You are on page 1of 22

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang berdampak pada
produktivitas dan dapat menurunkan Sumber Daya Manusia. Penyakit ini tidak hanya
berpengaruh secara individu, tetapi sistem kesehatan suatu negara. Walaupun belum ada survey
nasional, sejalan dengan perubahan gaya hidup termasuk pola makan masyarakat Indonesia
diperkirakan penderita DM ini semakin meningkat, terutama pada kelompok umur dewasa
keatas pada seluruh status sosial ekonomi. Saat ini upaya penanggulangan penyakit DM belum
menempati skala prioritas utama dalam pelayanan kesehatan, walaupun diketahui dampak
negatif yang ditimbulkannya cukup besar antara lain komplikasi kronik pada penyakit jantung
kronis, hipertensi, otak, system saraf, hati, mata dan ginjal.
Pengobatan DM terdiri dari terapi hormon (insulin) dan terapi obat antidiabetika oral.
Terapi hormone diberikan pada pasien DM tipe 1 yaitu DM yang tergantung pada insulin
sedangkan terapi antidiabetika oral diberikan pada pasien DM tipe 2.
Glimepirid adalah salah satu obat yang termasuk antidiabetika oral. Termasuk ke dalam
golongan sulfonilurea yang bekerja merangsang sekresi insulin di kelenjar pankreas.
Dalam makalah ini akan dibahas hal-hal yang berkaitan dengan penyakit DM dan
mengenai formulasi sediaan glimepirid.

1.2 Tujuan
Memberikan informasi mengenai formulasi sediaan glimepirid sebagai obat antidiabetika
oral.


2

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Patofisiologi Diabetes Melitus
2.1.1 Definisi Diabetes Melitus
Diabetes melitus adalah suatu penyakit kronis dengan gangguan metabolisme yang
ditandai terjadinya hiperglikemia dan tidak normalnya metabolisme karbohidrat, lemak, dan
protein. Disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin atau disebabkan oleh
kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin. Diabetes melitus merupakan penyakit
degeneratif dan cenderung akan mengalami peningkatan sebagai dampak adanya pergeseran
perilaku pola konsumsi gizi makanan.
2.1.2 Klasifikasi Diabetes Melitus
a) Diabetes Melitus Tipe 1 (IDDM):
Destruksi sel umumnya menjurus ke arah defisiensi insulin absolute atau melalui
proses imunologik (Otoimunologik).
b) Diabetes Melitus Tipe 2 (NIDDM):
Bervariasi, mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin
relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin.
c) Diabetes Melitus Gestasional
Diabetes mellitus yang muncul pada masa kehamilan, umumnya bersifat sementara,
tetapi merupakan faktor risiko untuk DM Tipe 2. Dan hal ini diakibatkan pembentukan
beberapa hormon pada ibu hamil yang menyebabkan resistensi insulin
d) Diabetes yang lain
Ada pula diabetes yang tidak termasuk kedalam kelompok di atas, yaitu diabetes
sekunder atau akibat dari penyakit lain, yang mengganggu produksi insulin atau
mempengaruhi kerja insulin.
Penyebab diabetes semacam ini adalah:
a) Radang pankreas (pankreatin)
3

b) Gangguan kelenjar adrenal atau hipofisis
c) Penggunaan hormon kortikosteroid
d) Pemakaian beberapa obat antihipertensi atau antikolestrol
e) Malnutrisi

2.1.3 Manifestasi Klinik
Seringkali tanpa gejala, namun Gejala tipikal yang sering dirasakan penderita
diabetes antara lain :
Poliuria (sering buang air kecil),
Polidipsia (sering haus),
Polifagia (banyak makan/mudah lapar).
Gejala lain yang mungkin timbul
Berat badan turun
Mata kabur
Mudah terkena infeksi
Rasa Semutan, paling sering terdapat pada DM tipe 2









Gambar 1. Bagan Manifestasi Penyakit DM
4

2.1.4 Pengobatan
Terapi DM dapat dilakukan terapi secara nonfarmakologi dan terapi farmakologi.
Terapi non farmakologi meliputi
Diet
Aktivitas fisik : Glukosa akan dipakai atau dibakar untuk energi glukosa
darah turun
Berhenti merokok : nikotin pada rokok dapat mempengaruhi secara buruk
penyerapan glukosa oleh sel
Hindari Stress atau Depresi
Berdoa
Pendidikan dan Penyuluhan Kesehatan
Sedangkan terapi secara farmakologi terdiri dari 2 jenis pengobatan yaitu, terapi
hormon dan pemberian obat antidiabetika oral.
Terapi hormon
Insulin tidak dapat digunakan peroral karna terurai oleh pepsin lambung, diberikan
sebagai injeksi s.c, dirombak dengan cepat terutama di hati, ginjal dan otot, Kerjanya
singkat, lebih kurang 40 menit.
Obat antidiabetika oral
Antidiabetika oral terdiri dari beberapa golongan, yaitu :
Tabel 1. Golongan Obat Antidiabetika Oral











5









2.2 Glimepirid
2.2.1 Deskripsi
A. Nama & Struktur Kimia :
1-p-[2-(3-ethyl-4-methyl-2-oxo-3-pyrroline-1carboxamido)ethylphenyl]sulfonyl]-3-(trans-4-
methylcyclohexyl)urea.




Gambar 2. Struktur Kimia Glimepirid
B. Sifat Fisikokimia : Glimepirid merupakan serbuk kristal putih atau putih kekuningan,
tak berbau, praktis tidak larut dalam air dan methanol, sedikit larut dalam etanol dan
metilen klorida. BM 490,62

2.2.2 Dosis
Terapi OHO selalu dimulai dari dosis rendah 1 kali pemberian per hari, setelah itu dosis
dapat dinaikkan sesuai dengan respons terhadap obat Dosis rendah dapat diberikan 1 kali
sehari, sebelum atau bersama sarapan, dosis tinggi diberikan dalam dosis terbagi. Glimepirid
dapat diberikan bersama metformin atau insulin.
6

Dosis awal 1-2 mg sekali sehari, pada saat sarapan pagi. Bagi penderita yang lebih sensitif
dosis dimulai dengan 1 mg sekali sehari. Sesuai dengan respon pasien, dosis dapat ditingkatkan
sampai 4 mg sekali sehari.
Dosis maksimum yang dianjurkan 8 mg per hari. Menaikkan dosis setelah 2 mg per hari
harus dilakukan secara bertahap, tidak boleh lebih dari 2 mg per interval waktu 1-2 minggu.

2.2.3 Indikasi
Diabetes Melitus Tipe II yang tidak dapat dikendalikan hanya dengan diet dan olahraga.

2.2.4 Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap glimepirid atau senyawa OHO golongan sulfonilurea
lainnya
Gangguan fungsi hati dan ginjal yang cukup berat
Ketoasidosis atau riwayat ketoasidosis
Diabetik pra koma atau koma
Kehamilan
Menyusui
Glimepirid merangsang produksi insulin oleh sel-sel. Beta-Langerhans kelenjar pankreas
dan meningkatkan sensitivitas sel-sel. Beta-Langerhans terhadap stimulus glukosa fisiologis.
Glimepirid juga memiliki efek ekstrapankreatik walaupun terbatas, yaitu mereduksi produksi
glukosa hepatic basal meningkatkan sensitivitas sel-sel tubuh terhadap insulin.

2.2.5 Farmakodinamik
Mekanisme kerja utama glimepirid adalah merangsang sekresi insulin dari sel-sel beta-
Langerhans kelanjar pancreas yang masih berfungsi. Oleh sebab itu masih adanya sel-sel-
Langerhans yang masih berfungsi merupakan persyaratan terapi dengan glimepirid. Glimepirid
juga meningkatkan sensitivitas sel-sel beta-Langerhans terhadap stimulus glukosa fisiologis,
menyebabkan sekresi insulin seirama dengan waktu makan. Disamping itu, glimepirid juga
7

memiliki efek ekstrapankreatik walaupun terbatas, yaitu mereduksi produksi glukosa hepatic
basal, dan meningkatkan sensitivitas jaringan perifer terhadap insulin dan uptake glukosa.Pada
pasien DM yang tidak puasa, efek hipoglikemik glimepirid dosis tunggal dapat bertahan
selama 24 jam. Pada percobaan in vitro ataupun percobaan pada hewan ditemukan bahwa
pemberian glimepirid dapat menurunkan kadar glukagon, yang akan memperpanjang masa
penurunan kadar glukosa darah tanpa peningkatan kadar insulin endogen. Namun, signifikasi
klinik dari penemuan ini masih harus diteliti. Glimepirid dapat diberikan untuk pasien yang
berisiko tinggi, yaitu pasien usia lanjut, pasien dengan gangguan ginjal atau yang melakukan
aktivitas berat. Dibandingkan dengan glibenklamid, glimepirid lebih jarang menimbulkan efek
hipoglikemik pada awal pengobatan.

2.2.6 Farmakokinetik
Memiliki waktu mula kerja yang pendek dan waktu kerja yang lama, sehingga umum
diberikan dengan cara pemberian dosis tunggal. Absorpsi glimepirid melalui usus sangat baik
sehingga dapat diberikan per oral. Hampir seluruh glimepirid diserap ke dalam darah setelah
pemberian per oral. Konsentrasi serum puncak (Cmax) tercapai dalam waktu 2,5 jam. Terdapat
hubungan langsung antara dosis dan Cmax. Makanan umumnya tidak mempengaruhi absorpsi
glimepirid. Setelah absorpsi, obat ini tersebar ke seluruh cairan ekstra sel. Volume distribusi
setelah pemberian intra vena pada subyek normal lebih kurang 8,8 liter (113 ml/kg). Hampir
seluruh glimepirid yang dikonsumsi terikat pada protein plasma (> 99%). Glimepirid tidak
diakumulasi di dalam tubuh. Waktu paruh eliminasi glimepirid lebih kurang 5 8 jam
setelah pemberian per oral. Namun, semakin tinggi dosis maka waktu paruh juga akan semakin
panjang. Glimepirid dimetabolisme secara sempurna melalui biotransformasi oksidatif
terutama oleh enzim sitokrom P450 2C9. Metabolit utama glimepirid adalah turunan
sikloheksil hidroksi metil (M1) dan turunan karboksil (M2). M1 masih memiliki efek
farmakologis glimepirid sebesar 40%. M1 dapat langsung diekskresi melalui urin atau
dimetabolisme lebih dahulu menjadi M2 oleh beberapa enzim sitosolik. Waktu paruh eliminasi
terminal dari M1 adalah 3 6 jam setelah pemberian per oral, sedangkan waktu paruh
eliminasi terminal M2 sekitar 5 6 jam. Setelah pemberian per oral, 58% glimepirid atau
metabolitnya diekskresikan melalui urin dan 35% melalui faeses.

8

2.2.7 Efek Samping
Efek samping utama yang harus diwaspadai adalah hipoglikemia. Gambaran klinis
hipoglikemik yang parah menyerupai stroke. Disamping itu dapat juga terjadi efek samping
lain, berupa gangguan saluran cerna dan gangguan susunan syaraf pusat seperti: sakit kepala,
pusing, lapar, tubuh lemas, lelah, mual, muntah, mengantuk, tidur terganggu, daya konsentrasi
dan kewaspadaan menurun, depresi, bingung, gangguan bicara, gangguan penglihatan, tremor,
gangguan syaraf sensoris, dan lain-lain. Kemungkinan dapat pula terjadi gejala-gejala kounter-
regulasi adrenergik, seperti berkeringat, kulit lembab, cemas, takhikardia, hipertensi, palpitasi,
dan lain-lain. Gejala hematologik termasuk leukopenia, trombositopenia, agranulosistosis dan
anemia aplastik dapat terjadi walau jarang sekali. Golongan sulfonilurea cenderung
meningkatkan berat badan.

2.2.8 Interaksi
a) Dengan obat lain :
Karena glimepirid terutama dimetabolisme oleh sitokrom P450 2C9, maka
semua senyawa yang dapat menginduksi atau menghambat sitokrom P450 2C9
akan berinteraksi dengan glimepirid, seperti misalnya rifampisin, flukonazol,
amiodaron, tolbutamid, diklofenak, ibuprofen, naproxen.
Obat-obat yang dapat meningkatkan efek hipoglikemik glimepirid, antara lain:
ACE inhibitor, analgetika (azapropazon, fenilbutazon, dan lain-lain), antibakteri
(kloramfenikol, kotrimoksasol, 4-kuinolon, sulfonamide, tetrasiklin dan
trimetoprim), asam aminosalisilat, asam para amino salisilat, hormon-hormon
anabolik, azapropazon, klofibrat, turunan kumarin, siklofosfamida,
disopiramida, fenfluramin, feniramidol, senyawa-senyawa fibrat, flukonazol,
fluoksetin, guanetidin, ifosfamid, antidepresan MAO-inhibitor, mikonazol,
oksifenbutazon, fenilbutazon, probenesid, quinolon, salisilat, sulfinfirazon,
tritoqualin, trofosfamid.
Obat-obat yang dapat mengurangi atau memperlemah efek hipoglikemik
glimepirid, antara lain: asetazolamid, barbiturat, calcium channel blocker,
kortikosteroid, diazoksida, diuretika, glukagon, isoniazid, asam nikotinat (dosis
9

tinggi), hormon estrogen dan progesteron, fenotiazin, fenitoin, progestogen,
rifampisin, senyawa-senyawa simpatomimetik, hormone tiroid.
Alkohol: dapat menambah atau mengurangi efek hipoglikemik
Antagonis kalsium: misalnya nifedipin kadang-kadang mengganggu toleransi
glukosa
Antagonis Hormon: aminoglutetimid dapat mempercepat metabolisme OHO;
oktreotid dapat menurunkan kebutuhan insulin dan OHO
Antihipertensi diazoksid: melawan efek hipoglikemik
Antijamur: flukonazol dan mikonazol menaikkan kadar plasma sulfonilurea
Anti ulkus: simetidin meningkatkan efek hipoglikemik sulfonilurea
Klofibrat: dapat memperbaiki toleransi glukosa dan mempunyai efek aditif
terhadap OHO
Penyekat adrenoreseptor beta : meningkatkan efek hipoglikemik dan menutupi
gejala peringatan, misalnya tremor
Urikosurik: sulfinpirazona meningkatkan efek sulfonilurea
b) Dengan makanan :
Makanan umumnya tidak mempengaruhi absorpsi glimepirid

2.2.9 Bentuk Sediaan
Tablet 1 mg, 2 mg dan 4 mg

2.2.10 Stabilitas Penyimpanan
Stabil jika disimpan dalam wadah tertutup rapat, jauh dari lembab, panas dan cahaya
matahari langsung. Shelf life lebih kurang 36 bulan, jika disimpan dalam kondisi yang sesuai
antara lain pada suhu < 25C



10

2.2.11 Sediaan Glimepirid











2.3 Tablet
2.3.1 Definisi
Tablet adalah sediaan bentuk padat yang mengandung substansi obat dengan atau tanpa
bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatannya, dapat diklasifikasikan sebagai tablet atau
tablet kompresi .(USP 26, Hal 2406)
Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi.
Berdasarkan metode pembuatan dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan tablet kempa. (FI
IV, Hal 4)
2.3.2 Kriteria Tablet
Suatu tablet harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Harus mengandung zat aktif dan non aktif yang memenuhi persyaratan;
2. Harus mengandung zat aktif yang homogen dan stabil;
3. Keadaan fisik harus cukup kuat terhadap gangguan fisik/mekanik;
4. Keseragaman bobot dan penampilan harus memenuhi persyaratan;
5. Waktu hancur dan laju disolusi harus memenuhi persyaratan;
6. Harus stabil terhadap udara dan suhu lingkungan;
7. Bebas dari kerusakan fisik;
11

8. Stabilitas kimiawi dan fisik cukup lama selama penyimpanan;
9. Zat aktif harus dapat dilepaskan secara homogen dalam waktu tertentu;
10. Tablet memenuhi persayaratan Farmakope yang berlaku.

2.3.3 Keuntungan Sediaan Tablet
Sediaan tablet banyak digunakan karena memiliki beberapa keuntungan, yaitu :
1. Tablet dapat bekerja pada rute oral yang paling banyak dipilih;
2. Tablet memberikan ketepatan yang tinggi dalam dosis;
3. Tablet dapat mengandung dosis zat aktif dengan volume yang kecil sehingga
memudahkan proses pembuatan, pengemasan, pengangkutan, dan penyimpanan;
4. Bebas dari air, sehingga potensi adanya hidrolisis dapat dicegah/diperkecil.
Dibandingkan dengan bentuk sediaan lain, sediaan tablet mempunyai keuntungan,
antara lain :
1. Volume sediaan cukup kecil dan wujudnya padat (merupakan bentuk sediaan
oral yang paling ringan dan paling kompak), memudahkan pengemasan,
penyimpanan, dan pengangkutan;
2. Tablet merupakan bentuk sediaan yang utuh (mengandung dosis zat aktif yang
tepat/teliti) dan menawarkan kemampuan terbaik dari semua bentuk sediaan
oral untuk ketepatan ukuran serta variabilitas kandungan yang paling rendah;
3. Dapat mengandung zat aktif dalam jumlah besar dengan volume yang kecil;
4. Tablet merupakan sediaan yang kering sehingga zat aktif lebih stabil;
5. Tablet sangat cocok untuk zat aktif yang sulit larut dalam air;
6. Zat aktif yang rasanya tidak enak akan berkurang rasanya dalam tablet;
7. Pemberian tanda pengenal produk pada tablet paling mudah dan murah; tidak
memerlukan langkah pekerjaan tambahan bila menggunakan permukaan
pencetak yang bermonogram atau berhiasan timbul;
12

8. Tablet paling mudah ditelan serta paling kecil kemungkinan tertinggal di
tenggorokan, terutama bila bersalut yang memungkinkan pecah/hancurnya
tablet tidak segera terjadi;
9. Pelepasan zat aktif dapat diatur (tablet lepas tunda, lepas lambat, lepas
terkendali);
10. Tablet dapat disalut untuk melindungi zat aktif, menutupi rasa dan bau yang
tidak enak, dan untuk terapi lokal (salut enterik);
11. Dapat diproduksi besar-besaran, sederhana, cepat, sehingga biaya produksinya
lebih rendah;
12. Pemakaian oleh penderita lebih mudah;
13. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang memiliki sifat pencampuran kimia,
mekanik, dan stabilitas mikrobiologi yang paling baik.
(The Theory & Practice of Industrial Pharmacy, Lachman Hal 294 dan Proceeding
Seminar Validasi, Hal 26)

2.3.4 Kerugian Sediaan Tablet
Di samping keuntungan di atas, sediaan tablet juga mempunya beberapa kerugian,
antara lain :
1. Ada orang tertentu yang tidak dapat menelan tablet (dalam keadaan tidak
sadar/pingsan);
2. Formulasi tablet cukup rumit, antara lain :
Beberapa zat aktif sulit dikempa menjadi kompak padat, karena sifat
amorfnya, flokulasi, atau rendahnya berat jenis;
Zat aktif yang sulit terbasahi (hidrofob), lambat melarut, dosisnya cukup
besar atau tinggi, absorbsi optimumnya tinggi melalui saluran cerna, atau
kombinasi dari sifat tersebut, akan sulit untuk diformulasi (harus diformulasi
sedemikian rupa);
Zat aktif yang rasanya pahit, tidak enak, atau bau yang tidak disenangi, atau
zat aktif yang peka terhadap oksigen, atmosfer, dan kelembaban udara,
memerlukan enkapsulasi sebelum dikempa. Dalam hal ini sediaan kapsul
13

menjadi lebih baik daripada tablet. (The Theory & Practice of Industrial
Pharmacy, Lachman Hal 294)
Tetapi jika dibandingkan dengan keuntungannya, kerugian sediaan tablet jauh
lebih sedikit sehingga sediaan tablet merupakan sediaan yang paling banyak dijumpai di
perdagangan.

2.3.5 Masalah-Masalah Dalam Pembuatan Tablet
Permasalahan yang mungkin timbul adalah berkenaan dengan bagaimana cara membuat
sediaan yang baik dan sesuai dengan tujuan penggunaannya.
Untuk membuat sediaan yang baik diperlukan data preformulasi yang meliputi stabilitas,
organoleptik, sifat fisikokimia, dan data-data lain yang menunjang sehingga dapat diperkirakan
bahan baku yang cocok untuk terbentuknya suatu sediaan yang baik dan tercapainya tujuan
penggunaan.
Adapun masalah-masalah yang mungkin terjadi :
1. OTT zat aktif (meleleh, berubah warna, terurai, dan sebagainya).
2. Stabilitas zat aktif :
a. Untuk zat yang rusak oleh adanya air, dibuat dengan metode pembuatan
tablet yang tidak menggunakan air dan perlu diperhatikan pelarut yang
digunakan untuk granulasi.
b. Untuk zat yang mudah teroksidasi dengan pemanasan dan sinar UV,
digunakan metode pembuatan tablet yang tidak memakai pemanasan dan
sinar UV dalam prosesnya.
c. Untuk zat yang higroskopis, jangan menggunakan metode granulasi basah
memakai mucilago amyli karena massa cetak yang terjadi sulit untuk
dikeringkan. Hal ini dapat diatasi dengan penambahan adsorben seperti
Aerosol < 3%.
d. Untuk zat yang tidak tahan air dan pemanasan dapat digunakan metode
pembuatan tablet dengan cara kempa langsung atau granulasi kering
Untuk zat dengan jumlah kecil (jumlah fines <30%) dapat dibuat dengan KL
14

Untuk zat dengan jumlah besar (jumlah fines >30%) dapat dibuat dengan
GK.
3. Pemilihan bahan pembantu yang cocok
Untuk penentuan eksipien perlu diperhatikan OTT dengan zat aktif. Di
samping itu, bahan pembantu yang digunakan harus mempunyai titik leleh
yang cukup tinggi sehingga pada pencetakan tidak meleleh.
4. Jumlah fines total
Jumlah fines yang ditambahkan pada masa cetak maksimal 30%, idealnya
15%. Jika lebih besar akan menyusahkan pada pencetakan tablet.
5. Perbandingan bobot jenis zat aktif dengan pembawa (jika terlalu jauh
hendaknya jumlah fine sesedikit mungkin)
6. Konsentrasi Mg stearat sebagai lubrikan maksimal 2%. Jika terlalu besar akan
terjadi laminating.
7. Penggunaan mucilago amyli sebagai pengikat pada proses pembuatan tablet
akan mempersulit disolusi zat aktif dari dalam granul karena mucilago amyli
yang sudah kering sulit ditembus air. Untuk mengatasinya, perlu ditambah
pembasah (Tween 80 0.05%-0.15%) sehingga tablet mempunyai waktu hancur
lebih baik.
8. Pada penggunaan PVP sebagai pengikat, PVP sebaiknya dilarutkan dalam
alkohol 95%. Tetapi pada tahap awal, volume alkohol yang digunakan tidak
diketahui sehingga dapat diberikan sebagai serbuk.
9. Penggunaan amylum yang terlalu banyak (maksimal 30%) menyebabkan tablet
tidak dapat dicetak karena kompresibilitasnya sangat jelek.
10. Amylum yang digunakan sebagai penghancur luar haruslah amylum kering
karena dengan adanya air akan menurunkan kemampuannya sebagai
penghancur. Pengeringan amylum dilakukan pada suhu 70 C karena pada
suhu ini tidak terjadi gelatinasi dari amylum.
11. Pada pembuatan tablet dengan metode KL, sebagai pembawa dapat digunakan
kombinasi Avicel dengan Primogel atau Avicel dan Starch 1500 dengan
15

perbandingan 7:3 (penelitan Aliyah) atau 3:1. Karena Avicel memiliki
kompresibilitas yang baik tapi alirannya kurang baik, maka untuk memperbaiki
alirannya dapat digunakan Primogel atau Starch 1500.
12. Untuk mengatasi kekeringan granul akibat pengeringan yang tidak terkontrol
maka perlu penambahan humektan yaitu gliserin atau propilen glikol 1 4%
dihitung terhadap mucilago.
Gliserin ditambahkan pada mucilago (pengikat) untuk mempermudah homogenitas
gliserin pada tablet, sama halnya dengan penambahan Tween untuk zat aktif hidrofob pada
mucilago.
Penambahan gliserin dan Tween adalah untuk tujuan:
Gliserin : dikhawatirkan pada waktu pengeringan air hilang/menguap semua
Tween : dikhawatirkan komposisi yang digunakan menolak air, sehingga perlu
penambahan Tween agar tablet tidak pecah.
Jumlah Tween yang tepat tergantung pada:
o Jumlah zat aktif
o Jumlah bahan pembantu yang digunakan
13. Jumlah aerosil yang ditambahkan tidak boleh lebih dari 3% karena aerosil
bersifat voluminous dan menyerap air sehingga tablet dapat membatu yang
menyebabkan waktu hancur lebih lama.
14. Bila bobot tablet terlalu tinggi dan bervariasi
Kemungkinan disebabkan oleh:
Distribusi pada hoover yang disebabkan proses getaran. Sehingga yang kecil terdesak,
granul yang besar akan keluar lebih dahulu, karena ada proses pemampatan. Oleh karena itu
perlu diusahakan ukuran granul yang seragam.
o Aliran granul yang kurang baik
o Distribusi partikel tidak normal, karena bobot jenis berbeda jauh, sehingga aliran jelek.
o Lubrikan kurang sehingga alirannya jelek.

16

15. Jika zat aktif larut air:
o Jangan menggranulasi dengan air
o Sebagai pengikat, gunakan pelarut yang tidak melarutkan massa tablet.
Ketentuan : misalkan digunakan pelarut X, boleh saja ada zat yang larut dalam pelarut
X yang digunakan sebagai pelarut pengikat, tetapi maksimal 30%.

2.3.6 Permasalahan Dalam Pencetakan Tablet
Masalah-masalah yang dapat muncul selama proses pencetakan tablet secara
umum, seperti :
Capping : pemisahan sebagian atau keseluruhan bagian atas/bawah tablet dari
badan tablet
Laminasi : pemisahan tablet menjadi dua bagian atau lebih
Chipping : keadaan dimana bagian bawah tablet terpotong
Cracking : keadaan dimana tablet pecah, lebih sering di bagian atas-tengah
Picking : perpidahan bahan dari permukaan tablet dan menempel pada
permukaan punch
Sticking : keadaan dimana granul menempel pada dinding die (ada adhesi)
Mottling : keadaan dimana distribusi zat warna pada permukaan tablet tidak
merata

2.3.7 Evaluasi Tablet
Untuk memeriksa apakah tablet memenuhi persyaratan resmi (Farmakope) atau
non resmi (Non Farmakope) atau tidak. Evaluasi tablet meliputi:
a) Pemeriksaan penampilan
Meliputi pemeriksaan visual yaitu bebas dari kerusakkan, dari kontaminasi bahan
baku atau dari pengotoran saat proses pembuatan.
b) Keseragaman ukuran
20 tablet diambil secara acak, Setiap tablet diukur diameter dan tebalnya dengan
jangka sorong. Diameter tablet tidak boleh lebih dari tiga kali dan tidak kurang
dari 1 1/3 tebal tablet.
17


c) Keseragaman bobot
Tablet tidak bersalut harus memenuhi syarat keseragaman bobot yang ditetapkan
dengan menimbang 20 tablet satu persatu dan dihitung bobot rata-rata tablet. Jika
ditimbang satu persatu, tidak boleh lebih dari 2 tablet yang masing-masing
bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih besar dari harga yang
ditetapkan pada kolom A dan tidak satu tablet pun yang bobotnya menyimpang
dari bobot rata-ratanya lebih dari hanya yang ditetapkan kolom B. (FI ed III hlm
7).
d) Kekerasan tablet
20 tablet diambil secara acak, kemudian diukur kekerasannya dengan alat Stokes
Mensato. Tekanan yang diperlukan untuk memecahkan tablet terukur pada alat
dengan satuan Kg/cm2. Kekerasan yang ideal 10 Kg/cm2.
e) Friabilitas
1. Bersihkan 20 tablet dari debu kemudian ditimbang (Wo). Masukkan tablet ke
dalam alat, kemudian jalankan selama 4 menit dengan kecepatan 25 rpm.
2. Setelah 4 menit, hentikan alat, tablet dikeluarkan, lalu dibersihkan dari debu dan
timbang (W1).
3. Indeks friabilitas (f) = (Wo -W1)/Wo X 100%
f) Friksibilitas
20 tablet diambil secara acak, bersihkan dari debu, kemudian ditimbang (Wo),
kemudian dimasukkan ke dalam friksibilator. Alat diputar 25 rpm selama 4 menit,
kemudian tablet dibersihkan dari debu dan ditimbang (W1).
Friksibilitas = (Wo W1)/W1 X 100 %
g) Uji Disolusi
a. Masukkan sejumlah volume media disolusi sesuai monografi, alat dipasang dan
biarkan media hingga mencapai suhu 37
0
+ 0,5
0
C. Masukkan 1 tablet kedalam
alat, hilangkan gelembung udara dari permukaan sediaan, dan jalankan alat pada
laju kecepatan seperti yang tercantum pada monografi. Dalam interval waktu
yang ditetapkan, ambil cuplikan pada daerah pertengahan antara media disolusi
dan bagian atas keranjang atau dayung, tidak kurang dari 1 cm dari dinding
wadah. Lakukan penetapan kadar sesuai monografi.
18


2.4 Formulasi Tablet Glimepirid
2.4.1 Preformulasi
a. Zat aktif
Glimepirid
Merupakan serbuk putih atau putih kekuningan, tak berbau, praktis tidak larut
dalam air dan metanol sedikit larut dalam etanol dan metilen klorida.
b. Zat tambahan
Avicel PH 102
Warna putih, tidak berbau, tidak berasa, serbuk Kristal. Khasiat sebagai bahan
penghancur (Wade,Weller).
Magnesium stearate
Serbuk halus, putih dan voluminous, bau lemah khas, mudah melekat di kulit, bebas
dari butiran. Tidak larut dalam air, dalam etanol dan dalameter. Khasiat sebagai
bahan pelicin (Anonim,1995).
Amilum
Khasiat sebagai pengikat.

2.4.2 Formulasi Tablet Glimepirid
Tablet glimepirid dibuat dengan menggunakan metode granulasi kering dengan cara
kempa langsung.

Formula bobot tablet 300 mg, 1 batch 700 tablet
R/ Glimepirid 2 mg ( ZA )
Avicel PH 102 215 mg ( pengisi )
Magnesium stearate 5 mg (lubrikan)

Perhitungan bahan
Di buat , 1 batch 700 tablet, bobot tablet 300 mg
Zat aktif Glimepirid 80 x 700 = 56.000 mg
19

Avicel PH 102 215 x 700 = 150.500 mg
Magnesium stearate 5 x 700 = 3500 mg

Prosedur Pembuatan
Penimbangan bahan

Pencampuran bahan-bahan obat dan bahan tambahan
(pengisi, pengikat, pelicin, penghancur)

Pengempaan (dengantekananbesar)

Slug atau lempengan

Penghancuran

Pengayakan

Penimbangan

Pencampuran (denganpelicindanpenghancur)

Pengempaan tablet

Pada metode granulasi kering diperlukan tekanan yang besar pada waktu pengempaan
masa menjadi slug (tablet dengan diameter besar) atau menjadi lempengan-lempengan. Hal ini
bertujuan supaya granul yang dihasilkan cukup keras/tidak rapuh.
20


Cara kerja
Campur semua bahan dengan pencampuran tumbling selama 5 menit

Kempa menjadi slug dengan tekanan yang cukup keras

Hancurkan slug kemudian ayak dengan ayakan no. 16

Kempa menjadi tablet dengan bobot 300 mg + 5% (285 315 mg) tiap tablet

2.5 Merk Dagang Tablet Glimepirid
Amaryl



21

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Glimepirid adalah salah satu obat antidiabetika oral golongan sulfonilurea. Glimepirid
dapat dibuat dalam bentuk sediaan tablet. Pembuatan tablet glimepirid adalah dengan
menggunakan metode granulasi kering secara kempa langsung. Menggunakan metode tersebut
karena dilihat dari sifat glimepirid yang tidak larut air sehingga tidak cock bila digunakan
metode granulasi basah. Selain itu agar zat aktif glimepirid akan tetap homogen meskipun
dalam jumlah yang kecil.

22

DAFTAR PUSTAKA

Andayana, Nutwuri, 2009, Pembuatan Tablet (Teori Sediaan Tablet), Artikel, diakses
tanggal 5 November 2011
Sarif, 2011, Makalah Diabetes Melitus, diakses tanggal 5 November 2011
Anonim, 2011, http://medicatherapy.com/index.php/content/printversion/110, diakses
tanggal 5 November 2011
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, Departemen Kesehatan RI, Jakarta
Rowe, Raymond C, 2006, Handbook of Pharmaceutical Excipients Fifth Edition, Royal
Pharmaceutical Society of Great Britain London, UK, Hal. 132-136

You might also like