ataupun secara aqli. Adapun secara syari misalnya tersirat dari firman Allah tentang doa orang-orang yang selamat :)) )) Dan jadikanlah kami sebagai imam (pemimpin) bagi orang- orang yang bertaqwa [QS Al-Furqan : 74]. Demikian pula firman Allah )) )) Taatlah kalian kepada Allah dan taatlah kalian kepada Rasul dan para ulul amri diantara kalian [QS An-Nisaa : 59]. Rasulullah saw bersabda dalam sebuah hadits yang sangat terkenal : Setiap dari kalian adalah pemimpin, dan setiap dari kalian akan ditanya tentang kepemimpinannya. Terdapat pula sebuah hadits yang menyatakan wajibnya menunjuk seorang pemimpin perjalanan diantara tiga orang yang melakukan suatu perjalanan. Adapun secara aqli, suatu tatanan tanpa kepemimpinan pasti akan rusak dan porak poranda. Kriteria Seorang Pemimpin Karena seorang pemimpin merupakan khalifah (pengganti) Allah di muka bumi, maka dia harus bisa berfungsi sebagai kepanjangan tangan-Nya. Allah merupakan Rabb semesta alam, yang berarti dzat yang men-tarbiyah seluruh alam. Tarbiyah berarti menumbuhkembangkan menuju kepada kondisi yang lebih baik sekaligus memelihara yang sudah baik. Karena Allah men-tarbiyah seluruh alam, maka seorang pemimpin harus bisa menjadi wasilah bagi tarbiyah Allah tersebut terhadap segenap yang ada di bumi. Jadi, seorang pemimpin harus bisa menjadi murabbiy bagi kehidupan di bumi. Karena tarbiyah adalah pemeliharaan dan peningkatan, maka murabbiy (yang men-tarbiyah) harus benar-benar memahami hakikat dari segala sesuatu yang menjadi obyek tarbiyah (mutarabbiy, yakni alam). Pemahaman terhadap hakikat alam ini tidak lain adalah ilmu dan hikmah yang berasal dari Allah. Pemahaman terhadap hakikat alam sebetulnya merupakan pemahaman (marifat) terhadap Allah, karena Allah tidak bisa dipahami melalui dzat-Nya dan hanya bisa dipahami melalui ayat-ayat- Nya. Kesimpulannya, seorang pemimpin haruslah seseorang yang benar-benar mengenal Allah, yang pengenalan itu akan tercapai apabila dia memahami dengan baik ayat-ayat Allah yang terucap (Al- Quran) dan ayat-ayat-Nya yang tercipta (alam). Bekal pemahaman (ilmu dan hikmah) bagi seorang pemimpin merupakan bekal paling esensial yang mesti ada. Bekal ini bersifat soft, yang karenanya membutuhkan hardware agar bisa berdaya. Ibn Taimiyyah menyebut hardware ini sebagai al-quwwat, yang bentuknya bisa beragam sesuai dengan kebutuhan. Dari sini bisa disimpulkan bahwa seorang pemimpin harus memiliki dua kriteria: al- ilm dan al-quwwat. Yang dimaksud dengan al-ilm (ilmu) tidaklah hanya terbatas pada al-tsaqafah (wawasan). Wawasan hanyalah sarana menuju ilmu. Ilmu pada dasarnya adalah rasa takut kepada Allah. Karena itulah Allah berfirman,Yang takut kepada Allah diantara para hamba-Nya hanyalah para ulama (QS. Faathir: 28). Ibnu Masud pun mengatakan,Bukanlah ilmu itu dengan banyaknya riwayat, akan tetapi ilmu adalah rasa takut kepada Allah. Namun bagaimana rasa takut itu bisa muncul ? Tentu saja rasa itu muncul sesudah mengenal-Nya, mengenal keperkasaan-Nya, mengenal kepedihan siksa-Nya. Jadi ilmu itu tidak lain adalah marifatkepada Allah. Dengan mengenal Allah, akan muncul integritas pribadi (al-adalat wa al-amanat) pada diri seseorang, yang biasa pula diistilahkan sebagai taqwa. Dari sini, dua kriteria pemimpin diatas bisa pula dibahasakan sebagai al-adalat wa al-amanat (integritas pribadi) dan al-quwwat. Selanjutnya, marilah kita tengok bagaimanakah kriteria para penguasa yang digambarkan oleh Allah dalam Al-Quran. Dalam hal ini kita akan mengamati sosok Raja Thalut (QS. Al-Baqarah: 247), Nabi Yusuf (QS. Yusuf: 22), Nabi Dawud dan Sulaiman (Al-Anbiya: 79, QS Al-Naml: 15). Raja Thalut: Sesungguhnya Allah telah memilihnya (Thalut) atas kalian dan telah mengkaruniakan kepadanya kelebihan ilmu dan fisik (basthat fi al-ilm wa al-jism) (QS. Al-Baqarah: 247). Nabi Yusuf: Dan ketika dia (Yusuf) telah dewasa, Kami memberikan kepadanya hukm dan ilm (QS. Yusuf: 22). Nabi Dawud dan Sulaiman: Maka Kami telah memberikan pemahaman tentang hukum (yang lebih tepat) kepada Sulaiman. Dan kepada keduanya (Dawud dan Sulaiman) telah Kami berikan hukm dan ilm (QS. Al-Anbiya: 79). Dan sungguh Kami telah memberikan ilm kepada Dawud dan Sulaiman (QS. Al-Naml: 15). Thalut merupakan seorang raja yang shalih. Allah telah memberikan kepadanya kelebihan ilmu dan fisik. Kelebihan ilmu disini merupakan kriteria pertama (al-ilm), sementara kelebihan fisik merupakan kriteria kedua (al-quwwat). Al-quwwat disini berwujud kekuatan fisik karena wujud itulah yang paling dibutuhkan saat itu, karena latar yang ada adalah latar perang. Yusuf, Dawud, dan Sulaiman merupakan para penguasa yang juga nabi. Masing-masing dari mereka telah dianugerahi hukm dan ilm. Dari sini kita memahami bahwa bekal mereka ialah kedua hal tersebut. Apakahhukm dan ilm itu ? Hukm berarti jelas dalam melihat yang samar-samar dan bisa melihat segala sesuatu sampai kepada hakikatnya, sehingga bisa memutuskan untuk meletakkan segala sesuatu pada tempatnya (porsinya). Atas dasar ini, secara sederhana hukm biasa diartikan sebagai pemutusan perkara (pengadilan, al- qadha). Adanya hukm pada diri Dawud, Sulaiman, dan Yusuf merupakan kriteria al-quwwat, yang berarti bahwa mereka memiliki kepiawaian dalam memutuskan perkara (perselisihan) secara cemerlang. Al-quwwat pada diri mereka berwujud dalam bentuk ini karena pada saat itu aspek inilah yang sangat dibutuhkan. Disamping al-hukm sebagai kriteria kedua (al-quwwat), ketiga orang tersebut juga memiliki bekal al- ilmsebagai kriteria pertama (al-ilm). Jadi, lengkaplah sudah kriteria kepemimpinan pada diri mereka. Pada dasarnya, kriteria-kriteria penguasa yang dikemukakan oleh para ulama bermuara pada dua kriteria asasi diatas. Meskipun demikian, sebagian ulama terkadang menambahkan beberapa kriteria (yang sepintas lalu berbeda atau jauh dari dua kriteria asasi diatas), dengan argumentasi mereka masing-masing. Namun, jika kita berusaha memahami hakikat dari kriteria-kriteria tambahan tersebut, niscaya kita dapati bahwa semua itu pun tetap bermuara pada dua kriteria asasi diatas. Wallahu alamu bish shawaab.
Syarat Kepemimpinan Dalam Islam OPINI | 14 November 2009 | 23:05 9447 2 Nihil
Dan jadikanlah kami sebagai imam (pemimpin) bagi orang-orang yang bertaqwa [QS Al-Furqan : 74] Dewasa ini Islam memiliki banyak pandangan atau pendapat mengenai Kepemimpinan. Wacana kepemimpinan yang berkembang ini, di awali setelah Rasulullah SAW wafat. Masyarakat Islam telah terbagi-bagi kedalam banyak kelompok atau golongan. Kelompok-kelompok Islam ini terkadang satu sama lain saling menyalahkan atau bahkan mengkafirkan. Perihal mengenai kepemimpinan dalam Islam merupakan suatu wacana yang selalu menarik untuk didiskusikan. Wacana kepemimpinan dalam Islam ini sudah ada dan berkembang, tepatnya pasca Rasulullah SAW wafat. Wacana kepemimpinan ini timbul karena sudah tidak ada lagi Rasul atau nabi setelah Nabi Muhammad SAW wafat. Dalam firman Allah SWT dikatakan bahwa Al-quran itu sudah bersifat final dan tidak dapat diubah- ubah lagi. Sehingga Rasulullah SAW adalah pembawa risalah terakhir dan penyempurna dari risalah-risalah sebelumnya. Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (Al-quran) sebagai kalimat yang benar dan adil. Tak ada yang dapat mengubah kalimat-kalimat-Nya.(Q.S Al-Anam:115). Tidaklah mungkin akan ada seorang nabi baru setelah Rasulullah SAW. Karena ketika ada seorang nabi baru setelah Rasulullah SAW maka akan ada suatu risalah baru sebagai penyempurna dari risalah sebelumnya, sehingga artinya Al-quran tidaklah sempurna dan Allah menjadi tidak konsisten terhadap pernyataannya yang ia sebutkan dalam ayat di atas. Ketika Rasulullah SAW wafat, berdasarkan fakta sejarah dalam Islam, Umat Islam terpecah belah akibat perdebatan mengenai kepemimpinan dalam Islam, khususnya mengenai proses pemilihan pemimpin dalam Islam dan siapa yang berhak atas kepemimpinan Islam. Sejarah mencatat bahwa kepemimpinan Islam setelah Rasulullah SAW wafat dipimpin oleh Abu Bakar, Umar Bin Khattab, Utsman Bin Affan, Ali Bin Abi Thalib, Muawiyah, dan Bani Abbas. Setelah dinasti Abbasyiah kepemimpinan Islam terpecah pecah ke dalam kesultan-kesultanan kecil. Permasalahan kepemimpinan ini membuat Islam menjadi terfragmentasi dalam kelompok-kelompok, diantaranya yang terbesar adalah adanya kelompok Sunni dan Syiah. Kedua kelompok besar ini memiliki konsep dan pahaman kepemimpinan yang sangat jauh berbeda. Kedua kelompok ini memiliki dalil dan argumentasi yang sama-sama menggunakan sumber Islam yaitu Al-quran dan Sunnah. Kedua kelompok ini terkadang saling berseteru satu sama lain, dan juga ada yang sampai mengkafirkan satu sama lain. Kondisi ini sangatlah tidak sehat bagi perkembangan kaum muslimin, harusnya mereka dapat berargumentasi secara rasional dan logis. Sehingga kaum muslim dapat melihat dan menilai apakah proposisi-proposisi yang dikeluarkan merupakan suatu kebenaran atau tidak. Pada dasarnya sejarah tak bersih dari peristiwa kelam. Sejarah setiap bangsa, dan pada dasarnya sejarah umat manusia, merupakan himpunan peristiwa menyenangkan dan tidak menyenangkan. Pasti begitu. Allah menciptakan manusia sedemikian sehingga manusia tidak bebas dari dosa. Perbedaan yang terjadi pada sejarah berbagai bangsa, komunitas dan agama terletak pada proporsi peristiwa menyenangkan dan tidak menyenangkan, bukan pada fakta bahwa mereka, hanya memiliki peristiwa menyenangkan saja atau tidak menyenangkan saja. Proses memahami sejarah tidak boleh berlandaskan suka atau tidak suka, dan juga harus siap menerima segala konsekuensi yang timbul setelah kita menelaah sejarah tersebut. Syarat-syarat Kepemimpinan Dalam Islam Kepemimpinan setelah Rasulullah SAW ini, merupakan pemimpin yang memiliki kualitas spiritual yang sama dengan Rasul, terbebas dari segala bentuk dosa, memiliki pengetahuan yang sesuai dengan realitas, tidak terjebak dan menjauhi kenikmatan dunia, serta harus memiliki sifat adil. Pemimpin setelah Rasul harus memiliki kualitas spiritual yang sama dengan Rasul. Karena pemimpin merupakan patokan atau rujukan umat Islam dalam beribadah setelah Rasul. Oleh sebab itu ia haruslah mengetahui cita rasa spritual yang sesuai dengan realitasnya, agar ketika menyampaikan sesuatu pesan maka ia paham betul akan makna yang sesungguhnya dari realitas (cakupan) spiritual tersebut. Ketika pemimpin memiliki kualitas spiritual yang sama dengan rasul maka pastilah ia terbebas dari segala bentuk dosa. Menurut Murtadha Muthahhari, umat manusia berbeda dalam hal keimanan dan kesadaran mereka akan akibat dari perbuatan dosa. Semakin kuat iman dan kesadaran mereka akan akibat dosa, semakin kurang mereka untuk berbuat dosa. Jika derajat keimanan telah mencapai intuitif (pengetahuan yang didapat tanpa melalui proses penalaran) dan pandangan bathin, sehingga manusia mampu menghayati persamaan antara orang melakukan dosa dengan melemparkan diri dari puncak gunung atau meminum racun, maka kemungkinan melakukan dosa pada diri yang bersangkutan akan menjadi nol.[14] Saya memahami apa yang dikatakan Muthahhari derajat keimanan telah mencapai intuitif dan pandangan bathin ini adalah sebagai telah merasakan cita rasa realitas spiritual. Dengan adanya kondisi telah merasakan cita rasa realitas spiritual, maka pastilah Rasulullah SAW dan Imam Ali Bin Abi Thalib beserta keturunannya tadi terbebas dari segala bentuk dosa. Kondisi ini juga akan berkonsekuensi pada pengetahuannya yang sesuai dengan realitas dari wujud atau pun suatu maujud. Ketika pemimpin tersebut mengetahui realitas dari seluruh alam, maka pastilah ia tahu akan kualitas dari dunia ini yang sering menjebak manusia. Kemudian seorang pemimpin haruslah juga memiliki sifat adil. Rasulullah SAW pernah berkata bahwa, Karena keadilanlah, maka seluruh langit dan bumi ini ada. Imam Ali Bin Abi Thalib mendefiniskan keadilan sebagai menempatkan sesuatu pada tempatnya yang layak. Keadilan bak hukum umum yang dapat diterapkan kepada manajemen dari semua urusan masyarakat. Keuntungannya bersifat universal dan serba mencakup. Ia suatu jalan raya yang melayani semua orang dan setiap orang. Penerapan sifat keadilan oleh seorang pemimpin ini dapat dilihat dari cara ia membagi ruang-ruang ekonomi, politik, budaya, dsb pada rakyat yang dipimpinnya. Misalkan tidak ada diskriminasi dengan memberikan hak ekonomi (berdagang) pada yang beragama Islam, sementara yang beragama kristen tidak diberikan hak ekonomi, karena alasan agama. Terkecuali memang dalam berdagang orang tersebut melakukan kecurangan maka ia diberikan hukuman, ini berlaku bagi agama apapun. Dengan demikian jelas bahwa setelah Rasulullah SAW wafat, maka ummat Islam sebenarnya memiliki seorang pemimpin, yakni Imam Ali Bin Abi Thalib. Kemudian dilanjutkan oleh beberapa keturunannya, yang mana akhir dari kepemimpinan tersebut adalah Imam Mahdi, yang disebut sebagai Imam akhir zaman. Akan tetapi sekarang ini, Dimanakah Imam Mahdi tersebut? dan siapakah yang memimpin umat Islam di zaman ini? Untuk menjawab pertanyaan ini, ada 4 dasar falsafi kepemimpinan kelompok dalam Islam (syiah), yaitu : Pertama, Allah adalah hakim mutlak seluruh alam semesta dan segala isinya.. Allah adalah Malik al- Nas, pemegang kedaulatan, pemilik kekuasaan, pemberi hukum. Manusia harus dipimpin oleh kepemimpinan Ilahiyah. Sistem hidup yang bersumber pada sistem ini disebut sistem Islam, sedangkan sistem yang tidak bersumber pada kepemimpinan Ilahiyah disebut kepemimpinan Jahiliyah. Hanya ada dua pilihan kepemimpinan Allah atau kepemimpinan Thagut. Kedua, kepemimpinan manusia yang mewujudkan hakimiah Allah dibumi adalah Nubuwwah. Nabi tidak saja menyampaikan Al-qanun Al-Ilahi dalam bentuk kitabullah, tetapi juga pelaksana qanun itu sendiri. Seperangkat hukum saja tidak cukup untuk memperbaiki masyarakat. Supaya hukum dapat menjamin kebahagiaan dan kebaikan manusia, diperlukan pelaksana. menurut Khomeini. Para Nabi diutus untuk menegakkan keadilan, menyelamatkan masyarakat manusia dari penindasan. Nabi telah menegakkan pemerintahan Islam dan Imamah keagamaan sekaligus. Ketiga, garis Imamah melanjutkan garis Nubuwwah dalam memimpin ummat. Setelah zaman Nabi berakhir dengan wafatnya Rasulullah SAW, kepemimpinan ummat dilanjutkan oleh para imam yang diwasiatkan oleh Rasulullah SAW dan Ahlul Baitnya. Setelah lewat zaman Nabi, maka datanglah zaman Imam. Jumlah Imam ini ada 12 (dua belas), pertama adalah Imam Ali Bin Abi Thalin, dan yang terakhir adalah Muhammad ibn Al-Hasan Al Mahdi Al Muntazhar, yang sekarang dalam keadaan gaib. Imam Mahdi mengalami dua ghaibah, yakni ketika dia bersembunyi didunia fisik, dan mewakilkan kepemimpinannya kepada Nawab al-Imam (wakil Imam), dan ghaibah kubra, yaitu setelah Ali Ibn Muhammad wafat, sampai kedatangannya kembali pada akhir zaman. Pada ghaibah kubra inilah kepemimpinan dilanjutkan oleh para faqih, hingga akhir zaman tiba. Keempat, para faqih diberikan beban menjadi khalifah. Kepemimpinan Islam berdasarkan atas hukum Allah. Oleh karena seorang faqih haruslah orang yang lebih tahu tentang hukum Illahi. Jalaluddin Rakhmat dalam buku Yamani yang berjudul, filsafat Politik Islam, menyebutkan bahwa secara terperinci seorang faqih harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : Faqahah, mencapai derajat mujtahid mutlak yang sanggup melakukan istinbath hukum dari sumber- sumbernya. adalah : memperlihatkan ketinggian kepribadian, dan bersih dari watak buruk. Hal ini ditunjukkan dengan sifat istiqamah, al shalah, dan tadayyun. Kafaah : memiliki kemampuan untuk memimpin ummat, mengetahui ilmu yang berkaitan dengan pengaturan masyarakat, cerdas, matang secara kejiwaan dan ruhani.[18] Menurut Khomeini, selain persyaratan umum seperti kecerdasan dan kemampuan mengatur (mengorganisasi), ada dua syarat mendasar lainnya bagi seorang fuqaha yaitu pengetahuan akan hukum dan keadilan. Seorang fuqaha sebenarnya adalah wujud dari hukum Islam itu sendiri. Dengan ini terlihat bahwa seorang fuqaha itu tidaklah boleh untuk berbuat salah. Sebelum akhir zaman tiba, maka kepemimpinan Islam haruslah di pegang oleh seorang ulama (faqih) yang memenuhi syarat-syarat. Tidak sembarang manusia dapat menjadi faqih (ulama). Manusia harus melewati proses-proses pengujian baik secara intelektual maupun spiritual. Mudah-mudahan kita selalu mendapatkan bimbingan dan hidayah-Nya. Insya Allah. Pemimpin Menurut Islam Posted by Franky at 6:45 AM | Sunday, July 15, 2007 | 5 comments Kategori: Islam Menjadi pemimpin adalah amanah yang harus dilaksanakan dan dijalankan dengan baik oleh pemimpin tersebut,karena kelak Allah akan meminta pertanggung jawaban atas kepemimpinannya itu. Dalam islam sudah ada aturan-aturan yang berkaitan dengan hal tersebut,diantaranya sebagai berikut: Niat yang Lurus Hendaklah saat menerima suatu tanggung jawab, dilandasi dengan niat sesuai dengan apa yang telah Allah perintahkan.Lalu iringi hal itu dengan mengharapkan keridhaan-Nya saja.Kepemimpinan atau jabatan adalah tanggung jawab dan beban, bukan kesempatan dan kemuliaan. Laki-Laki Wanita sebaiknya tidak memegang tampuk kepemimpinan.Rasulullah Shalallahualaihi wa sallam bersabda,Tidak akan beruntung kaum yang dipimpim oleh seorang wanita (Riwayat Bukhari dari Abu Bakarah Radhiyallahuanhu). Tidak Meminta Jabatan Rasullullah bersabda kepada Abdurrahman bin Samurah Radhiyallahuanhu,Wahai Abdul Rahman bin samurah! Janganlah kamu meminta untuk menjadi pemimpin.Sesungguhnya jika kepemimpinan diberikan kepada kamu karena permintaan, maka kamu akan memikul tanggung jawab sendirian, dan jika kepemimpinan itu diberikan kepada kamu bukan karena permintaan, maka kamu akan dibantu untuk menanggungnya. (Riwayat Bukhari dan Muslim) Berpegang pada Hukum Allah. Ini salah satu kewajiban utama seorang pemimpin.Allah berfirman,Dan hendaklah kamu memutuskan perkara diantara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. (al- Maaidah:49). Jika ia meninggalkan hukum Allah, maka seharusnya dicopot dari jabatannya. Memutuskan Perkara Dengan Adil Rasulullah bersabda,Tidaklah seorang pemimpin mempunyai perkara kecuali ia akan datang dengannya pada hari kiamat dengan kondisi terikat, entah ia akan diselamatkan oleh keadilan, atau akan dijerusmuskan oleh kezhalimannya. (Riwayat Baihaqi dari Abu Hurairah dalam kitab Al-Kabir). Tidak Menutup Diri Saat Diperlukan Rakyat. Hendaklah selalu membuka pintu untuk setiap pengaduan dan permasalahan rakyat.Rasulullah bersabda,Tidaklah seorang pemimpin atau pemerintah yang menutup pintunya terhadap kebutuhan, hajat, dan kemiskinan kecuali Allah akan menutup pintu-pintu langit terhadap kebutuhan, hajat, dan kemiskinannya. (Riwayat Imam Ahmad dan At- Tirmidzi). Menasehati rakyat Rasulullah bersabda,Tidaklah seorang pemimpin yang memegang urusan kaum Muslimin lalu ia tidak bersungguh- sungguh dan tidak menasehati mereka, kecuali pemimpin itu tidak akan masuk surga bersama mereka (rakyatnya). Tidak Menerima Hadiah Seorang rakyat yang memberikan hadiah kepada seorang pemimpin pasti mempunyai maksud tersembunyi, entah ingin mendekati atau mengambil hati.Oleh karena itu, hendaklah seorang pemimpin menolak pemberian hadiah dari rakyatnya.Rasulullah bersabda, Pemberian hadiah kepada pemimpin adalah pengkhianatan. (Riwayat Thabrani). Mencari Pemimpin yang Baik Rasulullah bersabda,Tidaklah Allah mengutus seorang nabi atau menjadikan seorang khalifah kecuali ada bersama mereka itu golongan pejabat (pembantu).Yaitu pejabat yang menyuruh kepada kebaikan dan mendorongnya kesana, dan pejabat yang menyuruh kepada kemungkaran dan mendorongnya ke sana.Maka orang yang terjaga adalah orang yang dijaga oleh Allah, (Riwayat Bukhari dari Abu said Radhiyallahuanhu). Lemah Lembut Doa Rasullullah, Ya Allah, barangsiapa mengurus satu perkara umatku lalu ia mempersulitnya, maka persulitlah ia, dan barang siapa yang mengurus satu perkara umatku lalu ia berlemah lembut kepada mereka, maka berlemah lembutlah kepadanya. Tidak Meragukan dan Memata-matai Rakyat. Rasulullah bersabda, Jika seorang pemimpin menyebarkan keraguan dalam masyarakat, ia akan merusak mereka. (Riwayat Imam Ahmad, Abu Dawud, dan Al-hakim).
Dikutip dari majalah Hidayatullah
Kepimpinan merupakan satu seni yang mengarah kepada suatu proses untuk menggerakkan sekumpulan manusia menuju ke suatu tujuan yang telah ditetapkan dengan mendorong mereka bertindak dengan cara yang tidak memaksa yakni kerana mereka mahu melakukannya.
Kepimpinan yang baik menggerakkan manusia ke arah jangka panjang, yang betul-betul merupakan kepentingan mereka yang terbaik. Arah tersebut boleh bersifat umum, seperti penyebaran Islam ke seluruh dunia, atau khusus seperti mengadakan conference atau persidangan mengenai isu tertentu.
Walau bagaimanapun, cara dan hasilnya haruslah memenuhi kepentingan terbaik orang-orang yang terlibat dalam pengertian jangka panjang yang nyata. Kepimpinan adalah suatu peranan dan juga merupakan suatu proses untuk mempengaruhi orang lain.
Pemimpin adalah anggota dari suatu perkumpulan yang diberi kedudukan tertentu dan diharapkan dapat bertindak sesuai dengan kedudukannya. Seorang pemimpin adalah juga seseorang dalam suatu kumpulan yang diharapkan menggunakan pengaruhnya dalam mewujudkan dan mencapai tujuan kelompok.
Pemimpin yang jujur ialah seorang yang memimpin dan bukan seorang yang menggunakan kedudukannya untuk memimpin. Fenomena kepimpinan dapat dijelaskan melalui konsep-konsep dasar berikut:
1. Kepimpinan adalah suatu daya yang mengalir dengan cara yang tidak diketahui antara pemimpin dengan pengikutnya, mendorong para pengikut supaya mengerahkan tenaga secara teratur menuju sasaran yang dirumuskan dan disepakati bersama. Bekerja menuju sasaran dan pencapaiannya memberikan kepuasan bagi pemimpin dan pengikutnya. 2. Kepimpinan juga mewarnai dan diwarnai oleh media, lingkungan, pengaruh dan iklim di mana dia berfungsi. Kepimpinan tidak bekerja dalam ruangan yang hampa, tetapi suasana yang diciptakan oleh pelbagai unsur. 3. Kepimpinan sentiasa aktif, namun boleh berubah-ubah darjatnya, kepentingannya dan keluasan tujuannya. Kepimpinan itu bersifat dinamik. 4. Kepimpinan bekerja menurut prinsip, methodologi dan matlamat yang pasti dan tetap.
II. Kepimpinan yang Efektif
A. Apakah kepimpinan yang efektif?
Kepimpinan yang efektif ialah suatu proses untuk menciptakan wawasan, mengembangkan suatu strategi, membangun kerjasama dan mendorong tindakan. Pemimpin yang efektif:
1. Menciptakan wawasan untuk masa depan dengan mempertimbangkan kepentingan jangka panjang kelompok yang terlibat. 2. Mengembangkan strategi yang rasional untuk menuju ke arah wawasan tersebut. 3. Memperoleh dukungan dari pusat kekuasaan yang bekerjasama, persetujuan, kerelaan atau kelompok kerjanya diperlukan untuk menghasilkan pergerakan itu. 4. Memberi motivasi yang kuat kepada kelompok inti yang tindakannya merupakan penentu untuk melaksanakan strategi.
Suatu kombinasi dari proses biologi, sosial dan psikologi yang kompleks menentukan potensi kepimpinan seorang individu. Potensi ini harus dibina dengan baik supaya efektif. Bukan sesuatu yang pelik sekiranya seseorang itu memiliki sifat kepimpinan namun tidak memanfaatkannya.
Dalam kehidupan manusia yang berbeza-beza, sifat ini mungkin diwujudkan dalam suatu situasi yang bervariasi dan muncul pada tahap yang berlainan. Pelaksanaan kepimpinan dipengaruhi oleh lingkungan dan peluang serta keadaan yang terbatas.
B. Pemimpin, Pengurus dan Pengikut
Pemimpin mengendalikan bawahannya untuk mencapai tujuan dengan motivasi dan teladan peribadi. Pengurus memperoleh tingkah laku yang diinginkan dengan menggunakan kedudukan rasmi mereka yang lebih tinggi dalam struktur organisasi.
Pemimpin yang baik menyedari bahawa mereka juga harus menjadi pengikut yang baik. Boleh dikatakan, pemimpin juga harus melapor kepada seseorang atau kelompok. Oleh sebab itu mereka juga harus mampu menjadi pengikut yang baik.
Pengikut yang baik harus menghindari persaingan dengan pemimpin, bertindak dengan setia dan memahami serta menunjung baik idea, nilai dan tingkah laku pemimpin secara konstruktif. Pengikut atau pemimpin terikat dalam suatu hubungan yang terarah. Oleh itu, pemimpin harus sentiasa memberi perhatian pada kesejahteraan anak buahnya. Pengikut pula harus mendukung pemimpin selagi pemimpin berada di landasan yang benar dan lurus.
III. Ciri-Ciri Pemimpin Islam
Nabi Muhammad SAW bersabda bahawa pemimpin suatu kelompok adalah pelayan kelompok tersebut. Oleh kerana itu, pemimpin hendaklah melayani dan menolong orang lain untuk maju. Beberapa ciri penting yang menggambarkan kepimpinan Islam adalah seperti berikut:
1. Setia Pemimpin dan orang yang dipimpin terikat kesetiaan kepada Allah. 2. Tujuan Pemimpin melihat tujuan organisasi bukan saja berdasarkan kepentingan kelompok tetapi juga dalam ruang lingkup tujuan Islam yang lebih luas. 3. Berpegang pada Syariat dan Akhlak Islam. Pemimpin terikat dengan peraturan Islam, boleh menjadi pemimpin selama ia berpegang pada perintah syariat. Ketika mengendalikan urusannya ia harus patuh kepada adab-adab Islam, khususnya ketika berurusan dengan golongan oposisi atau orang-orang yang tidak sehaluan dengannya. 4. Pembawa Amanah. Pemimpin menerima kekuasaan sebagai amanah dari Allah yang disertai dengan tanggungjawab yang besar. Al-Quran memerintahkan pemimpin melaksanakan tugasnya untuk Allah dan menunjukkan sikap baik kepada pengikutnya sebagaimana Firman Allah SWT:
iaitu orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka, nescaya mereka mendirikan solat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang maruf dan mencegah perbuatan yang mungkar, dan kepada Allah-lah kembali segala urusan. (Surah Al-Hajj, ayat 41).
IV. Prinsip-prinsip Dasar Pelaksanaan
Kepimpinan Islam ada tiga prinsip dasar yang mengatur pelaksanaan kepemimpinan Islam: Syura dan Musyawarah, Keadilan, serta Kebebasan Berfikir dan Memberi Pendapat.
A. Syura dan Musyawarah
Musyawarah adalah prinsip pertama dalam kepemimpinan Islam. Al-Quran menyatakan dengan jelas bahwa pemimpin Islam wajib mengadakan musyawarah dengan orang yang mempunyai pengetahuan atau dengan orang yang dapat memberikan pandangan yang baik.
Dan orang-orang yang menerima seruan Tuhannya dan mendirikan solat, sedangkan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian rezeki yang kami berikan kepadanya. (Surah Asy-Syura, ayat 38).
Rasulullah SAW juga diperintahkan oleh Allah supaya melakukan musyawarah dengan sahabat- sahabat beliau:
Maka rahmat Allah-lah yang telah menyebabkan kamu berlemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Oleh kerana itu maafkanlah mereka, mohonlah ampunan bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan tersebut. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang yang bertawakal kepadaNya (Surah Ali Imran, ayat 159).
Pelaksanaan musyawarah memungkinkan anggota organisasi Islam turut serta dalam proses membuat keputusan. Pada saat yang sama musyawarah berfungsi sebagai tempat mengawasi tingkah laku pemimpin jika menyimpang dari tujuan umum kelompok. Tentu saja pemimpin tidak wajib melakukan musyawarah dalam setiap masalah. Masalah rutin hendaknya diselesaikan dengan pendekatan berbeza dengan masalah yang berkaitan perbuatan kebijaksanaan.
Apa yang rutin dan apa yang tidak harus diputuskan dan dirumuskan oleh setiap kelompok berdasarkan dan bersesuaian dengan ukuran, keperluan, sumber daya manusia, suasana dan lingkungan yang ada. Apa yang pasti, pemimpin harus mengikuti dan melaksanakan keputusan yang telah diputuskan dalam musyawarah. Dia harus menghindari dirinya dari memanipulasi bermain kata-kata untuk menonjolkan pendapatnya atau mengungguli keputusan yang dibuat dalam musyawarah. Secara umum petunjuk berikut dapat membantu untuk menjelaskan ruang lingkup musyawarah:
1. Urusan-urusan pentadbiran dan eksekutif diserahkan kepada pemimpin. 2. Persoalan yang memerlukan keputusan segera harus ditangani pemimpin dan dibentangkan kepada kelompok untuk ditinjau dalam pertemuan berikutnya atau langsung melalui telefon. 3. Anggota kelompok atau wakil mereka harus mampu membuat pemeriksaan semula dan menanyakan tindakan pemimpin secara bebas tanpa rasa segan dan malu. 4. Kebijaksanaan yang harus diambil, sasaran jangka panjang yang direncanakan dan keputusan penting yang harus diambil para wakil terpilih diputuskan dengan cara musyawarah. Masalah ini tidak boleh diputuskan oleh pemimpin seorang diri.
B. Keadilan dan Pemimpin yang Adil
Pemimpin seharusnya memperlakukan manusia secara adil dan tidak berat sebelah tanpa mengira suku bangsa, warna kulit, keturunan dan lain-lain. Al-Quran memerintahkan agar kaum Muslimin berlaku adil bahkan ketika berurusan dengan para penentang mereka.
Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum antara manusia supaya kamu berlaku adil. (Surah An-Nisa, ayat 58).
Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum mendorong kamu berlaku tidak adil. Berlaku adillah, kerana adil lebih dekat kepada taqwa. (Surah Al-Maidah, ayat 8.)
Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi kerana Allah walaupun terhadap dirimu sendiri, ibu-bapa, dan kaum kerabatmu, sama ada ia kaya atau miskin, kerana Allah akan melindungi. (Surah An-Nisa, ayat 135).
Selain memenuhi prinsip keadilan yang menjadi asas tertegaknya masyarakat Islam, pemimpin organisasi Islam juga mesti mendirikan badan peradilan internal atau lembaga hukum untuk menyelesaikan pelbagai perbezaan atau pengaduan dalam kelompok itu. Anggota-anggota lembaga tersebut harus dipilih dari orang-orang yang berpengetahuan, arif dan bijaksana.
C. Kebebasan Berfikir dan Memberi Pendapat
Pemimpin Islam hendaklah memberikan ruang dan mengundang anggota kelompok untuk mengemukakan kritikannya secara konstruktif. Mereka dapat mengeluarkan pandangan atau masalah-masalah mereka dengan bebas, serta mendapat jawapan dari segala persoalan yang mereka ajukan. Al-Khulafa al-Rasyidin memandang persoalan ini sebagai unsur penting bagi kepimpinan mereka.
Ketika seorang wanita tua berdiri untuk memperbetul Saidina Umar ibn al-Khattab sewaktu beliau berpidato di sebuah masjid, beliau dengan rela mengakui kesalahannya dan bersyukur kepada Allah SWT, kerana masih ada orang yang mahu membetulkan kesalahannya.
Pada suatu hari Saidina Umar pernah pula bertanya kepada umat Islam mengenai apa yang dilakukan oleh mereka jika beliau melanggar prinsip-prinsip Islam. Seorang lelaki menyebut bahawa mereka akan meluruskan dengan sebilah pedang.
Lantar Saidina Umar bersyukur kepada Allah kerana masih ada orang di dalam lingkungan umat yang akan memperbetulkan kesalahannya. Pemimpin hendaklah berjuang menciptakan suasana kebebasan berfikir dan pertukaran gagasan yang sihat dan bebas, saling kritik dan saling menasihati antara satu sama lain, sehingga para pengikutnya merasa senang membincangkan masalah atau persoalan yang menjadi kepentingan bersama.
Seorang Muslim disarankan memberi nasihat yang ikhlas apabila diperlukan. Tamim bin Aws meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda:
Agama adalah nasihat, Kami berkata: Kepada siapa? Beliau menjawab: Kepada Allah, Kitab- kitab-Nya, Rasul- Nya, pemimpin umat Islam dan kepada masyarakat kamu seluruhnya. (Hadith Riwayat Imam Muslim).
Secara ringkas kepimpinan Islam bukanlah kepimpinan tirani dan tanpa koordinasi. Pemimpin Islam, setelah mendasari dirinya dengan prinsip-prinsip Islam, bermusyawarah dengan sahabat-sahabat secara objektif dan dengan penuh rasa hormat, maka selepas itu menjadi tanggungjawabnya untuk membuat keputusan dan tindakan dengan seadil-adilnya.
Perlu difahami dan dingatkan bahawa pemimpin bertanggungjawab bukan hanya kepada para pengikutnya malah apa yang lebih penting ialah dia bertanggungjawab kepada Allah SWT di Akhirat nanti! Sebagai kesimpulannya, di dalam pencarian model pemimpin dan kepimpinan Islam, empat elemen iaitu intelek, rohani, jasmani dan emosi hendaklah diperkukuhkan dan dimantapkan.
Keempat-empat elemen ini perlu saling lengkap-melengkapi di dalam pembentukan karakter dan jati diri pemimpin yang unggul. Pastinya ilmu, iman, berhemah tinggi dan hikmah merupakan transformer penganjak yang mesti diaktifkan dan dipastikan terus mengaliri urat nadi kepimpinan umat masa kini dan generasi harapan pimpinan masa depan secara keseluruhannya. Ingatlah bahawa sesungguhnya generasi hari ini penentu kemandirian generasi mendatang.
Kitalah rijal dan nisa penentu serta pembina hala tuju untuk masa depan agama, bangsa dan negara yang lebih cemerlang, gemilang dan terbilang! Wallahu ala wa alam.
sumber : http://zamrey.blog.uns.ac.id/artikel/kepemimpinan/kepimpinan-dalam-islam