Sudah menjadi sebutan yang tak aneh bahwa Indonesia adalah negara agraris, sebagian besar lahan di Indonesia banyak di tumbuhi oleh tanaman hijau, khususnya perkebunan dan pertanian. Terlebih rasanya sudah tak asing lagi terdengar kata-kata ketahanan pangan di lingkungan masyarakat Indonesia. Dalam undang-undang republik Indonesia no. 7 tahun 1996, dikenal dua istilah penting tentang pangan, yakni system pangan dan ketahanan pangan. Sistem pangan diartikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan pengaturan, pembinaan, dan atau pengawasan terhadap kegiatan dan atau produksi pangan dan peredaran pangan sampai dengan siap konsumsi oleh manusia. Sementara itu, ketahanan pangan diartikan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah, maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Terdapat beberapa tanaman pangan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, seperti padi, jagung, kedelai, kacang tanah, ubi kayu, kedelai, kacang hijau, dll. Dari sekian banyak tanaman pangan tersebut telah banyak dilakukan penanganan paska panen terhadap bauah yang dipanen, akan tetapi pemanfaatan limbah dari tanaman pangan tersebut khususnya pasca panen kurang termanfaatkan secara maksimal, mayoritas petani memperlakukan limbah pertanian dengan membakarnya, seperti yang biasa dilakukan oleh petani padi yang membakar jerami dan sekam padi setelah panen berakhir. Hal tersebut dapat menyebabkan setidaknya pencemaran udara, karena dengan membakar batang dan sekam padi atau bonggol dan batang jagung di udara terbuka akan.Akan tetapi, bila kita dapat mengolah limbah pertanian tersebut menjadi bkarbon yang lebih bermanfaat bahkan memiliki nilai jual yang tinggi, tentu saja hal tersebut dapat memberikan dampak positif baik untuk lingkungan maupun tatanan ekonomi khususnya di daerah sekitar pertanian tersebut. Salah satu bentuk pemanfaatan limbah pertanian adalah dengan mengubahnya menjadi karbon aktif yang memiliki banyak fungsi, dan tentu saja dalam hal ini karbon aktif termasuk bkarbon yang memiliki prospek yang menjanjikan bila dijadikan lahan usaha. A. Pengertian Tanaman Pangan Pangan diartikan sebagai segala sesuatu yang bersumber dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah. Batasan untuk tanaman pangan adalah kelompok tanaman sumber karbohidrat dan protein. Namun secara sempit tanaman pangan biasanya dibatasi pada kelompok tanaman yang berumur semusim. Tanaman pangan menyebar hamper secara merata diseluruh wilayah Indonesia meskipun sentra beberapa jenis tanaman pangan terdapat didaerah tertentu. Hal ini disebabkan oleh kesesuaian lahan dan kultur masyarakat dalam mengembangkan jenis tanaman pangan tertentu. Sebagai contoh daerah utama penghasil jagung di Indonesia adalah Lampung, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. 1
B. Kandungan Zat Gizi Kandungan gizi dalam makanan merupakan salah satu alasan utama seseorang memilih makanan apa yang harus dikonsumsi, sebagian besar masyarakat Indonesia memenuhi kebutuhan makanan hariannya dengan mengkonsumsi makanan pangan dengan jumlah yang lebih banyak dari pada dari sumber makanan lain. Berdasarkan data pada tahun 2002, konsumsi energy rata- rata masyarakat Indonesai sebesar 1.789,04 Kal/hari, sedangkan konsumsi protein rata-rata 49,11 g. 2 pemenuhan kebutuhan karbohidrat dan protein tersebut dapat diperoleh dari tanaman pangan karena kandungan kedua zat gizi tersebut dalam tanaman pangan tergolong besar dan ditinjau dari harga tiap satu kilogram pangan bisa dikatakan masih dapat dijangkau oleh masyarakat Indonesia dengan tingkat ekonomi menengah kebawah. Selain sebagai sumber karbohidrat dan protein, tanaman pangan juga mengandung zat gizi lainnya, seperti serat, lemak, dan air. Berikut beberapa kandungan gizi beberapa tanaman pangan.
1 Ir. Purwono, MS dan Ir. Heni Purnamawati, M.Sc.Agr, Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul, (Bogor:Penebar Swadaya,2011),hlm. 6-7
2 Ibid., hlm. 8. Tabel 1. Kandungan Zat Gizi Berbagai Bahan Pangan (Per 100 gram bahan) Komoditas Air (g) Protein (g) Karbohidrat (g) Lemak (g) Serat (g) Padi (beras) 12 7,5 77,4 1,9 0,9 Jagung 10 10 70 4,5 2 Talas (Umbi) 70 1,1 26 - 1,5 Ubi Kayu (Umbi) 62 1,8 92,5 0,3 2,5 Ubi Jalar (Umbi) 70 5 85,8 1 3,3 Kedelai 10 35 32 18 4 Kacang Tanah 5,4 30,4 11,7 47,7 2,5 Kacang Hijau 10 22 60 1 4 Sumber: Prosea 1996 C. Peluang Pasar Secara umum kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap pangan akan selalu ada, hal ini di karenakan setiap hari tanaman pangan dikonsumsi masyarakat Indonesia. Oleh karena itu ketersediaan tanaman pangan harus tetap terpenuhi. Menurut Suryana dkk (2001) beras sebagai bahan makanan pokok tampaknya tetap mendominasi pola makan orang Indonesia. Hal ini terlihat dari tingkat partisipasi konsumsi beras di Indonesia yang masih diatas 95 persen. Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia, beras mempunyai bobot yang paling tinggi. Oleh karena itu inflasi nasional sangat dipengaruhi oleh perubahan harga beras (Sutomo, 2005). Bahkan menurut Riyadi (2002) beras merupakan makanan pokok dari 98 persen penduduk Indonesia. Bahkan menurut Timmer (1975) di pulau Jawa, 31 persen dari biaya hidup penduduknya dikeluarkan untuk mengkonsumsi beras dan sebagai bkarbon upah. Dua hal ini menjadikan beras sebagai salah satu cost push inflation factor. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ditinjau dari banyak segi beras tetap merupakan komoditas yang sangat strategis bagi bangsa Indonesia, bahkan Amang dan Sawit (1999) menyatakan bahwa beras merupakan komoditi yang unik tidak saja bagi bangsa Indonesia tapi juga sebagian besar negara-negara di Asia. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan kemajuan pembangunan, diketahui bahwa pada tahun terakhir ini beberapa kebutuhan pangan untuk Indonesia masih perlu mengimpor, seperti jagung, kedelai, kacang tanah, dan tepung tapioca. Bahkan, untuk memenuhi stok nasional beras, Indonesia harus mengimpor. Impor beras pada tahun 2002 sebanyak 1,79 juta ton, setahun kemudian turun menjadi 1,43 juta ton, dan 0,24 juta ton pada 2004, lalu tinggal 0,17 juta ton pada tahun 2005. Selanjutnya pada tahun 2006 meningkat kembali menjadi 0,33 juta ton. 3 Hal ini terjadi kemungkinan dikarenakan 2 hal, pertama karena tingginya tingkat pertambahan penduduk dengan tidak diimbangi dengan kenaikkan produksi pangan, atau kedua kurang tersedianya bibit unggul atau system budidaya yang tepat untuk swasembada pangan. Dengan melihat hal tersebut telah jelas bahwa peluang pasar untuk tanaman pangan tidak akan pernah mati. Terutama untuk padi dan jagung, yang menjadi makanan pokok bagi sebagian besar
3 Ibid., hlm. 7.
masyarakat Indonesia dan Asia khususnya, dan warga dunia umumnya.