You are on page 1of 7

BAB 2

PEMBAHASAN
2.1 Kepemimpinan Menurut Islam
Ada beberapa dasar kepemimpinan di dalam Islam yang harus dijadikan
landasan dalam berorganisasi. Diantaranya sebagai berikut:
Pertama, tidak mengambil orang kafir atau orang yang tidak beriman sebagai
pemimpin bagi orang-orang muslim. Bagaimanapun, hal itu akan dapat
mempengaruhi kualitas keberagaman rakyat yang dipimpinnya, sebagaimana firman
Allah
dalam Surat An-Nisa ayat 144:




yaa ayyuhaa alladziina aamanuu laa tattakhidzuu alkaafiriina awliyaa-a min duuni
almu/miniina aturiiduuna an taj'aluu lillaahi 'alaykum sulthaanan mubiinaan

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang
kafir menjadi wali, dengan meninggalkan orang-orang mumin. Inginkah kamu
mengadakan alasan yang nyata bagi Allah [untuk menyiksamu] (QS. An-Nisa:144).

Dalam surat An-Nisa ayat 138 dan 139 juga memperkuat perintah Allah agar tidak
mengambil orang kafir sebagai pemimpin dengan meninggalkan orang-orang
mumin. Allah memperingatkan bahwa kekuatan itu milik Allah yang tidak
didapatkan pada diri orang-orang kafir.



basysyiri almunaafiqiina bi-anna lahum 'adzaaban aliimaan

Artinya: Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat
siksaan yang pedih, (QS. An-Nisa:138)

alladziina yattakhidzuuna alkaafiriina awliyaa-a min duuni almu/miniina
ayabtaghuuna 'indahumual'izzata fa-inna al'izzata lillaahi jamii'aan

Artinya: [yaitu] orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi pemimpin
dengan meninggalkan orang-orang mumin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi
orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah. (Qs. An-
Nisa:139)
Kedua, tidak mengangkat pemimpin dari orang-orang yang mempermainkan agama
Islam. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Al-Maidah ayat 57:


yaa ayyuhaa alladziina aamanuu laa tattakhidzuu alladziina ittakhadzuu diinakum
huzuwan wala'iban mina alladziina uutuu alkitaaba min qablikum waalkuffaara
awliyaa-a waittaquu allaaha in kuntum mu/miniina

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi
pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan,
[yaitu] di antara orang-orang yang telah diberi Kitab sebelummu, dan orang-orang
yang kafir [orang-orang musyrik]. Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-
betul orang-orang yang beriman. (QS. AL-Maidah: 57).

Ketiga, pemimpin harus mempunyai keahlian di bidangnya, pemberian tugas atau
wewenang kepada yang tidak berkompeten akan mengakibatkan rusaknya pekerjaan,
bahkan organisasi yang menaunginya. Sebagaimana sebuah hadits: Apabila suatu
urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, tunggulah masa kehancurannya. (HR.
Buchori-Muslim)
Keempat, pemimpin harus bisa diterima (acceptable), mencintai dan dicintai
ummatnya, mendoakan dan didoakan oleh ummatnya. Hal ini sebagaimana sabda
Rasulullah SAW: sebaik-baik pemimpin adalah mereka yang kamu cintai dan
mencintai kamu. Kamu berdoa untuk mereka dan mereka berdoa untuk kamu.
Seburuk-buruk pemimpin adalah mereka yang kamu benci, dan mereka membenci
kamu. Kamu melaknati mereka dan mereka melaknati kamu. (HR. Muslim).
Kelima, pemimpin harus mengutamakan membela dan mendahulukan kepentingan
ummat, menegakkan keadilan, melaksanakan syariat, berjuang menghilangkan segala
bentuk kemungkaran, kekufuran, kekacauan dan fitnah. Lihat QS. Al-Maidah ayat 8:




yaa ayyuhaa alladziina aamanuu kuunuu qawwaamiina lillaahi syuhadaa-a bialqisthi
walaa yajrimannakum syanaaanu qawmin 'alaa allaa ta'diluu i'diluu huwa aqrabu
lilttaqwaa waittaquu allaaha inna allaaha khabiirun bimaa ta'maluuna

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang
selalu menegakkan [kebenaran] karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan
janganlah sekali kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk
berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan (QS. AL-Maidah: 8).

Dan seorang pemimpin harus memiliki sifat shiddiq, amanah, tabligh dan
fathonah. Shiddiq artinya benar. Bukan hanya perkataannya yang benar, tapi juga
perbuatannya juga benar, sejalan dengan ucapannya. Amanah artinya benar-benar
bisa dipercaya. Jika satu urusan diserahkan kepadanya, niscaya orang percaya bahwa
urusan itu akan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Tabligh artinya menyampaikan
segala firman Allah yang ditujukan kepada manusia yang disampaikan oleh Nabi.
Dan fathonah berarti cerdas dalam menyampaikan dan menjelaskan ayat-ayat Allah,
dan mampu berdebat dengan orang-orang kafir dengan cara yang sebaik-baiknya.
(Ali, Marzuki)

2.2 Fungsi pemimpin menurut Islam
Fungsi pemimpin bukan sekedar menjaga masyarakat. Al Mawardi dalam al-
Ahkam as-Sulthaniyah menyebut fungsi pemimpin justru menjaga agama untuk
menegakkan syariat Allah. Seorang pemimpin, bagaimanapun besar kecil wilayah
kepemimpinannya selalu mengemban peran yang strategis. Hal ini dikarenakan
pemimpin menjadi penentu kemana arah dan gerak sebuah organisasi, sebagai Hadis
Rasulullah SAW:
Semua kalian adalah pemimpin dan bertanggung jawab terhadap nasib yang
dipimpinnya. Amir adalah pemimpin rakyat, dan bertanggungjawab terhadap
keselamatan mereka.
Memimpin sebuah bangsa tentulah berbeda dengan memimpin sebuah perusahaan,
baik dari segi kapasitas kemampuan yang diperlukan maupun tanggung jawab yang
dipikulnya.
Bermodal kemampuan managerial sudah cukup untuk memimpin sebuah
perusahaan. Tetapi untuk memimpin sebuah bangsa, sungguh tidaklah cukup hanya
dengan modal kemampuan menejerial semata. Sebab memimpin sebuah bangsa
bukan hanya membangun jalan, jembatan atau gedung. Tetapi lebih dari itu yakni
membangun manusia. Kesalahan mengatur perusahaan paling-paling resikonya
mengalami kerugian materi. Selanjutnya perusahaan dilikuidasi dan karyawannya di
PHK.
Dalam hal ini pemimpin perusahaan bisa pindah, bergabung dengan
perusahaan lain atau mencari investasi untuk mendirikan perusahaan baru. Sangat
berbeda dengan memimpin sebuah bangsa. Kesalahan dalam mengelolanya akan
berakibat sangat fatal. Bukan hanya menyangkut kerugian material dan beban hutang
yang tidak terselesaikan.
Kerusakan aqidah dan moral bangsa merusakkan budaya bangsa, yang akan
terus diwariskan dari generasi ke generasi. Memperbaikinya tidak cukup satu dua
tahun, bahkan mungkin tidak cukup satu generasi. Andai kerugian yang
ditimbulkannya hanya menyangkut urusan dunia, barangkali masih bisa dimaklumi.
Tetapi ini menyangkut kerugian dunia dan akhirat. Karenanya tidak dapat diganti
dengan uang berapapun banyaknya.
Kepemimpinan dalam Islam dipandang sebagai amanah. Seorang pemimpin
bangsa hakekatnya ia mengemban amanah Allah sekaligus amanah masyarakat.
Amanah itu mengandung konsekuensi mengelola dengan penuh tanggung jawab
sesuai dengan harapan dan dan kebutuhan pemiliknya. Karenanya kepemimpinan
bukanlah hak milik yang boleh dinikmati dengan cara sesuka hati orang yang
memegangnya. Oleh karena itu, Islam memandang tugas kepemimpinan dalam dua
tugas utama, yaitu menegakkan agama dan mengurus urusan dunia.

2.3 Rekonstruksi Pengembangan Masyarakat Islam
Di samping sistem keadilan, ada beberapa hal lagi yang menjadi tiang
penyanggah masyarakat Islam, terutama yang berkaitan dengan sistem politik Islam.
Dalam hal ini Abul Hasan Ali Al-Nadwi(1988:169- 170) mengatakan, paling tidak,
ada empat ciri masyarakat Islam, yaitu :
1. Mereka mempunyai pedoman kitab suci dan hukum Tuhan, sehingga mereka
tidak mengada-adakan hukum sesuka hati, karena hal itu adalah sumber
kejahilan, kesalahan dan penganiayaan.
2. Mereka menegakkan kekuasaan dan kepemimpinan bukannya tanpa
pendidikan moral dan pendidikan mental, sebagaimana kebanyakan tokoh-
tokoh zaman lampau maupun zaman sekarang, tetapi mereka telah menjalani
masa panjang di bawah pendidikan Nabi Muhammad SAW yang
mengutamakan dan menanamkan sikap jujur, amanah, adil, cerdas, transfaran
dan demokratis.
3. Mereka tidak berjuang untuk menegakkan kekuasaan dan kesejahteraan suatu
ras, bangsa atau negara tertentu saja, dan tidak pula bermaksud membangun
imperium Arab dan bernaung di bawah panji kebesarannya. Tetapi berjuang
untuk menegakkan syariat Allah dan mengusung misi kemanusiaan. Mereka
juga tak segan-segan menyebarkan kemajuan mereka ke bangsa lain, baik
berupa agama, ilmu pengetahuan, maupun pendidikan, dan tidak menempuh
politik diskriminatif berdasarkan warna kulit, keturunan maupun kebangsaan.
4. Mereka menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan, mereka
beranggapan bahwa manusia itu terdiri dari tubuh dan jiwa, meliputi hati, akal
budi, perasaan, dan badan jasmani. Kesemua unsur tersebut mesti
dikembangkan, dan mendapat perlindungan.

Keempat ciri pengembangan masyarakat Islam tersebut, jika dicermati secara
seksama, terlihat sangat realistis dan rasional jika menjadi pemicu semangat
kebangkitan bagi kaum muslimin. Karena agama Islam senantiasa hidup,
senantiasa menarik kembali umatnya dari jalan yang sesat kepada jalan aslinya
yang benar dengan mersusuarnya yang tinggi menjulang dan cahayanya yang
gemilang. Al-Quran al-sunnah tiada henti-hentinya membangkitkan semangat
revolusi dalam jiwa pembacanya melawan syirik, bidah, kebodohan dan
kesesatan; juga revolusi membongkar moralitas jahiliyah sampai ke akar-akarnya,
revolusi melawan kemewahan kaum borjuis, revolusi melawan tirani penguasa.
Untuk itu, maka metode rekonstruksi masyarakat Islam dapat ditempuh melalui
dua cara, yaitu jihad dan ijtihad. Sesungguhnya, menurut Al-Nadwi, secara politis
kepemimpinan Islam membutuhkan sifat-sifat yang rumit dan luas sekali, namun
bisa disimpulkan dalam dua kata yang sudah mencakup banyak makna, yaitu
jihad dan ijtihad tersebut. Jihad berarti perjuangan, yaitu mengerahkan segala
usaha dan daya untuk memperoleh tujuan maksimal.
Tujuan utama muslim ialah taat kepada Allah, mencari ridha-Nya, tunduk
pada hukum-Nya, dan berserah diri pada segala perintah-Nya. Hal ini menuntut
perjuangan yang berat dan panjang melawan segala akidah, pendidikan, moral,
citacita aspirasi yang menyimpang serta segala yang mengancam pelaksanaan
hukum Allah dan ibadah kepada-Nya. Ijtihad berarti kesungguhan menegakkan
hukum. Barang siapa memimpin kaum muslimin harus mampu melaksanakan
hukum secara benar yang menyangkut segala aspek kehidupan kaum muslimin,
kehidupan bangsa-bangsa di dunia dan bangsa-bangsa di bawah kekuasaannya
dalam berbagai problema yang timbul, yang tak dapat dipecahkan dengan
peraturan ilmu fikih atau fatwa-fatwa yang ada. Dalam hal demikian, seorang
pemimpin harus menggali semangat Islam dan memahami rahasia syariat serta
berpijak pada dasar ajaran Islam.

You might also like