You are on page 1of 33

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pestisida
2.1.1. Pengertian Pestisida
Pestisida (Inggris : pesticide) berasal dari kata pest yang berarti hama dan cide
yang berarti mematikan/racun. Jadi pestisida adalah racun hama. Secara umum
pestisida dapat didefenisikan sebagai bahan yang digunakan untuk mengendalikan
populasi jasad yang dianggap sebagai pest (hama) yang secara langsung maupun
tidak langsung merugikan kepentingan manusia.
Menurut Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1973 tentang pengawasan atas
peredaran, penyimpanan dan penggunaan pestisida, pestisida adalah semua zat kimia
dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk :
a. Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yang
merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian
b. Memberantas rerumputan
c. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan
d. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian
tanaman tidak termasuk pupuk
e. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan piaraan atau
ternak
f. Memberantas atau mencegah hama-hama air
g. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam
rumah tangga, bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan.
h. Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan
penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan
penggunaan pada tanaman, tanah atau air
Menurut The United States Environmental Pesticide Control Act, pestisida
adalah sebagai berikut.
1. Semua zat atau campuran zat yang khusus digunakan untuk mengendalikan,
mencegah, atau menangkis gangguan serangga, binatang pengerat, nematoda,
gulma, virus, bakteri, jasad renik yang dianggap hama, kecuali virus, bakteri
atau jasad renik lainnya yang terdapat pada manusia dan binatang.
2. Semua zat atau campuran zat yang digunakan untuk mengatur pertumbuhan
tanaman atau pengering tanaman (Djojosumarto, 2004).
2.1.2. Penggolongan Pestisida
Pestisida mempunyai sifat-sifat fisik, kimia dan daya kerja yang berbeda-beda,
karena itu dikenal banyak macam pestisida. Pestisida dapat digolongkan menurut
berbagai cara tergantung pada kepentingannya, antara lain: berdasarkan sasaran yang
akan dikendalikan, berdasarkan cara kerja, berdasarkan struktur kimianya dan
berdasarkan bentuknya.
Penggolongan pestisida berdasarkan sasaran yang akan dikendalikan yaitu
(Wudianto, 2001):
1. Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang bisa
mematikan semua jenis serangga.
2. Fungisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan bisa
digunakan untuk memberantas dan mencegah fungi/cendawan.
3. Bakterisida. Disebut bakterisida karena senyawa ini mengandung bahan aktif
beracun yang bisa membunuh bakteri.
4. Nematisida, digunakan untuk mengendalikan nematoda/cacing.
5. Akarisida atau sering juga disebut dengan mitisida adalah bahan yang
mengandung senyawa kimia beracun yang digunakan untuk membunuh
tungau, caplak, dan laba-laba.
6. Rodentisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang
digunakan untuk mematikan berbagai jenis binatang pengerat, misalnya tikus.
7. Moluskisida adalah pestisida untuk membunuh moluska, yaitu siput telanjang,
siput setengah telanjang, sumpil, bekicot, serta trisipan yang banyak terdapat
di tambak.
8. Herbisida adalah bahan senyawa beracun yang dapat dimanfaatkan untuk
membunuh tumbuhan pengganggu yang disebut gulma.
Sedangkan jika dilihat dari cara kerja pestisida tersebut dalam membunuh hama
dapat dibedakan lagi menjadi tiga golongan, yaitu (Ekha, 1988):
1. Racun perut
Pestisida yang termasuk golongan ini pada umumnya dipakai untuk membasmi
serangga-serangga pengunyah, penjilat dan penggigit. Daya bunuhnya melalui
perut.
2. Racun kontak
Pestisida jenis racun kontak, membunuh hewan sasaran dengan masuk ke dalam
tubuh melalui kulit, menembus saluran darah, atau dengan melalui saluran
nafas.
3. Racun gas
Jenis racun yang disebut juga fumigant ini digunakan terbatas pada ruangan-
ruangan tertutup.
Menurut Dep.Kes RI Dirjen P2M dan PL 2000 dalam Meliala 2005,
berdasarkan struktur kimianya pestisida dapat digolongkan menjadi :
1. Golongan organochlorin misalnya DDT, Dieldrin, Endrin dan lain-lain
Umumnya golongan ini mempunyai sifat: merupakan racun yang universal,
degradasinya berlangsung sangat lambat larut dalam lemak.
2. Golongan organophosfat misalnya diazonin dan basudin
Golongan ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : merupakan racun yang
tidak selektif degradasinya berlangsung lebih cepat atau kurang persisten di
lingkungan, menimbulkan resisten pada berbagai serangga dan memusnahkan
populasi predator dan serangga parasit, lebih toksik terhadap manusia dari
pada organokhlor.
3. Golongan carbamat termasuk baygon, bayrusil, dan lain-lain
Golongan ini mempunyai sifat sebagai berikut : mirip dengan sifat pestisida
organophosfat, tidak terakumulasi dalam sistem kehidupan, degradasi tetap
cepat diturunkan dan dieliminasi namun pestisida ini aman untuk hewan,
tetapi toksik yang kuat untuk tawon.
4. Senyawa dinitrofenol misalnya morocidho 40EC
Salah satu pernafasan dalam sel hidup melalui proses pengubahan
ADP(Adenesone-5-diphosphate) dengan bantuan energi sesuai dengan
kebutuhan dan diperoleh dari rangkaian pengaliran elektronik potensial tinggi
ke yang lebih rendah sampai dengan reaksi proton dengan oksigen dalam sel.
Berperan memacu proses pernafasan sehingga energi berlebihan dari yang
diperlukan akibatnya menimbulkan proses kerusakan jaringan.
5. Pyretroid
Salah satu insektisida tertua di dunia, merupakan campuran dari beberapa
ester yang disebut pyretrin yang diekstraksi dari bunga dari genus
Chrysanthemum.
Jenis pyretroid yang relatif stabil terhadap sinar matahari adalah : deltametrin,
permetrin, fenvalerate. Sedangkan jenis pyretroid yang sintetis yang stabil
terhadap sinar matahari dan sangat beracun bagi serangga adalah : difetrin,
sipermetrin, fluvalinate, siflutrin, fenpropatrin, tralometrin, sihalometrin,
flusitrinate.
6. Fumigant
Fumigant adalah senyawa atau campuran yang menghasilkan gas atau uap
atau asap untuk membunuh serangga , cacing, bakteri, dan tikus.
Biasanya fumigant merupakan cairan atau zat padat yang murah menguap
atau menghasilkan gas yang mengandung halogen yang radikal (Cl, Br, F),
misalnya chlorofikrin, ethylendibromide, naftalene, metylbromide,
formaldehid, fostin.
7. Petroleum
Minyak bumi yang dipakai sebagai insektisida dan miksida. Minyak tanah
yang juga digunakan sebagai herbisida.
8. Antibiotik
Misanya senyawa kimia seperti penicillin yang dihasilkan dari
mikroorganisme ini mempunyai efek sebagai bakterisida dan fungisida.
Bentuk pestisida yang merupakan formulasi ada berbagai macam. Formulasi ini
perlu dipertimbangkan sebelum membeli untuk disesuaikan dengan ketersediaan alat
yang ada, kemudahan aplikasi, serta efektivitasnya (Wudianto, 2001).
1. Tepung hembus, debu (dust=D)
Bentuk tepung kering yang hanya terdiri atas bahan aktif, misalnya belerang,
atau dicampur dengan pelarut aktif yang bertindak sebagai karier, atau
dicampur bahan-bahan organik seperti walnut, talk. Dalam penggunaannya
pestisida ini harus dihembuskan menggunakan alat khusus yang disebut
duster.
2. Butiran (Granula=G)
Pestisida ini berbentuk butiran padat yang merupakan campuran bahan aktif
berbentuk cair dengan butiran yang mudah menyerap bahan aktif.
Penggunaanya cukup ditaburkan atau dibenamkan disekitar perakaran atau
dicampur dengan media tanaman.
3. Tepung yang dapat disuspensi dalam air (wettablebpowder = WP)
Pestisida berbentuk tepung kering agak pekat ini belum dapat secara langsung
digunakan secara langsung untuk memberantas jasad sasaran, harus terlebih
dulu dibasahi air. Hasil campurannya dengan air disebut suspensi. Pestisida
jenis ini tidak larut dalam air, melainkan hanya tercampur saja. Oleh karena
itu, sewaktu disemprotkan harus sering diaduk atau tangki penyemprot
digoyang-goyang.
4. Tepung yang larut dalam air (water-soluble powder = SP)
Jenis pestisida ini sepintas mirip dengan bentuk WP, penggunaan juga
dicampur dengan air. Perbedaanya jenis ini larut dalam air jadi dalam
penggunaanya dalam penyemprotan, pengadukan hanya dilakukan sekali pada
waktu pencampuran.
5. Suspensi (flowable concentrate = F)
Formulasi ini merupakan campuran bahan aktif yang ditambahkan pelarut
serbuk yang dicampur dengan sejumlah kecil air. Hasilnya adalah seperti
pasta yang disebut campuran pasta.
6. Cairan (emulsifiable = EC)
Bentuk pestisida ini adalah cairan pekat yang terdiri dari campuran bahan
aktif dengan perantara emulsi. Dalam penggunannya, biasanya dicampur
dengan bahan pelarut berupa air. Hasil pengecerannya atau cairan semprotnya
disebut emulsi.
7. Ultra Low Volume (ULV)
Pestisida bentuk ini merupakan jenis khusus dari formulasi S(solution).
Bentuk murninya merupakan cairan atau bentuk padat yang larut dalam
solven minimum. Konsentrat ini mengandung pestisida berkonsentrasi tinggi
dan diaplikasikan langsung tanpa penambahan air.
8. Solution(S)
Solution merupakan formulasi yang dibuat dengan melarutkan pestisida ke
dalam pelarut organik dan dapat digunakan dalam pengendalian jasad
pengganggu secara langsung tanpa perlu dicampur dengan bahan lain.
9. Aerosol (A)
Aerosol merupakan formulasi yang terdiri dari campuran bahan aktif berkadar
rendah dengan zat pelarut yang mudah menguap (minyak) kemudian
dimasukkan ke dalam kaleng yang diberi tekanan gas propelan. Formulasi
jenis ini banyak digunakan di rumah tangga, rumah kaca, atau perkarangan.
10. Umpan beracun (Poisonous Bait = B)
Umpan beracun merupakan formulasi yang terdiri dari bahan aktif pestisida
digabungkan dengan bahan lainnya yang disukai oleh jasad pengganggu.
11. Powder concentrate (PC)
Formulasi ini berbentuk tepung, penggunaanya dicampur dengan umpan dan
dipasang di luar rumah. Pestisida jenis ini biasanya tergolong Rodentisida
yaitu untuk memberantas tikus.
12. Ready Mix Bait (RMB)
Formulasi ini berbentuk segi empat (blok) besar dengan bobot 300gram dan
blok kecil dengan bobot 10-20 gram serta pellet. Formulasi ini berupa umpan
beracun siap pakai untuk tikus.
13. Pekatan yang dapat larut dalam air (Water Soluble Concentrate = WSC)
Merupakan formulasi berbentuk cairan yang larut dalam air. Hasil
pengecerannya dengan air disebut larutan.
14. Seed Treatment (ST)
Formulasi ini berbentuk tepung. Penggunaanya dicampurkan dengan sedikit
air sehingga terbentuk suatu pasta. Untuk perlakuan benih digunakan
formulasi ini.
2.1.3. Teknik Aplikasi Pestisida
1. Memilih pestisida
Sebelum membeli pestisida pastikan jenis hama atau penyakit apa yang
menyerang tanaman. Perhatikan gejala-gejala serangannya. Bagian tanaman mana
yang terserang apakah daun, batang, buah, atau akarnya.
Memilih bentuk atau formulasi pestisida juga sangat penting dalam penggunaan
pestisida. Kalau dilihat dari bahaya pelayangan di udara, pestisida berbentuk butiran
paling sedikit kemungkinannya untuk melayang. Pestisida yang berbentuk cairan,
bahaya pelayangannya lebih kecil jika dibanding pestisida berbentuk tepung.
Disamping itu pertimbangan lain dalam memilih formulasi pestisida adalah alat yang
digunakan untuk menyebarkan pestisida tersebut (Wudianto, 2005).
Petani dan pengguna pestisida pada umumnya perlu mengetahui nama dagang
ataupun nama umum pestisida agar tidak salah memilih pestisida. Pestisida dengan
bahan aktif yang sama sering dijual dengan nama dagang yang berbeda. Dengan
mengetahui kandungan bahan aktif masing-masing pestisida, maka tidak perlu terlalu
terikat pada satu nama dagang, tetapi dapat memilihnya dari berbagai nama dagang
yang ada. Demikian halnya jika hendak mencampur pestisida, maka dapat
menghindari pencampuran dua atau lebih pestisida yang bahan aktifnya sama
(Djojosumarto, 2004).
2. Alat penyemprot pestisida
Semua alat yang digunakan untuk mengaplikasikan pestisida dengan cara
penyemprotan disebut alat semprot atau sprayer. Apapun bentuk dan mekanisme
kerjanya, sprayer berfungsi untuk mengubah atau memecah larutan semprot, yang
dilakukan oleh nozzle, menjadi bagian-bagian atau butiran-butiran yang sangat halus
(droplet). Menurut sumber tenaga yang digunakan untuk menggerakkan atau
menjalankan sprayer tersebut, sprayer dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu
(Djojosumarto, 2004):
a. Sprayer manual
Sprayer manual adalah sprayer yang digerakkan dengan tangan. Contoh
sprayer manual adalah:
Trigger pump, yakni pompa tangan (hand pump) yang banyak digunakan
untuk pengendalian hama di rumah tangga.
Bucket pump atau trombone pump dan garden hose sprayer, untuk
mengendalikan hama dan penyakit di pekarangan.
Sprayer gendong otomatis (pre pressurized knapsack sprayer, compression
sprayer), yang banyak digunakan di bidang pertanian
Sprayer gendong yang harus dipompa terus-menerus (Level operated
knapsack sprayer), banyak digunakan di bidang pertanian Indonesia.
b. Sprayer tenaga mesin
Sprayer tenaga mesin adalah sprayer yang digerakkan oleh tenaga mesin.
Contoh sprayer tenaga mesin adalah :
Sprayer punggung bermesin (motorized knapsack sprayer)
Mesin pengkabut (mist blower)
Power sprayer atau gun sprayer, yang digerakkan oleh motor stasioner
atau traktor.
Sprayer-sprayer yang digerakkan atau dihubungkan dengan traktor atau
truk: boom sprayer, boomless sprayer, air blast sprayer.
Sprayer atau otomizer yang dipasang pada pesawat udara untuk
penyemprotan udara.
3. Pencampuran pestisida
Dalam aplikasi pestisida adakalanya pestisida harus dicampur dengan surfaktan.
Pencampuran ini boleh dilakukan sejauh dalam kemasan tidak disebutkan larangan
pencampuran. Dua macam pestisida bila dicampur dapat menimbulkan interaksi
sinergistik, aditif, atau antagonistik. Pestisida bila dicampur menimbulkan interaksi
antagonistik berarti pestisida tersebut tidak boleh dicampur. Hal lain yang perlu
dipertimbangkan adalah sifat asam basanya. Pestisida yang sama-sama bersifat asam
atau sama-sama bersifat basa tidak akan membentuk senyawa garam. Timbulnya
senyawa garam dapat menimbulkan penurunan daya bunuh.
Untuk memastikan bisa tidaknya dua atau lebih jenis pestisida dicampur, perlu
diperhatikan label kemasan. Bisakah pestisida tersebut dicampur dengan pestisida
lain. Atau terkadang tertulis jangan dicampur dengan pestisida lain bersifat basa.
Berarti pestisida tersebut bersifat asam. Jadi dapat dicampur dengan pestisida yang
bersifat asam juga. Untuk mengetahui asam basa suatu larutan, bisa digunakan kertas
lakmus (Wudianto, 2005).
4. Penyemprotan pestisida
Pestisida yang digunakan akan mampu menampilkan efikasi biologis yang
optimal jika penyemprotan dilakukan dengan benar. Penyemprotan yang benar harus
memenuhi syarat, kriteria, atau parameter sebagai berikut (Djojosumarto, 2004):
a. Permukaan bidang sasaran tertutup oleh butiran semprot (droplet) dalam
jumlah yang memenuhi syarat.
b. Menggunakan ukuran droplet yang tepat untuk berbagai jenis penyemprotan
yang berbeda.
c. Menggunakan volume aplikasi yang cocok untuk berbagai jenis tanaman dan
stadia pertumbuhan tanaman yang berbeda.
d. Pestisida yang disemprotkan menempel sebanyak mungkin pada bidang
sasaran.
e. Droplet sasaran didistribusikan di seluruh permukaan bidang sasaran secara
merata.
Sedangkan menurut Wudianto (2005), dalam melakukan penyemprotan perlu
diperhatikan hal-hal berikut:
a. Pilih volume alat semprot sesuai dengan luas areal yang akan disemprot. Alat
semprot bervolume kecil untuk areal yang luas, tentu kurang cocok karena
pekerja harus sering mengisinya.
b. Gunakan alat pengaman, berupa masker penutup hidung dan mulut, kaos
tangan, sepatu boot, dan jaket atau baju berlengan panjang.
c. Penyemprotan yang tepat untuk golongan serangga sebaiknya saat stadium
larva dan nimfa, atau saat masih berupa telur. Serangga dalam stadium pupa
dan imago umumnya kurang peka terhadap racun insektisida.
d. Waktu paling baik untuk penyemprotan adalah pada saat waktu terjadi aliran
udara naik (thermik) yaitu antara pukul 08.00-11.00 WIB atau sore hari pukul
15.00-18.00 WIB. Penyemprotan terlalu pagi atau terlalu sore akan
mengakibatkan pestisida yang menempel pada bagian tanaman akan terlalu
lama mengering dan mengakibatkan tanaman yang disemprot keracunan.
Sedangkan penyemprotan yang dilakukan saat matahari terik akan
menyebabkan pestisida mudah menguap dan mengurai oleh sinar ultraviolet.
e. Jangan melakukan penyemprotan di saat angin kencang karena banyak
pestisida yang tidak mengena sasaran. Juga jangan menyemprot dengan
melawan arah angin, karena cairan semprot bisa mengenai orang yang
menyemprot.
f. Penyemprotan yang dilakukan saat hujan turun akan membuang tenaga dan
biaya sia-sia.
g. Jangan makan dan minum atau merokok pada saat melakukan penyemprotan.
h. Alat penyemprot segera dibersihkan setelah selesai digunakan. Air bekas
cucian sebaiknya dibuang ke lokasi yang jauh dari sumber air dan sungai.
i. Penyemprot segera mandi dengan bersih menggunakan sabun dan pakaian
yang digunakan segera dicuci.
5. Penyimpanan pestisida
Penyimpanan pestisida dengan cara baik dapat dapat menjegah terjadinya
pencemaran pada lingkungan serta mencegah terjadinya keracunan pada manusia
ataupun hewan.
Menurut Sostroutomo (1992) yang dikutip oleh Meliala (2005) ada beberapa
petunjuk penyimpanan pestisida yang perlu untuk diikuti,yaitu:
a. Pestisida hendaknya segera disimpan di tempat yang sesuai setelah dibeli,
jangan sekali-kali meletakkan pestisida yang mudah dijangkau oleh anak-
anak.
b. Sediakan tempat yang khusus untuk menyimpan pestisida. Gudang
penyimpanan harus mempunyai ventilasi udara yang cukup dan mempunyai
tanda larangan tidak didekati oleh orang-orang yang tidak berkepentingan.
c. Pestisida yang disimpan perlu untuk memiliki buku yang memuat catatan
berapa banyak yang telah digunakan, kapan digunakannya, dan siapa yang
menggunakan dan berapa sisa yang ada.
d. Semua pestisida harus disimpan di tempat asalnya sewaktu dibeli dan
mempunyai label yang jelas. Pestisida jangan sekali-kali disimpan dalam
bekas penyimpanan makanan dan minuman.
e. Jangan menyimpan pestisida dan bibit tanaman dalam ruangan atau gudang
yang sama.
f. Perlu untuk melakukan pengecekan terhadap tempat penyimpanan untuk
mengetahui ada tidaknya kebocoran-kebocoran.
g. Hindari penyimpanan pestisida yang terlampau berlebihan di dalam gudang.
Oleh karena itu perkiraan kebutuhan untuk setiap jenis pestisida perlu untuk
dibuat permusim tanamannya.
h. Gudang penyimpanan harus senantiasa terkunci.
2.1.4. Penggunaan Alat Pelindung Diri
Pakaian dan/atau peralatan pelindung tubuh harus dipakai bukan saja waktu
aplikasi, tetapi juga mulai mencampur dan mencuci peralatan aplikasi sesudah
aplikasi selesai. Pakaian serta peralatan pelindung yang harus digunakan adalah
sebagai berikut:
1. Pakaian sebanyak mungkin menutupi tubuh: ada banyak jenis bahan yang
dapat digunakan sebagai pakaian pelindung, tetapi pakaian yang sederhana
cukup terdiri atas celana panjang dan kemeja lengan panjang yang terbuat dari
bahan yang cukup tebal dan tenunannya rapat.
2. Semacam celemek (appron), yang dapat dibuat dari plastik atau kulit. Appron
terutama harus digunakan ketika menyemprot tanaman yang tinggi.
3. Penutup kepala, misalnya berupa topi lebar atau helm khusus untuk
menyemprot. Pelindung kepala juga penting, terutama menyemprot tanaman
yang tinggi.
4. Pelindung mulut dan lubang hidung, misalnya berupa masker sederhana atau
sapu tangan atau kain sederhana lainnya.
5. Pelindung mata, misanya kaca mata, goggle, atau face shield.
6. Sarung tangan dari bahan yang tidak tembus air.
7. Sepatu boot, ketika menggunakan ujung celana panjang jangan dimasukkan ke
dalam sepatu, tetapi ujung celana harus menutupi sepatu boot.
2.1.5. Dampak Pestisida
2.1.5.1. Dampak Pestisida Terhadap Pengguna Pestisida
Risiko bagi keselamatan pengguna adalah kontaminasi pestisida secara
langsung, yang dapat mengakibatkan keracunan, baik akut maupun kronis. Keracunan
akut dapat menimbulkan gejala sakit kepala, pusing, mual, muntah, dan sebagainya.
Beberapa pestisida dapat menimbulkan iritasi kulit, bahkan dapat mengakibatkan
kebutaan.
Keracunan pestisida yang akut berat dapat menyebabkan penderita tidak
sadarkan diri, kejang-kejang, bahkan meninggal dunia. Keracunan kronis lebih sulit
dideteksi karena tidak segera terasa, tetapi dalam jangka panjang dapat menimbulkan
gangguan kesehatan (Djojosumarto, 2004).
Sering kali orang tidak menyadari bahwa mereka keracunan pestisida karena
gejala-gejalanya mirip dengan masalah kesehatan lainnya misalnya pusing dan kudis.
Juga, karena kebanyakan gejala-gejala ini tidak muncul dengan cepat, seperti
gangguan sistem syaraf atau kanker, orang tidak menyadari bahwa penyakit mereka
mungkin disebabkan oleh pestisida (Quijano, 1999).
2.1.5.2. Dampak Pestisida Terhadap Hasil Pertanian
Risiko bagi konsumen adalah keracunan residu (sisa-sisa) pestisida yang
terdapat dalam hasil pertanian. Risiko bagi konsumen dapat berupa keracunan
langsung karena memakan produk pertanian yang tercemar pestisida atau lewat rantai
makanan. Meskipun bukan tidak mungkin konsumen menderita keracunan akut,
tetapi risiko konsumen umumnya dalam bentuk keracunan kronis, tidak segera terasa,
dan dalam jangka panjang mungkin menyebabkan gangguan kesehatan
(Djojosumarto, 2004).
2.1.5.3. Dampak Pestisida Terhadap Lingkungan
Dibalik manfaatnya yang besar, pestisida memiliki dampak yang cukup
merugikan pada pemakaiannya. Pestisida dapat merusak ekosistem air yang berada di
sekitar lahan pertanian. Jika pestisida digunakan, akan menghasilkan sisa-sisa air
yang mengandung pestisida. air yang mengandung pestisida ini akan mengalir
melalui sungai atau aliran irigasi (Dhavie, 2010).
Penggunaan pestisida oleh petani dapat tersebar di lingkungan sekitarnya; air
permukaan, air tanah, tanah dan tanaman. Sifat mobil yang dimiliki akan berpengaruh
terhadap kehidupan organisme non sasaran, kualitas air, kualitas tanah dan udara.
Pestisida sebagai salah satu agen pencemar ke dalam lingkungan baik melalui udara,
air maupun tanah dapat berakibat langsung terhadap komunitas hewan, tumbuhan
terlebih manusia.
Pestisida yang masuk ke dalam lingkungan melalui beberapa proses baik pada
tataran permukaan tanah maupun bawah permukaan tanah. Penurunan kualitas air
tanah serta kemungkinan terjangkitnya penyakit akibat pencemaran air merupakan
implikasi langsung dari masuknya pestisida ke dalam lingkungan. Aliran permukaan
seperti sungai, danau dan waduk yang tercemar pestisida akan mengalami proses
dekomposisi bahan pencemar. Dan pada tingkat tertentu, bahan pencemar tersebut
mampu terakumulasi.
Pestisida di udara terjadi melalui proses penguapan oleh foto-dekomposisi sinar
matahari terhadap badan air dan tumbuhan. Selain pada itu masuknya pestisida
diudara disebabkan oleh driff yaitu proses penyebaran pestisida ke udara melalui
penyemprotan oleh petani yang terbawa angin. Akumulasi pestisida yang terlalu berat
di udara pada akhirnya akan menambah parah pencemaran udara.
Gangguan pestisida oleh residunya terhadap tanah biasanya terlihat pada tingkat
kejenuhan karena tingginya kandungan pestisida persatuan volume tanah. Unsur-
unsur hara alami pada tanah makin terdesak dan sulit melakukan regenerasi hingga
mengakibatkan tanah-tanah masam dan tidak produktif (Sulistiyono, 2004).
2.1.6. Keracunan Pestisida dan Jalur Masuk Pestisida Pada Manusia
A. Keracunan Pestisida
Walaupun pestisida ini mempunyai manfaat yang cukup besar pada masyarakat,
namun dapat pula memberikan dampak negatif pada manusia dan lingkungan. Pada
manusia pestisida dapat menimbulkan keracunan yang dapat mengancam jiwa
manusia ataupun menimbulkan penyakit/cacat (Munaf, 1997).
Ada 2 tipe keracunan yang ditimbulkan pestisida, yaitu (Quijano, 1999):
1. Keracunan akut
Keracunan akut terjadi bila efek-efek keracunan pestisida dirasakan langsung
pada saat itu. Beberapa efek kesehatan akut adalah sakit kepala, pusing, mual, sakit
dada, muntah-muntah, kudis, sakit otot, keringat berlebih, kram. Diare, sulit bernafas,
pandangan kabur, bahkan dapat menyebabkan kematian.
Berdasarkan luas keracunan yang ditimbulkan keracunan akut dapat dibagi 2
efek, yaitu:
a. Efek lokal, terjadi bila efek hanya mempengaruhi bagian tubuh yang terkena
kontak langsung dengan pestisida. Biasanya berupa iritasi, seperti rasa kering,
kemerahan dan gatal-gatal di mata, hidung, tenggorokan dan kulit, mata
berair, batuk, dan sebagainya.
b. Efek sistemik muncul bila pestisida masuk ke dalam tubuh manusia dan
mempengaruhi seluruh sistem tubuh. Darah akan membawa pestisida ke
seluruh bagian dari tubuh dan memengaruhi mata, jantung, paru-paru, perut,
hati, lambung, otot, usus, otak, dan syaraf.
2. Keracunan kronis
Keracunan kronis terjadi bila efek-efek keracunan pada kesehatan
membutuhkan waktu untuk muncul atau berkembang. Efek-efek jangka panjang ini
dapat muncul setelah berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun setelah terkena
pestisida. Pestisida memberikan dampak kronis pada sistem syaraf, hati, perut, system
kekebalan tubuh, keseimbangan hormon, kanker. Bayi juga dapat terkena pestisida
ketika diberi ASI, dapat terjadi jika ibunya terkena pestisida.
Setiap golongan pestisida menimbulkan gejala keracunan yang berbeda-beda
karena bahan aktif yang dikandung setiap golongan berbeda. Namun ada pula gejala
yang ditimbulkan mirip (Wudianto, 2005).
a. Golongan organofosfat, gejala keracunannya adalah timbul gerakan otot-otot
tertentu, penglihatan kabur, mata berair, mulut berbusa, banyak berkeringat,
air liur banyak keluar, mual, pusing, kejang-kejang, muntah-muntah, detak
jantung menjadi cepat, mencret, sesak nafas, otot tidak bisa digerakkan dan
akhirnya pingsan.
Organofosfat menghambat kerja enzim kholineterase, enzim ini secara normal
menghidrolisis asetycholin menjadi asetat dan kholin. Pada saat enzim
dihambat, mengakibatkan jumlah asetylkholin meningkat dan berikatan
dengan reseptor muskarinik dan nikotinik pada system syaraf yang
menyebabkan gejala keracunan dan berpengaruh pada seluruh bagian tubuh
(Mulachella, 2010)
b. Golongan organoklor, jenis pestisida ini dapat menimbulkan keracunan
dengan gejala sakit kepala, pusing, mual, muntah-muntah, mencret, badan
lemah, gugup, gemetar, kejang-kejang, dan kehilangan kesadaran.
c. Golongan karbamat, gejalanya sama dengan gejala yang di timbulkan
golongan organofosfat, hanya saja berlangsung lebih singkat karena lebih
cepat terurai dalam tubuh.
d. Golongan bipiridilium, setelah 1-3 jam pestisida masuk dalam tubuh baru
timbul sakit perut, mual, muntah-muntah, dan diare.
e. Gologan arsen, tingkat akut akan terasa nyeri pada perut, muntah, dan diare,
sementara keracunan semi akut ditandai dengan sakit kepala dan banyak
keluar air ludah.
f. Golongan antikoagulan, gejala yang ditimbulkan seperti nyeri punggung,
lambung dan usus, muntah-muntah, perdarahan hidung dan gusi, kulit
berbintik-bintik merah, kerusakan ginjal.
Menurut WHO 1986, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keracunan
pestisida antara lain :
1. Dosis. Dosis pestisida berpengaruh langsung terhadap bahaya keracunan
pestisida, karena itu dalam melakukan pencampuran pestisida untuk
penyemprotan petani hendaknya memperhatikan takaran atau dosis yang
tertera pada label. Dosis atau takaran yang melebihi aturan akan
membahayakan penyemprot itu sendiri. Setiap zat kimia pada dasarnya
bersifat racun dan terjadinya keracunan ditentukan oleh dosis dan cara
pemberian.
2. Toksisitas senyawa pestisida. Merupakan kesanggupan pestisida untuk
membunuh sasarannya. Pestisida yang mempunyai daya bunuh tinggi dalam
penggunaan dengan kadar yang rendah menimbulkan gangguan lebih sedikit
bila dibandingkan dengan pestisida dengan daya bunuh rendah tetapi dengan
kadar tinggi. Toksisitas pestisida dapat diketahui dari LD 50 oral dan dermal
yaitu dosis yang diberikan dalam makanan hewan-hewan percobaan yang
menyebabkan 50% dari hewan-hewan tersebut mati.
3. Jangka waktu atau lamanya terpapar pestisida. Paparan yang berlangsung
terus-menerus lebih berbahaya daripada paparan yang terputus-putus pada
waktu yang sama. Jadi pemaparan yang telah lewat perlu diperhatikan bila
terjadi resiko pemaparan baru. Karena itu penyemprot yang terpapar berulang
kali dan berlangsung lama dapat menimbulkan keracunan kronik.
4. Jalan masuk pestisida dalam tubuh. Keracunan pestisida terjadi bila ada bahan
pestisida yang mengenai dan/atau masuk ke dalam tubuh dalam jumlah
tertentu. Keracunan akut atau kronik akibat kontak dengan pestisida dapat
melalui mulut, penyerapan melalui kulit dan saluran pernafasan. Pada petani
pengguna pestisida keracunan yang terjadi lebih banyak terpapar melalui kulit
dibandingkan dengan paparan melalui saluran pencernaan dan pernafasan
(Afriyanto, 2008).
B. Jalur Masuk Pestisida Pada Manusia
Pestisida dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui berbagai rute, yakni
(Djojosumarto, 2004):
1. Penetrasi lewat kulit (dermal contamination)
Pestisida yang menempel di permukaan kulit dapat meresap ke dalam tubuh
dan menimbulkan keracunan. Kejadian kontaminasi pestisida lewat kulit
merupakan kontaminasi yang paling sering terjadi.
Pekerjaan yang menimbulkan resiko tinggi kontaminasi lewat kulit adalah:
a. Penyemprotan dan aplikasi lainnya, termasuk pemaparan langsung oleh
droplet atau drift pestisida dan menyeka wajah dengan tangan, lengan
baju, atau sarung tangan yang terkontaminsai pestisida.
b. Pencampuran pestisida.
c. Mencuci alat-alat aplikasi
2. Terhisap lewat saluran pernafasan (inhalation)
Keracunan pestisida karena partikel pestisida terhisap lewat hidung
merupakan terbanyak kedua setelah kulit. Gas dan partikel semprotan yang
sangat halus (kurang dari 10 mikron) dapat masuk ke paru-paru, sedangkan
partikel yang lebih besar (lebih dari 50 mikron) akan menempel di selaput
lendir atau kerongkongan.
Pekerjaan-pekerjaan yang menyebabkan terjadinya kontaminasi lewat saluran
pernafasan adalah :
a. Bekerja dengan pestisida (menimbang, mencampur, dsb) di ruang
tertutup atau yang ventilasinya buruk.
b. Aplikasi pestisida berbentuk gas atau yang akan membentuk gas,
aerosol, terutama aplikasi di dalam ruangan, aplikasi berbentuk tepung
mempunyai resiko tinggi.
c. Mencampur pestisida berbentuk tepung (debu terhisap pernafasan).
3. Masuk ke dalam saluran pencernaan makanan lewat mulut (oral)
Pestisida keracunan lewat mulut sebenarnya tidak sering terjadi dibandingkan
dengan kontaminasi lewat kulit. Keracunan lewat mulut dapat terjadi karena :
a. Kasus bunuh diri.
b. Makan, minum, dan merokok ketika bekerja dengan pestisida.
c. Menyeka keringat di wajah dengan tangan, lengan baju, atau sarung
tangan yang terkontaminasi pestisida.
d. Drift pestisida terbawa angin masuk ke mulut.
e. Makanan dan minuman terkontaminasi pestisida.
2.1.7. Pencegahan Keracunan Pestisida
Menurut Djojosumarto (2004) ada beberapa langkah-langkah untuk menjamin
keselamatan dalam penggunaan pestisida adalah sebagai berikut:
1. Sebelum melakukan penyemprotan
a. Jangan melakukan pekerjaan penyemprotan pestisida bila merasa tidak
sehat.
b. Jangan mengijinkan anak-anak berada di sekitar tempat pestisida yang
akan digunakan atau mengijinkan anak-anak melakukan pekerjaan
penyemprotan pestisida.
c. Catat nama pestisida yang digunakan dan jika dapat catat juga nama
bahan aktifnya. Catatan ini penting bagi dokter bila terjadi sesuatu.
d. Pakaian dan peralatan perlindungan sudah harus dipakai sejak persiapan
penyemprotan, misalnya ketika menakar dan mencampur pestisida.
e. Jangan masukkan rokok, makanan, dan sebagainya ke dalam kantung
pekerjaan.
f. Periksa alat-alat aplikasi sebelum digunakan. Jangan menggunakan alat
semprot yang bocor. Kencangkan sambungan-sambungan yang sering
terjadi bocor.
g. Siapkan air bersih dan sabun di dekat tempat kerja untuk mencuci
tangan dan keperluan lain.
h. Siapkan handuk kecil yang bersih dalam kantung plastik tertutup dan
dibawa ke tempat kerja.
2. Ketika melakukan aplikasi
a. Perhatikan arah angin. Jangan melakukan penyemprotan yang
menentang arah angin keran drift pestisida dapat membalik dan
mengenai diri sendiri.
b. Jangan membawa makanan, minuman, dan rokok dalam kantung
pakaian kerja.
c. Jangan makan, minum, atau merokok selama menyemprot atau
mengaplikasikan pestisida.
d. Jangan menyeka keringat di wajah dengan tangan, sarung tangan, atau
lengan baju yang terkontaminasi petisida untuk menghindari pestisida
masuk ke mata atau mulut. Untuk keperluan itu gunakan handuk bersih
untuk menyeka keringat atau kotoran diwajah.
e. Bila nozzle tersumbat, jangan meniup nozzle yang terkontaminasi
langsung dengan mulut.
3. Sesudah aplikasi
a. Cuci tangan dengan sabun hingga bersih segera sesudah pekerjaan
selesai.
b. Segera mandi setelah sampai dirumah dan ganti pakaian kerja dengan
pakaian sehari-hari.
c. Jika tempat kerja jauh dari rumah dan harus mandi dekat tempat kerja,
sediakan pakaian bersih dalam kantung plastik tertutup. Sesudah ganti
pakaian, bawalah pakaian kerja dalam kantung tersendiri.
d. Cuci pakaian kerja terpisah dari cucian lainnya.
e. Makan, minum, atau merokok hanya dilakukan sesudah mandi atau
seketika sesudah mencuci tangan dengan sabun.
2.2. Penyuluhan
2.2.1. Penyuluhan Pertanian
Penyuluhan pertanian adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama dan
pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong serta mengorganisasikan
dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumberdaya
lainnya sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan,
dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi
lingkungan hidup.
Menurut Sastraatmadja (1993), penyuluhan pertanian didefinisikan sebagai
pendidikan nonformal yang ditujukan kepada petani dan keluarganya dengan tujuan
jangka pendek untuk mengubah perilaku termasuk sikap, tindakan dan pengetahuan
ke arah yang lebih baik, serta tujuan jangka panjang untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat Indonesia. Disamping menciptakan suatu perubahan
perilaku bagi masyarakat petani, penyuluhan pertanian pun diharapkan mampu
mengarahkan wawasan berpikir dan menumbuhkan karakter sebagai bangsa yang
sedang melakukan pembangunan.
2.2.2. Metode Penyuluhan
Dalam Suhardiyono (1992), ada 4(empat) metode penyuluhan menurut target
orang yang menghadiri kegiatan penyuluhan. Penggolongan metode penyuluhan ini
dapat dinyatakan sebagai berikut:
1. Metode Perorangan
Metode penyuluhan ini ditujukan bagi petani secara perorangan yang
memperoleh perhatian khusus dari penyuluh. setiap petani dikunjungi oleh penyuluh
secara individu.
Menurut Kartasapoetra (1994) metode perorangan sangat efektif digunakan
dalam penyuluhan karena sasaran dapat secara langsung memecahkan masalahnya
dengan bimbingan khusus dari penyuluh. Dari segi jumlah sasaran yang ingin
dicapai, metode ini kurang efektif karena terbatasnya jangkauan penyuluh untuk
mengunjungi dan membimbing sasaran secara individu. Dalam Notoatmodjo (2003),
pendekatan untuk metode perorangan antara lain bimbingan dan interview
(wawancara).
2. Metode Kelompok
Kegiatan penyuluhan menggunakan metode kelompok ini mengarahkan sasaran
kegiatannya pada petani secara berkelompok atau kelompok tani. Kegiatan ini
melibatkan tatap muka secara langsung antara penyuluh dengan kelompok tani.
Metode pendekatan kelompok menurut Kartasapoetra (1994) cukup efektif
dikarenakan petani dibimbing dan diarahkan secara kelompok untuk melakukan
sesuatu kegiatan yang lebih produktif atas dasar kerjasama. Dalam pendekatan
kelompok banyak manfaat yang dapat diambil, disamping dari transfer tekhnologi
informasi juga terjadinya tukar pendapat dan pengalaman antar sasaran penyuluhan
dalam kelompok yang bersangkutan. Dalam Notoatmodjo (2003), metode pendekatan
untuk kelompok besar dan kecil berbeda. Untuk kelompok besar yaitu peserta
penyuluhan lebih dari 15 orang, metode yang baik antara lain ceramah dan seminar.
Sedangkan untuk kelompok kecil, dimana peserta penyuluhan kurang dari 15 orang
dan metode yang cocok untuk kelompok ini antara lain diskusi kelompok, curah
pendapat, bola salju, kelompok-kelompok kecil.
3. Metode Massa
Kegiatan penyuluhan menggunakan metode ini mengarahkan sasaran
kegiatannya kepada masyarakat tani pada umumnya. Dalam pelaksanaan penyuluhan
menggunakan metode ini , dapat terjadi tatap muka secara langsung antara penyuluh
dengan petani. Namun dapat juga tidak terjadi kontak secara langsung antara petani
dengan penyuluh karena penyuluh menggunakan media seperti radio, televisi atau
sarana komunikasi yang lain.
Dipandang dari segi penyampaian informasi metode ini cukup baik, namun
terbatas hanya dapat menimbulkan kesadaran atau keingintahuan semata. Beberapa
peneliti menunjukkan bahwa metode pendekatan massal dapat mempercepat proses
perubahan, tetapi jarang dapat mewujudkan perubahan dalam prilaku. Menurut
Notoatmodjo (2003), metode pendekatan untuk pendidikan massa antara lain ceramah
umum, pidato melalui media elektronik, tulisan di majalah atau koran, billboard.
2.2.3. Media Penyuluhan
Alat bantu/media adalah alat-alat yang digunakan oleh pendidik dalam
menyampaikan bahan pendidikan/pengajaran. Sedangkan yang dimaksud dengan
media promosi kesehatan adalah alat bantu pendidikan . Disebut media promosi
kesehatan karena alat-alat tersebut merupakan saluran (channel) untuk
menyampaikan informasi kesehatan dan karena alat-alat tersebut digunakan untuk
memudahkan penerimaan pesan-pesan kesehatan bagi masyarakat atau klien.
Sesorang atau masyarakat di dalam proses pendidikan dapat memperoleh
pengalaman/pengetahuan melalui berbagai macam alat bantu pendidikan. Tetapi
masing-masing alat mempunyai intensitas yang berbeda-beda di dalam membantu
permasalahan sesorang.
Berdasarkan fungsinya sebagai menyampaikan pesan-pesan kesehatan, media
dibagi 3, yakni (Notoatmodjo, 2007):
1. Media cetak
Media cetak sebagai alat bantu menyampaikan pesan-pesan kesehatan sangat
bervariasi, antara lain seperti booklet, leaflet, flyer, flif chart, rubric, poster, dan
foto yang mengungkapkan informasi kesehatan.
2. Media elektronik
Media elektronik sebagai sasaran untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan
berbeda-beda jenisnya, seperti televisi, radio, video, slide, dan film strip.
3. Media papan (billboard)
Papan (billboard) yang dipasang di tempat-tempat umum dapat berisi dengan
pesan-pesan atau informasi-informasi kesehatan. Media papan disini juga
mencakup pesan-pesan yang ditulis pada lembaran seng yang ditempel pada
kenderaan umum (bus dan taksi).
2.3. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra
manusia, yakni indera penglihatan, pendengaraan, penciuman, rasa, dan raba.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk
tindakan seseorang (overt behavior).
1. Proses adopsi perilaku
Penelitian Rogers (1974) dalam Notoatmodjo 2003 mengungkapkan bahwa
sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang
tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:
a. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.
b. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.
c. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi
dirinya), hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
d. Trial, orang telah mencoba perilaku baru.
e. Adoption, subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
2. Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan,
yaitu (Notoatmodjo 2003):
a. Tahu (know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya.
b. Memahami (comprehension) diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
c. Aplikasi (aplication) diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
d. Analisis (analysis) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek kedalam komponen-komponennya.
e. Sintesis (synthesis) menunjukkan kepada kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
f. Evaluasi (evaluation) berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
2.4. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya
kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari
meruapakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus social. Menurut
Newcomb, sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan
merupakan pelaksanaan motif tertentu (Notoatmodjo, 2003).
1. Komponen sikap
Menurut Allport (1954), sikap mempunyai 3 komponen pokok, yaitu:
a. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek.
b. Kehidupam emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)
2. Tingkatan sikap
Seperti pengetahuan, sikap juga terdiri dari beberapa tingkatan, yaitu:
a. Menerima (receiving) diartikan bahwa orang (subjek) mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan (objek)
b. Merespon (responding), memberikan jawaban apabila ditanya,
mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan merupakan suatu
indikasi dari sikap.
c. Menghargai (valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan suatu
mendiskusikan suatu masalah merupakan suatu indikasi sikap tingkat tiga.
d. Bertanggung jawab (responsible), bertanggung jawab atas segala sesuatu
yang telah dipilihnya dengan segala risiko adalah sikap yang paling tinggi.
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara
langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap
suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan hipotesis,
kemudian ditanyakan pendapat responden.
2.5. Kerangka Konsep
2.6. Hipotesis Penelitian
1. Ha : Ada pengaruh penyuluhan pestisida terhadap pengetahuan petani jeruk
tentang penyemprotan pestisida.
Ho : Tidak ada pengaruh penyuluhan pestisida terhadap pengetahuan
petani jeruk tentang penyemprotan pestisida.
2. Ha : Ada pengaruh penyuluhan pestisida terhadap sikap petani jeruk tentang
penyemprotan pestisida.
Ho : Tidak ada pengaruh penyuluhan pestisida terhadap sikap petani
jeruk tentang penyemprotan pestisida.
Intervensi:
Penyuluhan Penyemprotan
Pestisida
Leaflet Penyemprotan
Pestisida
Pengetahuan
Sikap
Pengetahuan
sikap
Kelompok intervensi
Pengetahuan
sikap
Kelompok kontrol
Tanpa Intervensi

You might also like