You are on page 1of 17

PENYAKIT PARU OBSTRUKSI

KRONIK EKSASERBASI
(Case Report Emergency Room)





Penyusun : dr.Meillyssa CH





Pembimbing : dr. H. Aprilyanda Sp. P
dr. Ansorulloh. Sp.THT-KL, M.Kes

Pendamping: dr. H. Angga Bernatta Suyuthie



RUMAH SAKIT UMUM DAERAH MENGGALA
TULANG BAWANG
LAMPUNG
2014
2

BAB I
LAPORAN KASUS

1.1 IDENTIFIKASI
Nama : Tn. S
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 60 tahun
Alamat : JL. 2 MBC, Menggala, Tulang Bawang
Pekerjaan : Dekorator Pernikahan
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Tanggal Masuk : 2 April 2014 pkl. 06.11 WIB
Dirawat yang ke : IV (empat)

1.2ANAMNESIS
Keluhan Utama
Sesak
Keluhan Tambahan
Mual dan Penurunan Napsu Makan

Riwayat Perjalanan Penyakit
Sejak 2 hari SMRS pasien mengeluh sesak napas disertai mengi (+). Sesak
dirasakan semakin lama semakin berat dan tidak hilang dengan istirahat. Sesak
tidak dipengaruhi oleh cuaca. Pasien juga mengeluhkan mual dan napsu makan
menurun. Demam (-), nyeri dada (-), nyeri perut (-), kaki bengkak (-), muntah
(-), BAB dan BAK tidak ada keluhan. Pasien pernah dirawat sebelumnya
dengan keluhan seperti ini di bagian Paru RSUDM sebanyak 3 kali. Pasien
menyangkal adanya keringat malam dan penurunan berat badan. Pasien
menyangkal memiliki alergi dan asma. Riwayat merokok (+) dengan rokok
filter selama 53 tahun, 2 bungkus/hari. Pasien mengaku berhenti merokok sejak
4 bulan lalu.

3

Riwayat Penyakit Dahulu
Batuk berdahak yang sering kambuh
Riwayat dirawat di ruang Paru RSUDM dengan keluhan sama 1 bulan lalu
Riwayat kencing manis (+) sejak 1 tahun lalu
Riwayat darah tinggi disangkal
Riwayat minum obat selama 6 bulan disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal

1.3PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
Keadaan Umum : Tampak sesak
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 160/90 mmHg
Nadi : 111 x/m, reguler, tegangan dan isi cukup
Pernapasan : 34 x/m, reguler, vesikuler
Temperatur : 36,9C

Kepala
Normocephal

Mata
Konjungtiva pucat (-), sklera ikterik (-), pupil isokor (+), reflek cahaya normal,
pergerakan mata ke segala arah baik.

Hidung
Bagian luar tidak ada kelainan, tidak ditemukan penyumbatan maupun
perdarahan, pernapasan cuping hidung (-)

Telinga
Nyeri tekan processus mastoideus (-), pendengaran baik.
4

Mulut
Gusi berdarah (-), Stomatitis (-), tonsil tidak ada pembesaran, faring tidak ada
kelainan.

Leher
Pembesaran kelenjar thyroid (-), JVP (52) cmH
2
O, pembesaran kelenjar getah
bening (-), trakea di tengah.

Toraks
Paru
I : Pergerakan Hemitorak Simetris
P : Fremitus Taktil Simetris
P : Sonor pada kedua lapang paru
A: Vesikuler +/+ melemah, ronkhi -/- , wheezing +/+
Jantung
I : ictus cordis tidak terlihat
P : pulsasi ictus cordis teraba di ICS VI medial midclavicula sinistra
P : batas jantung kanan di ICS IV parasternal dextra
batas jantung kiri di ICS VI midclavicula sinistra
A : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
I : datar simetris
P : hepar dan lien tak teraba, NT (-)
P : timpani
A : BU (+) N

Ekstremitas atas:
Kekuatan otot +5, nyeri sendi (-), edema (-), akral dingin (-), sianosis (-).
Ekstremitas bawah:
Kekuatan otot +5, nyeri sendi (-), edema (-), akral dingin (-), sianosis (-).

5

DIAGNOSIS KERJA
PPOK eksaserbasi

DIAGNOSIS BANDING
Asma Bronkial
Gagal jantung

TATALAKSANA
Medikamentosa:
IVFD RL 500cc/12 jam
Inj.Levofloxacin 1 x 750 mg
Inj.Metilprednisolon 2 x 62,5 mg
Ranitidin 2 x 1 amp
Inhalasi Farbivent 3 x 1
Nonmedikamentosa:
Bed Rest
O
2
3 L/m

PEMERIKSAAN PENUNJANG
a.Laboratorium
Darah rutin
Hb : 11,8 gr/dL (13-18 gr/dL)
Leukosit : 7. 000 ribu/mm
3
(5-10 ribu/mm
3
)
Hitung jenis: 0/0/2/60/26/12 % (0-1/1-3/2-4/50-70/20-40/2-8) %
Trombosit : 270.000 /mm
3
(150.000-400.000 /mm
3
)
Hematokrit: 27 % (40-48) %

Kimia Darah
GDS: 182 mg/dl (< 180 mg/dL)



6

b. Foto Rontgen Thorax



Kesan : - Peningkatan corakan bronkovaskular

PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad malam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam













7

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA


3.1. DEFINISI PPOK

Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut GOLD 2014 merupakan penyakit
yang dapat dicegah dan diobati, ditandai dengan keterbatasan aliran udara
yang progresif dan berhubungan dengan respon inflamasi kronik di saluran
nafas akibat pajanan partikel atau gas berbahaya.

PPOK Eksaserbasi merupakan kondisi akut yang ditandai perburukan
gangguan perrnapasan dari hari ke hari dan membutuhkan perubahan dalam
terapi pengobatan. Eksaserbasi pada penderita PPOK yang dipicu oleh infeksi
bakteri atau virus, polusi lingkungan, maupun faktor lain yang tidak
diketahui.
3.2.FAKTOR RESIKO
Asap rokok merupakan penyebab terpenting, namun pada paru orang bukan
perokok juga dapat terjadi keterbatasan aliran udara secara kronik. PPOK
merupakan penyakit yang didapatkan dari interaksi faktor keturunan dan
pajanan lingkungan. Walaupun beberapa perokok memiliki riwayat merokok
yang sama, namun tak semua diantara mereka yang menderita PPOK karena
masing-masing memiliki predoposisi faktor keturunan dan gaya hidup yang
berbeda.
Faktor resiko PPOK yang mempengaruhi perkembangan penyakit dan
progresifitasnya, yaitu:
Keturunan
Defisiensi alfa-1 antitripsin merupakan faktor resiko genetik yang
berhubungan dengan paparan lingkungan sehingga menghasilkan
penyakit PPOK. Seseorang yang saudara kandungnya seorang perokok
dan menderita PPOK berat beresiko mengalami keterbatasan aliran udara
pada pernapasannya. Suatu gen tunggal yang mengkoding matriks gen
8

metalloproteinase 12 (MMP 12) terbukti berhubungan dengan adanya
resiko penurunan fungsi paru.
Paparan Partikel Berbahaya
Perokok sigaret merupakan faktor penyebab tersering penderita PPOK.
Perokok tembakau dan mariyuana juga beresiko menderita PPOK.
menderita PPOK. Enviromental tobacco smoke (ETS) atau perokok pasif
juga dapat mengalami gangguan pernapasan dan PPOK karena
menghirup partikel-partikel dan gas iritatif. Merokok selama masa
kehamilan juga dapat mewariskan faktor resiko kepada janin,
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan paru serta janin, bahkan
juga dapat mengganggu sistem imunnya. Polusi pada lingkungan kerja
seperti paparan bahan kimia, zat iritan, dan gas beracun juga dapat
menyebabkan PPOK. Penggunaan batubara, arang, kayu bakar ataupun
bahan bakar lain sebagai penghasil energi untuk memasak, pemanas dan
untuk kebutuhan rumah tangga lainny juga beresiko menyebabkan PPOK
dan sama berbahayanya seperti polusi di luar ruangan, misalnya gas
buang kendaraan bermotor dan debu jalanan.
Pertumbuhan dan perkembangan paru
Proses perkembangan paru dari masa gestasi, kelahiran, paparan selama
masa anak-anak dan dewasa mempengaruhi tingkat resiko menderita
PPOK. Beberapa penelitian membuktikan adanya hubungan antara berat
badan saat lahir dengan VEP1 pada saat dewasa dan infeksi paru yang
terjadi pada awal masa anak-anak.
Asma, hiperaktivitas bronkus, bronkitis kronik pada perokok muda,
infeksi pernapasan saat anak-anak, HIV, dan TBC.
Status sosial ekonomi rendah

3.3. PATOGENESIS
Respon inflamasi kronik dapat menyebakan kerusakan jaringan parenkim
(menimbulkan emfisema) dan menghancurkan mekanisme perbaikan dan
pertahanan sistem imun paru (menimbulkan fibrosis paru). Keduanya
menyebabkan perubahan patologis dengan peningkatan udara yang
9

terperangkap dan keterbatasan aliran udara secara progresif. Hal inilah yang
menjadi penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).

Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena
perubahan struktural pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis,
metaplasi sel goblet dan hipertropi otot polos penyebab utama obstruksi jalan
napas.

Keterbatasan aliran udara dan udara yang terperangkap selama ekspirasi
menyebabkan hiperventilasi. Ketika penyakit semakin parah, alveolus tidak
lagi menempel dan menghilang pada saluran nafas kecil akibatnya timbul
sesak.

Pertukaran gas abnormal akibat hipoksia dan hiperkapnia yang menandakan
PPOK semakin parah. Hal ini terjadi karena obstruksi dan hiperventilasi
semakin parah sehingga terjadi kegagalan otot pernapasan.

Hipersekresi mukus yang dihasilkan dari batuk yang produktif merupakan
akibat dari iritasi kronik paru akibat asap rokok dan paparan partikel
berbahaya. Hal ini biasanya berhubungan dengan bronkitis kronik dan tidak
terlalu mempengaruhi keterbatasan aliran udara. Tidak semua penderita
PPOK memiliki gejala hipersekresi mukus.

Hipertensi pulmonal dapat timbul pada PPOK lanjut, menyebabkan hipoksia
dan vasokonstriksi arteri pulmonal. Progresif hipertensi pulmonal
menyebabkan hipertropi ventrikel kanan dan gagal jantung kanan.

Pasien yang memiliki episode serangan eksaserbasi karena infeksi bakteri
maupun virus ditandai dengan respon inflamasi yang meningkat. Saat
eksaserbasi terjadi peningkatan hiperventilasi dan udara yang terperangkap,
lalu aliran ekspirasi menurun sehingga terjadi sesak nafas.

10

Faktor komorbid PPOK seperti penyakit jantung iskemik, gagal jntung,
osteoporosis, anemia normositik, diabetes, sindrom metabolik, dan depresi
dapat memperburuk kualitas hidup dan angka harapan hidup penderita.

3.5. KLASIFIKASI
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2013,
membagi tingkat keparahan PPOK berdasarkan penilaian ulang VEP1 setelah
pemberian bronkodilator dan VEP1/KVP < 0,70, terbagi atas 4 derajat :
1. Derajat I: PPOK ringan
Dengan atau tanpa gejala klinis (batuk produksi sputum). Keterbatasan
aliran udara ringan (VEP1/KVP < 70%; VEP1 80%). Pada derajat ini,
orang tersebut mungkin tidak menyadari bahwa fungsi parunya abnormal.
2. Derajat II: PPOK sedang
Semakin memburuknya hambatan aliran udara (50% VEP1 < 80%),
disertai dengan adanya pemendekan dalam bernafas. Dalam tingkat ini
pasien biasanya mulai mencari pengobatan oleh karena sesak nafas yang
dialaminya.
3. Derajat III: PPOK berat
Ditandai dengan keterbatasan/hambatan aliran udara yang semakin
memburuk (30% VEP1 < 50%). Terjadi sesak nafas yang semakin
memberat, penurunan kapasitas latihan dan eksaserbasi yang berulang
yang berdampak pada kualitas hidup pasien.
4. Derajat IV: PPOK sangat berat
Keterbatasan/hambatan aliran udara yang berat (VEP1/KVP < 70%; VEP1
< 30%).

3.6. DIAGNOSA
Anamnesis
- Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala
pernapasan
- Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
- Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
11

- Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, seperti berat badan
lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap
rokok dan polusi udara
- Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
- Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
b. Pemeriksaan fisis
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
Inspeksi
- Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)
- Penggunaan otot bantu napas
- Hipertropi otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis
- Penampilan pink puffer atau blue bloater
Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma
rendah, hepar terdorong ke bawah
Auskultasi
- suara napas vesikuler normal, atau melemah
- terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada
ekspirasi paksa
- ekspirasi memanjang
- bunyi jantung terdengar jauh
Pink puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan
pernapasan pursed lips breathing
Blue bloater
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat
edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer
12

Pursed - lips breathing
Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi
yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk
mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk
mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik.

3.7 DIAGNOSA BANDING
PPOK didiagnosa banding dengan :
1.Asma Bronkial
2.Gagal jantung kongestif
3.Bronkiektasis
4.Tuberkulosis

3.8. PENATALAKSANAAN
Adapun tujuan dari penatalaksanaan PPOK ini adalah :
Mencegah progesifitas penyakit
Mengurangi gejala
Mencegah dan mengobati komplikasi
Mencegah dan mengobati eksaserbasi berulang
Mencegah atau meminimalkan efek samping obat
Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru
Meningkatkan kualitas hidup penderita
Menurunkan angka kematian

Program berhenti merokok sebaiknya dimasukkan sebagai salah satu tujuan
selama tatalaksana PPOK. Tujuan tersebut dapat dicapai melalui 4 komponen
program tatalaksana,yaitu :
1.Evaluasi dan monitor penyakit
PPOK merupakan penyakit yang progresif, artinya fungsi paru akan menurun
seiring berjalannya waktu. Oleh karena itu, monitor merupakan hal yang sangat
penting dalam penatalaksanaan penyakitini. Monitor penting yang harus
dilakukan adalah gejala klinis dan fungsi paru.
13


Riwayat penyakit yang rinci pada pasien yang dicurigai PPOK atau pasien yang
telah didiagnosis PPOK digunakan untuk evaluasi dan monitoring penyakit :
Pajanan faktor resiko, jenis zat dan lamanya terpajan
Riwayat timbulnya gejala atau penyakit
Riwayat keluarga PPOK atau penyakit paru lain, misalnya asma, tb paru
Riwayat eksaserbasi atau perawatan di rumah sakit akibat penyakit paru
kronik lainnya
Penyakit komorbid yang ada, misal penyakit jantung, rematik, atau
penyakit-penyakit yang menyebabkan keterbatasan aktifitas
Rencanakan pengobatan terkini yang sesuai dengan derajat PPOK
Pengaruh penyakit terhadap kehidupan pasien seperti keterbatasan
aktifitas, kehilangan waktu kerja dan pengaruh ekonomi, perasaan
depresi/cemas
Kemungkinan untuk mengurangi faktor resiko terutama berhenti merokok
Dukungan dari keluarga

2.Menurunkan faktor resiko
Berhenti merokok merupakan satu-satunya intervensi yang paling efektif dalam
mengurangi resiko berkembangnya PPOK dan memperlambat progresifitas
penyakit. Strategi untuk membantu pasien berhenti merokok 5 A :
1).Ask (Tanyakan)
Hal ini bertujuan untuk mengidentifikasi semua perokok pada setiap kunjungan
2).Advise (Nasehati)
Memberikan dorongan kuat untuk semua perokok untuk berhenti merokok
3).Assess (Nilai)
Memberikan penilaian untuk usaha berhenti merokok
4).Assist (Bantu)
Membantu pasien dengan rencana berhenti merokok, menyediakan konseling
praktis, merekomendasikan penggunaan farmakoterapi
5).Arrange (Atur)
Jadwal kontak lebih lanjut
14

3.Tatalaksana PPOK eksaserbasi

Penanganan eksaserbasi dapat dilaksanakan di rumah (untuk eksaserbasi yang
ringan) atau di rumah sakit (untuk eksaserbasi sedang dan berat).
Penatalaksanaan eksaserbasi ringan dilakukan di rumah oleh penderita yang
telah diedukasi dengan cara :
- Menambahkan dosis bronkodilator atau dengan mengubah
bentuk bronkodilator yang digunakan dari bentuk inhaler, oral dengan
bentuk nebuliser
- Menggunakan oksigen bila aktivitas dan selama tidur
- Menambahkan mukolitik
- Menambahkan ekspektoran
Bila dalam 2 hari tidak ada perbaikan penderita harus segera ke dokter.

Penatalaksanaan eksaserbasi di rumah sakit dapat dilakukan secara rawat jalan
atau rawat inap dan dilakukan di :
1. Poliklinik rawat jalan
2. Unit gawat darurat
3. Ruang rawat
4. Ruang ICU

Terapi eksaserbasi di rumah sakit:
Terapi oksigen terkontrol, melalui kanul nasal
Bronkodilator: inhalasi agonis 2 (dosis & frekuensi ditingkatkan) +
antikolinergik. Pada eksaserbasi berat: + aminofilin (0,5mg/kgBB/jam)
Steroid: prednisolon 30-40 mg.
Steroid intravena: pada keadaan berat
Indikasi rawat inap :
Eksaserbasi sedang dan berat
Infeksi saluran napas berat
Gagal napas akut pada gagal napas kronik
Gagal jantung kanan
15

Indikasi rawat ICU :
Sesak berat setelah penanganan adekuat di ruang gawat darurat atau ruang
rawat.
Kesadaran menurun, letargi, atau kelemahan otot-otot respirasi
Setelah pemberian oksigen tetapi terjadi hipoksemia atau perburukan
PaO2> 50 mmHg memerlukan ventilasi mekanik
Penatalaksanaan menurut derajat PPOK
DERAJAT KARAKTERISTIK REKOMENDASI PENGOBATAN
Semua
derajat
Hindari faktor pencetus
Vaksinasi influenza
Derajat I
(PPOK
Ringan)
VEP
1
/ KVP < 70%
VEP
1
80% Prediksi
a. Bronkodilator kerja singkat (SABA,
antikolinergik kerja pendek) bila perlu
b. Pemberian antikolinergik kerja lama sebagai
terapi pemeliharaan
Derajat
II(PPOK
sedang)
VEP
1
/ KVP < 70 %
50% VEP
1
80%
Prediksi dengan atau
tanpa gejala
1. Pengobatan reguler dengan
bronkodilator:
a. Antikolinergik kerja lama
sebagai terapi
pemeliharaan
b. LABA
c. Simptomatik
2. Rehabilitasi
Kortikosteroid
inhalasi bila
uji steroid
positif
Derajat
III(PPOK
Berat)
VEP
1
/ KVP < 70%;
30% VEP
1
50%
prediksiDengan atau
tanpa gejala
1. Pengobatan reguler dengan 1
atau lebih bronkodilator:
a. Antikolinergik kerja lama
sebagai terapi
pemeliharaan
b. LABA
c. Simptomatik
2. Rehabilitasi
Kortikosteroid
inhalasi bila
uji steroid
positif atau
eksaserbasi
berulang
Derajat
IV(PPOK
sangat
berat)
VEP
1
/ KVP < 70%;
VEP
1
< 30% prediksi
atau gagal nafas atau
gagal jantung kanan
1. Pengobatan reguler dengan 1 atau lebih
bronkodilator:
a. Antikolinergik kerja lama sebagai terapi
pemeliharaan
b. LABA
c. Pengobatan komplikasi
d. Kortikosteroid inhalasi bila memberikan
16

respons klinis atau eksaserbasi berulang
1. Rehabilitasi
2. Terapi oksigen jangka panjang
bila gagal nafas pertimbangkan
terapi bedah

Algoritme penatalaksanaan PPOK eksaerbasi akut di rumah dan pelayanan
kesehatan primer / Puskesmas


3.9. PROGNOSA DAN KOMPLIKASI
Tergantung dari derajat keparahan, penyakit paru komorbid, penyakit
komorbid lain.
Komplikasi : Gagal nafas, kor pulmonal, septikemia.








17

DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff, Hood, Mukti A.B. Dasar-dasar Ilmu Penyakit
Paru.Surabaya:Airlangga University Press. 2009
Corwin EJ. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC, 2001. p. 437-8.6.
GOLD. Pocket Guide to COPD Diagnosis, Management and Prevention.USA:
2013. p. 6. [serial online] 2007. [Cited] 5 April 2014. Didapat dari
:http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp?l1=2&l2=1&intId=989
GOLD. Global Strategy for the Diagnosis, Management, and Prevention
of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. USA: 2014. [serialonline] 2014.
[Cited] 5 April 2014. Didapat dari
:http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp?l1=2&l2=1&intId=1116
PB PAPDI. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta: Pusat PenerbitanDepartemen IPD
FKUI, 2006. p. 105-87.
PDPI. PPOK Pedoman Praktis Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia.
Jakarta: 2006.
Riyanto BS, Hisyam B. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4.Obstruksi
Saluran Pernafasan Akut. Jakarta: Pusat Penerbitan DepartemenIPD FKUI,
2006.

You might also like