You are on page 1of 11

1

BAB IV
EMOTIONAL SPIRITUAL QUESTION (ESQ) DALAM MEMBENTUK
KEPEMIMPINAN
A. PENDAHULUAN
Dalam Memahami Islam sebagai sebuah ajaran Allah, banyak kalangan intelektual
beramai-ramai melakukan penelitian tentang berbagai hal yang berkaitan dengan Islam. Salah
satunya yaitu Ari Ginanjar yang mengkaji bagian dari ajaran Islam yakni 1 ihsan, 6 rukun
iman, dan 5 rukun Islam yang dia rumuskan dengan ESQ way 165. Karya ini merupakan
sebuah karya yang sangat menarik karena Ari Ginanjar mengkaji Islam dari segi ihsan, rukun
iman dan rukun Islam yang merupakan wilayah aqidah dengan penjelasan yang berisi tentang
pemaknaan ihsan, rukun iman dan rukun Islam dalam peningkatan diri manusia menjadi lebih
baik. Wilayah aqidah ini biasanya merupakan wilayah yang akan jarang dikaji karena
merupakan konsep paling sensitive dalam akidah Islam.1[1] Untuk pembahasan selanjutnya
tentang ESQ way 165 akan dibahas dalam bab selanjutnya.
Kecerdasan emosional sekaligus intelektual ternyata tidak cukup membuat seseorang
berhenti mencari kepuasan batin sekaligus jati dirinya. Emotional Spiritual Quotient (ESQ)
mengingatkan bahwasannya menjadi seorang pemimpin kita wajib meniru cara dari uswatun
hasanah kita, Rosulullah Nabi Besar Muhammad,SAW yang mengajarkan kepada kita agar
bisa menjadi pemimpin yang memiliki tingkatan-tingkatan kesempurnaan, yang pertama agar
menjadi pemimpin yang dicintai kita harus bisa berhubungan kepada sesama manusia, kedua
agar pemimpin bisa dipercaya maka, seorang pemimpin harus menjaga integritas, tingkat
ketiga agar seorang pemimpin bisa diikuti maka seorang pemimpin harus banyak menolong,
tingkat kempat soerang pemimpin harus menyiapkan kaderisasi untuk menjalankan
organisasi secara terus menerus degan cara menyiapkan pendamping, dan tingkat kelima
seorang pemimpin akan bisa menjadi pemimpin abadi dengan cara leave legecy.2[2]
Kepemimpinan melihat apa yang bisa dinilai dan apa yang dipandang baik dalam
pengajaran, untuk mencapai kondisi ini maka keunggulan perlu didefinisikan dalam terma-





2


terma yang spesifik. Oleh karena itu pemimpin harus bertanggungjawab dalam menciptakan
kultur organisasional yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan partisipasi
seluruh pihak yang terlibat dalam pendidikan, sehingga dari tanggung jawab yang dibebankan
serta pengalaman tersebut juga dapat membentuk kepemimpinan terhadap diri sendiri.3[3]

B. PEMBAHASAN
Kepemimpinan mempunyai fungsi yang fundamental dalam kehidupan
bermasyarakat. Tanpa kehadiran pemimpin yang mampu membawakan kepemimpinan yang
baik dan benar mustahil akan tercipta masyarakat atau bangsa yang bermartabat. Konsep
ESQ sendiri berawal dari diri seorang individu yang dipengaruhi oleh kecerdasan, spiritual
dan emosional yang menghasilkan individu yang mulia.
Rumusan Ari Ginanjar ESQ way 165 merupakan jabaran dari 1 ihsan, 6 rukun iman
dan 5 rukun Islam. Yaitu sebagai berikut:
1. Zero Mind Process (proses penjernihan emosi) menerangkan bagaimana rumusan 1 ihsan.
Dalam upaya untuk melakukan penjernihan emosi (ZMP), yaitu antara lain:
a. Hindari selalu berprasangka buruk, upayakan berprasangka baik terhadap orang.
b. Berprinsiplah selalu kepada Allah yang Maha Abadi.
c. Bebaskan diri dari pengalaman-pengalaman yang membelenggu pikiran, berpikirlah merdeka.
d. Dengarlah suara hati, berpeganglah prinsip karena Allah, berpikirlah melingkar sebelum
menentukan kepentingan dan prioritas.
e. Lihatlah semua sudut pandang secara bijaksana berdasarkan suara hati yang bersumber dari
asmaul husna.
f. Periksa pikiran anda terlebih dahulu sebelum menilai segala sesuatu, jangan melihat sesuatu
karena pikiran anda tetapi lihatlah sesuatu karena apa adanya.
g. Ingatlah bahwa segala ilmu pengetahuan adalah bersumber dari Allah.
Hasil akhir dari zero mind process atau penjernihan emosi adalah seseorang yang telah
terbebas dari belenggu prasangka negatif, prinsip-prinsip hidup yang menyesatkan,
pengalaman yang mempengaruhi pikiran, egoisme kepentingan dan prioritas, pembanding-
pembanding yang subjektif, dan terbebas dari pengaruh belenggu literatur-literatur yang
menyesatkan.



3


Pemaknaan ihsan seperti ini jelas berbeda dengan seperti pemaknaan yang telah dikenal
sebelumnya. Karena makna ihsan yang dikenal sebelumnya merupakan bentuk ibadah yang
kita lakukan sepenuhnya diperhatikan oleh Allah dan Allah akan selalu mengawasi kita di
manapun kita berada. Rumusan Ari Ginanjar tentang ihsan ini merupakan rumusan prinsip
dari makna ihsan dihubungkan dengan realita kehidupan masyarakat yang ada.
2. 6 Asas Pembangunan Mental, antara lain:
a. Prinsip Bintang (Iman Kepada Allah), merupakan penjabaran dari makna iman kepada
Allah dalam rukun iman. Prinsip seorang bintang adalah memiliki rasa aman intrinsik,
kepercayaan diri yang tinggi, integritas yang kuat, bersikap bijaksana, dan memiliki motivasi
yang tinggi, semua dilandasi dan dibangun karena iman kepada Allah.
b. Prinsip Malaikat (Iman Kepada Malaikat), orang yang berprinsip seperti malaikat akan
menghasil orang yang sebagai berikut yakni seseorang yang memiliki tingkat loyalitas tinggi,
komitmen yang kuat, memiliki kebiasaan untuk mengawali dan memberi, suka menolong dan
memiliki sikap saling percaya. Dengan mempraktekkan kebaikan dan ciri-ciri yang malaikat
punya di dalam kehidupan sehingga orang tersebut akan menjadi manusia yang paripurna.
c. Prinsip Kepemimpinan (Iman Kepada Rasul Allah), Pemimpin sejati adalah seorang yang
selalu mencintai dan memberi perhatian kepada orang lain sehingga ia dicintai. Memiliki
integritas yang kuat sehingga ia dipercaya oleh pengikutnya. Selalu membimbing dan
mempelajari pengikutnya. Memiliki kepribadian yang kuat dan konsisten. Memimpin
berdasarkan atas suara hati yang fitrah. Dengan meneladani sifat-sifat dari rasul, maka akan
membuat kita memiliki prinsip kepemimpinan yang menentramkan masyarakat.
d. Prinsip Pembelajaran (Iman Kepada Kitab Allah), hasil dari proses pembelajaran antara
lain: (1) Memiliki kebiasaan membaca buku dan situasi dengan cermat, (2) Selalu berpikir
kritis dan mendalam, (3) Selalu mengevaluasi pemikirannya kembali, (4) Bersikap terbuka
untuk mengadakan penyempurnaan, (5) Memiliki pedoman yang kuat dalam belajar yaitu
berpegang hanya kepada Allah. Hasil dari proses pembelajaran di atas merupakan sebuah
pemikiran yang sesuai dengan konteks yang harus dilakukan oleh semua orang dalam
mempraktekkan iman kepada kitab-kitab Allah, sehingga kitab-kitab Allah menjadi lebih
membumi di dalam kehidupan manusia.
e. Prinsip Visi ke Depan (Iman Kepada Hari Akhir), berorientasi kepada tujuan akhir dalam
setiap langkah yang dibuat, melakukan setiap langkah secara optimal dan sungguh-sungguh,
memiliki kendali diri dan sosial karena telah memiliki kesadaran akan adanya hari kemudian,
memiliki kepastian akan masa depan dan memiliki ketenangan batiniah yang tinggi yang
tercipta oleh keyakinannya akan adanya hari pembalasan. Dengan kesadaran visi akan hari
4


akhir tersebut, akan mendorong manusia terus berbuat dan berjuang dengan sebaik-baiknya di
muka bumi hingga akhir hayat tanpa perlu diri merasa berhenti.
f. Prinsip Keteraturan (Iman Kepada Qadha dan Qadar), hasil dari prinsip keteraturan akan
memiliki kesadaran, ketenangan dan keyakinan dalam berusaha karena pengetahuan akan
kepastian hukum alam dan hukum sosial, memahami akan arti penting sebuah proses yang
harus dilalui, selalu berorientasi kepada pembentukan sistem dan selalu berupaya menjaga
sistem yang telah dibentuk. Inilah yang akan didapat oleh orang yang menjalankan prinsip
keteraturan, sehingga hidupnya menjadi lebih bermakna karena sadar bahwa hidup ini sudah
ada keteraturannya dari Allah.
3. 5 Prinsip Ketangguhan, 5 prinsip ketangguhan ini menjadi dua bagian yakni 3 prinsip
ketangguhan pribadi dan 2 prinsip ketangguhan sosial.
a. 3 Prinsip Ketangguhan Pribadi, seseorang yang telah memiliki prinsip 6 asas pembentukan
mental. Kemudian untuk menjadi pribadi yang sukses, ditambah dengan 3 langkah sukses
yaitu:
1) Prinsip Penetapan Misi (Syahadat), merupakan penjabaran makna dari syahadat dalam rukun
Islam. Penetapan misi melalui syahadat akan menciptakan suatu dorongan kekuatan untuk
mencapai keberhasilan. Syahadat akan membangun suatu keyakinan dalam berusaha,
syahadat akan menciptakan suatu daya dorong dalam upaya mencapai suatu tujuan, syahadat
akan membangkitkan suatu keberanian dan optimisme sekaligus menciptakan ketenangan
batiniah dalam menjalankan misi hidup.
2) Prinsip Pembangunan Karakter (Shalat), shalat sebagai tempat untuk menyeimbangkan dan
menyelaraskan pikiran, dan pelaksanaan shalat juga suatu mekanisme yang bisa menambah
energi baru yang terakumulasi sehingga menjadi suatu kumpulan dorongan dahsyat untuk
segera berkarya dan mengaplikasikan pemikirannya ke dalam alam realita. Shalat adalah
suatu metode relaksasi untuk menjaga kesadaran diri agar tetap memiliki cara berpikir fitrah,
sebuah metode yang dapat meningkatkan kecerdasan emosi dan spiritual secara terus
menerus, shalat adalah suatu teknik pembentukan pengalaman yang membangun suatu
paradigma positif, dan shalat adalah suatu cara untuk terus mengasah dan mempertajam
kecerdasan emosi dan spiritual yang diperoleh dari rukun iman.
3) Prinsip Pengendalian Diri (Puasa), merupakan penjabaran makna dari rukun Islam ketiga
yakni shalat. Puasa adalah kemampuan menahan dan mengendalikan diri untuk tidak hanya
berkeinginan menjadi seorang pemimpin dengan mengatasnamakan orang lain untuk tujuan
pribadi serta keuntungan tertentu. Akan tetapi menyadari bahwa pemimpin adalah salah satu
tugas yang maha berat untuk membawa umat ke arah kebahagiaan dengan hati nurani. Hasil
5


pengendalian diri: puasa adalah suatu metodepelatian untuk pengendalian diri, puasa
bertujuan untuk meraih kemerdekaan sejati dan pembebasan belenggu nafsu yang tisak
terkendali, puasa yang baik akan memelihara aset kita yang paling berharga yakni fitrah diri,
tujuan puasa lainnya untuk mengendalikan suasana hati, juga pelatihan untuk mengendalikan
suasana hati, juga pelatihan untuk menjaga prinsip-prinsip yang telah dianut berdasarkan
rukun iman.
b. 2 Prinsip Ketangguhan Sosial, merupakan penjabaran dari prinsip zakat dan haji di dalam
rukun Islam.
1) Prinsip Stategi Kolaborasi (Zakat), suatu upaya untuk memanggil dan mengangkat ke
permukaan suara hati untuk menjadi dermawan dan untuk memberi rezeki kepada orang lain.
Pada prinsipnya, zakat bukan hanya sebatas memberi 2,5 % dari penghasilan bersih yang kita
miliki. Akan tetapi, prinsip zakat dalam arti luas seperti memberi penghargaan dan perhatian
kepada orang lain, menepati janji yang sudah anda berikan, bersikap toleran, mau mendengar
orang lain, bersikap empati, menunjukkan integritas, menunjukkan sikap rahman dan rahim
kepada orang lain.
2) Prinsip Aplikasi Total (Haji), suatu wujud kesalarasan antara idealisme dan praktek,
keselarasan antara iman dan Islam. Haji adalah suatu transformasi prinsip dan langkah secara
total (thawaf), konsistensi dan persistensi perjuangan (sa`i), evaluasi dari prinsip dan langkah
yang telah dibuat dan visualisasi masa depan melalui prinsip berpikir dan cara melangkah
yang fitrah (wukuf). Haji juga merupakan suatu pelatihan sinergi dalam skala tertinggi dan
haji adalah persiapan fisik secara mental dalam menghadapi berbagai tantangan masa depan
(lontar jumrah).4[4]
ESQ merupakan gabungan emotional, spriritual dan quontient, yaitu kecerdasan emosi
dan kecerdasan spiritual. Di dalam konsep ESQ, semua manusia punya intelektual dan punya
emosional, tapi kedua hal tersebut tidak sempurna kalau tidak disatukan dengan kecerdasan
spriritual. Dengan ESQ way 165 membentuk karakter yang mengetahui jati dirinya,
mengetahui Tuhannya, mengetahui orang tuanya menurut agamanya masing-masing, Dengan
ESQ juga akan terrbentuk nilai dasar yang jujur, disiplin, tanggung jawab, kerjasama, adil,
peduli, visioner, rasa saling menghormati, rasa saling menyayangi, tidak ada lagi saling



6


menjatuhkan, saling membenci antara satu agama dengan agama lain, satu suku dengan suku
lain.
1. Kecerdasan Emosional (EQ)
E (Emosional) adalah kemampuan bertindak dengan mendengar suara hati dari
berbagai informasi yang dimiliki. Kemampuan mengenali perasaan diri sendiri dan orang
lain, kemampuan mengelola emosi secara baik pada diri sendiri dan dalam hubungannya
dengan orang lain merupakan hal penting untuk memahami difinisi E. 5[5]
Menurut Goleman yang dikutip oleh Syarif Makmur bahwa kematangan emosional
adalah mentability, yang menentukan seberapa baik kita mampu menggunakan keterampilan-
keterampilan lain mana pun yang kita miliki, termasuk intelektual yang belum terasah. EQ
tidaklah ditentukan sejak lahir, dalam sebuah penelitian dengan cermat memperlihatkan
bagaimana EQ dapat dipupuk dan diperkuat dalam diri kita sendiri.6[6]
Secara manifest kita dapat melihat indikator E dalam diri seorang individu. Indikator-
indikator tersebut antara lain :
a. Kesadaran diri yaitu mampu mengamati diri sendiri & mengenali perasaan sejalan dg
peristwa yang terjadi.
b. Pengaturan emosi yaitu mengendalikan perasaan agar sesuai dan merealisasakan apa yang
terdapat dibalik perasaan tersebut, menemukan cara untuk mengendalikan ketakutan dan
kecemasan, kemarahan serta kesedihan.
c. Empati yaitu Sensitivitas yg tinggi thd perasaan & perhatian org lain & mengadaptasi
perspektif mereka, mengapresiasikan berbagai perbedaan ttg cara org merasakan sesuatu.
d. Pengaturan hubungan yaitu mengendalikan emosi dlm diri orang lain, ketrampilan &
kompetensi sosial. 7[7]
Suatu manajemen kadang-kadang tidak mengajarkan apa-apa kepada sebagian orang,
hanya rumusan dan implementasi ketentuan dan peraturan lebih banyak. Yang lain
melihatnya sebagai suatu proses kepemimpinan yang melaluinya niat diterjemahkan menjadi







7


tujuan, tanpa embel-embel. Lainnya menanggap sebagi aktivitas manusia untuk menjalankan
fungsi dalam sebuah organisasi maupun bisnis, karenanya memanag kecerdasan emosi sangat
penting. 8[8]
2. Kecerdasan Spiritual (SQ)
S (Sepiritual) adalah kemampuan memberi makna tentang perbuatan-perbuatan yang
dilakukan. Kemampuan spiritual berasal dari nilai-nilai yang diyakini seseorang. Nilai-nilai
tersebut didapat dari sebuah doktrin keyakinan seseorang kepada sesuatu yang dianggap
benar dan menjadi pedoman hidupnya. Kemampuan spiritual biasanya ditandai dengan
kemampuan seseorang dalam mengendalikan hawa nafsunya karena tidak sesuai dengan
nilai-nilai yang ada dalam keyakinannya.
Menurut Ary Ginanjar Agustian dalam buku ESQ menyebutkan bahwa SQ adalah
kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan, melalui
langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah, menuju yang seutuhnya, dan memiliki
pola pemikiran tauhidi, serta berprinsip hanya karena Allah.9[9]
Kecerdasan spiritual sebagai pemikiran yang terilhami oleh dorongan dan efektifitas,
keberadaan atau hidup keilahian yang mempersatukan kita sebagai bagian-bagiannya.10[10]
Lebih lanjut dikatakan bahwa SQ adalah cahaya, ciuman kehidupan yang membangunkan
orang-orang dari segala usia, dalam segala situasi.11[11]
Pada konteks spesifik, SQ merupakan kecerdasan untuk menghadapi dan
memecahkan persoalan makna dan nilai hidup, menempatkan perilaku dan konteks makna
secara lebih luas dan kaya.12[12] SQ merupakan prasyarat bagi fungsinya IQ dan EQ secara











8


efektif. Perbedaan penting SQ dan EQ terletak pada daya ubahnya. Sebagaimana dijelaskan
oleh Goleman yang dikutip oleh Danah Zohar dan Ian Marshall, EQ memungkinkan saya
untuk memutuskan dalam situasi apa saya berada lalu bersikap secara tepat di dalamnya. Ini
berarti bekerja di dalam batasan situasi dan membiarkan situasi tersebut mengarahkan saya.
Akan tetapi SQ memungkinkan saya bertanya apakah saya memang ingin barada pada situasi
tersebut. Apakah saya lebih suka mengubah situasi tersebut, memperbaikinya? Ini berarti
bekerja dengan batasan siatuasi saya, yang memungkinkan saya untuk mengarah situasi
itu.13[13]
Training atau pelatihan ESQ bukanlah sebuah ceramah agama seperti informasi yang
mungkin pernah diberitakan. Meski banyak mempergunakan ayat-ayat Al-Quran, training
ESQ sesungguhnya adalah sebuah konsep baru training manajemen dan sumber daya
manusia yang mensinergikan kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ), dan
kecerdasan spiritual (SQ) secara ilmiah. Training ESQ akan menciptakan manusia-manusia
unggul dan paripurna yang bermanfaat, baik untuk pribadi maupun kepentingan kinerja
perusahaan secara transcendental. Beragamnya orang yang mengikuti pembinaan dan training
atau latihan ESQ karena materi dan metode yang diberikan dapat diterima oleh semua
kalangan. Tak mengherankan jika dalam sebuah training, kita akan menemui orang-orang
yang memiliki latar belakang sosial, politik, dan budaya yang berbeda.14[14]
Dengan ESQ, kita sebagai manusia mengakui adanya Tuhan dengan segala kebesaran-
Nya dan bisa diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Ini merupakan konsep
psikologi (religius) yang mengakui adanya Tuhan, yang berbeda dengan konsep psikologi
Barat yang hanya mengandalkan intelektual (rasio) dan emosional.
Pada dasarnya konsep ESQ sama dengan konsep yang diajarkan secara tradisional
tetapi yang sedikit membedakannya adalah ESQ mengenalkan konsep revolusi budaya
dalam kehidupan sehari-hari. Bagaimana nilai-nilai ketuhanan dalam Asmaul Husna dibawa
dalam perilaku sehari-hari seperti kejujuran, integritas, tanggung-jawab, kebijaksanaan,
inspirasi, semangat kerja keras, dll. Nilai-nilai inilah yang kemudian dikenalkan oleh Ary





9


sebagai nilai ilahiah yang ada dalam diri manusia. Konsep ketuhanan tidak hanya menjadi
nilai filosofis, tetapi harus dipraktekan dalam kehidupan sehari-hari (the way of life).
ESQ bertujuan untuk lahirkan manusia yang unggul dari sudut emosi dan spiritual
dengan cara mengembangkan potensi keperibadian. Membentuk manusia unggul bukanlah
suatu perkara yang mudah malah memerlukan suatu proses yang sistematik dan
berkesinambungan selain daripada komitmen yang tinggi pada diri seseorang. ESQ akan
memandu seseorang dalam membangunkan prinsip hidup dan keperibadian berdasarkan ESQ
Way 165. Angka 165 merupakan simbol bagi 1 hati yang Ehsan pada God Spot, 6 Prinsip
Moral berdasarkan Rukun Iman dan 5 Langkah Kejayaan yang berdasarkan Rukun
Islam.15[15]
Pembinaan dalam pendidikan dan pelatihan merupakan bentuk pengembangan sumber
daya manusia yang amat strategis. Sebab dalam program pendidikan selalu berkaitan dengan
masalah nilai, norma dan perilaku individu dan kelompok. Pendidikan dan pelatihan selalu
direncanakan untuk tujuan: pengembangan pribadi, pengembangan profesional, pemecahan
masalah, tindakan yang remidial, motivasi, meningkatkan mobilitas, dan keamanan anggota
organisasi.
Tujuan diklat tersebut untuk memperoleh kecakapan khusus yang nantinya diperlukan
saat menjadi pemimpin dalam rangka menjalankan tugas-tugas kepemimpinan. Oleh sebab
itu diklat ini menjadi satu alat peningkatan kepemimpinan yang secara esensial harus: (1)
responsif, untuk memnuhi persyaratan dan kebutuhan individu, organisasi dan masyarakat
luas, (2) efektif, menghasilkan produk yang diperlukan, diinginkan, diselenggarakan dan
memberikan kepuasan kepada peserta dan organisasi, dan (3) efisien, mampu berdaya guna
secara ekonomis dan memperoleh manfaat yang seoptimal mungkin.16[16]
Usaha mempersiapkan dalam membentuk calon pemimpin dan mengembangkan
kermampuan para pemimpin itu tidak selalu melalui latihan khusus yang formal saja,
melainkan juga dapat dilaksanakan sambil bekerja di tengah lingkungan kerja melalui: (1)





10


pemberian koreksi dan petunjuk, (2) memberikan tugas-tugas dan latihan tambahan, (3)
melalui diskusi, seminar, dan rapat kerja, dan (4) in-service training.17[17]

C. PENUTUP
Manusia diciptakan di muka bumi sebagi khalifatullah, sebagai seorang pemimpin
baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain. Meskipun setiap orang berhak untuk mengatur
dirinya sendiri, akan tetapi tanpa campur tangan seorang pemimpin merupakan sumber
munculnya berbagai problem-problem umat, bahkan kemanusiaan secara umum. Jika
kepemimpinan tersebut hanya didasari dengan kecerdasan intelektual (IQ), maka tujuannya
tidak sepenuhnya berhasil. Bahkan gaya kepemimpinan yang melanggar garis Allah
(sunnatullah) hanyalah akan menumbuh suburkan anarkisme dan keganasan hewaniah,
karena manusia cenderung mempunyai nafsu hayawaniah. Hal ini sesuai dengan apa yang
diutarakan oleh Thomas Hobbes "Homo Homini Lupus", manusia akan menjadi pemangsa
manusia lainnya, jika yang memimpin adalah otak bukan hati. Sehingga dalam
kepemimpinan diperlukan adanya kecerdasan emosi dan spiritual (ESQ).
Dalam menyiapkan diri sebagai seorang pemimpin, harus bersedia menempa dan
melatih diri untuk menjadi pemimpin yang handal yang akan digunakan dalam menjalankan
kepemimpinan yang dibawanya. Salah satu cara adalah dengan pengembangan ESQ
(Emosional Spritual Quetient). Dengan ESQ membentuk karakter yang mengetahui jati
dirinya, mengetahui Tuhannya, mengetahui orang tuanya menurut agamanya masing-masing,
Dengan ESQ juga akan terrbentuk nilai dasar yang jujur, disiplin, tanggung jawab, kerjasama,
adil, peduli, visioner, rasa saling menghormati, rasa saling menyayangi, tidak ada lagi saling
menjatuhkan, saling membenci antara satu agama dengan agama lain, satu suku dengan suku
lain.
Pelajaran yang dapat kita ambil diantaranya sebagai berikut:
1. Jangan pernah meremehkan manusia, strategi lebih baik daripada tragedi
2. Pahamilah sensitivitas kultural, waspadalah terhadap komentar Anda
3. Kualitas tertinggi layanan pelanggan tidaklah sempurna tanpa kecerdasan Emosional
4. Jika memecahkan suatu masalah, terlebih dahulu keluarkan emosi
5. Sadarilah bahwa pemimpin tidak selalu benar



11

You might also like