You are on page 1of 32

3

BAB I
PENDAHULUAN

Pneumonia merupakan proses inflamasi yang terjadi pada parenkim paru. Pada
anak, pneumonia merupakan penyakit yang umum terjadi dan sebagai salah satu
penyebab kesakitan dan kematian utama ( paling banyak anak dibawah usia 5 tahun ).
Pneumonia dapat disebabkan oleh mikroorganisme, aspirasi dari cairan lambung, benda
asing, hidrokarbon, bahan-bahan lipoid, dan reaksi hipersensitivitas.
1,2
Gambaran klinis pneumonia ditandai dengan demam, takipnu, usaha napas
meningkat, disertai dengan tarikan otot-otot dinding dada, disertai dengan napas cuping
hidung. Pada infeksi yang berat dapat dijumpai sianosis dan gagal napas. Pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya ronkhi dan mengi.
2
Pneumonia masih merupakan penyebab kesakitan dan kematian yang tinggi anak
didunia terutama pada anak dibawah lima tahun. Lebih dari 150 juta kasus pneumonia
terjadi setiap tahun terutama di negara berkembang. Terdapat 95% kasus baru di seluruh
dunia dengan angka 11 sampai 20 juta kasus dirawat di rumah sakit dan 2 juta meninggal
karena penyakit tersebut.
3
Dari tahun ke tahun pneumonia selalu menduduki peringkat atas penyebab
kematian bayi dan anak balita di Indonesia. Menurut Riskesdas 2007 pneumonia
merupakan penyebab kematian kedua setelah diare ( 15,5% diantara semua balita) dan
selalu berada pada daftar 10 penyakit terbesar setiap tahunnya di fasilitas kesehatan.
Pneumonia balita merupakan salah satu indikator keberhasilan program pengendalian
penyakit dan penyehatan lingkungan seperti tertuang dalam Rencana Strategis
Kementrian Kesehatan tahun 2010-2014. Ditargetkan persentase penemuan dan
tatalaksana penderita pneumonia balita pada tahun 2014 adalah sebesar 100% .
4
Menurut penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah dr.zainoel
Abidin Banda Aceh Tahun 2012 menunjukkan insidens pneumonia yang masih tinggi
baik pada tahun 2008 dan juga tahun 2009. Di antara 2035 kasus anak yang dirawat,
selama 2 tahun terdapat 144 (7,1%) kasus pneumonia termasuk yang disertai dengan
penyakit lain.
2
Sindrom Down adalah suatu kelainan kongenital multipel akibat kelebihan materi
genetik pada kromosom 21 (trisomi). Sindrom Down diambil dari nama seorang dokter
4

berkebangsaan Inggris, John Langdon Down yang pada tahun 1866 menguraikan
gambaran sekelompok individu yang tinggal di Earlswood Asylum for Idiots di Surrey,
Inggris di tempat dr. Down tersebut bertugas, anak dengan retardasi mental dan memiliki
penampakan wajah yang khas dan mirip satu sama lain. Dasar biologis kelainan ini baru
dapat diungkapkan tahun 1959 saat Jerome LeJeune menemukan bahwa semua individu
dengan gambaran khas tersebut memiliki cetakan ketiga (third copy) kromosom 21
sehingga individu tersebut memiliki 47 kromosom
11
Sindrom Down berkaitan dengan retardasi mental, kelainan kongenital terutama
jantung, dan disfungsi pada beberapa organ tubuh
12
. Derajat retardasi mental bervariasi,
mulai dari retardasi mental ringan (IQ:50-70) hingga sedang (IQ:35-49), dan ditemukan
retardasi mental berat (IQ: 20- 34)
12.14
Anak dengan SD memiliki berbagai kelainan kongenital dan masalah kesehatan, di
antaranya gangguan pendengaran (75%), otitis media (50%-70%), kelainan mata (60%)
termasuk katarak (15%) dan gangguan refraksi berat (50%), kelainan jantung bawaan
(50%), obstructive sleep apnea (50%-75%), penyakit tiroid (15%), atresia gastrointestinal
(12%), dislokasi sendi panggul yang didapat (6%), leukemia dan penyakit Hirschprung
(<1%)
12.13
Insidens Sindrom Down di Amerika Serikat diperkirakan terjadi tiap 600-800
kelahiran hidup
14
. Sedangkan di Indonesia angka yang definitif masih belum diketahui.
Meskipun demikian, sebuah penelitian di Universitas Indonesia memperkirakan bahwa
300.000 anak dengan SD lahir per tahunnya.
15
Penyakit jantung bawaan (PJB ) adalah penyakit dengan kelainan pada struktur
jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa sejak lahir yang terjadi akibat adanya
gangguan atau kegagalan perkembangan struktural jantung pada fase awal perkembangan
janin. Ada 2 golongan besar PJB, yaitu siaonotik ( biru ) dan asianotik (tidak biru) yang
masing masing memberikan gejala dan memerlukan penatalaksanaan yang berbeda.
16

Angka kejadian PJB di Indonesia adalah 8 tiap 1000 kelahiran hidup. Jika jumlah
penduduk Indonesia 200 juta, dan angka kelahiran 2%, maka jumlah penderita PJB di
Indonesia bertambah 32000 bayi setiap tahun. Kendala utama dalam menangani anak
dengan PJB adalah tingginya biaya pemeriksaan dan operasi. Pengalaman kami di
poliklinik Kardiologi RSCM, mendapatkan sebagian besar anak dengan PJB yang berobat
berasal dari keluarga yang tidak mampu.
17.18


5

BAB II
STATUS PASIEN RUANGAN

IDENTITAS PASIEN
Nama : Raisul Syibran
Tanggal Lahir/Umur : 21 Juni 2013
Alamat : Matang Gelumpang, Bireuen
Agama : Islam
Suku : Aceh
Nomor CM : 98-85-39
Jaminan : JKA
Tanggal Masuk : 27 Januari 2014
Tanggal Pemeriksaan : 30 Januari 2014
Nama Orang Tua
Ayah : Tn. Khaidir (38 Tahun)
Ibu : Ny. Rohmah (33 Tahun)

ANAMNESA
Keluhan Utama
Sesak

Keluhan Tambahan
Batuk (+), demam (+), pilek (+)

Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dibawa ibunya dengan keluhan sesak yang dialami sejak 2
minggu yang lalu. Sesak timbul semakin lama semakin berat, sesak juga pernah
dialami pasien sejak kecil, timbul bila pasien sering menangis. Sesak terlihat
seperti kesulitan bernafas sehingga terlihat kesan seperti bernafas cepat. Sesak
tidak dipengaruhi aktivitas, waktu maupun posisi tubuh, tidak disertai dengan suara napas
berbunyi (mengi). Pasien juga mengalami demam yang dirasakan sejak 2 minggu
yang lalu. Demam bersifat naik turun, dan demam turun bila diberikan obat
6

parasetamol. Pasien juga mengalami batuk berdahak sejak 2 minggu yang lalu
sebelum masuk rumah sakit. Batuk berdahak namun sulit untuk dikeluarkan, tidak
disertai keringat malam hari. Batuk berdahak juga disertai pilek dengan ingus yang
keluar dari hidung Kejang (-), mual (-), muntah (-).Riwayat kontak dengan orang
dewasa yang batuk lama atau batuk berdarah disangkal oleh ibu pasien Pasien
merupakan rujukan dari RS Fauziah Bireuen. Dirawat selama 2 minggu kemudian
dirujuk ke RSUDZA. BAB dan BAK tidak ada keluhan.

Riwayat Penyakit Dahulu
- Pasien sebelumnya dirawat di RS Fauziah Bireuen dengan diagnosis
Bronkiolitis+ down syndrom+ suspect acyanotic CHD.

Riwayat Penyakit Keluarga
- Disangkal

Riwayat Pemakaian Obat
- Cairan 4:1
- Cefotaxim
- Nebulizer
- Paracetamol

Riwayat Persalinan
Pasien lahir secara pervaginam dengan BBL 3500 gram.

Riwayat Pemberian Makanan dan Tumbuh Kembang
Umur
Riwayat Pemberian
Makanan
Riwayat Tumbuh
Kembang
0-6 bulan ASI Sesuai Umur
6 7 bulan ASI + nasi saring Sesuai Umur

Riwayat Imunisasi
Imunisasi dasar yang telah diberikan pada pasien pasien hanya 1x namun keluarga
pasien tidak tahu jenis imunisasi yang telah diberikan.
7

PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : Compos Mentis
Nadi : 140 x/menit
Suhu : 37,5
o
C
Pernafasan : 64 x/menit
Berat Badan : 6,7 kg
Tinggi Badan : 68 cm
Keadaan Gizi :
1. Berat Badan (BB) = 6,7 kg
2. Tinggi Badan (TB) = 68 cm
3. HA= 6 tahun 7 bulan
4. BBI=23 kg
5. BB/U = 23/32= 71,8% (kesan : kurus)
6. TB/U = 120/138 = 86,9% (kesan: pendek)
7. BB/TB = 23/22 = 104,5% (Kesan : Gizi baik)
8. Kebutuhan kalori = 1472-1840 kkal/hari
9. Kebutuhan protein = 11,5-23 gram/hari

Kulit
Warna : sawo matang
Turgor : kembali cepat
Parut/skar : tidak dijumpai
Sianosis : tidak dijumpai
Ikterus : tidak dijumpai
Pucat : tidak dijumpai
Uremic Frost : tidak dijumpai
Kepala
Rambut : hitam, sukar dicabut, distribusi merata
Wajah : simetris, udema (-), deformitas (-), hiperpigmentasi (-)
Mata : udem palpebrae (-/-), konjungtiva pucat (-/-),
8

Sklera ikterik (-/-), sekret (-/-),bentuknya seperti tertarik
keatas (upslanting), refleks cahaya (+/+), Pupil bulat isokor
3 mm / 3 mm
Telinga : serumen(-/-), bentuk telinga lebih kecil(+)
Hidung :sekret(+/+), Nafas Cuping Hidung (+), bentuk tulang
hidung hipoplasia(+)

Mulut
Bibir : simetris, bibir lembab (-),sianosis (-)
Lidah : beslaq (-)
Tonsil : T1-T1
Faring : mukosa faring hiperemis (-)

Leher
Inspeksi : simetris, retraksi (+), peningkatan jaringan sekitar leher
Palpasi : TVJR-2cmH
2
O, pembesaran KGB (-)

Thorax
Inspeksi
Statis : simetris, bentuk normochest.
Dinamis : pernafasan torakoabdominal, cusmaul (-), retraksi
suprasternal (+), retraksi intercostal (+), retraksi
epigastrium (+)

Paru
Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : tidak dilakukan
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : vesikular (+/+), ronki (+/+) pada basal paru kanan dan
kiri, wheezing (-/-)


9

Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis, irama reguler
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : Bunyi Jantung I > Bunyi Jantung II, reguler, bising
dijumpai pada sistolik(+)

Abdomen
Inspeksi : simetris, distensi tidak dijumpai, skar (-)
Palpasi : nyeri tekan tidak dijumpai, defans muscular tidak
dijumpai
Hepar : tidak ada pembesaran
Lien : tidak ada pembesaran
Ginjal : Ballotement (-/-)
Perkusi : timpani
Auskultasi : peristaltik 3x/menit, kesan normal

Genitalia
Dalam batas normal

Anus
Dalam batas normal

Tulang Belakang
Bentuk : simetris

Kelenjar Limfe Inguinal
Pembesaran KGB: tidak dijumpai

Ekstremitas : akral hangat, CRT <3, pucat (+/+), udem (-/-), sianosis (-), kaki
dan tangan pendek dan lebar(+), hipotonia(+), kelemahan otot(+)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
10

Pemeriksaan Laboratorium Darah:
(27 Januari 2014, Laboratoruim RSUD dr.Zainoel Abidin)
Hemoglobin : 12 g/dl
Hematokrit : 37 %
Eritrosit : 3700 ul
Leukosit : 21,5 x 10
3
ul
Trombosit : 310 x 10
3
ul

Pemeriksaan Foto thorax 27 Januari 2014
Cor : Bentuk dan ukuran tampak membesar kekiri dan kanan, pinggang jantung
menonjol, apex rounded, aorta kecil
-Pulmo : Tampak infiltrat di paru kanan dan kiri, tampak hiperaerasi
-Sinus phrenicocostalis kanan dan kiri tajam

Kesimpulan: Pneumoni dengan kardiomegali suspect CHD
Pemeriksaan Echocardiografi 2 Febuari 2014:
Kesimpulan: VSD dengan Membran Septum Aneurisma + Pulmonal Hipertension


4

RESUME
Pasien datang dibawa ibunya dengan keluhan sesak yang dialami sejak 2
minggu yang lalu. Sesak timbul semakin lama semakin berat, sesak juga pernah
dialami pasien sejak kecil, timbul bila pasien sering menangis. Sesak terlihat
seperti kesulitan bernafas sehingga terlihat kesan seperti bernafas cepat. Sesak
tidak dipengaruhi aktivitas, waktu maupun posisi tubuh, tidak disertai dengan suara napas
berbunyi (mengi). Pasien juga mengalami demam yang dirasakan sejak 2 minggu
yang lalu. Demam bersifat naik turun, dan demam turun bila diberikan obat
parasetamol. Pasien juga mengalami batuk berdahak sejak 2 minggu yang lalu
sebelum masuk rumah sakit. Batuk berdahak namun sulit untuk dikeluarkan, tidak
disertai keringat malam hari. Batuk berdahak juga disertai pilek dengan ingus yang
keluar dari hidung Kejang (-), mual (-), muntah (-).Riwayat kontak dengan orang
dewasa yang batuk lama atau batuk berdarah disangkal oleh ibu pasien Pasien
merupakan rujukan dari RS Fauziah Bireuen. Dirawat selama 2 minggu kemudian
dirujuk ke RSUDZA. BAB dan BAK tidak ada keluhan.
Pada pemeriksaan radiologi didapatkan pneumonia dengan kardiomegali
suspect CHD, pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit 21,5 x 10
3
ul,
pemeriksaan ecokardiografi didapatkan VSD dengan MSA + PH.
DIAGNOSA BANDING
1. Bronkopneumonia
2. Bronkiolitis
+ VSD dengan MSA + PH + Down syndrome
DIAGNOSA SEMENTARA / DIAGNOSA KERJA
Bronkopneumonia + VSD dengan MSA + Down syndrome
TERAPI
Farmakologis
IVFD 4:1 20 gtt/I (mikro)
Inj. Ampicilin 200 mg/8 jam
Inj. Cefotaxim 300 mg /12 jam
Paracetamol syr 3x cth
Nebul ventolin respul + 1,5 cc NaCl 0,9% / 6 jam
Furosemid 2 x 3,5 mg (pulv)
5

Spironolakton 2 x 6,25 mg (pulv)
Sildenofil 3 x 1 mg (pulv)

Edukasi
1. Pentingnya minum obat secara teratur
2. Penjelasan mengenai keadaan pasien

PLANNING
1. Pemeriksaan laboratorium darah rutin
2. Kultur darah dan sensitivitas antibiotik

PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam

FOLLOW UP HARI AN
Tanggal/Hari
Rawatan
Catatan Instruksi
27/1/2014
Ho




S/ Pasien datang dibawa ibunya
dengan keluhan sesak yang dialami
sejak 2 minggu yang lalu. Sesak
timbul semakin lama semakin berat,
sesak juga pernah dialami pasien
sejak kecil, timbul bila pasien
sering menangis. Sesak terlihat
seperti kesulitan bernafas sehingga
terlihat kesan seperti bernafas cepat.
Sesak tidak dipengaruhi aktivitas,
waktu maupun posisi tubuh, tidak
disertai dengan suara napas berbunyi
(mengi). Pasien juga mengalami
TH/
O2 1L/i nasal kanul
IVFD 4:1 20 gtt/I
(mikro)
Inj.Ampicilin
200mg/8 jam
Inj.Gentamisin
15 mg/12 jam

P/
Pemeriksaan
laboratorium darah
lengkap disertai
6

demam yang dirasakan sejak 2
minggu yang lalu. Demam bersifat
naik turun, dan demam turun bila
diberikan obat parasetamol. Pasien
juga mengalami batuk berdahak
sejak 2 minggu yang lalu sebelum
masuk rumah sakit. Batuk berdahak
namun sulit untuk dikeluarkan, tidak
disertai keringat malam hari. Batuk
berdahak juga disertai pilek dengan
ingus yang keluar dari hidung
Kejang (-), mual (-), muntah (-
).Riwayat kontak dengan orang dewasa
yang batuk lama atau batuk berdarah
disangkal oleh ibu pasien Pasien
merupakan rujukan dari RS Fauziah
Bireuen. Dirawat selama 2 minggu
kemudian dirujuk ke RSUDZA.
BAB dan BAK tidak ada keluhan.
O/
Keadaan Umum : Lemas
Kesadaran : Compos Mentis
Nadi : 140 x/menit
Suhu : 36,7
o
C
Pernafasan : 50 x/menit
Berat Badan : 6,7 kg
Tinggi Badan : 68 cm
PF/
Kepala :
Normocephali, rambut hitam,
distribusi merata.

fungsi ginjal dan hati.
- Foto thorak
- ecokardiografi
7

Mata :
Konj.Palp.Inf anemis (-/-), Sklera
Ikterik (-/-), Pupil bulat, isokor,
3mm/3mm, RCL (+/+), RCTL (+/+)
Telinga:
Bentuk telinga kecil, Serumen (-)
Hidung:
Bentuk tulang hidung hipoplasia(+)
Sekret (-), NCH (+)
Mulut:
Mukosa bibir basah, sianosis (-),
Faring hiperemis (-), T1/T1,
beslaq (-)
Leher:
pembesaran KGB (-), peningkatan
jaringan sekitar leher(+)
Toraks:
I: simetris, retraksi (+)
P: sonor/sonor
P: tidak dilakukan
A: Ves (+/+), Wh (-/-), Rh (+/+)
pada paru kanan dan kiri
Jantung :
BJ1 > BJ2, reguler (+), bising
sistolik(+) pd ICS V LMCS
Abdomen :
I : simetris, distensi (-)
P : soepel, H/L/R tidak teraba
P : timpani
A : peristaltik (+) normal
Extremitas :
Superior : pucat (+/+),edema (-/-)
8

bentuk tangan pendek dan lebar(+)
Inferior : pucat (-/-),edema (-/-)
Akral hangat, sianosis (+) bentuk
kaki pendek dan lebar(+), hipotonia
Ass/ Bronkopnemonia+suspect
asianotik CHD+down syndrome
28/1/2014
H1



S/ sesak(+) batuk berdahak(+)
demam(-)
O/ HR: 128x/i
RR: 48x/i
T : 36,9 C
PF/
Kepala :
Normocephali, rambut hitam,
distribusi merata.
Mata :
Konj.Palp.Inf anemis (-/-), Sklera
Ikterik (-/-), Pupil bulat, isokor,
3mm/3mm, RCL (+/+), RCTL (+/+)
Telinga:
Bentuk telinga kecil, Serumen (-)
Hidung:
Bentuk tulang hidung hipoplasia(+)
Sekret (-), NCH (+)
Mulut:
Mukosa bibir basah, sianosis (-),
Faring hiperemis (-), T1/T1,
beslaq (-)
Leher:
pembesaran KGB (-), peningkatan
jaringan sekitar leher(+)

TH/
O2 1L/i nasal kanul
IVFD 4:1 20 gtt/I
(mikro)
Inj.Ampicilin
200mg/8 jam
Inj.Gentamisin
15 mg/12 jam
Parasetamol 3x1 cth
(K/P)

9

Toraks:
I: simetris, retraksi (+)
P: sonor/sonor
P: tidak dilakukan
A: Ves (+/+), Wh (-/-), Rh (+/+)
pada paru kanan dan kiri
Jantung :
BJ1 > BJ2, reguler (+), bising
sistolik(+) pd ICS V LMCS
Abdomen :
I : simetris, distensi (-)
P : soepel, H/L/R tidak teraba
P : timpani
A : peristaltik (+) normal
Extremitas :
Superior : pucat (+/+), edema (-/-)
bentuk tangan pendek dan lebar(+)
Inferior : pucat (+/+),edema (-/-)
Akral hangat, sianosis (-) bentuk
kaki pendek dan lebar(+), hipotonia
Ass/Bronkopnemonia+suspect
asianotik CHD+down syndrome
29/1/2014
H2
S/ batuk sudah berkurang
O/ HR: 133x/i
RR: 48x/i
T : 36,7 C
PF/
Kepala :
Normocephali, rambut hitam,
distribusi merata.
Mata :
Konj.Palp.Inf anemis (-/-), Sklera
Th/
O2 1L/i nasal kanul
IVFD 4:1 20 gtt/I
(mikro)
Inj.Ampicilin
200mg/8 jam
Nebule ventolyn
respul+1,5cc NaCl
0,9%
Inj.Cefotaxim
10

Ikterik (-/-), Pupil bulat, isokor,
3mm/3mm, RCL (+/+), RCTL (+/+)
Telinga:
Bentuk telinga kecil, Serumen (-)
Hidung:
Bentuk tulang hidung hipoplasia(+)
Sekret (-), NCH (+)
Mulut:
Mukosa bibir basah, sianosis (-),
Faring hiperemis (-), T1/T1,
beslaq (-)
Leher:
pembesaran KGB (-), peningkatan
jaringan sekitar leher(+)
Toraks:
I: simetris, retraksi (+)
P: sonor/sonor
P: tidak dilakukan
A: Ves (+/+), Wh (-/-), Rh (+/+)
pada paru kanan dan kiri
Jantung :
BJ1 > BJ2, reguler (+), bising
sistolik(+) pd ICS V LMCS
Abdomen :
I : simetris, distensi (-)
P : soepel, H/L/R tidak teraba
P : timpani
A : peristaltik (+) normal
Extremitas :
Superior : pucat (+/+), edema (-/-
) bentuk tangan pendek dan lebar(+)
Inferior : pucat (+/+),edema (-/-)
300 mg/12 jam
Parasetamol 3x1 cth
(K/P)


11

Akral hangat, sianosis (-) bentuk
kaki pendek dan lebar(+), hipotonia
Ass/Bronkopnemonia+suspect
asianotik CHD+down syndrome
30/1/2014
H3
S/
O/ HR: 136x/i
RR: 47x/i
T : 36,6 C
PF/
Kepala :
Normocephali, rambut hitam,
distribusi merata.
Mata :
Konj.Palp.Inf anemis (-/-), Sklera
Ikterik (-/-), Pupil bulat, isokor,
3mm/3mm, RCL (+/+), RCTL (+/+)
Telinga:
Bentuk telinga kecil, Serumen (-)
Hidung:
Bentuk tulang hidung hipoplasia(+)
Sekret (-), NCH (+)
Mulut:
Mukosa bibir basah, sianosis (-),
Faring hiperemis (-), T1/T1,
beslaq (-)
Leher:
pembesaran KGB (-), peningkatan
jaringan sekitar leher(+)
Toraks:
I: simetris, retraksi (+)
P: sonor/sonor
P: tidak dilakukan
TH/
Nebule ventolyn
respul+1,5cc NaCl
0,9%
Cefspan 2x35mg

12

A: Ves (+/+), Wh (-/-), Rh (+/+)
pada paru kanan dan kiri
Jantung :
BJ1 > BJ2, reguler (+), bising
sistolik(+) pd ICS V LMCS
Abdomen :
I : simetris, distensi (-)
P : soepel, H/L/R tidak teraba
P : timpani
A : peristaltik (+) normal
Extremitas :
Superior : pucat (+/+), edema (-/-)
bentuk tangan pendek dan lebar(+)
Inferior : pucat (+/+),edema (-/-)
Akral hangat, sianosis (-) bentuk
kaki pendek dan lebar(+), hipotonia
Ass/Bronkopnemonia+suspect
asianotik CHD+down syndrome
1/2/2014
H4

S/

Vs/ HR : 137x/i
RR: 48x/i
T : 36,5 C
PF/
Kepala :
Normocephali, rambut hitam,
distribusi merata.
Mata :
Konj.Palp.Inf anemis (-/-), Sklera
Ikterik (-/-), Pupil bulat, isokor,
3mm/3mm, RCL (+/+), RCTL (+/+)
Telinga:
TH/
Nebule ventolyn
respul+1,5cc NaCl
0,9%
Cefspan 2x35mg
Konsul kardiologi


13

Bentuk telinga kecil, Serumen (-)
Hidung:
Bentuk tulang hidung hipoplasia(+)
Sekret (-), NCH (+)
Mulut:
Mukosa bibir basah, sianosis (-),
Faring hiperemis (-), T1/T1,
beslaq (-)
Leher:
pembesaran KGB (-), peningkatan
jaringan sekitar leher(+)
Toraks:
I: simetris, retraksi (-)
P: sonor/sonor
P: tidak dilakukan
A: Ves (+/+), Wh (-/-), Rh (-/-) pada
paru kanan dan kiri
Jantung :
BJ1 > BJ2, reguler (+), bising
sistolik(+) pd ICS V LMCS
Abdomen :
I : simetris, distensi (-)
P : soepel, H/L/R tidak teraba
P : timpani
A : peristaltik (+) normal
Extremitas :
Superior : pucat (+/+), edema (-/-)
bentuk tangan pendek dan lebar(+)
Inferior : pucat (+/+),edema (-/-)
Akral hangat, sianosis (-) bentuk
kaki pendek dan lebar(+), hipotonia
Ass/Bronkopnemonia+suspect
14

asianotik CHD + down syndrome

2/2/2014
H5

S/

Vs/ HR: 148x/i
RR: 49x/i
T : 36,6 C
PF/
Kepala :
Normocephali, rambut hitam,
distribusi merata.
Mata :
Konj.Palp.Inf anemis (-/-), Sklera
Ikterik (-/-), Pupil bulat, isokor,
3mm/3mm, RCL (+/+), RCTL (+/+)
Telinga:
Bentuk telinga kecil, Serumen (-)
Hidung:
Bentuk tulang hidung hipoplasia(+)
Sekret (-), NCH (+)
Mulut:
Mukosa bibir basah, sianosis (-),
Faring hiperemis (-), T1/T1,
beslaq (-)
Leher:
pembesaran KGB (-), peningkatan
jaringan sekitar leher(+)
Toraks:
I: simetris, retraksi (-)
P: sonor/sonor
P: tidak dilakukan
A: Ves (+/+), Wh (-/-), Rh (-/-) pada
TH/
Nebule ventolyn
respul+1,5cc NaCl
0,9%
Cefspan 2x35mg
Hasil pemeriksaan
ekokardiografi VSD+HP
15

paru kanan dan kiri
Jantung :
BJ1 > BJ2, reguler (+), bising
sistolik(+) pd ICS V LMCS
Abdomen :
I : simetris, distensi (-)
P : soepel, H/L/R tidak teraba
P : timpani
A : peristaltik (+) normal
Extremitas :
Superior : pucat (+/+), edema (-/-
) bentuk tangan pendek dan lebar(+)
Inferior : pucat (+/+),edema (-/-)
Akral hangat, sianosis (-) bentuk
kaki pendek dan lebar(+), hipotonia
Ass/Bronkopnemonia+suspect
asianotik CHD + down syndrome
3/2/2014
H6

S/

Vs/ HR : 117x/i
RR: 45x/i
T : 36,7 C
PF/
Kepala :
Normocephali, rambut hitam,
distribusi merata.
Mata :
Konj.Palp.Inf anemis (-/-), Sklera
Ikterik (-/-), Pupil bulat, isokor,
3mm/3mm, RCL (+/+), RCTL (+/+)
Telinga:
Bentuk telinga kecil, Serumen (-)
TH/
Nebule ventolyn
respul+1,5cc NaCl
0,9%
Cefspan 2x35mg
Furosemid 2x3,5 mg
Spironolakton
2x6,25mg
Sildenafil 3x1mg

16

Hidung:
Bentuk tulang hidung hipoplasia(+)
Sekret (-), NCH (+)
Mulut:
Mukosa bibir basah, sianosis (-),
Faring hiperemis (-), T1/T1,
beslaq (-)
Leher:
pembesaran KGB (-), peningkatan
jaringan sekitar leher(+)
Toraks:
I: simetris, retraksi (-)
P: sonor/sonor
P: tidak dilakukan
A: Ves (+/+), Wh (-/-), Rh (-/-) pada
paru kanan dan kiri
Jantung :
BJ1 > BJ2, reguler (+), bising
sistolik(+) pd ICS V LMCS
Abdomen :
I : simetris, distensi (-)
P : soepel, H/L/R tidak teraba
P : timpani
A : peristaltik (+) normal
Extremitas :
Superior : pucat (+/+), edema (-/-)
bentuk tangan pendek dan lebar(+)
Inferior : pucat (+/+),edema (-/-)
Akral hangat, sianosis (-) bentuk
kaki pendek dan lebar(+), hipotonia
Ass/Bronkopnemonia+VSD dengan
MSA+HP +down syndrome
17

BAB III
ANALISA KASUS

3.1 Bronkopneumonia
Diagnosis bronkopneumonia pada kasus ini ditegakkan dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penuunjang. Dari anamnesis terhadap ibu pasien,
didapatkan keterangan yang mengarahkan pada kecurigaan pneumonia, yaitu sesak nafas,
batuk berdahak dan demam tinggi. Manifestasi klinis bron kopneumonia adalah gejala
infeksi umum (demam, sakit kepala, penurunan nafsu makan) disertai gangguan repiratori
(batuk, sesak nafas). Dari anamnesis, manifestasi klinis didahului beberapa hari dengan
gejala infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), yaitu batuk-pilek (pada pasien ini didahului
batuk-pilek), peningkatan usaha bernafas, demam tinggi mendadak dan penurunan nafsu
makan. Keluhan yang paling menonjol pada pasien bronkopneumonia adalah batuk dan
demam.
2,3,5
Pneumonia adalah peradangan parenkim paru, distal dari bronkhiolus terminalis
yang mencakup bronkhiolus respiratorius, dan alveoli yang berupa infiltrat atau
konsolidasi pada alveoli atau jaringan interstisial. Pneumonia ini dapat mengakibatkan
gangguan pertukaran gas setempat. Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang
mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak
infiltrat yang disebabkan oleh bakteri,virus, jamur dan benda asing. Usia pasien
merupakan faktor yang memegang peranan penting pada perbedaan dan kekhasan
pneumonia anak, terutama dalam spektrum etiologi, gambaran klinis, dan strategi
pengobatan.
6
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan hasil yang semakin menguatkan
bronkopneumonia yaitu takipnu, takikardi, suhu aksila 37,5
o
c, nafas cuping hidung, secret
(+), retraksi intercostal (+) retraksi epigastrica (+), suara nafas vesikuler melemah, dan
ronkhi di kedua basal paru. Adanya retraksi dinding dada dan atau respiratory rate (RR)
>50x/menit pada bayi adalah nilai prediktif positif bronkopneumonia dari 45% bayi yang
kemudian terbukti terdapat konsolidasi paru pada rontgen thoraksnya. Gejala-gejala
pneumonia bakteri pada bayi adalah demam >38,5
0
c, RR >50x/menit dan adanya
retraksi.
2,3,5
Berdasarkan kepustakaan bronkopneumonia adalah suatu infeksi akut pada paru
paru yang secara anatomi mengenai begian lobulus paru mulai dari parenkim paru sampai
18

perbatasan bronkus yang dapat disebabkan oleh bermacam macam etiologi seperti
bakteri, virus, jamur dan benda asing ditandai oleh trias (sesak nafas, pernafasan cuping
hidung, sianosis sekitar hidung atau mulut). Bronkopneumonia biasanya didahului oleh
infeksi traktus respiratoris bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik mendadak
sampai 39 40
o
C dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat
gelisah dispneu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan
sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang kadang disertai muntah dan diare. Batuk
biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit, mungkin terdapat batuk selama
beberapa hari, yang mula mula kering kemudian menjadi produktif. Pada laboratorium
pada bronkopneumonia, gambaran darah terdapat leukositosis sedangkan pada
bronkiolitis gambaran darah tepi dalam batas normal, kimia darah menunjukkan
gambaran asidosis respiratorik maupun metabolik. Usapan nasofaring menunjukkan flora
bakteri normal. Pneumococcus masuk ke dalam paru melalui jalan nafas secara percikan
(droplet), proses radang pneumonia dapat dibagi atas 4 stadium, yaitu :
1. Stadium kongesti
Kapiler melebar dan kongesti serta di dalam alveolus terdapat eksudat jernih, bakteri
dalam jumlah banyak, beberapa neutrofil dan makrofag
2. Stadium hepatisasi merah
Lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat dan tidak mengandung udara, warna
menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar.Dalam alveolus didapatkan fibrin,
leukosit netrofil, eksudat dan banyak sekali eritrosit dan kuman.Stadium ini berlangsung
sangat pendek.
3. Stadium hepatisasi kelabu
Lobus masih tetap padat dan warna merah menjadi pucat kelabu.Permukaan pleura suram
karena diliputi oleh fibrin.Alveolus terisi fibrin dan leukosit, tempat terjadi fagositosis
pneumokokus.Kapiler tidak lagi kongestif.
4. Stadium resolusi
Eksudat berkurang.Dalam alveolus makrofag bertambah dan leukosit mengalami nekrosis
dan degenerasi lemak.Fibrin diresorbsi dan menghilang.Secara patologi anatomis
Bronkopneumonia berbeda dari pneumonia lobaris dalam hal lokalisasi sebagai bercak
bercak dengan distribusi yang tidak teratur.Dengan pengobatan antibiotika urutan stadium
khas ini tidak terlihat.
4
19


Untuk mendukung diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan penunjang, yaitu, darah
perifer lengkap, C-reaktif Protein (CRP), uji serologis, pemeriksaan mikrobiologis dan
pemeriksaan rontgen thoraks. Pemeriksaan darah lengkap perfier pada pneumonia yang
disebabkan oleh virus biasanya leukosit dalam batas normal, namun pada pneumonia
yang disebabkan oleh bakteri didapatkan leukositosis (15.00040.000/mm3). Dengan
dominan PMN. Leukopenia (<5000/mm3) menunjukkan prognosis yang buruk. Pada
infeksi Chlamydia kadangkadang ditemukan eosinofilia. Pada efusi pleura didapatkan
sel PMN pada cairan eksudat berkisar 300-100.000/mm3, protein > 2,5 g/dl, dan glukosa
relatif lebih rendah daripada glukosa darah. Kadangkadang terdapat anemia ringan dan
LED yang meningkat. CRP adalah suatu protein fase akut yang disisntesis oleh hepatosit.
Sebagai respon infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP secara cepat distimulasi
oleh sitokin, terutama IL-6, IL-1 da TNF. Meskipun fungsi pastinya belum diketahui,
CRP sangat mungkin berperan dalam opsonisasi mikroorganisme atau sel rusak, secara
klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan antara faktor infeksi
dan noninfeksi, infeki virus dan bakteri, atau infeksi superfisial atau profunda. Uji
serologik untuk mendateksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tipik mempunyai
sensitivitas dan spesifisitas yang rendah. Secara umum, uji serologis tidak terlalu
bermanfaat dalam mendiagnosis infeksi bakteri tipik, namun bakteri atipik seperti
Mycoplasma dan chlamydia tampak adanya peningkatan antibodi IgM dan IgG. Untuk
pemeriksaan mikrobiologik, spesimen dapat diambil dari usap tenggorok, sekret
nasofaring, bilasan bronkus, darah, punksi pleura atau aspirasi paru.
6
20

Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan penunjang untuk menguatkan diagnosis
bronkopneumonia. Pemeriksaan darah rutin didapatkan hemoglobin 12 mg/dl serta
leukositosis (21,5 x 10
3
/ul) yang menandakan adanya proses infeksi. Pemeriksaan
radiologis seperti foto thoraks dilakukan untuk mendeteksi kelainan pada jantung dan
paru. Pada pasien ini didapatkan infiltrate pada paru kiri dan kanan dan tampak
hiperaerasi, serta gambaran jantung ditemukan bentuk dan ukuran tampak membesar
kekiri dan kanan, pinggang jantung menonjol, apex rounded, aorta kecil dengan
kesimpulan kardiomegali dan suspect Congenital Heart Diseases (CHD) atau penyakit
jantung bawaan. Penegakan diagnosis penyakit jantung bawaan adalah dengan
ekokardiografi. Hasil ekokardiografi pada pasien ini adalah ventricle septal defect dengan
aneurysm membrane septal + pulmonal hypertension.

Pemeriksaan rontgen thoraks pada
kasus ini ditemukan adanya gambaran infiltrat di paru kiri dan kanan dan tampak
hiperaerasi yang mendukung tegaknya diagnosa bronkopneumonia pada kasus ini.
6,7

Pasien didiagnosa banding dengan bronkiolitis karena bronkiolitis sering
menyerang anak usia 2-24 bulan dengan puncak insidensi pada bayi laki-laki usia 2-8
bulan yang tidak mendapat Air Susu Ibu (ASI) dan hidup dilingkungan padat penduduk.
Gejala pada bronkiolitis yang mirip dengan brokopneumonia adalah didahului dengan
ISPA, seperti pilek ringan, batuk, dan demam, disusul dengan demam disertai sesak
nafas, merintih, nafas berbunyi, rewel, dan penurunan nafsu makan. Menurut Siahaan
(2013) pada bronkilitis ditemukan wheezing dimana pada bronkopneumonia jarang
ditemukan wheezing sedangkan menurut Prober (1999) pada bronkopneumonia juga
dapat ditemukan adanya wheezing. Pada pasien ini tidak ditemukan adanya wheezing.
8,10
Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien ini adalah tirah baring, pemberian
Oksigen 2 liter/menit, Infus 4:1 dengan 20 tetes/menit (mikro), medikamentosa berupa
antibiotik Ampicilin 3x200 mg (intravena) dan Cefotaxim 2x200 mg (intravena). Pasien
juga diberikan nebul ventolin respul+ 1,5 cc NaCl 0,9% tiap 6 jam untuk
mengencerkan secret dan mengurangi keluhan batuk pada pasien, selain itu juga
diberikan paracetamol sirup cth tiap kali demam.
6
Oksigen diberikan untuk mengatasi hipoksemia, menurunkan usaha untuk
bernapas, dan mengurangi kerja miokardium. Oksigen diberikan pada anak yang
menunjukkan gejala adanya tarikan dinding dada (retraksi) bagian bawah yang dalam,
SpO2< 90%, frekuensi nafas 60x/menit atau lebih, merintih setiap kali bernafas untuk
bayi muda, dan adanya head nodding (anggukan kepala). pemberian. Selanjutnya
diberikan ampicilin 50-100 mg/jam, sesuai dengan teori yang dapat dilihat berdasarkan
21

etiologi dari bronkopneumonia akibat bakteri, bakteri yang cukup banyak menyebabkan
bronkopneumonia adalah bakteri kokus gram positif seperti streptococcus pneumonia,
dan pneumococcus. Sehingga perlu ditambah antibiotik yang lebih luas terhadap bakteri
gram positif, yaitu contohnya ampicilin yang merupakan golongan beta laktam yang
sensitif terhadap bakteri gram positif maupun gram negatif yang tidak memiliki beta
laktamase dan kombinasi dengan antibiotik yang sensitif terhadap bakteri gram negatif
seperti gentamicin, namun pemberian gentamisin pada pasien ini diganti dengan
pemberian cefotaxim karena setelah dilakukan observasi selama 2 hari kondisi klinis
pasien tidak mengalami perbaikan. Pemberian paracetamol diberikan selama pasien
mengalami demam, dengan dosis 10-15mg/kgBB/kali dapat diulang 4-6 jam. Pemberian
nebul ventolin respul + 1,5 cc NaCl 0,9% dimaksudkan untuk mengurangi keluhan
batuk dan mengurangi secret yang ada pada pasien
6
Selain itu dari anamnesis didapatkan pasien terlihat biru saat menangis kuat,
gangguan pertumbuhan dan temuan fisik lain seperti pasien terlihat pucat dan sianosis
perifer pada ujung jari, hal ini akibat saturasi darah yang menuju sistemik rendah dan
berkurangnya curah jantung. Dari pemeriksaan fisik didapatkan bunyi jantung I terdengar
keras dan bunyi jantung II keras dan adanya pansistolik murmur dengan derajat 4/6 pada
tepi sternum kiri, hal ini disebabkan oleh adanya defect pada septum ventrikel
menyebabkan meningkatnya aliran darah ke paru sehingga mengganggu sistem
pertahanan paru mengakibatkan tekanan yang tinggi pada jantung kanan. Berdasarkan
pemeriksaan tersebut timbul kecurigaan adanya penyakit jantung bawaan pada pasien.
Penyakit jantung bawaan akan menjadi factor predisposisi terjadinya bronkopneumonia
pada anak.
19
Untuk permasalahan jantung diberikan furosemid 2 x 3,5 mg (pulv)
spironolakton 2 x 6,25 mg (pulv) dan sildenofil 3 x 1 mg (pulv). Pemberian
Furosemid dan spironolakton adalah untuk mengurangi beban jantung yang
diakibatkan VSD maka jantung bekerja lebih keras dari biasanya. Furosemid
merupakan diuretic kuat, dikombinasikan dengan spironolakton yang merupakan
diuretic hemat kalium agar tidak terjadi hipokalemi pada pasien. Menurut hasil
ekokardiografi pada pasien ini terdapat hipertensi pulmonal. Untuk mengurangi
tekanan yang tinggi pada arteri pulmonal maka dapat diberikan sildenofil.
19
22


Penyakit jantung kongenital sering ditemukan pada penderita Sindrom Down
dengan prevelensi 40-50%. Antara penyakit jantung kongenital yang ditemukan
Atrioventricular Septal Defects (AVD) atau dikenal juga sebagai Endocardial Cushion
Defect (43%), Ventricular Septal Defect (32%), Secundum Atrial Septal Defect (ASD)
(10%), Tetralogy of Fallot (6%), dan Isolated Patent Ductus Arteriosus (4%). Lesi yang
paling sering ditemukan adalah Patent Ductus Arteriosus (16%) dan Pulmonic
Stenosis(9%). Kira - kira 70% dari endocardial cushion defects adalah terkait dengan
Sindrom Down. Dari keseluruhan penderita yang dirawat, kira kira 30% mempunyai
beberapa defek sekaligus pada jantung mereka.
Dari pemeriksaan fisik pada pasien ini didapatkan gejala cardinal dari Sindrom
Down seperti mata pasien bentuknya seperti tertarik ke atas (upslanting) karena fissure
palpebra yang tidak sempurna, terdapatnya lipatan epicanthal, titik-titik Brushfield,
hidung yang rata disebabkan hipoplasia tulang hidung dan jembatan hidung yang rata,
telinga yang kecil dan heliks yang berlipat, peningkatan jaringan sekitar leher, kaki dan
tangan pendek dan lebar, kelemahan otot, dan hipotonia (Schlote, 2006).
Untuk mendukung diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan penunjang:
Uji tapis pascanatal
Sensitivitas petanda uji tapis untuk sindrom Down berkisar antara 61%-67%.
Pada ibu yang mengandung fetus dengan SD seringkali didapatkan kadar serum maternal
alfa-fetoprotein dan unconjugated estriol yang lebih rendah dari normal. Sebaliknya
kadar serum maternal beta-human chorionic gonadotropin (betahCG) didapatkan lebih
23

tinggi dari normal.6,8 Uji diagnostik prenatal yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan
sampel vilus korionik, amniosentesis, dan percutaneus blood sampling, dengan tingkat
akurasi 98-99%.
Uji tapis postnatal
Diagnosis pascanatal didasarkan pada gabungan gambaran fisis yang khas dan
konfirmasi dengan pemeriksaan kariotipe genetik. Seringkali tanda awal yang dapat
ditemui pada neonatus dengan Sindrom Down adalah hipotoni. Gambaran khas lainnya
adalah brakisefal, fisura palpebra yang oblik, jarak antara jari kaki ke-1 dan ke-2 yang
agak jauh, jaringan kulit yang longgar di belakang leher, hiperfleksibilitas, low set ears,
protrusi lidah, depressed nasal bridge, lipatan epikantus, bercak Brushfield (titik-titik
kecil pada pupil yang letaknya tidak beraturan dan berwarna kontras), jari ke-V yang
pendek dan melengkung, simian crease, dan didapatinya tanda-tanda penyakit jantung
bawaan. Bila para klinisi mencurigai adanya Sindrom Down, maka sebaiknya dilakukan
pemeriksaan kariotipe atau analisis kromosom untuk penegakan diagnosis
definitif.3,6,8,9
Pada anak dengan Sindrom Down yang menderita infeksi sistemik dan respiratorik
berulang yang berat perlu dilakukan evaluasi terhadap status imunnya. Kadar IgG total
seringkali normal walaupun didapatkan defisiensi subkelas 2 dan 4 atau peningkatan sub
kelas 1 dan 3. Didapatkan korelasi yang nyata antara penurunan IgG sub kelas 4 dengan
terjadinya infeksi bakterial. Anak Sindrom Down dengan penyakit jantung dan penyakit
saluran nafas kronik sebaiknya mendapat vaksinasi pneumokokus dan influenza.11

24

Prognosis pada kasus ini baik, Umumnya penderita bahkan dapat sembuh spontan
dalam 2-3 minggu. Apalagi jika dilihat berdasarkan gambaran klinis selama perawatan
pasien sudah sangat membaik. Keluhan juga telah berkurang secara berangsur -angsur.
Hal ini ditandai dengan batuk yang sudah mulai menghilang, demikian pula dengan
retraksi serta pernapasan cuping hidung sudah menghilang. Prognosis penderita ini adalah
dubia ad bonam untuk quo advitam dan functionam karena pada pasien ini telah
dilakukan pengobatan yang adekuat serta belum ada tanda-tanda yang mengarah pada
komplikasi.
6
















25

BAB IV
KESIMPULAN

Pneumonia merupakan proses inflamasi yang terjadi pada parenkim paru.
Pneumonia dapat disebabkan oleh mikroorganisme, aspirasi dari cairan lambung, benda
asing, hidrokarbon, bahan-bahan lipoid, dan reaksi hipersensitivitas.Gambaran klinis
pneumonia ditandai dengan demam, takipnu, usaha napas meningkat, disertai dengan
tarikan otot-otot dinding dada, disertai dengan napas cuping hidung. Pada infeksi yang
berat dapat dijumpai sianosis dan gagal napas. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan
adanya ronkhi dan mengi
Dari hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pasien
didiagnosa dengan bronkopneumonia. Tatalaksana dengan pengobatan simptomatis dan
suportif. Prognosis pada kasus ini baik, Umumnya penderita bahkan dapat sembuh
spontan dalam 2-3 minggu. Apalagi jika dilihat berdasarkan gambaran klinis selama
perawatan pasien sudah sangat membaik.Keluhan juga telah berkurang secara berangsur
-angsur. Hal ini ditandai dengan batuk yang sudah mulai menghilang, demikian pula
dengan retraksi serta pernapasan cuping hidung sudah menghilang. Prognosis penderita
ini adalah dubia ad bonam untuk quo advitam dan functionam karena pada pasien ini
telah dilakukan pengobatan yang adekuat serta belum ada tanda-tanda yang mengarah
pada komplikasi.









26

DAFTAR PUSTAKA

1. Scott JAG, Brooks WA, Peiris JSM, Holtzman D., et al. Pneumonia research
to reduce Childhood Mortality in the Developing World. The Journal of
Clinical Investigation . 2008;118:1291-1300
2. Nurjannah, Savira N, Anwar S. Profil Pneumonia pada Anak di RSUD
dr. Zainoel Abidin, Studi Retrospektif. Sari Pediatri. 2012;13:324-328
3. Dalimunthe W, Daulay RS, Daulay RM. Significant Clinical Features in
Pediatric Pneumonia. Paediatrica Indonesiana. 2013;53:37-41
4. Gaas D. Bronkopneumonia. Medula . 2013;1:63-71
5. Nurjannah, Savira N, Raihan, Yusuf S, Anwar S. Insidens Diare pada Anak
dengan Pneumonia, Studi Retrospektif. Sari Pediatri. 2011;13:169-173
6. Fadhila A. Penegakan Diagnosis dan Penatalaksanaan Bronkopneumonia
pada Pasien Bayi laki-laki Berusia 6 bulan. Medula. 2013;1:1-10
7. Dewi NPSW, Purniti PS, Naning R. Serum C-Reaktive Protein Levels in
Severe and Very Severe Pneumonia in Children. Paediatrica Indonesiana.
2012; 52:161-164
8. Siahaan MLI. Bronkopneumonia pada Bayi dengan Sindrom Down. Medula.
2013;1:75-84
9. Sukmawati, Ayu SD. Hubungan Status Gizi, Berat Badan Lahir, Imunisasi,
dengan Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Tunikamaseang Kecamatan Bontoa Kabupaten Maros. Media Gizi Pangan.
2010;10:1-12
10. Prober CG. Pneumonia. Dalam : Behrman RE, Kliegman RM, Arvin,
penyunting ; Wahab AS penyunting edisi bahasa Indonesia. Ilmu Kesehatan
Anak Nelson. Edisi 15. Jakarta :EGC 1999;h. 883-889
11. Van Cleve SN, Cohen WI. Part 1: Clinical practice guidelines with Down
syndrome from birth to 12 years. J Pediatric Health Care 2006; 20:47-54.
12. Cohen WI. Down syndrome. Dalam: Maria BL, Gilliam JE, Darby CP,
penyunting. Current management in child neurology. Edisi ke-3. London:
BC Decker Inc; 2005.hal. 297-303.
13. Leshin L. A brief history. Diunduh dari www.dshealth. com. Diakses tanggal
2 April 2007.
14. Sularyo TS, Kadim M. Retardasi mental. Sari Pediatri 2000; 2:170-7.
27

15. Dr. Soedjatmiko, Sp.A(K), MSi. Divisi Tumbuh Kembang Pediatri Sosial.
Departemen Ilmu Kesehatan RI. Sari Pediatri. 2007
16. Man Anatomy & Physiology. In: The Cardiovaskuler Desease. 6th Edition.
Philadelphia. Saunders. 2004. Page: 832-838
17. Allen HD, Franklin WH, Fontana ME. Congenital heart disease: untreated
and operated. Dalam: Emmanoulides GC, Riemenschneider TA, Allen HD,
Gutgesell HP, penyunting. Moss and Adams heart disease in infants,
children, and adolescents. Edisi ke-5. Baltimore: Williams & Wilkins; 1995.
hal. 657-64.
18. Madiyono B. Kardiologi anak masa lampau, kini dan masa mendatang:
perannya dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit kardiovaskular.
Pidato pengukuhan guru besar tetap dalam bidang ilmu kesehatan anak,
FKUI, Jakarta, 11 Juni 1997. Jakarta: Lembaga Penerbit UI: 1997.
19. Mulyadi M. Djer, Bambang Madiyono. Tatalaksana penyakit jantung
bawaan. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM, Jakarta. Sari Pediatri
vol.3 no.2: 2000

You might also like