You are on page 1of 18

makalah PERKEMBANGAN MORAL PESERTA DIDIK

BAB I
PENDAHULUAN


A. LATAR BELAKANG MASALAH
Saat ini kualitas peserta didik di indonesia menjadi fenomena dan permasalahan yang
mengglobal di seluruh penjuru, baik di desa dan di kota, moral, intelek, kreativitas dan bakat
khusus dari peserta didik merubah sistem yang seharusnya, siswa yang dituntut bermoral,
berintelek, kreatif dan mampu mengembangkan bakat khususnya sesuai tujuan pendidikan telah
jauh dari harapan dan impian bangsa, saat ini banyak terjadi kesalahan-keasalahan dri pihak
pendidik yang terlalu memberikan kebebasan. Banyak siswa yang acuh-tak acuh pada
kualitasnya, karena kurangnya bimbingan dari piahak pendidik.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian perkembangan secara umum?
2. Bagaimana perkembangan moral peserta didik?
3. Bagaimana perkembangan intelek peserta didik?
4. Bagaimana perkembangan kretivitas peserta didik?
5. Bagaimana perkembangan bakat khusus peserta didik?

C. TUJUAN
1. Mampu mengetahui pengertian perkembangan secara umum
2. mampu menguraikan perkembangan moral peserta dididk
3. dapat menjelaskan tentang perkembangan intelek peserta didik
4. mengetahui perkembangan kreativitas peserta didik
5. mampu mendeskripsikan hal-hal terkaait bakat khusus peserta didik
BAB II
PEMBAHASAN
PERKEMBANGAN MORAL, INTELEK, KREATIVITAS, DAN BAKAT KHUSUS
PESERTA DIDIK

A. PERKEMBANGAN
Pengertian
Pada dasarnya, perkembangan merujuk kepada perubahan sistematik tentang fungsi-
fungsi fisik dan psikis. Perubahan fisik meliputi perkembangan biologis dasar sebagai hasil dari
konsepsi (pembuahan ovum oleh sperma), dan hasil dari interaksi proses biologis dan genetika
dengan lingkungan. Sementara perubahan psikis menyangkut keseluruhan karakteristik
psikologis individu, seperti perkembangan kognitif, emosi, sosial dan moral.1[1]
Perkembangan dapat diartikan sebagai proses perubahan kuantitatif dan kualitatif
individu dalam rentang kehidupannya, mulai dari masa konsepsi, masa bayi, masa kanak-kanak,
masa anak, masa remaja, sampai masa dewasa. Perkembangan dapat diartikan juga sebagai suatu
proses perubahan dalam diri individu atau organisme, baik fisik (jasmaniyah) maupun psikis
(rohaniyah) menuju tingkat kedewasaan atau kematangan yang berlangsung secara sistematis,
progresif, dan berkesinambungan.
Ciri-ciri Perkembangan
serta organ-organ tubuh lainnya, dan (b) aspek psikis: semakin bertambahnya perebendaharaan
kata dan matangnya kemampuan berfikir, mengingat, serta Terjadinya perubahan ukuran, dalam
(a) aspek fisik: perubahan tinggi dan berat badan menggunakan imajinasi kreatif.
Terjadinya perubahan proporsi dalam (a) aspek fisik: proporsi tubuh anak berubah sesuai dengan
fase perkembangannya, dan pada usia remaja proporsi tubuh anak mendekati proporsi tubuh usia
dewasa, dan (b) aspek psikis: perubahan imajinasi dari yang fantasi ke realitas, dan perubahan
perhatiannya dari yang tertuju kepada dirinya sendiri perlahan-lahan beralih kepada orang lain
(khususnya teman sebaya).
Lenyapnya tanda-tanda lama dalam (a) aspek fisik: lenyapnya kalenjar thymus (kalenjar anak-
anak) yang terletak pada bagian dada, rambut halus, dan gigi susu, dan (b) aspek psikis:
lenyapnya masa mengoceh (meraban), bentuk gerak-gerik kanak-kanak (seperti merangkak) dan
prilaku impulsif (melakukan sesuatu sebelum berfikir).

1[1] Syamsu Yusuf, Nani M. Sugandhi, Perkembangan Peserta Didik, hlm 1
Munculnya tanda-tanda baru dalam (a) aspek fisik: tumbuh dan pergantian gigi dan matangnya
organ-organ seksual pada usia remaja, baik primer (menstruasi pada wanita dan mimpi basah
pada pria) maupun sekunder (membesarnya pinggul dan buah dada pada wanita, dan tumbuhnya
kumis serta perubahan suara pada pria) dan (b) aspek psikis: berkembangnya rasa ingin tahu,
terutama yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan, lingkungan alam, nilai-nilai moral, dan
agama.

B. PERKEMBANGAN MORAL PADA PESERTA DIDIK
Pengertian Moral
Secara etimologis, kata moral berasal dari kata mos dalam bahasa Latin, bentuk jamaknya
mores, yang artinya adalah tata-cara dalam kehidupan, adat-istiadat atau kebiasaan.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989: 592), moral diartikan sebagai akhlak, budi
pekerti, atau susila. Secara terminologis, terdapat berbagai rumusan pengertian moral, yang dari
segi substantif materiilnya tidak ada perbedaan, akan tetapi bentuk formalnya berbeda.

Ada beberapa pendapat para ahli tentang pengertian moral yaitu2[2]
Widjaja (1985: 154) menyatakan bahwa moral adalah ajaran baik dan buruk tentang perbuatan
dan kelakuan (akhlak).
Al-Ghazali (1994: 31) mengemukakan pengertian akhlak, sebagai padanan kata moral, sebagai
perangai (watak, tabiat) yang menetap kuat dalam jiwa manusia dan merupakan sumber
timbulnya perbuatan tertentu dari dirinya secara mudah dan ringan, tanpa perlu dipikirkan dan
direncanakan sebelumnya.
Wila Huky, sebagaimana dikutip oleh Bambang Daroeso (1986: 22) merumuskan pengertian
moral secara lebih komprehensip rumusan formalnya sebagai berikut :
1. Moral sebagai perangkat ide-ide tentang tingkah laku hidup, dengan warna dasar
tertentu yang dipegang oleh sekelompok manusia di dalam lingkungan tertentu.
2. Moral adalah ajaran tentang laku hidup yang baik berdasarkan pandangan hidup
atau agama tertentu.

2[2] Mohammad Ali, Mohammad Asrori, (Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik), hlm
136
3. Moral sebagai tingkah laku hidup manusia, yang mendasarkan pada kesadaran,
bahwa ia terikat oleh keharusan untuk mencapai yang baik , sesuai dengan nilai dan norma yang
berlaku dalam lingkungannya
Shaffer, moral pada dasarnya merupakan rangkaian nilai tentang berbagai macam prilaku yang
harus dipatuhi
Rogers, moral merupakan kaidah norma dan pranata yang mengatur prilaku individu dalam
hubungannya dengan kelompok sosial dan masyarakat. Moral merupakan standar baik-buruk
yang ditentukan bagi individu oleh nilai-nilai sosial budaya dimana individu oleh nilai-nilai
sosial budaya dimana individu sebagai anggota sosial
Moralitas merupakan aspek kepribadian yang diperlukan seseorang dalam kaitannya
dengan kehidupan sosial secara harmonis, adil, dan seimbang. Prilaku moral diperlukan demi
terwujudnya kehidupan yang damai penuh keteraturan, ketertiban, dan keharmonisan.
Tokoh yang paling dikenal dalam kaitannya dengan pengkajian perkembangan moral
adalah Lawrence E. Kohlberg. Melalui disertasinya yang sangat monumental yang berjudul The
Depelovment of Modes of Moral Thinking and Choice in The Years 10 to 16 yang
diselesaikannya di University of Chicago.
John Dewey yang kemudian dijabarkan oleh Jean Piaget mengemukakan 3 tahap
perkembangan moral
Tahap moral
Ditandai bahwa anak belum menyadari keterikatannya pada aturan
Tahap konvensional
Ditandai dengan berkembangnya kesadaran akan kataatan pada kekuasaan
Tahap otonom
Ditandai dengan berkembangnya keterikatan pada aturan yang didasarkan pada resiprositas
Pengertian Pendidikan Moral
Pendidikan moral berusaha untuk mengembangkan pola prilaku seseorang sesuai dengan
kehendak masyarakatnya. Kehendaknya ini berwujud moralitas atau kesusilaan yang berisi nilai-
nilai dan kehidupan yang berada dalam masyarakat. Karena menyangkut 2 aspek inilah yaitu (a)
Nilai-nilai, dan (b) kehidupan nyata, maka pendidikan moral lebih banyak membahas masalah
dilema (seperti makan buah siamalakama) yang berguna untuk mengambil keputusan moral yang
terbaik bagi diri dan masyarakatnya.3[3]
Berdasarkan tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam GBHN dan tujuan
kelembagaan sekolah serta tujuan pendidikan moral yang duberikan pada tingkat sekolahdan
perguruan tinggi, maka pendidikan moral di indonesia bisa dirumuskan sebagai berikut
Pendidikan moral adalah suatu program pendidikan (sekolah dan luar sekolah) yang
mengorganisasikan dan menyederhanakan sumber-sumber moral dan disajikan dengan
memperhatikan pertimbangan psikologis untuk tujuan pendidikan.4[4]
Konsep Moral Dan Pertimbangan Moral
Keefektifan pendidikan moral di sekolah diteliti oleh Harshorne dan May pada tahun
1928-1930. Dari penelitian tersebut ditemukan hal-hal berikut5[5]
1. pendidikan watak atau karakter dan pengajaran agama di kelas tidak memengaruhi pendidikan
prilaku moral.
2. pendidikan etika yang dilakukan dengan cara pengklarifikasian nilai, yakni pengajaran tentang
aturan-aturan berprilaku benar dan baik di sekolah sedikit berpengaruh terhadap pembentukan
moral sebagaimana yang dikehendaki.
Menurut Freud, Peck, Kohlberg, dan Hoffman, temuan penelitian Hartsshorne dan May
dapat diinterpretasikan bahwa pendidikan moral si sekolah tidak efektif. Ketidak efektifan itu
disebabkan oleh karakter moral telah dibentuk lebih awal di rumah karena pengaruh orang tua,
karakter moral juga dianggap sebagai sesutau yang tidak tetap dan merupakan emosi mendalam
yang keberadannya tidak konsisten. Seseorang berprilaku amoral disebabkan oleh faktor-faktor
situasional dan bukan merupakan hasil pemikiran yang didasarkan atas pertimbangan moral.
Oleh karena itu, prilaku amoral bukan merupkan refleksi dari pengalaman pendidikan yang
berpusat pada nilai-nilai moral yang diajarkan. Hal inilah yang menjadi penyebab mengapa
pendidikan moral selama dekade tersebut dinyatakan kurang berhasil, bahkan dianggap gagal,
yaitu karena kurang mengikutsertakan faktor kognitif.

3[3]Nurul zuriah, Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan, hlm 19
4[4] Ibid hlm 22
5[5] Sjarkawi, Pembentukan Kpribadian Anak, Peran Moral, Intelektual, Emosional, dan Sosial sebagai
Wujud Integritas Membangun Jati Diri, hlm 37
Teori Pendidikan Moral
Dewey menyatakan bahwa pada dasarnya tujuan pendidikan adalah mengembangkan
kemampuan intelektual dan moral, prinsip-prinsip psikologi dan etika dapat membantu sekolah
untuk meningkatkan seluruh tugas pendidikan dalam membangun kpribadian siswa yang
kuat.6[6]
Shaver mengemukakan bahwa sekolah sebagai lembaga pendidikan bertanggung jawab
untuk meningkatkan kemampuan berpikir dan kecakapan siswa dalam menetapkan suatu
keputusan untuk bertindak atau untuk tidak bertindak. Kemampuan demikian terkait dengan
nilai-nilai, terutama nilai yang bersifat humanis. Oleh karena itu, sekolah sebagai lembaga
pendidikan mempunyai beban dan tanggung jawab untuk melaksanakan pendidikan moral dan
membantu siswa menegmbangkan cara berpikinya dalam menetepkan keputusan moralitasnya.
Rats menyatakan bahwa sekolah harus lebih sensitif pada masalah kemampuan berfikir
moral dan keterampilan berprilaku moral. Sekolah bukan saja harus memerhatikan secara khusus
aspek intelektual dan prilaku moral, tetapi lebih dari itu, yaitu seluruh fungsi dan isi pendidikan
di sekolah harus didasarkan pada suatu rencana kerja serta kurikulum yang mengarah kepada
usaha nyata demi tercapainya peningkatan moral.
Goods menegaskan bahwa negara yang mengakui agama dan sekolah agama, maka
pendidikan moral di sekolah diajarkan melauli pendidikan moral di sekolah diajarkan melalui
pendidikan agama atau sekolah agama, sedangkan negara yang tidak mengakui agama, pendidika
moral diajarkan melalui pendidikan kewarganegaraan atau civics. Menurut Goods Ppendidikan
moral dapat dilakukan secara formal maupun insidental, baik di sekolah maupun di lingkungan
rumah.

Pasal 1 ayat 1 uu no 20 thn 2003 tentang sistem pendidikan nasional menegaskan bahwa
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi diri nya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kpribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Selanjutnya pasal 3
menegaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk

6[6]Ibid. Hlm 42
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada tuhan yang maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.
Pendidikan moral merupakan bagian lingkungan yang berpengaruh, darancang secara
sengaja untuk mengembangkan dan mengubah cara berpikir dan bertindak dalam situasi moral.
Sebagaimana pendidikan pada uumnya.
Ryan mengemukakan 3 teori tentang usaha menumbuhkan dan mengembangkan moral
yaitu7[7]
1. Teori perkembangan kognitif
Teori ini pada awalnya dikemukakan oleh dewey, dilanjutkan piaget, dan disempurnakan
oleh kohlberg, damon, mosher, perry, dan lain-lain. Menurut teori ini, moral manusia tumbuh
dan berkembang sesuai dengan tahapan-tahapan perkembangan berdasarkan tingkat
pertimbangan moral. Tingkat pertimbangan moral, urutannya sedemikian tetap, dari tingkat yang
rendah menuju ke tingkat yang lebih tinggi. Tingkat pertimbangan moral dianggap suatu proses
moral dalam menetapkan suatu keputusan. Dasar pemikiran moral berladas pada filsafat moral
yang mengacu pada prinsip-prinsip keadilan, konsep-konsep persamaan dan saling terima.
2. teori belajar sosial
Teori ini bersumber dari ajaran empirisnya locke dan teori behaviorismenya watson dan
skinner, yang memandang hakikat manusia seperti kertas ksong yang siap ditulis masyarakat dan
memebentuk pengalamannya. Masyarakat yang multidimensi menentukan individu melalui
keluarga, kelompok etnik, dan sosial budayanya secara menyeluruh. Pandangan ini menegaskan
bahwa untuk terwujudnya moralitas, pendidikan moral hendaknya mempelajari mengenai apa
saja yang seharusnya dikerjakan setiap orang dalam masyarakatnya.
3. teori psikoanalitik
Teori ini memandang hakikat manusia sebagai makhlik yang dikendalikan oleh hati
nurani dan sulit dikontrol. Agen2 masyarakat, khususnya orang tua harus turut campur tangan
dalam menentukan dan membentuk prilaku anak untuk kebaikan individu dan masyarakatnya


7[7] Ibid hlm 45
Tujuan Pendidikan Moral
Frankena mengemukakan 5 tujuan pendidikan moral sebagai berikut8[8]
1. Mengusahakan suatu pemahamanpandangan moral ataupun cara-cara moral dalam
mempertimbangkan tindakan-tinadakan dan penetapan keputusan apa yang seharusnya
dikerjakan, seperti membedakan hal estetika, legalitas, atau pandangan tentang kebijakan
2. Membantu mengembangkan kepercayaan atau pengadobsian satu atau beberapa prinsip umum
yang fundamental, ide atau nilai sebagai suatu pijakan atau landasan untuk mempertimbangkan
moral dalam menetapkan suatu keputusan.
3. Membantu mengembangkan kepercayaan pada norma-norma konkret, nilai-nilai, kebaikan-
kebaikan.
4. Mengembangkan suatu kecendrungan untuk melakukan sesuatu yang secra moral baik dan
benar.
5. Meningkatkan pencapaian refleksi otonom, pengendalian diri atau kebebasan mental spritual.
C. PERKEMBANGAN INTELEK
Pengertian
Intelek berasal dari bahasa Inggris intelect yang menurut Chaplin diartikan senbagai9[9]
1. Proses kognitif, proses berpikir, daya menghubungkan, kemampuan menilai, dan kemampuan
mempertimbangkan
2. Kemampuan mental atau intelegensi
Menurut Mahfudin Shalahuddin dinyatakan bahwa intelek adalah akal budi atau
intelegensi yang berarti kemampuan untuk meletakkan hubungan dari proses berpikir.
Selanjutnya, dikatakan bahwa orang yang intelegent adalah orang yang dapat menyelesaikan
persoalam dalam waktu yang lebih singkat, memahami masalahnya lebih cepat dan cermat, serta
mampu bertindak cepat.
Jean Piaget mendefenisikan intellect adalah akal budi berdasarkan aspek-aspek kognitifnya,
khususnya proses berfikir yang lebih tinggi,
Istilah inteligensi, semula berasal dari bahasa latin intelligere yang berarti menghubungkan
atau menyatukan satu sama lain. Menurut Wiiliam Stern, salah seorang pelopor dalam penelitian

8[8] Ibid, hlm 49
9[9] Mohammad Ali, Mohammad Asrori, Psikologi Remaja (Perkembangan Peserta Didik), 26-27
inteligensi, mengatakan bahwa inteligensi adalah kemampuan untuk menggunakan secara tepat
alat-alat bantu dan pikiran guna menyesuaikan diri terhadap tuntutan-tuntutan baru. Menurut
Jean Piaget diartikan sama dengan kecerdasan, yaitu seluruh kemampuan berfikir dan bertindak
secara adaptif, termasuk kemampuan mental yang kompleks seperti berfikir, mempertimbngkan,
menganalisis, mensintesis, mengevaluasi, dan menyelesaikan persoalan-persoalan. Jean Piaget
mengatakan bahwa inteligensi adalah seluruh kemungkinan koordinasi yang memberi struktur
kapada tingkah laku suatu organisme sebagai adaptasi mental terhadap sesuatu baru. Dalam arti
sempit, intelegensi diartikan sebagai inteligensi operasional, termasuk pula tahapan-tahapan yang
sejak dari periode sensorimotoris sampai dengan operasional formal. Sedangkan Leis Hedison
Terman berpendapat bahwa inteligensi adalah kesanggupan untuk belajar secara abstrak.
Berdasarkan urauan di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian intelek tidak berbeda
dengan pengertian inteligensi yang memiliki arti kemampuan untuk malakukan abstraksi, serta
berpikir logis dan cepat sehingga dapat bergerak dan menyesuaikan diri terhadap sesuatu baru.
Tahapan Perkembangan Intelek
Jean Piaget membagi perkembangan intelek/kognitif menjadi empat tahapan10[10]
1) Tahap sensori-motoris
2) Tahap praoperasional
3) Tahap operasional konkret
4) Tahap operasional formal
Membantu Perkembangan Intelek Peserta Didik
Kondisi psikologis yang perlu diciptakan agar peserta didik merasa aman secara psikologis
sehingga mampu mengembangkan kemampuan intelektualnya adalah sebagai berikut.11[11]
1. Pendidik menerima peserta didik secara positif sebagaimana danya tanpa syarat, artinya apapun
keberadaan peserta didik dengan segala kekuatan dan kelemahannya harus diterima dengan baik
2. Pendidik menciptakan suasana dimana peserta didik tidak terlalu dinilai orang lain. Memberi
penilaian terhadap peserta didik dengan berlebihan dapat dirasakan sebagai ancaman sehungga
menimbulkan kebutuhan akan pertahanan diri.

10[10] Ibid, hlm 27
11[11] Ibid, hlm 36
3. Pendidik memberikan pengertian dalam arti dapat memahami pemikiran, perasaan, dan prilaku
peserta didik, serta melihat sesuatu dari sudut pandang mereka. Dalam suasana seperti ini peserta
didik akan merasa aman untuk mengembangkan dan mengemukakan pemikiran atau ide-idenya.
4. Memahami pemikiran, perasaan, dan prilaku remaja, menempatkan diri dalam situasi remaja,
serta melihat sesuatu dari sudut pandang mereka. Dalam suasana seperti ini pesrta didik akan
merasa aman untuk mengembangkan pemikiran atau ide-idenya.
5. Memberikan suasana psikologis yang aman bagi peserta didik untuk mengemukakan pikiran-
pikirannya sehingga terbiasa berani mengembangkan pemikirannya sendiri.
D. PERKEMBANGAN KREATIVITAS
Pengertian
Kreativitas didefenisikan secara berbeda-beda oleh para pakar berdasarkan sudut pandang
masing-masing. Perbedaan dalam sudut pandang ini menghasilkan berbagai definisi kreativitas
dengan penekanan yang berbeda-beda, diantaranya: 12[12]
Barron, mendefenisikan bahwa kreativitas adalah kemampuan unutuk menciptakan sesuatu yang
baru. Sesuatu yang baru disini bukan berarti harus sama sekali baru, tetapi dapat juga sebagai
kombinasi dari unsur-unsur yang telah ada sebelumnya.
Guilford, menyatakan bahwa kreativitas mengacu pada kemampuan yang menandai ciri-ciri
seorang kreatif. Lebih lanjut Guilford mengemukakan dua cara berpikir, yaitu cara berfikir
konvergen dan divergen. Cara berfikir konvergen adalah cara-cara individu dalam memikirkan
sesuatu dengan berpandangan bahwa hanya ada satu jawaban yang benar. Sedangkan cara
berfikir divergen adalah kemampuan individu untuk mencari berbagai alternatif jawaban
terhadap suatu persoalan. Dalam kaitannya dengan kreativitas, Guilford menekankan bahwa
orang-orang kreatif lebih banyak memiliki cara-cara berfikir divergen daripada konvergen.
Utami Munandar, mendefinisikan kreativitas adalah kemampuan yang mencerminkan kelancaran,
keluwesan, dan orisinalitas dalam berfikir serta kemampuan untuk mengolaborasi suatu gagasan.
Rogers, mendefinisikan kreativitas sebagai proses munculnya hasil-hasil baru ke dalam suatu
tindakan. Hasil-hasil baru itu muncul dari sifat-sifat individu yang unik yang berinteraksi dengan
individu lain, pengalaman maupun keadaan hidupnya.
Pendekatan Terhadap Kreativitas

12[12] Ibid, hlm 41
Pendekatan dalam studi kreativitas dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu13[13]
1. Pendekatan psikologis
Pendekatan ini lebih melihat kreativitas dari segi kakuatan yang ada dalam diri individu
sebagai faktor-faktor yang menentukan kreativitas, seperti inteligensi, bakat, motivasi, sikap,
minat, dan disposisi kepribadian lainnya. Salah satu pendekatan psikologis yang digunakan
untuk menjelaskan kreativitas adalah pendekatan holistik
2. Pendekatan sosiologis
Pendekatan ini berasumsi bahwa kreativitas individu merupakan hasil dari proses iteraksi
sosial, dimana individu dengan segala potensi dan disposisi kepribadiannya dipengaruhi oleh
lingkungan sosial tempat individu itu berada, yang meliputi ekonomi, politik, kebudayaan, dan
peranan keluarga.
Arieti mengemukakan beberapa faktor sosiologis yang kondusif bagi perkembangan
kreativitas yaitu14[14]
1. tersedianya sarana-sarana kebudayaan
2. keterbukaan terhadap keberagaman cara berfikir
3. adanya keleluasaan bagi berbagai media kebudayaan
4. adanya toleransi terhadap pandangan-pandangan yang divergen, dan
5. adanya penghargaan yang memadai terhadap orang-orang yang berprestasi
Tahap-tahap Kreativitas
a) Persiapan
b) Inkubasi
c) Iluminasi
d) Verifikasi
Karakteristik Kreativitas
Clark mengemukakan karakteristik kretivitas adalah sebagai berikut15[15]
1) Memiliki disiplin diri yang tinggi
2) Memiliki kemandirian yang tinggi

13[13] Ibid, hlm 45
14[14] Ibid, hlm 46
15[15] Ibid, hlm 53
3) Cendrung sering menentang otoritas
4) Memiliki rasa humor
5) Mampu menentang tekanan kelompok
6) Lebih mampu menyesuaikan diri
7) Senang berpetualangan
8) Toleran terhadap ambiguitas
9) Kurang toleran terhadap hal-hal yang membosankan
10) Memiliki kemampuan berfikir divergen yang tinggi
11) Memiliki memori dan atensi yang baik
12) Memiliki wawasan yang luas
13) Memerlukan situasi yang mendukung
14) Sensitif terhadap lingkungan
15) Memiliki rasa ingin tahu yang tinggi
16) Memiliki nilai setetik yang baik
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kreativitas
Clark mengkategorikan faktor-faktor yang memepengaruhi kretivitas ke dalam dua kelompok,
yaitu faktor yang mendukung dan yang menghambat. Faktor-faktor yang dapat mendukung
perkembangan kreativitas adalah
a. Situasi yang menghadirkan ketidak lengkapan serta keterbukaan
b. Situasi yang memungkunkan dan mendorong timbulnya banyak pertanyaan
c. Situasi yang dapat mendorong dalam rangka menghasilkan sesuatu
d. Situasi yang mendorong tanggungjawab dan kemandirian
e. Situasi yang menekankan inisiatif untuk menggali, mengamati, bertanya, merasa,
mengklasifikasikan, mencatat, menguji hasil pikiran dan mengkomunikasikan.
f. Perhatian dari orang tua terhadap minat anaknya

Sedangkan faktor-faktor yang menghambat berkembangnya kreativitas adalah
a) Adanya kebutuhan akan keberhasilan, ketidak beranian dalam menanggung resiko, atau upaya
mengejar sesuatu yang belum diketahui
b) Konformitas terhadap teman-teman kelompoknya dan tekanan sosial
c) Kurang berani dalam melakakukan eksplorasi, menggunakan imajinasi dan penyelidikan
d) Tidak menghargai fantasi dan khyalan
e) otoritarianisme

Upaya Membantu Perkembangan Kreativitas Peserta Didik
1. Pembimbing berusaha memahami pikiran dan perasaan anak
2. Pembimbing mendorong anak untuk mengungkapkan gagasan-gagasannya tanpa mengalami
hambatan
3. Pembimbing lebih menekankan pada proses daripada hasil sehingga pembimbing dituntut
mampu memandang permasalahan anak sebagai bagian dari keseluruhan dinamika
perkembangan dirinya.
4. Pembimbing berusaha menciptakan lingkungan yang bersahabat, bebas dari ancaman, dan
suasana penuh saling menghargai.
5. Pembimbing tidak memaksakan pendapat, pandangan, atau nilai-nilai tertentu kepada anak
6. Pembimbing berusaha menempatkan aspek berfikir dan perasaan secara seimbang dalam proses
bimbingan
E. PERKEMBANGAN BAKAT KHUSUS
Pengertian
Bakat mengandung makna kemampuan bawaan yang merupakan potensi yang masih perlu
pengembangan dan latihan lebih lanjut, bakat merupakan potensi yang masih memerlukan ikhtiar
pengembangan dan pelatihan secara serius dan sistematis agar dapat terwujud. Bakat berbeda
dengan kemampuan yang mengandung makna sebagai daya untuk melakukan sesuatu, sebagai
hasil pembawaan dan latihan. Bakat juga berbeda dengan kapasitas, yaitu kemampuan yang
dapat dikembangkan di masa yang akan datang apabila latihan dilakukan secara optimal. Dengan
demikian dapat disarikan bahwa bakat masih merupakan suatu potensi yang akan muncul setelah
memperoleh pengembangan dan latihan. Adapun kemampuan dan kapasitas sudah merupakan
suatu tindakan yang dapat dilaksanakan atau akan dapat dilaksanakan.
Jadi yang disebut bakat adalah kemampuan alamiah untuk memperoleh pengetahuan dan
keterampilan, baik yang bersifat umum maupun yang bersifat khusus. Bakat umum apabila
kemampuan berupa potensi tersebut bersifat umum. Sedangkan bakat khusus apabila
kemampuan yang berupa potensi tersebut bersifat khusus. Misalnya bakat akademik, sosial dan
seni kinestetik. Bakat khusus ini biasanya disebut dengan talent, sedangkan bakat umum sering
disebut dengan istilah gifted. Oleh karena itu, anak yang memiliki bakat khusus menonjol sering
disebut dengan istilah talented children, 16[16]sedangkan anak yang memiliki bakat intelektual
menonjol sering disebut dengan istilah gifted children.
Dengan bakat, memungkinkan seseorang untuk mencapai prestasi dalam bidang tertentu.
Tetapi untuk mewujudkan bakat ke dalam suatu prestasi diperlukan latihan, pengetahuan,
pengalaman, dan motivasi. Seorang yang memiliki potensi bakat musik tetapi tidak memperoleh
kesempatan mengembangkannya, bakat musiknya tidak dapat berkembang dan terwujud dengan
baik.
Jenis-Jenis Bakat Khusus
Bakat khusus (talent) adalah kemampuan bawaan berupa potensi khusus dan jika memperoleh
kesempatan berkembang dengan baik, akan muncul sebagai kamampuan khusus dalam bidang
tertentu sesuai potensinya.
Conny Semiawan dan Utami Munadar mengklasifikasikan jenis-jenis bakat khusus, baik
yang masih berupa potensi maupun yang sudah terwujud menjadi 5 bidang yaitu:17[17]
1. bakat akademik khusus
2. bakat kreatif-produktif
3. bakat seni
4. bakat kinestetik/psikomotorik
5. bakat sosial
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Peserta Didik
Ada sejumlah faktor yang mempengaruhi perkembangan bakat khusus yang secara garis besar
dikelompokkan menjadi faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal
dari dalam diri individu. Faktor-faktor internal tersebut adalah
1. minat
2. motif berprestasi
3. keberanian mengambil resiko
4. keuletan dalam menghadapi tantangan
5. kegigihan atau daya juang dalam mengatasi kesulitan yang timbul

16[16] Ibid, hlm 78
17[17] Ibid, hlm 79
Adapun faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berasal dari lingkungan individu
tumbuh dan berkembang. Faktor-faktor eksternal meliputi:
1. kesempatan maksimal untuk mengembangkan diri
2. sarana dan prasana
3. dukungan dan dorongan orangtua/keluarga
4. lingkungan tempat tinggal, dan
5. pola asuh orangtua
Upaya Pengembangan Bakat Khusus Peserta Didik
1. Mengembangkan situasi dan kondisi yang memberikan kesempatan bagi anak-anak dengan
mengusahakan dukungan hasil psikologis maupun fisik
2. Berupaya menumbuhkembangkan minat dan motif berprestasi tinggi di kalangan anak, baik
dalam lingkungan keluaraga, sekolah maupun masyarakat.
3. Meningkatkan kegigihan dan daya juang peserta didik dalam menghadapi berbagai tantangan
dan kesulitan
4. Mengembangkan program pendidikan berdiferensi di sekolah dengan kurikulum berdiferensi
pula
BAB III
KESIMPULAN
A. PERKEMBANGAN
Pengertian
Pada dasarnya, perkembangan merujuk kepada perubahan sistematik tentang fungsi-
fungsi fisik dan psikis. Perubahan fisik meliputi perkembangan biologis dasar sebagai hasil dari
konsepsi (pembuahan ovum oleh sperma), dan hasil dari interaksi proses biologis dan genetika
dengan lingkungan. Sementara perubahan psikis menyangkut keseluruhan karakteristik
psikologis individu, seperti perkembangan kognitif, emosi, sosial dan moral.
Perkembangan dapat diartikan sebagai proses perubahan kuantitatif dan kualitatif
individu dalam rentang kehidupannya, mulai dari masa konsepsi, masa bayi, masa kanak-kanak,
masa anak, masa remaja, sampai masa dewasa. Perkembangan dapat diartikan juga sebagai suatu
proses perubahan dalam diri individu atau organisme, baik fisik (jasmaniyah) maupun psikis
(rohaniyah) menuju tingkat kedewasaan atau kematangan yang berlangsung secara sistematis,
progresif, dan berkesinambungan.
B. PEMBAGIAN PERKEMBANGAN PADA PESERTA DIDIK
perkembangan moral peserta didik
perkembangan intelek peserta didik
perkembangan kretivitas peserta didik
perkembangan bakat khusus peserta didik









DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mohammad. Mohammad Asrori. Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta:
Bumi Aksara. 2011
Sjarkawi. Pembentukan Kpribadian Anak, peran moral, intelektual, emosional, dan sosial
sebagai wujud integritas membangun jati diri,
Yusuf, Syamsu. Nani M Sugandhi. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada. 2011
Zuriah, Nurul. Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan,













18[1] Syamsu Yusuf, Nani M. Sugandhi, Perkembangan Peserta Didik, hlm 1
19[2] Mohammad Ali, Mohammad Asrori, (Psikologi Remaja Perkembangan Peserta
Didik), hlm 136
20[3]Nurul zuriah, Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan, hlm
19
21[4] Ibid hlm 22
22[5] Sjarkawi, Pembentukan Kpribadian Anak, Peran Moral, Intelektual, Emosional, dan
Sosial sebagai Wujud Integritas Membangun Jati Diri, hlm 37
23[6]Ibid. Hlm 42
24[7] Ibid hlm 45
25[8] Ibid, hlm 49

















26[9] Mohammad Ali, Mohammad Asrori, Psikologi Remaja (Perkembangan Peserta
Didik), 26-27
27[10] Ibid, hlm 27
28[11] Ibid, hlm 36
29[12] Ibid, hlm 41
30[13] Ibid, hlm 45
31[14] Ibid, hlm 46
32[15] Ibid, hlm 53
33[16] Ibid, hlm 78
34[17] Ibid, hlm 79

You might also like