You are on page 1of 8

49

Teknologi
Indonesia
LIPI Press 2011
Volume 34, Edisi Khusus 2011
PROSES AGLOMERASI DAN DAMPAK OPERASIONAL
PADA PEMBAKARAN CANGKANG SAWIT
DALAM UNGGUN TERFLUIDISASI
Haifa Wahyu, M. Affendi
Pusat Penelitian Fisika LIPI
Jln. Cisitu-Sangkuriang No. 21/154D, Bandung 40135
Telp. 0222507773; Fax. 0222503050, Hp. 0811229503
E-mail: haifa.wahyu@gmail.com;
ABSTRAK
Penggunaan biomassa cangkang sawit di dalam unggun teruidisasi sebagai bahan bakar alternatif pengganti
batubara perlu dipertimbangkan dari segi operasional. Walaupun dari segi emisi karbon cangkang sawit lebih ramah
lingkungan, namun kenyataannya hal tersebut menimbulkan masalah operasional. Pembakaran yang terus-menerus
dapat mengakibatkan terjadinya penggumpalan abu hasil pembakaran atau aglomerasi pada pasir unggun. Unggun
akan terdeuidisasi dan tidak dapat lagi bekerja dengan baik sehingga operasi harus dihentikan. Untuk melihat
efek aglomerasi di dalam unggun teruidisasi, suatu uji pembakaran cangkang sawit telah dilakukan di dalam
tungku uidized skala 15 kg/jam yang terdapat di Pusat Penelitian Fisika LIPI. Hasil pengujian menunjukkan
bahwa pembakaran cangkang sawit akan menimbulkan aglomerasi di dalam tungku terutama apabila suhu sudah
berada di atas 800
o
C. Penggumpalan abu disebabkan oleh interaksi mineral alkali dan klorin yang terdapat dalam
abu dengan silikat yang terdapat dalam unggun pasir FBC saat pembakaran terjadi, di mana suhu deformasi dan
leleh abu turun hingga sekitar 800
o
C.
Kata Kunci: Biomassa cangkang sawit, Unggun teruidisasi, Agglomerasi
ABSTRACT
The use of palm shell as fuel in uidized bed may be a better choice than that of coal in terms of carbon emission
elimination due to its more environmentally friendly properties. But in reality it will cause operational problems.
Continuous combustion results in agglomeration of the sand bed, which triggers deuidization and hence operational
shut down. This paper presents a combustion test of palm shell in a laboratory scale uidized bed furnace with the
capacity of 15 kg/hr located at the Research Centre of Physics, Indonesian Institute of Sciences. The results show
that continuous burning of palm shell will lead to agglomeration in the furnace, especially when the temperature
was above 800
o
C. The alkali and chlorine material contained in the biomass ash will interact with calcium silicate
contained in the sand bed of FBC during combustion. Therefore the mixture of ash and silicate produces clinker
that lowers its melting temperature down to about 800C.
Keywords: Palm shell biomass, Fluidized bed reactor, Agglomeration
PENDAHULUAN
Teknologi uidized-bed merupakan teknologi
pembangkit daya yang dikembangkan untuk
pembakaran pada suhu rendah, yaitu 800
o
C
dengan tujuan mengeliminasi terjadinya senyawa
polutan oksida nitrogen (NO
x
). Pembakaran
terjadi dalam keadaan turbulen akibat proses
uidisasi bahan bakar padat yang dihasilkan
oleh aliran udara melalui nozel-nozel didasar
tungku. Pencampuran udara dan bahan bakar
dalam keadaan turbulen akan menghasilkan
reaksi pembakaran dan transfer panas yang lebih
esien. Tungku uidized-bed dapat digunakan
untuk membakar berbagai macam bahan bakar,
mulai dari batu bara, biomassa, sludge industri,
buangan dan lain-lain. Karena tungku beroperasi
pada suhu rendah, uidized-bed menggunakan
unggun pasir kwarsa untuk menyimpan panas
sehingga bahan bakar seperti batu bara akan tetap
terbakar pada suhu 800
o
C.
Off print request to: Haifa Wahyu & M. Affendi
50
Jurnal Teknologi Indonesia, Volume 34, Edisi Khusus 2011
Dengan adanya kontak langsung material
bahan bakar dengan boiler (water tubes) maka
penyerapan panas ke boiler lebih efektif.
Manfaat yang diperoleh dari operasional suhu
rendah ini adalah tidak adanya pembentukan
NO
x
, serta meminimalisasi pembentukan SO
x
.
Pembakaran biomassa di dalam tungku uidized-
bed khususnya dilakukan pada rentang suhu
750800
o
C. Hal ini berhasil dilakukan untuk
pembakaran serbuk gergaji, serta campuran
serbuk gergaji dengan sludge industri. Jika suhu
dinaikkan, aglomerasi akan mulai terbentuk.
Demikian juga jika abu yang terbentuk berada
terlalu lama di dalam tungku, abu akan mudah
leleh yang menimbulkan aglomerasi pada
unggun pasir. Aglomerasi partikel unggun saat
pembakaran biomassa berlangsung menyebabkan
terjadinya deuidisasi unggun sehingga plant
harus ditutup sementara dan tungku dibersihkan
dari gumpalan tersebut.
Penggunaan biomassa sebagai bahan ba-
kar berpotensi untuk netralisasi CO
2
yang
dihasilkan saat pembakaran. Namun, mineral
yang terkandung dalam bahan bakar biomassa
dapat memengaruhi unjuk kerja dari boiler dan
tungku karena endapan dari mineral tersebut
mengurangi efektivitas perpindahan panas. Suatu
studi yang dilakukan oleh Skrifvars et al. tentang
sifat-sifat abu pada boiler kayu menunjukkan
bahwa abu dapat menimbulkan masalah serius
dalam saluran pembuangan gas buang, karena
abu akan mengendap pada dinding-dinding
boiler dan saluran.
[1]
Skrifvars et al. meneliti
sampel abu pada endapan abu, y ash dan gas
buang yang dibandingkan dengan data hasil
analisis bahan bakar. Abu yang dikumpulkan
ternyata mengandung alkali, sulfur dan klorin.
Kandungan kalsium juga dideteksi pada abu
dengan ukuran partikel yang lebih besar (110
m) dalam bentuk senyawa oksida atau karbonat.
Jika dibandingkan dengan hasil analisis dari kayu
maka mineral-mineral tersebut telah ada pada
sampel kayu. Dari hasil pengamatan terlihat
bahwa dari endapan abu yang diambil, sebagian
besar mengandung kalsium, kalium, dan sulfur.
Skrifvars et al. mengamati bahwa pencampuran
bahan bakar biomassa dengan gambut (peat)
dapat mengurangi problem aglomerasi unggun
uidisasi.
Dari hasil analisis Skrifvars, kandungan ele-
men dalam bahan bakar kayu dan abu disajikan
dalam Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Analisis elementer dari gambut dan kayu
Berat dasar kering (db) %
Gambut (Peat) Kayu
I II III IV
Kelembapan 35.4 7.3 5.9 8.0 7.5
Abu 12.8 0.4 0.7 0.4 0.4
Volatles - - - - -
C 52.1 47.1 48 - -
H 5.1 6.1 6 6.1 6.1
N 1.4 <0.3 <0.3 <0.3 <0.3
S 0.3 0.12 <0.01 0.02
Cl 0.02 <0.01 <0.01 <0.01 <0.01
O 28.2 44.6 42.6 42.6 42.9
HHV (MJ/kg) 22.4 20.3 20.5 20.4 20.5
Tabel 2. Hasil analisis abu dari gambut dan kayu
SiO2 48.5 16.8 31.7 18.6 12.2
Al2O3 12.2 3.3 6.8 38.6 2.7
Fe2O3 12.1 2.8 9.3 3.4 3.1
CaO 8.6 29.3 22.5 30.5 33.2
MgO 1.2 6.1 4.0 6.2 6.1
Na2O 0.03 2.1 0.9 1.7 1.4
K2O 1.6 9.2 6.9 10.3 8.9
P2O5 1 2.6 2.6 2.6 2.2
Jumlah 85.2 72.3 84.6 111.9 69.8
51
Proses Aglomerasi dan Dampak ... | Haifa Wahyu & M. Affendi
Aglomerasi ini terjadi saat interaksi antara
mineral alkali yang terdapat dalam abu dan
butiran pasir saat pembakaran berlangsung. Inter-
aksi yang berkepanjangan saat pembakaran akan
menyebabkan terbentuknya ikatan permanen di
antara butiran pasir. Faktor lain yang memperce-
pat terjadinya aglomerasi adalah faktor hotspot
akibat pembakaran partikel arang (char) sehingga
abu akan melunak lalu leleh pada suhu yang
relatif rendah. Studi tentang proses terjadinya
aglomerasi dipelajari juga oleh Chirone et al. dan
Bartel et al. melalui eksperimen dalam model
tungku uidisasi.
[2]
Parameter yang divariasi
adalah jumlah bahan bakar, suhu pembakaran,
kecepatan fluidisasi, faktor kelebihan udara,
dan ukuran partikel yang tidak bereaksi (inert).
Adapun hasil yang diamati berupa efisiensi
pembakaran, waktu hingga terjadinya deuidisasi
dan persentasi abu yang terakumulasi dalam
unggun saat terjadinya deuidisasi. Hasilnya
menunjukkan bahwa esiensi pembakaran di
atas 99%, namun seluruh eksperimen berakhir
dengan terjadinya deuidisasi. Saat deuidisasi
suhu di bagian bawah unggun cenderung turun,
sedangkan suhu di bagian atas naik. Tekanan di
dalam reaktor turun drastis karena saluran udara
di dalam reaktor tersumbat. Waktu deuidisasi
bergantung pada suhu reaksi pembakaran, jika
suhu lebih tinggi, proses aglomerasi terjadi lebih
cepat. Sampel yang diambil dari gumpalan pasir
menunjukkan sifat yang getas dan mudah pecah.
Hal ini merupakan suatu indikasi bahwa ada
partikel yang menyala di antara butiran pasir.
Menurut hasil survei ASEAN COGEN III,
[3]

cangkang sawit mengandung 0.01% berat sulfur,
0.015% klorin dan 0.225 campuran kalium dan
natrium. Dari diagram segitiga (ternary diagram)
K2O-CaO-SiO2 berikut diperlihatkan perubahan
suhu titik leleh abu jika terdapat campuran ok-
sida kalium, kalsium dan silikat dalam jumlah
tertentu. Jika kandungan silika semakin tinggi,
titik deformasi abu juga akan semakin rendah.
Makalah ini menyajikan masalah aglomerasi
karena penggunaan bahan bakar alternatif bio-
massa cangkang sawit dalam unggun teruidisasi
yang dipelajari secara eksperimen dan dilihat
dampaknya secara operasional.
METODOLOGI
Pengujian dilakukan dengan membakar cangkang
sawit suhu pembakaran dalam tungku mencapai
900950
o
C, yaitu suhu operasional tungku
CFBC. Suhu tersebut disesuaikan dengan suhu
operasional tungku uidized-bed yang meng-
gunakan bahan bakar batu bara supaya kapasitas
Gambar 1. Diagram segitiga K
2
O-CaO-SiO
2
52
Jurnal Teknologi Indonesia, Volume 34, Edisi Khusus 2011
pembangkitan nominal dari boiler dapat tercapai.
Sampel cangkang sawit diterima dari PT Great
Giant Pineapple Lampung sebanyak 200 kg.
Analisis sampel bahan bakar cangkang sawit
dilakukan di Puslit Teknologi Mineral dan Batu-
bara (TEKMIRA) Departemen ESDM. Gas hasil
pembakaran dianalisis menggunakan peralatan
dari Balai Keselamatan dan Kesehatan Kerja,
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Laporan hasil uji dikeluarkan berdasarkan data
yang diperoleh saat eksperimen dan sampel
yang diberikan. Parameter yang diuji adalah
suhu pembakaran, jumlah sampel, komposisi gas
buang, partikulat, dan waktu hingga terjadinya
aglomerasi. Partikulat dan Sulfur Dioksida (SO
2
)
dianalisis berdasarkan standard SNI 19-7117.12-
2005 dan SNI 19-7117.3.1-2005. Metode
pengukuran adalah langsung atau direct reading.
Pasir yang digunakan sebagai unggun adalah
pasir kwarsa.
HASIL ANALISIS DAN
PEMBAHASAN
Hasil analisis bahan bakar cangkang sawit ber -
dasarkan sampel kering udara (adb) dan titik leleh
abu diberikan dalam tabel di bawah ini.
1. Analisis proksimat dan ultimat cangkang sawit
1.1. Cangkang sawit
Table 3. Komposisi elemen dan senyawa di dalam cangkang sawit
No. Parameter Nilai Unit Basis
I PROXIMATE
1 Kelembapan 6.17 % adb
2 Abu 2.65 % adb
3 Zat yang mudah menguap 70.35 % adb
4 Karbon tetap 20.83 % adb
II ULTIMATE % adb
1 Karbon 50.09 % adb
2 Hidrogen 5.81 % adb
3 Nitrogen 0.20 % adb
4 Sulfur 0.04 % adb
5 Oksigen 41.21 % adb
III Nilai kalor 4771 Kal/gr adb
1.2. Titik leleh abu (Ash fusibility temperatures)
Table 4. Titik leleh abu dari cangkang sawit
No.
Kondisi Reduksi
(Reducing Atmosphere)
Kondisi Oksidasi
(Oxidizing Atmosphere)
Suhu
deformasi,
o
C
Suhu
spherical,
o
C
Suhu
hemisphere,
o
C
Suhu alir,
o
C
Suhu
deformasi,
o
C
Suhu
spherical,
o
C
Suhu
hemisphere,
o
C
Suhu alir,
o
C
1 1255 1295 1305 1340 1175 1255 1285 1320
2. Analisis gas buang
Table 5. Hasil analisis partikulat dan sulfur dioksida didalam aliran gas buang
Pengamatan Parameter Satuan Hasil Analisis Baku Mutu Udara*
Suhu <900
o
C
I 1. Partkel mg/m
3
3.62 300
2. SO2 mg/m
3
0.045 600
53
Proses Aglomerasi dan Dampak ... | Haifa Wahyu & M. Affendi
Pengamatan Parameter Satuan Hasil Analisis Baku Mutu Udara*
II 1. Partkel mg/m
3
2.95 300
2. SO2 mg/m
3
0.098 600
Suhu > 900
o
C
III 1. Partkel mg/m
3
6.20 300
2. SO2 mg/m
3
0.228 600
IV 1. Partkel mg/m
3
0.33 300
2. SO2 mg/m
3
0.151 600
V 1. Partkel mg/m
3
0.48 300
2. SO2 mg/m
3
0.153 600
VI 1. Partkel mg/m
3
6.32 300
2. SO2 mg/m
3
0.262 600
* Baku Mutu Udara Emisi Sumber Tidak Bergerak Bagi Ketel Uap yang Menggunakan Bahan Bakar Biomassa
(Cangkang) berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 7 Tahun 2007 dalam mg/m
3
.
Table 6a. Hasil analisis senyawa di dalam aliran gas buang, suhu pengukuran <900
o
C
Pengamatan Parameter Satuan Hasil Analisis Baku Mutu Udara*
I 1. O
2
% 18.15
2. CO ppm 463
3. CO
2
% 1.61
4. NO ppm 32
5. NO
2
ppm 0
6. NO
x
ppm 32 800
7. H
2
ppm 77
8 H
2
S ppm 1
II 1. O
2
% 18.79
2. CO ppm 176
3. CO
2
% 1.25
4. NO ppm 43
5. NO
2
ppm 0.8
6. NO
x
ppm 44 800
7. H
2
ppm 10
8 H
2
S ppm 7.3
* Baku Mutu Udara Emisi Sumber Tidak Bergerak Bagi Ketel Uap yang Menggunakan Bahan Bakar Biomassa
(Cangkang) berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 7 Tahun 2007 dalam mg/m
3
.
Table 6b. Hasil analisis senyawa didalam aliran gas buang, suhu pengukuran > 900
o
C
Pengamatan Parameter Satuan Hasil Analisis Baku Mutu Udara*
III 1. O
2
% 16.81
2. CO ppm 1175
3. CO
2
% 2.37
4. NO ppm 51
5. NO
2
ppm 3.4
6. NO
x
ppm 55 800
7. H
2
ppm 2200
8 H
2
S ppm 28
IV 1. O
2
% 16.47
2. CO ppm 4724
Table 5. Hasil analisis partikulat dan sulfur dioksida didalam aliran gas buanglanjutan
54
Jurnal Teknologi Indonesia, Volume 34, Edisi Khusus 2011
Pengamatan Parameter Satuan Hasil Analisis Baku Mutu Udara*
IV 3. O
2
% 16.81
4. NO ppm 30
5. NO
2
ppm 3.3
6. NO
x
ppm 34 800
7. H
2
ppm 967
8 H
2
S ppm 0
V 1. O
2
% 16.34
2. CO ppm 4346
3. CO
2
% 2.64
4. NO ppm 30
5. NO
2
ppm 2.4
6. NO
x
ppm 32 800
7. H
2
ppm 1786
8 H
2
S ppm 5.9
VI 1. O
2
% 16.02
2. CO ppm 4333
3. CO
2
% 2.82
4. NO ppm 38
5. NO
2
ppm 6.3
6. NO
x
ppm 44 800
7. H
2
ppm 867
8 H
2
S ppm 27.4
* Baku Mutu Udara Emisi Sumber Tidak Bergerak Bagi Ketel Uap yang Menggunakan Bahan Bakar Biomassa (Cang-
kang) berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 7 Tahun 2007 dalam mg/m
3
.
Table 6b. Hasil analisis senyawa didalam aliran gas buang, suhu pengukuran > 900
o
Clanjutan
Pada saat pengujian pertama suhu pemba-
karan di dalam reaktor uidisasi diusahakan
sekitar 900950
o
C. Hal ini dapat dicapai dengan
menaikkan jumlah bahan bakar menjadi lebih
dari 20 kg per jam. Namun, suhu di atas 900
derajat tidak berlangsung lama, hanya 35 menit,
karena unggun pasir yang seharusnya menjadi
uida pembakaran mulai saling menggumpal
dan tidak dapat menghasilkan turbulensi yang
diinginkan. Percobaan harus dihentikan.
Pada percobaan kedua, suhu dikurangi di
bawah 900 derajat, namun kejadian yang sama
terulang di mana unggun pasir menggumpal
ketika suhu sudah mencapai tingkatan tersebut.
Penggumpalan atau aglomerasi di dalam
tungku uidized-bed merupakan suatu fenomena
yang menimbulkan masalah operasional ketika
tungku digunakan untuk membakar biomassa.
Beberapa unsur yang terdapat dalam lapisan
unggun adalah Ca-K silikat, seperti yang ditujuk-
kan dalam Tabel 2 serta hasil studi Ohman dan
Nordin.
[4]
Unsur tersebut sangat sensitif terhadap
kehadiran potassium dan berpengaruh terhadap
pembentukan lapisan yang lengket. Ohman dan
Nordin mengamati bahwa suhu kritis terjadinya
penggumpalan saat pembakaran biomassa adalah
antara 739 and 988C. Mereka mengusulkan
penambahan kaolin untuk mengurangi efek
dari penggumpalan dan menaikkan suhu kritis
pada level 886 and 1000C. Kaolin akan
menyerap potasium yang terdapat dalam abu
hasil pembakaran.
Proses aglomerasi ini bervariasi bergantung
dari skala alat, jenis biomassa dan kondisi operasi-
nya.
[5]
Untuk alat skala kecil, proses aglomerasi
berlangsung cepat, namun untuk skala lebih besar
proses aglomerasi berlangsung lebih lambat,
tetapi terlokalisasi dan tidak merata. Ditemukan
gumpalan-gumpalan pada beberapa tempat.
Jika skala proses sama, namun berada dalam
kondisi operasi yang berbeda maka proses
aglomerasi yang terjadi juga akan berbeda. Untuk
menghindari terjadinya aglomerasi maka suhu
proses dikondisikan selalu di bawah suhu
leleh potassium silikat. Jika suhu beruktuasi,
aglomerasi dapat langsung terjadi apalagi jika
ada unsur alkali di dalam unggun. Bartels et al.
mengusulkan supaya dilakukan penggantian
u nggun secara semi kontinu, yaitu setelah
pemakaian dalam waktu yang ditentukan.
55
Proses Aglomerasi dan Dampak ... | Haifa Wahyu & M. Affendi
Selama proses pembakaran cangkang, kadar
partikulat yang terbentuk sekitar 3,2 hingga 6
mg/m
3
, jauh di bawah ambang batas, yaitu 300
mg/m
3
. Demikian juga dengan sulfur dioksida
yang hanya berkisar 0.04 mg/m
3
, sedangkan
ambang batasnya adalah 600 mg/m
3
. Hal ini
dapat dimengerti karena partikel biomassa mudah
terbakar dan kandungan sulfur yang sangat
rendah seperti terlihat dalam hasil pengujian
elemen dari TEKMIRA yang hanya 0.04 %.
Pengukuran kadar senyawa Oksigen (O
2
),
Carbon Monoksida (CO), Carbon Dioksida(CO
2
),
Nitrogen Oksida (NO), Nitrogen Dioksida (NO
x
),
Oksida Nitrogen (NO
x
), Hidrogen (H
2
), Hidrogen
Sulfida(H
2
S) di dalam gas buang dilakukan
dengan metode langsung (Direct Reading).
Pembanding ambang batas hanya terdapat untuk
senyawa oksida nitrogen atau NO
x
, sedangkan
untuk yang lainnya tidak terdapat pembanding.
Hal ini disebabkan oleh pemakaian biomassa
sebagai bahan bakar tidak terlalu meluas di Indo-
nesia sehingga belum ada aturan tertentu baku
mutu lingkungan untuk itu.
Dari Tabel 5, 6a dan 6b terlihat bahwa
kadar senyawa-senyawa Nitrogen Oksida (NO),
Nitrogen Dioksida (NO
x
), Oksida Nitrogen
(NO
x
), Hidrogen Sulda (H
2
S) yang mempunyai
potensi sebagai polutan sangat kecil. Kandungan
oksida nitrogen jauh di bawah ambang batas yang
ditetapkan.
Kadar O
2
yang terdapat di dalam gas buang
merupakan jumlah oksigen hasil dari kelebihan
udara pembakaran. Jumlah kelebihan udara
pembakaran yang dipakai untuk pembakaran
biomassa adalah 50% volume.
Kadar CO dan H
2
yang cukup tinggi pada
saat temperatur di atas 900 derajat disebabkan
oleh ketidaksempurnaan pembakaran. Kemung-
kinan besar pada saat tersebut penggumpalan
mulai terjadi sehingga uidisasi di dalam tungku
terhambat, akibatnya pembakaran tidak terjadi
dengan baik. Dari pengamatan melalui kaca intai,
terlihat bahwa gerakan pasir di dalam tungku
tidak sempurna karena mulai terjadi deuidisasi,
yaitu lengket di antara butir-butir pasir.
Konsentrasi alkali yang terdapat di dalam
abu hasil pembakaran akan mengendap bersama
unggun yang lama kelamaan akan menimbulkan
fouling. Jika dilakukan blending antara biomassa
dan batu bara, kandungan mineral dari biomassa
akan merangsang reaktivitas batu bara untuk
mengeluarkan alkali, chlorine, dan sulfur.
[5]
Jika
dicampur dengan bahan bakar lain untuk dibakar
di dalam tungku FBC, persentase biomassa tidak
boleh lebih dari 20% dan dihaluskan supaya
abunya terbang melalui aliran gas buang. Dengan
adanya masalah penggumpalan ini, tungku
harus sering dipadamkan dan dibersihkan dari
clinker yang menghambat aliran udara di dalam
tungku.
Gambar 2. Sampel dari unggun uidisasi yang menggumpal
56
Jurnal Teknologi Indonesia, Volume 34, Edisi Khusus 2011
KESIMPULAN
Pembakaran cangkang sawit pada khususnya atau
biomassa pada umumnya tidak dapat dilakukan
di dalam tungku unggun terfluidisasi karena
akan menimbulkan aglomerasi yang memicu
terjadinya proses deuidisasi. Hasil uji pem-
bakaran cangkang sesuai dengan hasil kaji
pustaka. Pembakaran biomassa harus dilakukan
di dalam tungku yang tidak ada pembakaran
kontinu terhadap abu yang membuat terjadinya
interaksi antara silika daripada unggun dan
kandungan mineral terutama kalium dan kalsium
dari biomassa. Untuk pembakaran biomassa
sebaiknya menggunakan tungku moving grate
atau stepgrate sehingga abu hasil pembakaran
dapat langsung dibawa keluar. Jika operasi
melebihi suhu 800
o
C, disarankan untuk tidak
menggunakan biomassa sebagai bahan bakar.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada PT
Great Giant Pineapple Lampung yang telah me-
nyuplai sampel dan membiayai uji pembakaran
cangkang di dalam tungku uidized- bed. Terima
kasih juga disampaikan pada Pusat Penelitian
Fisika LIPI Bandung dan staf yang terlibat atas
terlaksananya uji pembakaran cangkang sawit
ini.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Skrifvars, B-J., Lauren, T., Hupa, M., Korbee,
R and Ljung P. (2004). Ash behaviour in a pul-
verized wood red boilera case study, Fuel 83
(2004) 13711379.
[2] Chirone, R., Miccio, F., and Scala F. (2006).
Mechanism and prediction of bed agglomeration
during uidized bed combustion of a biomass
fuel: Effect of the reactor scale, Chemical Engi-
neering Journal 123 (2006) 7180.
[3] Business potential for European cogeneration
equipment suppliers. (2004). http://www.co-
gen3.net/
[4] Ohman M.; and Nordin A. (2000). The role
of kaolin in prevention of bed agglomeration
durin g uidized bed combustion of biomass
fuels, Energy & fuels, vol. 14, no3, pp. 618624
(18 ref.).
[5] Bartels, M., Nijenhuis, J., Lensselink, J.,
Siedlecki, M., de Jong, W., Kapteijn, F. and van
Ommen, J.R. (2009). Detecting and Counteract-
ing Agglo meration in Fluidized Bed Biomass
Combustion, Energy Fuels, 2009, 23 (1), pp
157169.
Diterima: 12 Februari 2011 Revisi: 5 April 2011 Disetujui: 20 Mei 2011

You might also like