You are on page 1of 7

Rekonstruksi Citra Islam dalam Komik

Analisis Semiotika Roland Barthes terhadap Komik The Muslim Show Karya
NordineAllam dan GregBlondin.

Ubaidillah Fatawi
NIM : 12210074
Email : ubaidillah.fatawi@gmail.com

Abstrak
Komik The Muslim Show pada awalnya adalah salah satu media perlawanan sipil terhadap
islamphobia yang terjadi di Prancis. Kemudian ia menjadi salah satu media informasi dunia
yang ringan tentang islam yang universal dan ramah. Misinya untuk memperbaiki citra islam
yang buruk di mata dunia terlihat pada setiap terbitan komiknya. Bagaimana pesan yang
disampaikannya dapat diterima oleh masyarakat? Bagaimana simbol simbol dalam komik
ini dapat di maknai oleh pembaca? Bagaimana efektivitas komik ini dapat merekonstruksi
Citra islam? pertanyaan tersebut menjadi benang merah dalam tulisan ini yang membagi
dalam tiga pembahasan inti yaitu; (1)strategi penyampaian, (2) pemaknaan simbol, (3)
efektivitas pengaruh.
Pertama, komik ini beredar melalui media sosial yang membuat ia cepat dikenal luas oleh
masyarakat Prancis pada mulanya dan masyarakat dunia pada akhirnya. Dari sisi isinya pun
komik ini tidak menggunakan pola agresif, namun lebih banyak asertif. Kedua, temayang
diangkat adalah tema tema keislaman yang ringan namun dalam dan banyak terjadi dalam
kehidupan sehari hari masyarakat, sehingga isi komik mempunyai hubungan pengalaman
dengan banyak pembaca. Ketiga, melalui pola penyebaran yang cepat, luas dan penggunaan
simbol yang familiar, komik The muslim Showmudah diterima oleh banyak orang.
Kata Kunci : Komik Islam,Rekonstruksi Persepsi, Pengaruh Media, The Muslim Show


Pendahuluan
Komik merupakan salah satu media komunikasi pesan yang menggunakan
gambar. Gambar gambar yang ada dipadukan dengan balon dan teks yang saling
berhubungan. Banyak orang yang menggunakannya untuk menyajikan komedi
maupun kritik sosial. Para ahli sendiri masih belum sependapat mengenai definisi
komik.
Komik berasal dari kata Comic yang berarti lucu dalam bahasa Inggris dan
oleh ScootMcCloud komik didefiniskan sebagai penyusunan gambar-gambar dalam
surutan yang disengaja, dimaksudkan untuk penyampaian pesan dan menimbulkan
suatu nilai estetis pada penampilannya
1
.Eisnermengemukakan bahwa komik adalah
sequential artis, seni sekuens. Komik merupakan susunan gambar dan kata-kata untuk
menceritakan sesuatu atau mendramatisasi ide
2
. Dari banyak definisi tentang komik,
menurut Darmawan definisi terbaik masih menurut ScootMcCloud
3
.
Menurut jenisnya, komik dibagi menjadi dua, yaitu comic-stripsdan comic-
book. Comic-stips merupakan komik bersambung yang dimuat di surat kabar. Adapun
comic-books adalah kumpulan cerita bergambar yang terdiri dari satu atau lebih judul
dan tema cerita, yang di Indonesia disebut komik
4
.
Jika ditarik pada definisi komik ScootMcCloud, The Muslim Show termasuk
ke dalam pengertian itu karena ia merupakan susunan gambar yang dimaksudkan
untuk menyampaikan pesan dan mempunya nilai estetis didalamnya. Dan menurut
jenisnya, The Muslim Show adalah comic-stripskarena komik ini hadir secara
bersambung dan terus menerus pada dinding halaman FansPagefacebook milik
mereka.

1
ScootMcCloud, UnderstandingComic:Memahami Komik (Jakarta: kepustakaan populer gramedia,
2008), hal. 12.
2
Dalam Darmawan, dari Gatot kaca hingga Batman:potensi-poteni naratif komik
(Yogyakarta:orakel,2005), hal. 242
3
Ibid. Hal 37
4
Setiawan, Menakar Panji Komik:Tafsiran komik karya dewi Koentoro pada masa reformasi 1998
(Jakarta: Kompas, 2002) hal, 24
Komik The Muslim Show (TMS) pada awalnya hanya hadir di negara Prancis
lewat goresan tangan Noredine Allam beserta dua rekannya, GregBlodin dan Karim
Allan. Dengan followers lebih dari 300 ribu, menempatkan TMS pada peringkat
ketiga Fan Paget paling disukai di Prancis.bahkan edisi dalam bahasa inggrisnya
mencatat lebih dari 500 ribu orang menekan tombol like pada halaman itu. dan untuk
versi bahasa Indonesia sendiri halamannya mengantongi 24 ribu lebih penggemar.
TMS adalah berbagai kisah kehidupan sehari-hari kaum Muslim Perancis
yang dituangkan dalam potongan-potongan cerita bergambar. Dengan jenaka dan
terkadang satire, komik tersebut menyuguhkan refleksi kehidupan orang-orang Islam,
yang di wakili oleh para Muslim Perancis. Tema yang diangkat beragam, dari mulai
yang sederhana, seperti soal tren jilbab, hingga yang berbau politik, soal tabiat anti-
Islam pemerintah Perancis.
Hadirnya komik ini menandai cara baru dakwah di Prancis , yaitu melalui
karya seni komik. Strategi penyebarannya pun bisa dibilang modern dan praktis, yaitu
dengan media sosial facebook sehingga jangkauannya pun semakin luas. Dengan
melihat respons di facebook, kita bisa melihat bagaimana reaksi pembacanya yang
notabene dapat menerima pesan yang mereka sampaikan.
Salah satu contoh komik yang menunjukanperlawanan mereka terhdap
islam phobia adalah sebagai berikut: seorang pria berjubah, lengkap dengan penutup
kepala, berdiri di atas podium. Dikelilingi ratusan orang di sekitarnya, lelaki itu
melontarkan seruan-seruannya. Kita, umat Islam di Perancis harus bersatu melawan
Islamofobia! teriak dia sambil mengacungkan tangan ke angkasa.
Di suatu kantor, melihat rekaman video aksi lelaki berjubah itu, seorang
komandan biro keamanan bersungut-sungut penuh amarah. Atas perintahnya,
sejumlah pasukan dengan sigap menangkap pria berjubah itu. Dia kemudian
digekandang untuk diperiksa. Dengan lantang, si komandan berseru kepada para
wartawan. Saya putuskan untuk mendeportasi imam ini dari Perancis dan mengirim
dia ke negara asalnya! ujar dia berang.
Di tempat pemeriksaan imigrasi, sang komandan mendadak terbengong
keheranan. Kata petugas imigrasi, setelah diperiksa, pria itu benar-benar asli orang
Perancis, jadi tak bisa dideportasi. Dengan tangan terborgol, sang imam pun
tersenyum simpul. Nampak dia tak lagi mengenakan penutup kepalanya,
memperlihatkan wajah seorang pemuda berambut dan berjenggot pirang.
Dari petika komik diatas dapat di ambil pandangan bahwa perlawanan
terhadap islam phobia tidak hanya dilakukan oleh imigran, namun juga warga
negaranya. Pendeportasian yang dilakukan oleh pemerintah adalah wujud sikap anti
mereka terhadap Islam. di bagian lagi komik itu menceritakan tentang hubungan
bertengga islam.
Ada sebuah keluarga muslim yang bertempat tinggal di samping keluarga
Nasrani, keluarga Nasrani ini ingin bertamsya dan menitipkan anjing milkinya ke
tetangga muslim tadi. Namun dalam perjalan mereka terbayang bayang pandangan
bahwa seorang muslim sangat anti terhadap anjing dan mereka membayangkan
anjingnya dibunuh. Ketika mereka sampai lagi di pekarangan rumah tetangga,
terdengar suara Pukul yang keras!, sontak keluarga Nasrani ini berlari dan
membayangkan anjingnya dalam bahaya.
Namun salah, ternyata anjing mereka tengah dibuatkan kandang oleh keluarga
muslim di belakang rumahnya. Hal ini menimbulkan kesan bahwa islam tidaklah
kejam, islam adalah agama yang ramah tetangga bahkan terhadap binatang. Ini juga
sindiran kepada umat islam untuk membuka diri dengan pergaulan luar.
Komik TMS adalah sebuha konsep indah tentang perbaikan Citra Islam. ia
menyuguhkan Islam yang universal dan ramah. TMS menyajikan pandangan baru
terhadap nun-muslim bahkan muslim itu sendiri. Terhdap nun mereka menyajikan
kesan baru dan pada muslim mereka menyajikan perspektif baru.
Rumusan Masalah
Dari pemaparan tentang TMS diatas, dapat di rumuskan basalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana pesan yang disampaikannya dapat diterima oleh
masyarakat?
2. Bagaimana simbol simbol dalam komik ini dapat di maknai?
3. Bagaimana efektivitas komik ini dapat merekonstruksi Citra islam?

Landasan Teori
Dalam membahas komik The Muslim Show penulis menggunakan
pendekatan semiotik yang dikemukakan oleh Roland Barthes. Semiotic adalah ilmu
tentang tanda dan segala yang berhunguan dengannya. Semiotik mempelajari system-
sistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut
emmpunya arti. Roland Barthes adalah penerus pemikiran Saussure.
Saussure adalah seorang ahli lingusitik dari swiss dan kajian semiotiknya
lebih mengarah pada penguraian system tanda yang berkaitan dengan linguistic.
Saussure tertarik pada cara kompleks pembentukan kalimat dan cara bentuk-bentuk
kalimat menentukan makna, tetapi kurang tertarik pada kenyataan bahwa kalimat
yang sama bisa saja menyampaikan makna yang berbeda pada orang yang berbeda
situasinya.
Roland Barthes meneruskan pemikiran tersebut dengan menekankan interaksi
antara teks dengan pengalaman personal dan kultural penggunanya, interaksi antara
konvensi dalam teks dengan konvensi yang dialami dan diharapkan oleh
penggunanya. Gagasan Barthes ini dikenal dengan order of signification, mencakup
denotasi (makna sebenarnya sesuai kamus) dan konotasi (makna ganda yang lahir
dari pengalaman kultural dan personal).
5

Tatanan Pertandaan (order of Signification) terdiri dari:
6

a. Denotasi : makna kamus dari objek atau diskripsi dasar dari objek, contoh
warnet adalah tempat orang meyewa jasa akses internet
b. Konotasi : makna cultural yang melekat pada terminology. Warnet dapat
mengadung makna konotatif bahwa di wanet identik dengan tempat para pelajar
melakukan perbuatan mesum atau tempat anak-anak yang mencadui game online.
c. Metafora : mengkomunikasikan dengan anologi. Contoh metafora yang
didsarkan pada identitas : Cintaku adalah mawar merah. Artinya mawar merah
digunakan untuk menganologikan cinta
d. Simile : subkategori metafor dengan menggunakan kata-kata seperti.
Metafor berdasarkan identitas (cintaku=mawar merah), sedangkan simili berdasarkan
kesamaan (cintaku seperti mawar merah)
e. Metonimi : mengkomunikasikan dengan asosiasi. Asosiasi dibuat dengan
cara menghubungkan sesuatu yang kita ketahui dengan Sesutu yang lain. Contoh :
Motor Harley Davidson diasosiasikan dengan kekayaan, karena kuta tahu bahwa
harga motor tersebut sangat mahal.
f. Synecdoche : Subkategori metonimi yang memberikan makna keseluruhan
atau sebaliknya. Artinya, sebuah bagian digunakan untuk mengasosiasikan seluruh
bagian tersebut. Contoh : Gedung Putih identik dengan kepresidenan Amerika.
Faktanya gedung putih adalah nama kantor dan kediaman resmi Presiden Amerika
g. Intertextual ; Hubungan antar teks (tanda) dan dipakai untuk
memperlihatkan bagaimana teks saling bertukar satu dengan yang lain, sadar maupun

5
http://junaedi2008.blogspot.com/2009/01/teori-semiotik.htm
6
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, 2006, Kencana. Hal 268
tidak. Parody misalnya, ia meniru teks (perilau seseorang misalnya) meniru perilaku
orang lain dengan maksud humor.
Barthes juga melihat aspek lain dari penandaan yaitu mitos yang menandai
suatu masyarakat. Mitos menurut Barthes terletak pada tingkat kedua penandaan,
jadi setelah terbentuk sistem sign-signifier-signified, tanda tersebut akan menjadi
penanda baru yang kemudian memiliki petanda kedua dan membentuk tanda baru.
Jadi, ketika suatu tanda yang memiliki makna konotasi kemudian berkembang
menjadi makna denotasi, maka makna denotasi tersebut akan menjadi
mitos.Misalnya: Pohon beringin yang rindang dan lebat menimbulkan konotasi
keramatkarena dianggap sebagai hunian para makhluk halus. Konotasi keramat
ini kemudian berkembang menjadi asumsi umum yang melekat pada simbol pohon
beringin, sehingga pohon beringin yang keramat bukan lagi menjadi sebuah konotasi
tapi berubah menjadi denotasi pada pemaknaan tingkat kedua. Pada tahap ini, pohon
beringin yang keramatakhirnya dianggap sebagai sebuah Mitos.
7





7
Op.Cit

You might also like