You are on page 1of 3

INDONESIA DI PERSIMPANGAN

JALAN
Seminar Nasional Hari Kebangkitan Nasional
Persatuan Alumni Gontor (PAGON)
“Potret Indonesia: 100 Tahun Kebangkitan Nasional
dan 10 Tahun Reformasi”

H. Wiranto, SH.

Jakarta, 31 Mei 2008


Assembly Hall, Balai Sidang JCC Senayan

Tahun 2008, usia kebangkitan nasional mencapai


seabad. Bila bangsa Indonesia mampu
memanfaatkan momentum ini, maka akan terwujud
Indonesia yang bermartabat. Namun bila bangsa
Indonesia hanya menggelar seremonial sekadar
berhura-hura, maka akan terjadi ‘Kebangkrutan
Seratus tahun lalu, Indonesia yang merdeka terasa sangat
utopis, bahkan bagi aktivis pergerakan nasional sekalipun.
Sebab, bagaimana mungkin mengakhiri penjajahan Belanda
yang telah berurat akar selama ratusan tahun itu? Apakah cita-
cita tersebut tidak terlalu mengawang-awang di tengah
kemiskinan rakyat Hindia yang akut? Apakah Indonesia dapat
merdeka bersama pendidikan pribumi yang sedikit lebih baik
setelah Politik Etis?

Namun kenyataannya, Boedi Oetomo kemudian berdiri


pada tahun 1908 menandai awal kebangkitan nasionalisme
Indonesia. Semangat kebangsaan ini muncul sebagai reaksi atas
kolonialisme. Perasaan senasib sepenanggungan kaum terjajah
melahirkan semangat solidaritas yang harus bangkit dan hidup
sebagai bangsa yang merdeka. Nasionalisme juga telah
memupuk rasa kebencian yang terus berkembang atas dominasi

1
kolonial, lantas memunculkan kesadaran nasional. Seratus tahun
yang lalu, semangat nasionalisme diawali oleh elite baru
Indonesia yang terdiri dari para guru, pegawai sipil pemerintah,
dokter, dan beberapa profesi lain, produk Politik Etis.
Semangat ini terus berkembang hingga Sumpah Pemuda
diikrarkan oleh para pemuda dari seluruh Nusantara pada 28
Oktober 1928. Mereka telah mampu meletakkan kepentingan
nation (bangsa) di atas kepentingan kelompok. Secara
embrional, semangat nasionalisme telah mewujud dan telah
berhasil mendobrak batas-batas primordial yang sebelumnya
sangat sulit diwujudkan.
Butir-butir sumpah pemuda mengandung elemen-elemen
nasionalisme, tetapi dapat juga dimaknai sebagai kehendak
untuk membangun suatu negara merdeka walaupun masih
secara terselubung (embrional).
a. Butir pertama, kami putra-putri Indonesia mengaku
bertumpah darah satu, tanah air Indonesia
(wadah/wilayah).
b. Butir kedua, berbangsa satu, bangsa Indonesia
(isi/rakyat berdaulat).
c. Butir ketiga, berbahasa satu, bahasa Indonesia
(pengikat).
Di sini kita dapati adanya kesadaran diri mengenai
‘kemandirian, kebebasan, kebersamaan, serta menemukan
identitas sebagai bangsa’.
Pada tahun 1945, semangat nasionalisme itulah yang banyak
berperan mendorong kaum muda untuk mendesak Soekarno-
Hatta agar segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Dan 17 Agustus 1945 menjadi titik kulminasi perjuangan rakyat
Indonesia. Kita akhirnya merdeka dari penjajahan Belanda.

2
Tinjauan Filosofis Kebangkitan Nasional
Dr. Wahidin Sudirohusodo, seorang dokter pribumi dari
Mlati Yogyakarta, di balik pembentukan Boedi Oetomo di Jakarta,
berkata, “Manawa bangsa kita bisa idu bareng, Landa sing ana
kene kleleb kabeh.” Artinya, kalau bangsa kita meludah bersama
maka Belanda yang ada di sini pasti mati; semua tenggelam.
Semangat inilah salah satu pembakar semangat nasionalisme
saat itu.

You might also like