas 0,05. Didapatkan kesimpulan bahwa tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara status imunisasi dengan kejadian ISPA pada balita di Desa
Karangnanas Kecamatan Sokaraja.
Berdasarkan analisis statistik dengan menggunakan uji hipotesis Chi
square, hubungan antara usia dengan kejadian ISPA didapatkan p = 0,035 (p
< 0,05). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara usia dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Karangnanas
Kecamatan Sokaraja.
Berdasarkan hasil uji hipotesis Fisher, hubungan antara pemberian
vitamin A dengan kejadian ISPA, didapatkan nilai p = 0,491 dimana p > 0,05
atau probabilitas di atas 0,05. Didapatkan kesimpulan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara pemberian vitamin A dengan kejadian ISPA
pada balita di Desa Karangnanas Kecamatan Sokaraja.
Berdasarkan analisis statistik dengan menggunakan uji hipotesis fisher,
hubungan antara status gizi dengan kejadian ISPA didapatkan p = 0,096 (p >
0,05), dengan demikian dapat dikatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara status gizi kejadian ISPA pada balita di Desa Karangnanas
Kecamatan Sokaraja.
Berdasarkan analisis statistik dengan menggunakan uji hipotesis Chi
square, hubungan antara pemberian makanan selain ASI pada usia kurang
dari 6 bulan dengan kejadian ISPA didapatkan p = 0,062 (p > 0,05), dengan
demikian dapat dikatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan
antara pemberian makanan selain ASI pada usia kurang dari 6 bulan dengan
kejadian ISPA pada balita di Desa Karangnanas Kecamatan Sokaraja.
Berdasarkan hasil uji hipotesis Chi-square, hubungan antara BBLR
dengan kejadian ISPA, didapatkan nilai p = 0,124, dimana p > 0,05 atau
probabilitas di atas 0,05. Didapatkan kesimpulan bahwa tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara BBLR dengan kejadian ISPA pada balita di
Desa Karangnanas Kecamatan Sokaraja.
Berdasarkan hasil uji hipotesis Chi-square, hubungan antara kebiasaan
merokok dengan kejadian ISPA, didapatkan nilai p = 0,000, dimana p < 0,05
atau probabilitas di bawah 0,05. Didapatkan kesimpulan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok kejadian ISPA pada
balita di Desa Karangnanas Kecamatan Sokaraja.
Berdasarkan analisis statistik dengan menggunakan uji hipotesis Chi
square, hubungan antara penggunaan tungku kayu tanpa cerobong asap
dengan kejadian ISPA didapatkan p = 0,002 (p < 0,05), dengan demikian
dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara penggunaan
tungku kayu tanpa cerobong asap dengan kejadian ISPA pada balita di Desa
Karangnanas Kecamatan Sokaraja.
Berdasarkan analisis statistik dengan menggunakan uji hipotesis Chi
square, hubungan antara penggunaan obat nyamuk bakar dengan kejadian
ISPA didapatkan p = 0,080 (p > 0,05), dengan demikian dapat dikatakan
bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara penggunaan obat
nyamuk bakar dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Karangnanas
Kecamatan Sokaraja.
Berdasarkan analisis statistik dengan menggunakan uji hipotesis Chi
square, hubungan antara luas ventilasi dengan kejadian ISPA didapatkan p =
0,164 (p > 0,05), dengan demikian dapat dikatakan bahwa tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara luas ventilasi dengan kejadian ISPA pada
balita di Desa Karangnanas Kecamatan Sokaraja.
Berdasarkan analisis statistik dengan menggunakan uji hipotesis fisher,
hubungan antara kepadatan hunian kamar dengan kejadian ISPA didapatkan p
= 1,000 (p > 0,05), dengan demikian dapat dikatakan bahwa tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara kepadatan hunian rumah dengan kejadian
ISPA pada balita di Desa Karangnanas Kecamatan Sokaraja.
Berdasarkan analisis statistik dengan menggunakan uji hipotesis Chi
square, hubungan antara perilaku tidak menutup mulut saat bersin atau batuk
dengan kejadian ISPA didapatkan p = 0,016 (p < 0,05), dengan demikian
dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku
tidak menutup mulut saat bersin atau batuk dengan kejadian ISPA pada balita
di Desa Karangnanas Kecamatan Sokaraja.

C. Analisis Multivariat
Berdasarkan hasil dari analisis bivariat didapatkan variabel yang
berpengaruh terhadap kejadian ISPA adalah usia, penggunaan tungku kayu
tanpa cerobong asap, dan kebiasaan merokok. Untuk mengetahui variabel
mana yang lebih berpengaruh, dilakukan analisis multivariate yang dapat
dilihat dari Tabel 6.3
Tabel 6.3 Analisis Multivariat
B S.E. Wald Sig. Exp(B) 95,0% C.I.for
EXP(B)
Lower Upper Lower Lower Upper Lower Upper

Step
4(a)
Mero-
kok(1)
-5,128 1,193 18,489 ,000 ,006 ,001 ,061
Cons-
tant
3,135 1,022 9,422 ,002 23,000
Berdasarkan analisis multivariat dengan regresi logistik didapatkan
hasil bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian ISPA di Desa
Karangnanas Kecamatan Sokaraja adalah kebiasaan merokok dengan
signifikansi 0,002.

D. Kesimpulan Penyebab Utama Masalah
Diantara dua belas faktor risiko yang diteliti terdapat tiga faktor risiko
yang berpengaruh terhadap terjadinya ISPA. Signifikansi hubungan dapat
dilihat pada nilai p value dari setiap variabel. Berdasarkan hasil penelitian,
faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi kejadian ISPA adalah :
a. Usia (p=0,035)
b. Kebiasaan merokok aggota keluarga (p=0,000)
c. Penggunaan tungku kayu tanpa cerobong asap (p=0,002)
d. Perilaku tidak menutup mulut saat batuk atau bersin (p=0,016)
Sedangkan, faktor-faktor yang tidak secara signifikan berhubungan
dengan kejadian ISPA adalah :
a. Status imunisasi (p=1,000)
b. Pemberian vitamin A (p=0,491)
c. Status gizi (p=0,096)
d. Pemberian MP-ASI pada usia kurang dari 6 bulan (p=0,062)
e. BBLR (p=0,124)
f. Luas ventilasi (p=0,164)
g. Penggunaan obat nyamuk bakar (p=0,080)
h. Kepadatan hunian rumah (p=1,000)
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa
masih cukup banyak rumah masyarakat yang kurang memenuhi kriteria
rumah sehat dan masyarakat belum optimal melakukan PHBS (perilaku hidup
bersih dan sehat) yang mempengaruhi kejadian ISPA.
Kebiasaan merokok dan penggunaan tungku kayu akan menghasilkan
asap dengan konsentrasi yang tinggi dan dapat merusak mekanisme
pertahanan paru sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini dapat
terjadi pada rumah yang ventilasinya kurang dan dapur terletak di dalam
rumah, bersatu dengan kamar tidur, ruang tempat bayi dan balita bermain
(Depkes, 2002). Selain itu disebutkan bahwa, kebiasaan menggunakan obat
nyamuk bakar juga dapat meningkatkan risiko kejadian ISPA (Wiwoho,
2005).
Faktor perilaku dalam pencegahan seperti menutup mulut ketika bersin
atau batuk dan penanggulangan penyakit ISPA pada bayi dan balita dalam hal
ini adalah praktek penanganan ISPA di keluarga baik yang dilakukan oleh ibu
ataupun oleh anggota keluarga lainnya. Peran aktif keluarga atau masyarakat
dalam menangani ISPA sangat penting karena penyakit ISPA merupakan
penyakit yang ada sehari-hari di dalam masyarakat atau keluarga. Hal ini
perlu mendapat perhatian serius oleh kita semua karena penyakit ini banyak
menyerang balita, sehingga itu balita dan anggota keluarganya yang sebagian
besar dekat dengan balita mengetahui dan terampil menangani penyakit ISPA
ketika anaknya sakit (Depkes, 2002).












VIII. ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH

A. Penyusunan Alternatif Pemecahan Masalah yang dapat dijadikan
referensi adalah sebagai berikut :
1. Memberi penyuluhan dan leaflet kepada ibu-ibu yang mempunyai balita
mengenai ISPA, penyebab ISPA, tanda dan gejala ISPA, faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap kejadian ISPA, dan cara mencegah penyakit
ISPA
2. Pembagian poster tentang ISPA.
3. Penyuluhan ISPA kepada kader-kader posyandu

B. Penentuan Alternatif Terpilih dengan Menentukan Prioritas Pemecahan
Masalah
Alternatif pemecahan masalah yang telah disusun tersebut tidak semua
dapat dilaksanakan, oleh karena harus memperhitungkan berbagai
kemampuan yang meliputi sarana, dana, dan waktu yang terbatas. Penentuan
prioritas masalah ini dilakukan dengan metode Reinke. Metode ini
menggunakan dua kriteria yaitu efektifitas dan efisiensi jalan keluar.
Efektifitas jalan keluar meliputi besarnya masalah yang dapat diatasi,
pentingnya jalan keluar dan sensitivitas jalan keluar, sedangkan efisiensi jalan
keluar dikaitkan dengan biaya yang diperlukan untuk melakukan jalan keluar.
Kriteria efektifitas jalan keluar meliputi:
a. M (besarnya masalah yang dapat diatasi) :
1. Masalah yang dapat diatasi sangat kecil
2. Masalah yang dapat diatasi kecil
3. Masalah yang dapat diatasi cukup besar
4. Masalah yang dapat diatasi besar
5. Masalah yang dapat diatasi sangat besar

b. I (pentingnya jalan keluar) yang dikaitkan dengan kelanggengan selesainya
masalah :
1. Sangat tidak langgeng
2. Tidak langgeng
3. Cukup langgeng
4. Langgeng
5. Sangat langgeng
c. V (sensitivitas jalan keluar yang dikaitkan dengan kecepatan penyelesaian
masalah) :
1. Penyelesaian masalah sangat lambat
2. Penyelesaian masalah lambat
3. Penyelesaian cukup cepat
4. Penyelesaian masalah cepat
5. Penyelesaian masalah sangat cepat
Kriteria efeisiensi jalan keluar yang dikaitkan dengan biaya yang
dikeluarkan dalam menyelesaikan masalah (C) :
1. Biaya sangat murah
2. Biaya murah
3. Biaya cukup mahal
4. Biaya mahal
5. Biaya sangat mahal
Prioritas pemecahan masalah pada kasus ISPA di Desa Karangnanas,
Kecamatan Sokaraja dengan menggunakan metode Reinke dapat dilihat pada
tabel 7.1






Tabel 7.1. Prioritas pemecahan masalah dengan menggunakan metode
Reinke
No Daftar alternatif
jalan keluar
Efektifitas Efisiensi M x I x V
C

Urutan
prioritas
masalah
M I V C
1. Memberikan
penyuluhan dan
leaflet mengenai
ISPA
4 4 4 4 14 I
2. Pembagian poster
tentang ISPA.
1 3 2 5 1,2 III
3 Penyuluhan ISPA
kepada kader-kader
posyandu
3 3 3 3 9 II

Berdasarkan hasil perhitungan analisis prioritas pemecahan masalah
dengan menggunakan metode Reinke diperoleh prioritas pemecahan
masalah, yaitu memberikan penyuluhan dan leaflet kepada ibu-ibu yang
mempunyai balita di Desa Karangnanas Kecamatan Sokaraja mengenai ISPA,
penyebab ISPA, tanda dan gejala ISPA, faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap kejadian ISPA, dan cara mencegah penyakit ISPA














IX. RENCANA KEGIATAN (PLAN OF ACTION)

A. Latar Belakang
Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai ISPA dan cara
mengatasinya menjadi alasan atas adanya kegiatan penyuluhan tentang ISPA
dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian ISPA. Berdasarkan
hasil observasi yang telah dilakukan, diketahui bahwa perilaku masyarakat
masih kurang menunjukkan perilaku hidup sehat terutama pada keluarga yang
mempunyai anak balita. ISPA merupakan salah satu penyakit yang banyak
diderita oleh sebagian besar balita di Desa Karangnanas Kecamatan Sokaraja.
Oleh karena itu, kegiatan penyuluhan dirasakan sangat penting untuk
memberikan pengetahuan kepada ibu-ibu yang mempunyai balita di RT 04
Desa Karangnanas Kecamatan Sokaraja mengenai ISPA, tanda dan gejala
ISPA, cara pencegahannya, dan faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian
ISPA khususnya kebiasaan merokok yang menjadi faktor yang paling
berperan terhadap kejadian ISPA di Desa Karangnanas Kecamatan Sokaraja.

B. Tujuan
Meningkatkan pengetahuan warga Desa Karangnanas mengenai ISPA,
tanda dan gejala ISPA, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian
ISPA, dan cara mencegah penyakit ISPA.

C. Bentuk Kegiatan (Termasuk Materi Kegiatan)
Penyuluhan dan pembagian leaflet mengenai ISPA, tanda dan gejala
penyakit ISPA, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian ISPA, dan
cara mencegah penyakit ISPA.

D. Sasaran
Ibu-ibu Posyandu IV Desa Karangnanas Kecamatan Sokaraja sebanyak
49 orang.
E. Pelaksanaan (Waktu dan Tempat)
a. Waktua : Rabu, 15 Februari 2012 pukul 09.30 WIB
b. Tempat : Posyandu VI Desa Karangnanas

F. Anggaran
Pembuatan leaflet = Rp 20.000,00
Penggandaan soal pre dan post test = Rp. 40.000,00
Pembelian alat tulis = Rp 12.000,00
Lain-lain = Rp 20.000,00
Total = Rp 92.000,00

G. Evaluasi
1. Formatif
a. Mengevaluasi kesesuaian antara pemecahan masalah dengan masalah
yang ada. Berdasarkan hasil analisis masalah ternyata masyarakat
Desa Karangnanas khususnya yang mempunyai balita masih
berperilaku tidak sehat, seperti kebiasaan merokok di rumah sehingga
berpengaruh terhadap kejadian ISPA di desa tersebut. Oleh sebab itu
metode penyuluhan merupakan metode yang cukup tepat untuk
memberi pengetahuan dan merubah perilaku masyarakat tersebut.
b. Anggaran kegiatan
Anggaran kegiatan yang digunakan dan perinciannya dalam
pelaksanaan kegiatan adalah :
Pembuatan leaflet = Rp 20.000,00
Penggandaan soal pre dan post test = Rp. 30.000,00
Pembelian alat tulis = Rp 12.000,00
Lain-lain = Rp 20.000,00
Total = Rp 82.000,00
Dengan demikian terdapat sisa penggunaan anggaran dana. Terjadi
ketidaksesuaian rencana anggaran dengan saat pelaksanaan kegiatan

2. Promotif
Mengevaluasi pelaksanaan program yang meliputi :
a. Waktu pelaksanaan kegiatan
Pelaksanaan kegiatan berjalan tepat waktu sesuai dengan jadwal yang
sudah dibuat yaitu pukul 09.30 WIB.
b. Jumlah peserta yang ditargetkan
Jumlah peserta yang hadir dengan yang ditargetkan mengalami
kesesuian. Jumlah peserta yang hadir sebanyak 49 orang.
















X. PELAKSANAAN DAN EVALUASI KEGIATAN

A. Evaluasi Hasil Pelaksanaan
1. Pelaksanaan Kegiatan
Intervensi kesehatan yang dilakukan adalah penyuluhan dan
pemberian leaflet mengenai ISPA, tanda dan gejala ISPA, faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap kejadian ISPA, dan cara mencegahnya pada
ibu-ibu yang mempunyai balita. Penyuluhan yang dilakukan diharapkan
dapat mengatasi masalah-masalah yang berkaitan dengan tingginya
angka kejadian ISPA di Desa Karangnanas. Pelaksanaan kegiatan
penyuluhan dilaksanakan melalui 3 tahap yaitu :
a. Tahap Persiapan
1) Materi. Materi yang disiapkan adalah materi tentang pengertian
ISPA, penyebab ISPA, tanda dan gejala ISPA, faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap kejadian ISPA, dan cara pencegahan
penyakit ISPA.
2) Sarana : Sarana yang dipersiapkan berupa alat tulis, dan leaflet.
b. Tahap pelaksanaan
1) Judul Kegiatan : Penyuluhan Tentang ISPA dan Pentingnya
Mengetahui Faktor-Faktor Yang Berperan
Terhadap Kejadian ISPA.
2) Hari/Tanggal : Rabu, 15 Februari 2012, Pukul: 09.30 WIB
3) Tempat : Posyandu VI Desa Karangnanas Kecamatan
Sokaraja
4) Penanggungjawab :dr. Sugeng Rahadi (selaku Kepala
Puskesmas I Sokaraja)
5) Pembimbing : Bidan Rina (selaku Bidan Pembina Desa
Karangnanas)
6) Pelaksana : Dokter Muda UNSOED (Melan Mulyana
dan Nur Rakhman Pratama)
7) Peserta : Ibu-ibu Posyandu VI dan kader RT 04 Desa
Karangnanas.
8) Penyampaian materi : Penyampaian materi dilakukan dengan lisan
dan tulisan untuk menjelaskan tentang
pengertian ISPA, penyebab ISPA, tanda
dan gejala ISPA, faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap kejadian ISPA dan
cara pencegahan penyakit ISPA.
c. Tahap Evaluasi
Tahap evaluasi adalah melakukan evaluasi mengenai 3 hal, yaitu
evaluasi sumber daya, evaluasi proses, evaluasi hasil. Berikut ini akan
dijelaskan mengenai hasil evaluasi masing-masing aspek.
1. Evaluasi sumber daya
Evaluasi sumber daya meliputi evaluasi terhadap 5 M yaitu
man, money, metode, material, machine.
a. Man.
Secara keseluruhan sumber daya dalam pelaksanaan
diskusi sudah termasuk baik karena narasumber memiliki
pengetahuan yang cukup memadai mengenai materi yang
disampaikan.
b. Money
Sumber dana juga cukup untuk menunjang terlaksananya
diskusi termasuk untuk menyiapkan sarana dan prasarana.
c. Metode
Metode penyuluhan yang digunakan adalah melalui
pemberian materi secara lisan dan tulisan dengan pembagian
leaflet serta dilakukan diskusi. Evaluasi pada metode ini
termasuk cukup baik dan sasaran penyuluhan tertarik untuk
mengikuti dan mendengarkan penjelasan narasumber.


d. Material
Materi yang diberikan pada penyuluhan telah
dipersiapkan dengan baik, materi penyuluhan diperoleh dari
buku ilmu kesehatan anak, ilmu gizi serta artikel-artikel yang
berkaitan dengan ISPA.
2. Evaluasi proses
Evaluasi terhadap proses disini adalah terhadap proses
pelaksanaan diskusi. Diskusi yang dijadwalkan pada Hari Rabu,
15 Februari 2012 pukul 09.30 WIB sesuai dengan waktu yang
sudah dijadwalkan. Proses diskusi berlangsung kurang lebih 60
menit, meliputi penjelasan mengenai pengisian kuisioner 10
menit, pengisian kuisioner 20 menit, dan sesi penyuluhan ISPA
serta tanya jawab selama 40 menit. Antusiasme peserta
penyuluhan dinilai cukup. Hal ini dilihat dari antusias peserta
pada saat diskusi yang dinilai cukup aktif. Peserta yang hadir
terdiri atas ibu-ibu yang menbawa balitanya ke Pos VI Desa
Karangnanas. Secara kuantitatif, peserta yang hadir 100%. Secara
keseluruhan pelaksanaan diskusi berlangsung baik.
B. Kesimpulan Dan Saran
a. Kesimpulan
1. Terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok,
penggunaan tungku kayu tanpa cerobong asap, usia, dan perilaku
tidak menutup mulut saat bersin atau batuk dengan angka kejadian
ISPA di Desa Karangnanas Kecamatan Sokaraja.
2. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara status imunisasi,
status gizi, pemberian vitamin A, waktu pemberian MP-ASI,
kepadatan hunian kamar, ventilasi, BBLR, dan penggunaan obat
nyamuk bakar dengan kejadian ISPA di Desa Karangnanas
Kecamatan Sokaraja.


b. Saran
Perilaku hidup bersih dan sehat di Desa Karangnanas perlu
ditingkatkan agar angka kejadian ISPA dapat diturunkan.




Daftar Pustaka

Depkes, 2000. Informasi Tentang ISPA pada Anak Balita. Jakarta: Pusat
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat.
Depkes, 2002. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut
Untuk Penanggulangan Pneumonia Pada Balita. Jakarta: Depkes.
Depkes, 2009. Pneumonia, Penyebab Utama Kematian Balita. [Online] Available
at: http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/410-
pneumonia-penyebab-kematian-utama-balita.html [Accessed 6 Februari
2012].
Hoffman, J., Mason, E., Schulze, G. & Tan, T., 2003. Streptococcus Pnemoniae
Infections in the Neonate. Article Pediatrics, 112(15), p.1095.
Kusmiyati & Muis, F., 2001. Pengaruh Gizi terhadap Daya Tahan Tubuh.
Majalah Medik Indonesiana, 36(3).
Permatasari, C.A.E., 2009. Faktor Risiko Kejadian Gejala ISPA Ringan pada
Baduta di Kelurahan Rangkapan Jaya Baru Kota Depok Tahun 2008.
Pudjiadi, S., 2000. Ilmu Gizi klinis pada Anak. 4th ed. Jakarta: Gaya Baru Press.
Rasmaliah, 2004. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dan
Penanggulangannya. USU Digital Library.
WHO, 2007. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang Cenderung Epidemi
dan Pandemi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan.
Wiwoho, S., 2005. Bayi Berat Lahir Rendah Sebagai Salah Satu Faktor Risiko
Infeksi Saluran Pernafasan Akut Pada Bayi. Semarang, 2005. UNDIP.







Lampiran

A. Analisis Univariat
1. ISPA
ISPA

Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Ya 23 46.9 46.9 46.9
Tidak 26 53.1 53.1 100.0
Total 49 100.0 100.0


2. Imunisasi
Lengkap = Sesuai KMS, disesuaikan dengan usia anak

Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Ya 40 81.6 81.6 81.6
Tidak 9 18.4 18.4 100.0
Total 49 100.0 100.0


3. Usia
Usia

Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid <= 12 Bulan 18 36.7 36.7 36.7
> 12 Bulan 31 63.3 63.3 100.0
Total 49 100.0 100.0



4. Vitamin A dengan ISPA
Jika Anak Sudah > 6 Bulan

Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Ya 47 95.9 95.9 95.9
Tidak 2 4.1 4.1 100.0
Total 49 100.0 100.0





5. Gizi
Gizi

Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Baik 46 93.9 93.9 93.9
Kurang 3 6.1 6.1 100.0
Total 49 100.0 100.0


6. MP-ASI
MP_ASI

Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid < 6 Bulan 25 51.0 51.0 51.0
> 6 Bulan 24 49.0 49.0 100.0
Total 49 100.0 100.0


7. BBLR
BBLR

Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Ya 14 28.6 28.6 28.6
Tidak 35 71.4 71.4 100.0
Total 49 100.0 100.0


8. Anggota keluarga yang merokok dalam rumah
Anggota Keluarga Yang Merokok Di Dalam Rumah

Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Ya 25 51.0 51.0 51.0
Tidak 24 49.0 49.0 100.0
Total 49 100.0 100.0


9. Penggunaan tungku kayu bakar tanpa cerobong asap

Penggunaan Tungku Kayu Bakar Tanpa Cerobong Asap

Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Ya 37 75.5 75.5 75.5
Tidak 12 24.5 24.5 100.0
Total 49 100.0 100.0

10. Penggunaan obat nyamuk bakar
Penggunaan_Obat_Nyamuk_Bakar

Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Ya 37 75.5 75.5 75.5
Tidak 12 24.5 24.5 100.0
Total 49 100.0 100.0


11. Luas ventilasi dibandingkan dengan luas ruangan
Luas Ventilasi Dibantingkan Dengan Luas Ruangan

Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid < 10% 29 59.2 59.2 59.2
>= 10% 20 40.8 40.8 100.0
Total 49 100.0 100.0


12. Penghuni kamar
Penghuni Kamar

Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid <=2 6 12.2 12.2 12.2
>2 43 87.8 87.8 100.0
Total 49 100.0 100.0


13. Perilaku menutup mulut saat bersin atau batuk
Perilaku_Menutup_Mulut_Saat_Bersin_atau_Batuk

Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Ya 32 65.3 65.3 65.3
Tidak 17 34.7 34.7 100.0
Total 49 100.0 100.0











B. Analisis Bivariat

1. Imunisasi dengan ISPA

Lengkap = Sesuai KMS, disesuaikan dengan usia anak * ISPA Crosstabulation

ISPA
Total

Ya Tidak
Lengkap = Sesuai KMS,
disesuaikan dengan
usia anak
Ya Count 19 21 40
Expected Count 18.8 21.2 40.0
Tidak Count 4 5 9
Expected Count 4.2 4.8 9.0
Total Count 23 26 49
Expected Count 23.0 26.0 49.0


Chi-Square Tests

Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-
Square
.028
a
1 .868

Continuity
Correction
b

.000 1 1.000

Likelihood Ratio .028 1 .868

Fisher's Exact
Test

1.000 .582
N of Valid Cases 49

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,22.
b. Computed only for a 2x2 table

2. Usia dengan ISPA
Usia * ISPA Crosstabulation

ISPA
Total

Ya Tidak
Usia <= 12 Bulan Count 12 6 18
Expected Count 8.4 9.6 18.0
> 12 Bulan Count 11 20 31
Expected Count 14.6 16.4 31.0
Total Count 23 26 49
Expected Count 23.0 26.0 49.0





Chi-Square Tests

Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 4.446
a
1 .035

Continuity Correction
b
3.282 1 .070

Likelihood Ratio 4.506 1 .034

Fisher's Exact Test

.043 .035
N of Valid Cases 49

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,45.
b. Computed only for a 2x2 table

3. Vitamin A dengan ISPA
Crosstab

ISPA
Total

Ya Tidak
Jika Anak Sudah > 6
Bulan
Ya Count 23 24 47
Expected Count 22.1 24.9 47.0
Tidak Count 0 2 2
Expected Count .9 1.1 2.0
Total Count 23 26 49
Expected Count 23.0 26.0 49.0


Chi-Square Tests

Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 1.845
a
1 .174

Continuity Correction
b
.403 1 .526

Likelihood Ratio 2.610 1 .106

Fisher's Exact Test

.491 .276
N of Valid Cases 49

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,94.
b. Computed only for a 2x2 table









4. Gizi dengan ISPA
Crosstab
ISPA
Total

Ya Tidak
Gizi Baik Count 20 26 46
Expected Count 21.6 24.4 46.0
Kurang Count 3 0 3
Expected Count 1.4 1.6 3.0
Total Count 23 26 49
Expected Count 23.0 26.0 49.0


Chi-Square Tests

Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 3.612
a
1 .057

Continuity Correction
b
1.700 1 .192

Likelihood Ratio 4.760 1 .029

Fisher's Exact Test

.096 .096
N of Valid Cases 49

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,41.
b. Computed only for a 2x2 table

5. MP_ASI dengan ISPA
Crosstab
ISPA
Total

Ya Tidak
MP_A
SI
< 6 Bulan Count 15 10 25
Expected Count 11.7 13.3 25.0
> 6 Bulan Count 8 16 24
Expected Count 11.3 12.7 24.0
Total Count 23 26 49
Expected Count 23.0 26.0 49.0








Chi-Square Tests

Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-
Square
3.496
a
1 .062

Continuity
Correction
b

2.507 1 .113

Likelihood Ratio 3.541 1 .060

Fisher's Exact Test

.088 .056
N of Valid Cases 49

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11,27.
b. Computed only for a 2x2 table

6. BBLR dengan ISPA
Crosstab

ISPA
Total

Ya Tidak
BB
LR
Ya Count 9 5 14
Expected Count 6.6 7.4 14.0
Tidak Count 14 21 35
Expected Count 16.4 18.6 35.0
Total Count 23 26 49
Expected Count 23.0 26.0 49.0


Chi-Square Tests

Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-
Square
2.368
a
1 .124

Continuity
Correction
b

1.493 1 .222

Likelihood Ratio 2.385 1 .123

Fisher's Exact Test

.205 .111
N of Valid Cases 49

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,57.
b. Computed only for a 2x2 table









7. Anggota keluarga yang merokok dengan ISPA
Crosstab
ISPA
Total

Ya Tidak
Anggota Keluarga Yang
Merokok Di Dalam
Rumah
Ya Count 22 3 25
Expected Count 11.7 13.3 25.0
Tidak Count 1 23 24
Expected Count 11.3 12.7 24.0
Total Count 23 26 49
Expected Count 23.0 26.0 49.0


Chi-Square Tests

Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 34.553
a
1 .000

Continuity Correction
b
31.269 1 .000

Likelihood Ratio 41.085 1 .000

Fisher's Exact Test

.000 .000
N of Valid Cases 49

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11,27.
b. Computed only for a 2x2 table

8. Penggunaan tungku kayu bakar tanpa cerobong asap dengan ISPA
Crosstab

ISPA
Total

Ya Tidak
Penggunaan Tungku
Kayu Bakar Tanpa
Cerobong Asap
Ya Count 22 15 37
Expected Count 17.4 19.6 37.0
Tidak Count 1 11 12
Expected Count 5.6 6.4 12.0
Total Count 23 26 49
Expected Count 23.0 26.0 49.0








Chi-Square Tests

Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 9.510
a
1 .002

Continuity Correction
b
7.568 1 .006

Likelihood Ratio 10.900 1 .001

Fisher's Exact Test

.002 .002
N of Valid Cases 49

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,63.
b. Computed only for a 2x2 table

9. Penggunaan obat nyamuk bakar dengan ISPA
Crosstab

ISPA
Total

Ya Tidak
Penggunaan_Obat_Nyam
uk_Bakar
Ya Count 20 17 37
Expected Count 17.4 19.6 37.0
Tidak Count 3 9 12
Expected Count 5.6 6.4 12.0
Total Count 23 26 49
Expected Count 23.0 26.0 49.0


Chi-Square Tests

Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 3.071
a
1 .080

Continuity Correction
b
2.015 1 .156

Likelihood Ratio 3.199 1 .074

Fisher's Exact Test

.104 .077
N of Valid Cases 49

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,63.
b. Computed only for a 2x2 table









10. Luas ventilasi dibandingkan dengna lusa ruangan dengan ispa
Crosstab
ISPA
Total

Ya Tidak
Luas Ventilasi
Dibantingkan Dengan
Luas Ruangan
< 10% Count 16 13 29
Expected Count 13.6 15.4 29.0
>= 10% Count 7 13 20
Expected Count 9.4 10.6 20.0
Total Count 23 26 49
Expected Count 23.0 26.0 49.0


Chi-Square Tests

Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 1.934
a
1 .164

Continuity Correction
b
1.209 1 .272

Likelihood Ratio 1.955 1 .162

Fisher's Exact Test

.245 .136
N of Valid Cases 49

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,39.
b. Computed only for a 2x2 table

11. Jumlah penghuni kamar dengan ISPA
Crosstab

ISPA
Total

Ya Tidak
Penghuni Kamar <=2 Count 3 3 6
Expected Count 2.8 3.2 6.0
>2 Count 20 23 43
Expected Count 20.2 22.8 43.0
Total Count 23 26 49
Expected Count 23.0 26.0 49.0








Chi-Square Tests

Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-
Square
.026
a
1 .873

Continuity
Correction
b

.000 1 1.000

Likelihood Ratio .026 1 .873

Fisher's Exact Test

1.000 .605
N of Valid Cases 49

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,82.
b. Computed only for a 2x2 table

12. Perilaku menutup mulut saat bersin atau batuk dengan ISPA
Crosstab

ISPA
Total

Ya Tidak
Perilaku_Menutup_Mul
ut_Saat_Bersin_atau_B
atuk
Ya Count 11 21 32
Expected Count 15.0 17.0 32.0
Tidak Count 12 5 17
Expected Count 8.0 9.0 17.0
Total Count 23 26 49
Expected Count 23.0 26.0 49.0


Chi-Square Tests

Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-
Square
5.846
a
1 .016

Continuity
Correction
b

4.482 1 .034

Likelihood Ratio 5.964 1 .015

Fisher's Exact Test

.020 .017
N of Valid Cases 49

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,98.
b. Computed only for a 2x2 table





C. Analisis Multivariat
Variables in the Equation
























B S.E. Wald df Sig. Exp(B) 95,0% C.I.for EXP(B)
Lower Upper Lower Upper Lower Upper Lower Upper
Step
1(a)
Usia(1)
-,645 1,159 ,310 1 ,578 ,525 ,054 5,087
Merokok(1)
-4,952 1,365 13,153 1 ,000 ,007 ,000 ,103
Penggunaan_Tungku_Kay
u(1)
-,215 1,725 ,015 1 ,901 ,807 ,027 23,703
Perilaku_Menutup_Mulut_S
aat_Bersin_atau_Batuk(1)
1,652 1,304 1,606 1 ,205 5,218 ,405 67,151
Constant
2,389 1,766 1,830 1 ,176 10,906
Step
2(a)
Usia(1)
-,681 1,121 ,369 1 ,543 ,506 ,056 4,553
Merokok(1)
-5,012 1,288 15,131 1 ,000 ,007 ,001 ,083
Perilaku_Menutup_Mulut_S
aat_Bersin_atau_Batuk(1)
1,697 1,257 1,823 1 ,177 5,459 ,465 64,136
Constant
2,234 1,219 3,355 1 ,067 9,333
Step
3(a)
Merokok(1)
-5,158 1,275 16,357 1 ,000 ,006 ,000 ,070
Perilaku_Menutup_Mulut_S
aat_Bersin_atau_Batuk(1)
1,595 1,247 1,635 1 ,201 4,927 ,428 56,747
Constant
2,107 1,197 3,096 1 ,079 8,221
Step
4(a)
Merokok(1)
-5,128 1,193 18,489 1 ,000 ,006 ,001 ,061
Constant
3,135 1,022 9,422 1 ,002 23,000
D. Dokumentasi

Gambar 1. Kegiatan pengisisan informed consent dan kuesioner

Gambar 2. Kegiatan pengisisan informed consent dan kuesioner





Gambar 3. Kegiatan Penyuluhan ISPA



Gambar 4. Kegiatan Penimbangan Balita

You might also like