You are on page 1of 135

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id










































ommit to user
i

PERILAKU MEMBOLOS SISWA
(Studi Deskriptif Kualitatif tentang Perilaku Membolos Siswa
di SMP Negeri 2 Delanggu, Kecamatan Delanggu, Kabupaten Klaten)












Disusun Oleh :
Wenny Graciani
D 0306063


Skripsi
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Dan Memenuhi Syarat Guna
Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Jurusan Sosiologi

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
ii

PERSETUJUAN

Telah Disetujui Untuk Dipertahankan di Hadapan Dosen Penguji
J urusan Sosiologi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret
Surakarta



















Mengetahui,
Dosen Pembimbing



Dra. Suyatmi, MS
NIP. 19520929 198003 2 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
iii

PENGESAHAN
Skripsi ini telah diterima dan disahkan oleh Panitia Ujian Skripsi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Hari :
Tanggal :

Panitia Penguji

1. Drs. Bambang Santosa, M.Si (_________________)
NIP. 19560721 198303 1 002 Ketua


2. Dra. Rahesli Humsona, M.Si ( )
NIP. 19641129 199203 2 002 Sekretaris


3. Dra. Suyatmi, MS ( )
NIP. 19520929 198003 2 001 Penguji



Disahkan Oleh :
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Dekan


Drs. H. Supriyadi SN, SU
NIP. 195301 28 198103 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
iv

MOTTO

Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nya-lah Aku berkenan.
(Matius, 3:17)

There is only one happiness in life, to love and be loved
(George Sand)

Banyak orang gagal dalam hidup karena mereka menyerah saat
hampir berhasil
(Thomas A. Edison)

Semangat adalah dasar segala sesuatu.
Dengan semangat, ada pencapaian. Tanpa semangat hanya ada
alasan
(Henry Ford)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
v

PERSEMBAHAN


Karya sederhana ini kupersembahkan untuk :
Masa depanku yang tlah menanti
Ibuku tersayang
Ayahku yang selalu ada dihati
Adik-adikku yang kusayangi
My special one at mj9
Sahabat-sahabatku yang setia menemani
Almamaterku
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
vi

KATA PENGANTAR


Puji syukur dan terima kasih penulis pada Tuhan Yesus Kristus atas segala
anugerah dan lindungan-Nya serta Salam tak lupa penulis persembahkan pada
Bunda Maria yang selalu memberi rahmat dan penyertaan sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugasnya dalam penyusunan skripsi ini. Penulis seringkali
menemui rintangan dan hambatan, namun dengan adanya dukungan dan semangat
dari berbagai pihak, baik secara materiil maupun spirituil yang berwujud
pengarahan, bimbingan serta semangat, penulis dapat menyelesaikan penulisan
skripsi ini. Proses penulisan skripsi ini tak lepas dari bantuan berbagai pihak yang
turut mendukung kelancaran penulis hingga terselesaikannya skripsi ini. Maka
penulis hendak menyampaikan ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Drs. H. Supriyadi, SN. SU, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Dra. Hj. Trisni Utami, M.Si, selaku Ketua J urusan Sosiologi, Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Dra. Suyatmi, MS selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang bersedia
meluangkan waktu untuk konsultasi pembuatan skripsi ini.
4. Drs, Bambang Santoso, M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik
yang selalu bersedia meluangkan waktu untuk konsultasi apabila saya
menemui hambatan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
vii

5. Gunarto, M.Pd selaku Kepala Sekolah SMP Negeri 2 Delanggu yang
berkenan untuk menerima saya, untuk melakukan kegiatan penelitian
di Instansi yang beliau pimpin.
6. Sri Handayani S.Pd dan Dra. Any Pudyastuti, selaku Guru Bimbingan
dan Konseling, atas segala arahan, bimbingan dan informasi yang telah
diberikan selama penulis melaksanakan kegiatan penelitian di SMP
Negeri 2 Delanggu.
7. Seluruh staff pegawai dan guru SMP Negeri 2 Delanggu, atas segala
perhatian, keramahan dan kesediaannya untuk membantu memberikan
informasi dan data-data yang penulis butuhkan selama ini.
8. Semua responden dan informan, terimakasih atas kerjasamanya selama
ini karena telah bersedia untuk diwawancarai dan bercerita sedikit
banyak tentang pengalamannya.
9. Sahabat-sahabatku seperjuangan yang selalu setia menemaniku, my
best pren Septi oneng, Indah indoet, Novita Ayudi, Rahma, Arif,
Iin Surya dan Sinung. Ayo semangat semoga kalian sukses selalu!!!
10. Danny Wahyujana my special one, karena kasihmu telah memberiku
senyum dan semangat menjalani hari
11. Teman-teman kostku (Wisma Virgin), romlah, dewi, ita, atik, ratna,
iyuk, sri. Thanks untuk semangat, keceriaan dan keusilan kalian
semua yang selalu menemani saat aku mengerjakan skripsi ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
viii

12. Teman-teman Sosiologi angkatan 2006 yang tidak bisa penulis
sebutkan satu per satu. Terima kasih untuk kebersamaan kita dari awal
hingga selama ini.
13. Semua pihak yang turut membantu penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini dan tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih terdapat
kekurangan di dalamnya. Semoga karya tulis dapat memberikan manfaat bagi
semua pihak dan para pembaca sekalian. Terima kasih.


Surakarta, Februari 2011


Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
ix

DAFTAR ISI

J udul .............................................................................................................. i
Persetujuan .................................................................................................... ii
Pengesahan .................................................................................................... iii
Motto . iv
Persembahan . v
Kata Pengantar .. vi
Daftar Isi ix
Daftar Tabel ... xii
Daftar Gambar ... xiii
Daftar Matriks ... xiv
Abstrak .. xv
Abstract . xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............ 1
B. Rumusan Masalah ...... 7
C. Tujuan Penelitian .... 8
D. Manfaat Penelitian ...... 8
E. Landasan Teori ....... 9
F. Tinjauan Pustaka .... 13
G. Kerangka Pemikiran ....... 26
H. Definisi Konseptual .... 27
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
x

I. Metodologi Penelitian ..... 28
1. J enis Penelitian ..... 28
2. Lokasi Penelitian ...... 29
3. J enis dan Sumber Data ..... 29
4. Teknik Pengambilan Sampel ........ 32
5. Teknik Pengumpulan Data ....... 33
6. Validitas Data ....... 34
7. Teknik Analisis Data ........ 35
BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
A. Gambaran Umum SMP Negeri 2 Delanggu .... 38
1. Letak Geografis ........ 38
2. Sejarah Singkat ................. 39
3. Visi dan Misi .... 39
4. Sistem Organisasi ..... 40
5. Keadaan Guru, Karyawan dan Siswa ...... 46
6. Sarana dan Prasarana Penunjang ...... 48
7. Kegiatan Ekstrakurikuler ...... 49
B. Gambaran Khusus SMP Negeri 2 Delanggu.... 51
1. Tata Tertib .... 51
2. Penerapan kedisiplinan siswa ....... 55
3. Penyimpangan terhadap peraturan sekolah... 56
BAB III KARAKTERISTIK RESPONDEN
A. Profil Responden ........ 58
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
xi

B. Latar Belakang Siswa Membolos ........... 66
C. Dampak yang ditimbulkan dari perilaku membolos....... 75
D. Pola asuh orang tua dalam mendidik anak.......80
E. Pengaruh kelompok sebaya yang berperilaku negatif..... 87
BAB IV ANALISA PERILAKU MEMBOLOS SISWA
A. Pola Perilaku Siswa Yang Membolos .... 94
1. Interaksi Sosial pada siswa yang membolos ..... 94
2. Aktivitas siswa yang membolos ........ 98
B. Analisis ...... 102
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .... 111
B. Implikasi..... 112
1. Implikasi Teoritis ......112
2. Implikasi Metodologis .......114
3. Implikasi Empiris ...... 117
C. Rekomendasi ....... 119
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN





perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
xii


DAFTAR TABEL

1. Tabel Distribusi Siswa Negeri 2 Delanggu .......... 47
2. Tabel J enis dan Skor Pelanggaran Siswa-Siswi ........... 52
3. Tabel J umlah Skor dan Sanksi Pelanggaran ......... 55
4. Tabel Data Membolos Siswa ............ 77
















perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
xiii


DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka Pemikiran ......... 26
2. Model Analisa Interaktif ........... 37
3. Struktur Organisasi ........... 45

















perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
xiv


DAFTAR MATRIKS

Matriks 1 Matriks Latar Belakang Siswa Membolos ....... 74
Matriks 2 Matriks Dampak yang ditimbulkan dari perilaku membolos........ 79
Matriks 3 Matriks Pola asuh orang tua dalam mendidik anak ...... 86
Matriks 4 Matriks Pengaruh Kelompok Sebaya Yang Berperilaku Negatif.. 93
Matriks 5 Matriks Perilaku Membolos Siswa 110
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
xv

ABSTRAK

WENNY GRACIANI, 2011, D 0306063, PERILAKU MEMBOLOS SISWA
(Studi Deskriptif Kualitatif tentang Perilaku Membolos Siswa di SMP Negeri 2
Delanggu, Kecamatan Delanggu, Kabupaten Klaten).

Penelitian ini mengambil lokasi di SMP Negeri 2 Delanggu, Kecamatan
Delanggu, Kabupaten Klaten. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
faktor-faktor yang melatarbelakangi siswa membolos, dampak yang ditimbulkan dari
perilaku membolos, bagaimana pendidikan dalam keluarga dan pengaruh teman
sebaya dalam perilaku membolos. Sehingga dapat memperoleh gambaran perilaku
membolos yang dilakukan oleh siswa di SMP Negeri 2 Delanggu, Kecamatan
Delanggu, Kabupaten Klaten.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan berpijak pada
paradigma perilaku sosial dengan mengambil teori pertukaran sosial (social exchange
theory) dan teori kontrol sosial (social control theory). Teori pertukaran sosial
menitikberatkan pada asumsi bahwa orang terlibat dalam perilaku untuk memperoleh
ganjaran (reward) atau menghindari hukuman (punishment). Sedangkan teori kontrol
sosial menitikberatkan pada konsep kemampuan suatu kelompok atau lembaga sosial
tertentu untuk mengefektifkan norma atau dan tertentu. Pengumpulan data melalui
teknik wawancara mendalam, observasi non partisipan, dan dokumentasi. Teknik
pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling dan
snowball sampling. Sementara itu teknik analisis kualitatif bergerak dari
pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan kemudian penarikan
kesimpulan.
Hasil penelitian ini menitikberatkan pada perilaku membolos yang dilakukan
oleh siswa dan faktor-faktor yang menjadi latarbelakang siswa-siswa tersebut
membolos dan aktivitas siswa selama membolos. Faktor-faktor tersebut adalah karena
kondisi keluarga, kontrol dalam keluarga yang lemah, pola asuh atau cara orang tua
dalam mendidik anak yang kurang tepat, pengaruh teman dalam gang, kondisi
lingkungan sekolah yang kurang kondusif, dan faktor psikologis dan emosional siswa
tersebut yang masih belum stabil. Sedangkan perilaku yang dilakukan oleh siswa
yang menjadi responden adalah nongkrong, bermain playstation atau bermain internet
di warnet (warung internet), merokok, minum minuman keras dan perkelahian antar
siswa. Perilaku yang menyimpang dari peraturan sekolah tersebut terjadi karena rasa
solidaritas antar teman yang berperilaku negatif sehingga mendorong mereka
melakukan tindakan melanggar peraturan sekolah. Keluarga dan sekolah yang
seharusnya menjadi kontrol sosial tergeserkan oleh lingkungan pergaulan sehari-hari.
Keadaan inilah yang menjadikan sebagian besar siswa mengalami berbagai masalah
di sekolah dan berdampak pada prestasi belajar mereka.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
ABSTRACT

WENNY GRACIANI, 2011, D 0306063, "STUDENT TRUANT BEHAVIOR"
(Qualitative Descriptive Study of Students in junior high school truant behavior
Country 2 Delanggu, Delanggu District, Klaten Regency).


This research takes place in the J unior Country 2 Delanggu, Delanggu
District, Klaten Regency. The purpose of this study was to determine the factors
underlying the truant students, the impact of truant behavior, how education in family
and peer influence in truant behavior. So to get a truant behavior conducted by
students in the J unior Country 2 Delanggu, Delanggu District, Klaten Regency.

This research is a qualitative descriptive study based on the paradigm of social
behavior by taking the theory of social exchange (social exchange theory) and theory
of social control (social control theory). Social exchange theory focuses on the
assumption that people engage in behavior to obtain reward (reward) or avoid
punishment (punishment). Whereas social control theory focuses on the concept of
the ability of a particular social group or institution to streamline and norms or
certain. Data collection through in-depth interview techniques, non-participant
observation, and documentation. The sampling technique is done by using purposive
sampling and snowball sampling. Meanwhile, qualitative analysis techniques to move
from data collection, data reduction, data presentation, and then conclusion.

The results of this study focuses on truant behavior conducted by students and
factors that into the background of truant students and student activities during the
ditching. These factors are due to family conditions, weak control in the family,
parenting or how parents in educating children that are less precise, the influence of
friends in the alley, the conditions are less conducive school environment, and
psychological and emotional factors which the student is still not stable. While the
behaviors performed by the student respondents were hanging out, playing
playstation or play internet in the cafe (internet cafes), smoking, drinking and fights
among students. Behavior that deviates from that school rules occurs because of a
sense of solidarity between friends who behave negatively and prompted them to take
action violates school rules. Families and schools are supposed to be a social control
by environmental tergeserkan daily life. The situation is what makes most students
experience a variety of problems in school and have an impact on their learning
achievement.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan adalah segala kegiatan yang dilakukan negara untuk
mewujudkan kesejahteraan rakyat. Pembangunan Indonesia tertuang
dalam program yang dikenal dengan Pembangunan Nasional.
Pembangunan nasional pada hakikatnya pembangunan manusia seutuhnya
dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia dengan Pancasila sebagai
dasar tujuan dan pandangan Pembagunan Nasional. Kemajuan serta
keberhasilan Pembangunan Nasional sangat tergantung pada kualitas
Sumber Daya Manusia (SDM) yang pengelolaannya merupakan produk
pendidikan.
Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Belajar
adalah suatu kata yang sudah akrab dengan semua lapisan masyarakat,
bagi para pelajar atau siswa kata belajar merupakan kata yang tidak
asing. Bahkan sudah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari semua
kegiatan mereka dalam menuntut ilmu di lembaga pendidikan. Prestasi
belajar siswa dapat diketahui setelah diadakan evaluasi. Hasil dari evaluasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
2



dapat memperlihatkan tentang tinggi atau rendahnya prestasi belajar siswa
(Yahya Asnawi, 2010).
Sekolah adalah lembaga pendidikan formal tempat seorang siswa
menimba ilmu dalam mengembangkan bakat, minat dan kemampuannya.
Untuk mencapai keberhasilan di masa depan, pendidikan merupakan hal
yang sangat penting. Meskipun pendidikan bukan satu-satunya penentu
keberhasilan masa depan, tetapi dengan pendidikan yang baik keberhasilan
akan lebih mudah tercapai. Keberhasilan pendidikan tidak dapat terlepas
dari komponen-komponen pendukungnya yaitu di sekolah, masyarakat dan
keluarga (orang tua) yang disebut Tri Pusat Pendidikan (Ki Hajar
Dewantoro). Keluarga merupakan pusat pendidikan anak yang pertama
dan utama bagi perkembangan anak selanjutnya. Anak mengenal segala
sesuatu dari yang paling sederhana sampai dengan mengenal lingkungan
yang paling awal bermula dari lingkungan keluarga. Pendidikan dalam
lingkungan keluarga merupakan suatu persiapan awal yang sangat baik
dalam kehidupan moral. Keluarga merupakan kelompok kecil orang-orang
yang satu sama lain saling mengenal baik dan saling berhubungan dengan
erat. J elas bahwa anak yang dibesarkan dalam keluarga yang harmonis
mempunyai kecenderungan tumbuh sehat secara psikologis, maka tak
mengherankan apabila cara pendidikan yang diterapkan oleh keluarga
pada diri anak mewarnai karakter dan pribadi anak selanjutnya.
Lingkungan masyarakat dimana anak itu dibesarkan ikut ambil peranan
dalam membentuk kepribadian anak selanjutnya. Anak yang berkembang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
3



di lingkungan alam pedesaan memiliki kepribadian yang berbeda dengan
anak yang tumbuh berkembang di lingkungan masyarakat kota yang penuh
kesibukan dan kebisingan yang seolah saling tak menghiraukan antara
anggota masyarakat yang satu dengan lainnya. Demikian halnya anak yang
dibesarkan di lingkungan masyarakat yang sangat agamis tentu akan
berbeda bila dibandingkan dengan anak yang dibesarkan di lingkungan
masyarakat yang sangat tidak memperdulikan masalah-masalah norma-
norma agama. Pendidikan agama dalam keluarga sangat penting untuk
membentuk anak agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa pada
Tuhan Yang Maha Esa, serta berakhlak mulia yang mencakup etika,
moral, budi pekerti, pemahaman dan pengalaman nilai-nilai keagamaan
dalam kehidupan sehari-hari. Dan hal itu merupakan sumbangan bagi
pembangunan bangsa dan negara (Tepas Ahmad Heryawan, 2008)
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang secara
sistematis melaksanakan program bimbingan, pengajaran, dan latihan
dalam rangka membantu siswa agar mampu mengembangkan potensinya,
baik yang menyangkut aspek moral-spiritual, intelektual, emosional,
maupun sosial. Sekolah berperan sebagai substitusi keluarga, dan guru
substitusi orang tua. Substitusi berarti pengganti, sehingga peran orang tua
pada saat di rumah atau di keluarga dapat digantikan oleh guru pada saat
anak berada di sekolah dan siswa lebih banyak menghabiskan waktu di
sekolah daripada di tempat lain di luar rumah. Menurut Havighurts
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
4



(1961:5) sekolah mempunyai peranan atau tanggung jawab penting dalam
membantu para siswa mencapai tugas perkembangannya.
Pentingnya pendidikan di sekolah membuat personil sekolah
menyadari arti pentingnya tata tertib yang harus dipatuhi oleh setiap
anggota sekolah. Tata tertib ini bermanfaat untuk mengajarkan disiplin
pada siswa. Meskipun di sekolah telah ada tata tertib yang mengajarkan
untuk berdisiplin, tetapi masih saja ada siswa yang melanggarnya.
Menciptakan kedisiplinan siswa bertujuan untuk mendidik siswa agar
sanggup melatih diri sendiri. Mereka dilatih untuk dapat menguasai
kemampuan, juga melatih siswa agar ia dapat mengatur dirinya sendiri,
sehingga para siswa dapat mengerti kelemahan atau kekurangan yang ada
pada dirinya sendiri. Permasalahan yang dialami oleh para siswa di
sekolah sering kali tidak dapat dihindari meski dengan pengajaran yang
baik sekalipun. Hal tersebut juga disebabkan oleh karena sumber-sumber
permasalahan siswa banyak yang disebabkan oleh hal-hal di luar sekolah.
Disiplin sekolah, menurut F.W. Foerster, merupakan keseluruhan
ukuran bagi tindakan-tindakan yang menjamin kondisi-kondisi moral yang
diperlukan, sehingga proses pendidikan berjalan lancar dan tidak
terganggu. Fungsi atau manfaat disiplin menurut Elizabeth B. Hurlock
(1999:97) diantaranya: 1) untuk mengajar anak bahwa perilaku tertentu
selalu diikuti hukuman, namun yang lain akan diikuti pujian, 2) untuk
mengajarkan anak suatu tingkatan penyesuaian yang wajar tanpa menuntut
konformitas yang berlebihan, 3) membantu anak mengendalikan diri dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
5



pengarahan diri sehingga mereka dapat mengembangkan hati nurani untuk
membimbing tindakan mereka. Salah satu pelanggaran yang biasa
dilakukan siswa adalah membolos atau ketidakhadiran peserta didik tanpa
alasan yang tepat.
Mengutip berita pada harian Solopos diberitakan bahwa Satuan
Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Solo harus kejar-kejaran dengan para
siswa yang kedapatan main playstation saat jam sekolah, sedikitnya
meringkus 17 pelajar yang terbukti membolos saat jam pelajaran sekolah.
Tujuan razia tersebut dilakukan menjelang UN (Ujian Nasional)
(Sumber: Harian Solopos edisi 12 J anuari 2010). Sementara itu kasus
serupa terjadi di wilayah kabupaten Klaten, Delapan siswa kedapatan
nongkrong di kawasan Objek Wisata Umbul Ingas, Desa Cokro,
Kecamatan Tulung, dirazia polisi pada Sabtu (6/1) pagi. Kedelapan
pelajar tersebut diantaranya empat pelajar dari SMK dan SMA di Solo,
dua pelajar dari SMK di Sukoharjo. Dan dua pelajar terakhir berasal dari
sebuah SMK di Klaten. Razia digelar setelah pihak Polres Klaten
mendapati laporan dari warga yang resah karena banyak pelajar yang
berkeliaran di Objek Wisata Umbul Ingas pada saat jam belajar
berlangsung (Sumber: Harian Solopos edisi 6 Maret 2010).
Banyaknya siswa yang membolos memiliki latar belakang yang
berbeda-beda. Sri Wahyuni yang mengutip tulisan Kartini Kartono
(1985:80) dalam Dorothy Kater MS, menyatakan bahwa penyebab siswa
membolos ada dua, yaitu sebab dalam diri sendiri dan lingkungan. Dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
6



diri sendiri yaitu: 1) Siswa takut akan kegagalan; 2) Siswa merasa ditolak
dan tidak disukai lingkungan. Penyebab dari lingkungan yaitu: 1) Keluarga
tidak memotifasi dan tidak mengetahui pentingnya sekolah, 2) Masyarakat
beranggapan bahwa pendidikan itu tidak penting. Penyebab membolos
yang berasal dari dalam diri sendiri atau faktor internal terjadi karena pada
masa remaja adalah masa yang penuh gelora dan semangat kreatifitas
dalam usaha pencarian jati diri. Apabila kurang mendapat perhatian dan
bimbingan maka anak merasa rendah diri dan takut gagal membawa
dirinya dan akan merasa ditolak di lingkungan tempat tinggalnya.
Pada masa remaja, anak atau siswa mencoba melepaskan diri dari
ketergantungan keluarga karena orang luar menjadi sangat penting
untuknya. Siswa mencoba mencari kawannya sendiri, ia ikut dengan
golongan menurut pilihannya sendiri. Ini yang disebut dengan kelompok
sebaya yang memberi pengaruh terhadap perilaku siswa. Golongan itu
dapat memilih, menerima, dan menghargainya. Apabila siswa yang baik
tetapi berteman dengan golongan yang tidak baik maka ia akan menjadi
siswa yang tidak baik pula. Sehingga siswa yang membolos adalah siswa
yang berteman dengan golongan yang tidak baik.
Selain itu, orang tua tidak memberikan pengarahan dalam memilih
tempat sekolah, atau asal sekolah saja tanpa melihat mutu dan kualitas
yang diberikan pada sekolah anaknya. Disamping itu faktor biaya sekolah
yang lebih ringan juga menjadi pilihan orang tua, karena tekanan ekonomi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
7



dan penghasilan yang pas-pasan, maka orang tua cenderung
menyekolahkan anak di sekolah yang murah.
Dengan latar belakang tersebut, peneliti memilih SMP Negeri 2
Delanggu yang berlokasi di Sribit, Delanggu, Klaten. SMP Negeri 2
Delanggu dipilih menjadi lokasi penelitian karena banyaknya siswa yang
menimbulkan masalah di sekolah dan masalah yang dihadapi sangatlah
beragam. Namun yang sering muncul adalah masalah tentang kedisiplinan.
Masih banyak pelanggaran kedisiplinan yang dilakukan siswa, diantaranya
membolos atau ketidakhadiran siswa tanpa alasan yang jelas. Adanya
siswa yang membolos di SMP Negeri 2 Delanggu mendorong peneliti
untuk meneliti lebih dekat dan mendetail tentang penyebab perilaku
membolos. Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini mengambil
judul Perilaku Membolos Siswa (Studi Deskriptif Kualitatif Tentang
Perilaku Membolos Siswa Di SMP Negeri 2 Delanggu)
B. Rumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang masalah di atas, dalam
penelitian ini dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah yang melatarbelakangi siswa membolos ?
2. Apakah dampak yang ditimbulkan dari membolos ?
3. Bagaimana pola asuh orang tua dalam keluarga ?
4. Bagaimana pengaruh kelompok sebaya ?


perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
8



C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk menjelaskan latar belakang siswa membolos
2. Untuk menjelaskan dampak yang ditimbulkan dari membolos
3. Untuk mengetahui pola asuh orang tua dalam keluarga
4. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh kelompok sebaya
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan manfaat
sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis :
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai sumbangan pemikiran
dalam rangka penyempurnaan konsep maupun implementasi praktik
pendidikan sebagai upaya yang strategis dalam pengembangan kualitas
sumberdaya manusia.
2. Manfaat praktis :
a. Bagi Pihak Sekolah, diharapkan untuk meningkatkan
kedisiplinan peraturan sekolah dan memberikan sanksi yang
tegas pada pelajar yang melanggar peraturan sekolah.
b. Bagi Guru, diharapkan dalam menyampaikan materi pelajaran,
bisa menggunakan metode yang menarik bagi siswa.
c. Bagi Orang tua, bisa mengontrol kegiatan putra-putri mereka
dan dapat mengarahkan kebiasaan yang baik, serta kebiasaan
disiplin.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
9



d. Bagi Siswa, diharapkan dapat mematuhi tata tertib sekolah,
untuk mewujudkan keadaan yang kondusif dalam lingkungan
sekolah.
E. Landasan Teori
Paradigma adalah suatu pandangan yang mendasar dari suatu
disiplin ilmu tentang apa yang menjadi pokok persoalan (subject matter)
yang semestinya dipelajari. Menurut George Ritzer, paradigma adalah
pandangan yang mendasar dari ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok
persoalan yang semestinya dipelajari oleh cabang ilmu pengetahuan
(discipline). Paradigma membantu merumuskan apa yang harus diikuti
dalam mengintrepretasikan informasi yang dikumpulkan dalam rangka
menjawab persoalan-persoalan tersebut (Ritzer, 1992:8). Menurut DR.
Zamroni dalam bukunya Pengantar Pengembangan Teori Sosial,
pengertian paradigma adalah suatu jendela dimana peneliti akan
menyaksikan dunia. Dengan jendela itu, para peneliti akan memahami dan
menafsirkan secara obyektif berdasarkan kerangka acuan yang terkandung
dalam paradigma tersebut baik itu konsep-konsep asumsi-asumsi dan
kategori-kategori tertentu untuk menjelaskan dan mengkaji suatu
fenomena (Zamroni, 1993:22).
Menurut George Ritzer, sosiologi dilihat sebagai ilmu multi
paradigmatic. Dia membedakan tiga paradigma yang secara fundamental
berbeda satu sama lain, paradigma fakta sosial, paradigma definisi sosial,
dan paradigma perilaku sosial (social behavior) (George Ritzer dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
10



J ohnson, 1985:55). Dalam penelitian ini menggunakan paradigma perilaku
sosial. Paradigma perilaku sosial (social behavior) menekankan
pendekatan obyektif empiris terhadap kenyataan sosial, yang lebih
memusatkan perhatian pada perilaku nyata (overt behavior) (J ohnson,
1988:56-63). Paradigma perilaku sosial memusatkan perhatiannya pada
hubungan antar individu dengan lingkungannya. Lingkungan itu dibagi
menjadi dua, yaitu bermacam-macam obyek sosial dan bermacam-macam
obyek non sosial. Hubungan antara individu dengan obyek sosial dan
hubungan antara individu dengan obyek non sosial dikuasai oleh prinsip
yang sama. Singkatnya pokok persoalan sosiologi menurut paradigma
perilaku sosial adalah tingkah laku individu yang berlangsung dalam
hubungan dengan faktor lingkungan yang menghasilkan akibat-akibat atau
perubahan dalam faktor lingkungan menimbulkan perubahan terhadap
tingkah laku.
Masyarakat merupakan kerangka di mana segala bentuk aktivitas
berlangsung. Keberadaan suatu aktivitas dengan sendirinya adalah cermin
adanya perilaku atau tindakan-tindakan. Perilaku manusia merupakan hasil
dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungan
yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, tindakan. Dengan kata
lain, perilaku merupakan respon individu terhadap stimulus yang berasal
dari dalam dirinya. Respon ini dapat dikelompokkan menjadi tiga :
Pertama, perilaku dalam bentuk pengetahuan yaitu informasi yang
dimiliki untuk mengetahui situasi atau rangsangan dari luar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
11



Kedua, perilaku berbentuk sikap, yaitu tanggapan batin terhadap
keadaan rangsangan dari luar subyek, sehingga alam sendiri akan
mencetak perilaku manusia yang hidup di dalamnya sesuai dengan sifat
dan keadaan alam tersebut.
Ketiga, perilaku dalam bentuk perbuatan atau tindakan nyata
berupa faktor perbuatan (action) terhadap situasi atau rangsangan dari luar
(Soekidjo Notoatmodjo, 1983:5)
Perilaku juga dapat diartikan sebagai suatu reaksi yang dapat
diartikan sebagai suatu reaksi yang dapat diamati secara umum atau
obyektif sehingga hal-hal yang diperbuat akan nampak hasilnya dari
perbuatan tersebut. Perilaku merupakan pengembangan dari kepribadian
yang dimanifestasikan ke dalam tindakan individu yang diamati atau
diobservasi secara obyektif. Selain itu perilaku juga merupakan suatu cara
bertingkah laku yang diciptakan untuk ditiru oleh banyak orang. Suatu
cara bertindak menjadi suatu pola bertindak yang tetap melalui proses
pengulangan (peniruan) yang dilakukan oleh banyak orang dalam waktu
yang relatif lama, sehingga terbentuklah suatu kebiasaan (Kartono, 1989)
Menurut Chaplin, perilaku mencakup empat pengertian :
a) Semacam respon (reaksi, taggapan, jawaban, balasan)
b) Secara khusus bagian dari satu pola kesatuan interaksi
c) Suatu perbuatan atau aktivitas
d) Suatu gerakan atau kompleks gerak-gerik (Chaplin, 1989:53)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
12



Pareto menekankan bahwa hidup bermasyarakat terdiri dari apa
yang dilakukan oleh anggota-anggota individual. Mereka merupakan the
material points or molecules dari sistem yang disebut masyarakat.
Sebagian besar perilaku manusia bersifat mekanis dan otomatis.
Menurutnya perilaku dibedakan menjadi dua, yakni :
- Perilaku logis yaitu perilaku yang direncanakan oleh akal budi
dengan berpedoman pada tujuan yang mau dicapai, dan
menurut kenyataan mencapai tujuan itu.
- Perilaku non logis merupakan perilaku yang tidak berpedoman
secara rasional pada tujuan atau tidak mencapai tujuannya.
Hampir seluruh kehidupan masyarakat terdiri dari perbuatan-
perbuatan non logis (disarikan dari Veeger, 1993:71-72).
Menurut Skinner bahwa obyek studi sosiologi yang konkrit dan
realistis adalah perilaku manusia yang nampak serta kemungkinan
perulangannya (behavior of man and contingencies of reinforcement).
Kebudayaan masyarakat tersusun dari tingkah laku yang terpola. Untuk
memahami tingkah laku yang terpola itu tidak diperlukan konsep-konsep
seperti ide-ide dan nilai-nilai.
Pendekatan yang digunakan adalah dengan menggunakan teori
pertukaran sosial (social exchange theory) dan teori kontrol sosial (social
control theory). Menurut George Homan (Ali, 2004:98) teori pertukaran
sosial menitikberatkan pada asumsi bahwa orang terlibat dalam perilaku
untuk memperoleh ganjaran atau menghindari hukuman. Sehingga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
13



tindakan yang dilakukan seseorang bergantung pada ganjaran (rewards)
atau hukuman (punishment) yang diberikan terhadap tindakan tersebut.
Sedangkan teori kontrol sosial memandang setiap manusia merupakan
makhluk yang memiliki moral yang murni. Oleh karena itu setiap orang
memiliki kebebasan memilih berbuat sesuatu. Apakah ia akan berbuat
menaati aturan yang berlaku ataukah melanggar aturan-aturan yang
berlaku. Tindakan yang dipilih itu didasarkan pada ikatan-ikatan sosial
yang telah dibentuk dalam suatu kelompok atau lembaga. Bentuk kontrol
sosial berkaitan dengan pemberian sanksi yang bertujuan untuk mencegah
atau mengendalikan individu yang melakukan penyimpangan dari norma
atau aturan yang berlaku (Maharani J uanda, 2010).
F. Tinjauan Pustaka
Remaja melakukan suatu perbuatan untuk mencari identitas diri,
ingin menunjukan kemampuannya pada orang lain. Remaja mengalami
perkembangan mental dan pertumbuhan fisik yang belum stabil. Sejalan
dengan hal itu remaja perlu sekali mendapatkan bimbingan dan arahan
untuk menemukan jati dirinya dan meminimalkan perilaku yang
menyimpang. Sementara dari sudut perkembangan fisik, remaja dikenal
sebagai suatu tahap perkembangan fisik mencapai kematangannya. Ini
berarti keadaan bentuk tubuh pada umumnya memperoleh bentuk yang
sempurna dimana pada akhir peran perkembangan fisik seorang pria yang
berotot dan mampu menghasilkan spermatozoa setiap kali berejakulasi dan
bagi wanita bentuk badan juga sudah kelihatan terbentuk dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
14



perubahan pada payudara serta berpinggul besar setiap bulan
mengeluarkan sel telur yang tidak disenyawakan. Masa puber bagi lelaki
adalah ketika bermimpi basah yang pertama dan pada perempuan setelah
haid. Rentangan usia remaja menurut Anonim (2000), mengemukakan
batas-batas umur remaja menjadi dua periode, yaitu sebagai berikut :
1). Periode masa puber, usia 12-18 tahun.
a. Masa pra pubertas yaitu peralihan dari akhir masa kanak-
kanak ke masa awal pubertas.
b. Masa pubertas atau masa remaja awal, usia 14-16 tahun.
c. Masa akhir pubertas yaitu peralihan dari masa pubertas ke
masa adolescence, usia 17 -18 tahun.
2). Periode masa remaja, usia 19-21 tahun merupakan masa akhir
remaja. Hurlock (1978) menulis bahwa jika dibagi berdasarkan
bantuk-bentuk perkembangan dan pola-pola perilaku yang nampak
khas bagi usia tertentu, maka ia menuliskan rentang usia remaja
adalah:
a. Masa remaja awal, yaitu usia 13/14-17 tahun.
b. Masa remaja akhir, yaitu usia 17-21 tahun.
Riyanti dkk (1996) mengungkapkan bahwa masa remaja terbagi
menjadi dua, yaitu :
a. Periode remaja awal atau early adolescence : 13-17 tahun
b. Periode remaja akhir atau late adolescence : 17-18 tahun.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
15



Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa masa remaja berada
pada rentang usia 13-21 tahun, dimana masa remaja ini dibagi lagi
menjadi dua rentang usia yaitu masa remaja awal yang berada pada
rentang usia 13-17 tahun dan masa remaja akhir pada usia 17-21
tahun (Indah Oktavianti, 2009)
Sedangkan menurut Granville S. Hall dalam buku Psikologi
Perkembangan Anak dan Remaja karangan Syamsu Yusuf, ciri-ciri khas
remaja awal adalah ketidakstabilan keadaan perasaan dan emosi, pada
masa ini perasaan remaja sangat peka, remaja mengalami badai dan topan
dalam kehidupan, perasaan dan emosinya. Keadaan semacam ini
diistilahkan sebagai storm and stress. Sehingga sikap dan sifat remaja
yang terlihat bersemangat tiba-tiba menjadi lesu, rasa percaya diri berubah
menjadi keraguan yang berlebihan. Hal ini terjadi pada siswa SMP yang
berusia sekitar 13-15 tahun. Sikap dan sifat mereka belum stabil
dipengaruhi oleh emosi dan lingkungan disekitarnya. Pada usia yang
tergolong masa remaja awal, mereka menuntut kebebasan tetapi mereka
sering takut bertanggung jawab atas apa yang telah mereka perbuat.
Perilaku membolos adalah hysteria massal yang terjadi pada akhir-akhir
ini. Perilaku membolos merupakan suatu bentuk kenakalan remaja yang
terjadi pada masa pertumbuhan mereka. Kenakalan remaja (juvenile
delinquency) mempunyai arti yang khusus dan terbatas pada suatu masa
tertentu yaitu masa remaja sekitar umur 13-21 tahun.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
16



Faktor yang dapat mempengaruhi anak menjadi nakal dan liar
berasal dari kondisi keluarga yang kurang harmonis dan status sosial
ekonomi yang rendah. Remaja yang berasal dari status sosial ekonomi
rendah merasa tidak bisa mendapatkan obyek yang sangat diinginkannya
sehingga mereka mengalami frustasi dan tekanan batin. Karena banyaknya
rintangan, tekanan batin dan frustasi tersebut para remaja lalu menolak
etika masyarakat dan segala norma sosial serta hukum yang dianggapnya
sebagai tidak adil ( Kartono, 2003)
W.A Gerungan (2002) mengatakan bahwa keadaan status sosial
ekonomi keluarga mempunyai peranan terhadap perkembangan anak-
anaknya. Dengan adanya pengasilan yang cukup, lingkungan material
yang dihadapi anak didalam keluarganya akan lebih memadahi, sehingga
ia mendapat kesempatan yang lebih luas untuk mengembangkan
bermacam-macam kecakapan. Hubungan sosial dengan orang tuanya pun
agak berlainan coraknya bila orang tuanya hidup dalam status ekonomi
serba cukup dan kurang mengalami tekanan-tekanan fundamental seperti
dalam hal memperoleh nafkah hidup yang memadai. Orang tuanya dapat
mencurahkan perhatian yang lebih mendukung kepada masalah
pendidikan anak-anaknya dan tidak dibebani dengan masalah pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan primer dalam keluarga.
Warner dkk dalam Soekanto (1990) mengatakan bahwa perilaku
sosial para remaja secara fungsional berhubungan dengan posisi
keluarganya dalam struktur sosial ekonomi mereka. Keluarga yang lebih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
17



kecil mempunyai kemungkinan lebih besar untuk memperlakukan anaknya
secara demokratis dan lebih baik untuk kelekatan anak dengan orangtua
(Hurlock, 1978). Dan seorang anak yang dilahirkan pada sebuah keluarga
yang berstatus sosial ekonomi tinggi akan mengalami pola latihan yang
berbeda dengan yang diberikan terhadap anak yang dilahirkan dalam
keluarga yang berstatus ekonomi kurang. Hal ini dikarenakan perbedaan
dalam skala kehidupan misalnya dalam hal jumlah dan kualitas barang
serta jasa yang dikonsumsi. Oleh karena itu pola kebutuhan dan keinginan
anak yang berasal dari keluarga berstatus ekonomi tinggi akan berbeda
dengan anak-anak dari keluarga yang berstatus ekonomi rendah.
Menurut Chabib Thoha (1996:109) mengemukakan bahwa pola
asuh orang tua adalah suatu cara terbaik yang dapat ditempuh orang tua
dalam mendidik anak sebagai perwujudan dari rasa tanggung jawab
kepada anak. Pengaruh keluarga dalam pembentukan dan perkembangan
kepribadian anak mempunyai pengaruh yang besar. J ika pendidikan
keluarga dapat berlangsung dengan baik maka mampu menumbuhkan
perkembangan kepribadian anak menjadi manusia dewasa. Orang tua
dalam mengasuh anaknya orang tua dipengaruhi oleh budaya yang ada di
lingkungannya. Di samping itu, orang tua juga dipengaruhi oleh sikap-
sikap tertentu dalam memelihara, membimbing, dan mengarahkan putra-
putrinya. Sikap tersebut tercermin dalam pola pengasuhan kepada anaknya
yang berbeda-beda, karena orang tua mempunyai pola pengasuhan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
18



tertentu. Pola asuhan itu menurut Stewart dan Koch (1983: 178) terdiri
dari tiga kecenderungan.
a. Pola asuh otoriter :
Pola asuh yang otoriter akan terjadi komunikasi satu arah (hanya
orang tua yang berbicara). Orang tua akan menentukan aturan-aturan
dan mengadakan pembatasan-pembatasan terhadap perilaku anak yang
boleh dan tidak boleh dilaksanakannya. Anak harus tunduk dan patuh
terhadap orang tuanya, anak tidak dapat mempunyai pilihan lain.
Orang tua memerintah dan memaksa tanpa kompromi. Anak
melakukan perintah orang tua karena takut, bukan karena suatu
kesadaran bahwa apa yang dikerjakan itu akan bermanfaat bagi
kehidupannya kelak. Orang tua memberikan tugas dan menentukan
berbagai aturan tanpa memperhitungkan keadaan anak, keinginan
anak, keadaan khusus yang melekat pada individu anak yang berbeda-
beda antara anak yang satu dengan yang lain. Perintah yang diberikan
berorientasi pada sikap keras orang tua, sikap keras merupakan suatu
keharusan bagi orang tua. Sebab tanpa sikap keras ini anak tidak akan
melaksanakan tugas dan kewajibannya.
b. Pola asuh demokratis :
Pola asuh ini berpijak pada dua kenyataan bahwa anak adalah
subjek yang bebas dan anak sebagai makhluk yang masih lemah dan
butuh bantuan untuk mengembangkan diri. Orang tua bersikap
responsive terhadap kebutuhan anak dan mendorong anak untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
19



menyatakan pendapat atau pertanyaan. Sehingga anak memiliki rasa
percaya diri dan mampu mengendalikan diri (self control). Proses
membentuk pribadi anak berjalan dengan lancar jika cinta kasih selalu
tersirat dalam proses tersebut. Dalam suasana yang diliputi oleh rasa
cinta kasih akan menimbulkan pertemuan sahabat karib, dalam
pertemuan dua saudara. Dalam pertemuan itu dua pribadi bersatu padu.
Dalam pertemuan yang bersatu padu akan timbul suasana keterbukaan.
Dalam suasana yang demikian ini maka akan terjadi pertumbuhan dan
pengembangan bakat-bakat anak yang dimiliki oleh anak dengan
subur.
c. Pola asuh bebas :
Pola asuh bebas (permisif) berorientasi bahwa anak itu makhluk
hidup yang berpribadi bebas. Anak adalah subyek yang dapat
bertindak dan berbuat menurut hati nuraninya. Seorang anak yang
lapar, ia harus memasukan nasi ke dalam mulutnya sendiri,
mengunyah sendiri dan menelan sendiri. Tidak mungkin orang tua
yang mengunyah dan memasukkan makanan ke dalam perut anaknya.
Orang tua membiarkan anaknya mencari dan menemukan sendiri apa
yang diperlukan untuk hidupnya. Anak telah terbiasa mengatur dan
menentukan sendiri apa yang dianggap baik. Orang tua sering
mempercayakan anaknya kepada orang lain, sebab orang tua terlalu
sibuk dalam pekerjaan, organisasi sosial dan sebagainya. Orang tua
hanya bertindak sebagai polisi yang mengawasi permainan menegur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
20



dan mungkin memarahi. Orang tua kurang bergaul dengan anak-
anaknya, hubungan tidak akrab dan anak harus tahu sendiri tugas apa
yang harus dikerjakan. J ika diperhatikan dua pola asuh (otoriter dan
permisif) tersebut di atas kita dapat mengetahui bahwa pola asuh
otoriter, memandang anak tidak ada pilihan lain kecuali mengikuti
perintah dari orang tua. Pada pola asuh permisif, anak dipandang
sebagai subjek yang diperbolehkan berbuat menurut pilihannya sendiri.
Sikap orang tua juga berpengaruh terhadap keharmonisan keluarga
terutama hubungan orang tua dengan anak-anaknya. Orang tua dengan
pola asuh yang otoriter akan membuat suasana dalam keluarga menjadi
tegang dan anak merasa tertekan. Anak tidak diberi kebebasan untuk
mengeluarkan pendapatnya, semua keputusan ada ditangan orang tua.
Sehingga membuat remaja itu merasa tidak mempunyai peran dan merasa
kurang dihargai dan kurang kasih sayang serta memandang orang tuanya
tidak bijaksana. Orang tua yang permisif cenderung mendidik anak terlalu
bebas dan tidak terkontrol karena apa yang dilakukan anak tidak pernah
mendapat bimbingan dari orang tua. Kedua sikap tersebut cenderung
memberikan peluang yang besar untuk menjadikan anak berperilaku
menyimpang, sedangkan orang tua yang bersikap demokratis dapat
menjadi pendorong perkembangan anak ke arah yang lebih positif.
(Muazar Habibi, 2008 )
Pendidikan dalam lingkungan keluarga merupakan suatu persiapan
awal yang sangat baik dalam kehidupan moral. Keluarga merupakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
21



kelompok kecil orang-orang yang satu sama lain saling mengenal baik dan
saling berhubungan dengan erat. Suatu hal esensial adalah semangat
disiplin, yaitu hormat pada aturan jarang dikembangkan dalam lingkungan
keluarga. Hal ini akan berdampak ketika anak masuk dalam institusi
pendidikan atau sekolah. Kurang mematuhi peraturan dan tidak mematuhi
tata tertib atau dengan kata lain tidak disiplin. Siswa yang membolos
merupakan siswa yang tidak disiplin karena melanggar peraturan dan tata
tertib sekolah.
Disiplin sekolah adalah usaha sekolah untuk memelihara perilaku
siswa agar tidak menyimpang dan dapat mendorong siswa untuk
berperilaku sesuai dengan norma, peraturan dan tata tertib yang berlaku di
sekolah. Disiplin sekolah atau school discipline refers to students
complying with a code of behavior often known as the school rules. Yang
dimaksud dengan aturan sekolah (school rule) tersebut, seperti aturan
tentang standar berpakaian (standards of clothing), ketepatan waktu,
perilaku sosial dan etika belajar (Akhmad Sudrajat, 2008). Membicarakan
tentang disiplin sekolah tidak bisa dilepaskan dengan persoalan perilaku
negatif siswa. Perilaku negatif yang terjadi dikalangan siswa dalam
lingkungan sekolah yaitu pelanggaran terhadap berbagai aturan dan tata
tertib. Pelanggaran dari tingkat yang ringan sampai dengan pelanggaran
tingkat tinggi, contoh perilaku negatif tersebut seperti: kasus bolos,
perkelahian, menyontek, pemalakan, pencurian, dan bentuk-bentuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
22



penyimpangan perilaku lainnya. Sehingga perlu upaya pencegahan dan
penanggulangan, dan disinilah arti penting disiplin sekolah.
Kelompok teman sebaya sebagai lingkungan sosial bagi remaja
(siswa) mempunyai peranan yang cukup penting bagi perkembangan
kepribadiannya. Peranannya itu semakin penting, terutama pada saat
terjadinya perubahan dalam struktur masyarakat pada beberapa dekade
terakhir ini, yaitu: (1) perubahan struktur keluarga, dari keluarga besar ke
keluarga kecil, (2) kesenjangan antara generasi tua dan generasi muda, (3)
ekspansi jaringan komunikasi di antara kawula muda, dan (4) panjangnya
masa atau penundaan memasuki lingkungan masyarakat
Kebutuhan akan adanya penyesuaian diri remaja dalam kelompok
teman sebaya, muncul sebagai akibat adanya keinginan bergaul remaja
dengan teman sebaya mereka. Dalam hal ini, remaja sering dihadapkan
pada persoalan penerimaan atau penolakan teman sebaya terhadap
kehadirannya dalam pergaulan. Para ahli psikologi menyebutkan ada 5
jenis kelompok yang terbentuk dalam masa remaja, antara lain adalah :
a. Kelompok Chums (sahabat karib)
Chums yaitu kelompok dimana remaja bersahabat karib dengan
ikatan persahabatan sangat kuat. Anggota kelompok biasanya
terdiri dari 2-3 remaja dengan jenis kelamin sama, memiliki
minat, kemampuan dan kemauan yang mirip. Beberapa
kemiripan itu membuat mereka sangat akrab, walaupun kadang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
23



terjadi perselisihan, tetapi dengan mudah mereka
melupakannya.
b. Kelompok Cliques (komplotan sahabat)
Cliques biasanya terdiri dari 5-6 remaja yang memiliki minat,
kemampuan dan kemauan yang relative sama. Cliques biasanya
terjadi dari penyatuan dua pasang sahabat karib atau dua
Chums yang terjadi pada tahun-tahun pertama masa remaja
awal. J enis kelamin dalam Cliques umumnya sama, seorang
remaja putri bersahabat karib dengan remaja putri lainnya,
seorang remaja putra bersahabat karib dengan remaja putra
lainnya. Dalam Cliques inilah remaja mulai banyak melakukan
kegiatan-kegiatan bersama, rekreasi, pesta, saling menelpon,
dan menghabiskan waktu bersama sehingga sering menjadi
sebab pertentangan dengan orang tua mereka.
c. Kelompok Crowd (kelompok banyak remaja)
Crowds biasanya terdiri dari banyak remaja, lebih besar
dibanding dengan Cliques. Karena banyaknya anggota
kelompok, maka jarak emosi antara anggota juga agak
renggang. Kelompok Crowd dapat dikatakan sebagai
kerumunan dengan jumlahnya yang relatif banyak dan terdapat
perbedaan jenis kelamin serta keragaman kemampuan, minat,
dan kemauan diantara para anggota Crowd.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
24



d. Kelompok yang Diorganisir
Kelompok yang diorganisir merupakan kelompok yang sengaja
dibentuk dan diorganisir oleh orang dewasa yang biasanya
melalui lembaga-lembaga tertentu. Kelompok yang diorganisir
terbentuk secara sengaja dan terbuka bagi semua remaja yang
sudah memiliki kelompok maupun remaja yang belum
memiliki kelompok.
e. Kelompok Gang
Gang merupakan kelompok yang terbentuk dengan sendirinya
yang pada umumnya merupakan akibat pelarian dari empat
jenis kelompok tersebut diatas. Remaja yang tidak dapat
menyesuaikan diri, merasa ditolak dan tidak puas dengan
kelompok sebelumnya akan membentuk kelompok sendiri yang
dikenal dengan Gang. Anggota Gang dapat berlainan jenis
kelamin dan dapat pula sama. Kebanyakan remaja anggota
Gang menghabiskan waktu menganggur dan kadang-kadang
mengganggu remaja lain dengan menunjukkan tingkah laku
agresif. (Sumber: Buku Psikologi Remaja, Drs Andi Mappiare,
1982)
Bagi remaja, kelompok sebaya terdiri dari anggota tertentu dari
teman-temannya yang dapat menerimanya. Seperti yang dikutip dalam
jurnal internasional dibawah ini :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
25



Most adolescents have good quality friendships: they receive
support from their friends, can count on them to talk about their problems
and have fun spending time with them (Ciairano et al, 2007)
Yang artinya, sebagian besar remaja memiliki kualitas persahabatan yang
baik, mereka menerima dukungan dari temannya, mempercayai mereka
untuk membicarakan tentang masalahnya dan menghabiskan waktu untuk
bersenang-senang bersama mereka.
Menghabiskan waktu bersama teman-temannya dengan bersenang-
senang membuat siswa tidak bisa membagi waktu antara bersama teman-
temannya, belajar, dan waktu bersama keluarga. Sehingga peran orang tua
dalam mengarahkan dan membimbing anaknya sangat dibutuhkan agar
anak dapat mengatur waktunya dengan tepat. Komunikasi yang baik antara
orang tua dan anak dapat membuat hubungan antara orang tua dan anak
menjadi harmonis. J udith Brook dkk mengemukakan bahwa hubungan
orang tua dan remaja yang sehat dapat melindungi remaja tersebut dari
pengaruh teman sebaya yang tidak sehat (Sigelman&Shaffer,1995:380).
Kelompok sebaya cenderung memberikan pengaruh negatif bagi
perilaku masing-masing anggota gangs, misalnya terlibat dalam
perkelahian antar pelajar. Seperti yang dikutip dalam jurnal berikut :
gang members are more likely to experience violent victimization,
as well as greater frequency of victimization, than do non-gang members.
(Taylor et al, 2007)
Yang artinya, bahwa anggota geng lebih mungkin mengalami kekerasan,
serta frekuensi yang lebih besar menjadi korban, dibandingkan bukan
anggota geng.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
26



Siswa yang menjadi anggota gang sering mendapat tekanan dari
anggota gangs lain karena biasanya terjadi persaingan antar kelompok
gangs satu dengan lainnya, hal ini memicu konflik yang berujung pada
perkelahian dan pada akhirnya menjadi korban kekerasan.
G. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran digunakan sebagai dasar atau landasan dalam
pengembangan berbagai konsep dari teori yang digunakan dalam
penelitian ini, serta hubungan dengan perumusan masalah yang telah
dirumuskan. Mengacu pada konsep dan teori di atas, dalam menjelaskan
siswa yang membolos maka diperlukan untuk mengetahui karakteristik
yang melatarbelakangi perilaku membolos. Bagaimana pengaruh teman
sebaya dan cara orang tua dalam mendidik anak serta akibat dari perilaku
membolos. Setelah diketahui, dapat dikatakan bahwa perilaku membolos
timbul pada anak SMP dipengaruhi oleh berbagai aspek yang berasal dari
kondisi sekolah yang tidak kondusif, pengaruh teman sebaya yang
berperilaku negatif, dan orang tua yang mengabaikan siswa. Pemikiran ini
dapat digambarkan dalam satu bagan sebagai berikut:
Gambar 1
Kerangka Pemikiran






Membolos
Akibat perilaku
membolos
Kelompok sebaya
yang berperilaku negatif

Orang tua yang mengabaikan
pendidikan siswa
Kontrol sosial sekolah
yang lemah dan kondisi
lingkungan sekolah yang
kurang kondusif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
27



H. Definisi Konseptual
Definisi konseptual merupakan upaya pendefinisian konsep-konsep
utama sehingga antara peneliti dan pembaca terdapat persamaan pegertian
perihal istilah yang digunakan agar tidak menimbulkan kekaburan dalam
melakukan penelitian maka perlu ditegaskan batasan mengenai konsep
yang digunakan.
1. Perilaku
Perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau
suatu tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi
spesifik, dan tujuan baik disadari maupun tidak disadari.
Perilaku adalah cara bertingkah laku tertentu dalam situasi
tertentu. Veeger menjelaskan bahwa perilaku manusia dapat
bersifat lahiriah maupun batiniah, berupa perenungan,
perencanaan, pengambilan keputusan dan entah kelakuan itu
terdiri dari intervensi positif kedalam situasi atau sikap yang
sengaja tidak mau terlibat. Dan kata perilaku hanya untuk
perbuatan manusia yang mempunyai arti bagi dia. Kesadaran
akan arti dari apa yang dibuat itulah ciri hakiki manusia. Tanpa
kesadaran itu, suatu perbuatan tidak akan disebut perilaku
manusia (K.J Veeger, 1986:171)
2. Membolos
Membolos adalah ketidakhadiran anak didik tanpa alasan yang
tepat, meninggalkan sekolah atau pelajaran tertentu sebelum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
28



waktunya dan selalu datang terlambat (Kartini Kartono,
1985:77). Sedangkan membolos menurut Pusat Bahasa
Departemen Pendidikan Nasional adalah tidak masuk
kerja(sekolah, dan sebagainya).
3. Siswa
Siswa adalah orang yang terlibat langsung dalam dunia
pendidikan. Siswa sebagai salah satu objek riset atau kajian
sosiologi pendidikan yaitu, orang-orang yang sedang belajar,
termasuk pendekatan, strategi, faktor yang mempengaruhi, dan
prestasi yang dicapai. Siswa dibekali oleh sekolah tentang ilmu
supaya dapat dimanfaatkan dengan baik. Sekolah juga
merupakan tempat merubah perilaku siswa. Tujuan pendidikan
selain merubah tingkah laku siswa, adalah output yang
dihasilkan siswa dapat berprestasi sesuai dengan keahlian yang
dimiliki.
I. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
J enis penelitian ini berbentuk penelitian deskriptif kualitatif.
Tujuannya yaitu menggambarkan keadaan, sifat, individu, gejala
maupun frekuensi hubungan tertentu dan gejala lain dalam masyarakat.
Penelitian ini menggunakan teknik penelitian lapangan (field
research) yang bermaksud untuk mengetahui permasalahan yang ada
di lokasi. Namun demikian, penelitian ini tidak mengesampingkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
29



studi pustaka (library research), terutama dalam menyusun tinjauan
pustaka dan kerangka pemikiran.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 2 Delanggu, yang
beralamat di desa Sribit, Kecamatan Delanggu, Kabupaten Klaten.
Peneliti memilih tempat tersebut dengan pertimbangan sebagai berikut:
SMP Negeri 2 Delanggu tersebut merupakan SMP negeri yang
tingkat pelanggaran tata tertibnya sangat tinggi termasuk perilaku
membolos bila dibandingkan dengan SMP negeri lain yang ada di
Kecamatan Delanggu.
Lokasinya terletak cukup strategis sehingga memudahkan peneliti
dalam penggalian data.
3. Jenis dan Sumber Data
J enis data dalam penelitian ini dibedakan dalam dua kelompok,
yaitu :
a. Data Primer
Yaitu data yang diperoleh melalui wawancara secara
langsung dari responden dan informan yang dianggap tepat dan
mengetahui tentang permasalahan yang akan diteliti. Data primer
ini berasal dari sumber data primer yaitu data-data yang didapat
dari aslinya langsung yang dianggap mengetahui tentang
permasalahan yang akan diteliti.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
30



b. Data Sekunder
Yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung melalui
penelaah kepustakaan mengenai permasalahan yang akan diteliti.
Data sekunder ini berasal dari sumber data sekunder, yaitu data-data
yang diperoleh dari arsip-arsip, dokumentasi, maupun catatan-
catatan. Adapun sumber data sekunder dari penelitian ini diambil
catatan-catatan maupun laporan hasil pelaksanaan kegiatan dengan
penelitian ini.
Sumber data dalam penelitian ini meliputi :
a. Nara sumber (informan dan responden)
Dalam penelitian kualitatif ini, informasi dari
narasumber (responden dan informan) sangat penting
peranannya. Peneliti dan narasumber dalam penelitian ini
memiliki posisi yang sama. Nara sumber penelitian ini adalah
informan dan responden. Informan dalam penelitian ini adalah
orang-orang yang mengetahui suatu peristiwa atau kejadian
yang sedang diteliti (pihak-pihak yang tidak terlibat secara
langsung) dan respondennya adalah siswa yang melakukan
perilaku membolos (pihak yang terlibat secara langsung).
Narasumber dalam penelitian ini adalah :
1. Kepala SMP Negeri 2 Delanggu sebagai sumber data (1)
2. Guru SMP Negeri 2 Delanggu sebagai sumber data (2)
3. Siswa SMP Negeri 2 Delanggu sebagai sumber data (3)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
31



4. Orang tua siswa sebagai sumber data (4)
5. Masyarakat sekitar sekolah sebagai sumber data (5)
b. Peristiwa (aktivitas)
Data atau informasi juga dapat dikumpulkan dari
peristiwa, aktivitas, atau perilaku sebagai sumber data yang
berkaitan dengan sasaran penelitiannya. Dari pengamatan pada
peristiwa atau akivitas, peneliti dapat mengetahui proses
bagaimana sesuatu terjadi secara lebih pasti karena
menyaksikan sendiri secara langsung. Peristiwa sebagai sumber
data memang sangat beragam, dari berbagai peristiwa, baik
yang terjadi secara sengaja ataupun tidak, aktivitas rutin yang
berulang atau hanya satu kali terjadi, aktivitas yang formal
maupun yang tidak formal, dan juga yang tertutup ataupun
terbuka untuk dapat diamati siapa saja. Berbagai permasalahan
memerlukan pemahaman lewat kajian terhadap perilaku dalam
aktivitas yang dilakukan atau yang terjadi sebenarnya. Banyak
peristiwa yang hanya terjadi satu kali atau hanya berjalan
dalam waktu tertentu dan tidak terulang kembali. Dalam hal
semacam ini, kajian lewat kriteria narasumber, dokumen
rekaman dan gambar bila ada. Sumber data dapat berupa
peristiwa atau aktivitas dalam penelitian ini, yaitu kegiatan
siswa pada urusan tata tertib dan pelaksanaan peraturan sekolah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
32



c. Dokumen
Dokumen merupakan sumber data bukan hanya tertulis,
namun juga berupa rekaman, gambar, atau benda yang
berkaitan dengan suatu aktivitas atau peristiwa tertentu.
Adapun dokumen yang menjadi sumber data dalam penelitian
ini adalah : - Foto kegiatan siswa
- Dokumen SMP Negeri 2 Delanggu
4. Teknik Pengambilan sampel
Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan
purposive sampling dimana peneliti akan memilih informan yang dapat
dipercaya untuk menjadi informan dan diharapkan mengetahui
permasalahan secara mendetail.
Data dicari dan dikumpulkan dengan bersumber pada orang-
orang yang tahu dan dapat dipercaya menjadi sumber data yang
mengetahui permasalahan secara mendalam. Oleh karena itu penulis
menggunakan pertimbangan tentang informan yang akan dipilih
berdasarkan penilaian bahwa informan tersebut mengetahui tentang
obyek yang diteliti.
Selain itu digunakan juga teknik snowball sampling dimana
pemilihan informasi pada waktu di lokasi penelitian berdasarkan
petunjuk dari informan kunci (key informan) dan seterusnya bergulir
sampai orang terakhir yang memungkinkan seluruh data yang
diinginkan dapat diperoleh secara tepat dan akurat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
33



5. Teknik Pengumpulan Data
Ada beberapa teknik pengumpulan data yang akan digunakan
dalam penelitian ini, dimana masing-masing teknik memiliki kelebihan
dan kekurangan sendiri-sendiri, sehingga penggunaan beberapa teknik
pengumpulan data secara bersama-sama diharapkan dapat saling
melengkapi satu sama lain. Adapun teknik pengumpulan data yang
dimaksud:
1. Wawancara (interview)
Wawancara adalah kegiatan untuk memperoleh informasi dengan
memberikan kerangka dan garis besar pokok-pokok yang akan
ditanyakan dalam proses wawancara. (Moleong,2000:136).
Wawancara dilakukan dengan mempersiapkan garis besar
pertanyaan yang akan diajukan kepada responden untuk
memperoleh data yang sesuai dengan penelitian ini. Dalam
menggunakan metode wawancara dapat dilakukan secara formal
maupun informal sehingga data yang diperoleh cukup lengkap dan
mendalam. Kegiatan wawancara dalam penelitian ini dilakukan
melalui kegiatan tanya jawab dengan menggunakan pedoman
wawancara, dimana pedoman wawancara tersebut terlebih dahulu
disusun agar relevan dengan permasalahan.
2. Observasi Non Partisipan
Observasi Non Partisipan adalah peneliti hanya melakukan satu
fungsi yaitu mengadakan pengamatan seperti memandang, melihat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
34



dan mengamati objek atau sesuatu sehingga diperoleh pengetahuan
mengenai apa yang dibutuhkan dan peneliti tidak menjadi anggota
resmi dari kelompok yang diamatinya (Moleong,2000:126).
Metode ini dipergunakan untuk lebih dapat meningkatkan validitas
data.
3. Dokumentasi
Yaitu teknik pengumpulan data yang berasal dari catatan-catatan,
laporan hasil pelaksanaan kegiatan maupun laporan tahunan.
Dalam penelitian ini, dokumen yang digunakan adalah dokumen
yang berhubungan dengan permasalahan penelitian.
6. Validitas Data
Untuk dapat meningkatkan keabsahan data yang diperoleh
selama proses penelitian ini akan digunakan teknik triangulasi data.
Teknik triangulasi data adalah teknik pemeriksaan keabsahan data
dengan memanfaatkan sesuatu yang lain dari luar data itu untuk
pengecekan atau pembanding terhadap data tersebut. Ada empat
macam triangulasi yaitu pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan
sumber/data, metodologis, penyidik, dan teoritis (Moleong:2000:178)
Dalam penelitian ini jenis triangulasi yang digunakan adalah
triangulasi dengan sumber/data dan triangulasi metodologis.
Triangulasi dengan sumber berarti peneliti menggunakan sumber data
yang berbeda untuk mengumpulkan data yang sama dengan tujuan
untuk memberikan kebenaran dan untuk memperoleh kepercayaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
35



terhadap suatu data. Triangulasi metodologis berarti dalam
mengumpulkan data pada saat tertentu peneliti menggunakan metode
wawancara, disaat lain menggunkan metode observasi atau
dokumentasi, sehingga data yang diperoleh semakin terpercaya.
7. Teknik Analisis Data
Peneliti menggunakan teknik analisis data dengan teknik
analisa interaktif. Model analisis interaktif adalah model analisis yang
menyatu dengan proses pengumpulan data dalam satu siklus. Adapun
langkah-langkah analisis tersebut diuraikan sebagai berikut :
a. Pengumpulan data
Langkah pengumpulan data ini sesuai dengan teknik pengumpulan
data yang telah diuraikan sebelumnya, yaitu terdiri dari wawancara,
observasi, dan dokumentasi. Pengumpulan data dilakukan selama
data yang diperlukan belum memadai dan akan dihentikan apabila
data yang diperlukan telah memadai.
b. Reduksi data
M.B Milles dan A.Michael Huberman (1992:16), Reduksi data
diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyerderhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar
yang muncul dari catatan-catatan tertulis dilapangan. Dengan
demikian, reduksi data merupakan bentuk analisis yang
menajamkan, menggolongkan dan mengarahkan, membuang yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
36



tidak perlu, dan mengorganisir data sehingga dapat diambil
kesimpulan terakhir.
c. Penyajian data
Inti dari penyajian data adalah mengorganisir informasi secara
sistematis untuk mempermudah peneliti dalam menggabungkan
dan merangkai keterikatan antar data dalam meyusun
penggambaran proses dan fenomena yang ada pada obyek
penelitian. Dengan melihat penyajian data, akan dapat dipahami
apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan berdasarkan
atas pemahaman yang didapat dari penyajian tersebut.
d. Penarikan kesimpulan/Verifikasi
Yaitu mencari arti benda-benda, mencatat keteraturan, pola-pola,
penjelasan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebab
akibat dan proposisi. Kesimpulan juga diverifikasi selama
penelitian berlangsung. Singkatnya, makna yang muncul dari data
harus diuji kebenarannya, kekokohannya, kecocokannya, yakni
yang merupakan validitasnya. Aktivasi itu digambarkan sebagai
berikut:





perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
37



Gambar 2
Model Analisis Interaktif






(Sumber : HB.Sutopo 2002:96)
Pengumpulan data
Reduksi data Penyajian data
Penarikan kesimpulan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
38

BAB II
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

A. Gambaran Umum SMP Negeri 2 Delanggu
1. Letak Geografis
SMP Negeri 2 Delanggu terletak di desa Sribit, Kecamatan Delanggu,
Kabupaten Klaten. SMP ini berada di tengah pedesaan, jarak dari pusat
kecamatan Delanggu 5 km kearah utara. SMP ini cukup mudah dijangkau
dengan kendaraan pribadi maupun kendaraan umum karena letaknya strategis.
Bangunan SMP Negeri 2 Delanggu terbagi menjadi dua bagian, yaitu utara
dan selatan dipisahkan oleh jalan desa Sribit.
Adapun batas-batas wilayah SMP Negeri 2 Delanggu yaitu disebelah
utara berbatasan dengan perumahan penduduk, disebelah barat berbatasan
dengan jalan utama antar desa, disebelah timur berbatasan dengan perumahan
penduduk, sebelah selatan berbatasan dengan jalan Sribit. SMP Negeri 2
Delanggu terletak ditengah pemukiman padat penduduk. Meskipun letaknya
berada cukup jauh dari jalan raya tetapi masih mudah dijangkau dengan
kendaraan. Letak SMP Negeri 2 Delanggu tidak pada pusat keramaian seperti
mall, swalayan, tempat hiburan, terminal,dll tetapi dekat dengan obyek wisata
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
39

yang cukup terkenal di Kabupaten Klaten yaitu wisata air Cokro dan J anti.
Sehingga termasuk salah satu daerah dengan tingkat mobilitas cukup tinggi.
2. Sejarah Singkat berdirinya SMP Negeri 2 Delanggu
SMP Negeri 2 Delanggu mulai berdiri pada tahun 1964. Proses
pembangunan dan perijinan selama tiga tahun dan pada tahun 1967 mulai
beroperasi. Dahulunya SMP Negeri 2 Delanggu adalah SMEP (Sekolah
Menengah Ekonomi Pertama). Kemudian pada tahun 1976 diubah menjadi
SMP (Sekolah Menengah Pertama) sesuai dengan SK dari Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan RI.
3. Visi dan Misi SMP Negeri 2 Delanggu
a. Visi
- Beriman dan Bertaqwa
- Santun dalam berperilaku
- Maju dalan prestasi
b. Misi
- Menumbuhkan penghayatan dan pengamalan ajaran agama yang
dianut secara etika moral sehingga menjadi sumber kearifan dan
kesantunan baik dalam bahasa maupun dalam bertindak
- Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara efektif sehingga
setiap siswa dapat mengembangkan dirinya secara optimal sesuai
dengan potensi yang dimiliki

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
40

4. Sistem Organisasi SMP Negeri 2 Delanggu
Sistem organisasi sekolah menganut sistem yang diterapkan oleh
Dinas Pendidikan Nasional, yang masing-masing mempunyai tugas sebagai
berikut :
a. Kepala Sekolah
Sebagai Kepala Sekolah, berfungsi dan bertugas sebagai Edukator,
Manajer, Administrator, Supervisor, Leader, Inovator, dan Motivator
(EMASLIM)
- Kepala Sekolah sebagai edukator bertugas melaksanakan proses
pembelajaran secara efektif dan efisien. Dan melaksanakan tugas
lain yang diberikan oleh atasan kepala dinas sesuai dengan bidang
tugasnya.
- Kepala Sekolah selaku manajer mempunyai tugas menyusun
perencanaan, mengorganisasikan kegiatan, melakukan evaluasi
terhadap kegiatan, menentukan kebijaksanaan, mengadakan rapat,
mengambil keputusan, mengatur proses belajar mengajar,
mengatur administrasi (ketatausahaan siswa, ketenagaan, sarana
prasarana, keuangan), mengatur OSIS, mengatur hubungan
sekolah dengan masyarakat dan instansi terkait.
- Kepala Sekolah selaku administrator bertugas menyelenggarakan
administrasi, perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,
pengkoordinasian, pengawasan, kurikulum, kesiswaan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
41

ketatausahaan, ketenagaan, kantor, keuangan, perpustakaan,
laboratorium, ruang ketrampilan dan kesenian, bimbingan dan
konseling, UKS, OSIS, media, gudang dan K7.
- Kepala Sekolah selaku supervisor bertugas menyelenggarakan
supervise terhadap semua kegiatan diatas.
- Kepala Sekolah selaku leader bertugas sebagai teladan di dalam
segala aspek kepemimpinan, mengambil keputusan, dengan cepat
dan tepat, mampu memberi pujian bagi yang berhasil, mampu
memberi sanksi bagi yang salah.
- Kepala Sekolah selaku inovator bertugas memciptakan iklim kerja
yang sejuk di sekolah, menciptakan lingkungan yang asri,
menciptakan panca tertib.
- Kepala Sekolah selaku motivator bertugas mendorong guru,
karyawan, dan siswa, agar lebih berprestasi.
b. Wakil Kepala Sekolah
Tugas Wakil Kepala Sekolah adalah membantu tugas-tugas kepala
sekolah yang didelegasikan kepadanya. Pada SMP Negeri 2 Delanggu,
memiliki seorang wakil kepala sekolah dengan dibantu empat orang wakil
kepala sekolah yang mempunyai fungsi berbeda. Tugas wakil kepala
sekolah, yaitu sebagai berikut :
- Wakil Kepala Sekolah bagian kurikulum tugasnya adalah
menyusun program pengajaran, menyusun pembagian tugas guru
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
42

dan jadwal pelajaran, menyusun jadwal dan pelaksanaan ulangan
umum dan ujian akhir, menerapkan kriteria naik atau tidak naik
dan kriteria kelulusan, mengatur jadwal penerimaan buku laporan
hasil belajar dan ijasah, mengkoordinir dan mengarahkan
penyusunan satuan pelajaran, membina kegiatan MGMP, membina
kegiatan-kegiatan bidang akademis.
- Wakil Kepala Sekolah bagian kesiswaan tugasnya adalah
menyusun program pembinaan kesiswaan (OSIS), melaksanakan
bimbingan, pengarahan dan pengendalian kegiatan siswa/OSIS
dalam rangka menegakkan disiplin dan tata tertib sekolah, serta
pemilihan pengurus OSIS, membina pengurus OSIS dalam
berorganisasi, menyusun jadwal dan program pembinaan siswa
secara berkala dan insidental, membina dan melaksanakan 7K,
menyusun kegiatan ekstrakurikuler, menyusun laporan
pelaksanaan kegiatan siswa secara berkala.
- Wakil Kepala Sekolah bagian hubungan masyarakat tugasnya
adalah, mengatur dan menyelenggarakan hubungan sekolah
dengan orang tua/wali siswa, membina hubungan sekolah dengan
komite sekolah, membina pengembangan hubungan antara sekolah
dengan lembaga pemerintah, dunia usaha dan lembaga sosial lain,
menyusun laporan pelaksanaan hubungan masyarakat secara
berkala.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
43

- Wakil Kepala Sekolah urusan sarana dan prasarana tugasnya
adalah menyusun rencana kebutuhan sarana dan prasarana,
pengelola pembiayaan alat-alat pengajaran, menyusun laporan
pelaksanaan urusan sarana dan prasarana secara berkala.
c. Wali Kelas
Tugas Wali Kelas adalah membantu Kepala Sekolah dalam kegiatan
sebagai berikut :
- pengelolaan kelas
- penyelenggaraan administrasi kelas
- penyusunan pembuatan statistik bulanan siswa
- pengisian daftar kumpulan nilai siswa (Legger)
- pembuatan catatan khusus tentang siswa
- pencatatan motivasi siswa
- pengisian buku laporan hasil belajar
- pembagian buku laporan hasil belajar
d. Guru
Guru bertanggung jawab kepada kepala sekolah dan mempunyai tugas
melaksanakan proses belajar mengajar secara efektif dan efisien. Tugas
dan tanggung jawab guru meliputi :
- membuat program pengajaran
- melaksanakan kegiatan pembelajaran
- menyusun dan analisis instrumen penilaian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
44

- menyusun dan melaksanakan program remidiasi dan pengayaan
- mengisi daftar nilai siswa yang dilaporkan kepada orang tua/wali
siswa
- mengadakan pengembangan bidang pengajaran yang menjadi
tanggung jawabnya
- mengikuti kegiatan pengembangan dan pemasyarakatan kurikulum
- melaksanakan tugas tertentu dari sekolah
- membuat catatan tentang kemajuan hasil belajar masing-masing
kelas
- meneliti daftar hadir siswa yang mengikuti mata pelajarannya
e. Guru Bimbingan dan Konseling
Guru Bimbingan dan Konseling membantu kepala sekolah dalam
kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
- menyusun program pelaksanaan bimbingan dan konseling
- melakukan koordinasi dengan wali kelas dalam rangka mengatasi
masalah-masalah yang dihadapi oleh siswa tentang kesulitan
belajar
- memberikan layanan bimbingan kepada siswa agar lebih
berprestasi dalam kegiatan belajar
- memberikan saran dan pertimbangan kepada siswa dalam
memperoleh gambaran tentang lanjutan pendidikan dan lapangan
pekerjaan yang sesuai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
45

- mengadakan penilaian pelaksanaan bimbingan dan konseling
- melaksanakan kegiatan analisis hasil evaluasi belajar
- menyusun dan melaksanakan program tindak lanjut bimbingan dan
konseling
- mengikuti musyawarah guru pembimbing
- menyusun laporan pelaksanaan bimbingan dan konseling
Sistem organisasi diatas digambarkan secara ringkas dalam bagian gambar
Gambar 3
Struktur Organisasi SMP Negeri 2 Delanggu Tahun 2009/2010













Kepala Sekolah
Komite Sekolah Kepala Tata Usaha
Urusan
Kurikulum
Urusan
Kesiswaan
Urusan
Sarana/Prasarana
Urusan
Kemasyarakatan
Perpustakaan Laboratorium
Wakil Kepala Sekolah
Wali Kelas
Guru
SISWA
Koordinator BP/BK
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
46

5. Keadaan Guru, Karyawan dan Siswa
a. Keadaan Guru
J umlah Guru pada tahun 2009/2010 yaitu terdiri dari 59 orang, terdiri dari:
- Guru Tetap (PNS/CPNS) : 43 orang
- Guru Honor : 16 orang
perlu diketahui bahwa keadaan guru di SMP Negeri 2 Delanggu ini selalu
berubah-ubah karena guru tidak tetap yang dinyatakan lulus ketika
mengikuti tes calon pegawai negeri sipil yang dinyatakan lulus
ditempatkan di lain daerah, sehingga SMP Negeri 2 Delanggu mencari
tenaga guru pengganti.
b. Keadaan Karyawan
Karyawan SMP Negeri 2 Delanggu berjumlah 12 orang terdiri dari 1
karyawan TU dan 11 orang tenaga honorer.
c. Keadaan Siswa
Siswa SMP Negeri 2 Delanggu pada tahun ajaran 2009/2010 berjumlah
708, yang terdiri dari 372 laki-laki dan 336 perempuan. Lebih lengkapnya
dapat dilihat pada tabel berikut :





perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
47

Tabel 1
Distribusi Siswa SMP Negeri 2 Delanggu
Tahun Ajaran 2009/2010
No. Kelas L P J umlah
1
2
3
4
5
6

7
8
9
10
11
12

13
14
15
16
17
18
VII A
VII B
VII C
VII D
VII E
VII F
J umlah
VIII A
VIII B
VIII C
VIII D
VIII E
VIII F
J umlah
IX A
IX B
IX C
IX D
IX E
IX F
J umlah
J umlah
Seluruhnya
21
19
20
20
20
17
117
23
22
22
20
17
22
126
22
20
22
22
23
20
129

372
18
19
18
18
18
21
112
18
20
17
16
21
17
111
18
20
17
20
17
21
115

336

39
38
38
38
38
38
229
41
42
39
36
38
39
237
40
40
39
42
40
41
244

708
Sumber : Monografi SMP N 2 Delanggu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
48

6. Sarana dan Prasarana Penunjang
SMP Negeri 2 Delanggu mempunyai sarana dan prasarana untuk
penunjang kegiatan sekolah sebagai berikut :
- Ruang Kelas : 18
- Ruang Laboratorium : 1
- Ruang Perpustakaan : 1
- Ruang Lab. Komputer : 1
- Ruang Multimedia : 1
- Ruang Aula : 1
- Ruang UKS : 1
- Ruang Koperasi : 1
- Ruang BP/BK : 1
- Ruang OSIS : 1
- Ruang Pramuka : 1
- Ruang Agama : 1
- Ruang Kepala Sekolah : 1
- Ruang Guru : 1
- Ruang Tata Usaha : 1
- Ruang Tamu : 1
- Ruang Kamar Mandi/WC : 5
- Masjid/Mushola : 1
- Kantin : 2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
49

- Gudang : 1
- Tempat Parkir : 3
- Lapangan Basket : 1
- Lapangan Tenis : 1
- Lapangan Sepak Bola : 1
7. Kegiatan Ekstrakurikuler
Untuk meningkatkan keberhasilan siswa dalam pendidikan, SMP
Negeri 2 Delanggu mengadakan berbagai macam kegiatan ekstrakurikuler.
Kegiatan ini dilaksanakan diluar jam sekolah dengan tujuan menambah
pengetahuan yang tidak terdapat dalam pelajaran sekolah. Kegiatan
ekstrakurikuler di SMP Negeri 2 Delanggu antara lain :
a) OSIS
OSIS merupakan organisasi siswa yang ada di SMP maupun SMA.
OSIS merupakan satu-satunya organisasi yang boleh bergerak
didalam/diluar sekolah yang mengatas namakan sekolah yang
bersangkutan. Tujuan OSIS antara lain :
- Mempersiapkan siswa menjadi kader penerus bangsa dan
pembangunan nasional dengan memberi bekal ketrampilan,
kepemimpinan, kesegaran jasmani, daya kreasi, patriotism,
kepribadian dan budi pekerti.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
50

- Melibatkan semua siswa dalam proses kehidupan
berbangsa, bernegara serta melaksanakan pembangunan
nasional.
- Membina siswa berorganisasi untuk pembinaan
kepemimpinan.
b) Pramuka
Pramuka merupakan aktivitas yang membina remaja untuk
menjadi insan yang suka menolong, tulus hati dan ramah tamah.
Dari pernyataan diatas bahwa siswa yang menjadi anggota
pramuka dilatih untuk menjadi insan yang cinta sesama dan takwa
kepada Tuhan YME. Sedangkan materi yang diberikan lebih
menekankan pada kepemimpinan dan kedisiplinan. Sehingga, bagi
siswa tersebut sangat berpengaruh dalam pembentukan karakter
siswa itu sendiri
c) Olah Raga
Kegiatan ekstrakurikuler bidang olahraga antara lain basket, bulu
tangkis, sepak bola. Kegiatan dilakukan sesuai dengan jadwal yang
sudah ditentukan. Siswa diberi waktu khusus untuk
mengembangkan bakat dibidang olahraga diluar mata pelajaran
olahraga pada jam sekolah. Mayoritas siswa yang ikut
ekstrakurikuler olahraga adalah karena hobi dan ingin mengasah
kemampuannya dibidang olahraga. Tak jarang diadakan kompetisi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
51

atau perlombaan antar sekolah. Sehingga selain menguntungkan
siswa, ektrakulikuler olahraga dapat menambah prestasi sekolah
dengan menjuarai kompetisi atau perlombaan
d) Kesenian
Terdiri atas seni tari dan seni musik. Kebanyakkan peminatnya
adalah siswa-siswi yang memiliki bakat sesuai bidangnya masing-
masing. Karena, dalam wadah kegiatan ekstrakurikuler seni inilah
mereka dapat mengolah sekaligus mematangkan bakat yang
dimiliki.
B. Gambaran Khusus SMP Negeri 2 Delanggu
1. Tata Tertib SMP Negeri 2 Delanggu
Tata tertib SMP Negeri 2 Delanggu disusun oleh Badan yang
dinamakan Satuan Tugas Pelaksana Kegiatan Kesiswaan (STP2K). STP2K
berada dibawah koordinasi Wakasek bidang kesiswaan. STP2K yang ada di
SMP Negeri 2 Delanggu berjumlah 7 orang. Adapun tugas-tugasnya adalah
mendeteksi kerawanan sekolah sedini mungkin, memantau pelaksanaan tata
tertib sekolah, memberikan peringatan dan pembinaan kepada siswa yang
melanggar tata tertib sekolah, mengadakan koordinasi dengan wali kelas/BK,
mengadakan koordinasi dengan aparat keamanan. Berikut ini merupakan
jenis-jenis pelanggaran. Tata tertib beserta bobot sanksi yang diberlakukan
bagi siswa SMP Negeri 2 Delanggu.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
52

Tabel 2
J ENIS DAN SKOR PELANGGARAN SISWA-SISWI
SMP NEGERI 2 DELANGGU
No. J ENIS PELANGGARAN SKOR
I
A














B






Aspek Kelakuan
1. Menikah, hamil atau berbuat zina
2. Pencurian dengan pemberatan dan atau tindak pidana lainnya
yang memiliki kekuatan hukum yang tepat
3. Menyimpan atau menggunakan NAZA (Narkotika, Zat
Adiktif lainnya, Ganja, Shabu-shabu, Obat daftar G)
4. Menganiaya Guru atau Karyawan
5. Berkelahi dengan sekolah lain
6. Bertindak Asusila/Abnormal yang mencemarkan nama baik
sekolah
7. Berkelahi dengan melibatkan orang luar
8. Menyimpan membawa dan atau meminum-minuman keras
baik di dalam maupun diluar sekolah, selama masih
menggunakan seragam sekolah
9. Berpacaran dan tidak senonoh

1. Berkelahi/tawuran di kelas dalam satu sekolah
2. Membawa, menyimpan dan atau memperlihatkan segala
sesuatu yang bersifat pornografi
3. Menganiaya sesama teman
4. Membawa senjata tajam yang membahayakan (dipergunakan
tidak semestinya).
5. Menyimpan dan atau merokok di lingkungan sekolah

100

100
100


100
50

25
25
25

25

50

25
25

40
20
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
53







C







D








II
A



6. Melakukan praktek premanisme/pemerasan terhadap sesama
teman, baik satu atau beda sekolah
7. Mencuri di lingkungan sekolah dan sekitarnya
8. Berjudi di lingkungan sekolah/di luar sekolah selama masih
menggunakan seragam sekolah

1. Melakukan penipuan dan atau memalsukan tanda tangan surat
atau dokumen sekolah
2. Merusak sarana/prasarana sekolah
3. Melompat pagar atau jendela
4. Pelecehan, menentang, mengumpat dan berkata kotor
terhadap Guru atau Karyawan
5. Naik sepeda di halaman sekolah

1. Pelecehan, mengumpat, dan berkata kotor sesama teman
2. Membuat coretan pada sarana/prasarana sekolah (meja, kursi,
tembok,dll)
3. Bermain di tempat parker kendaraan/sepeda dan atau tempat
lain yang tidak pada tempatnya
4. Membawa sepeda motor ke sekolah
5. Tidak boleh membawa HP ( jika diketahui akan disita dan
yang berhak meminta kembali adalah orang tua)

Aspek Kerajinan
1. Meninggalkan jam pelajaran tanpa keterangan (Membolos)
2. Tidak masuk sekolah tanpa keterangan
3. Tidak mengikuti Upacara bendera yang diwajibkan oleh
sekolah

25
50
25



50
25
25
25

10

10

10

10
5

20


10
10
10

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
54

B





III
A







B
1. Datang terlambat di sekolah dengan alasan yang tidak tepat
atau tidak dapat dipertanggung jawabkan
2. Mengganggu kegiatan belajar mengajar di kelas
3. Tidak mengikuti kegiatan yang diwajibkan oleh sekolah
4. Tidak mengikuti Sholat J amaah

Aspek Kerapian
1. Siswa putra memakai anting, kalung, dan aksesories wanita
lainnya
2. Siswa putri menggunakan make-up dan atau perhiasan yang
berlebihan atau tidak pantas
3. Potongan rambut tidak rapi/gondrong dan tidak pantas
(disemir, dicat, dikliwir)
4. Menggunakan pakaian sekolah/seragam yang tidak sesuai
denga ketentuan yang berlaku
1. Kelengkapan pakaian seragam kurang, antara lain: atribut,
kaos kaki, ikat pinggang, sepatu hitam bertali (khusus topi
pada saat Upacara)
2. Menempatkan sepeda tidak pada tempatnya
3. Bersepatu tanpa kaos kaki dan atau kaos kaki kurang dari 10
cm diatas mata kaki
4. Membuat kotor kelas dan atau membuang sampah tidak pada
tempatnya
5. Makan dikelas pada waktu KBM
6. Pada jam sekolah memakai jaket, topi/peci.

10
5
5
5


5

5

5

10

10


5

10

5
5
5


perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
55

Tabel 3
J UMLAH SKOR DAN SANKSI PELANGGARAN
No. J umlah Skor Tindakan J enis Sanksi
1 0 25 Teguran Lisan Pembinaan Siswa
2 25 50 Sanksi I Peringatan Lisan kepada Siswa dan Orang tua
3 51 65 Sanksi II Peringatan Lisan II
4 66 80 Sanksi III Peringatan tertulis kepada siswa/Orang tua
5 81 100 Sanksi IV Dikeluarkan
Sumber : buku pengembangan sekolah SMP N 2 Delanggu
Dengan demikian Tata tertib yang diberlakukan di SMP N 2 Delanggu
tersebut diatas dapat dikatakan sudah tegas dalam memberikan sanksi-sanksi terhadap
pelanggaran yang dilakukan pelajar selama menjadi siswa pada sekolah tersebut.
Sehubungan dengan penelitian ini, sanksi yang diberlakukan bagi siswa pelanggaran
pada aspek kerajinan, khususnya membolos akan diberikan skor sebesar 10. Masih
terkait dengan masalah pada aspek kerajinan yaitu antara lain tidak masuk sekolah
tanpa keterangan dan tidak mengikuti kegiatan yang diwajibkan merupakan
pelanggaran yang sering dilakukan oleh siswa. Peraturan tersebut dibuat sebagai
upaya penyeragaman nilai Budi Pekerti di SMP se Kabupaten Klaten, sedangkan
tindak lanjut pemberian sanksi diserahkan sepenuhnya kepada sekolah disesuaikan
dengan keadaan sekolah.
2. Penerapan kedisiplinan siswa di SMP Negeri 2 Delanggu
Berdasarkan penelitian dilokasi, kedisiplinan sudah diterapkan di SMP
Negeri 2 Delanggu. Di sekolah ini siswa berinteraksi dengan guru yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
56

mendidik dan mengajarnya. Sikap, teladan, perbuatan dan perkataan guru
yang dilihat dan didengar serta dianggap baik oleh siswa dampaknya bisa
melebihi pengaruh dari orang tuanya di rumah. Sikap dan perilaku yang
ditampilkan guru pada dasarnya merupakan bagian dari upaya pendisiplinan
siswa di sekolah. Guru BK (Bimbingan dan Konseling) mempunyai peran
penting dalam pembentukan perilaku disiplin siswa, yaitu dengan
memberikan layanan bimbingan dan konseling, dengan mempunyai jadwal
khusus seperti mata pelajaran-mata pelajaran lain seperti Matematika, Bahasa
Inggis, Fisika, dll. Selain melalui Guru BK, pendidikan tentang kedisiplinan
dapat diberikan oleh guru mata pelajaran dengan cara disisipkan pada
kegiatan belajar mengajar (KBM), disiplin dalam proses belajar mengajar,
setiap siswa akan memahami tentang hak dan kewajibannya, serta akan
menghormati dan menghargai hak dan kewajiban orang lain. Sehingga siswa
dapat menghindarinya atau dapat membedakan antara perilaku disiplin dan
yang tidak disiplin.
3. Penyimpangan terhadap peraturan sekolah
Penyimpangan dapat diartikan sebagai perilaku yang tidak berhasil
menyesuaikan dengan norma-norma di masyarakat, artinya penyimpangan
tersebut terjadi jika seseorang tidak mematuhi patokan yang sudah ada.
Seorang siswa dalam mengikuti kegiatan belajar di sekolah, tidak akan lepas
dari berbagai peraturan dan tata tertib yang diberlakukan di sekolah. Dalam
penelitian ini, dapat diketahui bahwa penyimpangan terhadap peraturan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
57

sekolah, sering dilakukan oleh sebagian besar siswa. Mulai dari pelanggaran
ringan pada aspek kerapian, yaitu atribut sekolah yang tidak lengkap. Dapat
dicontohkan pada saat upacara bendera, ada siswa yang tidak memakai topi.
Dan hampir tiap hari ada siswa yang memperoleh skor pelanggaran berkenaan
kelengkapan atribut, misalnya tidak memakai ikat pinggang, sepatu tidak
hitam bertali, dan tidak memakai kaos kaki. Pelanggaran pada aspek kerajinan
juga sering dilakukan, khususnya pada penelitian ini adalah perilaku
membolos. Membolos disini termasuk tidak masuk sekolah tanpa keterangan,
datang terlambat dengan alasan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan,
meninggalkan jam pelajaran tanpa keterangan, dan tidak mengikuti kegiatan
yang diwajibkan sekolah, misalnya upacara bendera, SKJ , dan Pramuka.
Penyimpangan terhadap peraturan dan tata tertib yang dilakukan oleh siswa
mendapatkan tindak lanjut berupa pemberian skor pelanggaran dan
pembinaan terhadap siswa yang melanggar peraturan.


perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


58

BAB III
KARAKTERISTIK RESPONDEN
Membolos biasa dilakukan siswa pada saat jam pelajaran, jam terakhir
pelajaran, atau pada mata pelajaran tertentu yang kurang disukai oleh siswa, atau
bahkan satu hari penuh. Selain hal tersebut, tidak mengikuti kegiatan sekolah
seperti SKJ , Upacara, PRAMUKA dan kegiatan sekolah yang lain juga termasuk
tindakan membolos. Siswa beranggapan bahwa membolos adalah hal yang
menyenangkan, bahkan ada yang menganggap sekolah tanpa membolos tidak
menyenangkan dan dianggap kurang gaul. Dampak dari keluarga yang kurang
harmonis dan pengaruh teman sebaya yang negatif membuat siswa semakin
terjerumus untuk melakukan tindakan yang melanggar peraturan atau norma yang
ada di sekolah. Pada penelitian ini, penulis memfokuskan ke dalam empat pokok
bahasan sesuai rumusan masalah bahasan yaitu latar belakang siswa membolos,
dampak yang ditimbulkan dari perilaku membolos, bagaimana pola asuh orang
tua, dan pengaruh kelompok sebaya yang negatif.
A. Profil Responden
Dalam penelitian ini diambil sepuluh responden sebagai sumber data yang
sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian. Karena penelitian ini tentang
perilaku membolos siswa di SMP Negeri 2 Delanggu, Kabupaten Klaten, maka
responden tersebut adalah siswa yang sering membolos. Responden dalam
penelitian ini ditentukan bagi mereka yang berusia 13-21 tahun. Mengingat
pengertian anak dalam Undang-undang No 4 tahun 1979, anak adalah mereka
yang berumur sampai 21 tahun. Dengan pertimbangan pada usia tersebut, terdapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
59



berbagai masalah dan krisis diantaranya; krisis identitas, kecanduan rokok,
kenakalan karena tidak dapat menyesuaikan diri di sekolah, konflik mental dan
terlibat perkelahian di sekolah. Sama yang terjadi di SMP Negeri 2 Delanggu.
Responden berjumlah sepuluh siswa yang terdiri dari empat orang siswa berusia
13 tahun, lima siswa berusia 14 tahun dan hanya satu responden yang sudah
berusia 16 tahun, ini karena siswa tersebut pernah tidak naik kelas sewaktu
sekolah di Sekolah Dasar (SD). Responden penelitian ini terdiri dari enam siswa
kelas VII (tujuh) dan empat siswa kelas VIII (delapan). Pada penelitian ini,
perbandingan responden berdasarkan jenis kelamin laki-laki dan perempuan
adalah 4:1. Dengan demikian diketahui bahwa siswa laki-laki lebih banyak
jumlahnya yang membolos dari pada siswa perempuan. Delapan siswa laki-laki
dari kelas VII dan kelas VIII. Dua orang siswa perempuan dari kelas VII. Ada
perbedaan saat melakukan perkenalan antara responden dan peneliti pada
wawancara pertama kali. Siswa laki-laki banyak yang pendiam dan dari raut
wajahnya tidak ada kesan bahwa dia anak nakal atau sering membolos. Mereka
terlihat sangat lugu dari gaya bicaranya, tapi kadang mereka terlihat agak enggan
atau sungkan untuk menjawab pertanyaan, bukan berarti mereka tidak memahami
pertanyaan tetapi memang perlu kesabaran dalam wawancara dengan mereka.
Berbeda dengan siswa perempuan, mereka bisa dikatakan lebih terbuka saat
wawancara dan sangat antusias dalam menjawab pertanyaan. Untuk lebih
jelasnya,data responden sebagai berikut :


perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
60



1. Akh (13 tahun)
Akh adalah siswa kelas VIIC, merupakan anak terakhir dari lima
bersaudara. Akh masih tinggal bersama kedua orang tuanya yang berada di
Desa Tegalsari, Delanggu. Tiap harinya Akh berangkat ke sekolah bersama
teman-temannya naik sepeda dan di titipkan di belakang sekolah. Dia
termasuk siswa yang sering mendapat masalah disekolah. Menurut penuturan
sebagian guru, dia sering membuat gaduh saat pelajaran dan suka
mengganggu teman saat pelajaran berlangsung. Penampilan Akh tidak rapi
dengan rambut berwarna kemerahan. Akh sering membolos sejak awal kelas
satu, dia membolos ke tempat penitipan sepeda di belakang sekolah bersama
teman-temannya.
2. Dim (13 tahun)
Dim adalah siswa kelas VIIA, merupakan siswa yang cenderung pendiam
dangan penampilan yang kalem. Merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.
Ayah Dim sudah meninggal dunia, sehingga ibunya menjadi single parent dan
sekaligus tulang punggung keluarga sebagai pekerja serabutan di warung
makan lesehan di malam hari. Setiap harinya Dim berangkat ke sekolah
dengan berjalan kaki yang cukup jauh. Atau kadang dia juga membonceng
teman yang kebetulan bertemu dia di jalan. Dia temasuk siswa yang jarang
bermasalah dan orang tuanya jarang dipanggil ke sekolah. Dim mengaku
sering membolos karena sewaktu neneknya sakit, dia yang menjaganya
dirumah. Sehingga dia sebenarnya terpaksa membolos karena tidak mendapat
boncengan ke sekolah. Karena jika dia pulang kerumah kembali, akan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
61



dimarahi oleh ibunya, sehingga dia menghabiskan waktu untuk membolos di
rental playstation di dekat SMP Negeri 1 Delanggu.
3. Agu (14 tahun)
Agu adalah siswa kelas VIIC, dia teman sekelas dan juga teman se-gangs
Akh. Menurut penuturan teman-teman dalam gang, Agu merupakan pimpinan
gangs, atau boss karena sering memberi rokok pada temannya. Tiap hari Agu
mendapat uang saku sepuluh ribu rupiah. Separuh uang digunakan untuk
membeli bensin, karena dia naik motor ke sekolah. Agu mengaku sering
membolos karena malas ikut pelajaran, dan dia juga mengatakan pernah
dicubit oleh guru saat tidak memperhatikan pelajaran. Agu sering membolos
di tempat playstation yang berada di belakang sekolah. Dia membolos
bersama teman-teman satu gang ataupun dengan teman-teman yang berasal
dari sekolah lain.
4. Fer (16 tahun)
Fer adalah siswa kelas VIIIA, dia merupakan siswa yang kerap membolos
dan juga sering membuat masalah di sekolah. Menurut penuturannya sendiri,
dia kerap memalak adik kelasnya, meminta sejumlah uang secara paksa
dengan mengancam. Uang tersebut dia gunakan untuk membolos bersama
anggota gangsnya. Dari penampilan fisiknya, Fer terllihat sangat urakan dan
tidak rapi. Rambut yang dicat merah dan menggunakan tindik di telinga
kanannya. Dia tidak tinggal bersama orang tuanya, karena orang tuanya sibuk
bekerja dan dia tinggal bersama paman dan neneknya. Dia naik motor ke
sekolah bersama temanya dan motor tersebut dititipkan di belakang sekolah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
62



5. Dwi (14 tahun)
Dwi adalah siswa kelas VIIIA, dia adalah teman sekelas dari Fer. Dwi
kerap membolos bersama Fer karena dia merupakan teman satu gang. Dwi
tinggal bersama kedua orang tuanya dan kakaknya. Dwi berangkat ke sekolah
berdua dengan Fer naik sepeda motor, dan sepeda motor tersebut dititipkan
dibelakang sekolah. Setiap hari Dwi mendapat uang saku lima ribu rupiah, dan
dia mengaku menghabiskan semua uang sakunya untuk membeli rokok.
Padahal ayah Dwi melarangnya untuk merokok, sehingga bila ketahuan
merokok, dia pasti akan dipukuli oleh ayahnya tersebut, begitu penuturan
Dwi. Orang tua Dwi sering mendapat surat panggilan dari sekolah berkenaan
dengan kasus membolos tersebut. Karena terlalu sering mendapat masalah
disekolah, Dwi menuturkan bahwa orang tuanya sampai malu datang ke
sekolah.
6. Dew (14 tahun)
Dew adalah siswi kelas VIIE, dia merupakan salah satu responden
perempuan yang paling parah dalam kasus membolos. Karena sudah sangat
melampaui batas maksimal skor pelanggaran, dan semestinya sudah
dikeluarkan oleh pihak sekolah. Karena sekolah mempertimbangan banyak
hal, maka sekolah masih memberi kesempatan siswi tersebut untuk
memperbaiki sikap. Dew tinggal bersama kedua orang tuanya dan seorang
adiknya. Kondisi keluarga yang kurang harmonis yang menjadi penyebab
Dew menjadi malas masuk sekolah, karena dia mengaku keluarganya sering
ada masalah. Dia mengaku kalau ayahnya sering marah-marah dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
63



memukulinya, sehingga secara tidak langsung akan berakibat pada kondisi
psikologinya. Dew membolos bersama teman-teman dekatnya ke tempat
wisata Cokro dan J anti yang letaknya tidak terlalu jauh dari sekolah. Selain
kerap mendapat permasalahan karena kebiasaan membolos, Dew juga sering
mendapat masalah berkenaan hubungannya dengan pacarnya, yaitu kasus
perkelahian dan pacaran tidak senonoh disekolah. Ini yang menyebabkan Dew
dicap oleh guru-guru sebagai siswi yang berperilaku tidak sewajarnya
perempuan. Karena dari segi penampilan, dia juga terlihat urakan dan neko-
neko.
7. Shil (13 tahun)
Shil adalah siswi kelas VIIE, dia teman satu kelas dari Dew. Dia juga
merupakan teman dekat dan teman satu gang dari Dew. Shil adalah anak
tunggal, dia tidak tinggal bersama kedua orang tuanya, dia tinggal bersama
neneknya. Karena dari kecil, dia sudah dititipkan dirumah neneknya. Dengan
alasan yang kurang jelas, neneknya melarang orang tua Shil untuk
mengasuhnya. Ayah dan Ibu Shil tidak tinggal bersama. Sepengetahuan Shil,
ayahnya bekerja menjadi calo di terminal dan ibunya bekerja menjadi
karyawan di sebuah perusahaan swasta. Satu minggu sekali dia bertemu
dengan kedua orang tuanya, walaupun sebentar dan hanya menitipkan uang
jajan untuknya. Sehingga dia sebenarnya merasa kurang mendapat perhatian
dari kedua orang tuanya. Shil sering membolos karena ajakan Dew dan teman-
temanya. Dia biasa membolos ke tempat yang sama dengan Dew. Karena
merupakan teman dekat dari Dew, Shil mengaku sering ikut terseret masalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
64



yang dialami Dew, yaitu masalah yang berhubungan dengan Dew dan
pacarnya. Sebenarnya Shil mempunyai keinginan untuk tidak membolos tapi
pengaruh teman sangatlah kuat.
8. Ren (13 tahun)
Ren adalah siswa kelas VIIC, dia teman sekelas Akh dan Agu. Ren tidak
tinggal bersama kedua orang tuanya, dia tinggal bersama nenek dan kakeknya.
Kedua orang tuanya bekerja di ibu kota sebagai karyawan di pabrik. Setiap
hari Ren naik sepeda ke sekolah bersama teman-temannya. Ren sering
membolos di penitipan sepeda belakang sekolah dan di sungai yang letaknya
juga di belakang sekolah, karena banyak temannya juga membolos ditempat
tersebut. Ren membolos dari jam pertama, atau dia sengaja tidak masuk ke
kelas mengikuti pelajaran tetapi dia nongkong di penitipan sepeda belakang
sekolah. Teman-teman membolos Ren kebanyakan berasal dari sekolah lain,
ada pula siswa dari SMK atau STM. Selain membolos Ren juga sering
melanggar tata tertib sekolah yang berhubungan dengan kelengkapan atribut
pakaian. Ren juga pernah mengalami kasus perkelahian dengan sekolah lain.
Sebagai wali murid dari Ren yaitu kakek dan nenek Ren kerap dipanggil ke
sekolah.
9. And (14 tahun)
And adalah siswa kelas VIIIB, dari penampilannya And terlihat sangat
tidak rapi, pakaian yang dikenakan sudah lusuh dan tidak bersih. And tidak
tinggal bersama kedua orang tuanya, dia tinggal bersama kakek dan neneknya.
Orang tuanya dan kakak laki-lakinya merantau di Batam dan hanya pulang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
65



setahun sekali. Hal ini yang menyebabkan And kurang mendapat perhatian
dari orang tuannya. And membolos ke tempat penitipan sepeda yang sering
disebut candi, letaknya cukup jauh dari sekolah. Disana And membolos
bersama teman-temanya dari sekolah lain dan kebanyakan teman yang sudah
putus sekolah karena dikeluarkan oleh sekolah dan juga beberapa ada yang
tidak bekerja atau pengangguran. Dari sini dapat dilihat bahwa And sudah
salah dalam memilih teman dan secara tidak langsung akan membawa
pengaruh negatif terhadap dirinya.
10. Wah (14 tahun)
Wah adalah siswa kelas VIIIC, merupakan anak tunggal, ayahnya sudah
meninggal sehingga ibunya menjadi single parent, dia tinggal bersama ibu
dan kakeknya. Setiap hari dia berangkat ke sekolah dengan membonceng
temannya naik sepeda motor. Wah sering membolos di tempat persewaan
playstation yang terletak di dekat SMP Negeri 1 Delanggu. Selain jauh dari
sekolah, tempat tersebut sudah menjadi langganannya setiap membolos.
Karena disana banyak teman-teman dari sekolah lain yang juga sedang
membolos. Wah termasuk siswa pendiam dan sedikit mempunyai teman
dekat disekolah, sehingga pada saat membolos dia cenderung membolos
sendirian. Walaupun terlihat pendiam, Wah termasuk nekat dalam
membolos, yaitu dengan memanjat gerbang sekolah ataupun melompat pagar.
Berdasarkan profil responden diatas dapat diketahui bahwa setiap siswa
memiliki background kehidupan yang bermacam-macam, dari keluarga yang
single parent, keluarga yang memiliki banyak anak, ataupun siswa yang tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
66



tinggal bersama orang tuanya karena orang tua yang bekerja di luar kota. Hal ini
secara tidak langsung memberi pengaruh pada perkembangan diri siswa.
Mayoritas responden adalah siswa laki-laki. Siswa laki-laki cenderung mudah
terpengaruh oleh pergaulan teman-temannya yang bersifat negatif (dalam gang).
B. Latar belakang siswa membolos
Latar belakang siswa untuk membolos terbagi ke dalam dua faktor
yang melatarbelakangi yaitu :
1. Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri sendiri.
Dari hasil penelitian di lapangan, sebagian besar responden mengaku
malas mengikuti pelajaran sehingga memilih untuk membolos. Seperti
yang diungkapkan oleh Shil sebagai berikut:
kalo mau mbolos bikin surat ijin dulu, alasannya sakit,trus saya
tanda tangani sendiri. Sebenernya gak sakit tapi cuma males ikut
palajaran, lha gurunya pas hari itu nganyelke kok mbak, mending
bolos aja
(Wawancara Kamis, 20 Mei 2010, Responden Shil)
Hal tersebut dilakukan untuk memudahkan dia untuk membolos,
sebenarnya Shil berangkat sekolah dari rumah, akan tetapi tidak
sampai disekolah. Malas mengikuti pelajaran dikarenakan Shil tidak
menyukai pelajaran dan guru mata pelajaran tersebut. Hal serupa juga
diungkapkan oleh responden lain sebagai berikut:
paling gak suka sama guru Biologi, namanya Bu Senia mbak.
Laha suka njiwiti (mencubit) kok mbak, dikit-dikit dimarahi trus
dijiwit, kalo gak ya disuruh keluar kelas
(Wawancara Selasa, 18 Mei 2010, Responden Agu)
Pak Sumber (Guru Bahasa Inggris) itu aku gak suka, temen-
temen juga banyak yang gak suka, kalo lagi ngajar galak banget.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
67



Pokoke nganyelke (menyebalkan) gitu mbak, gak sabaran
(Wawancara Selasa 18 Mei 2010, Responden Dew)
Guru dan siswa kurang bekerja sama dalam menciptakan suasana
belajar yang efektif dan tenang. Ada beberapa guru yang ditakuti dan
disegani karena dianggap galak atau killer dalam mengajar. Seperti
yang diungkapkan oleh Agu dan Shil tentang sikap guru mereka yang
dianggap tidak menyenangkan. Karakteristik pribadi dan kompetensi
guru ini sangat berpengaruh terhadap kualitas iklim kelas, proses
pembelajaran di kelas, atau hubungan guru-siswa dikelas, dan pada
akhirnya akan berpengaruh terhadap keberhasilan belajar siswa.
Sehingga siswa tersebut membolos disebabkan karena tidak nyaman
mengikuti pelajaran dan akhirnya mereka malas berada di kelas pada
jam pelajaran tersebut. Sebaliknya bila guru mempunyai kesan
bersahabat, ramah dan hangat maka siswa akan menyukai pelajaran
yang diberikan guru tersebut, seperti yang diungkapkan oleh Dew dan
Dwi di bawah ini :
aku seneng sama Bu Ratmi (Guru Bahasa Indonesia) mbak, ya
dia sabar banget, kadang lucu juga. Dia itu tahu perkembangan anak
didiknya gitu mbak gak kayak guru yan lain, jadi enak aja
(Wawancara Senin, 17 Mei 2010, Responden Dew)
pelajaran Bahasa Indonesia yang paling gampang (mudah)
mbak, Gurunya Bu Marni, sabar dan enak gak pernah marah-marah
kayak yang lain, nilai saya ya lumayanlah mbak
(Wawancara Sabtu, 15 Mei 2010, Responden Dwi)
Belum mengerjakan tugas atau PR (Pekerjaan Rumah)
Selain karena faktor malas, siswa membolos dikerenakan belum
mengerjakan tugas atau PR(Pekerjaan Rumah) yang harus diperiksa
pada hari tersebut. Mereka takut akan mendapat hukuman dari guru
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
68



karena tidak mengumpulkan tugas atau PR(Pekerjaan Rumah) mereka.
Berikut penuturan Akh:
ya aku sering gak ngerjain pr kok mbak, takut dimarahin nanti
kalo nggak ngumpulin, jadi aku mbolos aja pas pelajaran itu
(Wawancara Sabtu, 15 Mei 2010, Responden Akh)
Guru memberikan tugas kepada siswa dengan tujuan supaya siswa
belajar dimalam harinya. Sehingga pada pertemuan berikutnya, tugas
tersebut dapat dikoreksi bersama-sama. Tetapi responden penelitian
tersebut mengaku sering tidak mengerjakan PR karena dia tidak
mengetahui ada PR. Hal itu disebabkan karena dia sering membolos
sehingga ketinggalan pelajaran sekaligu tidak mengetahui ada tugas
atau PR yang diberikan oleh guru.
dulu kalo mbolos itu gak dapet boncengan temen, mau pulang
kerumah lagi nanti dimarahi ibu ya saya mending ke PS(playstation)
sampe jam pulang sekolah. Biasanya PS deket SMP 1 Delanggu
mbak (Wawancara Senin, 10 Mei 2010, Responden Dim)
Dim tidak memiliki alat transportasi sendiri, alat tranportasi yang
dimaksud adalah sepeda. Biasanya dia membonceng teman yang
kebetulan melintas di depan rumahnya. Sehingga bila dia tidak
mendapat boncengan, maka dia akan membolos. Karena jarak antara
sekolah dan rumahnya sangat jauh. Dia mengaku bahwa orang tuanya
tidak mampu membelikan sepeda karena untuk mencukupi kebutuhan
sehari-hari sudah pas-pasan. Ibu Dim adalah orang tua tunggal atau
single parent yang menjadi tulang punggung keluarga. Seperti yang
diungkapkan oleh Dim, sebagai berikut :
ayah sudah meninggal mbak, waktu saya masih SD. Ibu kerja di
warung bebek (warung makan) gitu mbak, ikut mbantu-mbatu disana.
Brangkat kerja kalo malem trus pulangnya pagi. Jadi kalo malem saya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
69



di rumah cuma sama nenek trus adik saya yang masih kecil
(Wawancara Senin, 10 Mei 2010, Responden Dim)
Dim adalah siswa yang berasal dari keluarga tidak mampu, dan
termasuk dalam keluarga yang single parent, ayahnya sudah
meninggal dan dia tinggal bersama ibu, nenek, kakak dan adiknya
yang masih kecil. Ibunya bekerja untuk mencukupi kebutuhan sehari-
hari dengan membantu berjualan di warung makan.
Ada pula responden yang membolos karena mempunyai masalah
dalam keluarganya. Dew sering membolos pada saat awal masuk
sekolah. Dalam waktu seminggu dia hanya masuk satu sampai dua kali
saja. Dia mengaku tidak mau masuk sekolah dan hanya di rumah saja.
Sebelum bersekolah di SMP Negeri 2 Delanggu, Dew menuntut ilmu
di sebuah pondok pesantren atas kehendak ayahnya. Tetapi Dew
merasa tidak betah berada di asrama sehingga dia meminta
dipindahkan. Kemudian dia masuk ke SMP Negeri 2 Delanggu juga
atas kehendak ayahnya. Dew merasa selalu diatur dan harus menuruti
kehendak ayahnya. Sebagai bentuk protes kepada ayanhya tersebut, dia
tidak mau masuk sekolah dan membolos untuk waktu yang cukup
lama.
2. Faktor Eksternal
SMP Negeri 2 Delanggu ini. Letak gedung sekolah yang berada di
pinggiran kota atau termarginalkan membuat sekolah tersebut
menemui banyak kendala dalam menciptakan lingkungan belajar yang
efektif. Dari segi bangunan, gedung terbagi menjadi dua bagian, utara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
70



dan selatan dipisahkan oleh jalan desa. Pagar sekolah terletak pada
bagian depan sekolah dan tidak dibuat mengelilingi bangunan sekolah.
Disamping itu sekolah tidak mempunyai petugas penjaga yang
bertugas di mengawasi bila ada siswa yang ingin keluar atau masuk ke
sekolah. Dengan keadaan yang demikian dapat diketahui bahwa
pengaman yang dilakukan untuk menciptakan stabilitas sekolah masih
dirasa sangat kurang.
Letak SMP Negeri 2 Delanggu yang berada di tengah pemukinan
padat penduduk, juga mempengaruhi kondisi lingkungan dalam
sekolah. Salah satu penyebab siswa membolos berasal dari dekatnya
jarak antara rumah-rumah penduduk dengan sekolahan. Ada beberapa
warga disekitar sekolahan yang sengaja membuka jasa penitipan
sepeda untuk siswa yang menggunakan sepeda ke sekolah, baik sepeda
maupun motor. Peraturan sekolah melarang siswa membawa motor
masuk ke area parkir yang berada di dalam gedung sekolah,
dikarenakan mereka belum cukup umur untuk mengendarai motor dan
belum mempunyai SIM (Surat Ijin Mengemudi) selain itu masalah
keamanan juga menjadi alasan. Sehingga siswa yang membawa motor
akan menitipkan motor di tempat titipan sepeda tersebut.
saya ke sekolah naek motor mbak, jadi ya dititipin di belakang
sekolah, biasanya seribu sehari. Jadi kalo mbolos kan gampang, gak
ketahuan sama guru
(Wawancara Selasa, 18 Mei 2010, Responden Agu)
udah dari dulu nitipin sepeda di luar mbak, lha kalo brangkat
sekolah kan rame-reme bareng temen-temen, jadi lebih enak dititipin
di luar aja, bayar lima ratus untuk dua hari. Disana (di titipan sepeda)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
71



ada PS juga, sama warung jadi sering main PS skalian kalo pulang
sekolah
(Wawancara Selasa, 11 Mei 2010, Responden Akh)
Dengan adanya tempat penitipan sepeda di sekitar sekolah tersebut
secara tidak langsung akan mempermudah siswa untuk membolos.
Berdasarkan wawancara dengan responden, dapat diketahui bahwa
mereka yang membolos pada saat pergantian jam pelajaran, mereka
sengaja menitipkan sepeda di luar sekolah agar lebih mudah dalam
membolos. Pihak sekolah tidak bisa berbuat apa-apa dengan keadaan
demikian karena bagi warga yang membuka jasa penitipan tersebut
adalah merupakan mata pencaharian mereka, sebagai contoh adalah
penitipan sepeda milik Pak Dar(nama samaran) yang sengaja
menyewakan playstation. Dengan adanya persewaan playstation
tersebut, otomatis banyak siswa yang berminat untuk menitipkan
sepeda ditempat miliknya. Sehingga hal tersebut dimanfaatkan oleh
siswa yang tidak bertanggung jawab untuk membolos ke tempat
tersebut. Sebagai pemilik tempat penitipan tersebut pak Dar cenderung
untuk melindungi siswa yang membolos dengan berjaga-jaga di depan
rumah apabila pihak sekolah mengadakan razia di tempat-tempat
penitipan di belakang sekolah. Berdasarkan informasi dari salah satu
guru, memang pemilik tempat penitipan yang ada di belakang sekolah
sengaja melindungi atau menyembunyikan keberadaan siswa yang
membolos di tempat penitipan miliknya. Seperti saat penulis mengikuti
pihak sekolah mengadakan razia. Penulis mencoba menanyakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
72



apakah ada siswa yang membolos ditempat penitipan sepeda miliknya,
dan beginilah jawaban pemilik penitipan sepeda tersebut:
wong mboten enten sing mbolos ten mriki kok mbak, sampun
mlebet sedoyo sing nitipke ten mriki niku
(Wawancara Senin, 31 Mei 2010, Informan Pak Dar)
Hal serupa juga dikatakan oleh Ibu Tun(nama samaran) pemilik
penitipan sepeda motor yang mengatakan bahwa tidak ada siswa yang
bermain playstation dirumahnya yang juga penitipan sepeda motor
sekaligus persewaan playtation dan warung. Berikut penuturannya:
lare-lare wau sampaun mlebet sedoyo, ten njero mboten enten
sing maen kok mbak. Yen mboten percoyo nggih mang mlebet mriku
(Wawancara Senin, 31 Mei 2010, Informan Ibu Tun)
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa lingkungan di sekitar
sekolah kurang mendukung kegiatan belajar mengajar di sekolah. Hal
ini tidak lain karena motif ekonomi yang melatarbelakanginya.
Sehingga adanya rental playstation yang terletak di belakang sekolah
menjadi salah satu faktor penarik siswa untuk membolos di tempat
penitipan sepeda tersebut.
Responden mudah terpengaruh oleh ajakan temannya untuk
membolos. Seperti yang diungkapkan oleh Dew sebagai berikut:
aku kalo mbolos itu paling di rumah aja mbak, cuma lihat tivi,
smsan ma temen, dah gitu aja. Tapi kadang diajak pergi ke Cokro
(wisata air)kadang Janti juga ma temen-temen enam orang, jadi
mbolosnya rame-rame biar seru, he..he..he
(Wawancara Senin, 17 Mei 2010,Responden Dew)
Cokro adalah tempat sumber mata air yang merupakan obyek
wisata air di Kecamatan Polanharjo. Sedangkan J anti adalah tempat
pemancingan ikan yang merupakan obyek wisata di dekat daerah
Cokro tersebut. Letak kedua tempat tersebut jauh dari sekolah. Siswa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
73



yang membolos di dua obyek wisata tersebut adalah siswa yang
tergolong agak mampu, karena mereka membawa sepeda motor.
Mereka pergi ke tempat tersebut beramai-ramai antara 5-6 orang. Dan
biasanya mereka sudah membolos dari rumah dan tidak sampai di
sekolah. Selain membolos hanya di rumah saja, siswa lebih sering
membolos ke tempat-tempat yang mereka sukai sesuai dengan
kesepakatan gangs. Dan biasanya antara responden laki-laki dan
perempuan dalam menentukan tempat membolos berlainan. Siswa
laki-laki lebih sering membolos ke rental PS(playstation), di warung
belakang sekolah, di titipan sepeda dan di sungai dekat sekolah.
Sedangkan pada siswa perempuan yang membolos (alpha/tanpa
keterangan), mereka tidak masuk sekolah karena malas dan hanya
dirumah saja ataupun main kerumah temannya dalam satu gangs
tersebut. Tetapi siswa perempuan lebih sering membolos ke tempat
wisata(Cokro dan J anti) karena mereka naik sepeda motor dan uang
saku yang cukup. Walaupun siswa laki-laki ada juga yang ke tempat
wisata tersebut tapi relatif sedikit





.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
74



Matriks 1
Latar Belakang Siswa Membolos
No. Faktor/Alasan Keterangan
1. Faktor Internal a. Malas mengikuti pelajaran di kelas
b. Tidak suka pada pelajaran dan guru mata
pelajaran tertentu
c. Belum mengerjakan tugas atau PR yang
diberikan oleh guru pada hari tersebut.
d. Tidak memiliki alat transportasi ke
sekolah atau terlambat masuk sekolah
e. Ada masalah dalam keluarga
2. Faktor Eksternal a. Pengamanan sekolah yang kurang karena
tidak ada penjaga sekolah
b. Bangunan sekolah yang tidak memiliki
pagar membuat siswa keluar masuk
sekolah dengan leluasa
c. J asa penitipan sepeda di belakang
sekolah mempermudah akses siswa
untuk membolos
d. Persewaan playstation pada penitipan
sepeda menjadi faktor penarik siswa
membolos
e. Terpengaruh ajakan teman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
75



C. Dampak yang ditimbulkan dari perilaku membolos
Prestasi belajar siswa sangat ditentukan dengan tingkat kehadiran
siswa dalam mengikuti pelajaran. Sehingga bagi responden/siswa yang
sering membolos, mereka akan kesulitan dalam mengikuti materi
pelajaran. Mereka akan selalu ketinggalan materi pelajaran karena sering
tidak masuk kelas. Padahal setiap hari ada beberapa mata pelajaran yang
harus diikuti. Sehingga tak dipungkiri bahwa siswa akan mengalami
kegagalan dalam pelajaran. Meskipun dalam teori guru harus bersedia
membantu anak mengejar pelajaran yang ketinggalan, tetapi dalam
prakteknya hal ini sulit dilaksanakan. Kelas akan berjalan terus. Bahkan
meskipun ia hadir, ia tidak mengerti apa yang diajarkan oleh guru, karena
ia tidak mempelajari dasar-dasar dari mata pelajaran yang telah diajarkan
sebelumnya. Akhirnya ia harus belajar sendiri untuk mengejar
ketertinggalannya. Bila siswa ketinggalan pelajaran, otomatis dia tidak
bisa mengerjakan tugas atau PR yang diberikan oleh guru. Sehingga siswa
memilih membolos karena takut akan diberi hukuman bila tidak
mengumpulkan tugas atau PR tersebut. Keadaan ini memaksa mereka
untuk berbuat curang, yaitu mencotoh hasil pekerjaan temannya sesaat
sebelum tugas tersebut dikumpulkan. Masalah akan muncul manakala ia
tidak memahami materi bahasan. Dirumah, siswa juga jarang belajar.
Seperti yang diungkapkan oleh Fer, berikut penuturannya :
aku kalo pulang main tu sampe malem mbak, kadang aja gak pulang,
nginep dirumah temen (tidur di rumah teman) jadi kalo malem gak pernah
belajar, habis pulang main kan capek, ya langsung tidur aja
(Wawancara Sabtu, 15 Mei 2010, Responden Fer)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
76



Hal tersebut akan berdampak pada nilai ulangan harian siswa. Siswa tidak
bisa mengerjakan ulangan karena tidak mempunyai materi dari catatan
ataupun dari penjelasan yang telah disampikan guru pada saat dia
membolos.
Peraturan sekolah yang sering disebut tata tertib sekolah
merupakan pedoman bagi sekolah untuk menciptakan suasana sekolah
yang aman dan tertib sehingga akan terhindar dari kejadian-kejadian yang
bersifat negatif. Kejadian negatif yang dimaksud adalah pelanggaran
terhadap tata tertib itu sendiri. Tata tertib di buat pada khususnya adalah
untuk mengatur siswa untuk berkelakuan baik dan tidak menyimpang dari
ketentuan yang sudah ada. Pada siswa yang sering melanggar ketentuan
tersebut secara langsung akan mendapat sanksi berupa skor pelanggaran
sesuai dengan bobot pelanggaran, dari pelanggaran ringan hingga jenis
pelanggaran yang berat. Dalam kasus siswa yang sering membolos, skor
yang dikenakan adalah sepuluh point. Membolos yang dimaksud adalah
meninggalkan jam pelajaran tanpa keterangan. Skor yang sama juga
diberikan pada siswa yang tidak masuk sekolah tanpa keterangan dan tidak
mengikuti upacara bendera yang diwajibkan sekolah. Karena keduanya
masih tergolong perilaku membolos. Pada responden yang diteliti,
semuanya sebenarnya sudah melampaui skor maksimal yaitu seratus point.
Setiap satu kali membolos, dikenakan skor pelanggaran 10 point.


perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
77



Tabel 4
Data Membolos Siswa (Responden)
No. Nama Kelas J umlah Membolos
J umlah Skor Pelanggaran
Membolos
1. Akhir Adzan. F VII C 6 kali 60 point
2. Dimas Rendra. W VII A 8 kali 80 point
3. Agus Pratama VII C 6 kali 60 point
4. Ferry Setyo Nugroho VIII A 11 kali 110 point
5. Dwiki. B Aryanto VIII A 13 kali 130 point
6. Dewi Apriliani. P VII E 22 kali 220 point
7. Shilva Aprilia Anjani VII E 5 kali 50 point
8. Renold Oktaviandi VII C 6 kali 60 point
9. Andri Kurniawan VIII B 16 kali 160 point
10. Wahyu Nugroho VIII C 16 kali 160 point
Sumber : Data Absensi Kelas J uli 2009-J uni 2010
Berdasarkan buku daftar skor pelanggaran siswa, selain kasus
membolos, responden juga melalukan beberapa jenis pelanggaran
laiinya. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Sri :
sebenarnya anak-anak yang sering membolos tersebut skornya sudah
melampaui seratus point bila dijumlahkan dengan jumlah skor
pelanggaran lainnya dan menurut peraturan sudah harus dikeluarkan,
tetapi pihak sekolah mengejar wajib belajar sembilan tahun, maka
anak tersebut selalu diberi pengarahan dan nasehat. Karena kalau
anak tersebut dikeluarkan, bagaimana nasib mereka, mungkin akan
lebih buruk dampaknya pada diri anak tersebut
(Wawancara J umat, 28 Mei 2010, Informan Guru BK)
Dapat dicontohkan pada responden Dim, perolehan skor dari
membolos adalah 60 point, tetapi masih ada skor dari pelanggaran lain
yaitu membawa Hp (Handphone) ke sekolah dan dikenai skor 20
point, rambut disemir dikenai 5 point, pelanggaran kelengkapan atribut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
78



dikenai 10 point, dan masih banyak lagi pelanggaran yang lain.
Pengarahan dan pemanggilan bagi orang tua atau wali dilakukan ketika
pihak BK (Bimbingan dan Konseling) memanggil orang tua atau wali
ke sekolah.
Orang tua pernah dipanggil ke sekolah mbak, suratnya saya
kasih ke ibu saya, tapi ibu gak mau dateng ke sekolah. Ya katanya
malu mbak, karna saya sering banget bikin masalah di sekolah. Ibu
malu sama Bu Guru BP
(Wawancara Sabtu 15 Mei 2010, Responden Dwi)
Tindakan pihak sekolah dengan adanya pelanggaran tata tertib
yang dilakukan siswa adalah sesuai dengan jumlah banyaknnya skor
pelanggaran siswa. Pada skor 0-25 point, maka siswa akan mendapat
teguran lisan dengan jenis sanksi siswa mendapat pembinaan oleh guru
BK(Bimbingan dan Konseling). Dan semua siswa atau responden
penelitian, masing-masing sudah pernah diberi peringatan lisan
maupun tertulis yang ditujukan kepada orang tua siswa dan jenis
sanksi yang diberikan yaitu orang tua dipanggil ke sekolah. Apabila
orang tua atau wali tidak bersedia untuk datang ke sekolah dikarenakan
hal tertentu maka dilakukan home visit (mendatangi rumah siswa),
akan tetapi hal tersebut jarang mendatangkan perubahan sikap dari
siswa tersebut. Siswa tersebut nampaknya sengaja untuk terus
membolos. Sehingga siswa yang membolos adalah siswa yang skor
pelanggarannya sangat tinggi karena ditambah dengan skor
pelanggaran yang lain.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
79



Matriks 2
Dampak yang ditimbulkan dari Perilaku Membolos
No. Variabel Indikator Keterangan
1. Prestasi belajar Nilai rendah a. Ketinggalan pelajaran karena
sering membolos
b. J arang mengerjakan tugas dan
PR(Pekerjaan Rumah) yang
diberikan oleh guru
c. Kurang konsentrasi saat
pelajaran
d. Tidak pernah belajar di rumah
2. Sanksi/hukuman Sering mendapat
sanksi/hukuman
a. Mendapat teguran dan
pembinaan dari guru
BK(Bimbingan dan Konseling)
b. Mendapat skor pelanggaran
tata tertib
c. Orang tua atau wali siswa
dipanggil ke sekolah
d. Pihak sekolah melakukan
home visit (mendatangi rumah)
siswa untuk bertemu orang tua
atau wali siswa

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
80



D. Pola asuh orang tua dalam mendidik anak
Banyak faktor dalam keluarga yang ikut berpengaruh dalam proses
perkembangan anak. Salah satu faktor dalam keluarga yang
mempunyai peranan penting dalam pembentukan kepribadian adalah
praktik pengasuhan anak. Setiap keluarga memiliki cara yang berbeda
dalam mengasuh anak. Ini disebabkan karena kondisi keluarga yang
berbeda pula. Kondisi keluarga yang tidak utuh atau tidak lengkap,
sangat mempengaruhi perkembangan anak. Pola asuh bebas(permisif)
cenderung banyak diterapkan dalam keluarga, terutama pada keluarga
yang tidak lengkap, seperti pada keluarga single parent dan siswa yang
tidak tinggal bersama orang tua. Seperti yang di ungkapkan oleh
responden Wah, sebagai berikut :
saya di rumah cuma bertiga, ibu, kakek sama saya. Saya anak
tunggal mbak. Ayah saya sudah meninggal lama, ibu kerja jadi buruh
cuci mbak, kakek saya udah tua jadi gak kerja
(Wawancara Senin, 24 Mei 2010, Responden Wah)
Mayoritas responden berasal dari keluarga yang mempunyai status
ekonomi menengah kebawah, ini terlihat dari penampilan responden
secara fisik(memakai seragam dan sepatu yang sudah usang). Siswa
sering terlambat dalam pembayaran administrasi sekolah (SPP) dan
melunasi pembayaran buku pelajaran. Seperti yang diungkapkan oleh
Dim:
uang SPP dari semester satu belum pernah dibayar, buku-buku
LKS(Lembar Kerja Siswa) juga belum ada satupun yang dibayar, ibu
belum punya uang mbak. Saya juga gak dapet BOS(Bantuan
Operasional Siswa) kok mbak, makanya saya kadang malu sama
temen
(Wawancara Senin, 10 Mei 2010, Responden Dim)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
81




Selain itu rendahnya kontrol sosial dalam keluarga menyebabkan
siswa jarang terlatih secara fisik maupun mental, yang diperlukan
untuk bertingkah laku seperti kebiasaan disiplin dan kontrol diri yang
baik. Keadaan demikian ini akan menjadikan jiwa remaja mudah
melakukan perilaku nakal di rumah dan di sekolah. Seperti yang
dilakukan oleh responden Akh, Dia menyelewengkan uang SPP untuk
jajan, membeli rokok dan bermain playstation. Berikut penuturanya:
kadang aku pake uang SPP buat jajan mbak, kan uang sangu tu
cuma sedikit. Ya buat beli rokok sama PSan pas mbolos. Ibu gak tau
mbak, taunya pas mau ambil rapor
( Wawancara Senin, 10 Mei 2010, Responden Akh)
Uang saku yang minim membuat siswa akan mengambil
kesempatan dengan mennyalahgunakan uang SPP untuk hal-hal yang
negatif seperti contoh diatas. Dari sepuluh orang responden, ada dua
responden yang hidup dalam keluarga single parent (karena salah satu
orang tua sudah meninggal) seperti yang sudah dipaparkan
sebelumnya, dan empat responden yang tinggal bersama wali, yaitu
nenek atau kakek dan empat orang lainnya masih tinggal bersama
orang tua mereka. Pola asuh yang diterapkan oleh orang tua atau wali
siswa sebagian besar adalah pola asuh bebas (permisif). Seperti yang
terjadi pada Shil, berikut penuturannya :
aku dari SD udah gak ikut bapak ibu mbak, kata nenek aku gak
boleh ikut bapak sama ibu, gak tau kenapa. Nenek jarang marahin
aku, kalo aku maen kadang sampe sore tapi aku gak pernah
dimarahin. Kalo ketemu bapak ibu seminggu sekali, ketemu paling
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
82



cuma pengen tahu kabar sama ngasih uang jatah buat jajan seminggu.
Jadi lama kelamaan dah terbiasa jauh ma ortu
(Wawancara Selasa, 18 Mei 2010, Responden Shil)
Orang tua memberikan kebebasan bagi anak-anak mereka karena
mereka sudah mempercayakan seluruhnya pada anak. Orang tua sibuk
dalam pekerjaan dan rutinitas sehari-hari sehingga kurang memberikan
perhatian pada anak, baik dirumah ataupun keadaan anak disekolah.
kalo dirumah jarang ketemu ortu mbak, ya karena sibuk bekerja.
Biasanya maen sampe sore, kadang pulang sekolah langsung maen
gak pulang dulu. Sampe rumah paling dimarahi ibu, tapi dah terbiasa
dimarahi jadi gak takut lagi. Pernah juga maen sampe gak pulang
kerumah, tapi gak di cari kok mbak, he..he..he
(Wawancara Selasa, 18 Mei 2010, Responden Agu)
Sewaktu anak dirumah, orang tua kurang memberi pengarahan
terhadap anak, berkaitan dengan kebiasaan belajar dirumah,
penanaman nilai-nilai keagamaan terhadap anak dan orang tua tidak
memperhatikan perkembangan anak, apa yang mereka inginkan, apa
yang mereka pikirkan, kurangnya komunikasi dan perhatian dari orang
tua yang sering memicu permasalahan antara orang tua dan anak
dirumah.
Orang tua akan memarahi anak sewaktu terlambat pulang dari
sekolah atau pulang dari bermain yang larut malam. Seperti yang
dialami oleh rerponden diatas, dia akan dimarahi bila bermain sampai
sore, tapi disisi lain dia tidak diberikan perhatian yang cukup dari
orang tua. Hal inilah yang sebagian besar dikatakan oleh responden,
bahwa mereka selalu dimarahi jika pulang dari bermain pada sore hari
atau menjelang malam. Disisi lain anak tidak mendapat perhatian di
rumah, dan mencari kesenangan di luar rumah bersama teman-teman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
83



mereka. Selain itu, orang tua juga tidak terlalu memperhatikan
bagaimana prestasi anak disekolah dan bagaimana keadaan anak
disekolah. Orang tua sudah mempercayakan anak mereka disekolah.
Orang tua ingin anaknya bersekolah dengan baik, memperoleh nilai
yang baik dan naik kelas. Maka bila anak mereka mendapat nilai yang
kurang baik atau buruk, orang tua akan memarahi anak, menyuruh
anak agar belajar lebih baik tanpa mau mendampingi anak belajar,
bahkan tidak jarang orang tua yang menyalahkan guru mata pelajaran
yang dianggap tidak baik dalam mengajar anaknya.
Pola asuh yang kedua adalah pola asuh otoriter dalam mendidik
anak. Pola asuh otoriter memang memungkinkan terlaksananya proses
transformasi nilai dapat berjalan lancar. Akan tetapi anak mengerjakan
tugas dengan rasa tertekan dan takut. Akibatnya jika orang tua tidak
ada mereka akan bertindak yang lain.
bapak aku galak mbak, sering banget dimarahi kalo pulang
maen sampe sore, kadang juga mukul mbak. Mau apa-apa diatur
lama-lama gak betah dirumah, ya aku maen aja kerumah temen sampe
sore, paling juga ujung-ujungnya juga dimarahin kok. Kalo lagi
dimarahi aku diem aja tapi kalo udah sebel ya aku sauri(jawab) mbak.
Dulu aku pernah dimasukin ke pondok pesantren tapi gak betah, trus
aku minta keluar, ya trus pindah ke sekolah ini mbak
(Wawancara Senin, 17 Mei 2010, Responden Dew)
Menurut penuturan Dew diatas terbukti bahwa pola asuh otoriter
mendorong anak melakukan hal-hal yang menyimpang dari aturan
yang telah ditetapkan. Sedangkan pola asuh bebas memandang anak
sebagai subyek, anak bebas menentukan pilihannya sendiri. Akan
tetpi anak justru menjadi berbuat semaunya; ia berbuat dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
84



mempergunakan ukuran diri sendiri. Relasi antara orang tua dan anak
tampak renggang pada pola asuh bebas dan ada batas yang kuat serta
jurang pemisah antara anak dan orang tua pada pola asuh yang otoriter.
Agama merupakan pedoman dalam hidup manusia, yang di
dalamnya mengatur segala kehidupan dan segala sesuatu yang
berhubungan antara manusia dengan Tuhannya, manusia dengan
manusia, dan manusia dengan lingkungannya. Sebagai media pertama
dan yang utama, orang tua dituntut untuk bisa menjadi tauladan bagi
anak-anaknya. Orang tua juga berkewajiban dalam menanamkan nilai-
nilai keagamaan. Sebuah keluarga yang harmonis ditandai dengan
terciptanya kehidupan beragama dalam rumah tersebut. Hal ini penting
karena dalam agama terdapat nilai-nilai moral dan etika kehidupan.
Penanaman nilai-nilai agama dalam keluarga bisa diwujudkan
dengan pembiasaan anak untuk menjalankan ibadah sesuai dengan
waktu dan aturan dalam agama yang dianut (misalnya, dalam agama
Islam yaitu shalat lima waktu, shalat berjamaah dalam keluarga, atau
jumatan, dan pada agama nasrani yaitu pergi ke gereja tiap hari
minggu bersama-sama dengan keluarga, ikut pengakuan dosa, dan
masih banyak lagi).
kalo shalat biasanya cuma maghrib sama isya aja mbak, ya
masih bolong-bolong gitu. Tapi kalo jumatan masih rutin mbak. Orang
tua ya kadang nyuruh shalat juga mbak tapi sayanya yang males
(Wawancara Senin, 10 Mei 2010, Responden Akh)
Ada beberapa orang tua yang masih membimbing anak dalam
beribadah tetapi mayoritas orang tua mengabaikannya. Padahal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
85



kebiasaan beribadah tepat waktu hendaknya ditanamkan pada anak
sejak kecil sehingga saat beranjak dewasa akan semakin
mendalaminya untuk membentengi diri dari pengaruh negatif teman
sebayanya.
agama saya Kristen mbak, tapi ibu saya Islam, ayah saya dulu
(almarhum) agamanya juga Islam. Jadi saya kalo pergi ke Gereja
sama kakak. Saya ya lumayan rajin ke Gereja sama kakak, ibu juga
sering ngingetin kalo hari minggu saya sama kakak suruh pergi ke
Gereja
(Wawancara Senin, 10 Mei 2010, Responden Dim)
Responden Dim memeluk agama yang berbeda dari orang tua, dia
memeluk agama tersebut bersama kakaknya, walaupun berbeda
keyakinan, ibu Dim tetap memberikan pengarahan agar Dim
menjalankan ibadah dengan baik dan sesuai kewajibannya. Berbeda
dengan yang diungkapkan oleh Wah, orang tuanya tidak pernah
memberi pengarahan dalam menjalankan ibadah, berikut
penuturannya:
saya jarang shalat mbak, gak pernah malah. Ibu juga gak
pernah ngingetin kok. Kalo jumatan juga jarang, males soalnya, ya
pilih maen aja mbak
(Wawancara Senin, 24 Mei 2010, Responden Wah)
Keluarga yang tidak religius, penanaman komitmennya rendah
atau tanpa nilai agama cenderung terjadi permasalahan dan
percekcokan dalam keluarga, dengan suasana yang seperti ini, maka
anak akan merasa tidak betah di rumah dan kemungkinan besar anak
akan mencari lingkungan lain yang dapat menerimanya. Pada akhirnya
anak menjadi susah diatur dan sulit dinasehati oleh orang tuanya dan
dicap nakal oleh orang-orang disekitarnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
86



Matriks 3
Pola asuh orang tua dalam keluarga
No. Pola asuh orang tua Keterangan
1. Pola asuh bebas
(permisif)
a. Kurang mendapat perhatian dari orang tua
karena orang tua sibuk bekerja dan berada di
luar kota (merantau)
b. Tidak tinggal bersama orang tua (dititipkan ke
saudara) sehingga komunikasi antara orang tua
dan anak menjadi terbatas
c. Orang tua tidak memberikan pengarahan dan
bimbingan kepada anak
d. Tidak ada sanksi yang diberikan orang tua
apabila anak melakukan kesalahan
e. Tidak ada penanaman nilai-nilai agama
kepada anak
2. Pola asuh otoriter a. Bila anak melakukan kesalahan maka orang
tua cenderung akan memarahi anak
b. Keputusan yang akan diambil oleh anak
berdasarkan kehendak orang tua
c. Anak merasa terkekang dan takut pada orang
tua
d. Anak cenderung akan mencari pelampiasan
keinginan di luar rumah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
87




E. Pengaruh kelompok sebaya yang berperilaku negatif
Siswa hendaknya selalu aktif pada saat pelajaran berlangsung.
Menunjukkan sikap yang antusias selama pelajaran dan mengajukan
pertanyaan bila merasa kurang paham dengan materi pelajaran yang
disampaikan oleh guru. Tingkat konsentrasi penuh pada materi pelajaran
sangat diperlukan agar dapat memahami materi yang disampaikan guru.
Akan tetapi hal ini tidak terjadi pada responden, siswa yang membolos
kurang berkonsentrasi dalam kelas. Mereka sering tidak memperhatikan
saat guru menjelaskan materi pelajaran. Seperti yang di ungkapkan oleh
Akh berikut :
kalo di kelas ya sering rame ma temen-temen, pernah disuruh keluar
sama bu Guru. Kalau bu guru sedang nerangkan, saya sama temen sering
ngobrol sendiri, jadi nggak ngerti apa yang dijelaskan mbak
(Wawancara Senin, 10 Mei 2010, Responden Akh)
Mereka mengobrol dengan teman sebangku, bermain hape,
mengganggu teman yang lain, bahkan ada yang tidur saat pelajaran.
Dengan perilaku siswa yang demikian, maka guru akan mengambil
tindakan pada siswa tersebut. Setiap guru memiliki kebijakan berbeda
dalam menangani siswa yang tidak disiplin dalam kelas agar memberi efek
jera pada anak. Seperti yang di ungkapkan oleh Ibu Ant :
menegur anak tersebut dahulu, ya si anak di ingatkan secara biasa.
Tetapi bila tidak dihiraukan, biasanya saya suruh maju dan berdiri lima
menit, nah kalau sudah tertib saya suruh duduk kembali
(Wawancara J umat, 21 Mei 2010, Informan Guru Bahasa Indonesia)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
88



Siswa yang membolos ternyata diketahui sering berkelahi dan
menganiaya teman. Ren mengaku pernah berkelahi dengan siswa dari
sekolah lain, berikut penuturannya :
Dulu mbah kakung (kakek) pernah datang ke sekolah karna saya
berkelahi sama anak Mbeteng (murid SMP 4 Delanggu) tapi
sebenernya cuma salah paham aja kok mbak
(Wawancara Kamis, 20 Mei 2010, Responden Ren)
Siswa yang terlibat perkelahian, akan mendapat perhatian khusus oleh
pihak sekolah, dalam hal ini BK(Bimbingan dan Konseling) sebagai
jembatan antara orang tua atau wali dengan siswa. Orang tua atau wali
siswa akan dipanggil untuk datang ke sekolah mendiskusikan keadaan
siswa disekolah dan mencari alternatif pemecahan masalah. Selain
berkelahi, responden Fer mengaku sering mengompas teman-teman
sekelasnya atau adik kelas, hal ini dilakukan untuk menambah uang
sakunya yang akan digunakan untuk membolos bersama gangs, berikut
penuturannya :
ya kalo mbolos itu kan perginya ke Janti mbak, itu dapet
tambahan uang dari ngompas(memalak) itu lho mbak. Biasanya sih
ngompas temen-temen perempuan kalo gak ya sama anak-anak kelas
satu, lumayan dapet lima ribu kadang bisa sampe sepuluh ribu
(Wawancara Sabtu, 15 Mei 2010, Responden Fer)
Siswa membolos dalam satu kelompok atau bersama teman-teman
dalam satu gang maupun teman-teman di luar gangs. Mereka melakukan
aktivitas yang hampir sama saat membolos. Sedangkan tempat yang dituju
siswa saat membolos adalah tempat yang tersembunyi agar aman dan tidak
diketahui oleh pihak sekolah atau guru.
Siswa laki-laki sering membolos di sungai dekat sekolahan. Letak
sungai tersebut agak menurun dan curam sehingga aman dan tidak terlihat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
89



dari permukaan atau dari jalan. Kalau ditanya, siswa yang membolos
disungai biasanya tidak bisa menjawab. Padahal di sekolah sudah ada
fasilitas kamar mandi lengkap dengan WC. Tapi tetap saja mereka
beramai-ramai ke sungai. Berbeda dengan responden laki-laki, siswa
perempuan sering minta ijin ke belakang (ke kamar mandi) pada saat
pelajaran. Hal ini diakui oleh Dew, dia sering minta ijin ke belakang pada
guru yang mengajar saat di kelas. Berikut penuturannya:
kalo lagi boring di kelas aku ngajak Shil keluar minta ijin alasan
ke belakang gitu mbak. Padahal di kamar mandi nggak ngapa-ngapa,
cuma cuci muka aja. Lha di kelas suntuk banget sih..kadang juga
mampir ke kantin beli jajan
(Wawancara J umat, 21 Mei 2010, Responden Dew)
Siswa mencari alasan untuk menghilangkan kebosanan di dalam kelas
dengan meminta ijin keluar kelas. Sebenarnya mereka melakukan hal yang
kurang penting dan tidak seharusnya guru memberikan ijin begitu saja.
Atau pada saat pergantian jam pelajaran, saat guru sudah keluar dari kelas.
Maka siswa juga ikut keluar kelas, untuk sekedar nongkrong di depan
kelas atau mengganggu di kelas lain.
Pada siswa dalam masa remaja awal mereka umumnya memilih teman
tidak selalu ditentukan oleh tingkat jenjang kelas ataupun satu sekolah
mereka. Beberapa kriteria dalam pemilihan teman didasarkan atas
kesamaan pola perilaku, minat/kesenangan, dan nilai-nilai yang dianut.
Pengaruh kuat teman sebaya merupakan suatu hal yang tidak dapat
dihindarkan pada masa-masa remaja. Teman sebaya memberikan pengaruh
dalam memilih cara berpakaian, model rambut, penggunaan bahasa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
90



(bahasa slang/gaul), hoby, dan kegiatan-kegiatan sosial lainnya. Sehingga
siswa menjadi budak dari peraturan kelompok sebayanya.
oootindhik (anting) ini bisa dilepas-lepas mbak, tak pake kalo
pas istirahat aja, kalo di dalam kelas gak berani, nanti ndak diminta
sama guru. Udah lama pakenya mbak, biar kelihatan gaul kayak anak-
anak jaman sekarang, he..he..he
(Wawancara Sabtu, 15 Mei 2010, Responden Fer)
sebenernya dulu rambut saya semir hitam mbak, tapi ini udah
luntur ya jadi agak merah. Jadi skalian disemir merah, tapi cuma dikit
aja di depan ini mbak. Kalo ketahuan bu Guru BP ya digunting
langsung
(Wawancara Selasa, 11 Mei 2010, Responden Akh)
Dari segi penampilan responden, ada beberapa yang terlihat tidak
wajar dalam berpakaian, karena mereka berada di lingkungan sekolah
maka harus mentaati tata tertib sekolah berkenaan dengan aspek kerapian.
Pelanggaran yang dilakukan antara lain atribut sekolah yang tidak lengkap,
siswa laki-laki memakai anting atau gelang, dan rambut dicat merah.
Meskipun sudah mendapat teguran dari guru, mereka tetap saja terus
melanggar peraturan. Mereka melakukan hal tersebut agar dinilai tampil
beda dari teman-teman lainnya karena berani melanggar peraturan
sekolah.
Dan umumnya siswa-siswa yang tergabung dalam gang tersebut adalah
siswa-siswa yang sering bermasalah di sekolah. Ada yang sering
berkelahi, mengompas (memalak) teman lain, membuat gaduh di dalam
kelas, dan sering tidak megerjakan tugas yang diberikan guru. Sehingga
mereka adalah siswa-siswa yang popular diantara teman-teman yang
lain karena sering bermasalah atau membuat masalah. Anggota gangs
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
91



responden adalah teman satu kelas, bisa juga berlainan kelas tetapi ada
siswa yang mempunyai gangs dari sekolah lain.
dulu punya gangs mbak tapi sekarang udah bubar gara-gara
Akhir gelut (berkelahi) sama Agus Prasetyo, masalahnya gara-gara
cewek. Dulu satu gang sembilan orang, rico, redy, wahyu, erik, agus
cilik, agus gedhe, deky, akhir, saya. Paling kalo mbolos ya cuma gojek
(bercanda) trus ngrokok rame-rame di titipan sepeda itu mbak
(Wawancara Kamis, 20 Mei 2010, Responden Ren)
saya punya gangs tapi dari sekolah lain, anak SMP lain, SMP 1
Polanharjo trus temen-temen yang udah lulus sekolah. Kalo mbolos
ketemunya sama temen-temen sekolah lain, gak pernah dari sini
(Wawancara Selasa, 11 Mei 2010, Responden And)
Dengan demikian teman sebaya dapat memberikan kontribusi yang
positif terhadap perkembangan kepribadian siswa. Namun disisi lain, tidak
sedikit siswa yang berperilaku negatif (menyimpang) karena pengaruh
teman sebayanya. Siswa yang mempunyai hubungan baik dengan keluarga
(orang tua) cenderung dapat menghindarkan diri dari pengaruh negatif
teman sebayanya, dibandingkan dengan siswa yang hubungan dengan
orang tuanya kurang baik
Pertentangan nilai dan norma yang sering terjadi antara kelompok
teman sebaya dan keluarga (orang tua). Siswa berusaha untuk tidak
melanggar peraturan kelompok mereka karena takut dikucilkan oleh
teman-temannya, hal ini yang menyebabkan siswa cenderung memilih
untuk tidak patuh pada orang tua.
aku sebenernya gak mau dibilang punya gangs, tapi mereka
semua temen deket aku. Jumlahnya enam orang cewek semua; shilva,
anik, ayu, dimas, siti, sama aku. Mereka tempat curhat (curahan hati)
aku kalo lagi ada masalah. Biasanya kita suka maen bareng habis
pulang sekolah, waktu mbolos kita juga bareng, biasanya ke Cokro
atau Janti, naek motor bonceng-boncengan mbak
(Wawancara Senin, 17 Mei 2010, Responden Dew)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
92



Seperti penuturan Dew diatas diketahui siswa akan menjadi korban
karena selalu mengikuti kemauan dari kelompoknya. Hampir seluruh
responden mengaku memiliki gang didalam satu kelas, biasanya
berjumlah 5-6 siswa.



















perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
93



Matriks 4
Pengaruh Kelompok Sebaya yang Berperilaku Negatif
No Pengaruh kelompok sebaya Keterangan
1. Pengaruh terhadap perilaku siswa a. Memberikan pengaruh pada cara
berpenampilan
b. Mengganggu teman saat pelajaran
c. Mamalak teman, membuat gaduh di
kelas, berkelahi dengan teman
d. Sering keluar masuk kelas tanpa
alasan yang jelas
e. Membolos bersama teman anggota
gang
2. Pengaruh terhadap hubungan
orang tua dan siswa
a. Lebih sering menghabiskan waktu
dengan bermain bersama teman
b. Komunikasi orang tua dan siswa
mejadi berkurang
c. Siswa merasa lebih nyaman bersama
teman-temannya daripada bersama
orang tua
d. Siswa menjadi tidak patuh terhadap
orang tua

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
94

BAB IV
PERILAKU MEMBOLOS SISWA

A. Pola perilaku siswa yang membolos
1. Interaksi sosial pada siswa yang membolos
Thibaut dan Kelley mendefinisikan interaksi sebagai peristiwa saling
mempengaruhi satu sama lain ketika dua orang atau lebih hadir bersama,
mereka berkomunikasi satu sama lain. J adi dalam kasus interaksi, tindakan
setiap orang bertujuan untuk mempengaruhi individu lain (Ali, 2004: 87).
Menurut Homans (Ali, 2004: 87) mendefisikan interaksi sebagai suatu
kejadian ketika suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang terhadap
individu lain diberi ganjaran atau hukuman dengan menggunakan suatu
tindakan oleh individu lain yang menjadi pasangannya. Konsep yang
dikemukakan oleh Homans ini mengandung pengertian bahwa suatu
tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam interaksi merupakan suatu
stimulus bagi tindakan individu lain yang menjadi pasangannya.
Di dalam interaksi tersebut terdapat serangkaian tingkah laku yang
bersifat sistematik, hal ini disebabkan terjadinya secara teratur dan
berulang dengan cara yang sama (Spraedly, J ames P, David Mc Curay,
1997:57). Dalam kenyataanya interaksi sosial lebih sering dilihat sebagai
proses pertukaran timbal balik antar pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya. Pertukaran ini dapat terjadi karena berbagai aspek kehidupan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
95



sosial memang mencerminkan suatu kehidupan sosial untuk mendapatkan
keuntungan dari interaksi tersebut.
Adanya kegiatan yang merangsang individu dengan individu atau
antara individu dengan kelompok, hal ini diketahui melalui frekuensi
interaksi, siapa yang memulai interaksi dan dimana interaksi itu terjadi.
Berkaitan dengan perilaku membolos yang dilakukan oleh siswa
(responden) mereka saling berinteraksi satu sama lain secara individu-
individu maupun dalam kelompok karena adanya suatu rangsangan untuk
melakukan suatu kegiatan bersama-sama yang bertujuan untuk
memperoleh kesenangan. Dengan frekuensi yang sering dalam melakukan
kegiatan tersebut, maka orang disekitar responden (guru, orang tua, teman-
temannya yang lain) menganggap responden adalah siswa yang kerap
membolos (mbolosan) dan dimana responden melakukan interaksi
(kegiatan) tersebut adalah tempat yang mendukung terjadinya interaksi
tersebut.
Rasa kebersamaan atau solidaritas terdapat dalam kelompok sebaya
(gang), dapat dirasakan siswa dalam pergaulannya sehari-hari. Solidaritas
dalam kelompok muncul dikarenakan adanya saling percaya antar masing-
masing anggota terhadap kemampuan teman-temannya. Solidaritas yang
tinggi antar sesama anggota kelompok sebaya (gang) karena telah
dianggap seperti layaknya anggota keluarga. Mereka menunjukkan
karakteristik kekeluargaan dalam interaksi antar anggotanya, bahkan
mereka menampilkan sikap dan perilaku yang tidak diinginkan oleh kedua
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
96



orang tuanya. Responden mengaku bahwa mereka sering membantah
perintah orang tua dan sering dimarahi karena mereka jarang di rumah,
karena lebih senang bermain dengan teman-temanya dalam gang setelah
pulang sekolah sampai sore bahkan malam hari. Dalam hal ini orang tua
kepayahan dalam mengendalikan kebiasaan anaknya. Hal ini terjadi
karena interaksi anaknya dalam waktu-waktu tertentu berada jauh dari
jangkauan orang tua. Pada saat jam pelajaran sekolah, orang tua hanya
tahu kalau pada saat itu anaknya tentu sedang belajar bersama teman-
temannya di sekolah. Dan setelah pulang sekolah anak seharusnya pulang
kerumah, tetapi tidak begitu dengan responden penelitian. Mereka akan
mencari kesenangan dengan teman-temanya yang tidak di dapat di rumah.
Apalagi jika kedua orang tuanya sibuk bekerja, maka berkuranglah
perhatian orang tua terhadap anaknya. Menurut penuturan salah satu
informan, yaitu orang tua responden Ren, salah satu alasan mereka
menyekolahkan anaknya di SMP Negeri 2 Delanggu adalah banyak
teman-temannya semasa SD yang bersekolah disana, tentu saja selain
karena nilai UAN yang rendah dan alasan utama yaitu karena uang gedung
yang lebih rendah dibanding dengan sekolah negeri yang lain.
Kesamaan hobi atau minat, hal ini yang menyebabkan hubungan
pertemanan mereka menjadi erat satu sama lain, mereka menyukai
aktivitas tertentu yang dilakukan bersama teman-temanya, baik hal yang
positif maupun yang negatif. Seperti responden laki-laki, sebagian besar
hobi bermain sepak bola, sepulang sekolah dia bersama teman-temannya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
97



bermain sepak bola di lapangan dekat sekolah. Selain itu mereka senang
bermain di tempat rental PS (playstation) bersama-sama, kadang mereka
patungan uang untuk membayarnya. Hal ini dilakukan karena ada rasa
solidaritas antara teman. Rasa solidaritas yang berlebihan juga dapat
menimbulkan perilaku yang negatif seperti perkelahian antar siswa atau
pelajar. Remaja yang terlibat perkelahian biasanya kurang mampu
melakukan adaptasi pada situasi lingkungan yang kompleks. Kompleks ini
berarti adanya keanekaragaman pandangan, budaya, tingkat ekonomi, dan
semua rangsang dari lingkungan yang makin lama makin beragam. Situasi
ini menimbulkan tekanan pada setiap siswa. Pada remaja yang terlibat
perkelahian, mereka biasanya mudah putus asa, cepat melarikan diri dari
masalah, menyalahkan orang atau pihak lain pada setiap masalahnya, dan
memilih menggunakan cara tersingkat untuk memecahkan masalah. Pada
responden yang sering berkelahi, diketahui bahwa mereka mengalami
konflik batin, mudah frustrasi, memiliki emosi yang labil, tidak peka
terhadap perasaan orang lain, dan memiliki perasaan rendah diri.
Faktor keluarga juga berperan dalam membentuk perangai anak.
Keluarga yang sering terjadi kekerasan (entah antar orang tua atau pada
anaknya) mempunyai kecenderungan berdampak pada anak. Seperti yang
terjadi pada keluarga responden Dew. Responden mengaku sering dipukul
oleh ayahnya pada saat dimarahi. Kebiasaan orang tua yang demikian
secara tidak langsung akan membentuk kepribadian anak yang
temperamental dan mudah marah. Dan ketika meningkat remaja, anak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
98



belajar bahwa kekerasan menjadi bagian dari dirinya, sehingga hal yang
wajar kalau ia melakukan kekerasan pula. Seperti kasus penganiayaan
yang dilakukan oleh salah satu responden yaitu Agu. Orang tua Agu
dipanggil oleh pihak sekolah karena Agu menganiaya teman sekelasnya
yang bernama Iwan, dia mendapat skor pelanggaran 25 point sehingga
orang tua dipanggil ke sekolah.
2. Aktivitas siswa yang membolos
Aktivitas yaitu perilaku aktual yang digambarkan pada tingkat yang
sangat konkrit. Perilaku membolos yang dilakukan oleh siswa yang
membolos (responden) di SMP Negeri 2 Delanggu dapat digambarkan
secara konkrit karena dilakukan dalam berbagai bentuk aktivitas yang
dapat diamati dan diteliti lebih dalam.
Ada cara-cara yang dilakukan siswa untuk membolos, yaitu mereka
bekerja sama dengan teman yang akan diajak membolos, dalam
wawancara yang dilakukan dengan responden, mereka menjelaskan cara-
cara yang biasa dilakukan sebelum siswa tersebut membolos. Seperti yang
dituturkan oleh Agu sebagai berikut :
kan pite (sepeda) dititipke di belakang sekolah itu mbak, trus pas
jam ke empat ato jam kelima pas pergantian jam pelajaran, gurune belum
dateng, nah trus tase diuncalke (dilempar) dari jendela ke luar. Disitu
udah ada tiga ato empat orang yang nunggu diluar jendela
(Wawancara Rabu, 2 J uni 2010, Responden Agu)
Hal serupa diceritakan oleh Ren, teman sekelas Agu dan Akh, berikut
penuturannya :
saya mbolos dari jam pertama mbak, dari rumah gak nyampe ke
sekolahan, tapi kadang jam ke empat. Biasanya janjian dulu ma temen di
sungai, tase dilempar lewat gerbang belakang. Disitu udah ada temen
yang nungguin
(Wawancara Rabu, 2 J uni 2010, Responden Ren)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
99



Pengamanan yang kurang menyebabkan siswa dengan mudah
membolos, tanpa sepengetahuan guru atau penjaga sekolah. Mereka
bekerja sama untuk membantu teman-temanya agar tidak ketahuan
membolos. Hal ini juga ditambah dengan sikap siswa-siswa lain atau
teman-teman sekelas responden. Mereka tidak peduli bila ada teman
sekelasnya yang membolos, mereka cenderung diam saja bila melihat ada
temannya yang mencoba membolos saat pergantian jam pelajaran. Teman-
teman sekelas responden menganggap responden sebagai siswa yang
nakal, sering mengganggu saat pelajaran dan membuat gaduh, jadi mereka
merasa senang dan tenang bila responden membolos agar suasana kelas
tidak gaduh atau ramai.
Siswa yang membolos dan tergabung dalam gangs maupun yang
membolos secara individu sebagian besar akan nongkrong, atau duduk-
duduk di suatu tempat yang telah dijadikan lokasi mangkal siswa-siswa
yang membolos. Tempat nongkrong sebagian besar siswa dalam penelitian
ini adalah di tempat penitipan sepeda, ditempat tersebut siswa merasa
aman karena mendapat perlindungan dari pemilik penitipan sepeda
tesebut. Pada saat peneliti mengadakan observasi di lokasi penitipan
sepeda di belakang sekolah, peneliti mencoba mendatangi salah satu
tempat penitipan sepeda yang sering digunakan siswa untuk membolos.
Hal ini dilakukan karena pada hari itu banyak siswa yang tidak mengikuti
upacara bendera pada hari senin. Banyak siswa yang membolos mengikuti
upacara bendera, peneliti mencoba menanyakan apakah pemilik sepeda
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
100



mengetahui keberadaan siswa yang tidak mengikuti upacara dan apakah
mereka berada di sekitar lokasi penitipan tersebut, tetapi mereka
mengatakan tidak mengetahuinya. Observasi dilakukan dengan cara
mengamati menggambil dokumentasi tempat penitipan sepeda tersebut.
Aktivitas nongkrong siswa yang membolos tidak hanya dilakukan di
penitipan sepeda tetapi juga sering dilakukan siswa yang membolos di
sungai belakang sekolah, pada hari Senin 31 Mei 2010, lebih dari 20 siswa
laki-laki dari kelas VII dan VIII tidak mengikuti upacara bendera dan
diketahui membolos secara beramai-ramai di sungai belakang sekolah.
Seluruh siswa yang tercatat membolos tersebut diberi pembinaan oleh
Guru BK.
Seringkali dijumpai beberapa anak membolos pada jam pelajaran
berada di kantin atau warung sekolah. Mereka kadang meminta ijin guru
kelas untuk ke kamar mandi, akan tetapi kesempatan beberapa menit
tersebut mereka manfaatkan untuk merokok di kantin, mereka menyelinap
masuk ke dalam warung agar tidak diketahui guru atau penjaga sekolah
saat merokok. Sama seperti yang dilakukan oleh responden laki-laki,
mereka sering diketahui berada di kantin sekolah bersama teman-temanya
sedang asyik merokok. Tetapi sebagian responden memiih merokok di
lokasi yang agak jauh dari sekolahan, yaitu di sungai dan di penitipan
sepeda belakang sekolah. Pihak sekolah sudah memberikan pengarahan
kepada pemiik kantin dan warung sekitar sekolah untuk tidak menjual
rokok kepada siswa, akan tetapi siswa tidak kehabisan akal. Mereka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
101



membeli rokok di tempat penitipan sepeda yang sekaligus warung yang
menyediakan makanan dan rokok. Seperti yang di katakan oleh responden
Fer, dia mengaku sudah merokok sejak kelas 4 SD, berikut penuturannya :
aku ngrokok dari kelas empat SD sampe sekarang udah jadi kebiasaan
mbak. Aku udah dapet SIM boleh ngrokok sama bapak, jadi gak
dimarahin lha bapak juga ngrokok mbak
(Wawancara Kamis, 3 J uni 2010, Responden Fer)
Dari penuturan Fer diatas, diketahui bahwa orang tua tidak memberikan
pengarahan agar anak tidak merokok, justru orang tua memperbolehkan
anak untuk merokok saat dia masih belum cukup umur dan belum
mempunyai penghasilan sendiri. Hal ini hampir sama dengan yang dialami
oleh responden Dwi, berikut penuturannya:
ngrokok dari kelas enam SD, ibu membolehkan merokok tapi kalau
ketahuan sama bapak bias dipukulin mbak
(Wawancara Kamis, 3 J uni 2010, Responden Dwi)
Rata-rata uang saku per hari responden antara dua ribu sampai tiga
ribu rupiah, ada juga yang lebih dari lima ribu rupiah bahkan sampai
sepuluh ribu rupiah karena siswa tersebut membawa sepeda motor.
Berdasarkan wawancara dengan responden Ren, dia mengungkapkan
bahwa temannya Agu sering membelikan rokok teman-temannya dalam
gangs, berikut penuturannya :
uang saku tiap hari lima ribu mbak, itu buat beli sarapan kan dirumah
gak pernah makan pagi. Kalo ngrokok itu di belikan sama teman mbak,
biasanya dikasih sama Agus Pratama mbak
(Wawancara Selasa, 1 J uni 2010, Responden Ren)
Ada pula responden yang membeli rokok secara patungan dengan
temannya, karena uang saku yang terbatas. Sehingga mereka merokok
secara bergantian dengan temannya. Seperti yang dituturkan oleh Akh
sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
102



saya mulai ngrokok dari awal kelas satu mbak, kalo beli rokok itu
kadang patungan sama temen, satu rokok di pake bergantian
(Wawancara Kamis, 3 J uni 2010, Responden Akh)
Aktivitas yang dilakukan siswa yang membolos lainnya adalah
bermain PS (playstation). Mereka menuju tempat-tempat yang
menyediakan permainan atau game yang sangat popular pada akhir-akhir
ini. Mereka biasa menghabiskan waktu berjam-jam untuk duduk di depan
layar televisi dengan memainkan stick playstation. Bermain playstation
tampaknya sudah menjadi tren di kalangan pelajar. Mereka memilih
bermain playstation daripada harus duduk di kelas untuk mengikuti
pelajaran. Seperti yang dikatakan oleh responden Wah :
kalo mbolos ya cuma maen PS(playstation) di deket SMP 1 mbak, uang
saku tiga ribu yang dua ribu habis untuk maen PS. Dari pagi sampe siang
pulang sekolah cuma di tempat PS itu
(Wawancara Selasa, 1 J uni 2010, Responden Wah)
Berdasarkan dari uraian diatas dapat diketahui bagaimana aktivitas dan
pola interaksi siswa yang membolos (responden). Berbagai aktivitas dan
kegiatan terjadi pada saat mereka membolos yang membentuk suatu
perilaku masing-masing responden.
B. Analisis
Untuk menganalisis dan mengkaji perilaku membolos siswa,
menggunakan teori pertukaran sosial (social exchange theory) dan teori
kontrol sosial. Menurut Kartini Kartono bahwa perilaku merupakan suatu
reaksi yang dapat diamati secara umum atau obyektif, sehingga hal-hal
yang diperbuat akan nampak hasilnya dari perbuatan tersebut (Kartini
Kartono, 1989:53). Pengertian lain seperti yang dingkapkan oleh Soerjono
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
103



Soekanto, bahwa perilaku adalah cara bertingkah laku dalam situasi
tertentu. Dengan demikian perilaku merupakan perbuatan yang dapat
diamati atau diobservasi secara obyektif dalam kehidupan manusia.
Dalam menjalankan kerja, manusia melakukan aktivitas-aktivitas atau
perilaku untuk merealisasikan kerja tersebut. Perilaku pada umumnya
disamakan dengan tingkah laku. Menurut Koentjaraningrat, tingkah laku
adalah perilaku manusia yang prosesnya tidak terencana dalam gennya
atau yang tidak timbul secara naluri saja tetapi sebagai suatu hal yang
harus dijadikan milik dirinya dengan belajar (Koentjaraningrat, 1979:153).
Secara teoritis, perilaku membolos yang dilakukan oleh siswa-siswa di
SMP Negeri 2 Delanggu yang sudah digambarkan pada uraian diatas dapat
dikatakan mendukung teori pertukaran yang terdapat pada paradigma
perilaku sosial. Dimana dalam paradigma ini Skinner mengungkapkan
bahwa obyek sosiologi adalah perilaku manusia yang nampak serta
kemungkinan perulangannya (behavior of man and contingencies of
reinforcement). Pendekatan ini menekankan kepada perilaku yang
dilakukan oleh siswa-siswa termasuk perilaku membolos yang dilakukan
oleh siswa yang membolos (responden). Dimana menurut paradigma ini
bahwa perilaku sosial memusatkan perhatian kepada hubungan antara
individu dan lingkungannya. Sehingga dengan demikian responden
penelitian ini dianggap menyimpang dari aturan-aturan dan kontrol sosial
yang terbatas maka memungkinkan bahwa lingkunganlah yang menjadi
akar permasalahan, bahwa tingkah laku individu (responden) yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
104



berlangsung dalam hubungannya dengan faktor lingkungan (keluarga,
teman sebaya) akan menghasilkan akibat-akibat atau perubahan dalam
lingkungan dan juga menimbulkan perubahan tingkah laku dimana akan
berpengaruh terhadap tingkah laku dari responden. Sehingga terjadi
hubungan fungsional antara tingkah laku dengan perubahan yang terjadi
dalam lingkungan responden. Dimana pengaruh keluarga, teman sebaya
dan lingkungan sekolah menjadi sebab mengapa responden ini melakukan
perilaku membolos sehingga akan berpengaruh terhadap tingkah laku
mereka sehari-hari.
Menurut teori pertukaran sosial dari George Homan bahwa hubungan
antara penyebab dan akibat dari hubungannya itu selalu diterangkan
dengan proposisi psikologi. Lima proposisi tersebut menjelaskan proses
pertukaran, adalah sebagai berikut :
1. Proposisi sukses
Dalam tiap tindakan, semakin sering suatu tindakan tertentu memperoleh
ganjaran, maka semakin sering ia melakukan tindakan itu.
2. Proposisi Stimulus
J ika dimasa lalu terjadinya stimulus yang khusus, atau seperangkat
stimulti, merupakan peristiwa dimana tindakan seseorang memperoleh
ganjaran, maka semakin mirip stimulti yang ada sekarang ini dengan yang
lalu itu akan semakin memungkinkan seseorang melakukan tindakan yang
serupa atau yang agak sama.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
105



3. Proposisi Nilai
Semakin tinggi nilai suatu tindakan, maka semakin senang seseorang
melakukan tindakan itu.
4. Proposisi Deprivasi
Semakin sering dimana yang baru berlalu seseorang menerima sesuatu
ganjaran tertentu, maka semakin kurang bernilai bagi orang tersebut
peningkatan setiap unit ganjaran itu.
5. Proposisi Approval-Agression
Bila tindakan seseorang tidak memperoleh ganjaran yang diharapkannya,
atau menerima hukuman yang tidak diinginkannya, maka ia akan marah,
dia cenderung agresif, dan hasil demikian hasilnya akan lebih bernilai
baginya.
Bila seseorang memperoleh ganjaran, yang diharapkannya, khususnya
ganjaran yang lebih besar dari yang diperkirakan, atau tidak memperoleh
hukuman yang diharapkannya, maka dia akan merasa senang; dia akan
lebih mungkin melaksanakan perilaku yang disenanginya, dan hasil dari
perilaku yang demikian akan menjadi lebih bernilai lagi.
Dalam menjelaskan perilaku siswa perlu diterangkan dengan
pendekatan perilaku dan menurut Homan bahwa psikologi menjadi
variabel perantara. Dengan demikian perilaku membolos siswa terjadi
akibat dari faktor psikologi yang mengikutinya. Dan responden ini
berperilaku demikian karena masalah psikologinya. Seperti yang dikatakan
oleh Homan dalam proposisinya bahwa responden ini dalam melakukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
106



perilaku membolos akan memperoleh kesenangan bagi dirinya sendiri
maka besar kemingkinan untuk mengulanginya lagi, apabila dan apabila
tindakan tersebut akan mengurangi nilai orang lain terhadap dirinya maka
makin berkurang nilai tersebut dari tindakan yang dilakukan berikutnya.
Dalam teori pertukaran ini terjadi apabila kedua belah pihak sama-sama
untung dan keuntungan itu mengandung unsur psikologis. Dengan
demikian dalam hal ini responden melakukan perilaku membolos maka
dimungkinkan antara responden dengan teman-temannya yang membolos
ada keuntungan (reward) yang diperolehnya selama melakukan aktivitas
membolos yaitu memperoleh kesenangan dan kebebasan, sehingga
semakin sering mereka mendapatkan keuntungan (reward) maka semakin
sering perilaku tersebut dilakukan. Meskipun ada kerugian yang didapat
dari melakukan perilaku tersebut yaitu hukuman (punishment) yaitu
berupa skor pelanggaran dan kerugian yang mengikuti selanjutnya, seperti
ketinggalan pelajaran, dimarahi orang tua, mendapat predikat sebagai
siswa nakal dari guru dan teman-temannya.
Sedangkan dalam perspektif teori kontrol sosial (social control
theory). Kontrol sosial mengacu pada suatu proses baik yang direncanakan
maupun yang tidak direncanakan, dimana dalam proses kontrol sosial
tersebut masyarakat dibuat agar mematuhi norma-norma yang berlaku di
masyarakat. Masyarakat berharap bahwa individu di dalam dirinya sendiri
sudah muncul kesadaran untuk mematuhi norma dan mempunyai perilaku
yang konform dengan aturan di masyarakat, artinya bahwa perilaku
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
107



konformi tas itu bersifat inheren di dalam diri individu. Meskipun
demikian ada sebagian besar manusia yang harus dilatih untuk
menjalankan konformitas di mana proses sosialisasi terlibat di dalamnya.
Melalui proses sosialisasi seseorang akan mempelajari perilaku apa yang
dapat diterima berkaitan dengan berbagai situasi yang akan dia hadapi,
selain itu ia akan belajar perilaku mana yang pantas dan tidak pantas untuk
ia laksanakan.
Menurut Albert J . Reiss, J r terdapat tiga komponen kontrol sosial dalam
menjelaskan kenakalan remaja :
a. A lack of proper internal controls development during childhood
(kurangnya kontrol internal yang memadai selama masa kanak-kanak)
b. A breakdown of those internal controls (hilangnya kontrol internal)
c. An absence of or conflict in social rules provided by important social
group (the family, close other, the school) (tidak adanya norma-norma
sosial atau konflik antara norma-norma dimaksud di keluarga, lingkungan
sekitar, dan sekolah).
Selanjutnya Albert J .Reiss, J r membedakan dua macam kontrol, yaitu
personal control dan social control. Personal control adalah kemampuan
seseorang untuk menahan diri agar tidak mencapai kebutuhannya dengan
cara melanggar norma-norma yang berlaku di masyarakat. Sedangkan
social control adalah kemampuan kelompok sosial atau lembaga-lembaga
di masyarakat melaksanakan norma-norma atau peraturan-peraturan
menjadi efektif (Lilik Mulyadi, 2009).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
108




Dalam penelitian ini, kontrol sosial terhadap perilaku siswa dilakukan
oleh orang tua atau keluarga dan pihak sekolah. Kontrol sosial dalam
keluarga adalah kemampuan orang tua untuk melaksanakan norma-norma
atau peraturan-peraturan dalam keluarga menjadi efektif. Melalui proses
kontrol sosial, anak akan mematuhi peraturan dalam keluarga. Setiap
keluarga memiliki norma atau aturan yang telah disepakati bersama.
Norma dan aturan tersebut berfungsi untuk mengatur perilaku anak.
Efektif atau tidaknya peraturan tersebut dipengaruhi oleh ikatan antara
orang tua dan anak, bagaimana hubungan dan komunikasi antara orang tua
dan anak. Bila hubungan antara orang tua dan anak harmonis, maka
penerapan norma atau peraturan akan berjalan dengan baik. Karena jika
anak merasa dekat dengan orang tua maka kecenderungan untuk
melanggar norma atau aturan mejadi kecil kemungkinannya. Fakta yang
dijumpai di lapangan adalah sebaliknya. Siswa yang membolos tersebut
kurang mendapat perhatian dari orang tua. Alasan kesibukan dan karena
pekerjaan membuat orang tua mengabaikan anak. Sehingga anak merasa
kurang diperhatikan. Bila hal ini terjadi maka anak akan cenderung
melanggar peraturan orang tuanya sehingga kontrol sosial yang lemah
membuat anak menjadi nakal dan berperilaku negatif.
Peraturan dan tata tertib sekolah juga dibuat agar siswa patuh dan
menjalankan aturan yang berlaku. Bentuk kontrol sosial berkaitan dengan
pemberian sanksi atau hukuman kepada siswa yang melanggar tata tertib.
Sanksi atau hukuman diberikan dalam bentuk skor pelanggaran, besarnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
109



point berdasarkan tingkat dan jenis pelanggaran. Fakta di lapangan
menunjukkan masih banyak siswa yang melanggar peraturan dan tata
tertib sekolah. Dalam penelitian ini, perilaku membolos siswa terjadi
karena kontrol sosial dari sekolah yang lemah. Suasana tidak kondusif saat
kegiatan belajar mengajar di kelas. Suasana kelas yang ramai dikarenakan
guru yang mengajar kurang bisa menguasai dan mengontrol siswanya di
kelas. Hal tersebut selanjutnya akan membuat siswa cenderung untuk
mengabaikan pelajaran dan timbul rasa malas mengikuti pelajaran.
Kondisi bangunan sekolah yang terbagi menjadi dua bagian dan tidak
memiliki pagar juga berpengaruh terhadap terciptanya keamanan dalam
lingkungan dalam sekolah. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa bangunan
sekolah kurang memenuhi standar pengamanan. Sehingga siswa dengan
mudah dapat keluar masuk sekolah tanpa adanya pengawasan dari pihak
sekolah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sekolah tersebut
memiliki peraturan dan tata tertib. Tetapi peraturan dan tata tertib tersebut
menjadi tidak efektif karena tidak di dukung dengan kondisi bangunan
secara fisik dan lemahnya kontrol guru terhadap siswanya.





perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
110



MATRIK 5
PERILAKU MEMBOLOS SISWA


No. Item Hasil Penelitian
1. Latar Belakang Perilaku 1. Adanya keinginan melakukan
kegiatan untuk mencari kesenangan
bersama-sama
2. Rasa kebersamaan dan solidaritas
antar teman atau dalam kelompok
(gang)
3. Lingkungan di sekitar sekolah yang
kurang kondusif
4. Kontrol sekolah yang lemah
5. Kurang mendapat perhatian dari
orang tua dalam keluarga
2. Perilaku Membolos Siswa 1. Perilaku nongkrong dan bermain
playstation pada saat jam pelajaran
2. Perilaku merokok dan
mengkonsumsi minuman keras
3. Perilaku kekerasan (perkelahian)
antar siswa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
111

BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Penelitian ini berusaha untuk menjelaskan perilaku membolos yang
dilakukan oleh siswa SMP Negeri 2 Delanggu, kurangnya perhatian dari
orang tua, kondisi lingkungan sekolah yang kurang kondusif dan pengaruh
negatif dari kelompok sebaya menyebabkan siswa berperilaku diluar
norma dan peraturan sekolah. Akibatnya banyak siswa yang melakukan
pelanggaran kedisiplinan dengan membolos. Perilaku membolos yang
dilakukan oleh siswa merupakan salah satu citra buruk yang terjadi di
dalam lembaga pendidikan formal atau sekolah. Dalam pembahasan yang
telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik sebuah
kesimpulan berkenaan dengan perilaku membolos siswa di SMP Negeri 2
Delanggu.
Dilihat dari faktor yang menyebabkan timbulnya perilaku
membolos pada siswa, diketahui bahwa terdapat berbagai macam
penyebab yang berasal dari diri atau internal, yaitu malas mengikuti
pelajaran di kelas, tidak suka pada pelajaran dan guru mata pelajaran
tertentu, belum mengerjakan tugas atau PR yang diberikan oleh guru pada
hari tersebut, tidak memiliki alat transportasi ke sekolah atau terlambat
masuk sekolah, ada masalah dalam keluarga. Pengaruh pola asuh orang tua
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
112



dalam keluarga, bagaimana orang tua memberikan pendidikan dan
perhatian dalam keluarga juga mempengaruhi pembentukan kepribadian
anak (siswa). Karena hampir semua orang tua dari responden tidak
memberikan hal itu karena faktor kesibukan dan cenderung
mempercayakan anaknya pada pihak sekolah saja. Oleh karena sebab
itulah anak akan mencari sesuatu yang tidak mereka dapatkan di rumah,
yaitu pada pergaulannya sehari-hari yang mayoritas mereka habiskan di
sekolah. Membentuk kelompok teman sebaya (gang) sebagai tempat
mereka berekspresi dan bersosialisasi. Awal mula siswa melakukan
perilaku membolos adalah karena pengaruh dari teman sebaya yang
negatif dan kondisi lingkungan sekolah yang kurang kondusif. Sehingga
mereka mencari kesenangan di luar sekolah. Meskipun telah diberlakukan
sanksi, mereka tidak jera untuk berhenti membolos, kalaupun jera hanya
dalam waktu sebentar saja. Dengan perilaku yang demikian, maka secara
tidak langsung akan berdampak pada prestasi belajar. Nilai ulangan yang
buruk dan ancaman tidak naik kelas bisa terjadi. Selain itu mereka
mendapat cap sebagai anak nakal dari guru dan teman-teman sekelasnya
sebagai bentuk sanksi moral yang harus diterima.
B. IMPLIKASI
1. Implikasi Teoritis
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori pertukaran sosial
(social exchange theory) dan teori kontrol sosial (social control theory)
untuk mengkaji perilaku membolos yang terjadi pada siswa SMP Negeri 2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
113



Delanggu, Kecamatan Delanggu. Hasil penelitian secara teoritis
mendukung teori pertukaran (social exchange theory) dan teori kontrol
sosial (social control theory). Relevansi yang ada antara hasil penelitian
dengan teori pertukaran sosial adalah di mana pendekatan ini menekankan
pada hubungan antara penyebab dan akibat dari hubungannya itu selalu
diterangkan oleh proposisi psikologi. Sehingga dengan demikian perilaku
membolos yang dilakukan oleh siswa-siswa ini akan mereka lakukan
kembali apabila mereka merasakan ganjaran yang diperoleh yang
dimaksud disini adalah manfaat yang diterima namun sebaliknya apabila
dengan perilaku yang dilakukan tadi akan mengalami ancaman hukuman
maka kecil kemungkinan tingkah laku yang serupa akan dilakukan. Dalam
mengkaji permasalahan siswa-siswa yang membolos ini bahwa dengan
menggunakan teori pertukaran dapat terjadi apabila kedua belah pihak
sama-sama untung dan mengandung unsur psikologis. Dari psikologi
perilaku diambil suatu gambaran mengenai perilaku manusia yang
dibentuk oleh hal-hal yang memperkuat atau memberikan dukungan yang
berbeda-beda. Dalam konteks ini manusia memberikan dukungan yang
positif atau negatif terhadap satu sama lain dalam proses interaksi dimana
mereka saling membentuk perilakunya.
Perilaku manusia dalam kajian sosiologi. Perilaku menjadi sosial
hanya kalau dan sejauh mana arti subyektif dari perilaku membuat
individu memikirkan dan memperhitungkan perilaku orang lain dan
mengarah kepadanya (KJ . Veeger, 1990:171). Perilaku sosial yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
114



dimaksud Homans adalah perbuatan yang berkenaan dengan suatu
kemauan yang mengakibatkan adanya suatu reward dan sanksi dari orang
lain. Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman
manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan,
sikap dan tingkah laku. Perilaku merupakan respon seorang individu
terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dalam dirinya, setelah
melalui proses berpikir. Perilaku membolos yang dilakukan oleh siswa
disebabkan oleh rendahnya kontrol dalam keluarga dan sekolah serta
pengaruh negatif kelompok sebaya dalam pergaulan sehari-hari di sekolah
maupun di lingkungan luar sekolah. Keadaan tersebut selanjutnya akan
dijelaskan menggunakan teori kontrol sosial. Perilaku membolos yang
dilakukan oleh siswa karena lemahnya kontrol yang ada dalam lingkungan
keluarga. Kurangnya perhatian dari orang tua menyebabkan ikatan antara
orang tua dan anak menjadi lemah, sehingga timbul kecenderungan anak
untuk melanggar norma atau aturan dalam keluarga. Dan keadaan yang
sama terjadi di sekolah. Kurangya pengawasan terhadap siswa di sekolah
berdampak pada pelanggaran peraturan dan tata tertib yang dilakukan oleh
siswa.
2. Implikasi Metodologis
Penelitian yang telah dilaksanakan ini merupakan penelitian
deskriptif, yaitu berupaya untuk memberikan uraian deskriptif tentang
fenomena perilaku membolos siswa, yang betujuan untuk menggambarkan
suatu peristiwa dimana hal ini berlangsung dengan latar belakang yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
115



wajar (alamiah) prosesnya berbentuk siklus dengan peneliti sebagai
instrument utamanya. Narasumber penelitian ini dibedakan menjadi dua
yaitu responden dan informan. Responden dalam hal ini adalah siswa yang
melakukan perilaku membolos dan informan adalah orang-orang yang ada
hubungannya dengan responden, yaitu orang tua siswa dan guru.
Pencarian informan dilakukan dengan cara keyperson, yaitu orang-orang
yang mengetahui kejadian atau peristiwa yang sedang diteliti (walaupun
tidak terlibat secara langsung). Sedangkan responden dipilih dengan teknik
purposive sampling. Dengan menggunakan teknik pengambilan sampel
tersebut, peneliti dapat menemukan responden yang dapat memberikan
keragaman untuk menangkap data yang unik.
Untuk memenuhi tujuan keragaman data tersebut peneliti
mengambil beberapa informasi yang masing-masing memiliki latar
belakang keluarga yang berbeda, untuk memenuhi triangulasi yaitu :
peneliti mengambil 13 orang dengan perincian 10 orang responden (siswa)
dan 3 orang informan yang terdiri dai guru dan orang tua siswa. Dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan strategi observasi non partisipant,
yaitu mengamati obyek penelitian untuk memperoleh data tanpa ikut
terlibat langsung dalam kelompok yang diteliti. Cara pengumpulan data
adalah dengan cara wawancara mendalam dimana peneliti mengajukan
pertanyaan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan subyek
penelitian kepada responden untuk memperoleh informasi yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
116



diharapkan. Selain itu peneliti juga melakukan studi dokumentasi sebagai
upaya mendukung data wawancara.
Beberapa kesulitan dalam pengumpulan data banyak dirasakan
selama penelitian. Diantaranya masalah keterbukaan responden ketika
wawancara, yaitu perasaan segan dan malu selama proses wawancara,
kebanyakan responden takut kalau nantinya peneliti memberi tahu atau
membocorkan semua informasi kepada guru BK. Tapi peneliti mencoba
meyakinkan bahwa semua informasi yang diberikan akan dijamin
kerahasiaannya. Peneliti menjelaskan bahwa maksud dan tujuan penelitian
ini dan membangun suasana santai dan bersahabat selama proses
wawancara dalam pengumpulan data. Data wawancara langsung dicatat
kemudian data yang terkumpul dikategorisasikan, mengalami beberapa
reduksi hingga kemudian disajikan dalam bentuk deskriptif. Agar
memperoleh data yang mempunyai validitas, keakuratan dilakukan
triangulasi sumber data yakni membandingkan, mengecek derajat
kepercayaan suatu informasi dengan sumber yang berbeda. Kemudian
diversifikasi selama penelitian berlangsung.
Secara metodologis penelitian ini mempunyai kelebihan: pertama,
penelitian kualitatif mampu mengungkap realitas secara mendalam, karena
dapat mengungkap realitas internal yang melibatkan subyektivitas, emosi,
dan nilai-nilai sehingga mampu menggambarkan realitas sosial
sebagaimana adanya. Kedua, kebenaran mendalam dalam penelitian
kualitatif merupakan hasil persetujuan sehingga sesuai dengan kondisi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
117



sosial dan historisnya. Kemudian kekurangan dari metode penelitian ini
adalah hasil penelitian tidak dapat digeneralisasikan dan hanya berlaku
pada siswa (responden) di lokasi penelitian saja. Disamping itu penelitian
kualitatif membutuhkan waktu yang relatif lama sehingga berimplikasi
pada biaya baik ekonomi maupun sosial.
3. Implikasi Empiris
Penelitian ini berawal dari ketertarikan penulis terhadap fenomena
siswa membolos pada akhir-akhir ini. Penulis mencoba untuk memberikan
gambaran bagaimana perilaku tersebut kini marak dilakukan remaja
khususnya siswa di tingkat sekolah menengah pertama atau SMP.
Tingginya tingkat pelanggaran yang dilakukan oleh siswa mengakibatkan
berbagai masalah berkaitan dengan ketertiban. Pelanggaran yang yang
sering dilakukan oleh siswa pada saat kegiatan belajar mengajar adalah
perilaku membolos. Hal ini dapat dilihat pada siswa di SMP Negeri 2
Delanggu. Dari hasil penelitian dilapangan, menunjukkan bahwa setiap
hari ada kasus membolos yang terjadi di sekolah tersebut.
Perilaku membolos yang dilakukan oleh siswa adalah suatu bentuk
lemahnya kontrol sekolah terhadap siswa, lemahnya peraturan sekolah dan
tata tertib sekolah. Keberadaan masyarakat disekitar sekolah yang
seharusnya ikut mendukung terciptanya ketertiban, justru malah menjadi
faktor penarik siswa untuk membolos dengan menyediakan penitipan
sepeda dan sekaligus persewaan playstation. Hal ini terjadi karena tidak
lain dipengaruhi motif ekonomi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
118



Psikologis siswa yang masih labil, dan mudah untuk melakukan
tindakan yang menyimpang dari peraturan yang seharusnya. Karena itu
mereka mudah terpengaruh oleh teman-temannya untuk melakukan
tindakan yang negatif dan merugikan diri sendiri. Faktor yang sangat
berpengaruh dalam perilaku membolos ini adalah salah dalam memilih
teman dalam pergaulan, karena perilaku seorang siswa biasanya meniru
atau mengikuti apa yang teman-temannya lakukan. Seperti cara berpakaian
dan bertingkah laku, bila seorang siswa berteman dengan teman yang
sikapnya baik maka ia akan menjadi siswa yang patuh juga. Selain faktor
dari pergaulan, faktor dari keluarga juga berpengaruh dalam membentuk
kedisiplinan siswa. Siswa yang membolos mayoritas berasal dari keluarga
yang kurang kondusif keadaannya, seperti single parent, tidak tinggal
bersama orang tua, ataupun keluarga yang mempunyai banyak anak.
Keadaan yang demikian akan membentuk kepribadian anak yang
sulit diatur disekolah, karena siswa yang sering membolos ternyata juga
sering membuat masalah dikelas, tidak memperhatikan pelajaran, dan suka
berbuat iseng kepada temannya, ini terbukti saat peneliti mengadakan
wawancara dengan guru pelajaran ataupun teman-teman sekelas
responden. Keadaan tersebut sebaiknya mendapat perhatian lebih dari
pihak sekolah. Untuk kedepannya agar kasus membolos tersebut dapat
berkurang dan ada tindak lanjut.


perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
119



C. REKOMENDASI
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap siswa-siswa
SMP Negeri 2 Delanggu, maka penulis dapat memberikan rekomendasi
sebagai berikut :
1. Sekolah meningkatkan kontrol sosial terhadap siswa dan
memberikan tindakan yang tegas terhadap siswa yang membolos
dalam penegakan disiplin sekolah.
2. Peraturan sekolah lebih diperjelas dengan sanksi-sanksi yang
dipaparkan secara eksplisit, termasuk peraturan mengenai presensi
siswa sehingga perilaku membolos dapat diminimalkan.
3. Menciptakan kondisi sekolah yang nyaman bagi siswa-siswanya.
Kondisi ini meliputi proses belajar mengajar di kelas, proses
administratif serta informal di luar kelas.
4. Pendekatan individual dilakukan oleh pihak sekolah terkait dengan
permasalahan pribadi dan keluarga, dan bagaimana pandangan
mereka terhadap kegiatan belajar di sekolah.

You might also like