You are on page 1of 54

ULKUS PEPTIKUM

Meilani Sulaeman
111.0211.062
DEFINISI
Putusnya kontinuitas mukosa lambung yang
meluas sampai di bawah epitel.
Bagian yg terkena asam lambung dpt mjd ulkus
peptikum
1. lambung
2. duodenum
3. setelah gastroenterostomi
4. jejenum

EPIDEMIOLOGI
pria > wanita pada dekade keenam
Berhubungan dgn faktor sosial, ekonomi &
demografi
FAKTOR RISIKO
Genetik, anak pertama dari turunan penderita ulkus
duodeni risikio tinggi timbul ulkus duodeni
Bakteri H.Pylori, 90 % pada uklus duodenum
50 % pada kembar monozigot & 14 % pd kembar
dizigot
golongan darah O 30 % lebih besar
Rokok, meningkatkan risiko, menghambat
penyembuhan & meningkatkan kemungkinan
rekurens Asap rokok merangsang sekresi asam
& menghambat sekresi bikarbonat buffer pankreas.

Alkohol, sbg ulserogenik & lebih banyak pada ulkus
lambung. Alkohol merangsang sel parietal
lambung utk mensekresi asam gastritis akut
Stress emosional yg lama pd manusia
OAINS efek inhibisi PG dan kerusakan mukosa
secara lokal

PATOGENESIS
1. Faktor asam lambung no acid no ulcer Scwarst
1910 : pengaturan sel parietal pada asam parietal
HCl dan pepsin merupakan faktor agresif terutama
pepsin dengan mileu pH < 4

2. Shay & sun : balance theory 1974
tukak tjd bila tjd gg keseimbangan antara factor
agresif (asam & pepsin) dgn defensive (mucus,
bikarbonat, aliran darah, Prostaglandin) bisa factor
agresif meningkat atau factor defensive yg
menurun.
3. Helycobacter pylori, No HP No Ulcer warren and
Marshalll 1983
HP : 30-60 % penyebab tukak gaster. Bakteri Gram
(-) bentuk batang/ spiral, microaerofilik berflagela
hidup pd permukaan epitel, mengandung urease,
hidup di antrum, migrasi ke proksimal lambung mjd
kokoid (bentuk dorman).
Terjadinya penyakit bergantung faktor host, agent
dan lingkungan.

4. Sindrom Zollingar-Ellison
sindrom disebabkan oleh tumor pancreas, sekresi
insulin yg mensekresi gastrin dlm jumlah byk.
Gastrin yg berlebihan merangsang lambung
mensekresi HCl & pepsin ulkus pd bulbus
duodenum

Diagnosis : pemeriksaan gastrin serum & sekresi
asam. Endoskopi & radiology tdpt lipatan lambung
yg melebar.
Gejala : diare, hiperkalsemia (akibat
hiperparatiroidesme), disfungsi hipofisis,
Pegobatan dgn gastektomi atau eksisi total tumor
pancreas.


GAMBARAN KLINIS
Dispepsia : sindroma klinik atau kumpulan keluhan
beberapa saluran cerna seperti mual, muntah,
kembung, nyeri ulu hati, sendawa, rasa terbakar,
rasa penuh ulu hati, cepat merasa kenyang.
Pasien tukak peptik memberikan ciri keluhan
seperti nyeri ulu hati atau discomfort disertai
muntah

Tukak duodeni rasa sakit timbul waktu pasien
merasa lapar, rasa sakit bisa membangunkan
pasien tengah malam dan hilang setelah makan
dan minum obat antasida, lokasi sakit sebelah
kanan garis tengah perut
Tukak lambung rasa sakit timbul setelah makan,
lokasi sakit sebelah kiri
Tetapi px.penunjang > akurat dibandingkan dengan
anamnesis


Penjalaran nyeri (bermula pada satu titik difus ke
punggung)
mual, anoreksia, penurunan berat badan
perdarahan (mual muntah berwarna merah atau
seperti kopi)


DIAGNOSIS
Anamnesa :
rasa sakit klasik dengan keluhan yang spesifik
adanya riwayat pasien tukak dalam keluarga,
faktor predisposisi seperti pemakaian OAINS,
perokok berat dan alkohol
PEMERIKSAAN FISIK :
Penurunan berat badan
nyeri tekan perut
Tanda dari perdarahan : takikardi, syok hipovolemik

PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Radiologi dengan kontras barium meal kontras
ganda filling defect (tetapi sudah jrng digunakan
manfaat <<)
Endoskopi :
- Ulkus ganas memiliki dasar yang nekrotik dan
tidak beraturan
- Ulkus jinak mempunyai dasar yang halus dan
bersih dengan dasar-dasar yang jelas.
Biopsi : diambil sampel tukak minimal 4 sampel
untuk 2 kuadran. Bila ukuran tukak besar diambil
sampel dari 3 kuadran dari dasar.
Jika ditemukan Helicobacter pylori, dilakukan
pemeriksaan tes CLO, serologi, dan UBT Adanya
hasil positif kuman HP dari serologi/ IgG anti HP
atau UBT.



Karena tingginya kejadian adanya keganasan pada
tukak gaster (70%) dilakukan biopsi dan endoskopi
ulang setelah 8-12 minggu terapi eradikasi.

KOMPLIKASI
Perdarahan 5-25 % kasus. Paling sering pada
dinding bulbus posterior duodenum. Karena erosi
pankreatikoduodenalis atau arteria
gastroduodenalis.

Perforasi 2-3 % kasus dan 65 % kematian akibat
ulkus peptikum. Ulkus biasanya terjadi di dinding
anterior duodenum atau lambung.


Obstruksi Akibat peradangan & edema,
pilorospasme, jaringan parut, pd sekitar 5%
penderita ulkus peptik.
Gejala yg timbul spt anoreksia, mual, & kembung
stlh makan, penurunan BB. Nyeri & muntah.


Intraktabilitas (ulkus yang membandel) gg tidur
akibat nyeri, kehilangan waktu bekerja, sering perlu
perawatan di rumah sakit, tidak mampu mengikuti
cara pengobatan.

TERAPI
Tujuan :
menghilangkan keluhan/ simtom
Menyembuhkan/ memperbaiki tukak
mencegah kekambuhan/ rekurensi tukak
mencegah komplikasi

MEDIKAMENTOSA
3 Golongan :
Obat antisekretotik
Protektor mukosa
Obat yg mempercepat penyembuhan melalui
eradikasi H.Pylori
OBAT ANTI-SEKRETORIK
Proton Pump Inhibitor (PPI)
PPI berikatan dgn H+-K+-ATPase atau proton
pump inaktivasi secara permanen
Omeprazol atau rebeprazol 20 mg menghambat
sampai dengan 90% sekresi asam lambung dlm 24
jam
Diberikan 30 menit sebelum makan
Kesembuhan 90% kasus setelah 4 minggu ( ulkus
duodenum) dan 8 minggu (ulkus lambung)
Dosis : Omeprazole (2x20mg/ standar dosis atau
1x40 mg/ double dosis),
Lansoprazole/Pantoprazole (2x40 mg/standard
dosis atai 1x60 mg/double dosis)
Efek samping : penggunaan jangka panjang dapat
menyebabkan kenaikan gastrin darah.

ANTAGONIS RESEPTOR H2/ARH2
Struktur homolog dengan histamin.
Memblokir efek histamin pada sel parietal sehingga
sel parietal tidak dapat dirangsang untuk
mengeluarkan asam lambung yang bersifat
reversibel.
Dosis : Simetidin (2x400mg atau 800 gr malam
hari), ranitidin (300 mg malam hari), Nizatidine
(1x300 mg malam hari), Famotidin (1x40 mg malam
hari), Roksatidin (2x75 mg atau 150 mg malam
hari).


Efek samping : agranulositosis, pansitopenia,
meutropenia, anemia, trombositopenia,
ginekomastia, konfusi mental khusus pada usia
lanjut, gangguan ginjal terutama pada penggunaan
simetidin.

OBAT YANG MEMPERKUAT PERTAHANAN
MUKOSA
Bismuth, misoprostol dan antasida (mengandung
alumunium dosis rendah)
Obat2 ini bukan lini pertama

ANTASIDA
Antasida, keluhan rasa sakit/ dispepsia.
Tidak digunakan untuk penderita gagal ginjal
karena dapat menimbulkan hipermagnesemia dan
kehilangan fosfat.

Aluminium menyebabkan konstipasi dan
neurotoksik. Dosis : 3x1 tablet, 4 x 30 cc (3kali
sehari dan sebelum tidur 3 jam setelah makan).
Berinteraksi dengan obat digitalis, INH, barbiturat,
salisilat dan kinidin.

Antasida yang mengandung kalsium karbonat
dapat menimbulkan Milk alkaline syndrome
(hiperkalsemia, hiperfosfatemia, renal calcinosis)
dan progresi ke arah gagal ginjal.


BISMUTH
Koloid bismuth (coloid bismuth Subsitrat/CBS dan
Bismuth SubSalisilat/BSS).
Efek samping : neurotoksik, tinja menjadi
kehitaman.
Dosis : 2x2 tablet sehari.

Membentuk lapisan penangkal bersama protein
pada dasar tukak dan melindunginya terhadap
pengaruh asam dan pepsin, berikatan dengan
pepsin sendiri, merangsang sekresi prostaglandin,
bikarbonat, mukus. Terdapat efek bakterisidal
terhadap Helicobacter pylori.

ANALOG PROSTAGLANDIN (MISOPROSTOL)
Mengurangi sekresi asam lambung menambah
sekresi mukus, bikarbonat dan meningkatkan aliran
darah mukosa serte pertahanan dan perbaikan
mukosa.
Dosis : 4x200 mg atau 2x400 mg pagi dan malam
hari
PENATALAKSANAAN INFEKSI HELICOBACTER
PYLORI
Terapi eradikasi.
Sangat dianjurkan : tukak duodeni, tukak gaster,
pasca reseksi kanker lambung dini, limfoma MALT.
Dianjurkan : Dispepsia tipe tukak, gastritis kronik
aktif berat, gastropati OAINS, gastritis erosiva
berat, gastritis hipertrofik.
Tidak dianjurkan : pasien asimtomatik.
ANTIBIOTIK

Terapi kombinasi untuk mencapai hasil eradikasi
yang adekuat untuk menurunkan angka kegagalan
terapi akibat resistensi antibiotik
Antibiotik yg disarankan amoksisilin (lini pertama)
dan metronidazol jika ada alergi terhadap penisilin


Terapi Tripel
PPI 2x1 + Amoksisilin 2x1000 + Klaritromisin 2x500
rejimen terbaik
PPI 2x1 + Metronidazol 3x500 + Claritromisin
2x500 bila alergi penisilin

Terapi Tripel
PPI 2x1 + Metronidazol 3x500 + Amoksisilin
2x1000 kombinasi termurah
PPI 2x1 + Metronidazol 3x500 + Tetrasiklin 4x500
bila alergi terhadap klaritomisin dan penisilin


Pada pasien dengan infeksi tetap ada setelah terapi
awal antibiotika
Terapi kuadrupel
PPI 2x sehari + Bismuth Subsalisilat 4x2 tab +
Metronidazol 4x250 + Tetrasiklin 4x500

NON MEDIKAMENTOSA
Istirahat, Bertambahnya jam istirahat, << stres
Diet. Makan makanan biasa dalam jumlah moderat,
lunak, tidak merangsang dan diet seimbang.
Makanan merangsang seperti makanan halus,
makanan yang mengadung susu, cabai, makanan
mengandung asam
Tidak merokok. Karena merokok dapat
menghambat sekresi bikarbonat pankreas,
manambah keasaman bulbus duodeni, menambah
refluks duodenogastrik akibat relaksasi sfingter
pilorus, meningkatkan kekambuhan tukak.



Tidak mengkonsumsi alkohol, air jeruk yang asam,
coca cola, bir, kopi. Karena dapat meningkatkan
asam lambung.
Menghindari penggunaan OAINS
TINDAKAN OPERASI
1. Elektip (tukak refrakter/ gagal pengobatan)
2. Darurat (komplikasi : perdarahan, perforasi,
stenosis pilorik)
3. Tukak gaster dengan sangkaan keganasan
(corpus dan fundus, 70% keganasan)

TEKNIK OPERASI
1. Anterektomi
2. operasi lebih radikal/ subtotal gastrektomi dengan
Roux-en-Y/ esofagogastro jejunostomi (prosedur
csendo)

ULKUS AKUT YANG DIINDUKSI OLEH OBAT
DAN STRES

Diakibatkan stres psikologis atau fisiologis yang
berlangsung lama. Bentuk stres seperti syok
hipotensif setelah trauma dan operasi besar,
sepsis, hipoksia, luka bakar hebat (ulkus Curling)
atau trauma serebral (ulkus Cushing).

Gastritis erosif akut dan gastritis hemoragik yang
disebabkan oleh alkoholisme, aspirin atau obat
ulserogenik lain dan refluks empedu.

Lesi dangkal, irregular, menonjol keluar, ukuran
mungkin besar, multipel dan sering terletak pada
lambung.

TERAPI
Obat OAINS di hentikan
Pada kasus peradangan yang berat penghentian
OAINS saja tidak cukup PPI selama 8 minggu
REFERENSI
Robbins SL & Kumar V. Buku ajar patologi II.
Jakarta: EGC; 1995. Hal 245-50.
Price SA & Wilson LM. Patofisiologi Volume 1.
Jakarta: EGC; 2005. Hal 404-32.
Tarigan P. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta:
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. Hal 338-
44.

You might also like