You are on page 1of 37

PRESENTASI KASUS

ANESTESI UMUM
DENGAN SUNGKUP MUKA




Disusun oleh:
Stella Marleen
07120070060
Universitas Pelita Harapan


Pembimbing:
dr. Siska Widayati, Sp.An


Kepaniteraan Klinik Departemen Anestesi dan Reanimasi
Periode 7 Januari 2013 8 Febuari 2013
Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto
Jakarta
i
Daftar Isi


Daftar Isi ......................................................................................................................... i
BAB I ............................................................................................................................. 1
LAPORAN KASUS....................................................................................................... 1
BAB II .......................................................................................................................... 11
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................................. 11
BAB III ........................................................................................................................ 31
DISKUSI KASUS ........................................................................................................ 31
KESIMPULAN ............................................................................................................ 34
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 35


1
BAB I
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nomor CM : 340155
Tanggal operasi : 21 Januari 2013
Nama pasien : Tn. S
Alamat : Kondang Asri Karawang
Umur : 42 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Berat badan : 75 Kg
Tinggi badan : 167 cm

II. ANAMNESIS
Tanggal 20 Januari 2013, pukul 17.00
Keluhan utama : Ingin mengangkat implan pada kedua tangan
Keluhan tambahan : tidak ada

Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang untuk rencana dilakukan pengangkatan implan pada kedua
tangannya. Pada tanggal 24 November 2009, pasien telah dilakukan operasi open
reduction internal fixation pada kedua tangannya. Hal tersebut dikarenakan pasien
mengalami patah tulang akibat kecelakaan lalu lintas. Pasien tidak dapat mengingat
pasti mekanisme kejadian dikarenakan saat kejadian pasien pingsan dan sadar pada
saat sampai di rumah sakit. Namun dikatakan tidak terdapat kelainan pada kepala dan
otak pasien setelah dilakukan foto kepala. Pada saat operasi, pasien diberikan anestesi
umum dan pasien mengaku paska operasi pasien tidak terdapat keluhan.
Saat ini, pasien tidak memiliki keluhan. Keluhan demam, batuk, pilek, mual
atau muntah disangkal. Pasien menggunakan gigi palsu pada gigi atas dan bawah.
Pasien mengaku tidak terdapat gigi goyang, Pasien tidak memiliki riwayat alergi,
konsumsi obat-obatan, hipertensi, diabetes melitus, asma, sakit jantung, sakit paru,
sakit kuning, sakit ginjal, kejang, ataupun sesak napas.
2

Riwayat Penyakit Dahulu
o Riwayat Alergi obat : disangkal
o Riwayat Alergi makanan : disangkal
o Riwayat Asma : disangkal
o Riwayat Hipertensi : disangkal
o Riwayat Penyakit jantung : disangkal
o Riwayat Penyakit paru : disangkal
o Riwayat Penyakit ginjal : disangkal
o Riwayat Penyakit hati : disangkal
o Pemakaian obat-obatan : disangkal
Riwayat Kebiasaan
o Merokok 1 bungkus/hari
o Mengkonsumsi alkohol disangkal
o Mengkonsumsi obat-obatan terlarang disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
o Pada keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat penyakit
asma, hipertensi, jantung, diabetes melitus, maupun riwayat
alergi.
Riwayat operasi dan anestesi
o Pada tanggal 24 November 2009, dilakukan operasi open
reduction internal fixation dengan anestesi umum. Tidak ada
keluhan paska operasi

III. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : Baik
Kesadaran : compos mentis
2. Vital sign
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Frekuensi Nadi : 82x/m, regular, isi dan tegangan cukup
Frekuensi nafas : 20 x/menit, regular, torakoabdominal
Suhu : 36,5
0
C per axilla
3. Status Generalis
Kepala : Normocephal, distribusi rambut merata
3
Mata : Konjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : Nafas cuping hidung (-), perdarahan (-), lendir (-)
Mulut : Malampati I, mukosa lembab, sianosis (-), faring hiperemis
(-), gigi palsu (+) non permanen : 11, 21, 22, 35, 45, 46; gigi
goyang (-), buka mulut maksimal (>3 cm)
Telinga : Serumen (-), membran tymphani intak
Leher : Tampak simetris, deviasi trakea (-), limfonodi tidak teraba,
jarak thyro-mental > 6cm, tidak teraba pembesaran kelenjar
tiroid
Thorax : deformitas (-), simetris saat statis dan dinamis, retraksi (-)
Paru : I : simetris saat statis dan dinamis
P : Vokal fremitur kanan sama dengan kiri
P : Sonor pada kedua lapang paru
A : Suara napas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung : I : Iktus kordis tidak tampak
P : Iktus kordis teraba pada ICS V midklavikula sinistra
P : batas jantung dalam batas normal
A : Bunyi jantung 1 dan 2 normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Datar, bising usus normal, supel, hepar dan lien tidak teraba,
tympani pada seluruh kuadran.
Ekstremitas : Akral hangat, tidak ada edema, ptekie (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan laboratorium (11-01-13)
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hematologi
Darah Rutin
Hemoglobin 14,2 13-18 g/dl
Hematokrit 39 40-52 %
Eritrosit 4,3 4,3-6,0jt/ul
Leukosit 5660 4800- 10800 /ul
Trombosit 177000 150000- 400000 /ul
4
MCV 91 80-96fl
MCH 32 27-32pg
MCHC 36 32 - 36 g/dl
Kimia Klinis
Ureum 25 0 - 50 mg/dl
Kreatinin 1,3 O,5-l,5mg/dl




Glukosa puasa 84 70-100mg/dL
Glukosa 2 jam PP 130 <140mg/dL
SGOT 28 0-40 mU/dl
SGPT 46 0-41 mU/dl
Kolesterol total 222 < 200 mg/dl
Trigliserida 160 < 150 mg/dl
Kolesterol HDL 23 27-67 mg/dl
Kolesterol LDL 167 < 150 mg/dl
Asam urat 6.0 3,4-7,0 mg/dl

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hematologi
Bleeding time 1'05" 13 menit
Clotting time 3'00" 16 menit

2. EKG (15/01/13)
Dalam batas normal
3. Pemeriksaan foto thorax (11/01/13) :
Hasil :
Jantung kesan tidak membesar. CTR <50%
Aorta elongasi dan mediastinum tidak melebar
Trakea ditengah. Kedua hilus tidak menebal
Corakan bronkovaskular kedua pari baik
Tidak tampak infiltrate atau nodul
Sinus/diafragma kanan dan kiri normal
Tulang dan jaringan lunak baik
5
Kesan : aorta elongasi. Tidak tampak kelainan radiologis pada cor dan pulmo.
4. Pemeriksaan foto rontgen antebrachii (08/01/13) :
Hasil
Posisi fragmen fraktur-fraktur dan fiksasi baik
Callus (+)
Komplikasi (-)

V. DIAGNOSA KERJA
Union Fraktur Radius Dextra dan Sinistra

VI. DIAGNOSA ANASTESI
ASA II dengan riwayat kehilangan kesadaran (2009), SGPT 46 mg/dl, foto thorax
dengan aorta elongasi NYHA I dan klinis tenang.

VII. RENCANA TINDAKAN
Remove plate dan screw

VIII. RENCANA ANESTESI
Anestesi umum dengan sungkup muka
Premedikasi :
Midazolam dan Fentanyl
Induksi :
Propofol
Pelumpuh otot :
Atracurium
Maintanance :
Isofluran
N
2
O
O
2



6
PERSIAPAN PRA ANESTESI

A. Persiapan pasien
1. Informed consent
Bertujuan untuk menginformasikan kepada pasien tentang tindakan medis apa
yang akan dilakukan kepada pasien, bagaimana pelaksanaannya, kemungkinan
hasilnya dan resiko tindakan yang akan dilakukan.
2. Surat persetujuan operasi
Bertujuan untuk memperoleh bukti tertulis dari pasien sendiri atau dari
keluarga pasien yang menunjukkan persrtujuan dari pihak pasien terhadap
tindakan medis yang akan dilakukan sehingga bila terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan, keluarga pasien tidak mengajukan tuntutan.
3. Pasien dipuasakan sejak pukul 02.00 WIB tanggal 20 Januari 2013
Bertujuan untuk memastikan bahwa lambung pasien telah kosong sebelum
operasi untuk menghindari kemungkinan terjadinya muntah dan aspirasi isi
lambung yang akan membahayakan pasien.
4. Memberhentikan kebiasaan merokok 1 hari sebelum operasi.
5. Pengosongan kandung kemih pada pagi hari sebelum operasi.
6. Memakai pakaian operasi yang telah disiapkan di ruang operasi
7. Pasien ditidurkan dalam posisi terlentang di meja operasi dan dipasangkan infus.
8. Pendataan kembali identitas pasien di kamar operasi dengan melakukan anamnesa
singkat yang meliputi berat badan, tinggi badan, umur, riwayat penyakit, riwayat
alergi, riwayat kebiasaan, riwayat pembedahan dan anestesi dan riwayat
pemakaian gigi palsu.
9. Pemeriksaan fisik di ruang persiapan : TD : 130/80 mmHg, Nadi 80 x/menit, RR
20x/menit.

B. Persiapan Alat Anastesi
1. Mesin anastesi
a. Komponen I : sumber gas, flowmeter dan vaporizer
b. Komponen II : sirkuit napas / system ventilasi yaitu open , semi open ,
semiclose
7
c. Komponen III : alat penghubung sistem ventilasi dengan pasien yaitu
sungkup muka dan pipa ombak
2. Monitor Elektrokardiografi ( EKG )
3. Sfigmomanometer digital
4. Oksimeter/saturasi
5. Infus set dan cairan infus
6. Abbocath no 18
7. Plester, kapas alcohol, kassa steril
8. Laringoskop
9. Stetoskop
10. Endotrakeal tube ukuran 7 dan 7,5
11. Spuit 20 cc
12. Oropharyngeal airway
13. Mandrin
14. Lubricating gel
15. Suction
16. Handschoon

C. Persiapan Obat Anestesi
1. Premedikasi :
Midazolam 2,5 mg (0.01 0.1 mg/kgbb)
Fentanyl 150 mcg (1-3 mcg/kgbb)
2. Obat induksi :
Propofol 200 mg (2 2.5 mg/kgbb)
3. Pelumpuh otot :
Atrakurium 50 mg (0.5 0.6 mg/kgbb)
4. Maintenance
Isoflurance
N
2
O
O
2

5. Obat emergency :
Sulfas Atropin (0.5 mg 1 mg)
Epinephrine (1mg atau 0.02 mg/kgbb larutan 1 : 10.000)
Tramadol (50 100 mg per 4 jam, maksimal 400 mg/hari)
8
Ephedrine (5 20 mg)
Prostigmin (0.05 mg/kgbb, maksimal 5 mg)
Dexamethasone (0.5 25 mg/hari)
Aminophyline (5 6 mg/kgbb)
Metocloperamide (10 mg)
Amiodarone (150 mg dalam 10 menit, maksimal 2.2 gram)

D. Persiapan terapi cairan perioperatif

Berat Badan : 75 Kg
a. Maintenance (M) = BB x Kebutuhan cairan perjam
= (10x4)+(10x2)+(55x1)cc/kg/jam
= 115 cc/jam
b. Pengganti puasa (P) = M x Jam puasa
= 115 cc/jam x 7 jam = 805 cc
c. Jenis operasi (O) sedang = BB x Jenis operasi
= 75 kg x 6 cc/kgbb = 450 cc

Pemberian Cairan Pada Operasi ini
Pada jam I = (M) + 50% (P) + (O)
= 115 + 50% (805) + 450
= 967.5 cc
Pada jam II = (M) + 25% (P)
= 115 + 25% (805)
= 316.25 cc
Operasi selesai kurang dari 2 jam, maka terapi cairan dilanjutkan di ruang
pulih dan ruangan
Pada jam III = (M) + 25% (P)
= 115 + 25% (805)
= 316.25 cc

E. Pelaksanaan Anestesi
Pukul 08.30 :
Pasien dibaringkan diatas meja operasi
9
Pasang infus cairan Ringer Laktat pada kaki kanan abbocath no.18
Memasang monitor EKG dan oksimeter pulse
Mengukur TD : 120/80 mmHg, nadi x/mnt
Pukul 08.55 :
Pemberian premedikasi Midazolam 2,5 mg dilanjutkan dengan Fentanyl 100 mcg
TD : 130/80 mmHg, Nadi : 80x/mnt, SaO2 : 99%
Induksi dengan Propofol 200 mg
Pelumpuh otot dengan atracurium 40 mg
Dipasangkan sungkup muka napas kendali dengan O
2
2 liter/menit, N
2
O 3
liter/menit, isofluran 4%
Pukul 09.20 :
Operasi dimulai
Isofluran diturunkan menjadi 2%
Pukul 09.25 :
Diberikan Fentanyl 50 mg
TD : 140/80mmHg, Nadi : 90 x/mnt, Sa O2 : 99%
Pukul 09.30 :
Dilakukan pemasangan intubasi dengan ETT nomor 7.5. Dikarenakan operasi
diperkirakan tidak selesai dalam 30 menit dan operator kelelahan.
Pukul 10.30
Operasi selesai
Diberikan tramadol 100 mg, Ethiperan 10 mg, reverse prostigmin : atropine = 2:2
(1 mg : 0,5 mg)
TD : 130/78mmHg, Nadi : 75 x/menit, Sa O2 :99%
Pemberian obat anestesi dihentikan, pemberian O2 dipertahankan.
Perdarahan selama operasi +/- 50 cc

Setelah pasien bangun infus dihentikan sejenak kemudian pasien dipindahkan ke
ruang pemulihan.

Terapi Cairan
Cairan yang diberikan selama anestesi adalah RL 500 cc

Pengawasan Anestesi
10
EKG ritme jantung dalam batas normal, saturasi oksigen 99%.

E. Post Operasi
Tiba di ruang recovery pukul : 10.55 wib
- Kesadaran : compos mentis, dapat dibangunkan
- Pernafasan : spontan, pasien dapat bernafas dalam, 20 x/menit
- Tekanan darah : 140/90 mmHg
- Nadi : 85x/menit
- SpO
2
: 99%

Penilaian pulih sadar menurut aldrette score :
- Kesadaran : 2
- Pernafasan : 2
- Tekanan darah : 2
- Aktivitas : 2
- Warna kulit : 2
Total score = 10
Pasien pindah ke ruang perawatan biasa pukul 12.00

Instruksi paska bedah :
Bila kesakitan
o Tramadol 100 mg IV
Bila mual/muntah
o Ondancentron 8 mg IV
Antibiotika dan cairan sesuai terapi bedah
Bila pasien sadar penuh dan peristaltik usus +, boleh minum dan baru makan
bertahap
Pemantauan tensi, nadi dan nafas setiap 15 menit selama 1 jam.


11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

ANESTESIA UMUM
Kata anesthesia diperkenalkan oleh Oliver Wendell Holmes yang
menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena pemberian obat
yang bertujuan untuk menghilangkan nyeri pembedahan. Analgesia adalah pemberian
obat untuk menghilangkan nyeri tanpa menghilangkan kesadaran pasien. Anestesia
umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya
kesadarandan bersifat pulih kembali (reversible).
1
Komponen anestesia yang ideal
terdiri dari :
1. Hipnotik
2. Analgesia
3. Relaksasi otot
Indikasi anestesi umum :
Infant dan anak usia muda
Dewasa yang memilih anestesi umum
Pembedahannya luas/ekstensif
Penderita sakit mental
Pembedahan lama
Pembedahan dimana anestesi lokal tidak praktis atau tidak memuaskan
Riwayat penderita toksik atau alergi obat anestesi lokal

PENILAIAN DAN PERSIAPAN PRA ANESTESIA
Persiapan pra bedah yang kurang memadai merupakan faktor penyumbang
sebab-sebab terjadinya kecelakaan anesthesia. Dokter spesialis anestesiologi
seyogyanya mmengunjungi pasien sebelum pasien dibedah, agar ia dapat
menyiapkan pasien, sehingga pada waktu pasien dibedah dalam keadaan bugar.

Anamnesis
Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat anesthesia sebelumnya
sangatlah penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapatkan
12
perhatian khusus, misalnya alergi, mual-muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak
napas pasca bedah, sehingga kita dapat merancang anesthesia berikutnya dengan lebih
baik. Kita harus pandai-pandai memilih apakah cerita pasien termasuk alergi atau efek
samping obat.
Kebiasaan merokok sebaiknya dihentikan 1-2 hari sebelumnya untuk eliminasi
nikotin yang mempengaruhi sistem kardiosirkulasi, dihentikan beberapa hari untuk
mengaktifkan kerja silia jalan napas dan 1-2 minggu untuk mengurangi produksi
sputum. Kebiasaan minum alcohol juga harus dicurigai akan adanya penyakit hepar

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan keadaan gigi-geligi, tindakan buka mulut, lidah relatif besar
sangat penting untuk diketahui apakah akan menyulitkan tindakan. Leher pendek dan
kaku juga akan menyulitkan intubasi. Klasifikasi tampakan faring pada saat mulut
terbuka maksimal dan lidah dijulurkan maksimal menurut mallampati dibagi menjadi
4 gradasi










Pemeriksaan rutin lain ialah pemeriksaan derajat Mallampati serta inspeksi,
palpasi, perkusi dan auskultasi semua sistem organ tubuh pasien.
2


Pemeriksaan laboratorium
Uji laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan
penyakit yang sedang dicurigai. Banyak fasilitas kesehatan yang mengharuskan uji
laboratorium secara rutin walaupun pada pasien sehat untuk bedah minor, misalnya
pemeriksaan darah kecil (Hb, leukosit, masa pendarahan dan masa pembekuan) dan
13
urinalisis. Pada usia pasien di atas 50 tahun ada anjuran pemeriksaan EKG dan foto
thorax.

Klasifikasi Status Fisik
Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang
ialah yang berasal dari The American Society of Anesthesiologist (ASA). Klasifikasi
fisik ini bukan alat prakiraan resiko anesthesia, karena dampak samping anesthesia
tidak dapat dipisahkan dari dampak samping pembedahan. Status fisik pasien
digolongkan menjadi 6, yaitu
ASA 1 : Pasien sehat organic, fisiologik, psikiatrik dan biokimia
ASA 2 : Pasien dengan riwayat penyakit sistemik ringan atau sedang
ASA 3 : Pasien dengan riwayat penyakit sistemik berat, aktivitas lebih terbatas
ASA 4 : Pasien dengan riwayat penyakit sistemik berat, tidak dapat
melakukan aktivitas rutin dan penyakitnya merupakan ancaman kehidupan
setiap saat
ASA 5 : Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan
hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam
ASA 6 : Pasien dengan mati batang otak yang organnya akan digunakan untuk
tujuan donor
Pada bedah cito atau emergensi biasanya dicantumkan E

Masukan Oral
Refleks laring mengalami penurunan selama anesthesia. Regusgitasi isi
lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan napas merupakan resiko utama pada
pasien-pasien yang menjalani anestesi. Untuk meminimalkan resiko tersebut, semua
pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif dengan anesthesia umum harus
dipantangkan dari masukan oral (puasa) selama periode tertentu selama induksi
anesthesia.
Pada pasien dewasa umumnya puasa 6 8 jam, anak kecil 4-6 jam dan pada
bayi 3-4 jam. Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam sebelum induksi anesthesia.
Minuman bening, air putih, teh manis sampai 3 jam dan untuk keperluan minum obat
air putih dalam jumlah tebatas diperbolehkan 1 jam sebelum induksi anesthesia.

14
Premedikasi
Premedikasi adalah pemberiaan obat 1-2 jam sebelum induksi anesthesia
dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan, dan bangun dari anesthesia,
diantaranya :
1. Meredakan kecemasan dan ketakutan
2. Memperlancar induksi anesthesia
3. Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus
4. Meminimalkan jumlah obat anestetik
5. Mengurangi mual-muntah pasca bedah
6. Menciptakan amnesia
7. Mengurangi isi cairan lambung
8. Mengurangi reflex yang membahayakan

Anestesia umum, menurut cara pemberian obatnya dapat dibagi menjadi :
Intravena
Inhalasi
Perektal
Kombinasi

Teknik anesthesia umum dapat dibagi menjadi 2 :
Nafas spontan
Nafas Terkendali
Teknik-teknik tersebut dapat menggunakan alat berupa :
Sungkup muka
Intubasi
LMA (laryngeral mask airway)
COPA (cuffed oro pharyngeal airway)
LSA (laryngeal seal airway)

TEKNIK ANESTESIA UMUM DENGAN SUNGKUP MUKA
1

Indikasi untuk menggunakan teknik anesthesia umum dengan sungkup muka :
1. Untuk tindakan yang singkat (0,5 jam 1 jam) tanpa membuka rongga perut
2. Keadaan umum pasien cukup baik (status fisik ASA I atau ASA II)
15
3. Lambung harus kosong

OBAT-OBATAN YANG DIPAKAI :

PREMEDIKASI

Benzodiazepine
Golongan benzodiazepine yang sering digunakan oleh anestesiologi adalah Diazepam
(valium), Lorazepam (Ativan) dan Midazolam (Versed), diazepam dan lorazepam
tidak larut dalam air dan kandungannya berupa propylene glycol.
Golongan benzodiazepine bekerja sebagai hipnotik, sedative, anxiolitik,
amnestik, antikonvulsan, pelumpuh otot yang bekerja di sentral.
Obat golongan benzodiazepine dimetabolisme di hepar, efek puncak akan
muncul setelah 4 - 8 menit setelah diazepam disuntikkan secara I.V dan waktu paruh
dari benzodiazepine ini adalah 20 jam. Dosis ulangan akan menyebabkan terjadinya
akumulasi dan pemanjangan efeknya sendiri. Midazolam dan diazepam
didistribusikan secara cepat setelah injeksi bolus, metabolisme mungkin akan tampak
lambat pada pasien tua.
3,4


Efek Benzodiazepine :
Efek pada sistem saraf pusat.
o Dapat menimbulkan amnesia,anti kejang, hipnotik, relaksasi otot dan
mepunyai efek sedasi, efek analgesik tidak ada,menurunkan aliran
darah otak dan laju metabolisme
2,3

Efek pada sistem kardiovaskuler.
o Menyebabkan vasodilatasi sistemik yang ringan dan menurunkan
cardiac out put. Ttidak mempengaruhi frekuensi denyut jantung,
perubahan hemodinamik mungkin terjadi pada dosis yang besar atau
apabila dikombinasi dengan opioid
2,3

Efek pada sistem pernafasan
o Mempengaruhi penurunan frekuensi nafas dan volume tidal , depresi
pusat nafas mungkin dapat terjadi pada pasien dengan penyakit paru
atau pasien dengan retardasi mental.
2,3

16
Efek pada sistem saraf otot
o Menimbulkan penurunan tonus otot rangka yang bekerja di tingkat
supraspinal dan spinal , sehingga sering digunakan pada pasien yang
menderita kekakuan otot rangka.
5,7


Diazepam
Obat ini dapat menurunkan tekanan darah arteri. Karena itu, obat ini digunakan
untuk induksi dan suplemen pada pasien dengan gangguan jantung berat.
3

Diazepam biasanya digunakan sebagai obat premedikasi, amnesia, sedative, obat
induksi, relaksan otot rangka, antikonvulsan, dan serangan panik.
2,3

Awitan aksi : IV < 2 menit, Rectal < 10 menit, Oral 15 menit-1 jam
Lama aksi : IV 15 menit- 1 jam, PO 2-6 jam
5

Dosis :
Premedikasi : iv/im/po/rectal 2-10 mg
Sedasi : 0,04-0,2 mg/kg BB
Induksi : iv 0,3-0,6 mg/kg
Antikonvulsan : iv 0,05-0,2 mg/kg BB setiap 5-10 menit dosis maksimal 30 mg,
PO/rectal 2-10 mg 2-4 kali sehari
5


Midazolam
Obat ini mempunyai efek ansiolitik, sedative, anti konvulsif, dan anteretrogad
amnesia. Durasi kerjanya lebih pendek dan kekuatannya 1,5-3x diazepam.
Obat ini menembus plasenta, akan tetapi tidak didapatkan nilai APGAR kurang
dari 7 pada neonatus.
3
Dosis :
Premedikasi : IM 2,5-10 mg, PO 20-40 mg
Sedasi : IV 0,02-0,05 mg
Induksi : IV 50-350 g/kg
5

Efek samping obat :
Takikardi, episode vasovagal, komplek ventrikuler premature, hipotensi
Bronkospasme, laringospasme, apnea, hipoventilasi
Euphoria, agitasi, hiperaktivitas
Salivasi, muntah, rasa asam
Ruam, pruritus, hangat atau dingin pada tempat suntikan
5

17


Opioid
Morphine, meperidine, fentanyl, sufentanil, alfentanil, and remifentanil
merupakan golongan opioid yang sering digunakan dalam general anestesi. efek
utamanya adalah analgetik. Opioid berbeda dalam potensi, farmakokinetik dan efek
samping.
Absorbsi cepat dan komplit terjadi setelah injeksi morfin dan meperedin
intramuskuler, dengan puncak level plasma setelah 20-60 menit. Fentanil sitrat
transmukosal oral merupakan metode efektif menghasilkan analgesia dan sedasi
dengan onset cepat (10 menit) analgesia dan sedasi pada anak-anak (15-20 g/Kg)
dan dewasa (200-800 g).
Waktu paruh opioid umumnya cepat (5-20 menit). Kelarutan lemak yang
rendah dan morfin memperlambat laju melewati sawar darah otak, sehingga onset
kerja lambat dan durasi kerja juga Iebih panjang. Sebaliknya fentanil dan sufentanil
onsetnya cepat dan durasi singkat setelah injeksi bolus.
7


Efek opioid :
Efek pada sistem kardiovaskuler
o Sistem kardiovaskuler tidak mengalami perubahan baik kontraktilitas
otot jantung maupun tonus otot pembuluh darah. Tahanan pembuluh
darah biasanya akan menurun karena terjadi penurunan aliran simpatis
medulla, tahanan sistemik juga menurun hebat pada pemberian
meperidin atau morfin karena adanya pelepasan histamin.
2,3

Efek pada sistem pernafasan
o Dapat menyebabkan penekanan pusat nafas, ditandai dengan
penurunan frekuensi nafas, dengan jumlah volume tidal yang menurun
. PaCO2 meningkat dan respon terhadap CO2 tumpul sehingga kurve
respon CO2 menurun dan bergeser ke kanan, selain itu juga mampu
menimbulkan depresi pusat nafas akibat depresi pusat nafas atau
kelenturan otot nafas, opioid juga bisa merangsang refleks batuk pada
dosis tertentu.
2,3

Efek pada sistem gastrointestinal
18
o Opioid menyebabkan penurunan peristaltik sehingga pengosongan
lambung juga terhambat.
2,3

Efek pada endokrin
o Fentanyl mampu menekan respon sistem hormonal dan metabolik
akibat stress anesthesia dan pembedahan, sehingga kadar hormon
katabolik dalam darah relatif stabil.
2,3


Hati-hati pada pasien dengan disfungsi hati & ginjal karena akan memperlama
kerja dan efek kumulasi opiod, pasien usia lanjut, pada depresi sistem saraf pusat yg
parah, anoreksia, hiperkapnia, depresi pernapasan, aritmia, kejang, cedera kepala,
tumor otak, asma bronchial
2,3


Morfin
Penggunaanya untuk premedikasi, analgesic, anastesi, pengobatan nyeri yang
berjaitan dengan iskemia miokard, dan dipsnea yang berkaitan dengan kegagalan
ventrikel kiri dan edema paru.

Dosis :
Analgesic : iv 2,5-15 mg, im 2,5-20 mg, Po 10-30 mg, rectal 10-20 mg setiap 4
jam
Induksi : iv 1 mg/kg
Awitan aksi : iv < 1 menit, im 1-5 menit
Lama aksi : 2-7 jam
5

Petidin
Penggunaannya untuk nyeri sedang sampai berat, sebagai suplemen sedasi
sebelum pembedahan, nyeri pada infark miokardium walaupun tidak seefektif morfin
sulfat, untuk menghilangkan ansietas pada pasien dengan dispnea karena acute
pulmonary edema dan acute left ventricular failure.
6

Dosis Oral/ IM/SK :
Dewasa :
Dosis lazim : 50150 mg setiap 3-4 jam jika perlu,
Injeksi intravena lambat : dewasa 1535 mg/jam.
Anak-anak oral
Dosis : 1.11.8 mg/kg setiap 34 jam jika perlu.
19
Untuk sebelum pembedahan
Dosis dewasa : 50 100 mg IM/SK

Petidin dimetabolisme terutama di hati

Fentanil
Digunakan sebagai analgesic dan anastesia
Dosis :
Analgesic : iv/im 25-100 g atau 1-3 g/kgbb
Induksi : iv 5-40 g/ kg BB
Suplemen anastesi : iv 2-20 g/kg BB
Anastetik tunggal : iv 50-150 g/ kg BB
Awitan aksi : iv dalam 30 detik, im < 8 menit
Lama aksi : iv 30-60 menit, im 1-2 jam

Efek samping obat :
Bradikardi, hipotensi
Depresi saluran pernapasan, apnea
Pusing, penglihatan kabur, kejang
Mual, muntah, pengosongan lambung terlambat
Miosis
5


INDUKSI DAN RUMATAN ANESTESIA

Induksi anesthesia adalah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi
tidak sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anesthesia dan pembedahan. Induksi
dapat dikerjakan melalui intravena, inhalasi, intramuscular dan rektal.

Propofol
Merupakan derivat fenol yang banyak digunakan sebagai anastesia intravena dan
lebih dikenal dengan nama dagang Diprivan. Pertama kali digunakan dalam praktek
anestesi pada tahun 1977 sebagai obat induksi.
Propofol digunakan untuk induksi dan pemeliharaan dalam anastesia umum,
pada pasien dewasa dan pasien anak anak usia lebih dari 3 tahun. Mengandung
20
lecitin, glycerol dan minyak soybean, sedangkan pertumbuhan kuman dihambat oleh
adanya asam etilendiamintetraasetat atau sulfat, hal tersebut sangat tergantung pada
pabrik pembuat obatnya. Obat ini dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih
susu bersifat isotonik dengan kepekatan 1 % (1 ml = 10 mg) dan pH 7-8.
2,3

Propofol adalah 98% protein terikat dan mengalami metabolisme hati untuk
metabolit glukuronat, yang akhirnya diekskresikan dalam urin.


Efek Klinis: propofol menghasilkan hilangnya kesadaran dengan cepat,
dengan waktu pemulihan yang cepat dan langsung kembali pada kondisi klinis
sebelumnya (sebagai hasil waktu paruh distribusi yang pendek dan tingkat clearance
tinggi). Propofol menekan refleks laring sehingga sangat cocok untuk digunakan
dengan perangkat LMA agar dapat dimasukkan dengan lancar. Ada insiden rendah
mual dan muntah pasca operasi dan reaksi alergi atau hipersensitivitas.

Efek propofol :
Efek pada sistem kardiovaskuler.
o Induksi bolus 2-2,5 mg/kg dapat menyebabkan depresi pada jantung
dan pembuluh darah dimana tekanan dapat turun sekali disertai dengan
peningkatan denyut nadi. Ini diakibatkan Propofol mempunyai efek
mengurangi pembebasan katekolamin dan menurunkan resistensi
vaskularisasi sistemik sebanyak 30%. Pengaruh pada jantung
tergantung dari :
Pernafasan spontan mengurangi depresi jantung berbanding
nafas kendali
Pemberian drip lewat infus mengurangi depresi jantung
berbanding pemberian secara bolus
Umur makin tua usia pasien makin meningkat efek depresi
jantung
2,3

Efek pada sistem pernafasan
o Dapat menurunkan frekuensi pernafasan dan volume tidal, dalam
beberapa kasus dapat menyebabkan henti nafas kebanyakan muncul
pada pemberian diprivan (propofol). Pada 25%-40% kasus Propofol
dapat menimbulkan apnoe setelah diberikan dosis induksi yang bisa
berlangsung lebih dari 30 detik.
2,3

21

Dosis dan penggunaan
a. Induksi : 2,0 sampai 2.5 mg/kg IV.
b. Sedasi : 25 to 75 g/kg/min IV.
c. Dosis pemeliharaan pada anastesi umum : 100 - 150 g/kg/min IV (titrasi
sampai efek yang diinginkan), bolus IV 25-50 mg.
d. Turunkan dosis pada orang tua atau gangguan hemodinamik atau apabila
digabung penggunaanya dengan obat anastesi yang lain.
e. Dapat dilarutkan dengan Dextrosa 5 % untuk mendapatkan konsentrasi yang
minimal 0,2%.
f. Propofol mendukung perkembangan bakteri, sehingga harus berada dalam
lingkungan yang steril dan hindari profofol dalam kondisi sudah terbuka lebih
dari 6 jam untuk mencegah kontaminasi dari bakteri.
2,3


Efek Samping
Dapat menyebabkan nyeri selama pemberian pada 50% sampai 75% kasus. Nyeri ini
bisa muncul akibat iritasi pembuluh darah vena, nyeri pada pemberian propofol dapat
dihilangkan dengan menggunakan lidokain (0,5 mg/kg) dan jika mungkin dapat
diberikan 1 sampai 2 menit dengan pemasangan torniquet pada bagian proksimal
tempat suntikan, berikan secara I.V melaui vena yang besar. Gejala mual dan muntah
juga sering sekali ditemui pada pasien setelah operasi menggunakan propofol.
Propofol merupakan emulsi lemak sehingga pemberiannya harus hati hati pada
pasien dengan gangguan metabolisme lemak seperti hiperlipidemia dan pankreatitis.
Pada setengah kasus dapat menyebabkan kejang mioklonik (thiopental < propofol <
etomidate atau methohexital). Phlebitis juga pernah dilaporkan terjadi setelah
pemberian induksi propofol tapi kasusnya sangat jarang. Terdapat juga kasus
terjadinya nekrosis jaringan pada ekstravasasi subkutan pada anak-anak akibat
pemberian propofol.
4
Propofol tidak diizinkan untuk digunakan pada anak-anak berusia kurang dari
3 tahun. Ada laporan kematian tak terduga pada anak-anak karena asidosis metabolik
dan kegagalan miokard setelah penggunaan jangka panjang di ICU.

Tiopenton
22
Tiopental sekarang lebih dikenal dengan nama sodium Penthotal, Thiopenal,
Thiopenton Sodium atau Trapanal yang merupakan obat anestesi umum barbiturat
short acting, tiopentol dapat mencapai otak dengan cepat dan memiliki onset yang
cepat (30-45 detik). Dalam waktu 1 menit tiopenton sudah mencapai puncak
konsentrasi dan setelah 5 10 menit konsentrasi mulai menurun di otak dan
kesadaran kembali seperti semula. Dosis yang banyak atau dengan menggunakan
infus akan menghasilkan efek sedasi dan hilangnya kesadaran.
2

Dapat menyebabkan hilangnya kesadaran tetapi menimbulkan hiperalgesia
pada dosis subhipnotik, menghasilkan penurunan metabolisme serebral dan aliran
darah sedangkan pada dosis yang tinggi akan menghasilkan isoelektrik
elektroensepalogram.Thiopental turut menurunkan tekanan intrakranial. Manakala
methohexital dapat menyebabkan kejang setelah pemberian dosis tinggi.
2

Menurunkan tekanan darah dan cardiac output ,dan dapat meningkatkan
frekwensi jantung, penurunan tekanan darah sangat tergantung dari konsentrasi obat
dalam plasma. Hal ini disebabkan karena efek depresinya pada otot jantung, sehingga
curah jantung turun, dan dilatasi pembuluh darah. Iritabilitas otot jantung tidak
terpengaruh, tetapi bisa menimbulkan disritmia bila terjadi retensi CO2 atau hipoksia.
Penurunan tekanan darah yang bersifat ringan akan pulih normal dalam beberapa
menit tetapi bila obat disuntik secara cepat atau dosisnya tinggi dapat terjadi hipotensi
yang berat. Hal ini terutama akibat dilatasi pembuluh darah karena depresi pusat
vasomotor. Dilain pihak turunnya tekanan darah juga dapat terjadi oleh karena efek
depresi langsung obat pada miokard.
2

Menyebabkan depresi pusat pernafasan dan sensitifitas terhadap CO2
menurun terjadi penurunan frekwensi nafas dan volume tidal bahkan dapat sampai
menyebabkan terjadinya asidosis respiratorik. Dapat juga menyebabkan refleks
laringeal yang lebih aktif berbanding propofol sehingga menyebabkan laringospasme.

Dosis
Dosis yang biasanya diberikan berkisar antara 3-5 mg/kg. Untuk menghindarkan efek
negatif dari tiopental tadi sering diberikan dosis kecil dulu 50-75 mg sambil
menunggu reaksi pasien.
2


Efek samping
Efek samping yang dapat ditimbulkan seperti alergi, sehingga jangan memberikan
23
obat ini kepada pasien yang memiliki riwayat alergi terhadap barbiturat, sebab hal ini
dapat menyebabkan terjadinya reaksi anafilaksis yang jarang terjadi, barbiturat juga
kontraindikasi pada pasien dengan porfiria akut, karena barbiturat akan menginduksi
enzim d-aminoleuvulinic acid sintetase, dan dapat memicu terjadinya serangan akut.
Iritasi vena dan kerusakan jaringan akan menyebakan nyeri pada saat pemberian
melalui IV, hal ini dapat diatasi dengan pemberian heparin dan dilakukan blok
regional simpatis.
2,5
Suntikan arteri atau ekstravaskular (khususnya dengan
konsentrasi di atas 5%) menimbulkan nekrosis, gangrene.

Ketamin
Ketalar sebagai nama dagang yang pertama kali diperkenalkan oleh Domino dan
Carson tahun 1965 yang digunakan sebagai anestesi umum.
Ketamin kurang digemari untuk induksi anastesia, karena sering menimbulkan
takikardi, hipertensi , hipersalivasi , nyeri kepala, pasca anasthesi dapat menimbulkan
muntah muntah , pandangan kabur dan mimpi buruk.
Ketamin juga sering menebabkan terjadinya disorientasi, ilusi sensoris dan
persepsi dan mimpi gembira yang mengikuti anesthesia, dan sering disebut dengan
emergence phenomena.
Ketamin lebih larut dalam lemak sehingga dengan cepat akan didistribusikan
ke seluruh organ.10 Efek muncul dalam 30 60 detik setelah pemberian secara I.V
dengan dosis induksi, dan akan kembali sadar setelah 15 20 menit. Jika diberikan
secara I.M maka efek baru akan muncul setelah 15 menit.
2,3

Apabila diberikan intravena maka dalam waktu 30 detik pasien akan
mengalami perubahan tingkat kesadaran yang disertai tanda khas pada mata berupa
kelopak mata terbuka spontan dan nistagmus. Selain itu kadang-kadang dijumpai
gerakan yang tidak disadari (cataleptic appearance), seperti gerakan mengunyah,
menelan, tremor dan kejang. Itu merupakan efek anestesi dissosiatif yang merupakan
tanda khas setelah pemberian Ketamin. Apabila diberikan secara intramuskular,
efeknya akan tampak dalam 5-8 menit, sering mengakibatkan mimpi buruk dan
halusinasi pada periode pemulihan sehingga pasien mengalami agitasi. Aliran darah
ke otak meningkat, menimbulkan peningkatan tekanan darah intrakranial.
2

Ketamin adalah obat anestesia yang bersifat simpatomimetik, sehingga bisa
meningkatkan tekanan darah dan jantung. Peningkatan tekanan darah akibat efek
inotropik positif dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer.
24
Pada dosis biasa, tidak mempunyai pengaruh terhadap sistem respirasi. dapat
menimbulkan dilatasi bronkus karena sifat simpatomimetiknya, sehingga merupakan
obat pilihan pada pasien asma.
2,5


Dosis dan pemberian
Ketamin merupakan obat yang dapat diberikan secara intramuskular apabila akses
pembuluh darah sulit didapat contohnya pada anak anak. Ketamin bersifat larut air
sehingga dapat diberikan secara IV atau IM. Dosis induksi adalah 1 2 mg/KgBB
secara I.V atau 5 10 mg/Kgbb I.M , untuk dosis sedatif lebih rendah yaitu 0,2
mg/KgBB dan harus dititrasi untuk mendapatkan efek yang diinginkan.
Untuk pemeliharaan dapat diberikan secara intermitten atau kontinyu.
Pemberian secara intermitten diulang setiap 10 15 menit dengan dosis setengah dari
dosis awal sampai operasi selesai. Dosis obat untuk menimbulkan efek sedasi atau
analgesic adalah 0,2 0,8 mg/kg IV atau 2 4 mg/kg IM atau 5 10 g/kg/min IV
drip infus.

Efek samping
Dapat menyebabkan efek samping berupa peningkatan sekresi air liur pada
mulut,selain itu dapat menimbulkan agitasi dan perasaan lelah , halusinasi dan mimpi
buruk juga terjadi pasca operasi, pada otot dapat menimbulkan efek mioklonus pada
otot rangka selain itu ketamin juga dapat meningkatkan tekanan intracranial. Pada
mata dapat menyebabkan terjadinya nistagmus dan diplopia.
2,5


RUMATAN ANESTESIA

Rumatan anesthesia dapat dilakukan secara :
1. Intravena (TIVA)
2. Inhalasi
3. Campuran intravena dan inhalasi
Rumatan anesthesia biasanya mengacu trias anesthesia yaitu tidur ringan
(hypnosis) sekedar tidak sadar, analgesia cukup, diusahakan agar pasien selama bedah
tidak menimbulkan nyeri dan relaksasi otot lurik yang cukup. Anestesia inhalasi yang
umum digunakan, yaitu :
N
2
O
25
Halotan
Enfluran
Isofluran
Sevofluran

N
2
O
N
2
O (gas gelak, laughing gas, nitrous oxide) dalam ruangan berbentuk gas tak
berwarna, bau manis, tidakiritasi, tidak terbakarm beratnya 1,5 kali berat udara.
Pemberian anesthesia dengan N
2
O harus disertai O
2
minimal 25%. Gas ini bersifat
anestetik lemah tetapi analgesia kuat, sehingga sering digunakan untuk mengurangi
nyeri menjelang persalinan. Pada anesthesia inhalasi jarang digunakan sendiri, tetapi
dikombinasikan dengan salah satu cairan anestetik lainnya seperti halotan dan
sebagainya. Pada akhir anesthesia setelah N
2
O dihentikan, maka N
2
O akan cepat
keluar mengisi alveoli, sehingga terjadi pengenceran O
2
dan terjadilah hipoksia difusi.
Untuk mengatasinya diberikan O
2
100% selama 5-10 menit.
7


Waktu awitan : inhalasi 2-5 menit
Absorpsi : cepat melalui paru
Metabolisme : tubuh <0,004%
Ekskresi : exhalasi

Efek samping :
Kardiovaskular : hipotensi
Gastrointestinal : mual dan muntah
Respiratori : apnea
Sistem saraf pusat : sakit kepala, pusing, eksitasi sistem saraf pusat

Isofluran
Isofluran merupakan halogenasi eter yang pada dosis atau subanestetik
menurunkan laju metabolism otak terhadap oksigen, tetapi meninggikan aliran darah
otak dan tekanan intracranial. Peninggian aliran darah otak dan trekanan intracranial
ini dapat dikurangi dengan teknik anesthesia hiperventilasi, sehingga isofluran sering
digunakan untuk bedah otak. Efek terhadap depresi jantung dan curah jantung
26
minimal, sehingga digemari unttuk anesthesia teknik hipotensi dan banyak digunakan
pada pasin dengan gangguan kororner. Isofluran dengan konsentrasi >1% terhadap
uterus hamil menyebabkan relaksasi dan kurang responsif jika diantisipasi dengan
oksitosin, sehingga dapat menyebabkan perdarahan paska persalinan. Dosis pelumpuh
otot dapat dikurangi sampai 1/3 dosis biasa jika menggunakan isofluran.
7


Waktu Awitan : 7 10 menit
Durasi : tergantung konsentrasi darah saat dihentikan
Metabolisme : hepas minimal
Ekskresi : ekshalasi gas

PELUMPUH OTOT

Pelumpuh otot terdiri dari 2 golongan, yaitu :
1. Pelumpuh otot depolarisasi
a. Succynilcholine
b. Dekametonium
2. Pelumpuh otot non-depolarisasi
a. Short acting : Mivacurium
b. Intermediate acting : Atracurium, Cis-atracurium, Vecuronium dan
Rocuroniun
c. Long acting : Pancuronium, Doxacuronium, dan
Pipecuronium
Golongan non-depolarisasi merupakan senyawa yang larut dalam air sehingga tidak
menembus sawar otak dan plasenta.

Atrakurium Besilat
Atrakurium merupakan obat pelumpuh otot non depolarisasi yang mempunya struktur
benzilisoquinolin yang berasal dari tanaman Leontice Leontopeltalum. Beberapa
keunggulan atrakurium dibandingkan dengan obat terdahulu antara lain :
Metabolisme terjadi didalam darah (plasma) terutama melalui suatu reaksi kimia
unik yang disebut eliminasi Hoffman Reaksi ini tidak tergantung ada fungsi
ginjal dan hati.
27
Tidak mempunyai efek kumulasi pada pemberian berulang.
Tidak menyebabkan perubahan fungsi kardiovaskuler yang bermakna

Dosis
Dosis intubasi : 0,5 0,6 mg/kgbb/IV
Dosis relaksasi otot : 0,5 0,6 mg/kgbb/IV
Dosis pemeliharaan : 0,1 0,2 mg/kgbb/IV

Mula dan lama kerja atrakurium bergantung pada dosis yang dipakai. Pada
umumnya mula kerja atrakurium pada dosis intubasi adalah 2 3 menit, sedangkan
lama kerja atrakurium dengan dosis relaksasi 15 35 menit.
Pemulihan fungsi saraf otot dapat terjadi secara spontan (sesudah lama kerja
obat berakhir) atau dibantu dengan pemberian antikolinesterase.

REVERSE

Prostigmin
Digunakan untuk reverse dari relaksan otot depolarisasi, pengobatan miastenia gravia,
ileus dan retensi urin paska bedah, pengobatan tambahan takikardi sinus dan
supraventrikuler.

Dosis : IV lambat, 0,05 mg/kgbb (dosis maksimal 5 mg)
Eliminasi : hati, esterase plasma
Aksi awitan : IV < 3menit
Lama aksi : IV 40 60 menit

Prostigmin menghambat hidrolisis asetilkolin melalui kompetisi dengan
asetilkolin untuk perlekatan dengan asetilkolinesterase dan menimbulkan akumulasi
asetilkolin yang mempermudah transmisi impuls melintasi sambungan
neuromuscular. Jika digunakan untuk reverse blockade neuromuscular, efek
kolinergik muskarinik (sakivasi, bradikardia) dapat dicegah dengan menggunakan
bersama atropine atau glikopirolat.

28
Efek samping :
Kardiovaskular
o Aritmia, hipotensi, takikardi, AV blok, henti jantung, sinkop,
kemerahan, ritme nodal
Sistem saraf pusat
o Kejang, disartria, disponia, hilang kesadaran, gelisah, sakit kepala
Dermatologis
o Kulit kemerahan, thrompoflebitis, urtikaria
Gastrointestinal
o Hiperperistaltik, mual, muntah, hipersalivasi, kram perut, disfagia,
flatulensi
Neuromuskular
o Kelemahan, fasikulasi, kram otot, spasme, atralgia
Okular
o Pupil miosis, lakrimasi
Respiratori
o Sekresi bronchial meningkat. Laringiospasme, bronkokonstriksi,
depresi napas, bronkospasme
Lain-lain
o Anafilaksis

Sulfas Atropin
2,3

Tujuan pemberian sulfas atropine untuk pengobatan bradikardia sinus, vagolitik
(premedikasi), reverse dari blockade neuromuscular, terapi tambahan untuk
bronkospasme dan tukak lambung.

Dosis
Reversi blokade neuromuskular : IV 0,015 mg/kg dengan antikolinesterasi neostigmin
IV 0,05 mg/kg
Aksi awitan : 45 60 detik
Lama aksi : blockade vagal 1 2 jam
Eliminasi : hati dan ginjal

29
Efek sulfas atropine :
Menurunkan sekresi saliva, bronkus, lambung dan merelaksasi otot polos
bronkus
Menekan tonus dan motilitas gastrointestinal, sfingter esophagus bagian
bawah dan menaikkan tekanan intraokuler (karena dilatasi pupil)
Dosis yang besar dapat meningkatkan suhu tubuh dengan mencegah sekresi
keringat
Blokade vagus perifer dari sinus dan nodus AV meningkatkan nadi
Penurunan sementara nadi pada dosis yang kecil disebabkan oleh efek agonis
kolinergik muskarinik perifer yang lemah
Pada dosis yang tinggi merangsang dan kemudian depresi medulla dan pusat
otak yang lebih tinggi

Efek samping sulfas atropine :
Kardiovaskular
o Takikardia (dosis tinggi), bradikardia (dosis rendah), palpitasi
Respirasi
o Depresi pernapasan
Sistem saraf pusat
o Kebingungan, halusinasi, kegugupan
Gastrointestinal
o Refleks gastroesofagus
Mata
o Midriasis, penglihatan kabur, peningkatan tekanan intraocular
Dermatologi
o Urtikaria
Lain-lain
o Keringat berkurang, alergi

ANALGETIK

Tramadol
30
Tramadol adalah analgesik kuat yang bekerja pada reseptor opiat. Tramadol
mengikat secara stereospesifik pada reseptor di sistem saraf pusat sehingga
menghambat sensasi nyeri dan respon terhadap nyeri. Disamping itu tramadol
menghambat pelepasan neurotransmiter dari saraf aferen yang sensitif terhadap
rangsang, akibatnya impuls nyeri terhambat. Tramadol peroral diabsorpsi dengan baik
dengan bioavailabilitas 75%. Tramadol dan metabolitnya diekskresikan terutama
melalui urin dengan waktu 6,3 7,4 jam.
Tramadol digunakan ntuk pengobatan nyeri akut dan kronik yang berat, nyeri pasca
pembedahan.
Dosis : Dewasa dan anak di atas 16 tahun :
Dosis umum : dosis tunggal 50 mg. Dosis tersebut biasanya cukup untuk
meredakan nyeri, apabila masih terasa nyeri dapat ditambahkan 50 mg setelah
selang waktu 4 6 jam.
Dosis maksimum 400 mg sehari.
Dosis sangat tergantung pada intensitas rasa nyeri yang diderita. Penderita
gangguan hati dan ginjal dengan bersihan klirens < 30 mL/menit : 50 100
mg setiap 12 jam, maksimum 200 mg sehari.
Dosis yang dianjurkan untuk pasien dengan cirrhosis adalah 50 mg setiap 12
jam.
Efek samping yang umum terjadi seperti pusing, sedasi, lelah, sakit kepala,
pruritis, berkeringat, kulit kemerahan, mulut kering, mual, muntah, dispepsia dan
konstipasi.
5,7



31
BAB III
DISKUSI KASUS

Pada pasien dengan rencana bedah untuk dilakukan remove plate screw pada fraktur
union radius dextra dan sinistra ini dilakukan anestesi umum dengan sungkup muka
dengan alasan :
Durasi operasinya diperkirakan singkat dan faktor resikonya lebih rendah
Pada pemeriksaan fisik dan penunjang diketahui bahwa keadaan pasien cukup
baik (ASA II)
Lambung dalam keadaan kosong
Tidak adanya manipulasi posisi kepala
Posisi pasien terlentang

Perjalanan operasi :
1. Pasien dibaringkan diatas meja operasi, kemudian dipasang monitor EKG dan
manset sfignomanometer. Lalu kita lakukan pemeriksaan tanda vital dan
pemasangan infus RL ini dikarenakan agar pasien tidak kekurangan cairan.
2. Diberikan premedikasi
a. Midazolam 2,5 mg agar pasien merasa nyaman. Dosis Midazolam IV
0.01 0.1 mg/kgbb = 0.75 7.5 mg, dimana masih termasuk dalam
dosis pemberian.
b. Analgetik Fentanyl 100 mcg yang berguna untuk menghilangkan rasa
sakit pada saat pembedahan. Dosis analgesik 1 3 g/kgbb = 75 225
g. Setelah 30 menit, pasien mengalami kenaikan tekanan darah dan
nadi yang menandakan pasien mulai merasakan nyeri, sehingga
diberikan Fentanyl tambahan 50 g.
3. Diberikan induksi propofol 200 mg yang membuat pasien dari keadaan sadar
menjadi tidak sadar.
4. Kedalaman anestesi dinilai dari tanda-tanda mata (bola mata menetap), nadi
tidak cepat dan terhadap rangsang operasi tidak banyak berubah. Jika stadium
anestesi sudah cukup dalam, reflek bulu mata hilang.
32
5. Dipasangkan sungkup muka dengan Isofluran 4%, N2O 2 liter/menit dan O2 2
liter/menit.
6. Pasien diberikan atrakurium 40 mg. Dosis atrakurium 0,5 0,6 mg/kgbb =
37,5 45 mg.
7. Selama operasi tanda-tanda vital diobservasi dan dicatat.
8. 30 menit setelah anestesi dimulai, dikarenakan operasi tidak selesai dalam 30
menit dan operator ventilasi kelelahan maka dilakukan pemasangan ETT.
- Anestesi umum dengan sungkup muka merupakan anestesi umum dengan
nafas spontan dengan sungkup muka dimana tidak diberikan obat
pelumpuh otot. Pada kasus ini, direncanakan untuk dilakukan anestesi
umum dengan sungkup muka seharusnya tidak diberikan obat pelumpuh
otot sehingga pasien dapat bernafas dengan spontan dan kejadian seperti
kelelahan akibat nafas kendali seperti pada pasien ini tidak akan terjadi.
- Dalam setiap tindakan anestesi harus selalu tetap dipersiapkan peralatan
intubasi dengan tujuan untuk persiapan tindakan apabila diperlukan
sewaktu-waktu pada saat durante anestesi dan pembedahan.
9. Operasi berlangung 1 jam 10 menit
10. Pasien diberikan Tramadol 100 mg, Ethiperan 10 mg.
a. Ethiperan (Metocloperamide) diberikan untuk mencegah mual dan
muntah paska operasi, rasa tidak nyaman pada ulu hati.
b. Tramadol diberikan sebagai analgesik paska bedah karena tramadol
dapat mengobati nyeri ringan sampai sedang secara efektif. Durasi
tramadol sekitar 9 jam sehingga dapat digunakan untuk mengurangi
nyeri paska bedah cukup lama.
11. Selama operasi pasien diberikan cairan RL 500 cc. Berdasarkan perhitungan
kebutuhan cairan, pengeluaran darah selama operasi, dan stress operasi
sedang, cairan yang diberikan belum mencukup kebutuhan cairan pasien.
12. Setelah pasien sadar, pasien dipindahkan ke ruang pulih dengan oksigenasi O
2
8 liter

dengan sungkup muka, pemeriksaan tanda-tanda vital menurut Aldrette
score :
a. Kesadaran : orientasi baik, dapat dibangunkan
b. Pernafasan : spontan, pasien dapat bernafas dalam, batuk
c. Warna kulit : merah muda, tanpa oksigen Sat O
2
>98%
d. Aktivitas : 4 ekstremitas bergerak
33
e. Kardiovaskular : tekanan darah 140/90 mmhg
Nadi : 85x/menit
SpO
2
: 99%
Pada pasien ini :
Kesadaran : 2
Warna kulit : 2
Aktivitas : 2
Respirasi : 2
Tekanan darah : 2
Jumlah pulih sadar :10
Kesimpulan : pasien diperbolehkan ke ruang perawatan

34
KESIMPULAN

Sebelum melakukan pembedahan elektif, pasien harus disiapkan supaya
berada dalam keaadaan optimal. Oleh karena itu, pembedahan elektif boleh ditunda
tanpa batas waktu tetapi sebaliknya pada operasi sito penundaan yang tidak perlu
harus dihindari. Pasien tergolong ASA II berdasarkan status fisik. Hal ini dikarenakan
pasien memiliki riwayat kehilangan kesadaran (2009), SGPT 46 mg/dl, foto thorax
dengan aorta elongasi NYHA I dengan klinis tenang.
Anestesi umum dengan sungkup muka merupakan anestesi umum dengan
nafas spontan dengan sungkup muka dimana tidak diberikan obat pelumpuh otot.
Dalam setiap tindakan anestesi harus selalu tetap dipersiapkan peralatan
intubasi dengan tujuan untuk persiapan tindakan apabila diperlukan sewaktu-waktu
pada saat durante anestesi dan pembedahan.
Sejak insisi pertama kali dilakukan hingga jahitan terakhir telah tercapai
trias anesthesia dengan memberikan obat-obatan anestesi seperti : fentanyl sebagai
analgesik, propofol sebagai induksi, atracurium sebagai relaksan, dan isofluran, N
2
O
sebagai obat anestesi inhalasi dan juga sebagai maintanance anastesia bekerja dengan
baik.
Setelah operasi selesai, pasien segera dipindahkan ke recovery room. Pasien
segera diperiksa nilai kesadarannya menggunakan Aldrette score. Penilaian tersebut
mencakup penilaian terhadap kesadaran, warna kulit, aktivitas, kardiovaskuler dan
respirasi. Pasien ini mendapat nilai 10/10 yang berarti pasien dapat dipindahkan ke
ruang perawatan.
Hasil tindakan anestesi yang baik didapatkan dengan persiapan yang baik
dan tepat dengan dimulainya pra-anaestesi, premedikasi, pemilihan teknik anestesi,
pemilihan obat-obatan anestesi serta melakukan pengawasan tanda-tanda vital selama
operasi dan tindakan pasca operasi.





35
DAFTAR PUSTAKA

1. Muhardi M, Roesli T, Sunatrio, Ruswan D. Anestesiologi. Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 1989.
2. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Departement Farmakologi dan
Terapeutik
Ed
5 farmakologi dan Terapi. Jakarta : Gaya Baru. 2007
3. Mangku G,dkk. Buku Ajar Ilmu Anasthesia dan Reanimasi. Cetakan pertama.
Jakarta : Universitas Udayana Indeks. 2010
4. Jaideep J Pandit. Intravenous Anaesthetic Drug. 2007. Anaesthesia And
Intensive Care Medicine 9:4. Diunduh dari :
http://www.philippelefevre.com/downloads/basic_sciences_articles/iv-
anaesthetic-agents/intravenous-anaesthetic-agents.pdf
5. Omoigui, S. Obat-obatan Anastesia. EGC : Jakarta. 1997
6. Mansjoer A, Triyanti K, Wardhani WI. Et all (editor). Kapita Selekta
Kedokteran. Cetakan keenam : Media Aesculapius FK UI. 2007
7. Latief SA. Suryadi KA. Dachlan MR, Petunjuk Praktis Anestesiologi dan
Terapi Intensif Edisi 3. Jakarta Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2007

You might also like