You are on page 1of 30

6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Trauma pada sistem muskuloskeletal :
Tergantung dari : 1. Jenis dan berat trauma.
2. Sistem muskuloskeletal yang terkena.
Trauma
Ditanyakan kualitas dan kuantitas, makin berat trauma, makin banyak
kerusakan jaringan.
Bisa terjadi secara langsung ataupun tidak langsung.
a. Direct violence : mengenai pada jaringan yang bersangkutan
b. Indirect violence: mengenai tidak pada jaringan yang bersangkutan
Menurut penyebab : a. Trauma benda tumpul : kena pukul
b. Trauma benda tajam
Menurut bahan : a. Benda panas
b. Benda dingin
Perlu juga ditanyakan : ada kontusio atau tidak?
Jaringan yang terkena/ sistem
Sistem muskuloskeletal terdiri atas sistem muskulus (jaringan
lunak) dan skeletal (jaringan keras).
Jaringan keras yang banyak terjadi :
1. Fraktur
2. Luksasi
Jaringan lunak : kulit, otot, pembuluh darah, syaraf.

7

Luka : - Vulnus
- Vulcus
1. Trauma pada jaringan lunak.
Bisa mengenai kulit, otot, tendo, ligamen.
Luka Vulnus : rusak atau hilangnya sebagian jaringan tubuh. Luka disini
akan dibagi menurut dengan penyebabnya. Jenis luka perlu diketahui
untuk mengetahui penyebab dan cara penyembuhannya.
Maka jenis macam luka terbagi menjadi :
1. Berdasarkan Tingkat Kontaminasi Luka. Luka yang berdasarkan
tingkat kontaminasi ini terbagi menjadi :
a. Luka Bersih (Clean Wounds). Yang dimaksud dengan luka bersih
adalah luka bedah tak terinfeksi yang mana luka tersebut tidak
terjadi proses peradangan (inflamasi) dan juga infeksi pada sistem
pernafasan, pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka
bersih ini biasanya menghasilkan luka yang tertutup, jika
diperlukan dimasukkan drainase tertutup. Kemungkinan
terjadinya infeksi luka pada luka jenis ini berkisar kurang lebih
1% 5%.
b. Luka bersih terkontaminasi (Clean-contamined Wounds). Jenis
luka ini adalah luka pembedahan dimana saluran respirasi,
pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi terkontrol,
kontaminasi tidak selalu terjadi, dan kemungkinan terjadinya
infeksi luka pada luka jenis ini adalah 3% 11%.
c. Luka terkontaminasi (Contamined Wounds). Yang dimaksud
dengan luka terkontaminasi adalah luka terbuka, fresh, luka akibat
kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik
aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna. Pada jenis kategori
ini juga termasuk insisi akut, inflamasi nonpurulen. Kemungkinan
terjadinya infeksi pada jenis luka ini adalah berkisar 10% 17%.
8

d. Luka kotor atau infeksi (Dirty or Infected Wounds). Jadi yang
dimaksud dengan luka jenis ini adalah terdapatnya
mikroorganisme pada luka. Dan tentunya kemungkinan terjadinya
infeksi pada luka jenis ini akan semakin besar dengan adanya
mikroorganisme tersebut.
2. Berdasarkan Kedalaman Dan Luasnya Luka. Jenis luka berdasarkan
akan hal ini terbagi menjadi 4 stadium yaitu :
Stadium I : Luka Superfisial (Non-Blanching Erithema). Luka jenis
ini adalah luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit.
Stadium II : Luka "Partial Thickness". Luka jenis ini adalah
hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan bagian atas dari
dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda klinis seperti
halnya abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
Stadium III : Luka "Full Thickness". Luka jenis ini adalah
hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis
jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak
melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada
lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot.
Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan
atau tanpa merusak jaringan di sekitarnya.
Stadium IV : Luka "Full Thickness". Luka jenis ini adalah luka
yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya
destruksi / kerusakan yang luas.
3. Berdasarkan Waktu Penyembuhan Luka. Jenis luka berdasarkan akan
hal ini terbagi menjadi 2 hal yaitu :
a. Luka Akut.
Luka akut adalah jenis luka dengan masa penyembuhan sesuai
dengan konsep penyembuhan yang telah disepakati.
b. Luka Kronis.
9

Luka kronis adalah jenis luka yang yang mengalami kegagalan
dalam proses penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan
endogen.
Selanjutnya adalah mengenai jenis luka yang didasarkan akan
mekanisme terjadinya luka tersebut. Jenis luka berdasarkan mekanisme
terjadinya luka terbagi menjadi :
a. Vulnus Laceratum (Laserasi/Robek)
Jenis luka ini disebabkan oleh karena benturan dengan benda tumpul,
dengan ciri luka tepi luka tidak rata dan perdarahan sedikit luka dan
meningkatkan resiko infeksi.

b. Vulnus Excoriasi (Luka Lecet)
Penyebab luka karena kecelakaan atau jatuh yang menyebabkan lecet
pada permukaan kulit merupakan luka terbuka tetapi yang terkena
hanya daerah kulit.


c. Vulnus Punctum (Luka Tusuk)
Penyebab adalah benda runcing tajam atau sesuatu yang masuk ke
dalam kulit, merupakan luka terbuka dari luar tampak kecil tapi didalam
mungkin rusak berat, jika yang mengenai abdomen/thorax disebut
vulnus penetrosum(luka tembus).
10


d. Vulnus Contussum (Luka Kontusio)
Penyebab: benturan benda yang keras. Luka ini merupakan luka
tertutup, akibat dari kerusakan pada soft tissue dan ruptur pada
pembuluh darah menyebabkan nyeri dan berdarah (hematoma) bila
kecil maka akan diserap oleh jaringan di sekitarya jika organ dalam
terbentur dapat menyebabkan akibat yang serius.

e. Vulnus Scissum/Insivum (Luka Sayat)
Penyebab dari luka jenis ini adalah sayatan benda tajam atau jarum
merupakan luka terbuka akibat dari terapi untuk dilakukan tindakan
invasif, tepi luka tajam dan licin.

f. Vulnus Schlopetorum (Luka Tembak)
Penyebabnya adalah tembakan, granat. Pada pinggiran luka tampak
kehitam-hitaman, bisa tidak teratur kadang ditemukan corpus alienum.
11


g. Vulnus Morsum (Luka Gigitan)
Penyebab adalah gigitan binatang atau manusia, kemungkinan infeksi
besar bentuk luka tergantung dari bentuk gigi.

h. Vulnus Perforatum (Luka Tembus)
Luka jenis ini merupakan luka tembus atau luka jebol. Penyebab oleh
karena panah, tombak atau proses infeksi yang meluas hingga melewati
selaput serosa/epithel organ jaringan.

i. Vulnus Amputatum (Luka Terpotong)
Luka potong, pancung dengan penyebab benda tajam ukuran
besar/berat, gergaji. Luka membentuk lingkaran sesuai dengan organ
yang dipotong. Perdarahan hebat, resiko infeksi tinggi, terdapat gejala
pathom limb.
12


j. Vulnus Combustion (Luka Bakar)
Penyebab oleh karena thermis, radiasi, elektrik ataupun kimia Jaringan
kulit rusak dengan berbagai derajat mulai dari lepuh (bula
carbonisasi/hangus). Sensasi nyeri dan atau anesthesia.

Bentuk trauma :
a. Strain : adalah sobekan kecil pada otot disebabkan karena gaya yang
berlebihan, regangan, atau penggunaan yang berlebihan (kram).
Strain adalah tarikan otot akibat penggunaan berlabihan, peregangan
berlebihan, atau stres yang berlebihan. Strain adalah robekan mikroskopis
tidak komplet dengan perdarahan kedalam jaringan.
Etiologi :
Strain terjadi ketika otot terulur dan berkontraksi secara mendadak,
seperti pada pelari atau pelompat.
Pada strain akut : Ketika otot keluar dan berkontraksi secara
mendadak.
Pada strain kronis : Terjadi secara berkala oleh karena penggunaaan
yang berlebihan/tekanan berulang-ulang,menghasilkan tendonitis
(peradangan pada tendon).
13

Manifestasi klinis :
Gejala pada strain otot yang akut bisa berupa:
Nyeri
Spasme otot
Kehilangan kekuatan dan
Keterbatasan lingkup gerak sendi.
Strain kronis adalah cidera yang terjadi secara berkala oleh
karena penggunaan berlebihan atau tekakan berulang-ulang,
menghasilkan :
Tendonitis (peradangan pada tendon). Sebagai contoh,
pemain tennis bisa mendapatkan tendonitis pada bahunya
sebagai hasil tekanan yang terus-menerus dari servis
yang berulang-ulang.
Patofisiologi :
Strain adalah kerusakan pada jaringan otot karena trauma
langsung (impact) atau tidak langsung (overloading). Cedera ini
terjadi akibat otot tertarik pada arah yang salah,kontraksi otot
yang berlebihan atau ketika terjadi kontraksi ,otot belum
siap,terjadi pada bagian groin muscles (otot pada kunci
paha),hamstring (otot paha bagian bawah),dan otot guadriceps.
Fleksibilitas otot yang baik bisa menghindarkan daerah sekitar
cedera kontusio dan membengkak.
Klasifikasi Strain
1. Derajat I/Mild Strain (Ringan)
Derajat i/mild strain (ringan) yaitu adanya cidera akibat
penggunaan yang berlebihan pada penguluran unit
muskulotendinous yang ringan berupa stretching/kerobekan
ringan pada otot/ ligament.
a. Gejala yang timbul :
- Nyeri local
- Meningkat apabila bergerak/bila ada beban pada otot.
14

b. Tanda-tandanya :
- Adanya spasme otot ringan
- Bengkak
- Gangguan kekuatan otot
- Fungsi yang sangat ringan
- Komplikasi
- Strain dapat berulang
- Tendonitis
- Perioritis.
c. Perubahan patologi :
Adanya inflamasi ringan dan mengganggu jaringan otot
dan tendon namuntanda perdarahan yang besar.
d. Terapi :
Biasanya sembuh dengan cepat dan pemberian
istirahat,kompresi dan elevasi,terapi latihan yang dapat
membantu mengembalikan kekuatan otot.
2. Derajat II/Medorate Strain (Ringan)
Derajat ii/medorate strain (ringan) yaitu adanya cidera pada
unit muskulotendinous akibat kontraksi/pengukur yang
berlebihan.
a. Gejala yang timbul
- Nyeri local
- Meningkat apabila bergerak/apabila ada tekanan otot
- Spasme otot sedang
- Bengkak
- Tenderness
- Gangguan kekuatan otot dan fungsi sedang.
b. Komplikasi sama seperti pada derajat I :
- Strain dapat berulang
- Tendonitis
- Perioritis
15

c. Terapi :
- Immobilisasi pada daerah cidera
- Istirahat
- Kompresi
- Elevasi
d. Perubahan patologi :
Adanya robekan serabut otot
3. Derajat III/Strain Severe (Berat)
Derajat III/Strain Severe (Berat) yaitu adanya
tekanan/penguluran mendadakyang cukup berat. Berupa
robekan penuh pada otot dan ligament yang menghasilkan
ketidakstabilan sendi.
a. Gejala :
- Nyeri yang berat
- Adanya stabilitas
- Spasme
- Kuat
- Bengkak
- Tenderness
- Gangguan fungsi otot
b. Komplikasi ;
Distabilitas yang sama
c. Perubahan patologi :
Adanya robekan/tendon dengan terpisahnya otot dengan
tendon.
d. Terapi :
Imobilisasi dengan kemungkinan pembedahan untuk
mengembalikanfungsinya.
e. Manifestasi Klinis :
1. Biasanya perdarahan dalam otot, bengkak, nyeri ketika
kontraksi otot
16

2. Nyeri mendadak
3. Edema
4. Spasme otot
5. Haematoma
f. Komplikasi
1. Strain yang berulang
2. Tendonitis.
g. Penatalaksanaan
1. Istirahat. Akan mencegah cidera tambah dan
mempercepat penyembuhan.
2. Meninggikan bagian yang sakit,tujuannya peninggian
akan mengontrol pembengkakan.
3. Pemberian kompres dingin. Kompres dingin basah
atau kering diberikan secara intermioten 20-48 jam
pertama yang akan mengurangi perdarahan edema dan
ketidaknyamanan.
Kelemahan biasanya berakhir sekitar 24 72 jam
sedangkan mati rasa biasanya menghilang dalam 1 jam.
Perdarahan biasanya berlangsung selama 30 menit atau
lebih kecuali jika diterapkan tekanan atau dingin untuk
menghentikannya. Otot, ligament atau tendon yang kram
akan memperoleh kembali fungsinya secara penuh setelah
diberikan perawatan konservatif.

b. Sprain: adalah injury pada struktur ligamen disekitar persendian;
biasanya disebabkan oleh terkilir sehingga menurunkan stabilitas
sendi.
Sprain : cedera struktur ligamen di sekitar sendi akibat gerakan
menjepit atau memutar. Sprain adalah bentuk cidera berupa
penguluran atau kerobekan pada ligament (jaringan yang
menghubungkan tulang dengan tulang) atau kapsul sendi, yang
17

memberikan stabilitas sendi. Kerusakan yang parah pada ligament
atau kapsul sendi dapat menyebabkan ketidakstabilan pada sendi.
Fungsi ligamen adalah menjaga stabilitas, namun masih mampu
melakukan mobilitas. Ligamen yang sobek akan kehilangan
kemampuan stabilitasnya. Pembuluh darah akan terputus dan
terjadilah edema, yaitu sendi terasa nyeri tekan dan gerakan sendi
terasa sangat nyeri.
Etiologi :
Sprain terjadi ketika sendi dipaksa melebihi lingkup gerak
sendi yang normal, seperti melingkar atau memutar
pergelangan kaki.
Sprain dapat terjadi di saat persendian anda terpaksa bergeser
dari posisi normalnya karena anda terjatuh, terpukul atau
terkilir.
Manifestasi klinis :
Nyeri
Inflamasi/peradangan
Ketidakmampuan menggerakkan tungkai.
Tanda Dan Gejala
Sama dengan strain (kram) tetapi lebih parah.
Edema, perdarahan dan perubahan warna yang lebih nyata.
Ketidakmampuan untuk menggunakan sendi, otot dan
tendon.
Tidak dapat menyangga beban, nyeri lebih hebat dan konstan
Patofisiologi
Kekoyakan (avulsion) seluruh atau sebagian dari dan disekeliling
sendi, yang disebabkan oleh daya yang tidak semestinya,
pemelintiran atau mendorong / mendesak pada saat berolah raga
atau aktivitas kerja. Kebanyakan keseleo terjadi pada pergelangan
tangan dan kaki, jari-jari tangan dan kaki. Pada trauma olah raga
(sepak bola) sering terjadi robekan ligament pada sendi lutut.
18

Sendi-sendi lain juga dapat terkilir jika diterapkan daya tekanan
atau tarikan yang tidak semestinya tanpa diselingi peredaan.
Penatalaksanaan
1. Pembedahan.
Mungkin diperlukan agar sendi dapat berfungsi sepenuhnya;
pengurangan-pengurangan perbaikan terbuka terhadap
jaringan yang terkoyak.
2. Kemotherapi
Dengan analgetik Aspirin (100-300 mg setiap 4 jam) untuk
meredakan nyeri dan peradangan. Kadang diperlukan
Narkotik (codeine 30-60 mg peroral setiap 4 jam) untuk nyeri
hebat.
3. Elektromekanis.
a. Penerapan dingin dengan kantong es 24
0
C
b. Pembalutan / wrapping eksternal. Dengan pembalutan,
cast atau pengendongan (sung)
c. Posisi ditinggikan. Jika yang sakit adalah bagian
ekstremitas.
d. Latihan ROM. Tidak dilakukan latihan pada saat terjadi
nyeri hebat dan perdarahan. Latihan pelan-pelan dimulai
setelah 7-10 hari tergantung jaringan yang sakit.
e. Penyangga beban. Menghentikan penyangga beban
dengan penggunaan kruk selama 7 hari atau lebih
tergantung jaringan yang sakit.

Contoh : cedera olahraga. OR berat dapat mengakibatkan cedera otot/
ligamen ada cedera / ruptur di ligamen akan mempengaruh persendiaan
otot dan tendo tidak mempengaruhi persendian karena berada di luar sendi


19

2. Cedera di Ligamen, otot dan sendi
Dibagi menurut lokasi : - tengah - distal
- proximal - origo/insertio
Dibagi menurut derajat :
Ringan : kerusakan parsial, terjadi peregangan (strain), pemanjangan
jaringan yang nanti bisa ruptur dan rusak jaringan.
Sedang : kerusakan lebih banyak tetapi masih kontak
Berat : ruptur berat, ada gap/celah, sudah lepas
Jenis ruptur : - Complete
- Inclompete
Contoh :
Ruptura pada tendo achiles sering terjadi pada orang lanjut usia, atlet
bulutangkis, tenis.
Gejala : sakit pada tendo achiles, kesulitan berjalan.
Pemeriksaan :
- Palapasi kadang teraba gap pada tendo achiles karena tarikan
m.gastrocnemius.
- Tes thompson
Cara : pasien telungkup, cruris bebas dan dilakukan rangsangan pada
mgastrocnemius untuk konraksi.
Hasil : (n) gastrocnemius kontraksi untuk plantarflexi
Ruptur gastrocnemius kontraksi plantarflexi (-)
- X-ray
- CT-scan
20

- MRI
3. Fraktur
Fraktur adalah diskontinuitas dari jaringan tulang (patah tulang)
yang biasanya disebabkan oleh adanya kekerasan yang timbul secara
mendadak.
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa.
Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung,
misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabakan patah tulang
radius dan ulna, dan dapat berupa tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu
pada lengan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah.
a. Klasifikasi Klinis:
1. greenstick fracture; terjadi pada anak-anak, tulang patah di bawah
lapisan periosteum yang elastis dan tebal (lapisan periosteum
sendiri tidak rusak).
2. Fissura fraktur; patah tulang yang tidak disertai perubahan letak
yang berarti.
3. complete fracture; patah tulang yang disertai dengan terpisahnya
bagian-bagian tulang.
4. Comminuted fracture; tulang patah menjadi beberapa fragmen.
5. Fraktur tekan (stress fracture); kerusakan tulang karena
kelemahan yang terjadi sesudah berulang-ulang ada tekanan
berlebihan yang tidak lazim.
6. Impacted fracture; fragmen-fragmen tulang terdorong masuk ke
arah dalam tulang satu sama lain, sehingga tidak dapat terjadi
gerakan di antara fragmen-fragmen itu.
7. Fraktur Tertutup (Simple): Faktur tidak meluas melewati kulit
8. Fraktur Terbuka (compaund): Fraktur tulang meluas melewati
otot dan kulit.
21

9. Fraktur Patologis: Fraktur terjadi pada penyakit tulang.

b. Derajat Patah Tulang Terbuka
1. Derajat I : laserasi < 2 cm, pada fraktur sederhana, dislokasi
fragmen tulang minimal.
2. Derajat II : laserasi > 2 cm, kontusio otot disekitarnya,
disklokasi fragmen jelas.
3. Derajat III : luka lebar, rusak hebat atau hilangnya jaringan
disekitarnya, komunitif, segmental, fragmen tulang ada yang
hilang.

c. Gambaran klinis fraktur:
1. Riwayat trauma.
2. Nyeri, pembengkakan dan nyeri pada daerah fraktur (tenderness).
3. Perubahan bentuk (deformitas).
4. Hilangnya fungsi anggota badan dan persendian-persendian yang
terdekat.
5. Gerakan-gerakan yang abnormal.
6. Krepitasi.
d. Prinsip terapi fraktur :
Ada empat konsep dasar yang harus dipertimbangkan pada
waktu menangani fraktur yaitu:
1. Rekognisi atau pengenalan :
Rekognisi yaitu pengenalan mengenai dignosis pada tempat
kejadian kecelakaan dan kemudian di rumah sakit. Riwayat
kecelakaan, parah tidaknya, jenis kekuatan yang berperanan dan
deskripsi tentang kejadian tersebut oleh klien sendiri, menentukan
kemungkinan tulang yang patah, yang dialami dan kebutuhan
pemeriksaan spesifik untuk fraktur.
2. Reduksi atau reposisi; pemilihan keselarasan anatomi bagi tulang
fraktur untuk mengembalikan panjang dan kesegarisan tulang.
22

Fraktura tertutup pada tulang panjang sering kali ditangani
dengan reduksi tertutup. Untuk mengurangi rasa sakit selama
tindakan ini klien dapat diberi narkotika intravena, obat penenang
(sedatif atau anastesia blok saraf lokal).
Traksi kontinu; dengan plester felt melekat di atas kulit atau
dengan memasang pin trafersa melalui tulang, distal terhadap
fraktur.
Reduksi terbuka bedah, biasanya disertai sejumlah bentuk fiksasi
interna dengan plat pin, batang atau sekrup.
3. Imobilisasi atau retensi reduksi.
Bila reduksi telah tercapai, maka diperlukan imobilisasi tempat
fraktur sampai timbul penyembuhan yang mencukupi. Berbagai
teknik digunakan untuk imobilisasi, yang tergantung pada fraktur:
Fraktur impaksi pada humerus proksimal sifatnya stabil serta
hanya memerlukan ambin atau balutan lunak.
Fraktur kompresi (impaksi) pada vertebra, tepat diterapi dengan
korset atau brace.
Fraktur yang memerlukan reduksi bedah terbuka biasanya
diimobilisasi dengan perangkat keras interna, imobilisasi
eksternal normalnya tidak diperlukan.
Fraktur ekstremitas dapat diimobilisasi dengan gibs, gibs fiberglas
atau dengan brace yang tersedia secara komersial.
Semua pasien fraktur perlu diperiksa untuk menilaian neurology
dan vascular. Adanya nyeri, pucat, prestesia, dan hilangnya
denyut nadi pada ekstremitas distal merupakan tanda disfungsi
neurovaskuler.
Bila traksi digunakan untuk reduksi, maka traksi juga bertindak
sebagai imobilisasi dengan ekstrimitas disokong di atas ranjang
atau di atas bidai sampai reduksi tercapai.
4. Pemulihan fungsi atau rehabilitasi
23

Sesudah periode imobilisasi pada bagian manapun selalu akan
terjadi kelemahan otot dan kekakuan sendi. Hal ini dapat diatasi
dengan aktivitas secara progresif, dan ini dimudahkan dengan
fisioterapi atau dengan melakukan kerja sesuai dengan fungsi
sendi tersebut. Adanya penyambungan yang awal dari fragmen-
fragmen sudah cukup menjadi indikasi untuk melepas bidai atau
traksi, akan tetapi penyambungan yang sempurna (konsolidasi)
seringkali berlangsung dalam waktu yang lama. Bila konsolidasi
sudah terjadi barulah klien diijinkan untuk menahan beban atau
menggunakan anggota badan tersebut secara bebas.
e. Pengelolaan Fraktur
Contoh
fraktur
Konservatif Operatif
Pro
teks
i
Repo
sisi
Immo
bilisasi
Tra
ksi
Immobilisasi
Pros
tesis
Rep
osisi
Fiksat
or
ekstern
Pin intra
meduler
Pelat
dan
sekrup
Tulang
rusuk
+ - - -
Tungkai
bwh
+ - + -
Radius
distal
+ + + -
Femur tibia + + + + +
Kolum
femur
+ + + +
Femur tibia
humerus
+ + +

f. Secara ringkas tahap penyembuhan tulang adalah sebagai berikut:
1. Stadium pembentukan hematom;
24

Hematom terbentuk dari darah yang mengalir yang berasal dari
pembuluh darah yang robek. Hematom dibungkus jaringan lunak
sekitar (peristeum & otot). Terjadi sekitar 1 2 x 24 jam.
2. Stadium proliferasi sel/implamasi;
3. Sel-sel berproliferasi dari lapisan dalam periosteum, sekitar lokasi
fraktur. Sel-sel ini menjadi precusor osteoblast. Sel-sel ini aktif
tumbuh ke arah fragmen tulang. Prolifferasi juga terjadi di
jaringan sumsum tulang. Terjadi setelah hari ke 2 kecelakaan
terjadi.
4. Stadium pembentukan kallus;
Osteoblast membentuk tulang lunak (kallus). Kallus memberikan
rigiditas pada fraktur. Jika terlihat massa kallus pada X-ray berarti
fraktur telah menyatu. Terjadi setelah 6 10 hari setelah
kecelakaan terjadi.
5. Stadium konsolidasi ;
Kallus mengeras dan terjadi proses konsolidasi. Fraktur teraba
telah menyatu. Secara bertahap menjadi tulang mature. Terjadi
pada minggu ke 3 10 setelah kecelakaan.
6. Stadium remodeling;
Lapisan bulbous mengelilingi tulang khususnya pada lokasi eks
fraktur. Tulang yang berlebihan dibuang oleh osteoklast. Pada
anak-anak remodeling dapat sempurna, dewasa masih ada tanda
penebalan tulang.
g. Luas garis fraktur yang terjadi (extend) :
Complete
Seluruhnya puntul (red-putus)
Inclompete / parsial
Fissure / crack / hairline
-tulang terputus seluruhnya tapi masih tetap ditempat
-biasanya pada anak-anak dan pada tulang panjang
Grenstick fracture
25

Fraktur pada anak-anak , Cuma terlihat bengkok karena
periosteumnya masih tebal.
Pada orang tua -> periosteum tipis dan tidak elastis
Buckle fracture
-tapi pada daerah/ ujung tuulang panjang dimana kortexnya
tipis
-merupakan fraktur dimana pada cortexnya melipat ke dalam
(kortex terlihat menekuk)
h. Konfigurasi tulang
a. Tranversal karena bending (tekukan )
b. Oblique
c. Spiral karena puntitran (twisting)
d. Comminuted karena tekanan, trauma berat
- Bending +kompresi butterfly
- Twisting +beding + kompresi short oblique



26

i. Hubungan fragmen oleh karena fraktur satu sama lain harus dilihat dari
2 proyeksi untuk menghindari kesalahan baca.
Undisplace
Bentuk masih baik, tulang fraktur masih pada tempat anatomisnya.
Misal : hairline
Displace
Membaca dari fraktur yg disebelah distal displace (berpindah
tempat) dapat karena pengaruh :
- Trauma
- Tarikan dari otot (kontraksi / spasme )
- Gaya gravitasi bumi
Ada 6 macam :
1) Shifted sideways : menggeser ke samping tetapi dekat.
2) Ngulated : membentuk sudut, sebutkan : - arah bengkoknya
- besar sudutnya
3) Rotated : memutar
4) Distracted :saling jauh karena ada interposisi
5) Overriding : tumpang tindih
6) Impacted : 1 fragmen masuk ke framen lain (seperti pada
buckle)
j. Penyembuhan fraktur disertai faal memadai umumnya dapat dicapai
dengan:
1. immobilisasi dengan gips dan/atau traksi
2. mempertahankan penjajaran
3. pencegahan rotasi
4. latihan persendian secara aktif
5. penggunaan keempat ekstremitas (kecuali yang diimobilisasi)
Faktor-faktor yang menghambat penyambungan (union)
fragmen-fragmen;
27

1. Luas fraktur.
2. Reposisi yang tidak memadai.
3. Imobilisasi yang tidak memadai ditinjau dari segi waktu
maupun luas imobilisasi.
4. Sepsis atau tindakan pembedahan.
Faktor-faktor yang mencegah terjadinya penyambungan
(union) fragmen-fragmen;
1. Interposisi jaringan lunak seperti otot di antara ujung-
ujung fraktur.
2. Imobilisasi yang tidak memadai.
3. Traksi yang berlebihan (distraksi), sehingga mencegah
peyambungan oleh callus.
4. Infeksi.

k. Sindroma kompartemen sering kali ditemukan pada fraktur tungkai
bawah yang ditandai
1. Nyeri (pain)
2. Parestesia karena rangsangan saraf perasa
3. Pale (pucat) karena iskemis 5 P
4. Paralisis atau paresis karena gangguan saraf motorik
5. Pulse (nadi) yang sulit diraba lagi
l. Penatalaksanaan Fraktur Terbuka
1. Debridement
2. Pemberian Tetanus Toksoid
3. Pemeriksaan Kultur Jaringan
4. Pemberian rawat luka dengan kompres terbuka
5. Pemberian antibiotic
6. Pemantauan gejala infeksi
7. Menutup luka setelah dipastikan tidak ada infeksi
8. Immobilisasi pada ekstremitas yang patah
28

h. Pemeriksaan Diagnostik:
1. Pemeriksaan rontgen : untuk menentukan lokasi/luasnya fraktur
atau trauma.
2. Scan tulang. CT Scan, MRI : untuk memperlihatkan fraktur dapat
juga digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vascular dicurigai.
4. Hitung darah lengkap : peningkatan jumlah sel darah putih adalah
respon stres normal setelah trauma.
5. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens
ginjal.
6. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
transfusi multiple atau cedera hati.

5. Dislokasi
Dislokasi : terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi.
Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau
terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari
mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya
kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya
terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah
mengalami dislokasi.
a. Etiologi :
Etiologi tidak diketahui dengan jelas tetapi ada beberapa faktor
predisposisi, diantaranya :
Akibat kelainan pertumbuhan sejak lahir
Trauma akibat kecelakaan
Trauma akibat pembedahan ortoped
Terjadi infeksi di sekitar sendi.
b. Klasifikasi
Dislokasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
29

Dislokasi congenital:Terjadi sejak lahir akibat kesalahan
pertumbuhan.
Dislokasi patologik: Akibat penyakit sendi dan atau jaringan
sekitar sendi. misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang.
Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang.
Dislokasi traumatic.Kedaruratan ortopedi (pasokan darah,
susunan saraf rusak dan mengalami stress berat, kematian
jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena mengalami
pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat
mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya dan mungkin
juga merusak struktur sendi, ligamen, syaraf, dan system
vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang dewasa.
Berdasarkan tipe kliniknya dibagi menjadi :
- Dislokasi Akut
Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri
akut dan pembengkakan di sekitar sendi.
- Dislokasi Berulang
Jika suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi
dislokasi yang berlanjut dengan trauma yang minimal, maka
disebut dislokasi berulang. Umumnya terjadi pada shoulder joint
dan patello femoral joint.Dislokasi biasanya sering dikaitkan
dengan patah tulang / fraktur yang disebabkan oleh berpindahnya
ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma, tonus atau
kontraksi otot dan tarikan.
c. Etiologi
Dislokasi disebabkan oleh :
1. Cedera olah raga: Olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi
adalah sepak bola dan hoki, serta olah raga yang beresiko jatuh
misalnya : terperosok akibat bermain ski, senam, volley. Pemain
30

basket dan pemain sepak bola paling sering mengalami dislokasi
pada tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja menangkap
bola dari pemain lain.
2. Trauma yang tidak berhubungan dengan olah raga: Benturan keras
pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi.
3. Terjatuh:
- Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai
yang licin.
- Faktor predisposisi(pengaturan posisi)
- Akibat kelainan pertumbuhan sejak lahir.
- Trauma akibat kecelakaan.
- Trauma akibat pembedahan ortopedi(ilmu yang mempelajarin
tentang tulang.
- Terjadi infeksi disekitar sendi.
d. Patofisiologi :
Dislokasi biasanya disebabkan oleh jatuh pada tangan. Humerus
terdorong kedepan, merobek kapsul atau menyebabkan tepi glenoid
teravulsi.Kadang-kadang bagian posterolateral kaput hancur.Mesti
jarang prosesus akromium dapat mengungkit kaput ke bawah dan
menimbulkan luksasio erekta (dengan tangan mengarah ; lengan ini
hampir selalu jatuh membawa kaput ke posisi dan bawah karakoid).
e. Manifestasi Klinis :
Nyeri terasa hebat .Pasien menyokong lengan itu dengan tangan
sebelahnya dan segan menerima pemeriksaan apa saja .Garis gambar
lateral bahu dapat rata dan ,kalau pasien tak terlalu berotot suatu
tonjolan dapat diraba tepat di bawah klavikula.
Nyeri
Perubahan kontur sendi
Perubahan panjang ekstremitas
Kehilangan mobilitas normal
31

Perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi
Deformitas
Kekakuan

f. Penatalaksanaan
Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan
menggunakan anastesi jika dislokasi berat.
Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi dan
dikembalikan ke rongga sendi.
Sendi kemudian dimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau
traksi dan dijaga agar tetap dalam posisi stabil.
Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan
mobilisasi halus 3-4X sehari yang berguna untuk mengembalikan
kisaran sendi.
Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa
penyembuhan.
g. Komplikasi
Komplikasi Dini
Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera ; pasien tidak dapat
mengkerutkan otot deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil
yang mati rasa pada otot tesebut.
Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak.
Fraktur disloksi.
Komplikasi lanjut.
Kekakuan sendi bahu:Immobilisasi yang lama dapat
mengakibatkan kekakuan sendi bahu, terutama pada pasien
32

yang berumur 40 tahun.Terjadinya kehilangan rotasi lateral,
yang secara otomatis membatasi abduksi.
Dislokasi yang berulang : terjadi kalau labrum glenoid robek
atau kapsul terlepas dari bagian depan leher glenoid
Kelemahan otot.
B. Hal-hal yang mempengaruhi proses patologi dari trauma adalah
mussculusosceletal adalah :
1) Kualitas Trauma
a. Dilihat dari derajatnya : - Ringan,
- Sedang,
- Berat
b. Dilihat dari luas kerusakannya jaringan : - Luas,
- Sempit
Umumnya karena tulang dan sendi tertutup oleh jaringan lunak sehingga
harus dicari betul-betul dimana/bagaimana kerusakannya itu terjadi
2) Kuantitas Trauma
Tunggal
Multiple biasanya karena kecelakaan lalu lintas
Trauma pada abdomen sulit dideteksi orangnya secara mendadak shock
3) Arah Trauma
Langsung
Tidak Langsung
Karenanya bagaimanapun kita harus melihat mekanisme terjadinya trauma
Misalnya : - Olahraga
-kecelakaan
4) Jenis Trauma
Tajam, bentuk teratur.
Tumpul, bentuk tidak teratur/batasana tidak tegas.
Panas/ dingin thermis.
Listrik.
33

5) Waktu Trauma
Waktu trauma itu sangat penting untuk ditanyakan -> terutama kalau
ada luka, karena kita berpacu dalam infekxi.

C. Trauma yang mengenai peredarah darah
Trauma yang mengenai peredaran darah tidak boleh dibiarkan sampai
lebih dari 6 jam karena peredaran darah dapat terganggu, akibat :
Iskemi ada bagian yang tidak mendapatkan pasokan darah. Dapat
menyebabkan kontraktur karena kekurangan 02 sehingga dapat terjadi
fibrosis terutama pada jaringan otot.
Contoh: CTEV dimana terjadi kontraktur pada bayi kakinya
bengkak namun dapat diatasi dengan koreksi : ATL (Archiles Tendo
Lenghting).
Pendarahan yang hebat sekali
Dalam gawat darurat : pasang torniquet untuk mengatasi pendarahan
yang sulit diatasi, dengan harapan pendarahan distal akan terhenti,
namun waktu tidak boleh lebih dari 1 jam karena dapat iskemi /
nekrosis konraktur.
Nekrosis
Jika iskemi total sehingga jaringan menjadi mati atau nekrose yang
nantinya harus dilakukan amputasi : nekrotomi.







34

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Trauma pada sistem muskuloskeletal :
Tergantung dari : 1. Jenis dan berat trauma.
2. Sistem muskuloskeletal yang terkena.
Trauma : ditanyakan kualitas dan kuantitas, makin berat trauma,
makin banyak kerusakan jaringan. Bisa terjadi secara langsung
ataupun tidak langsung :
a. Direct violence : mengenai pada jaringan yang
bersangkutan.
b. Indirect violence: mengenai tidak pada jaringan yang
bersangkutan.
Menurut penyebab : a. Trauma benda tumpul
b. Trauma benda tajam
Menurut bahan : a. Benda panas
b. Benda dingin
2. Jaringan yang terkena/ sistem
Sistem muskuloskeletal terdiri atas sistem muskulus (jaringan
lunak) dan skeletal (jaringan keras).
- Jaringan keras yang banyak terjadi : fraktur dan luksasi
- Jaringan lunak (kulit, otot, pembuluh darah, syaraf) :
Vulnus dan vulcus
B. Saran
1. Menambah referensi yang relevan.
2. Membandingkan klasifikasi trauma lebih detail.

35

DAFTAR PUSTAKA

1. Apley AG, Solomon L. Apleys. 1995. Buku Ajar ORTHOPEDI dan
FRAKTUR SISTEM APLAY edisi Ketujuh. Jakarta : Widya Medika.
2. Sjamsuhidajat R, De Jong W. 1997. Buku ajar Ilmu Bedah, Jakarta: EGC.
3. Sabiston, David. 1994. Sabiston . Buku Ajar Bedah. Alih bahasa : Petrus.
Timan. EGC.
4. Trauma pada muskuloskleletal. Available at :
http://zillyannurse.blogspot.com/2011/11/askep-trauma-
muskuloskeletal.html
5. Penyembuhan tulang. Available at:
http://prastiwisp.wordpress.com/2010/07/08/proses-penyembuhan-dan
pertumbuhan-tulang-komposisi-tulang/.
6. Rasjad C. 2007. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: PT. Yarsif
Watampone.

You might also like