You are on page 1of 10

PENURUNAN TITIK BEKU

Istikomatul Fatonah, Aulia Safitri


Lab. Kimia Fisika Jurusan Kimia Universitas Negeri Semarang
Gedung D8 Lt 2 Sekaran Gunungpati Semarang, Indonesia
istipendkimia2011@gmail.com, 089675690013

Abstrak
Percobaan penurunan titik beku yang bertujuan untuk menentukan titik beku larutan
dan melihat perubahan titik beku suatu pelarut yang telah ditambahkan zat lain.
Percobaan ini menggunakan asam asetat pekat sebagai pelarut, naftalena, dan zat yang
ingin dicari massa molarnya yang dalam hal ini menggunakan natrium asetat.
Penambahan naftalena sebagai zat terlarut bertujuan untuk mencari konstanta
penurunan titik beku (Kb) dan penambahan zat X (natrium asetat) untuk mencari
masaa molekul zat tersebut. Percobaan ini diselesaikan dengan menggunakan
persamaan Clausius Clapeyron dan Hukum Roult. Percobaan dilakukan dengan
mengambil 15 mL asam asetat pekat dalam gelas beker dan untuk menurunkan
suhunya menggunakan balok-balok es. Penurunan suhu diamati setiap 30 detik hingga
terbentuk padatan kristal asam asetat dan suhunya konstan. Perlakuan yang sama
dilakukan dengan menambahkan naftalena dan zat X (natrium asetat). Suhu konstan
asam asetat pekat adalah 11C, pada penambahan naftalena suhu konstan hanya 3,5C
dan pada penambahan zat X suhu konstan pada 10C. Dari data yang diperoleh
didapatkan hasil perhitungan berupa Kb sebesar 60,37749/C dan massa molar zat X
sebesar 480,7125.
Kata Kunci: hukum roult; konstanta titik beku; massa molar; Penurunan titik beku;
persamaan clausius Clapeyron.
Pendahuluan
Titik beku suatu zat merupakan suhu di mana wujud padat dan wujud cair berada
dalam kesetimbangan termal. Pada titik beku, benda sedang mengalami perubahan wujud
dari cair ke padat atau dari padat ke cair dan selama perubahan wujud, suhu benda selalu
tetap. Suhu akan tetap sama meskipun pada kondisi tersebut terjadi penambahan atau
pengurangan kalor selama tekanan sama. Sistem hanya akan berubah menjadi lebih banyak
padat atau lebih banyak zat cairnya. Suhu hanya akan berubah jika hanya tersisa satu fase,
baik fase padat saja atau fase cair saja. Perubahan tekanan juga akan mampu untuk merubah
suhu, namun jika selisihnya masih kecil tidak terlalu berpengaruh (Keenan, 1984).
Sifat larutan berbeda dengan sifat pelarut murninya. Terdapat empat sifat fisika yang
penting yang besarnya bergantung pada banyaknya partikel zat terlarut tetapi tidak
bergantung pada jenis zat terlarutnya. Keempat sifat ini dikenal dengan sifat koligatif
larutan. Sifat ini besarnya berbanding lurus dengan jumlah partikel zat terlarut. Sifat
koligatif tersebut adalah tekanan uap, titik didih, titik beku, dan tekanan osmosis. Menurut
hukum sifat koligatif, selisih tekanan uap, titik beku, dan titik didih suatu larutan dengan
tekanan uap, titik beku, dan titik didih pelarut murninya, berbanding langsung dengan
konsentrasi molal zat terlarut. Larutan yang bisa memenuhi hukum sifat koligatif ini disebut
larutan ideal. Kebanyakan larutan mendekati ideal hanya jika sangat encer. Penurunan
tekanan uap larutan menyebabkan titik beku larutan menjadi lebih rendah dari titik beku
pelarut murninya (Castellan: 1983).
Roult menyatakan bahwa tekanan uap dari komponen yang dapat menguap dari
suatu larutan, berbanding lurus dengan fraksi molnya dalam larutan tersebut. Tekanan uap
adalah potensial kimia zat pada tekanan 1 atm. Hubungan dari Hukum Raoult ini berlaku
bagi tiap komponen yang dapat menguap dari suatu larutan ideal. Untuk larutan ideal
komposisi uap tiap komponennya yang dapat menguap dapat ditentukan dengan
menerapkan hukum Raoult tersebut dengan mengetahui tekanan total zat tersebut (Atkins:
2006).
Pada umumnya hanya sedikit larutan yang memenuhi hukum Raoult, larutan yang
tidak memenuhi hukum Raoult adalah larutan non ideal. Pada larutan ideal dengan zat
pelarut A dan zat terlarut B, apabila tarikan larutan dan pelarut atau pelarut dengan pelarut
sama maka kalor pelarutnya sama dengan nol. Jika tarikan antara pelarut dan zat terlarut
lebih besar daripada tarikan antar pelarut atau antar zat terlarutnya maka proses
pelarutannya adalah eksoterm Hsoln < 0. Pada kondisi eksoterm terjadi ikatan hidrogen
antara pelarut dengan zat terlarut sehingga tekanan uap larutan lebih kecil daripada tekanan
gas ideal menurut hukum Raoult. Penyimpangan hukum Raoult seperti itu disebut
penyimpangan negatif. (Supardi, 2008)
Hukum sifat koligatif untuk penurunan titik beku larutan berlaku pada larutan
dengan zat terlarut atsiri (volatile) maupun tak-atsiri (nonvolatile). Berdasar hukum
tersebut, penurunan titik beku larutan dari titik beku pelarut murninya berbanding lurus
dengan molalitas larutan.
Tf = Kf. m
Tf = penurunan titik beku larutan.
Kf = penurunan titik beku molal pelarut.
m = konsentrasi larutan dalam molal.
Menurut hukum Roult:
P = X
1
x P
0


Dimana:
P : Tekanan uap pelarut
P
0
: Tekanan uap pelarut murni
X
1
: Mol fraksi padatan murni.
Dari persamaan diatas di dapat ln, sehingga persamaan menjadi:


Menurut Clausius Clapeyron:

sehingga diperoleh rumus


(

) (

)
(

) (

) (

(Zumdahl/Zumdahl/DeCoste : 2007)
Tujuan dari percobaan ini yaitu: 1) memperoleh konstata penurunan titik beku
larutan asam asetat dengan menggunakan persamaan Clausius Clapeyron dan Hukum Roult,
2) mengetahui pengaruh penambahan zat terlarut terhadap penurunan larutan asam asetat 3)
menentukan berat molekul zat terlarut x dengan menggunakan persamaan Clausius
Clapeyron dan Hukum Roult
Percobaan ini bertujuan untuk memperoleh konstanta penurunan titik beku (Kf) dari
larutan asam asetat pekat, mencari massa molar suatu zat X yang dilarutkan dalam asam
asetat dengan mengetahui perubahan suhu yang terjadi selama percobaan.
Metode
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah asam asetat pekat dari
Merck, naftalena padat dari Merck, dan natrium asetat padat dari Merck. Ala-alat yang
digunakan adalah gelas beker 25 mL PYREX sebanyak 2 buah, gelas ukur 25 mL PYREX,
termometer alkohol dengan skala 100C, spatula, statif, stopwatch, palu, dan baskom
plastik.
Percobaan dimulai dengan menyiapkan termostat sederhana. Termostat tersebut
dibuat dari pecahan es batu yang diletakkan pada baskom. Fungsi termostat ini untuk
menurunkan suhu larutan. Statif diletakkan disamping baskom dan termometer
digantungkan pada statif. Termometer diletakkan diatas baskom berisi es batu. Asam asetat
pekat diambil sebanyak 15 mL dengan menggunakan gelas ukur. Asam asetat tersebut
kemudian dipindahkan dalam gelas beker. Pengambilan ini dilakukan sebanyak 2 kali.
Pengambilan dilakukan dalam lemari asam dikarenakan asam asetat pekat memiliki bau
yang tajam.
Asam asetat dalam gelas beaker diukur suhu awalnya, dan pelan-pelan dimasukkan
dalam termostat sambil tetap diukur suhunya. Pencatatan suhu dilakukan setiap 30 detik
untuk meminimalisir kesalahan. Pencatatan suhu dihentikan saat suhu sudah menunjukkan
konstan dan kristal sudah terbentuk. Gelas beker kemudian diangkat dan dan suhunya
dinaikkan minimal 5C. Suhu asam asetat dinaikkan agar zat terlarut yang akan
ditambahkan dapat larut. Zat yang ditambahkan adalah naftalena pada gelas beker pertama
dan zat X di gelas beker kedua. Larutan diaduk agar zat terlarut cepat larut dan homogen.
Suhu awal larutan diukur dan kedua gelas beker kembali dimasukkan dalam termostat dan
diukur kembali penurunan suhunya setiap 30 detik hingga terbentuk kristal dan suhu
konstan.
Data yang diperoleh dalam praktikum ini adalah perubahan suhu pada asam asetat
pekat (T
1
), campuran asam asetat pekat dengan naftalein (T
2
), dan campuran asam asetat
pekat dengan natrium asetat (T
3
) ketika suhu konstan dan mulai terbentuk Kristal. Massa
naftalein (G
2
), massa asam asetat pekat (G
1
), massa natrium asetat (G
3
). Konstanta
penurunan titik beku (Kf) dan massa molekul diperoleh dari perhitungan menggunakan
kombinasi rumus Clausius Clayperon.
Hasil Dan Pembahasan
Hasil dari penimbangan natrium asetat dan naftalena didapatkan 0,25 gram. Hasil
pengamatan terhadap suhu konstan dari asam asetat pekat murni (T
1
), campuran asam asetat
pekat dan naftalein (T
2
), dan campuran asam asetat pekat dan natrium asetat (T
3
) adalah
11C, 3,5C, dan 10C. Tabel 1 menunjukkan perubahan suhu yang terjadi pada setiap
larutan dalam interval waktu 30 detik. Sebenarnya dalam percobaan didapatkan dua hasil
pengamatan perubahan suhu pada larutan asam asetat pekat, namun pada akhirnya dalam
pembahasan dan perhitungan hanya digunakan satu data agar lebih valid dalam perhitungan
dan agar lebih mudah dalam membandingkan. Perbedaan hasil ini dimungkinkan karena
paralaks dalam penggunaan termometer.
Tabel 1. Kenaikan Suhu Tiap 30 detik
Waktu (s) Asam asetat (T
1
)
Asam asetat +
Naftalena (T
2
)
Asam Asetat
+ zat X (T
3
)
0 25 22 18
30 20 20 11
60 19 18 11
90 17 16,5 10
120 16 15 10
150 15 12 10
180 14 11 10
210 12 10 10
240 11 9,5 10
270 11 8,5 10
300 11 7,5 10
330 11 7 10
360

6,5 10
390

6

420

5,5

450

5

480

3,5

510

3,5

540

3,5

570

3,5

Dari tabel diatas dapat diketahui bersama bahwa penambahan zat tertentu mampu
menurunkan titik beku suatu pelarut. Pada penambahan naftalena, penurunan titik beku
sangat drastis sementara pada penambahan natrium asetat hanya menurunkan titik beku
sangat sedikit.
Untuk memperjelas perbedaannya maka dapat dilihat pada kurva di gambar1.

Gambar 1. Kurva suhu banding waktu.
Garis warna merah menunjukkan penurunan suhu pada pada campuran asam asetat
dan zat X (natrium asetat). Garis biru muda menunjukkan penurunan suhu Garis warna biru
0
5
10
15
20
25
30
0 100 200 300 400 500 600
s
u
t
u

(
0
C
)

waktu (s)
Asam asetat
Asam Asetat + Naftalena
Asam Asetat + Zat X
menunjukkan perubahan suhu pada larutan asam asetat pekat dan naftalena dan garis biru
tua menunjukkan perubahan suhu pada asam asetat pekat.
Suhu konstan pada campuran asam asetat dan natrium asetat lebih besar daripada
suhu konstan pada campuran asam asetat pekat dan naftalena. Hal ini menunjukkan bahwa
Tb pada larutan asam asetat dan naftalena lebih besar dibandingkan larutan asam asetat
dan natrium asetat. Menurut Clausius Clapeyron, dikarenakan berat molekul zat terlarut
berbanding terbalik dengan perubahan suhu (Tb), yaitu

dimana M
2

adalah berat molekul zat terlarut dan G
1
adalah massa zat pelarut, seharusnya Tb larutan
asam asetat dan naftalena lebih rendah dibandingkan larutan asam asetat dan natrium asetat.
Sementara itu diketahui massa molar naftalena sebesar 128,19 g/mol dan massa molar
natrium asetat sebesar 82.03 g/ mol.
Dari data diatas diperoleh Konstata penurunan titik beku asam asetat sebesar
60,37749 K kg/mol dan massa molar zat x (dalam praktikum ini digunakan natrium asetat)
adalah 961,42 g/mol dilakukan dengan penggabungan Hukum Roult dan Persamaan
Clausius Clapeyron.
Namun berdasarkan Castellan (1983), titik beku asam asetat seharusnya adalah
16,6C, dan konstata penurunan titik bekunya (Tb) adalah 3.57 K kg/mol. Jika demikian,
maka seharusnya suhu konstan campuran asam asetat pekat dengan naftalein (T
2
) adalah
16,16C, dan suhu konstan campuran asam asetat pekat dengan natrium asetat (T
3
) adalah
15,9C dengan berat molekul natrium asetat yang sebenarnya adalah 82,03.
Hasil dari percobaan ini sangat jauh dengan hasil yang sesungguhnya. Hal tersebut
dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya kurang terencananya kegiatan
praktikum, kesalahan metode atau langkah yang dilakukan oleh praktikan, seperti dalam
persiapan termostat sederhana yang tidak memikirkan bahawa suhu dalam termostat
sederhana sendiri tidak konstan sehingga akan mempengaruhi suhu pada larutan. Selain itu
kesalahan dalam menggunakan termometer juga ikut mempengaruhi. Dalam pengukuran
suhu larutan seharusnya ujung termometer tidak diperkenankan untun menyentuh dinding
ataupun dasar dari gelas beker, namun beberapa kali kesalahan tersebut terjadi sehingga
mempengaruhi data pengamatan. Selain itu, dalam menentukan titik beku larutan, sangat
susah untuk mendapatkan suhu konstan karena lingkungannya yang tidak mendukung,
maka titik beku larutan tidak perlu menunggu suhu konstan, namun melihat pada suhu
berapa larutan memunculkan kristal untuk pertama kalinya.

Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini adalah: 1) Titik beku suatu
larutan lebih rendah dibandingkan titik beku pelarut murninya. 2) Massa molekul zat
terlarut mempengaruhi besarnya penurunan titik beku larutan, yaitu senakin kecil massa
molar zat terlarut semakin besar perubahan titik beku larutan tersebut. 3) Dalam praktikum
diperoleh konstata penurunan titik beku sebesar 60,37749 K kg/mol dan massa molar zat x
(dalam praktikum ini digunakan natrium asetat) sebesar 961,425 g/mol.
Daftar Pustaka
Atkins, Peter and De Paula, Julio. 2006. Atkins Physical Chemistry. London : Oxford
University Press.
Castellan, Gilbert W. 1983. Physical Chemistry 3
rd
Edition. Massachusetts: Addison-
Wesley Publishing Company.
Harjito, 2013, Panduan penulisan manuskrip., diunduh di
www.facebook.com/groups/chemisfun/shshhsnshhhs.pdf pada tanggal 1 Oktober
2013.
Keenan. 1984. Ilmu Kimia untuk Universitas. Jakarta: Erlangga
Supardi, Imam Kasmadi, M.Si dan Luhbandjono, Gatot. 2008. Kimia Dasar II. Semarang :
Unnes Press
Zumdahl, Steven S, dkk, 2007, World of Chemistry, Boston : Houghton Mifflin Company

You might also like