FAKTOR RISIKO YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI DESA KARANGNANAS KECAMATAN SOKARAJA
Preceptor Fakultas : dr. Diah Krisnansari, M.Si Preceptor Lapangan : dr. Sugeng Rahadi
Disusun Oleh : Melan Mulyana G1A211030 Nur Rakhman Pratama G1A211036
KEPANITERAAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT JURUSAN KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN FEBRUARI 2012 HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN KEPANITERAAN KEDOKTERAN KOMUNITAS Community Health Assesment
FAKTOR RISIKO YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI DESA KARANGNANAS KECAMATAN SOKARAJA
Disusun untuk memenuhi sebagian syarat dari Kepaniteraan Ilmu kedokteran Komunitas/ Ilmu Kesehatan Masyarakat Jurusan Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman
Disusun Oleh : Melan Mulyana G1A211030 Nur Rakhman Pratama G1A211036
Telah diperiksa, disetujui dan disahkan: Hari : Tanggal : Februari 2012
Preseptor Lapangan Tanda tangan dan stempel institusi
dr. Sugeng Rahadi NIP. 196010281 198912 1 001 Preseptor Fakultas Tanda Tangan
dr. Diah Krisnansari, M.Si NIP. 19770202 200501 2 001 I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penyakit menular masih merupakan salah satu masalah di bidang kesehatan di Indonesia. Salah satu penyakit menular dengan angka prevalensi yang masih tinggi adalah ISPA. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan yang ada di negara berkembang dan negara maju. Hal ini disebabkan karena masih tingginya angka kesakitan dan angka kematian karena ISPA khususnya pnemonia, terutama pada bayi dan balita. Di amerika pnemonia menempati peringkat keenam dari semua penyebab kematian dan peringkat pertama dari seluruh penyakit infeksi. Di Spanyol angka kematian akibat pnemonia mencapai 25% sedangkan di Inggris dan Amerika sekitar 12% atau 25-30 per 100.000 penduduk. Sedangkan untuk angka kematian akibat ISPA dan pnemonia pada tahun1999 untuk negara Jepang yaitu 10%, Singapura sebesar 10,6%, Thailand sebesar 4,1%, Brunei sebesar 3,2% dan Philipina sebesar11,1% (Permatasari, 2009). World Health Organization (WHO) memperkirakan insidensi Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20% pertahun pada golongan usia balita. Menurut WHO 13 juta anak balita di dunia meninggal setiap tahun dan sebagian besar kematian tersebut terdapat di negara berkembang dan ISPA merupakan salah satu penyebab utama kematian dengan membunuh 4 juta anak balita setiap tahun (WHO, 2007). Di Indonesia, ISPA masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama terutama pada bayi (0-11 bulan) dan balita (1-4 tahun). Diperkirakan angka kejadian ISPA pada balita di Indonesia yaitu sebesar 10-20%. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), penyakit ISPA pada tahun 1986 berada di urutan keempat (12,4%) sebagai penyebab kematian bayi. Sedangkan pada tahun 1992 dan 1995 menjadi penyebab kematian bayi yang utama yaitu 37,7% dan 33,5%. Hasil SKRT pada tahun 1998 juga menunjukkan bahwa penyakit ISPA merupakan penyebab kematian utama pada bayi (36%) dan hasil SKRT pada tahun 2001 menunjukkan bahwa prevalensi tinggi ISPA yaitu sebesar 39% pada bayi dan 42% pada balita (Depkes, 2000). Berdasarkan hasil laporan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun 2007, prevalensi ISPA sekitar 25,5% dengan prevalensi tertinggi terjadi pada bayi dua tahun (>35%). Di Jawa Barat kejadian ISPA berada di angka 24,73%, untuk daerah Jawa Tengah sebesar 29,08%. Angka kematian (mortalitas) pada bayi 23,8%, dan balita 15,5%. ISPA cenderung terjadi lebih tinggi pada kelompok dengan pendidikan dan tingkat pengeluaran rumah tangga yang rendah. ISPA merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien di sarana kesehatan yaitu sebanyak 40% - 60% kunjungan berobat di Puskesmas dan 15% - 30% kunjungan berobat di bagian rawat jalan dan rawat inap rumah sakit (Depkes, 2009). Kejadian ISPA dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu sosio- ekonomi (pendapatan, perumahan, pendidikan orang tua), status gizi, tingkat pengetahuan ibu dan faktor lingkungan (kualitas udara). Sedangkan menurut depkes disebutkan bahwa faktor penyebab ISPA pada balita adalah berat badan bayi rendah (BBLR), status gizi buruk, imunisasi yang tidak lengkap, kepadatan tempat tinggal dan lingkungan fisik (Permatasari, 2009). Data Puskesmas I Sokaraja menunjukkan bahwa ISPA merupakan penyakit yang menempati peringkat pertama dari sepuluh pola penyakit di wilayah kerja Puskesmas I Sokaraja. Pada tahun 2011 bulan Januari hingga Desember tercatat sebanyak 5917 orang menderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dengan rincian 2894 kasus terjadi pada balita dan 3023 terjadi pada penduduk usia 5 tahun ke atas. Insidensi kasus terbanyak pada balita adalah di Desa Karangnanas sebanyak 552 kasus, diikuti oleh Desa Sokaraja Kulon sebanyak 335 kasus, Desa Sokaraja Tengah sebanyak 314 kasus, Desa Sokaraja Wetan sebanyak 309 kasus, Desa Sokaraja Kidul sebanyak 264 kasus, Desa Wiradadi sebanyak 264 kasus, Desa Pamijen sebanyak 241 kasus, Desa Karang Kedawung sebanyak 229 kasus, Desa Kali Kidang sebanyak 211 kasus dan Desa Karang Rau sebanyak 215 kasus. Kasus yang ditemukan di Desa Karangnanas tertinggi dari 10 desa lainnya. Sebagian besar kasus ISPA adalah balita. Tingginya angka kejadian ISPA pada balita di Desa Karangnanas berkaitan dengan faktor resiko yang ada. Hubungan faktor risiko yang ada dengan kejadian ISPA di Desa Karangnanas belum pernah diteliti sehingga peneliti tertarik untuk mengkaji faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Karangnanas.
B. Tujuan 1. Tujuan umum Mengetahui faktor-faktor risiko penyebab terjadinya ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas I Sokaraja, Desa Karangnanas, Kecamatan Sokaraja, Kabupaten Banyumas. 2. Tujuan khusus a. Mengetahui angka kejadian ISPA di Desa Karangnanas Kecamatan Sokaraja b. Mengetahui hubungan pencemaran udara dalam rumah, ventilasi rumah, status gizi, kepadatan hunian rumah, imunisasi, vitamin A, umur anak, pemberian MP-ASI, berat badan lahir, status gizi, dan perilaku keluarga angka kejadian ISPA di Desa Karangnanas Kecamatan Sokaraja
C. Manfaat 1. Manfaat Teoritis Menambah ilmu dan wawasan pengetahuan di bidang kesehatan dalam mencegah penyakit ISPA yang sering muncul di masyarakat. 2. Manfaat Praktis Sebagai sumber informasi untuk melakukan tindakan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif dalam upaya menurunkan angka kejadian penyakit ISPA di Desa Karangnanas Kecamatan Sokaraja
3. Manfaat bagi masyarakat Meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai penyakit ISPA dan cara untuk mencegah penyakit tersebut
II. ANALISIS SITUASI
A. Kecamatan Sokaraja 1. Keadaan Geografi Puskesmas I Sokaraja berada di wilayah Kecamatan Sokaraja. Wilayah Puskesmas I Sokaraja meliputi 10 desa dari sejumlah 18 desa yang ada di kecamatan Sokaraja. Luas wilayah Kecamatan Sokaraja 29,92 Km 2
dengan ketinggian dari permukaan laut berkisar antara 140-600 m. Wilayah Kecamatan Sokaraja dibatasi oleh : Sebelah Utara : Kembaran Sebelah Selatan : Kecamatan Kalibagor Sebelah Timur : Kabupaten Purbalingga Sebelah Barat : Kecamatan Purwokerto Timur Penggunaan lahan di wilayah Kecamatan Sokaraja dapat dirinci sebagai berikut : Tanah sawah : 3.129,871 Ha Tanah pekarangan : 1.317,227 Ha Tanah perkebunan : 733.752 Ha Kolam : 28.484 Ha Lain-lain : 73 Ha 2. Keadaan Demografi a. Pertumbuhan Penduduk Berdasarkan data dari kecamatan sokaraja pada akhir tahun 2010, jumlah penduduk di wilayah Puskesmas I Sokaraja sebanyak 48.594 jiwa yang terdiri dari 24.031 laki-laki (49,45%) dan 24.563 perempuan (50,55%) tergabung dalam 12.317 rumah tangga / KK. Jumlah penduduk tertinggi di Desa Karangnanas sebesar 6.804 jiwa sedangkan terendah di Desa Karang Kedawung sebesar 2.694 jiwa.
b. Jumlah Penduduk Menurut Golongan Umur Jumlah penduduk di wilayah Puskesmas I Sokaraja berdasarkan golongan umur dan jenis kelamin pada tahun 2010 dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.1. Jumlah Penduduk Menurut Golongan Umur Di Wilayah Puskesmas I Sokaraja Tahun 2010
Jika dilihat dari jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur pada table di atas, maka jumlah penduduk dalam kelompok umur 15-19 tahun adalah tertinggi yaitu sebesar 5.147 jiwa atau sebesar 10,59%. c. Kepadatan Penduduk Penduduk di wilayah Puskesmas I Sokaraja adalah bervariasi kepadatannya. Desa terpadat penduduknya adalah Desa Wiradadi dengan tingkat kepadatan sebesar 6.367 jiwa setiap kilometer persegi, sedangkan yang tingkat kepadatannya paling rendah adalah Desa Karang Kedawung yaitu sebesar 1.662 jiwa setiap kilometer persegi d. Keadaan Sosial Ekonomi 1. Tingkat pendidikan Data pendidikan penduduk di Wilayah Puskesmas I Sokaraja dapat dilihat pada tabel 1.2.
Tabel 2.2. Data Pendidikan Penduduk Puskesmas I Sokaraja Tahun 2010 (10 Tahun Ke Atas) No Jenis Pendidikan Desa 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 1 Tidak Sekolah 2 Belum Tamat SD 565 2880 1959 2313 1384 1169 1332 771 1113 1073 3 Tamat SD/MI 913 1966 1250 1544 885 1183 2357 1452 1425 978 4 Tamat SMP/MTS 350 799 378 398 306 1148 1347 859 784 515 5 Tamat SMU/SLTA 639 546 353 258 305 1271 1427 1074 7969 335 6 Diploma 99 51 33 14 29 145 137 88 90 94 7 Universitas 81 55 51 16 32 146 142 99 89 45 Sumber: Data Sekunder Puskesmas I Sokaraja 2010
Berdasarkan data yang ada di kecamatan Sokaraja, jumlah penduduk yang berusia 10 tahun ke atas mengikuti pendidikan di Wilayah Kecamatan Sokaraja yang termasuk wilayah kerja Puskesmas I Sokaraja sebanyak 44.780 orang; meliputi penduduk yang tamat SD sebanyak 14.603 (31,61 %), yang tamat SMP sebanyak 6.884 (15,37%), sedang yang tamat SMU sebanyak 7.004 (15,64%) tingkat perguruan tinggi sebanyak 1.538 (3.43%) sedangkan yang tidak atau belum tamat SD adalah 14.751 (32,94%). 3. Pencapaian Program Kesehatan Pembangunan kesehatan di Kabupaten Banyumas pada umumnya, dan di wilayah Puskesmas I Sokaraja hususnya di arahkan pada masih rendahnya derajat kesehatan, status gizi dan kesejahteraan sosial. Maka pembangunan kesehatan diarahkan dalam upaya perbaikan kesehatan masyarakat melalui perbaikan gizi, kebersihan lingkungan, pemberantasan penyakit menular, penyediaan air bersih serta pelayanan kesehatan ibu dan anak. Pembangunan kesehatan di wilayah Puskesmas I Sokaraja yang telah dilaksanakan sampai saat ini sebagian besar dapat dikatakan berhasil yang ditandai dengan menurunnya angka kematian bayi, angka kematian ibu serta makin sadarnya masyarakat Sokaraja akan arti pentingnya perilakuk hidup bersih dan sehat (PHBS). Hasil-hasil yang dicapai pada pembangunan kesehatan di wilayah Puskesmas I Sokaraja dapat dilihat dari indikator indikator di bidang derajat kesehatan perilaku masyarakat, kesehatan lingkungan serta pelayanan kesehatan. A. Derajat Kesehatan Masyarakat 1. Penyakit menular dini a. Demam Berdarah Dengue (DBD) Jumlah kasus DBD yang ditemukan di wilayah Puskesmas I Sokaraja sebanyak 20 kasus, sedangkan pada tahun 2009 kasus DBD yang ditemukan di wilayah Puskesmas I Sokaraja adalah sebanyak 73 kasus, dan pada tahun 2010 sebanyak 20 kasus, dengan demikian maka terjadi penurunnan kasus. i. Penderita DBD yang ditangani Jumlah penderita DBD yang ditangani di wilayah Puskesmas I Sokaraja adalah sebanyak 20 kasus atau sebesar 100%. Target IS 2010 adalah 100% ii. Angka kematian DBD (CFR) Kematian karena DBD di wilayah Puskesmas I Sokaraja adalah 0, sedangkan target Indonesia Sehat 2010 adalah 0%. b. Malaria i. Malaria positif Tidak ditemukan kasus malaria posotif di wilayah Puskesmas I Sokaraja tahun 2010 dan tahun 2011. Sedangkan kasus malaria positif tahun 2009 adalah sebanyak 1 kasus. Dengan demikian terjadi penurunan kasus. ii. Malaria klinis Pada tahun 2011 ditemukan 4 kasus. Sedangkan jumlah kasus malaria klinis yang ditemukan di wilayah Puskesmas I Sokaraja pada tahun 2009 adalah sebanyak 8 kasus atau sebesar 16 per 100.000 penduuduk. Sedangkan pada tahun 2008 adalah sebanyak 6 kasus. iii. Penderita malaria yanng diobati Jika ada kasus malaria maka akan diobati secara tuntas. c. TB paru Jumlah kasus penderita TB paru Positif di wilayah Puskesmas I Sokaraja pada tahun 2011 sebanyak 81 kasus. Sedangkan jumlah kasus penderita TB paru pada tahun 2010 adalah sebanyak 47 kasus. Dengan demikian terjadi peningkatan kasus penderita tuberkulosis. Adapun terget penemuan baru TB paru dengan BTA positif adalah 80% dari perkiraan jumlah penderita TB paru BTA postif yaitu sebanyak 115/100.000X49,594 = 56 kasus. Dengan demikian bila dibandingkan dengan target IS 2009 maka CDR untuk Puskesmas I Sokaraja = 83,9% sudah memenuhi target penemuan hal ini karena masih makin maksimal nya pelaksanaan program p2 TB paru, khususnya karena semakin dioptimalkannya jejaring P2 TB paru untuk dapat meningkatkan jangkauan penemuan penderita TB paru positif khususnya dengan bidan desa dan yang lain. d. Hepatitis Kasus Hepatitis tidak ditemukan di wilayah Puskesmas I Sokaraja pada tahun 2011. e. Infeksi Saluran pernafasan Akut (ISPA) Jumlah kasus ISPA yang ditemukan di wilayah Puskesmas I Sokaraja tahun 2011 sebanyak 5917 kasus, dengan rincian 1894 kasus terjadi pada balita dan 3023 terjadi pada anak di atas 5 tahun sampai orang tua. Insidensi kasus terbanyak pada balita adalah di Desa Karangnanas sebanyak 552 kasus, diikuti oleh Desa Sokaraja Kulon sebanyak 335 kasus, Desa Sokaraja Tengah sebanyak 314 kasus, Desa Sokaraja Wetan sebanyak 309 kasus, Desa Sokaraja Kidul sebanyak 264 kasus, Desa Wiradadi sebanyak 264 kasus, Desa Pamijen sebanyak 241 kasus, Desa Karang Kedawung sebanyak 229 kasus, Desa Kali Kidang sebanyak 211 kasus dan Desa Karang Rau sebanyak 215 kasus. Kasus yang ditemukan di Desa Karangnanas tertinggi dari 10 desa lainnya. Sebagian besar kasus ISPA adalah balita. f. Diare Jumlah kasus diare yang ditemukan di wilayah Puskesmas I Sokaraja pada tahun 2011 sebanyak 1059 kasus. B. Angka Kematian 1. Angka Kematian Bayi Jumlah bayi lahir mati di wilayah Puskesmas I Sokaraja pada tahun 2010 adalah 1 bayi, sedangkan jumlah bayi lahir mati pada tahun 2009 sebanyak 66 bayi. Hal ini berarti terjadi penurunan, sedangkan target IS 2010 sebesar 40 per 1.000 kelahiran hidup. Jumlah bayi lahir hidup pada tahun 2010 sebanyak 951 bayi. Sedangkan jumlah lahir hidup pada tahun 2009 sebanyak 1108 bayi ini berarti terjadi penuruan angka kelahiran sebanyak 157 bayi. 2. Angka Kematian Ibu Melahirkan Maternal Pada tahun 2010 tidak ada kematian ibu melahirkan. Jumlah angka kematian di wilayah Puskesmas I Sokaraja tahun 2009 sebanyak 1 orang atau sebesar 0,09% dari jumlah ibu yang melahirkan, ini berarti ada penurunan angka kematian ibu melahirkan. 3. Status Gizi a. Status Gizi Bayi Baru Lahir Bayi lahir hidup dengan BBLR pada tahun 2010 sebanyak 26 bayi dari 951 bayi lahir hidup. Sedangkan jumlah bayi yang lahir hidup pada tahun 2009 sebanyak 1108 dan ditemukan bayi lahir hidup dengan berat badan lahir rendah 42 bayi. Ini berarti ada penurunan yang cukup signifikan. Ini disebabkan karena adanya kesadaran akan gizi balita yang semakin meningkat. b. Status Gizi Balita Pada tahun 2010 jumlah balita yang ada di wilayah Puskesmas I Sokaraja sebanyak 4.022 balita dengan perincian sebagai berikut : 1. Balita datang ditimbang D/S Di wilayah Puskesmas I Sokaraja pada tahun 2010 balita yang ditimbang adalah sebanyak 3.053 orang atau sebesar 75,90% adapun target IS 2010 adalah 80%
2. Bailta yang baik berat badannya atau N/D Pada tahun 2010 di wilayah Puskesmas I Sokaraja balita yang naik berat badannya adalah sebanyak 2.052 orang sebesar 67,21% dari balita yang ditimbang. Sedangkan target IS 2010 adalah 80 3. Balita di bawah garis merah/BGM Di wilayah Puskesmas I Sokaraja pada tahun 2010 balita yang status gizi nya di bawah garis merah adalah sebanyak 37 orang atau sebesar 1,21%. Sedangkn target IS 2010 adalah <15%. C. Perilaku Masyarakat Perilaku masyarakat ditekankan pada peran serta masyarakat dibidang kesehatan melalui penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) baik di masyarakat maupun institusi dalam rangka penurunan angka kematian bayi, balita dan ibu serta berbagai upaya mewujudkan derajat kesehatan yang tinggi. 1. Desa yang melaksanakan PHBS Dari jumlah 12.317 rumah tangga yang ada, rumah tangga yang dipantau pada tahun 2010 sebanyak 1.963 rumah tangga yang ber PHBS strata pratama sebanyak 2 rumah tangga (1%), strata madya sebanyak 283 rumah tangga (14,42%), strata utama sebanyak 1.634 (83,24%) dan strata paripurna sebanyak 44 rumah tangga (2,24%) 2. Posyandu Di wilayah Puskesmas I Sokaraja terdapat 72 buah posyandu, adapun menurut tingkat perkembangan posyandu daat dirinci sebagai berikut : a. Posyandu Pratama Dari 72 posyandu yang ada di wilayah Puskesmas I Sokaraja terdapat 14 posyandu pratama atau sebesar 19,72 %. Sedangkan pada tahun 2009 sebanyak 31 posyandu, ini berarti terjadi penurunan posyandu pratama sebanyak 17 posyandu.
b. Posyandu Madya Dari 72 posyandu yang ada di wilayah Puskesmas I Sokaraja terdapat 33 posyandu madya atau sebesar 46,48%. Sedangkan pada tahun 2009 posyandu madya sebesar 40 posyandu. c. Posyandu Purnama Dari 72 posyandu yang ada di wilayah Puskesmas I Sokaraja terdapat 14 posyandu purnama atau sebesar 19,72 %. Sedangkan pada tahun 2009 posyandu purnama sebanyak 12 buah. Dengan demikian ada peningkatan sebanyak 2 buah posyandu. d. Posyandu Mandiri Dari 72 Posyandu yang ada di Wilayah Puskesmas Sokaraja I terdapat 10 Posyandu Mandiri atau sebesar 14,08 %. Sedangkan pada tahun 2009 Posyandu Purnama sebanyak 13 buah. Dengan demikian ada penurunan sebanyak 3 buah posyandu. D. Penduduk Yang Menggunakan Sarana Kesehatan Dari jumlah penduduk sebanyak 48.594 orang yang menggunakan Sarana Pelayanan Kesehatan di Puskesmas pada tahun 2010 adalah yang berobat rawat jalan sebanyak 23.784 kunjungan baru sedangkan kunjungan lama adalah 35.678 dari total kunjungan sebesar 63.766 orang. Sedangkan target Indonesia Sehat 2010 adalah 15 % penduduk yang menggunakan pelayanan kesehatan. Jumlah kunjungan Rawat Inap pada tahun 2010 adalah 3.878 kunjungan baru dan 433 kunjungan pasien lama. E. Kesehatan Lingkungan Keadaan lingkungan sangat berperan dalam penentuan derajat kesehatan di samping perilaku dari masyarakat itu sendiri sebagai upaya untuk meningkatkan kesehatan lingkungan masyarakat. Beberapa indikator penting yang dapat mempengaruhi kesehatan lingkungan adalah sebagai berikut :
1. Rumah dan Sarana Pendidikan a. Rumah Sehat Dari 13.667 rumah yang diperiksa ternyata yang memenuhi kriteria rumah sehat sebanyak 12.457 rumah atau sebesar 91,15 %. Sedangkan target Indonesia Sehat adalah 65 %. b. Sekolah Sehat Jumlah sekolah yang ada di wilayah Puskesmas Sokaraja I adalah sebanyak 22 buah Sekolah Dasar. Dari jumlah sekolah tersebut sebanyak 22 sekolah adalah sekolah sehat atau sebesar 100 %. Dan terdapat 4 buah SLTP serta % buah SLTA yang semuanya termasuk dalam kategori sekolah sehat atau memenuhi syarat kesehatan. 2. Tempat Umum (TUPM) dan Pengelolaan Makanan Sehat a. Hotel Jumlah hotel yang ada di Wilayah Puskesmas Sokaraja I sebanyak 2 buah. b. Restoran/Rumah Makan Jumlah restoran atau rumah makan yang ada di Wilayah Puskesmas Sokaraja I sebanyak 3 buah, sedangkan yang memenuhi syarat kesehatan sebanyak 3 buah atau 100 %. c. Pasar Jumlah pasar yang ada di Wilayah Puskesmas Sokaraja I sebanyak 2 buah dan yang memenuhi syarat kesehatan sebanyak 2 buah atau 100 %. d. TUPM lainnya Jumlah TUPM lainnya yang ada di Wilayah Puskesmas Sokaraja I sebanyak 8 buah, dan yang memenuhi syarat kesehatan adalah 8 buah atau 100 %. 3. Keluarga yang Memiliki Akses Air Bersih Pembuangan air limbah dan tinja yang tidak memenuhi syarat kesehatan dapat menyebabkan rendahnya kualitas air dan dapat menimbulkan penyakit di lingkungan masyarakat. Dari 14.079 rumah tangga yang ada di Wilayah Puskesmas Sokaraja I dan dari 5403 buah rumah yang diperiksa diperoleh jumlah keluarga yang memiliki akses air bersih sebagai berikut: a. Ledeng Dari 5403 buah rumah yang diperiksa, yang memiliki ledeng sebanyak 300 rumah atau sebesar 5,55 %. b. Sumur gali Dari 5403 buah rumah yang diperiksa, yang memiliki sumur gali sebanyak 3206 rumah atau sebesar 91,44 %. c. Kemasan Dari 5403 buah rumah yang diperiksa tidak ditemukan rumah yang memiliki air kemasan. d. Lainnya Dari 5403 buah rumah yang diperiksa akses air bersih lainnya sebanyak 0. 4. Keluarga dengan Kepemilikan Sarana Sanitasi Dasar a. Persediaan Air Bersih Pada tahun 2010 di Wilayah Puskesmas Sokaraja I jumlah yang diperiksa sebanyak 5.403 KK dari 14.079 KK yang ada dan yang mempunyai persediaan air bersih sebanyak 3.506 KK atau sebesar 64,89 %. b. Jamban Pada tahun 2010 di Wilayah Puskesmas Sokaraja I jumlah KK yang diperiksa sebanyak 5.403 dan yang mempunyai jamban sebanyak 2.403 KK atau sebesar 44,48 %. c. Tempat Sampah Pada tahun 2010 di Wilayah Puskesmas Sokaraja I jumlah KK yang diperiksa sebanyak 5.403 dan yang mempunyai tempat sampah sebanyak 4.689 KK atau sebesar 86,79 %.
d. Pengelolaan Air Limbah Pada tahun 2010 di Wilayah Puskesmas Sokaraja I jumlah KK yang diperiksa sebanyak 5.403 dan yang mempunyai pengelolaan air limbah sebanyak 1.764 KK atau sebesar 32,96 %. F. PELAYANAN KESEHATAN 1. Pelayanan Persalinan Perkiraan jumlah persalinan yang ada di Wilayah Puskesmas Sokaraja I sebanyak 1.248 persalinan, adapun persalinan pada tahun 2011 sebanyak 1201 persalinan yang semuanya ditolong oleh tenaga kesehatan (100 %). Sedangkan target Indonesia Sehat 2010 adalah 77 %. 2. Bayi yang telah diimunisasi a. BCG Bayi yang diimunisasi BCG yang dilayani di Posyandu sebanyak 1.089 bayi dari perkiraan jumlah bayi 2011 sebanyak 1.133 atau sebesar 96 % b. DPT 1 Bayi yang diimunisasi DPT 1 yang dilayani di Posyandu sebanyak 1118 bayi atau sebesar 98,7 % c. DPT 3 Bayi yang diimunisasi DPT 3 yang dilayani di Posyandu sebanyak 1.129 bayi atau 99,6 % d. Polio 4 Bayi yang diimunisasi DPT 1 yang dilayani di Posyandu sebanyak 1.021 bayi atau sebesar 90,28 % e. Campak Bayi yang diimunisasi campak yang dilayani di Posyandu sebanyak 1.151 bayi atau sebesar 104,69 %. f. Hepatitis B Bayi yang diimunisasi hepatitis B yang dilayani di Posyandu sebanyak 1.020 bayi atau sebesar 90,1 % 3. Peserta KB terhadap PUS Jumlah PUS berdasarkan data dari BAPERMASPKB Kecamatan Sokaraja untuk Wilayah Puskesmas Sokaraja 1 adalah sebanyak 9.185 PUS, sedangkan jumlah peserta KB baru sebanyak 1.185 orang atau 12,9 % dari PUS dan jumlah peserta KB aktif sebanyak 7025 atau sebesar 76,4 % dari PUS. 4. Cakupan Desa UCI Pada tahun 2011 Wilayah Puskesmas Sokaraja 1 pencapaian dsa UCI adalah 100 % secara keseluruhan. 5. Ibu Hamil yang Mendapat Pelayanan Fe 1, Fe 3, Imunisasi TT4 dan TT5 menurut Desa Pada tahun 2011 di Wilayah Puskesmas 1 Sokaraja terdapat ibu hamil sebanyak 1.248 orang dan yang mendapatkan pelayanan Fe 1 sebanyak 1.261 orang atau sebesar 93,4 % pada kunjungan pertama (KI) dan ibu hamil yang mendapatkan pelayanan TT4 sebanyak 562 atau sebesar 45,03 %. Sedangkan jumlah ibu hamil yang mendapatkan pelayanan Fe 3 sebanyak 1.186 orang atau sebesar 92,3 %. Pada kunjungan keempat (K4) dan ibu hamil yang mendapatkan pelayanan TT5 sebanyak 717 orang atau sebesar 57,45 %. 6. Bayi yang Diberi ASI Ekslusif Pada tahun 2011 di Puskesmas 1 Sokaraja terdapat 380 bayi yang berusia 0-6 bulan dan yang mendapat ASI ekslusif sebanyak 17 bayi atau sebesar 4,47 % 7. Pelayanan Kesehatan Gizi dn Mulut a. Pelayanan Dasar Gigi Pada tahun 2010 di Puskesmas 1 Sokaraja jumlah penderia dengan tumpatan gigi tetap sebanyak 195 orang dan pencabutan gigi tetap sebanyak 255 dengan demikian rasio tambal/cabut sebesar 1.10.
b. UKGS (PROM-PREV) Pada tahun 2010 di Wilayah Puskesmas 1 Sokaraja terdapat jumlah murid SD sebanyak 5.385 orang, sedangkan murid SD yang diperiksa adalah sebanyak 1.522 orang, murid SD yang perlu perawatan sebanyak 344 orang dan yang mendapat perawatan sebanyak 344 orang atau 100%. 8. KK Miskin Mendapat Pelayanan Kesehatan Pada tahun 2010 di Puskesmas 1 Sokaraja jumlah KK miskin sebanyak 20.536 orang dan keluarga yang mendapat pelayanan kesehatan sebanyak 17.290 orang atau sebesar 84%. 9. Penduduk Peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Pada tahun 2010 jumlah penduduk yang menjadi peserta jaminan pemeliharaan Kesehatan adalah sebagai berikut: a. Peserta ASKES sebanyak 2.191 orang atau sebesar 7.32%. b. Peserta Kartu Sehat sebanyak 725 orang atau 2.42%. 10. Peserta KB Aktif Menurut Jenis Kontrasepsi a. Jumlah Peserta KB Aktif 1) MKJP a) IUD Pada tahun 2011 di Puskesmas 1 Sokaraja peserta KB IUD sebanyak 964 orang atau sebesar 13,6 %. b) MOP/MOW Pada tahun 2011 di Puskesmas 1 Sokaraja peserta KB MOP/MOW sebanyak 303 orang atau sebesar 4,3 %. c) Implant Pada tahun 2011 di Puskesmas 1 Sokaraja sebanyak 505 orang atau sebesar 7,2%. 2) Non MKJP a) Suntik Pada tahun 2011 di Puskesmas 1 Sokaraja peserta KB Suntik sebanyak 4271 orang atau sebesar 60,8 %. b) Obat Vagina Pada tahun 2011 di Puskesmas 1 Sokaraja peserta KB Obat Vagina adalah 0 orang. c) Pil Pada tahun 2011 di Puskesmas 1 Sokaraja peserta KB Pil sebanyak 781 orang atau sebesar 11.11 %. d) Kondom Pada tahun 2011 di Puskesmas 1 Sokaraja sebanyak 201 orang atau sebesar 2.94 %. e) Lainnya Pada tahun 2011 di Puskesmas 1 Sokaraja pesera KB Lainnya adalah sebanyak 0 orang atau sebesar 0%. b. Jumlah Peserta KB Baru 1) MKJP a) IUD Pada tahun 2011 di Puskesmas 1 Sokaraja peserta KB IUD sebanyak 164 orang atau sebesar 13,8 %%. b) MOP/MOW Pada tahun 2011 di Puskesmas 1 Sokaraja peserta KB MOP/MOW sebanyak 25 orang atau sebesar 2,1 %. c) Implant Pada tahun 2011 di Puskesmas 1 Sokaraja sebanyak 142 orang atau sebesar 11,98 %. 2) Non MKJP a) Suntik Pada tahun 2011 di Puskesmas 1 Sokaraja peserta KB Suntik sebanyak 723 orang atau sebesar 61,1 %. b) Obat Vagina Pada tahun 2011 di Puskesmas 1 Sokaraja peserta KB Obat Vagina adalah 0 orang atau sebesar 0 %.
c) Pil Pada tahun 2011 di Puskesmas 1 Sokaraja peserta KB Pil sebanyak 340 orang atau sebesar 28,7 %. d) Kondom Pada tahun 2011 di Puskesmas 1 Sokaraja sebanyak 191 orang atau sebesar 16,1 %. e) Lainnya Pada tahun 2011 di Puskesmas 1 Sokaraja pesera KB Lainnya adalah sebanyak 0 orang atau sebesar 0%.
G. KEJADIAN KECELAKAAN LALU LINTAS 1. Jumlah Kecelakaan Pada tahun 2010 di Puskesmas 1 Sokaraja kecelakaan yang ada sebanyak 420 kejadian. 2. Jumlah Korban a. Mati Pada tahun 2010 di Puskesmas 1 Sokaraja korban meninggal karena kecelakaan sebanyak 12 orang atau sebesar 2.85 %. b. Luka Berat Pada tahun 2010 di Puskesmas 1 Sokaraja korban kecelakaan dengan luka berat sebanyak 121 orang atau sebesar 28.81 %. c. Luka Ringan Pada tahun 2010 di Puskesmas 1 Sokaraja korban kecelakaan dengan luka ringan sebanyak 287 orang atau sebesaar 68.33 %. H. KEBUTUHAN, PENGADAAN DAN KETERSEDIAAN OBAT ESENSIAL Pada tahun 2010 di Puskesmas 1 Sokaraja kebutuhan, pengadaan dan ketersediaan obat hanya terpenuhi sebesar 20.79 %. III. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN DAN PRIORITAS MASALAH
A. Daftar Permasalahan Kesehatan Yang Ada Tabel 3.1. Prevalensi 10 Penyakit Tertinggi di Wilayah Kerja Puskesmas I Sokaraja Periode Januari-Desember 2011 No Penyakit Jumlah 1 ISPA 5917 2 Diare 1059 3 Asma Bronkial 327 4 Hipertensi 314 5 Angina Pectoris 296 6 Diabetes Mellitus 272 7 Decompensatio Cordis 166 8 Tuberkulosis 81 9 Demam Berdarah Dengue 20 10 Malaria 4 Sumber: Data Sekunder Puskesmas I Sokaraja 2011
B. Penentuan Prioritas Masalah (Berdasarkan Metode Tertentu) Penentuan prioritas masalah di Kecamatan Sokaraja dengan menggunakan metode Hanlon Kuantitatif. Untuk keperluan ini digunakan 4 kelompok kriteria, yaitu: 1. Kelompok kriteria A :besarnya masalah 2. Kelompok kriteria B :kegawatan masalah, penilaian terhadap dampak, urgensi dan biaya 3. Kelompok kriteria C :kemudahan dalam penanggulangan, yaitu penilaian terhadap tingkat kesulitan penanggulangan masalah 4. Kelompok kriteria D :PEARL faktor, yaitu penilaian terhadap propriety, economic, acceptability, resources availability, legality Adapun perincian masing-masing bobot kriteria pada prioritas masalah di Puskesmas I Sokaraja adalah sebagai berikut : 1. Kriteria A (besarnya masalah) Untuk menentukan besarnya masalah kesehatan diukur dari besarnya penduduk yang terkena efek langsung. Tabel 3.2. Kriteria A, Besarnya Masalah Penyakit di Puskesmas I Sokaraja Periode Januari-Desember 2012
Masalah kesehatan Besarnya Masalah Dari Data Sekunder Puskesmas I Sokaraja (%) Nilai 0-20 (1) 21-40 (2) 41-60 (3) 61-80 (4) 81-100 (5) ISPA X 4 Diare X 1 Asma Bronkial X 1 Hipertensi X 1 Angina Pectoris X 1 Diabetes Mellitus X 1 Decompensatio Cordis 1 Tuberkulosis 1 Demam Berdarah Dengue X 1 Malaria X 1 Sumber: Data Sekunder Puskesmas I Sokaraja 2011
2. Kriteria B (kegawatan masalah) Kegawatan (paling cepat mengakibatkan kematian) 1. Tidak gawat 2. Kurang gawat 3. Cukup gawat 4. Gawat 5. Sangat gawat Urgensi (harus segera ditangani, apabila tidak ditangani dapat menyebabkan kematian) 1. Tidak urgen 2. Kurang urgen 3. Cukup urgen 4. Urgen 5. Sangat urgen Biaya (biaya penanggulangan) 1. Sangat murah 2. Murah 3. Cukup mahal 4. Mahal 5. Sangat mahal
3. Kriteria C (penanggulangan masalah) Untuk menilai kemudahan dalam penanggulangan, pertanyaan yang harus dijawab adalah apakah sumber-sumber dan teknologi yang tersedia mampu menyelesaikan masalah: makin sulit dalam penanggulangan, skor yang diberikan makin kecil. 1. Sangat sulit ditanggulangi 2. Sulit ditanggulangi 3. Cukup bisa ditanggulangi 4. Mudah ditanggulangi 5. Sangat mudah ditanggulangi Pada tahap ini dilakukan pengambilan suara dari 3 orang yang kemudian dirata-rata untuk menentukan skor, dimana skor tertinggi merupakan masalah yang paling mudah ditanggulangi.
Penetapan nilai Setelah nilai kriteria A, B, C, dan D didapatkan kemudian nilai tersebut dimasukkan ke dalam formula sebagai berikut : Nilai prioritas dasar (NPD) = (A+B) x C Nilai prioritas total (NPT) = (A+B) x C x D
Tabel 3.5. Urutan Prioritas Masalah
Masalah A B C D NPD NPT Urutan prioritas P E A R L ISPA 4 9 4 1 1 1 1 1 52 52 I Diare 1 10 3,7 1 1 1 1 1 40,7 40,7 III Asma Bronkial 1 11 3,2 1 1 1 1 1 38,4 38,4 IV Hipertensi 1 7 2 1 1 1 1 1 16 16 VIII Angina Pectoris 1 10 2 1 1 1 1 1 22 22 VII Diabetes Mellitus 1 8 1,5 1 1 1 1 1 13,5 13,5 IX Decompen satio Cordis 1 10 1 1 1 1 1 1 11 11 X Tuberkulo sis 1 7 3 1 1 1 1 1 24 24 VI Demam Berdarah Dengue 1 10 4 1 1 1 1 1 44 44 II Malaria 1 8 3 1 1 1 1 1 27 27 V
Prioritas pertama masalah diperoleh dengan nilai NPT tertinggi. Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode Hanlon kuantitatif urutan prioritas masalahnya adalah sebagai berikut : 1. ISPA 2. Demam Berdarah Dengue 3. Diare 4. Asma Bronkial 5. Malaria 6. Tuberkulosis 7. Angina Pectoris 8. Hipertensi 9. Diabetes Mellitus 10. Decompensatio Cordis
IV. KERANGKA KONSEPTUAL MASALAH
A. Dasar Teori 1. Definisi ISPA (Infeksi sluran pernapassan akut) adalah penyakit akut yang menyerang salah satu bagian dari atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli saluran bawah, termasuk jaringan adneksanya seperti sinus-sinus rongga telinga tengah dan pleura (Depkes, 2002). 2. Etiologi Bakteri adalah penyebab utama infeksi saluran pernapasan bawah, dan Streptococcus pnemoniae di banyak negara merupakan penyebab paling umum pnemonia yang didapat dari luar rumah sakit yang disebabkan oleh bakteri. Bakteri penyebab ISPA antara lain darin genus Streptokokus, Stafilokokus, Pneumokokus, Hemofillus, Bordetella dan Korinobakterium. Virus penyebAb ISPA antara lain golongan Mikosovirus, Adenovirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus. Namun demikian, patogen yang paling sering menyebabkan ISPA adalah virus, atau infeksi gabungan virus dan bakteri (WHO, 2007). 3. Epidemiologi World Health Organization (WHO) memperkirakan insidensi Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%- 20% pertahun pada golongan usia balita. Menurut WHO 13 juta anak balita di dunia meninggal setiap tahun dan sebagian besar kematian tersebut terdapat di negara berkembang dan ISPA merupakan salah satu penyebab utama kematian dengan membunuh 4 juta anak balita setiap tahun (WHO, 2007). Di Indonesia, ISPA masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama terutama pada bayi (0-11 bulan) dan balita (1-4 tahun). Diperkirakan angka kejadian ISPA pada balita di Indonesia yaitu sebesar 10-20%. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), penyakit ISPA pada tahun 1986 berada di urutan keempat (12,4%) sebagai penyebab kematian bayi. Sedangkan pada tahun 1992 dan 1995 menjadi penyebab kematian bayi yang utama yaitu 37,7% dan 33,5%. Hasil SKRT pada tahun 1998 juga menunjukkan bahwa penyakit ISPA merupakan penyebab kematian utama pada bayi (36%) dan hasil SKRT pada tahun 2001 menunjukkan bahwa prevalensi tinggi ISPA yaitu sebesar 39% pada bayi dan 42% pada balita (Depkes, 2000). Berdasarkan hasil laporan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun 2007, prevalensi ISPA sekitar 25,5% dengan prevalensi tertinggi terjadi pada bayi dua tahun (>35%). Di Jawa Barat kejadian ISPA berada di angka 24,73%, untuk daerah Jawa Tengah sebesar 29,08%. Angka kematian (mortalitas) pada bayi 23,8%, dan balita 15,5%. ISPA cenderung terjadi lebih tinggi pada kelompok dengan pendidikan dan tingkat pengeluaran rumah tangga yang rendah. ISPA merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien di sarana kesehatan yaitu sebanyak 40% - 60% kunjungan berobat di Puskesmas dan 15% - 30% kunjungan berobat di bagian rawat jalan dan rawat inap rumah sakit (Depkes, 2009). 4. Faktor risiko Menurut Depkes RI, faktor resiko terjadinya ISPA secara umum yaitu faktor lingkungan, faktor individu anak, serta faktor perilaku a. Faktor Lingkungan 1. Pencemaran Udara Dalam Rumah Kebiasaan merokok dan penggunaan tungku kayu akan menghasilkan asap dengan konsentrasi yang tinggi dan dapat merusak mekanisme pertahanan paru sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi pada rumah yang ventilasinya kurang dan dapur terletak di dalam rumah, bersatu dengan kamar tidur, ruang tempat bayi dan balita bermain (Depkes, 2002). Selain itu disebutkan bahwa, kebiasaan menggunakan obat nyamuk bakar juga dapat meningkatkan risiko kejadian ISPA (Wiwoho, 2005). 2. Ventilasi Rumah Ventilasi adalah proses penyediaan udara atau pengarahan udara ke atau dari ruangan baik secara alami maupun secara mekanis. Membuat ventilasi udara serta pencahayaan di dalam rumah sangat diperlukan karena akan mengurangi polusi asap yang ada di dalam rumah sehingga dapat mencegah seseorang menghirup asap tersebut yang lama kelamaan bisa menyebabkan terkena penyakit ISPA. Luas penghawaan atau ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% dari luas lantai (Depkes, 2002). 3. Kepadatan Hunian Kamar Kepadatan tempat tinggal yang padat dapat meningkatkan faktor polusi dalam rumah yang telah ada. Begitu juga keadaan jumlah kamar yang penghuninya lebih dari dua orang, karena bisa menghalangi proses pertukaran udara bersih sehingga menjadi penyebab terjadinya ISPA (Depkes, 2002). b. Faktor Individu Anak 1. Imunisasi Imunisasi aktif adalah usaha merangsang individu untuk membuat respon imun terhadap penyakit-penyakit infeksi, khususnya penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Program imunisasi aktif sangat efektif untuk mencegaha penyakit virus dan bakteri. Beberapa penyakit P3DI memiliki gejala yang menyerupai ISPA sehingga imunisasi merupakan usaha yang baik dalam upaya menurunkan kejadian ISPA, khususnya pnemonia. Vaksin yang diberikan kepada bayi merupakan suatu zat yang mempunyai sifat immunogenitas, yaitu suatu zat yang memberikan kemampuan membangkitkan respon imun spesifik. Kemampuan ini terdiri dari pembentukan antibodi, pembentukan imunitas seluler, atau kedua-duanya. (39) Kepentingan imunisasi BCG, DPT, campak pada balita antara lain adalah untuk memberi kekebalan kepada balita, sehingga balita tidak rentan terhadappenyakit infeksi khususnya ISPA (Wiwoho, 2005). 2. Umur Anak Insiden penyakit pernapasan oleh virus melonjak pada bayi dan usia dini pada anak-anak dan tetap menurun terhadap usia. Insiden ISPA tertinggi pada umur 6-12 bulan (Depkes, 2002). Umur diduga terkait dengan sistem kekebalan tubuhnya. Bayi dan balita merupakan kelompok yang kekebalan tubuhnya belum sempurna sehingga masih rentan terhadap berbagai penyakit infeksi (Wiwoho, 2005). 3. Pemberian Vitamin A Vitamin A diperlukan untuk mempertahankan keutuhan struktur dan fungsi epitel. Anak-anak yang mengalami kekurangan vitamin Amenunjukkan adanya perubahan histologis pada jaringan dalam saluran pernafasan serta saluran kencing dan alat reproduksi sehingga peran vitamin A sangat penting dalam sistem pertahanan tubuh terhadap penyakit infeksi, termasuk infeksi saluran pernafasan akut dan pnemonia (Pudjiadi, 2000). 4. Pemberian Makanan Pendamping ASI Eksklusif (MP-ASI) Pemberian makanan tambahan bagi bayi/balita memang dianjurkan, tetapi pemberiannya setelah bayi berusia 6 bulan. Hal ini diharapkan tidak menambah masalah dalam program ASI eksklusif. Kegagalan pemberian ASI eksklusif diduga karena pemberian makanan atau minuman pralakteal diberikan. Pada buku pedoman pemberantasan penyakit ISPA untuk penanggulangan pnemonia pada balita disebutkan bahwa pemberian makanan tambahan dini merupakan faktor risiko untuk terjadinya ISPA khususnya pnemonia (Wiwoho, 2005).
5. Berat Badan Lahir Anak-anak dengan riwayat Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) (berat bayi lahir kurang dari 2500 gram) akan mengalami lebih berat infeksi pada saluran pernapasan. Hal ini dikarenakan pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi, terutama pnemonia dan sakit saluran pernapasan lainnya (Depkes, 2002). Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Universitas Cleveland dan Fakultas Kedokteran Universitas Wastern Cleveland, USA mendapatkan bahwa ada hubungan yang kuat antara penyakit paru dengan berat bayi lahir rendah (Wiwoho, 2005). 6. Status Gizi Balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA dibandingkan balita dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh yang kurang. Penyakit infeksi sendiri akan menyebabkan balita tidak mempunyai nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan gizi. Pada keadaan gizi kurang, balita lebih mudah terserang ISPA berat bahkan serangannya lebih lama (Depkes, 2002). c. Faktor Perilaku Faktor perilaku dalam pencegahan seperti menutup mulut ketika bersin atau batuk dan penanggulangan penyakit ISPA pada bayi dan balita dalam hal ini adalah praktek penanganan ISPA di keluarga baik yang dilakukan oleh ibu ataupun oleh anggota keluarga lainnya. Peran aktif keluarga atau masyarakat dalam menangani ISPA sangat penting karena penyakit ISPA merupakan penyakit yang ada sehari- hari di dalam masyarakat atau keluarga. Hal ini perlu mendapat perhatian serius oleh kita semua karena penyakit ini banyak menyerang balita, sehingga itu balita dan anggota keluarganya yang sebagian besar dekat dengan balita mengetahui dan terampil menangani penyakit ISPA ketika anaknya sakit (Depkes, 2002). 5. Patofisiologi Timbulnya infeksi saluran pernafasan akut oleh karena masuknya agent penyakit (virus, jamur, atau bakteri) ke dalam saluran pernafasan, dan tubuh tidak mampu memberi perlawanan. Pada kondisi BBLR, kejadian ISPA akan lebih sering terjadi, karena pada kondisi BBLR kekurangan surfaktan (rasio lesitin/sfingomielin), pertumbuhan dan pengembangan paru yang belum sempurna, otot pernafasan yang masih lemah dan tulang iga yang mudah melengkung. Kondisi tersebut di atas dan rendahnya daya tahan tubuh BBLR terhadap penyakit infeksi, semakin mempermudah timbulnya penyakit infeksi saluran pernadasan akut (Hoffman et al., 2003); (Wiwoho, 2005). Pnemonia terjadi akibat ISPA yang berkembang. Agent dominan pada pnemonia adalah bakteri yang terisap ke paru melalui saluran pernafasan. Mula-mula terjadi edema karena reaksi jaringan yang mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi yaitu terjadinya sebukan sel polimorfonuklear, fibrin, eritrosit, cairan edema, dan ditemukannya kuman di alveoli. Stadium ini disebut hepatisasi merah (Wiwoho, 2005). Selanjutnya terjadi deposisi fibrin ke permukaan pleura, terdapatnya kuman dan leukosit polimorfonuklear di alveoli dan terjadinya proses fagositosis yang cepat. Stadium ini disebut stadium hepatisasi kelabu. Akhirnya jumlah sel makrofag meningkat di alveoli, sel akan degenerai dan fibrin menipis, kuman dan debris menghilang. Stadium ini disebut stadium resolusi (Wiwoho, 2005). Sistem bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena akan tetap normal. Antibiotik yang diberikan sedini mungkin dapat memutus perjalanan penyakit sehingga stadium khas yang diuraikan di atas tidak terlihat lagi. Beberapa bakteri tertentu lebih sering menimbulkan gejala atau keadaan yang berbeda-beda. Misalnya S. pnemonia bermanifestasi sebagai bercak-bercak konsolidasi merata di seluruh lapangan paru (bronkopnemonia). Sedangkan S. aureus pada neonatus/bayi kecil (BBLR) menyebabkan pnematokel/abses-abses kecil (Wiwoho, 2005). S. aureus menghasilkan berbagai toksin dan enzim seperti hemolisin, leukosin, stafilokinase dan koagulase. Toksin dan enzim ini menyebabkan nekrosis, perdarahan dan kavitasi. Koagulase berinteraksi dengan faktor plasma dan menghasilkan bahan aktif yang mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin sehingga terjadi eksudat fibrin non purulen. Terdapat korelasi antara produksi koagulase dan virulensi kuman Streptococcus yang tidak menghasilkan koagulase yang menimbulkan penyakit yang serius (Wiwoho, 2005). M. pnemoniae menimbulkan peradangan dengan gambaran beradam pada paru dan lebih sering mengenai anak usia sekolah/remaja. M. pnemoniae cenderung berkembang biak pada permukaan sel mukosa saluran nafas. Akibat terbentuknya H2O2 pada metabolismenya maka terjadi kerusakan lapisan mukosa saluran nafas. Kerusakan yang terjadi adalah deskuamasi dan ulserasi lapisan mukosa, edema dinding bronkus dan timbulnya sekret yang memenuhi saluran nafas dan alveoli. Kerusakan ini timbul dalam waktu yang relatif singkat antara 24-48 jam dan dapat terjadi pada bagian paru yang cukup luas (Wiwoho, 2005) 6. Klasifikasi Kriteria untuk menggunakan pola tatalaksana penderita ISPA adalah balita, dengan gejala batuk dan atau kerukaran bernafas,. Pola tata laksana penderita meliputi 4 bagian, yaitu pemeriksaan, penentuan ada tidaknya tanda bahaya, penentuan klasifikasi penyakit dan pengobatan/tindakan. Klasifikasi ISPA pada balita secara praktis dan sederhana dikembangkan oleh WHO yang kemudian digunakan oleh Departemen Kesehatan RI. Penggolongan dilakukan berdasarkan tingkat keparahan, melalui tanda-tanda klinis. Dalam penentuan klasifikasi tersebut dibedakan atas dua kelompok, yaitu kelompok umur 2 bulan-5 tahun dan kelompok umur <2 bulan adalah (Wiwoho, 2005). a. Untuk usia kurang dari 2 bulan i. Pnemonia berat : bila ditandai minimal satu tanda berikut ini, frekuensi pernafasan 60 kali/menit atau lebih, atau adanya penarikan yang kuat pada dinding dada sebelah bawah ke dalam. ii. Bukan pnemonia: bila tidak menunjukkan gejala/tanda peningkatanfrekuensi pernafasan dan tidak menunjukkan adanya penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (hanya merupakan ISPA, batuk pilek, common cold) b. Untuk usia 2 bulan- 5 tahun, ada tiga klasifikasi, yaitu: i. Pnemonia berat Bila disertai nafas cepat, dengan tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam waktu balita menarik nadas. Pengukuran dilakukan pada saat balita tidak dalam keadaan menangis ii. Pnemonia Bila ditandai dengan frekuensi nafas cepat, yaitu: sebanyak 50 kali/menit atau lebih untuk usia 2 bulan sampai dengan 1 tahun dan 40 kali/menit atau lebih untuk usia 1 tahun sampai 5 tahun. iii. Bukan pnemonia Bila tidak ditemukan peningkatan frekuensi pernafasan dan tidak menunjukkan adanya penarikan dinding dadabagian bawah ke dalam (ISPA biasa, batuk pilek, flu, common cold) (Wiwoho, 2005). 7. Tanda dan Gejala Klinis Pada umumnya suatu penyakit saluran pernapasan dimulai dengan keluhan-keluhan dan gejala-gejala yang ringan. Gejala-gejaqla tersebut di antaranya adalah batu, pilek, demam tanpa pernafasan cepat atau penarikan dinding dada (Wiwoho, 2005). Dalam perjalanan penyakit mungkin gejala-gejala menjadi lebih berat dan bila semakin berat dapat jatuh dalam keadaan kegagalan pernapasan dan mungkin meninggal. Bila sudah dalam kegagalan pernapasan maka dibutuhkan penatalaksanaan yang lebih rumit, meskipun demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu diusahakan agar yang ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah berat cepat-cepat ditolong dengan tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan pernapasan. Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan tanda-tanda laboratoris (Rasmaliah, 2004). Tanda-tanda klinis yaitu : 1. Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea), retraksi dinding thorak, napas cuping hidung, sianosis, suara napas lemah atau hilang, grunting expiratoir dan wheezing. 2. Pada sistem cardial adalah: takakirdia, bradikardi, hipertensi, hipotensi dan cardiac arrest.. 3. Pada sistem serebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung, papil bendung, kejang dan koma. 4. Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak. Tanda-tanda laboratoris yaitu : 1. Hipoksemia 2. Hiperkapnia 3. Asidosis (metabolik dan atau respiratorik) Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun adalah: tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk, sedangkan tanda bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2 bulan adalah: kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun ampai kurang dari setengah volume yang biasa diminumnya), kejang, kesadaran menurun, stridor, wheezing, demam dan dingin (Rasmaliah, 2004). 8. Pencegahan Pencegahan dapat dilakukan dengan menjaga keadaan gizi agar tetap baik, imunisasi, menjaga kebersihan prorangan dan lingkungan, mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA (Rasmaliah, 2004).
B. Skema Kerangka Konseptual dari Faktor Penyebab Masalah
Gambar 4.1. Kerangka Konsep
C. Hipotesis Kebiasaan merokok, penggunaan tungku kayu, penggunaan obat nyamuk bakar, ventilasi rumah, kepadatan hunian kamar, usia, status imunisasi, vitamin A, status gizi, waktu pemberian MP-ASI, berat badan lahir rendah, status gizi, dan perilaku menutup mulut saat batuk atau bersin mempengaruhi angka kejadian ISPA.
1. Kebiasaan merokok 2. Penggunaan tungku kayu 3. Penggunaan obat nyamuk bakar 4. Usia 5. Ventilasi rumah 6. Kepadatan hunian kamar 7. Status Imunisasi 8. Vitamin A 9. Status gizi 10. Waktu Pemberian MP-ASI 11. Berat Badan Lahir rendah 12. Perilaku menutup mulut saat batuk atau bersin
ISPA V. METODE PENELITIAN
I. Desain Penelitian Desain penelitian yang direncanakan adalah studi observasional analitik dengan metode cross sectional.
II. Populasi dan Sampel 1. Populasi Penelitian a. Populasi Target Populasi target pada penelitian ini adalah ibu-ibu yang mempunyai anak balita di Desa Karangnanas Kecamatan Sokaraja b. Populasi Terjangkau Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah ibu-ibu yang mempunyai anak balita di Posyandu VI Desa Karangnanas Kecamatan Sokaraja. 2. Subjek Penelitian Responden diambil dengan menggunakan metode total sampling yaitu ibu-ibu yang mempunyai anak balita yang datang ke posyandu VI Desa Karangnanas Kecamatan Sokaraja pada Hari Rabu tanggal 15 Februari 2012
III. Variabel Penelitian 1. Variabel Terikat Kejadian ISPA 2. Variabel Bebas Variabel yang diteliti meliputi kebiasaan merokok, penggunaan tungku kayu, penggunaan obat nyamuk bakar, ventilasi rumah, kepadatan hunian kamar, usia, status imunisasi, vitamin A, status gizi, waktu pemberian MP-ASI, berat badan lahir rendah, status gizi, dan perilaku menutup mulut saat batuk atau bersin. IV. Definisi Operasional 1. Variabel terikat a. Definisi ISPA Kejadian ISPA adalah infeksi saluran pernafasan yang ditandai dengan batu, pilek, dan demam. Data diperoleh dengan cara wawancara dengan ibu dan atau orang yang merawat bayi yang dilakukan oleh pewawancara. Balita dikatakan menderita ISPA jika selama satu bulan terakhir balita tersebut sakit ISPA. b. Kriteria Ya dan tidak c. Alat ukur Kuisioner d. Skala Nominal 2. Variabel Bebas a. Kebiasaan Merokok Adalah kebiasaan anggota keluarga merokok di dalam rumah yang ditempati responden tanpa melihat frekuensi, jumlah dan jenis rokok yang dikonsumsi setiap hari. Alat ukur adalah kuesioner. Skala pengukuran nominal. Kriteria variabel adalah ya dan tidak. b. Penggunaan Tungku Kayu Adalah kebiasaan menggunakan tungku kayu untuk memasak di dalam rumah yang ditempati responden dan asap pembakaran yang dihasilkan tidak dikeluarkan melalui cerobong asap. Alat ukur adalah kuesioner. Skala pengukuran nominal. Kriteria variabel adalah ya dan tidak. c. Penggunaan Obat Nyamuk Bakar Adalah kebiasaan menggunakan obat nyamuk bakar di dalam rumah yang ditempati responden. Alat ukur adalah kuesioner. Skala pengukuran nominal. Kriteria variabel adalah ya dan tidak
d. Ventilasi Adalah ubang angin yang difungsikan sebagai untuk pertukaran udara dan masuknya cahaya matahari ke dalam rumah. Cara pengukuran diperoleh dari hasil wawancara yaitu dengan cara membandingkan luas ventilasi dengan luas ruangan. Alat ukur adalah kuesioner. Skala pengukuran rasio, untuk keperluan analisis dikategorikan menjadi : Baik : 10% Buruk : < 10% e. Kepadatan Hunian Kamar Adalah jumlah anggota keluarga yang menempati tiap kamar lebih dari 2 orang dalam rumah yang dihuni oleh responden. Alat ukur adalah kuesioner. Skala pengukuran adalah nominal. Kriteria variabel adalah ya dan tidak. f. Usia Adalah usia balita saat terkena ISPA. Alat ukur adalah kuesioner. Skala pengukuran adalah nominal. Kriteria variabel adalah 12 Bulan dan > 12 bulan. g. Imunisasi Adalah jenis imunisasi yang sudah didapat sampai dengan saat dilakukan pengamatan. Imunisasi minimal yang sudah diberikan adalah BCG, DPT, dan campak. Alat ukur adalah kuesioner. Skala pengukuran adalah nominal. Kriteria variabel adalah ya dan tidak. h. Pemberian Vitamin A Adalah pemberian vitamin A dalam bentuk suplemen yang diberikan pada bayi/balita. Alat ukur adalah kuesioner. Skala pengukuran adalah nominal. Kriteria variabel adalah ya dan tidak. i. Status Gizi Adalah status gizi balita pada saat dilakukan wawancara dan dilihat berdasarkan KMS. Alat ukur adalah kuesioner. Skala pengukuran adalah ordinal. Kriteria variabel adalah baik, kurang, dan lebih. j. Waktu Pemberian MP-ASI Adalah waktu pemberian makanan tambahan selain ASI. Alat ukur adalah kuesioner. Skala pengukuran adalah nominal. Kriteria variabel adalah 6 bulan dan > 6 bulan. k. Berat Badan Lahir Rendah Adalah berat bayi lahir yang kurang dari 2500 gram. Alat ukur adalah kuesioner. Skala pengukuran adalah kategorikal. Kriteria variabel adalah ya dan tidak. l. Perilaku Menutup Mulut Saat Batuk Adalah perilaku menutup mulut anggota keluarga ketika batuk atau bersin. Skala pengukuran adalah nominal. Kriteria variabel adalah ya dan tidak.
V. Instrumen Pengambilan Data (Kuesioner) Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dan merupakan jenis data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya. Kuesioner dan observasi langsung digunakan untuk mengetahui faktor faktor individu. Pertanyaan yang terdapat pada kuesioner meliputi faktor lingkungan rumah, faktor individu anak, faktor perilaku, serta kejadian ISPA.
VI. Analisis Data Analisis dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat yang terdapat dalam hipotesis penelitian. Uji statistik yang digunakan adalah chi square test. Jika expected count yang < 5 lebih dari 20%, maka dilakukan uji fisher. Analisis multivariate yang digunakan untuk mengetahui faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian ISPA adalah regresi logistik. Analisis ini menggunakan alat bantu program kompter SPSS 17. Uji analisis bivariat yang digunakan dapat dilihat pada tabel 5.1.
Tabel 5.1. Uji analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian ISPA No Analisis Uji yang digunakan 1 Hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian ISPA Chi Square 2 Hubungan antara penggunaan tungku kayu tanpa cerobong asap dengan kejadian ISPA Chi Square 3 Hubungan antara penggunaan obat nyamuk bakar dengan kejadian ISPA Chi Square 4 Hubungan antara usia dengan kejadian ISPA Chi Square 5 Hubungan antara ventilasi rumah dengan kejadian ISPA Chi Square 6 Hubungan antara kepadatan hunian kamar dengan kejadian ISPA Fisher 7 Hubungan antara status imunisasi dengan kejadian ISPA Fisher 8 Hubungan antara pemberian vitamin A dengan kejadian ISPA Fisher 9 Hubungan antara status gizi dengan kejadian ISPA Fisher 10 Hubungan antara waktu pemberian MP-ASI dengan kejadian ISPA Chi Square 11 Hubungan antara berat Badan Lahir Rendah dengan kejadian ISPA Chi Square 12 Hubungan antara perilaku menutup mulut saat batuk atau bersin dengan kejadian ISPA Chi Square
VII. HASIL DAN ANALISIS PENYEBAB MASALAH
A. Karakteristik sampel Penelitian dilakukan di Posyandu Posyandu VI RT 04 Desa Karangnanas Kecamatan Sokaraja pada hari Rabu, 15 Februari 2012. Penelitian ini dilakukan dengan cara mendata jumlah balita dan selanjutnya dilakukan wawancara pada kegiatan posyandu. Sebelum dilakukan wawancara, responden diminta untuk mengisi lembar informed consent penelitian. Responden yang datang sebanyak 49 orang. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan distribusi responden penelitian yang dapat dilihat pada Tabel 6.1 Tabel. 6.1. Distribusi Responden NO Variabel F (%) 1 ISPA Ya 23 46,9 Tidak 26 53,1 2 Imunisasi Sesuai Ketentuan (KMS) Ya 40 81,6 Tidak 9 18,4 3 Usia Balita 12 Bulan 18 36,7 > 12 Bulan 31 63,3 4 Pemberian Vitamin A Ya 47 95,9 Tidak 2 4,1 5 Status Gizi Baik 46 93,9 Kurang Lebih 3 0 6,1 0 6 Waktu pemberian MP-ASI 6 Bulan 25 51 > 6 Bulan 24 49 7 BBLR Ya 14 28,6 Tidak 35 71,4 8 Merokok Ya 25 51 Tidak 24 49 9 Penggunaan Tungku Bakar Tanpa Cerobong Asap Ya 37 75,5 Tidak 12 24,5 10 Penggunaan Obat Nyamuk Bakar Ya 37 75,5 Tidak 12 24,5 11 Luas Ventilasi < 10 % 29 59,2 10 % 20 40,8 12 Penghuni Kamar 2 orang 6 12,2 > 2 orang 43 87,8 13 Menutup Mulut Ketika Bersin atau Batuk Ya 32 65,3 Tidak 17 34,7 Jumlah Responden 49 100
Berdasarkan tabel 6.1 didapatkan bahwa kejadian ISPA di RT 04 Desa Karangnanas sebesar 46,9% dari jumlah balita yang ada. Balita yang sudah mendapatkan imunisasi sesuai dengan ketentuan adalah sebesar 81,6%. Balita yang ada kebanyakan berusia > 12 bulan, yaitu sebanyak 31 orang atau 63,3% dan hampir semuanya sudah pernah mendapatkan vitamin A yaitu sebesar 95,9%. Dilihat dari Kartu Menuju Sehat, kebanyakan status gizi balita adalah baik yaitu sebesar 93,9%. Pemberian makanan selain ASI pada usia kurang dari 6 bulan masih banyak terdapat di RT 04, yaitu sebanyak 51%. Berat bayi lahir kebanyakan lebih dari 2500 gram, yaitu sebesar 71,4%. Anggota keluarga yang merokok di dalam rumah balita masih banyak, yaitu sekitar 51%, begitu juga dengan responden yang menggunakan tungku kayu tanpa cerobong asap dan menggunakan obat nyamuk bakar, yaitu masing-masing sekitar 75,5%. Luas ventilasi kebanyakan < 10% dari luas ruangan, dan mayoritas di setiap rumah responden dihuni oleh lebih dari 2 orang. Sebanyak 32 responden atau sekitar 65,3% mengakui bahwa ketika ada anggota keluarganya jarang menutup mulut ketika batuk atau bersin.
B. Analisis Bivariat Analisis bivariat yang digunakan pada penelitian adalah uji hipotesis Chi-square dengan alternatifnya adalah uji fisher. Analisis ini untuk melihat ada tidaknya hubungan antara variabel bebas yaitu kebiasaan merokok, penggunaan tungku kayu, penggunaan obat nyamuk bakar, ventilasi rumah, kepadatan hunian kamar, usia, status imunisasi, vitamin A, status gizi, waktu pemberian MP-ASI, berat badan lahir rendah, status gizi, dan perilaku menutup mulut saat batuk atau bersin dengan variabel terikat yaitu kejadian ISPA pada balita. Dari hasil analisis didapatkan hasil hubungan faktor risiko ISPA pada balita dengan kejadian ISPA yang dapat dilihat pada Tabel 6.2 Tabel 6.2 Hubungan Faktor Risiko ISPA pada Balita dengan Kejadian ISPA Balita di Desa Karangnanas Kecamatan Sokaraja
Faktor Risiko P Status imunisasi 1,000 Usia Balita 0,035 Pemberian Vitamin A 0,491 Status Gizi 0,096 Waktu Pemberian MP-ASI 0,062 BBLR 0,124 Kebiasaan merokok 0,000 Penggunaan tungku kayu tanpa cerobong asap 0,002 Penggunaan obat nyamuk bakar 0,080 Luas ventilasi 0,164 Kepadatan hunian kamar 1,000 Perilaku tidak menutup mulut saat bersin atau batuk 0,016 Keterangan: p : nilai signifikansi
Berdasarkan hasil uji hipotesis fisher, hubungan antara status imunisasi dan kejadian ISPA, didapatkan nilai p = 1,000 (p > 0,05) atau probabilitas di atas 0,05. Didapatkan kesimpulan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status imunisasi dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Karangnanas Kecamatan Sokaraja. Berdasarkan analisis statistik dengan menggunakan uji hipotesis Chi square, hubungan antara usia dengan kejadian ISPA didapatkan p = 0,035 (p < 0,05). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara usia dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Karangnanas Kecamatan Sokaraja. Berdasarkan hasil uji hipotesis Fisher, hubungan antara pemberian vitamin A dengan kejadian ISPA, didapatkan nilai p = 0,491 dimana p > 0,05 atau probabilitas di atas 0,05. Didapatkan kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pemberian vitamin A dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Karangnanas Kecamatan Sokaraja. Berdasarkan analisis statistik dengan menggunakan uji hipotesis fisher, hubungan antara status gizi dengan kejadian ISPA didapatkan p = 0,096 (p > 0,05), dengan demikian dapat dikatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi kejadian ISPA pada balita di Desa Karangnanas Kecamatan Sokaraja. Berdasarkan analisis statistik dengan menggunakan uji hipotesis Chi square, hubungan antara pemberian makanan selain ASI pada usia kurang dari 6 bulan dengan kejadian ISPA didapatkan p = 0,062 (p > 0,05), dengan demikian dapat dikatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pemberian makanan selain ASI pada usia kurang dari 6 bulan dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Karangnanas Kecamatan Sokaraja. Berdasarkan hasil uji hipotesis Chi-square, hubungan antara BBLR dengan kejadian ISPA, didapatkan nilai p = 0,124, dimana p > 0,05 atau probabilitas di atas 0,05. Didapatkan kesimpulan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara BBLR dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Karangnanas Kecamatan Sokaraja. Berdasarkan hasil uji hipotesis Chi-square, hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian ISPA, didapatkan nilai p = 0,000, dimana p < 0,05 atau probabilitas di bawah 0,05. Didapatkan kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok kejadian ISPA pada balita di Desa Karangnanas Kecamatan Sokaraja. Berdasarkan analisis statistik dengan menggunakan uji hipotesis Chi square, hubungan antara penggunaan tungku kayu tanpa cerobong asap dengan kejadian ISPA didapatkan p = 0,002 (p < 0,05), dengan demikian dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara penggunaan tungku kayu tanpa cerobong asap dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Karangnanas Kecamatan Sokaraja. Berdasarkan analisis statistik dengan menggunakan uji hipotesis Chi square, hubungan antara penggunaan obat nyamuk bakar dengan kejadian ISPA didapatkan p = 0,080 (p > 0,05), dengan demikian dapat dikatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara penggunaan obat nyamuk bakar dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Karangnanas Kecamatan Sokaraja. Berdasarkan analisis statistik dengan menggunakan uji hipotesis Chi square, hubungan antara luas ventilasi dengan kejadian ISPA didapatkan p = 0,164 (p > 0,05), dengan demikian dapat dikatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara luas ventilasi dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Karangnanas Kecamatan Sokaraja. Berdasarkan analisis statistik dengan menggunakan uji hipotesis fisher, hubungan antara kepadatan hunian kamar dengan kejadian ISPA didapatkan p = 1,000 (p > 0,05), dengan demikian dapat dikatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kepadatan hunian rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Karangnanas Kecamatan Sokaraja. Berdasarkan analisis statistik dengan menggunakan uji hipotesis Chi square, hubungan antara perilaku tidak menutup mulut saat bersin atau batuk dengan kejadian ISPA didapatkan p = 0,016 (p < 0,05), dengan demikian dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku tidak menutup mulut saat bersin atau batuk dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Karangnanas Kecamatan Sokaraja.
C. Analisis Multivariat Berdasarkan hasil dari analisis bivariat didapatkan variabel yang berpengaruh terhadap kejadian ISPA adalah usia, penggunaan tungku kayu tanpa cerobong asap, dan kebiasaan merokok. Untuk mengetahui variabel mana yang lebih berpengaruh, dilakukan analisis multivariate yang dapat dilihat dari Tabel 6.3 Tabel 6.3 Analisis Multivariat B S.E. Wald Sig. Exp(B) 95,0% C.I.for EXP(B) Lower Upper Lower Lower Upper Lower Upper
Step 4(a) Mero- kok(1) -5,128 1,193 18,489 ,000 ,006 ,001 ,061 Cons- tant 3,135 1,022 9,422 ,002 23,000 Berdasarkan analisis multivariat dengan regresi logistik didapatkan hasil bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian ISPA di Desa Karangnanas Kecamatan Sokaraja adalah kebiasaan merokok dengan signifikansi 0,002.
D. Kesimpulan Penyebab Utama Masalah Diantara dua belas faktor risiko yang diteliti terdapat tiga faktor risiko yang berpengaruh terhadap terjadinya ISPA. Signifikansi hubungan dapat dilihat pada nilai p value dari setiap variabel. Berdasarkan hasil penelitian, faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi kejadian ISPA adalah : a. Usia (p=0,035) b. Kebiasaan merokok aggota keluarga (p=0,000) c. Penggunaan tungku kayu tanpa cerobong asap (p=0,002) d. Perilaku tidak menutup mulut saat batuk atau bersin (p=0,016) Sedangkan, faktor-faktor yang tidak secara signifikan berhubungan dengan kejadian ISPA adalah : a. Status imunisasi (p=1,000) b. Pemberian vitamin A (p=0,491) c. Status gizi (p=0,096) d. Pemberian MP-ASI pada usia kurang dari 6 bulan (p=0,062) e. BBLR (p=0,124) f. Luas ventilasi (p=0,164) g. Penggunaan obat nyamuk bakar (p=0,080) h. Kepadatan hunian rumah (p=1,000) Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa masih cukup banyak rumah masyarakat yang kurang memenuhi kriteria rumah sehat dan masyarakat belum optimal melakukan PHBS (perilaku hidup bersih dan sehat) yang mempengaruhi kejadian ISPA. Kebiasaan merokok dan penggunaan tungku kayu akan menghasilkan asap dengan konsentrasi yang tinggi dan dapat merusak mekanisme pertahanan paru sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi pada rumah yang ventilasinya kurang dan dapur terletak di dalam rumah, bersatu dengan kamar tidur, ruang tempat bayi dan balita bermain (Depkes, 2002). Selain itu disebutkan bahwa, kebiasaan menggunakan obat nyamuk bakar juga dapat meningkatkan risiko kejadian ISPA (Wiwoho, 2005). Faktor perilaku dalam pencegahan seperti menutup mulut ketika bersin atau batuk dan penanggulangan penyakit ISPA pada bayi dan balita dalam hal ini adalah praktek penanganan ISPA di keluarga baik yang dilakukan oleh ibu ataupun oleh anggota keluarga lainnya. Peran aktif keluarga atau masyarakat dalam menangani ISPA sangat penting karena penyakit ISPA merupakan penyakit yang ada sehari-hari di dalam masyarakat atau keluarga. Hal ini perlu mendapat perhatian serius oleh kita semua karena penyakit ini banyak menyerang balita, sehingga itu balita dan anggota keluarganya yang sebagian besar dekat dengan balita mengetahui dan terampil menangani penyakit ISPA ketika anaknya sakit (Depkes, 2002).
VIII. ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH
A. Penyusunan Alternatif Pemecahan Masalah yang dapat dijadikan referensi adalah sebagai berikut : 1. Memberi penyuluhan dan leaflet kepada ibu-ibu yang mempunyai balita mengenai ISPA, penyebab ISPA, tanda dan gejala ISPA, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian ISPA, dan cara mencegah penyakit ISPA 2. Pembagian poster tentang ISPA. 3. Penyuluhan ISPA kepada kader-kader posyandu
B. Penentuan Alternatif Terpilih dengan Menentukan Prioritas Pemecahan Masalah Alternatif pemecahan masalah yang telah disusun tersebut tidak semua dapat dilaksanakan, oleh karena harus memperhitungkan berbagai kemampuan yang meliputi sarana, dana, dan waktu yang terbatas. Penentuan prioritas masalah ini dilakukan dengan metode Reinke. Metode ini menggunakan dua kriteria yaitu efektifitas dan efisiensi jalan keluar. Efektifitas jalan keluar meliputi besarnya masalah yang dapat diatasi, pentingnya jalan keluar dan sensitivitas jalan keluar, sedangkan efisiensi jalan keluar dikaitkan dengan biaya yang diperlukan untuk melakukan jalan keluar. Kriteria efektifitas jalan keluar meliputi: a. M (besarnya masalah yang dapat diatasi) : 1. Masalah yang dapat diatasi sangat kecil 2. Masalah yang dapat diatasi kecil 3. Masalah yang dapat diatasi cukup besar 4. Masalah yang dapat diatasi besar 5. Masalah yang dapat diatasi sangat besar
b. I (pentingnya jalan keluar) yang dikaitkan dengan kelanggengan selesainya masalah : 1. Sangat tidak langgeng 2. Tidak langgeng 3. Cukup langgeng 4. Langgeng 5. Sangat langgeng c. V (sensitivitas jalan keluar yang dikaitkan dengan kecepatan penyelesaian masalah) : 1. Penyelesaian masalah sangat lambat 2. Penyelesaian masalah lambat 3. Penyelesaian cukup cepat 4. Penyelesaian masalah cepat 5. Penyelesaian masalah sangat cepat Kriteria efeisiensi jalan keluar yang dikaitkan dengan biaya yang dikeluarkan dalam menyelesaikan masalah (C) : 1. Biaya sangat murah 2. Biaya murah 3. Biaya cukup mahal 4. Biaya mahal 5. Biaya sangat mahal Prioritas pemecahan masalah pada kasus ISPA di Desa Karangnanas, Kecamatan Sokaraja dengan menggunakan metode Reinke dapat dilihat pada tabel 7.1
Tabel 7.1. Prioritas pemecahan masalah dengan menggunakan metode Reinke No Daftar alternatif jalan keluar Efektifitas Efisiensi M x I x V C
Urutan prioritas masalah M I V C 1. Memberikan penyuluhan dan leaflet mengenai ISPA 4 4 4 4 14 I 2. Pembagian poster tentang ISPA. 1 3 2 5 1,2 III 3 Penyuluhan ISPA kepada kader-kader posyandu 3 3 3 3 9 II
Berdasarkan hasil perhitungan analisis prioritas pemecahan masalah dengan menggunakan metode Reinke diperoleh prioritas pemecahan masalah, yaitu memberikan penyuluhan dan leaflet kepada ibu-ibu yang mempunyai balita di Desa Karangnanas Kecamatan Sokaraja mengenai ISPA, penyebab ISPA, tanda dan gejala ISPA, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian ISPA, dan cara mencegah penyakit ISPA
IX. RENCANA KEGIATAN (PLAN OF ACTION)
A. Latar Belakang Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai ISPA dan cara mengatasinya menjadi alasan atas adanya kegiatan penyuluhan tentang ISPA dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian ISPA. Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan, diketahui bahwa perilaku masyarakat masih kurang menunjukkan perilaku hidup sehat terutama pada keluarga yang mempunyai anak balita. ISPA merupakan salah satu penyakit yang banyak diderita oleh sebagian besar balita di Desa Karangnanas Kecamatan Sokaraja. Oleh karena itu, kegiatan penyuluhan dirasakan sangat penting untuk memberikan pengetahuan kepada ibu-ibu yang mempunyai balita di RT 04 Desa Karangnanas Kecamatan Sokaraja mengenai ISPA, tanda dan gejala ISPA, cara pencegahannya, dan faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA khususnya kebiasaan merokok yang menjadi faktor yang paling berperan terhadap kejadian ISPA di Desa Karangnanas Kecamatan Sokaraja.
B. Tujuan Meningkatkan pengetahuan warga Desa Karangnanas mengenai ISPA, tanda dan gejala ISPA, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian ISPA, dan cara mencegah penyakit ISPA.
C. Bentuk Kegiatan (Termasuk Materi Kegiatan) Penyuluhan dan pembagian leaflet mengenai ISPA, tanda dan gejala penyakit ISPA, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian ISPA, dan cara mencegah penyakit ISPA.
D. Sasaran Ibu-ibu Posyandu IV Desa Karangnanas Kecamatan Sokaraja sebanyak 49 orang. E. Pelaksanaan (Waktu dan Tempat) a. Waktua : Rabu, 15 Februari 2012 pukul 09.30 WIB b. Tempat : Posyandu VI Desa Karangnanas
F. Anggaran Pembuatan leaflet = Rp 20.000,00 Penggandaan soal pre dan post test = Rp. 40.000,00 Pembelian alat tulis = Rp 12.000,00 Lain-lain = Rp 20.000,00 Total = Rp 92.000,00
G. Evaluasi 1. Formatif a. Mengevaluasi kesesuaian antara pemecahan masalah dengan masalah yang ada. Berdasarkan hasil analisis masalah ternyata masyarakat Desa Karangnanas khususnya yang mempunyai balita masih berperilaku tidak sehat, seperti kebiasaan merokok di rumah sehingga berpengaruh terhadap kejadian ISPA di desa tersebut. Oleh sebab itu metode penyuluhan merupakan metode yang cukup tepat untuk memberi pengetahuan dan merubah perilaku masyarakat tersebut. b. Anggaran kegiatan Anggaran kegiatan yang digunakan dan perinciannya dalam pelaksanaan kegiatan adalah : Pembuatan leaflet = Rp 20.000,00 Penggandaan soal pre dan post test = Rp. 30.000,00 Pembelian alat tulis = Rp 12.000,00 Lain-lain = Rp 20.000,00 Total = Rp 82.000,00 Dengan demikian terdapat sisa penggunaan anggaran dana. Terjadi ketidaksesuaian rencana anggaran dengan saat pelaksanaan kegiatan
2. Promotif Mengevaluasi pelaksanaan program yang meliputi : a. Waktu pelaksanaan kegiatan Pelaksanaan kegiatan berjalan tepat waktu sesuai dengan jadwal yang sudah dibuat yaitu pukul 09.30 WIB. b. Jumlah peserta yang ditargetkan Jumlah peserta yang hadir dengan yang ditargetkan mengalami kesesuian. Jumlah peserta yang hadir sebanyak 49 orang.
X. PELAKSANAAN DAN EVALUASI KEGIATAN
A. Evaluasi Hasil Pelaksanaan 1. Pelaksanaan Kegiatan Intervensi kesehatan yang dilakukan adalah penyuluhan dan pemberian leaflet mengenai ISPA, tanda dan gejala ISPA, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian ISPA, dan cara mencegahnya pada ibu-ibu yang mempunyai balita. Penyuluhan yang dilakukan diharapkan dapat mengatasi masalah-masalah yang berkaitan dengan tingginya angka kejadian ISPA di Desa Karangnanas. Pelaksanaan kegiatan penyuluhan dilaksanakan melalui 3 tahap yaitu : a. Tahap Persiapan 1) Materi. Materi yang disiapkan adalah materi tentang pengertian ISPA, penyebab ISPA, tanda dan gejala ISPA, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian ISPA, dan cara pencegahan penyakit ISPA. 2) Sarana : Sarana yang dipersiapkan berupa alat tulis, dan leaflet. b. Tahap pelaksanaan 1) Judul Kegiatan : Penyuluhan Tentang ISPA dan Pentingnya Mengetahui Faktor-Faktor Yang Berperan Terhadap Kejadian ISPA. 2) Hari/Tanggal : Rabu, 15 Februari 2012, Pukul: 09.30 WIB 3) Tempat : Posyandu VI Desa Karangnanas Kecamatan Sokaraja 4) Penanggungjawab :dr. Sugeng Rahadi (selaku Kepala Puskesmas I Sokaraja) 5) Pembimbing : Bidan Rina (selaku Bidan Pembina Desa Karangnanas) 6) Pelaksana : Dokter Muda UNSOED (Melan Mulyana dan Nur Rakhman Pratama) 7) Peserta : Ibu-ibu Posyandu VI dan kader RT 04 Desa Karangnanas. 8) Penyampaian materi : Penyampaian materi dilakukan dengan lisan dan tulisan untuk menjelaskan tentang pengertian ISPA, penyebab ISPA, tanda dan gejala ISPA, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian ISPA dan cara pencegahan penyakit ISPA. c. Tahap Evaluasi Tahap evaluasi adalah melakukan evaluasi mengenai 3 hal, yaitu evaluasi sumber daya, evaluasi proses, evaluasi hasil. Berikut ini akan dijelaskan mengenai hasil evaluasi masing-masing aspek. 1. Evaluasi sumber daya Evaluasi sumber daya meliputi evaluasi terhadap 5 M yaitu man, money, metode, material, machine. a. Man. Secara keseluruhan sumber daya dalam pelaksanaan diskusi sudah termasuk baik karena narasumber memiliki pengetahuan yang cukup memadai mengenai materi yang disampaikan. b. Money Sumber dana juga cukup untuk menunjang terlaksananya diskusi termasuk untuk menyiapkan sarana dan prasarana. c. Metode Metode penyuluhan yang digunakan adalah melalui pemberian materi secara lisan dan tulisan dengan pembagian leaflet serta dilakukan diskusi. Evaluasi pada metode ini termasuk cukup baik dan sasaran penyuluhan tertarik untuk mengikuti dan mendengarkan penjelasan narasumber.
d. Material Materi yang diberikan pada penyuluhan telah dipersiapkan dengan baik, materi penyuluhan diperoleh dari buku ilmu kesehatan anak, ilmu gizi serta artikel-artikel yang berkaitan dengan ISPA. 2. Evaluasi proses Evaluasi terhadap proses disini adalah terhadap proses pelaksanaan diskusi. Diskusi yang dijadwalkan pada Hari Rabu, 15 Februari 2012 pukul 09.30 WIB sesuai dengan waktu yang sudah dijadwalkan. Proses diskusi berlangsung kurang lebih 60 menit, meliputi penjelasan mengenai pengisian kuisioner 10 menit, pengisian kuisioner 20 menit, dan sesi penyuluhan ISPA serta tanya jawab selama 40 menit. Antusiasme peserta penyuluhan dinilai cukup. Hal ini dilihat dari antusias peserta pada saat diskusi yang dinilai cukup aktif. Peserta yang hadir terdiri atas ibu-ibu yang menbawa balitanya ke Pos VI Desa Karangnanas. Secara kuantitatif, peserta yang hadir 100%. Secara keseluruhan pelaksanaan diskusi berlangsung baik. B. Kesimpulan Dan Saran a. Kesimpulan 1. Terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok, penggunaan tungku kayu tanpa cerobong asap, usia, dan perilaku tidak menutup mulut saat bersin atau batuk dengan angka kejadian ISPA di Desa Karangnanas Kecamatan Sokaraja. 2. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara status imunisasi, status gizi, pemberian vitamin A, waktu pemberian MP-ASI, kepadatan hunian kamar, ventilasi, BBLR, dan penggunaan obat nyamuk bakar dengan kejadian ISPA di Desa Karangnanas Kecamatan Sokaraja.
b. Saran Perilaku hidup bersih dan sehat di Desa Karangnanas perlu ditingkatkan agar angka kejadian ISPA dapat diturunkan.
Daftar Pustaka
Depkes, 2000. Informasi Tentang ISPA pada Anak Balita. Jakarta: Pusat Penyuluhan Kesehatan Masyarakat. Depkes, 2002. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut Untuk Penanggulangan Pneumonia Pada Balita. Jakarta: Depkes. Depkes, 2009. Pneumonia, Penyebab Utama Kematian Balita. [Online] Available at: http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/410- pneumonia-penyebab-kematian-utama-balita.html [Accessed 6 Februari 2012]. Hoffman, J., Mason, E., Schulze, G. & Tan, T., 2003. Streptococcus Pnemoniae Infections in the Neonate. Article Pediatrics, 112(15), p.1095. Kusmiyati & Muis, F., 2001. Pengaruh Gizi terhadap Daya Tahan Tubuh. Majalah Medik Indonesiana, 36(3). Permatasari, C.A.E., 2009. Faktor Risiko Kejadian Gejala ISPA Ringan pada Baduta di Kelurahan Rangkapan Jaya Baru Kota Depok Tahun 2008. Pudjiadi, S., 2000. Ilmu Gizi klinis pada Anak. 4th ed. Jakarta: Gaya Baru Press. Rasmaliah, 2004. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dan Penanggulangannya. USU Digital Library. WHO, 2007. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang Cenderung Epidemi dan Pandemi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Wiwoho, S., 2005. Bayi Berat Lahir Rendah Sebagai Salah Satu Faktor Risiko Infeksi Saluran Pernafasan Akut Pada Bayi. Semarang, 2005. UNDIP.
Lampiran
A. Analisis Univariat 1. ISPA ISPA
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Ya 23 46.9 46.9 46.9 Tidak 26 53.1 53.1 100.0 Total 49 100.0 100.0
2. Imunisasi Lengkap = Sesuai KMS, disesuaikan dengan usia anak
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Ya 40 81.6 81.6 81.6 Tidak 9 18.4 18.4 100.0 Total 49 100.0 100.0
3. Usia Usia
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid <= 12 Bulan 18 36.7 36.7 36.7 > 12 Bulan 31 63.3 63.3 100.0 Total 49 100.0 100.0
4. Vitamin A dengan ISPA Jika Anak Sudah > 6 Bulan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Ya 47 95.9 95.9 95.9 Tidak 2 4.1 4.1 100.0 Total 49 100.0 100.0
5. Gizi Gizi
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Baik 46 93.9 93.9 93.9 Kurang 3 6.1 6.1 100.0 Total 49 100.0 100.0
6. MP-ASI MP_ASI
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid < 6 Bulan 25 51.0 51.0 51.0 > 6 Bulan 24 49.0 49.0 100.0 Total 49 100.0 100.0
7. BBLR BBLR
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Ya 14 28.6 28.6 28.6 Tidak 35 71.4 71.4 100.0 Total 49 100.0 100.0
8. Anggota keluarga yang merokok dalam rumah Anggota Keluarga Yang Merokok Di Dalam Rumah
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Ya 25 51.0 51.0 51.0 Tidak 24 49.0 49.0 100.0 Total 49 100.0 100.0
9. Penggunaan tungku kayu bakar tanpa cerobong asap
Penggunaan Tungku Kayu Bakar Tanpa Cerobong Asap
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Ya 37 75.5 75.5 75.5 Tidak 12 24.5 24.5 100.0 Total 49 100.0 100.0
10. Penggunaan obat nyamuk bakar Penggunaan_Obat_Nyamuk_Bakar
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Ya 37 75.5 75.5 75.5 Tidak 12 24.5 24.5 100.0 Total 49 100.0 100.0
11. Luas ventilasi dibandingkan dengan luas ruangan Luas Ventilasi Dibantingkan Dengan Luas Ruangan
13. Perilaku menutup mulut saat bersin atau batuk Perilaku_Menutup_Mulut_Saat_Bersin_atau_Batuk
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Ya 32 65.3 65.3 65.3 Tidak 17 34.7 34.7 100.0 Total 49 100.0 100.0
B. Analisis Bivariat
1. Imunisasi dengan ISPA
Lengkap = Sesuai KMS, disesuaikan dengan usia anak * ISPA Crosstabulation
ISPA Total
Ya Tidak Lengkap = Sesuai KMS, disesuaikan dengan usia anak Ya Count 19 21 40 Expected Count 18.8 21.2 40.0 Tidak Count 4 5 9 Expected Count 4.2 4.8 9.0 Total Count 23 26 49 Expected Count 23.0 26.0 49.0
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- sided) Exact Sig. (2- sided) Exact Sig. (1- sided) Pearson Chi- Square .028 a 1 .868
Continuity Correction b
.000 1 1.000
Likelihood Ratio .028 1 .868
Fisher's Exact Test
1.000 .582 N of Valid Cases 49
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,22. b. Computed only for a 2x2 table
2. Usia dengan ISPA Usia * ISPA Crosstabulation
ISPA Total
Ya Tidak Usia <= 12 Bulan Count 12 6 18 Expected Count 8.4 9.6 18.0 > 12 Bulan Count 11 20 31 Expected Count 14.6 16.4 31.0 Total Count 23 26 49 Expected Count 23.0 26.0 49.0
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- sided) Exact Sig. (2- sided) Exact Sig. (1- sided) Pearson Chi-Square 4.446 a 1 .035
Continuity Correction b 3.282 1 .070
Likelihood Ratio 4.506 1 .034
Fisher's Exact Test
.043 .035 N of Valid Cases 49
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,45. b. Computed only for a 2x2 table
3. Vitamin A dengan ISPA Crosstab
ISPA Total
Ya Tidak Jika Anak Sudah > 6 Bulan Ya Count 23 24 47 Expected Count 22.1 24.9 47.0 Tidak Count 0 2 2 Expected Count .9 1.1 2.0 Total Count 23 26 49 Expected Count 23.0 26.0 49.0
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- sided) Exact Sig. (2- sided) Exact Sig. (1- sided) Pearson Chi-Square 1.845 a 1 .174
Continuity Correction b .403 1 .526
Likelihood Ratio 2.610 1 .106
Fisher's Exact Test
.491 .276 N of Valid Cases 49
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,94. b. Computed only for a 2x2 table
4. Gizi dengan ISPA Crosstab ISPA Total
Ya Tidak Gizi Baik Count 20 26 46 Expected Count 21.6 24.4 46.0 Kurang Count 3 0 3 Expected Count 1.4 1.6 3.0 Total Count 23 26 49 Expected Count 23.0 26.0 49.0
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- sided) Exact Sig. (2- sided) Exact Sig. (1- sided) Pearson Chi-Square 3.612 a 1 .057
Continuity Correction b 1.700 1 .192
Likelihood Ratio 4.760 1 .029
Fisher's Exact Test
.096 .096 N of Valid Cases 49
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,41. b. Computed only for a 2x2 table
5. MP_ASI dengan ISPA Crosstab ISPA Total
Ya Tidak MP_A SI < 6 Bulan Count 15 10 25 Expected Count 11.7 13.3 25.0 > 6 Bulan Count 8 16 24 Expected Count 11.3 12.7 24.0 Total Count 23 26 49 Expected Count 23.0 26.0 49.0
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- sided) Exact Sig. (2- sided) Exact Sig. (1- sided) Pearson Chi- Square 3.496 a 1 .062
Continuity Correction b
2.507 1 .113
Likelihood Ratio 3.541 1 .060
Fisher's Exact Test
.088 .056 N of Valid Cases 49
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11,27. b. Computed only for a 2x2 table
6. BBLR dengan ISPA Crosstab
ISPA Total
Ya Tidak BB LR Ya Count 9 5 14 Expected Count 6.6 7.4 14.0 Tidak Count 14 21 35 Expected Count 16.4 18.6 35.0 Total Count 23 26 49 Expected Count 23.0 26.0 49.0
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- sided) Exact Sig. (2- sided) Exact Sig. (1- sided) Pearson Chi- Square 2.368 a 1 .124
Continuity Correction b
1.493 1 .222
Likelihood Ratio 2.385 1 .123
Fisher's Exact Test
.205 .111 N of Valid Cases 49
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,57. b. Computed only for a 2x2 table
7. Anggota keluarga yang merokok dengan ISPA Crosstab ISPA Total
Ya Tidak Anggota Keluarga Yang Merokok Di Dalam Rumah Ya Count 22 3 25 Expected Count 11.7 13.3 25.0 Tidak Count 1 23 24 Expected Count 11.3 12.7 24.0 Total Count 23 26 49 Expected Count 23.0 26.0 49.0
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- sided) Exact Sig. (2- sided) Exact Sig. (1- sided) Pearson Chi-Square 34.553 a 1 .000
Continuity Correction b 31.269 1 .000
Likelihood Ratio 41.085 1 .000
Fisher's Exact Test
.000 .000 N of Valid Cases 49
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11,27. b. Computed only for a 2x2 table
8. Penggunaan tungku kayu bakar tanpa cerobong asap dengan ISPA Crosstab
ISPA Total
Ya Tidak Penggunaan Tungku Kayu Bakar Tanpa Cerobong Asap Ya Count 22 15 37 Expected Count 17.4 19.6 37.0 Tidak Count 1 11 12 Expected Count 5.6 6.4 12.0 Total Count 23 26 49 Expected Count 23.0 26.0 49.0
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- sided) Exact Sig. (2- sided) Exact Sig. (1- sided) Pearson Chi-Square 9.510 a 1 .002
Continuity Correction b 7.568 1 .006
Likelihood Ratio 10.900 1 .001
Fisher's Exact Test
.002 .002 N of Valid Cases 49
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,63. b. Computed only for a 2x2 table
9. Penggunaan obat nyamuk bakar dengan ISPA Crosstab
ISPA Total
Ya Tidak Penggunaan_Obat_Nyam uk_Bakar Ya Count 20 17 37 Expected Count 17.4 19.6 37.0 Tidak Count 3 9 12 Expected Count 5.6 6.4 12.0 Total Count 23 26 49 Expected Count 23.0 26.0 49.0
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- sided) Exact Sig. (2- sided) Exact Sig. (1- sided) Pearson Chi-Square 3.071 a 1 .080
Continuity Correction b 2.015 1 .156
Likelihood Ratio 3.199 1 .074
Fisher's Exact Test
.104 .077 N of Valid Cases 49
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,63. b. Computed only for a 2x2 table
10. Luas ventilasi dibandingkan dengna lusa ruangan dengan ispa Crosstab ISPA Total
Ya Tidak Luas Ventilasi Dibantingkan Dengan Luas Ruangan < 10% Count 16 13 29 Expected Count 13.6 15.4 29.0 >= 10% Count 7 13 20 Expected Count 9.4 10.6 20.0 Total Count 23 26 49 Expected Count 23.0 26.0 49.0
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- sided) Exact Sig. (2- sided) Exact Sig. (1- sided) Pearson Chi-Square 1.934 a 1 .164
Continuity Correction b 1.209 1 .272
Likelihood Ratio 1.955 1 .162
Fisher's Exact Test
.245 .136 N of Valid Cases 49
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,39. b. Computed only for a 2x2 table