You are on page 1of 11

1

BAB I
PENDAHULUAN


A. LATAR BELAKANG

Orang Batak adalah penutur bahasa Austronesia namun tidak diketahui kapan nenek
moyang orang Batak pertama kali bermukim di Tapanuli dan Sumatera Timur. Bahasa dan
bukti-bukti arkeologi menunjukkan bahwa orang yang berbahasa Austronesia dari
Taiwantelah berpindah ke wilayah Filipina dan Indonesia sekitar 2.500 tahun lalu, yaitu di
zaman batu muda (Neolitikum). Karena hingga sekarang belum ada
artefak Neolitikum (Zaman Batu Muda) yang ditemukan di wilayah Batak maka dapat diduga
bahwa nenek moyang Batak baru bermigrasi ke Sumatera Utara di zaman logam. Pada abad
ke-6, pedagang-pedagang Tamil asal India mendirikan kota dagang Barus, di pesisir barat
Sumatera Utara. Mereka berdagang kapur Barus yang diusahakan oleh petani-petani di
pedalaman. Kapur Barus dari tanah Batak bermutu tinggi sehingga menjadi salah satu
komoditas ekspor di samping kemenyan. Pada abad ke-10, Barus diserang oleh Sriwijaya.
Hal ini menyebabkan terusirnya pedagang-pedagang Tamil dari pesisir Sumatera. Pada masa-
masa berikutnya, perdagangan kapur Barus mulai banyak dikuasai oleh pedagang
Minangkabau yang mendirikan koloni di pesisir barat dan timur Sumatera Utara. Koloni-
koloni mereka terbentang dari Barus, Sorkam, hingga Natal. Batak merupakan salah satu
suku bangsa di Indonesia. Nama ini merupakan sebuah tema kolektif untuk
mengidentifikasikan beberapa suku bangsa yang bermukim dan berasal dari Tapanuli dan
Sumatera Timur, di Sumatera Utara. Suku bangsa yang dikategorikan sebagai Batak adalah:
Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak
Mandailing.
Mayoritas orang Batak menganut agama Kristen dan sisanya beragama Islam. Tetapi ada pula
yang menganut agama Malim dan juga menganut kepercayaan animisme (disebut Sipelebegu
atau Parbegu), walaupun kini jumlah penganut kedua ajaran ini sudah semakin berkurang.




2

B. TUJUAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mendeskripsikan mengenai Struktur
Sosial Masyarakat Batak

C. MANFAAT
Manfaat dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui Mengetahui Struktur
Sosial Masyrakata Batak.



























3

BAB II
PAMBAHASAN


A. Sitem Kekerabatan Suku Batak


Kekerabatan adalah menyangkut hubungan hukum antar orang dalam pergaulan
hidup. Ada dua bentuk kekerabatan bagi suku Batak, yakni berdasarkan garis keturunan
(genealogi) dan berdasarkan sosilogis, sementara kekerabatan teritorial tidak ada.
Bentuk kekerabatan berdasarkan garis keturunan (genealogi) terlihat dari silsilah
marga mulai dari Si Raja Batak, dimana semua suku bangsa Batak memiliki marga.
Sedangkan kekerabatan berdasarkan sosiologis terjadi melalui perjanjian (padan antar
marga tertentu) maupun karena perkawinan. Dalam tradisi Batak, yang menjadi kesatuan
Adat adalah ikatan sedarah dalam marga, kemudian Marga. Artinya misalnya Harahap,
kesatuan adatnya adalah Marga Harahap vs narga lainnya. Berhubung bahwa Adat
Batak/Tradisi Batak sifatnya dinamis yang seringkali disesuaikan dengan waktu dan
tempat berpengaruh terhadap perbedaan corak tradisi antar daerah.
Adanya falsafah dalam perumpamaan dalam bahasa Batak Toba yang berbunyi:
Jonok dongan partubu jonokan do dongan parhundul. merupakan suatu filosopi agar kita
senantiasa menjaga hubungan baik dengan tetangga, karena merekalah teman terdekat.
Namun dalam pelaksanaan adat, yang pertama dicari adalah yang satu marga, walaupun
pada dasarnya tetangga tidak boleh dilupakan dalam pelaksanaan Adat.
Masyarakat Batak memiliki falsafah, azas sekaligus sebagai struktur dan sistem
dalam kemasyarakatannya yakni Tungku nan Tiga atau dalam Bahasa Batak Toba
disebut Dalihan na Tolu, yakni Hula-hula, Dongan Tubu dan Boru ditambah Sihal-
sihal. Dalam Bahasa Batak Angkola Dalihan na Tolu terdiri dari Mora, Kahanggi,
dan Anak Boru
Hulahula/Mora adalah pihak keluarga dari isteri. Hula-hula ini menempati posisi
yang paling dihormati dalam pergaulan dan adat-istiadat Batak (semua sub-suku
Batak). Sehingga kepada semua orang Batak dipesankan harus hormat kepada
Hulahula (Somba marhula-hula).
Dongan Tubu/Kahanggi disebut juga Dongan Sabutuha adalah saudara laki-laki
satu marga. Arti harfiahnya lahir dari perut yang sama. Mereka ini seperti
4

batang pohon yang saling berdekatan, saling menopang, walaupun karena
saking dekatnya kadang-kadang saling gesek. Namun pertikaian tidak membuat
hubungan satu marga bisa terpisah. Diumpamakan seperti air yang dibelah
dengan pisau, kendati dibelah tetapi tetap bersatu. Namun demikian kepada
semua orang Batak (berbudaya Batak) dipesankan harus bijaksana kepada
saudara semarga. Diistilahkan, manat mardongan tubu.
Boru/Anak Boru adalah pihak keluarga yang mengambil isteri dari suatu marga
(keluarga lain). Boru ini menempati posisi paling rendah sebagai 'parhobas' atau
pelayan baik dalam pergaulan sehari-hari maupun (terutama) dalam setiap
upacara adat. Namun walaupun burfungsi sebagai pelayan bukan berarti bisa
diperlakukan dengan semena-mena. Melainkan pihak boru harus diambil
hatinya, dibujuk, diistilahkan: Elek marboru.
Namun bukan berarti ada kasta dalam sistem kekerabatan Batak. Sistem
kekerabatan Dalihan na Tolu adalah bersifak kontekstual. Sesuai konteksnya, semua
masyarakat Batak pasti pernah menjadi Hulahula, juga sebagai Dongan Tubu, juga
sebagai Boru. Jadi setiap orang harus menempatkan posisinya secara kontekstual.
Sehingga dalam tata kekerabatan, semua orang Batak harus berperilaku 'raja'.
Raja dalam tata kekerabatan Batak bukan berarti orang yang berkuasa, tetapi orang
yang berperilaku baik sesuai dengan tata krama dalam sistem kekerabatan Batak.
Maka dalam setiap pembicaraan adat selalu disebut Raja ni Hulahula, Raji no
Dongan Tubu dan Raja ni Boru.

Stratifikasi sosial orang Batak didasarkan pada empat prinsip, yaitu perbedaan tigkat umur,
perbedaan pangkat dan jabatan, perbedaan sifat keaslian, dan status kawin. Kelompok
kekerabatan suku bangsa Batak berdiam di daerah pedesaan yang disebut Huta atau Kuta
menurut istilah Karo. Biasanya satu Huta didiami oleh keluarga dari satu marga. Ada pula
kelompok kerabat yang disebut marga taneh yaitu kelompok pariteral keturunan pendiri dari
Kuta. Marga tersebut terikat oleh simbol-simbol tertentu misalnya nama marga.
Klen kecil tadi merupakan kerabat patrilineal yang masih berdiam dalam satu kawasan.
Sebaliknya klen besar yang anggotanya sdah banyak hidup tersebar, sehingga tidak saling
kenal. Tetapi mereka dapat mengenali anggotanya melalui nama marga yang selalu
disertakan dibelakang nama kecilnya.
5

Dalam persoalan perkawinan, dalam tradisi suku Batak seseorang hanya bisa menikah dengan
orang Batak yang berbeda klan. Maka dari itu, jika ada yang menikah harus mencari
pasangan hidup dari marga lain. Apabila yang menikah adalah seseorang yang bukan dari
suku Batak, maka dia harus diadopsi oleh salah satu marga Batak (berbeda klan). Acara
tersebut dilanjutkan dengan prosesi perkawinan yang dilakukan di gereja bila agama yang
dianutnya adalah Kristen.


B. Pencaharian Suku Batak

Pada umumnya masyarakat batak bercocok tanam padi di sawah dan ladang. Lahan
didapat dari pembagian yang didasarkan marga. Setiap keluarga mendapat tanah tadi , tetapi
tidak boleh menjualnya. Selain tanah ulayat adapaun tanah yang dimiliki perseorangan.
Peternakan juga salah satu mata pencaharian suku Batak antara lain peternakan kerbau, sapi,
babi, kambing, ayam, dan bebek. Penangkapan ikan dilakukan sebagian penduduk disekitar
danau Toba. Sektor kerajinan yang berkembang. Misalnya tenun, anyaman rotan, ukiran
kayu, tembikar, yang ada kaitannya dengan pariwisata.
Huta sebagai pemegang hak tanah ulanya (tanah persekutuan atas milik bersama yang
digunakan untuk kepentingan bersama).
Masyarakkat Batak mengenal :
1. Tanah Panjaean : Tanah yang diberikan kepada seseorang laki-laki yang sudah berumah
tangga, pemberian ini sebagai modal utama.
2. Tanah Pau Seang : Tanah yang diterima seorang anak perempuan dari orang tuanya pada hari
perkawinan.
3. Tanah Parbagian : Tanah yang diwarisi oleh seorang anak laki-laki dari orang tuanya yang
sudah meninggal.
Masyarakat Batak mengenal sistem kerja gotong-royong dalam bercocok tanam yang disebut
Raron (Karo) atau Marsiurupan (Toba).





6

C. Sistem Perkawinan dan Alur Prosesi Pernikahan Suku Batak

Pada tradisi suku Batak seseorang hanya bisa menikah dengan orang Batak yang berbeda
klan sehingga jika ada yang menikah dia harus encari pasangan hidup dari marga lain selain
marganya. Apabila yang menikah adalah seseorang yang bukan dari suku Batak maka dia
harus diadopsi oleh salah satu marga Batak (berbeda klan). Acara Tersebut dilanjutkan
dengan prosesi perkawinan yang dilakukan di gereja karena mayoritas penduduk Batak
beragama Kristen. Untuk mahar perkawinan-saudara mempelai wanita yang sudah
menikah.orang Batak biasanya mengharuskan untuk menikah dengan paribannya, menurut
mereka hal ini dilakukan agar garis ketrunannya tidak terputus.Pariban adalah sebutan untuk
orang yang memiliki ibu yang marganya sama dengan wanita yang akan dijadikan istrinya.

Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Mangarisika
Adalah kunjungan utusan pria yang tidak resmi ke tempat wanita dalam rangka
penjajakan. Jika pintu terbuka untuk mengadakan peminangan maka pihak orang tua pria
memberikan tanda mau (tanda holong dan pihak wanita memberi tanda mata). Jenis
barang-barang pemberian itu dapat berupa kain, cincin emas, dan lain-lain.

2. Marhori-hori Dinding/marhusip
Pembicaraan antara kedua belah pihak yang melamar dan yang dilamar, terbatas dalam
hubungan kerabat terdekat dan belum diketahui oleh umum.

3. Marhata Sinamot
Pihak kerabat pria (dalam jumlah yang terbatas) datang oada kerabat wanita untuk
melakukan marhata sinamot, membicarakan masalah uang jujur (tuhor).

4. Pudun Sauta
Pihak kerabat pria tanpa hula-hula mengantarkan wadah sumpit berisi nasi dan lauk
pauknya (ternak yang sudah disembelih) yang diterima oleh pihak parboru dan setelah
makan bersama dilanjutkan dengan pembagian Jambar Juhut (daging) kepada anggota
kerabat, yang terdiri dari :
Kerabat marga ibu (hula-hula)
Kerabat marga ayah (dongan tubu)
7

Anggota marga menantu (boru)
Pengetuai (orang-orang tua)/pariban
Diakhir kegiatan Pudun Saut maka pihak keluarga wanita dan pria bersepakat
menentukan
Waktu Martumpol dan Pamasu-masuon.



5. Martumpol

Penanda-tanganan persetujuan pernikahan oleh orang tua kedua belah pihak atas rencana
perkawinan anak-anak mereka dihadapan pejabat gereja. Tata cara Partumpolon
dilaksanakan oleh pejabat gereja sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Tindak lanjut
Partumpolon adalah pejabat gereja mewartakan rencana pernikahan dari kedua mempelai
melalui warta jemaat, yang di HKBP disebut dengan Tingting (baca : tikting). Tingting
ini harus dilakukan dua kali hari minggu berturut-turut. Apabila setelah dua kali tingting
tidak ada gugatan dari pihak lain baru dapat dilanjutkan dengan pemberkatan nikah
(pamasu-masuon).

6. Martonggo Raja atau Maria Raja
Adalah suatu kegiatan pra pesta/acara yang bersifat seremonial yang mutlak
diselenggarakan oleh penyelenggara pesta/acara yang bertujuan untuk :

Mempersiapkan kepentingan pesta/acara yang bersifat teknis dan non teknis.
Pemberitahuan pada masyarakat bahwa pada waktu yang telah ditentukan ada pesta/acara
pernikahan dan berkenaan dengan itu agar pihak lain tidak mengadakan pesta/acara dalam
waktu yang bersamaan. Memohon izin pada masyarakat sekitar terutama dongan sahuta
atau penggunaan fasilitas umum pada pesta yang telah direncanakan.

7. Manjalo Pasu-pasu Parbagason (Pemberkatan Pernikahan)
Pengesahan pernikahan kedua mempelai menurut tatacara gereja (pemberkatan
pernikahan oleh pejabat gereja). Setelah pemberkatan pernikahan selesai maka kedua
mempelai sudah sah sebagai suami-istri menurut gereja. Setelah selesai seluruh acara
pamasu-masuon, kedua belah pihak yang turut serta dalam acara pamasu-masuon maupun
8

yang tidak pergi menuju tempat kediaman orang tua/kerabat orang tua wanita untuk
mengadakan pesta unjuk. Pesta unjuk oleh kerabat pria disebut Pesta Mangalap parumaen
(baca : parmaen)

8. Pesta Unjuk
Suatu acara perayaan yang bersifat sukacita atas pernikahan putra dan putri. Ciri pesta
sukacita ialah berbagi jambar :
Jambar yang dibagi-bagikan untuk kerabat parboru adalah jambar juhut (daging) dan
jambar uang (tuhor ni boru) dibagi menurut peraturan. Jambar yang dibagi-bagikan bagi
kerabat paranak adalah dengke (baca : dekke) dan ulos yang dibagi menurut peraturan.
Pesta Unjuk ini diakhiri dengan membawa pulang pengantin ke rumah paranak.

9. Mangihut di ampang (dialap jual)
Yaitu mempelai wanita dibawa ke tempat mempelai pria yang dielu-elukan kerabat pria
dengan mengiringi jual berisi makanan bertutup ulos yang disediakan oleh pihak kerabat
pria.

10. Ditaruhon Jual
Jika pesta untuk pernikahan itu dilakukan di rumah mempelai pria, maka mempelai
wanita dibolehkan pulang ke tempat orang tuanya untuk kemudian diantar lagi oleh para
namborunya ke tempat namborunya. Dalam hal ini paranak wajib memberikan upa
manaru (upah mengantar), sedang dalam dialap jual upa manaru tidak dikenal.

11. Paranak makan bersama di tempat kediaman si Pria (Daulat ni si Panganon)

Setibanya pengantin wanita beserta rombongan di rumah pengantin pria, maka
diadakanlah acara makan bersama dengan seluruh undangan yang masih berkenan ikut ke
rumah pengantin pria.
Makanan yang dimakan adalah makanan yang dibawa oleh pihak parboru

12. Paulak Unea

Setelah satu, tiga, lima atau tujuh hari si wanita tinggal bersama dengan suaminya, maka
paranak, minimum pengantin pria bersama istrinya pergi ke rumah mertuanya untuk
9

menyatakan terima kasih atas berjalannya acara pernikahan dengan baik, terutama
keadaan baik pengantin wanita pada masa gadisnya (acara ini lebih bersifat aspek hukum
berkaitan dengan kesucian si wanita sampai ia masuk di dalam pernikahan).
Setelah selesai acara paulak une, paranak kembali ke kampung halamannya/rumahnya
dan selanjutnya memulai hidup baru.


13. Manjahea.
Setelah beberapa lama pengantin pria dan wanita menjalani hidup berumah tangga (kalau
pria tersebut bukan anak bungsu), maka ia akan dipajae, yaitu dipisah rumah (tempat
tinggal) dan mata pencarian.

14. Maningkir Tangga
Beberapa lama setelah pengantin pria dan wanita berumah tangga terutama setelah berdiri
sendiri (rumah dan mata pencariannya telah dipisah dari orang tua si laki-laki) maka
datanglah berkunjung parboru kepada paranak dengan maksud maningkir tangga (yang
dimaksud dengan tangga disini adalah rumah tangga pengantin baru). Dalam kunjungan
ini parboru juga membawa makanan (nasi dan lauk pauk, dengke sitio tio dan dengke
simundur-mundur)















10

BAB III
PENTUP

A. KESIMPULAN
Orang Batak adalah penutur bahasa Austronesia namun tidak diketahui kapan
nenek moyang orang Batak pertama kali bermukim di Tapanuli dan Sumatera Timur.
Bentuk kekerabatan berdasarkan garis keturunan (genealogi) terlihat dari silsilah
marga mulai dari Si Raja Batak, Pada umumnya masyarakat batak bercocok tanam
padi di sawah dan lading Pada tradisi suku Batak seseorang hanya bisa menikah
dengan orang Batak yang berbeda klan sehingga jika ada yang menikah dia harus
encari pasangan hidup dari marga lain selain marganya.

B. SARAN
Sebagai penerus bangsa kita harus mengetahui budaya-budaya yang ada di Negara
Indonesia termasuk budaya suku batak



















11

DAFTAR PUSTAKA


http://raja-sidabutar.blogspot.com/2011/09/prosesi-pernikahan-adat-budaya-
batak.html
http://weddingnusa.com/index.php?option=com_content&view=article&id=211:unikn
ya-pernikahan-adat-tapanuli-selatan-pabuat-boru&catid=1:prosesi&Itemid=21

You might also like